Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Husna dan Lily

Bimabet
Suhu Ane mau protes keras ini

"Lagipula, pun bila Husna memilihku di atas Raja, aku tetap tidak bisa menerimanya kembali. Sebab jika aku benar-benar berarti baginya, maka semestinya Raja tidak pernah ada..." lanjutku.

kata2 nya emang ngepas banget, tapi ada sedikit Kentang pada berakhir nya hubungan Hunsa Dan Nanta , karena kesan nya hubungan nya berakhir begitu aja
tanpa ada kejelasan KENAPA bisa seperti itu! entah kenapa ane penasaran akan muncul nya konflik berakhir nya hubungan husna & nanta

and thanks buat update nya suhu :mantap: :jempol:

Terima kasih, suhu..

Memang demikianlah adanya, "status" nubi berakhir begitu saja, seperti tanpa penjelasan mengapa.

Tetapi justru akhir "status" kami yang tidak jelas itulah yang membuat "hubungan" kami tidak bisa benar-benar berakhir..

:)

Pada suatu masa setelah chapter 8 itu, nantinya, Husna mengungkit semuanya, menanyakan kejelasan musabab perpisahan kami yang sebenarnya. Kemudian bergulir kembali pada kalimat yang membuka cerita ini.. :)
 
Menurut saya chapter ini dah sangat pas menggambarkan perasaan si penulis. "HAMBAR" ! Apa adanya yg ditulis. Jd kl mo pake acara "mellow" segala, kayaknya malah gak nyambung lho. Hadehhhh... ngomong apa ini... Btw, updatenya tetap ditunggu hu...

Terima kasih, suhu..

Bulan-bulan itu memang masa yang hambar bagi nubi.. :)
 
tata kalimatnya bagus suhu :jempol:
biasa :baca buku apa nih kira2?
barangkali aku juga bisa ikut baca hehehe....

dilajutin ceritanya :hore:
aku suka :ampun:
 
:jempol:
Walau ga di bumbui konflik yg bikin jantung deg deg serrr...cerita ini layak utk diperhitungkan.

2 :jempol: :jempol: buat agan...
 
Yahhhh belum ada update an :') mantepbsuhu hajar terus ceritanya mantep!
 
Terima kasih, suhu..

Memang demikianlah adanya, "status" nubi berakhir begitu saja, seperti tanpa penjelasan mengapa.

Tetapi justru akhir "status" kami yang tidak jelas itulah yang membuat "hubungan" kami tidak bisa benar-benar berakhir..

:)

Pada suatu masa setelah chapter 8 itu, nantinya, Husna mengungkit semuanya, menanyakan kejelasan musabab perpisahan kami yang sebenarnya. Kemudian bergulir kembali pada kalimat yang membuka cerita ini.. :)

aduuhh.. ane jadi makin penasaran , kenapa husna yg bertanya tentang berakhir nya hubungan , bukanya si nanta
apakah dia dekat dengan Raja hanya untuk membuat cemburu si nanta..

jadi gak sabar untuk menunggu lanjutan cerita nya suhu..
 
:mantap: suhu
Ceritanya mulai seru, ini opini nubie semata, saya mulai mengharapkan suhu akan mencoba menceritakan detail2 kecil dari romantisme antara karakter utama si Nanta dengan Lily, dan menurut nubie dari yg terbaca sejauh ini, prediksi-nya memang akan lebih banyak romantisme-romantisme kecil yang memang ujung2nya akan dibumbui dengan usaha dari kedua Insan tersebut mencari "kenikmatan" dalam kebersamaan mereka.

:ampun:
Maaf kalau terlalu berlebihan minta-nya.
Dan terima kasih atas apdetnya.
Tetap semangat suhu!
:semangat:
 
maaf bro baru sempat baca baik2 bab 9....


Chapter kali ini bener2 mengingat kenangan masa doloe euy.....

Pesan yang disampaikam oleh TSnya mengenai kisah cinta jaman mahasiswa tersampaikan......

Salut ane bro ma qta.....

lanjutkannn :jempol:

Cie cie yg lgi bernostalgia....
 
tata kalimatnya bagus suhu :jempol:
biasa :baca buku apa nih kira2?
barangkali aku juga bisa ikut baca hehehe....

dilajutin ceritanya :hore:
aku suka :ampun:

Siap, suhu elizaa..
Update segera dipasang.. :)

Wah, jika dibandingkan suhu, bacaan nubi banyakan angka-angka daripada kata.. :D
 
:mantap: suhu
Ceritanya mulai seru, ini opini nubie semata, saya mulai mengharapkan suhu akan mencoba menceritakan detail2 kecil dari romantisme antara karakter utama si Nanta dengan Lily, dan menurut nubie dari yg terbaca sejauh ini, prediksi-nya memang akan lebih banyak romantisme-romantisme kecil yang memang ujung2nya akan dibumbui dengan usaha dari kedua Insan tersebut mencari "kenikmatan" dalam kebersamaan mereka.

:ampun:
Maaf kalau terlalu berlebihan minta-nya.
Dan terima kasih atas apdetnya.
Tetap semangat suhu!
:semangat:

Siap suhu..
Pada setiap update, pada dasarnya nubi hanya bertutur, menceritakan kembali sesuai ingatan.

Semoga isinya nanti sesuai yg suhu harapkan.. :)
 
hahahaha.... tau aja suhu RG


masalahnya kampusnya ama dengan kampus ane dulu.... hihihi

ane mau nanya nih TSnya... dulu di fak apa dia dan ank brp.... hehehehe... jangan2 kita seangkatan lagi.

:D
Kayaknya kalo fakultas, si Husna sudah pernah keceplosan tuh, suhu..
Klo ga salah ingat, doi malah nyebutin jurusan.. :D

Klo angkatan, nanti juga ketahuan.. :D
 
:jempol:
Walau ga di bumbui konflik yg bikin jantung deg deg serrr...cerita ini layak utk diperhitungkan.

2 :jempol: :jempol: buat agan...

Yahhhh belum ada update an :') mantepbsuhu hajar terus ceritanya mantep!

aduuhh.. ane jadi makin penasaran , kenapa husna yg bertanya tentang berakhir nya hubungan , bukanya si nanta
apakah dia dekat dengan Raja hanya untuk membuat cemburu si nanta..

jadi gak sabar untuk menunggu lanjutan cerita nya suhu..

cerita real nya bikin thread ini patut disimak :dwarf:

Lanjutkan.. Husna

Beberapa saat lagi update, suhu sekalian..

Terima kasih masih sudi mengikuti.. :)
 
Update 10

***

Lily adalah walaupun, bukan karena.

Kedekatanku dimulai dengan banyak kemakluman atas kekurangan satu sama lain, bukan dengan alasan kelebihan diri.

Aku tidak ingat pernah berkata, "aku suka dia karena..," tetapi sebaliknya, aku sering berpikir, "kami tetap bersama, walaupun.."

Kami bertahan dengan banyak walaupun. Walaupun aku lebih muda, walaupun secara fisik dia di luar kriteria. Walaupun menurutnya aku kekanakan, walaupun - dalam banyak hal - kami sering berbeda pandangan. Walaupun kami tidak pernah dijodoh-jodohkan, walaupun kami akhirnya mesra tanpa pernah mengucap kata jadian. Walaupun kulitnya putih, walaupun aku tidak lebih tinggi.

Sejatinya berpacaran baru kurasakan saat itu, saat menjalaninya dengan Lily. Setidaknya demikian yang kukira sampai kami akhirnya berpisah.

Tetapi ijinkan aku menceritakannya peristiwa demi peristiwa..

***

Kuberanikan diri bergerak, memeluknya dari belakang. Kuletakkan daguku di bahunya, kukecup lembut kuping di balik kerudungnya.

"Li, kalo ngambek, berarti kamu yang ingusan..."


Lily bergeming. Kukecup sekali lagi, kini di pipinya, langsung menyentuh kulitnya. Bahunya sedikit bergerak, badannya yang semula tegak terasa mengendur, setengah bersandar ke pelukanku.

“Lepas, ih..” pintanya lirih.

Kulepas pelukanku dari pinggangnya, lalu bersandar di kursi. Gerak tubuhku yang sedikit rebah bersandar diikuti oleh Lily, yang kini ikut bersandar di bahuku. Kami duduk dalam diam beberapa saat. Posisi duduk kami yang begitu dekat membuatku memperhatikan beberapa detail dari diri Lily.

Kusadari saat itu, bahwa dalam posisi duduk, wajah kami sejajar tingginya. Ini berarti punggung kami sama panjang, tetapi kaki Lily lebih jenjang. Kuamati juga selarik garis samar di punggung tangannya sebelah kanan, seperti bekas luka yang sudah lama pulih. Tidak luput kuamati kukunya yang berwarna, mungkin baru dicat tadi pagi. Kuku berwarna biasanya berarti si gadis sedang datang bulan. Seperti biasa, duduk diam membuat pikiranku selalu menerawang.

“GR banget sih, sok dicari. Siapa juga yang mau nyari-nyari anak ingusan kayak kamu.”

Lily mengomeliku. Jelas sekali, dia meminta dirayu.

“Sekarang aja kamu ngomongnya begitu. Suatu waktu, kamu bakal treak manggil-manggil namaku dalam tidurmu karena rindu, hihi..” kataku mencoba melucu.

“Huuu.. Kamu itu kayaknya lahir dari ramuan sikap GR, kepedean, narsis, dan megalomania.. ingusan pula..” Lily memonyongkan bibir, mencibir.

Aku tergelak. Kami terdiam sejurus lagi. Lily menoleh ke arahku, wajahnya begitu dekat, dicoleknya daguku dengan bahu,

“Kubuatkan ulang, ya, kopinya..”

“Jika kakak berkenan, adik akan senang sekali..” kataku membelalakkan mata.

Lily mendorong jidatku, lalu berdiri dan beranjak ke dapur. Posisi duduk kami sangat dekat, sehingga saat berdiri, pinggul Lily berputar tepat di depan mataku. Terlihat ganjil bagiku, pinggang kecil yang begitu ramping menyatu dengan pinggul besar ber-kurva bulat.

Lily membungkuk ke depan, memungut cangkir bertutup dari meja. Saat membungkuk, kulirik "walaupun"-ku yang pertama; payudara Lily yang tergantung dengan sangat besarnya. Lengkung garis tubuhnya meliuk, semakin menonjolkan bentuk pinggulnya yang benar-benar bulat.

Mataku lekat memandangi bulatan itu berguncang saat melangkah, kemudian menghilang di ambang pintu tak berdaun menuju bagian dalam rumah. Itu "walaupun"-ku yang kedua.

Terkadang aku heran menyadari betapa berbeda ukuran pria tentang daya tarik wanita. Lily sama sekali tidak sexy menurutku, tetapi sebaliknya bagi pria-pria lain, baiklah, pria-pria pada umumnya. Tetapi kusadari, kriteria dan logika selalu kalah oleh cinta.

Aku menyukai gambaran utuh tentang dirinya, bukan tubuh yang menjadi persemayaman jiwanya. Apabila kuibaratkan lukisan Pantai Tanjung Bira, yang kusukai adalah Tanjung Bira-nya, bukan kanvas dan bingkainya.

Langkah kaki Lily yang mendekat membuyarkan lamunanku. Diletakkannya kopiku yang baru di meja, dengan asap mengepul dari permukaan hitamnya.

“Tuh, diminum ya, jangan dipake mandi,” Lily berujar judes, masih melanjutkan lagak ngambeknya.

“Iya, kakak.. tau aja adik ini belum mandi, hihi..”

“Dasar anak ingusan,” Lily mengempaskan diri di sampingku, rapat seperti semula.

Kami duduk bersisian dengan Lily di sebelah kiri. Perlahan kurangkul bahunya, kutarik semakin rapat, seolah takut dia akan lari. Lily mandah saja, tangan kanannya ditumpangkan di atas lututku. Posisi duduk kami seperti pasangan tua suami istri dalam iklan biskuit jaman dulu, aku jadi terkikik geli.

“Ih, kenapa mesem-mesem begitu?” Lily menoleh padaku, embusan napasnya terasa menyapu wajahku.

Aku tidak menjawab, mata kami bersitatap. Perlahan kudekatkan wajahku, bibirku bergerak maju, lurus menuju bibirnya. Sesaat sebelum jarak di antara kami menghilang, Lily memejamkan mata, aku juga. Sedetik kemudian, nyeri menyengat batang hidungku..

Refleks kudekapkan telapak tanganku ke muka, memijit hidungku, bingung. Lily berdiri tertawa di sampingku. Ternyata, saat kukira bibir kami akan bertemu, Lily mengerjaiku lagi, menyentil hidungku keras sekali. Menurutnya itu lucu, tetapi rasa nyeri di hidungku tidak bisa membuatku ikut tertawa.

Tawa Lily mereda seketika saat dilihatnya, dari sela jariku yang menutup hidung, beberapa tetes darah mengucur ke bajuku. Aku mimisan, suhu sekalian, haha..

Lily jadi panik,

“Duh, Nant, sakit ya? Duh..”

Lily berlari ke dalam, lalu kembali dengan selembar handuk. Tergesa ditariknya kaosku terlepas ke atas, lalu membekap wajahku dengan handuk. Dituntunnya aku ke kamar di sebelah ruang tamu, terus ke kamar mandi. Tidak henti-hentinya dia meminta maaf, mengatakan bercandanya kelewatan, seterus dan sebagainya.

Dengan handuk basah, dibersihkannya wajahku, lalu segulung kapas disumpalkannya di hidungku. Kembali tanganku dituntunnya ke kamar, kali ini aku duduk di kursi rias di kamarnya.

“Duh, Nant, beneran, aku ga tau bakal sekeras itu, jadinya, maaf, ya..” Lily mengulang lagi perkataanya, sambil membuka lemari, mencari sesuatu.

“Haha, iya, tau.. sakit sih, tapi gapapa, ini namanya kecelakaan canda, haha.. eh, kamu nyari apa sih?”

“Bajumu kan kena darah, jadi langsung kurendam biar nodanya hilang. Kamu pake ini dulu.” Lily menyodorkan sebuah kaos longgar.

“Aduh, jadi ga enak, dapat baju baru, huhuhu..” ujarku menggaruk kepala.

Kontan Lily mencubit pipiku, “Jangan pasang muka begitu!” sergahnya.

Kutangkup tangannya, cubitannya lepas, telapaknya menyentuh pipiku. Cubitannya berubah menjadi elusan lembut. Lalu kutarik lengannya, mendekatkan tubuhnya, perlahan kududukkan Lily menyamping di pangkuanku.

Tangannya tetap di pipiku ketika perlahan-lahan wajahnya mendekat. Lalu bibir kami merapat. Pada mulanya hanya kecupan ringan. Satu kecupan, lalu dua. Kemudian sentuhan ujung bibir kami seperti terekat kekuatan magis, mengubah gerakannya menjadi ciuman manis.

Lily adalah pecium pemula. Ciuman pertama kami saat itu hanya serangkaian kecupan lama dan sinambung, bukan lumatan, juga bukan kuluman berpengalaman. Tetapi adalah tugasku untuk menuntunnya, kan, suhu sekalian?

Keindahan dari ciuman adalah pada dinamika gerakannya yang alami. Tidak ada pola gerakan yang baku untuk berciuman. Tidak ada ketukan atau hitungan. Tetapi hanya dengan melakukan, pasangan bisa langsung memahami seperti apa seharusnya bibir dan lidah pasangan diperlakukan.

Bibir kami terus berpagut dengan canggung, kemudian berangsur selaras, seolah tidak lagi ingin lepas. Ciuman kami secara gradual berubah, dari kecupan lembut menjadi lumatan-lumatan panas yang menuntut.

Lily mengangkat wajah sejenak, mengambil napas panjang. Diamatinya wajahku lekat-lekat. Kapas obat di hidungku dilepasnya, dijatuhkan ke lantai begitu saja. Pendarahan di hidungku sudah berhenti, nampaknya.

Sebelum bibirnya kembali turun ke bibirku, aku berdiri dan menggendong tubuhnya, melangkah maju menuju tempat tidurnya. Lily memeluk leherku, membenamkan wajahnya di dadaku yang telanjang.

Kuletakkan lembut tubuhnya di ranjang, lalu kuikuti gerak rebahnya, perlahan menindih tubuhnya. Kembali tangannya memeluk leherku, bibirnya merekah terbuka saat kudaratkan ciumanku di sana.

“Mmmmmmhhhh.. Mmmmmhhhhh..” Lily mendesah, saat kuciumi bibirnya, lehernya, kupingnya, bertubi-tubi.

Kerudungnya yang sudah berantakan terasa sedikit mengganggu, kulepas dengan sebelah tangan, lalu meneruskan cumbuanku. Lehernya yang putih bersih kuciumi, kejepit lembut dengan bibir, menambah dalam desahan-desahan yang terurai dari bibirnya yang penuh.

Bibir penuh, "walaupun"-ku yang, entah ke-berapa..

“Mmmmmhhh.. Aahhh..” desahan Lily terdengar dalam.

Kembali kucumbui bibirnya, lidahnya kini mulai menari di sela bibir dan gigiku, seperti berdansa mengikuti lidahku. Pelukannya kian erat di leherku. Kurasakan buah dadanya yang melembung besar mengganjal dadaku. Padat, kenyal dan keras. Kuberanikan diri menjamahnya.

“Mmmmmhhh.. Mmmmmhhh..” Lily sedikit tersentak saat telapak tanganku meremas sebelah payudaranya.

Gila, tanganku tidak bisa menangkup seluruh permukaannya. Kukeraskan remasanku, Lily mengencangkan pelukannya.

Penasaran, kuarahkan kedua tanganku ke dadanya. Kini aku tengkurap menindih Lily, dengan kedua tangan tertangkup di dadanya. Dalam posisi ini, kedua tanganku sulit meremas, sebab bobot tubuhku sepenuhnya tertumpu di situ. Jadi hanya kuletakkan tanganku, membiarkan gravitasi membantuku menekan payudaranya.

Ciuman kami semakin bernafsu. Tetapi suhu sekalian tentu tahu, ciuman panas punya durasi maksimal. Hentikan atau teruskan ke level selanjutnya, hanya itu pilihannya.

Kuangkat wajahku sejenak, sebelah tanganku menarik cardigan Lily ke samping. Lily meneruskan maksudku, membuka kain berbahan wol itu, melontarkannya ke seberang ruangan.

Nampaklah bagian atas gaun terusan Lily, serupa daster linen dengan bagian atas tidak berlengan. Nampak bahunya yang putih, juga bagian atas dadanya yang membentuk belahan rapat membusung.

Bukaan ini tidak cukup, maka kuraih bahu terusan itu, kuloloskan melalui lengan Lily, lalu kutarik ke bawah. Lily pasrah saja ketika dari balik gaunnya, menyembul dua gunung putih kembarnya yang besar, tertutup sebagian oleh branya yang sempit. Gaunnya kini tergulung di pinggang, menutup hanya setengah tubuhnya bagian bawah.

Kain penopang dadanya seakan tidak cukup menampung bulatan padat nan kenyal di dadanya. Payudaranya seakan hendak tumpah dari behanya.

Kualihkan pandanganku dari sana, aku belum terbiasa melihat lekukan sebulat ini. Kukecup bibirnya, dibalasnya dengan lembut. Namun kebiasaan meremas dan memilinku seperti sudah mengambil bagian otonom dalam sistem organ gerakku. Tanganku naluriah turun, menyusup ke balik bra Lily, meremas langsung daging bulat susunya.

“Mmmmmmhh.. Aaaaahh.. Pelan, Nan..” desah Lily.

Desah lirih Lily membuatku semakin bersemangat menjamahnya di sana. Sebelah tanganku menyusup ke balik punggungnya, melepas kait bra-nya dengan dua jari.

Lily menggerakkan badan, membantuku melepaskan belitan bra dari tubuhnya. Kini kedua gunung kembar itu terbebas sepenuhnya.

Ciumanku perlahan turun dari bibir ke lehernya, kedua tanganku turun meremas-remas payudaranya, sejauh yang sanggup ditangkup telapak tanganku.

Tangan Lily berpindah dari leher ke rambutku, perlahan menarik turun kepalaku, mengarahkan hidung dan bibirku ke buah dadanya.

Dengan cepat kulahap kuncup susunya, kuhisap dengan keras, berganti-ganti sebelah menyebelah.

“Aaaaaahhh.. Mmmmmmmmhh..” Lily mendesah, menggigit bibirnya rapat-rapat.

Puting susu Lily berwarna seperti kulit bibir. Peralihan warna dari merah muda menuju cokelat terang. Setelah ereksi, putingnya berbentuk bulat pepat dan mungil, kontras dengan bulatan gunungnya yang besar membusung.

Lily terlihat begitu menikmati hisapan dan remasanku di payudaranya. Kakinya bergerak gelisah, mengentak-entak. Pinggulnya sesekali diangkat, mendorong tubuhku yang sedang menindihnya rapat. Rintihannya semakin lama semakin keras dan panjang. Menyadari itu, kucumbui payudaranya lebih liar, kuhisap lebih dalam, kuselingi dengan gigitan-gigitan ringan.

“Oooouuuhhhh.. Mmmmmmmhhh.. Nantaaa.. Ooouuhhh.”
Rintihannya semakin dalam, semakin lantang.

“Nantaa.. Ooouuhhh.. Iyahhh, Nantaaa.. Mmmmmhhh..”

Gradasi nada ini terasa akrab, membuatku semakin bersemangat menciumi dan menggigiti, mengulum dan menghisap, sambil meremas kedua belah payudara Lily.

“Nant, Ouuhhhh.. Nantaaaaaa..hhhhhhh...”

Jeritan diikuti desahan panjang Lily menyadarkanku, dia mencapai orgasme.

Untuk pertama kali, kutambahkan dalam catatan pelajaranku, bahwa seorang wanita bisa mencapai orgasme hanya dengan cumbuan di dadanya..

Ketika hendak kulanjutkan ke langkah berikutnya, suara adzan magrib mengejutkanku….

***

Aku kembali duduk di ruang tamu rumah Lily. Lily setengah berbaring di sampingku. Kami duduk di kursi panjang, Lily sepenuhnya bersandar di tubuhku. Kami berpelukan, kembali dalam pakaian lengkap, kecuali kali ini aku mengenakan kaos kuning milik Lily.

“That was close, hihi..” kataku nyegir.

“Huuu.. tadi itu kelewatan. Kamu terlalu jauh..” Lily mencubit lenganku yang melingkar di dadanya, lalu mengecupnya, di titik yang baru saja dicubitnya.

“KITA terlalu jauh, bukan hanya aku, kan.. hehe..”

Lily sekarang mengigit lenganku. Aku meringis, lalu menunduk mengecup jidatnya.

“Tuh, lagi-lagi kopimu ga diminum, jadi dingin lagi..”

“Lha habis, yang dibikin kopi, tapi yang dikasih malah susu.. makanya tad..”

Plak! Tangan Lily melayang menamparku pelan, lalu mencubit, lalu mengelus. Tubuhnya menggeliat, kueratkan pelukanku di tubuhnya. Aku tertawa, lalu kami terdiam beberapa saat.

“Tapi ternyata aku salah..” kataku sejurus kemudian.

“Salah apa?”

“Tadi aku bilang suatu waktu, kamu bakal treak manggil-manggil namaku dalam tidurmu karena rindu. Aku salah di situ..”

“Kamu bukannya treak, tapi merintih, mendesah, dan bukan karena rindu, tapi karena dicumbu..”

Aku mencoba menciumnya lagi, tapi Lily bangkit, melemparku lagi dengan bantal.. Hihi..

***

Semoga terhibur, suhu sekalian… :)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd