Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Husna dan Lily

salah satu cerita terbaik di forum ini . . . ceritanya mengalir dengan penyampaian yang sangat menarik. . . terima kasih sudah berbagi. . .


Terima kasih, suhu...
Semoga ada manfaat yg bsa diambil. Minimal bisa menghibur deh... :)


pedih hu... pelajaran hidupnya menyayat-nyayat hati nubi....

:ampun:

maafin ya, suhu... semoga gajadi bikin blue...

:ngakak


huu storynya bikin iba. mirip pengalaman temen ane.


Salam buat temennya, suhu...
:ngakak


Wah baca2 dulu hu
:jimat:


Silakan, suhuu...


The best pengalamannya gan ...

Keren bnget hu critanya

Makasih, suhu sekalian...

:ampun:
 
Kehilangan dedek gemes dapet kakak idaman, kehilangan pun sama2 sakit gan, gw tau rasanya gan

Semoga ini cerita diangkat jadi film gan, anime hentai juga gpp, Amin.
 
Kehilangan dedek gemes dapet kakak idaman, kehilangan pun sama2 sakit gan, gw tau rasanya gan

Semoga ini cerita diangkat jadi film gan, anime hentai juga gpp, Amin.


Hihi..
Mosok cerita cemen ane ini bs jdi pelem, suhu...

Ohya, sudah baca paralel story-nya, suhu?
:ngakak
 
Terakhir diubah:
Tema cerita yang mainstream, kisah yang biasa, tapi disampaikan dengan cara yang indah..
Standing applause buat cerita ini untuk suhu.
Sederhana,
Apa adanya,
Jujur,
Puitis,
Dan indah..
Simply, one of the best!
 
Harus diakui, pada genre ini, cerita suhu adalah salah satu yang paling 'walaupun' sampai saat ini. Kombinasi antara diksi dan pengenalan set yang kaya, alur yang sederhana untuk diikuti, dan sedikit sisi subjektif mungkin atas beberapa bagian dan karakter yang beririsan dengan pengalaman pribadi nubi yang sayangnya belum memiliki kemampuan bercerita senikmat ini...
 
“Kak, aku hamil...,” ucap Husna terbata.


Aku jarang sekali kehabisan kata-kata. Hanya pada kesempatan yang langka, saat aku tidak tahu harus berkata apa. Dan ini salah satunya...


***


Aku masih duduk di kelas 3 SMA, saat dunia mengenalkanku pada Husna. Seorang gadis manis, siswi SMP kelas 3.


Husna dan keluarganya adalah warga baru di kompleks tempat tinggalku. Bapaknya, Haji Andi Ahmad, adalah seorang pengusaha dengan banyak bidang bisnis. Mereka pindah dari kecamatan sebelah, menempati rumah baru yang megah di kompleks tempat tinggalku.


Kompleks ini terletak di ujung utara kota Makassar. Suatu perumahan dengan lingkungan yang ramah dan akrab.


Setiap warga saling mengenal dan berkelompok-kelompok dalam kegiatan sosial. Bapak-bapak dan pemuda rutin berolahraga bersama. Olahraga yang populer di lingkungan ini adalah sepakbola dan sepak takraw. Remaja putra dan putri aktif dalam kegiatan pengajian.


Di sinilah lembaran cerita tentang Husna mulai dituliskan di dalam buku kumal kehidupanku...


***


“Nan, pinjam lembaranmu.” Hasrul meminta padaku selepas pengajian sore.


Hasrul adalah sahabatku sejak SD. Badannya besar, kulitnya gelap. Berlawanan dengan perawakanku yang kecil dan berkulit putih. Tidak benar-benar putih, sih, standar warna kulit suku bugis. Lembaran yang dimaksud Hasrul adalah catatan materi pengajian. Masing-masing kami mencatat materi yang diberikan dalam selembar kertas, dengan tulisan arab gundul. Lembaran tersebut akan kami simpan untuk kami pelajari masing-masing.


Sambil menyalin materi dari lembaranku - Hasrul termasuk pencatat yang lambat, sehingga sering ketinggalan materi - dia bertanya,


“Sudah lihat anak bungsunya Haji Andi Ahmad?”


“Belum,” jawabku singkat


“Wah, ketinggalan kamu. Anaknya cantik lho...,” katanya lagi


“Besok-besok juga bakal lihat. Kalo memang cantik ya besok-besok juga bakal tetap cantik kan...,” jawabku sambil membuka sarung, menampakkan celana kostum sepakbola. Selepas pengajian, kami biasanya langsung bersiap main bola.


“Cepat sedikit cappo’,” sambungku.


Cappo’ adalah sapaan akrabku dengan beberapa teman. Hanya teman yang terbilang dekat. Cappo’ sejatinya berarti saudara sepupu, tetapi di kalangan pertemanan kami sapaan itu menjadi panggilan satu sama lain.


“Sabar ppo”, sedikit lagi.. Eh eh, itu dia anaknya.. Namanya Andi Husna....” Mataku mengikuti pandangannya menuju seberang jalan.


Melintas di depan masjid, anak dara berkerudung bahan kaos warna biru, menuju arah lapangan sepakbola. Wajahnya bulat, matanya besar, menarik.. Sekilas saat melintas mata kami bersitatap. Dia tersenyum dan berlalu.


Andi adalah gelar kebangsawanan bugis. Disematkan sebagai nama depan, pria maupun wanita. Terkadang disingkat menjadi ‘A’ di depan nama.


Hasrul menyelesaikan salinannya dengan cepat. Lalu kami berlari menuju lapangan untuk latihan.


Selesai latihan, saat sedang duduk melepas sepatu, mataku tertumbuk pada sekelompok gadis yang duduk-duduk di tepi lapangan. Ternyata itu Husna dan teman-temannya, menonton kami latihan. Sekedar menyapa, kulambaikan tangan, mereka cekikikan. Dasar remaja..


***


Setiap remaja laki-laki di kompleksku sudah punya pacar. Rajin-rajin ngaji, tapi pacaran masih jalan juga. Maklumlah, darah muda mengalir deras dalam pembuluh nadi. Ketika remaja putra dan putri rutin bertemu, maka rasa suka akan mudah dipicu. Iya kan?


Tetapi mereka berpacaran tidak pernah terang-terangan. Lingkungan agamis kami yang menyebabkan mereka pacaran kucing-kucingan. Di kompleks bahkan diberlakukan larangan berdekatan pria wanita yang bukan muhrim. Tidak boleh berduaan, apalagi berboncengan.


Tetapi larangan tinggal larangan. Mereka - dan pada akhirnya kami, aku dan Husna juga - selalu menemukan cara berpacaran, bermesraan, bahkan bercumbu. Kemauan selalu menemukan jalan, begitu juga dengan kemaluan, bukan?


Tetapi aku saat itu masuk pengecualian. Aku belum punya pacar sampai saat itu, sampai saat aku duduk di bangku kelas 3 SMA.

Aku bersekolah di suatu SMA unggulan di kotaku. Sekolah anak bureng, istilahnya. Sekolah para pemBUru RENGking.


Keinginan untuk berpacaran tentu ada. Hanya belum bertemu padanannya.


Hal ini membuat aku sering menjadi bulan-bulanan teman-temanku di kompleks. Jadi bahan olok-olokan karena masih menjomblo di antara mereka yang pada sudah punya pacar.


Kehadiran Husna di kompleks menjadikan kami berdua mutual dalam hal ini, dan berujung pen-comblang-an. Seringkali kami berdua “dijebak” untuk berada dalam kondisi berdua saja. Kalian para pembaca tentu paham maksudku.


Kami dijodohkan secara konyol oleh lingkungan pertemanan kami, begitu singkatnya..


Sehingga pada suatu ketika di masa kini, saat Husna menyalahkanku atas kehamilannya, ingatanku segera menjelajah ke masa lalu, menyalahkan mereka yang memaksanya jatuh cinta padaku..


Tetapi itu terlalu jauh, akan kuceritakan dulu tentang Husna, desah-rintih dari bibir berbingkai kerudungnya, dan lekukan-lekukan belia nan menggiurkan di balik longgar gaunnya..


***


Tidak perlu kuceritakan bagaimana proses kami diledek-ledek oleh teman-teman. Bagaimana semu merah wajah remaja kami berdua setiap kali di pengajian, di kondangan, di tempat nongkrong di jalan, berubah menjadi lirikan penasaran dan curi-curi pandang.


Setahun kemudian - lama yah... - kami pun jadian.


Saat itu aku berkuliah, menjelang semester kedua, sementara Husna kelas 1 SMA. Orangtuaku membelikanku sepeda motor. Bekas, sih, tapi cukup baik. Sebelum kami jadian, kami sudah kenyang sekali dengan ledekan dan candaan teman-teman. Sehingga saat kunyatakan suka dan Husna menerima, kami tidak malu-malu lagi satu sama lain.


Jawaban Husna dikirim lewat SMS. Pesannya masuk pagi, saat aku sedang di kampus, yang berarti dia di sekolah, setelah kutembak dia sore hari sebelumnya..


“Kalau berani dan serius, Kak Nanta jemput saya siang nanti sepulang sekolah,” katanya.


Dadaku berdegup kencang. Menjemput pulang bagi kalian mungkin hal sepele. Tetapi bagiku, yang sebelumnya belum pernah berpacaran, dan selama ini hanya melihat orang lain bermesraan, itu sangat mendebarkan..


Bayangan bisa duduk rapat dengan gadis yang didambakan, walaupun rapat dari belakang, cukup bikin panas dingin..


Setidaknya panas dinginnya bertahan beberapa hari. Kemudian antar jemput dengan motor menjadi biasa saja. Kujemput di sekolah, dan kuturunkan sebelum mendekati gerbang kompleks - biar ngga dilihat warga - kemudian menjadi rutinitas yang hambar.


Mungkin demikian pula yang dirasakan Husna. Sehingga saat suatu hari kuajak dia bolos sekolah ke Bantimurung - sebuah tempat wisata di luar kota Makassar - dia langsung mengiyakan.


***


Bantimurung adalah taman purbakala, taman fauna (kupu-kupu dan primata) serta taman air di Kota Maros, sebuah kota di utara Makassar.

Tempat ini sangat ramai di hari libur, tetapi ideal untuk pacaran pada hari kerja. Mengapa? Tentu karena sepinya.


Pukul 06:30, kuparkir motorku di tempat di mana sekira Husna akan turun dari angkot, siap menjemput. Lalu kukirim pesan singkat,


“Aku di panyingkul ya....” Panyingkul berarti pengkolan atau tikungan.


“Iya kak, sebentar lagi sampai...,” balasnya.


Tidak lama kemudian, nampaklah dia turun dari angkot. Seragamnya rapih, putih abu-abu, dengan setelan longgar. Mengamati dia berjalan ke arahku, melintas di depan sebuah toko, ntuk pertama kalinya aku mulai memikirkan bentuk tubuh gadis ini.


Sejenak menghayal, tiba-tiba Husna menghilang dari pandanganku. Panik, mengira diri berhalusinasi, aku menoleh mencari-cari. Husna benar-benar hilang!


Tetapi tidak lama kemudian, dia muncul dari dalam toko. Ternyata saat aku menghayal tadi, dia berbelok ke dalam toko. Untuk apa? Berganti pakaian!


Kini dia berjalan ke arahku dengan celana jeans ketat, dengan kaos ketat pula.

Dan tersadarlah aku, bentuk buah dada pacarku ini lebih dari biasa.


***


Kulewatkan saja beberapa fragmen tidak penting dalam perjalanan menuju Bantimurung, ya, suhu sekalian. Perjalanan penuh dengan basa-basi dan percobaan rem mendadak, haha..


Iya, buah dadanya terkadang menabrak punggungku. Tetapi setelah dua-tiga kali, dia mulai menyadari kesengajanku. Jadi dengan malu diletakkannya tas sekolahnya di antara kami. Apes..


***


Setiba di Bantimurung, sambil mengatur posisi sepeda motorku di parkiran, kubuka percakapan.


“Dek, mau berenang?” tanyaku.


“Ga ah, kak, Cuma bawa baju ini sama baju sekolah..”


“Oh, kalo gitu kita ke museum kupu-kupu,”


“Di situ rame gak, kak?” tanyanya menyelidik.



“Iya, rame kok, tenang saja.. Jadi ga bakal kakak apa-apakan.. haha..”


“Kalo gitu jangan ke museum...,” katanya tersenyum, lalu mendahuluiku ke arah loket karcis.


Aku terkejut mendengar ucapannya, mungkin hanya bercanda, pikirku. Tetapi rasanya penasaran juga jika tidak kuperjelas. Mungkin memang bercanda kali ya, jadi aku cukup meladeni gaya bercandanya ini.


“Kalo mau berduaan dan agak sepi, kita ke Gua Mimpi, di atas...,” kataku menjajari langkahnya.


Tiket dibeli, kami melangkah masuk lokasi.


“Gimana?” tanyaku beberapa saat kemudian. Bermaksud memperjelas, apakah dia benar-benar serius mau berduaan di tempat sepi, di sini.


“Apanya, kak?” tanyanya sambil mengerjap-ngerjapkan mata, menggoda. Duh, gemasnya...


Untuk suhu sekalian ketahui, Bantimurung adalah kompleks taman purbakala dengan air terjun di tengah-tengahnya. Taman ini dikelilingi tebing-tebing tinggi. Di sisi air terjun, terdapat tangga menuju air terjun lain yang lebih tinggi. Menelusuri tangga ini, kita akan mendapati sungai dan hutan, sebelum tiba di air terjun kedua.


Hutan dan tepian sungai inilah tempat sepi, teduh dan mendukung untuk duduk-duduk romantis (baca: mesum, haha..) berdua..


Selama ini aku hanya tau ini dari cerita teman. Aku memang sudah beberapa kali ke sini, tetapi dalam rangkaian beberapa kegiatan, dengan rombongan yang ramai. Bayangkan rasanya kali pertama datang ke tempat yang terkenal untuk asyik-masyuk, dengan pacar pertama, tanpa manual dan tanpa pedoman!


Saat itu belum ada contoh, bahkan istilah, ssi. Tetapi itulah yang harus kulakukan. Speak-speak iblis!


“Maksud kakak, Husna mau berendam, ramean, atau mau cari tempat duduk yang tenang, tidak terganggu?” sengaja kutekankan nada bicaraku pada kata “rame” dan “tenang.”


Lalu katanya, “Seandainya bisa, berenang, tapi di tempat yang berdua saja..” katanya sambil memalingkan muka, menatap pepohonan yang jelas tidak lebih penting dariku, pacarnya yang sedang gerah penasaran!


Aku tidak ingat lagi detailnya, tetapi beberapa saat kemudian, kami menemukan diri sedang duduk berdua, di naungan pohon yang letaknya menjorok ke arah sungai. Posisi yang jauh dan tidak terlihat dari jalan menuju gua-gua.


Sesekali terdengar suara pengunjung lain yang sedang menelusuri jalan menuju air terjun atau gua mimpi. Setelah beberapa kali memeriksa posisi, aku lalu yakin, posisi kami “aman” di sini.


Perlahan, kulingkarkan lenganku di bahu Husna, yang duduk rapat di sampingku.


Di tempat ini pemandangannya tidak indah, tapi bodo amat, di kepalaku ada hal lain yang ingin kunikmati.


“Na, boleh ya...,” kataku.


“Boleh apa kak?”


“Boleh ini....” Kudaratkan ciuman di pipinya, sangat dekat dengan bibirnya..


Lalu katanya, “Ga boleh, kak...,” tapi seulas senyum tersungging di wajahnya.


Kuanggap itu lampu hijau untuk seranganku selanjutnya..


Kutarik dia ke pangkuanku, duduk menyamping dan sebelah tanganku memeluk pinggangnya.

Dia tampak terkejut, tapi tidak menunjukkan perlawanan. Kutarik lengan kanannya agar melingkar di leherku. Lalu dengan cepat, kulumat bibirnya...


“Mmmpphhh.. Kak.. Ga boleh...,” katanya, namun tetap, tanpa perlawanan.


Kutarik wajahku, kutatap matanya. Matanya meredup, agak basah, tetapi bibirnya tetap tersenyum.


Kudaratkan ciumanku yang kedua. “Ga boleh, kak.. Jangan....” Hanya kata-kata.. Lengan kanannya malah semakin erat memeluk leherku.

Tangan kirinya memegang tangan kananku yang bebas, menuntun ke pipinya.


Bibir kami saling melumat, berkecipak basah, seperti biasanya para pencium pemula.

Lalu tangan kananku perlahan menarik lepas kerudungnya. Husna pasrah saja saat kain penutup kepalanya lepas, menampakkan rambut panjang yang diikat ekor kuda. Warnanya hitam dengan berkas keemasan. Rupanya Husna senang mewarnai rambutnya.


Ciumanku kembali mendarat, melumat lembut, menuntut, mencecap manisnya keremajaan bibirnya. Tangan kiriku memeluk pinggangnya, sementara tangan kananku mengelus-elus pipinya.


Tidak lagi ada suara penolakan, yang ada hanya gumaman lembut dan desah nafas kami yang semakin berat.


Tangan kiriku perlahan kumasukkan lewat celah bawah kaosnya, mengelus lembut punggungnya. Kurasakan Husna bergetar saat jariku menyentuh kulit punggungnya.


Tangan kananku juga tidak tinggal diam. Seiring gerak bibir kami yang terus saling memijat, perlahan kugeser tanganku turun dari pipinya, mengelus leher, dengan pelan namun mantap, bergerak menuju gundukan bulat di dada Husna.


Aku pernah membaca, bahwa payudara gadis yang belum pernah dijamah akan terasa kenyal dan keras. Semakin sering diremas, teksturnya akan melunak dan bentuknya akan sedikit menggantung. Biasanya pria menjamah payudara kekasihnya terlebih dulu dari luar bra atau kaos. Setelah beberapa kali kencan - beberapa kali bercumbu dan meremas - barulah si gadis mengijinkan prianya menjamah payudaranya skin to skin. Pada saat itu biasanya teksturnya sudah lunak, karena sudah sering diremas dari luar.


Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Sambil terus mengulum-gigit bibirnya, tangan kiriku perlahan melepas kait bra di punggung Husna. Lalu tanpa membuang waktu, tangan kananku menyusup cepat, menangkup payudara kirinya. Aduhai, suhu sekalian, bayangkan rasanya


***


Lagi berusaha ingat-ingat kembali detail masa itu. Kalo sudah ingat, bakal lanjut. Itu juga kalo suhu sekalian berkenan..


:D


***


Berikut indeks update :


Update 1
Update 2
Update 3
Update 4
Update 5
Update 6
Update 7
Update 8
Update 9
Update 10
Update 11
Update 12
Update 13
Update 14
Update 15
Update 16


Cerita cerita lama cem ini emang yahuuud
Ijin bikin tenda suhu
 
baca cerita ini, mengingatkan kampungku, mantanku, yang sdh jadi guru di saat saya masih kuliah..
 
Bimabet
Satu yg bisa aku komentarin dari cerita ini adalah bahasanya yang top notch. Nggak banyak cerita yg punya gaya bahasa kaya gini. Pucuk Limau Pelangi, dan B.E.D.A by: Musicboyz adalah salah satunya. Apalagi tema yang diangkat intim, yg merupakan pengalaman pribadi penulis sehingga emosinya sangat kuat dan pembaca bisa relate dengan cerita ini. Konflik yang kurang tajam, mungkin jadi kekurangan, tapi cerita bergenre vanilla seperti ini emang gak perlu konflik yang aneh-aneh (yg berpotensi melebarkan cerita ke mana2). Simply fresh, and heart warming. Bravo buat ts udah menghasilkan karya seperti ini. Terima kasih udah bagi cerita sekeren ini di sini. :ampun:
dari sekian cerita yang pernah kubaca, ini salah satu yang manis, tidak arogan, semuanya dibuat soft, konflik tidak berlebihan, percintaan soft dan perpisahan yang dibuat smooth. Betul... brovo buat ts yang sudah menghasilkan karya ini..:thumbup
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd