Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Husna dan Lily

Senyampang suami doi belum pulang dinas - biasanya jam segini katanya belum sampai rumah - iseng nubi BBM ke Husna, mengkonfirmasi beberapa detail untuk keperluan update nomor 3.



Husna lanjut bertanya, mengapa dari siang tadi pertanyaan nubi "aneh dan mengungkit". Nubi terus terang saja, sedang membuat tulisan, semacam memoar, kata saya, haha..

Chat berlanjut cukup panjang, tentang kekhawatiran dan kerahasiaan. Tapi nubi tetap yakinkan, semua detail identitas dan alamat akan disamarkan.

Silakan, suhu sekalian..


***

Update 3

***

Aku selalu membayangkan, pacaran remaja akan dimulai dengan hubungan platonis. Sedikit lebih lama, pacaran lalu mengarah ke hubungan romantis. Saling bertukar cendera mata. SMS-an mesra. Kemudian makan berdua, jalan-jalan ke mall dan semacamnya. Aku dan Husna memulai dengan eksplorasi yang lebih jauh. Lebih dalam dan lebih pribadi.

Kelak kusadari, bahwa kejadian di Bantimurung meletakkan dasar yang berbeda pada hubunganku dengan Husna.

SMS-an menjelang tidur tidak biasa kami lakukan setelah itu. Kami jarang keluar berdua ke tempat ramai untuk keperluan pacaran seperti remaja biasanya. Bertukar pesan biasanya kami lakukan hanya untuk mengatur janji temu. Pacaran serasa tidak cukup jika tanpa bercumbu.

Percumbuan kami tidak selalu mudah mendapat tempat dan waktu. Husna sekolah, SMA kelas 1, sedangkan aku mulai sibuk dengan kuliah dan kegiatan kampusku. Aku juga tidak lagi tega mengajaknya bolos sekolah, praktis hanya sekali itu, saat pertama kali kutelusuri gairahnya di Bantimurung sana.

Kami lebih sering bertemu di rumah teman sekolahnya, pada sore hari sepulang sekolah atau kegiatan tambahan. Saat aku datang, biasanya teman-temannya tahu diri, pamit entah ke mana. Tetapi aku dan Husna juga tidak berani berbuat lebih di rumah mereka. Paling banter hanya rutinitas lumat bibir sambil meremas lambang osis-nya, haha.. Terkadang iseng tanganku menyusup ke balik rok abu-abu panjangnya, tetapi tetap tak bisa lama-lama.

Demikian berulang terus, sampai Husna naik kelas 2. Satu tahun, suhu sekalian..

Sampai suatu hari, sebuah pesan singkat membunyikan ponselku...

"Kak, Kak Hajrah lagi ga di rumah, Mas Iman juga.." bunyi pesan dari Husna.

"Oh, mereka pada ke mana? Trus kenapa memangnya kalau mereka tidak ada? Adek lagi butuh bantuan mereka, gitu?" balasku, naif.

"Mereka lagi ke Semarang, ka kampungnya Mas Iman. Bukan adek. Kak Nanta yang pasti butuh.."

Sontak kesadaran menyerbu ke otakku. Ini undangan, suhu sekalian!

***

Pernah kuceritakan, bahwa Husna adalah anak bungsu. Bapaknya, Haji Andi Ahmad, adalah duda beranak dua saat menikah dengan Hajja Bunga, ibu dari Husna. Hajja Bunga sendiri adalah janda beranak empat pada saat itu. Hajrah adalah anak sulung bawaan Hajjah Bunga. Husna adalah satu-satunya buah dari pernikahan Haji Andi Ahmad dan Hajjah Bunga.

Hajrah - si kakak sulung - tinggal bersama suaminya, Kasiman, di sebuah kompleks perumahan mewah, di kecamatan sebelah. Husna sering main ke rumah Hajrah, menemani ponakannya - putra Hajrah - bermain. Hal ini membuat Husna sering diminta menjaga rumah itu jika Hajrah dan suaminya bepergian.

Kompleks ini dihuni oleh keluarga-keluarga berada, dengan tingkat sosialisasi rendah. Semua rumah dikelilingi pagar yang tinggi, dengan pintu yang selalu tertutup.

Dan aku diundang - dengan halus dan sindiran - oleh seorang gadis belia, menemaninya di suatu kamar, di dalam rumah, di sini...

***

Kulewatkan lagi detail tidak penting perjalananku menuju rumah di mana Husna menungguku, ya, suhu sekalian. Beda lagi seandainya referensi kuliner makassar yang suhu sekalian inginkan, maka akan saya ceritakan tentang coto makassar Paraikatte yang kusinggahi sebentar dalam perjalanan.

Setiba di rumahnya, kuparkir motorku di naungan kanopi, kuketuk pintunya.

Sebuah pesan singkat menderingkan ponselku,

Husna said:
Lewat pintu samping, Kak..

Kukitari taman kecil dengan deretan bonsai, kutemukan pintu samping yang dimaksud, tidak terkunci.

Aku melangkah masuk, melewati koridor dengan lampu redup. Koridor ini mengarah ke ruang keluarga, ternyata. Husna duduk manis di sofa, tersenyum dikulum, tidak menoleh - walaupun tahu - saat aku melangkah menghampirinya.

Kuempaskan diri ke sofa di sampingnya. Husna saat itu mengenakan mukenah. Mungkin baru saja selesai ibadah ashar.

"Empunya rumah bakal lama di Semarang?" tanyaku.

"Iya, Kak, dua minggu, kayaknya...," jawabnya tanpa menoleh. Kami berdua duduk rapat berdampingan. Kabut percumbuan menggantung rendah di bawah langit-langit, hanya menunggu sampai kami menghirup dan mabuk dibuatnya.

"Jadi, bisa tiap hari nih...," kataku sambil meletakkan tangan kanan di lutut kirinya.

"Kata siapa, besok Mama bakal nginap di sini kok, sampe Kak Hajrah pulang," katanya ringan, menepis jatuh tanganku.

"Yaahh.. kirain bisa berduaan 2 minggu...," kataku memonyongkan bibir.

"Memangnya mau ngapain, Kak?"

"Yaa.. apa yahh.. meneruskan sesuatu yang tertunda melulu, mungkin?"

"Memangnya harus dua minggu? Sesorean ini tidak cukup?" katanya sambil memutar bola mata, menggoda.

Godaannya kusambut, aku menyerah. Kuterkam dia, kutindih di sofa.

Bibirku mengulum bibir atasnya, bibir bawahku digigit olehnya. Setahun bercumbu membuatnya semakin hebat membagi tugas oral. Dia tahu kapan waktunya membelit lidahku ke dalam mulutnya, atau memijat lidahku di dalam sini. Dia mengerti kapan mesti menggigit bibirku, atau melepas ciuman untuk sekedar mendesah ringan, menggemaskan..

"Mmmhhh.. Kangen ya Kak? Mmmhh...," desahnya lembut. Kedua lengannya melingkar di leherku, tubuhnya tertindih olehku.

Mukenah yang dikenakannya menyusahkan gerakan kami. Maka kuangkat wajahku, sebelah tangan bertumpu di sisi tubuhnya, sebelah tanganku menarik lepas mukenahnya.

Tidak bisa kusembunyikan ekspresi takjubku saat melihat Husna di balik mukenah. Di baliknya, Husna hanya mengenakan tanktop berwarna hijau muda. Tanpa bra di baliknya. Kulirik ke bawah, kakinya - yang kini melingkar di pinggangku - hanya mengenakan secarik kain segitiga, putih bersih warnanya.

"Wah, adek nakal juga yah, ternyata...," kataku menggodanya.

"Yang begini, kan, yang Kak Nanta suka?" katanya tersenyum, lengannya kembali melingkar di leherku, menarikku ke bibirnya yang merekah terbuka. Kulumat bibirnya dengan rakus, dibalasnya dengan tak kalah bernafsu.

Waktu kami hanya sesorean, jika benar kata Husna tadi. Jadi menurutku tidak perlu bergerak perlahan. Kutarik Husna turun dari sofa yang rendah itu. Kami bergulingan di lantai, kini dia menindihku.

Kedua tanganku menangkap bulatan pantatnya, menyusup ke dalam batas celana dalamnya. Kuremas keras, senada dengan gerak pinggulnya yang naluriah menirukan olah tubuh senggama.

Naluri manusia dalam birahi memang sudah punya pola koreografi tersendiri, sejak jaman purbakala hingga kini.

Kutarik turun kain segitiga mungil itu. Husna tidak keberatan, atau mungkin tidak menyadari yang kulakukan. Tanganku kian bebas menggerayangi bulat pantatnya, sedangkan Husna terus menciumi bibirku penuh nafsu. Aroma birahi seolah menguar bagai uap panas dari tubuh kami, memenuhi ruangan tiga dimensi.

Tangan Husna mulai meraba perutku, mencari ujung baju. Kubantu niatnya dengan duduk tegak, dan melepas kaosku. Kini posisi Husna mengangkangiku. Sepertinya tersadar bahwa separuh tubuhnya bagian bawah sudah polos tidak tertutup sesuatu. Kepalang basah, dengan satu gerakan, Husna menarik tanktopnya ke atas, melepas kain terakhir yang menutup payudaranya.

Kami bertatapan sejenak. Seorang gadis dilanda asmara, duduk mengangkang di pangkuan seorang pemuda, yang saat itu hanya birahi yang ada di kepalanya..

Kami kembali beradu bibir, memijat lidah masing-masing dengan buas, saling belit dengan ganas. Jarinya memainkan gesper celanaku, membuatku tersadar, bagian bawah tubuhku belum terbebas dari belenggu.

Kurebahkan tubuhnya ke belakang, spontan tangannya memeluk leherku. Dengan tidak menghentikan ciuman, kulepas gesper, kancing dan resluiting celana kainku. Lalu kurenggut lepas ke bawah, sekalian dengan celana model boxerku.

Kami bertindihan, meneruskan gerakan meniru persetubuhan. Bibir masih saling melumat. Sebelah tangan Husna mengusap punggungku, sebelah lainnya meremas rambutku.

Kuturunkan ciuman ke lehernya, meninggalkan jejak merah penanda daerah jelajah. Kudaratkan ciuman bertubi di dagu, leher, lalu turun dengan pasti ke belahan dadanya.

"Ouuhhh.. Kak.. Kak Nanta laleee... Ahhh...," katanya mencoba bercanda, jelas sulit dengan luapan birahi meruah ke ubun-ubunnya.

Kuteruskan cumbuan di dadanya. Kedua tanganku kini merema keras dua bukit susunya. Dan dengan cepat, mengulum putingnya yang mencuat indah.

Selama setahun lebih berpacaran, payudara Husna kerap kuremas. Memang, selama itu terkadang hanya ciuman dan remasan yang dapat kami lakukan.

"Kakk..hhh.. Gelii..hh.. Ahhh.. Kak, terus, ahhh.. tapi lebih lembut...," ceracaunya semakin lirih.

Kugeser tubuhku sedikit turun dari tindihanku. Dengan posisi sedikit menyamping, sebelah tanganku kini meremas bergantian buah dada Husna, bibirku kembali mencari dan membungkam bibirnya. Sebelah tanganku yang lain bergerak turun, meremas lembut pahanya sebelah dalam. Naluriah, Husna melebarkan posisi kakinya, memberi jalur leluasa menuju celah basah selangkangannya..

"Akhh.. Kak Nantaa.. Ahhh.. pelan kak.. hmmmpphh...." Jeritan kecilnya tertahan, saat bibirnya kembali kubungkam dengan ciuman. Tanganku tetap mantap, menelisik bibir vaginanya yang merembes basah.

"Mmmhhh.. Ahhhh.. Kak.. Ahhh...." Jerit dan desah yang sama, mengisi ruang tamu, menggema menuju suatu tempat yang entah di mana.

Kucepatkan gerak jariku di liang senggamanya, menusuk setengah masuk dengan jari tengah. Lalu dengan ibu jari, kutekan-gesek klitorisnya..

"Aahhhhhhh.. Kak.. ouuhhhhh.. kak.."

Tubuh Husna tersentak, saat kenikmatan orgasmik runtuh menimpanya..

"Hhhhhh.. Kak.. adek lemas.. yang barusan itu bikin adek hilang tenaga...," katanya terengah-engah, berusaha berseloroh.

Tidak menunggu sampai nafasnya normal kembali, kuterkam lagi tubuhnya. Kutindih, kutarik pahanya melingkar dan menjepit pinggangku. Kuposisikan batang kelelakianku pada celah vaginanya yang masih basah.

Ya, kami lanjutkan dengan petting.

Pada mulanya, hanya desah dan desis ringan yang Husna bisikkan. Lalu, seiring bertambah cepatnya gesekan batangku di celah kenikmatannya, suaranya berganti jeritan kecil penuh gairah..

Gerakan kami mengalir seirama, pinggulku menekan ke bawah, seolah sedang bersenggama. Tanganku turun ke dadanya, meremas keras bulatan payudaranya yang kenyal nan padat. Sambil terus bergerak memompa, terus menerus kuarahkan batang kelelakianku menggerus celah sempit nan basah di antara kedua kakinya.

Kurasakan cairan senggama dari vaginanya membanjir, melumuri senjata priaku. Suara pergesekan kelamin kami mengisi ruangan, di sela rintihan Husna yang lirih.

Gerakan kami semakin cepat. Aku mendaki kian tinggi. Yang kulakukan ini tidak ubahnya hanyalah masturbasi, dengan menggunakan vagina asli, hihi..

Kurasakan ujung batangku mulai berkedut, aku akan mencapai klimaks. Dalam pergesekan yang semakin cepat, Husna pun merasakan sensasi yang kian lama kian nikmat..

"Ahhhh.. Kak.. Ahhhh.. Terus, kak.. Ahhhhh...," demikian, berulang, meninggi, lalu lepas, dalam semburan kentalku, membanjiri perutnya..

"Aaaaahhh, dek.. Aahhhhhhh...," desahku tidak tertahan saat itu.

Tanganku meraba mencari tanktop hijaunya, kubersihkan ceceran sperm ku yang membanjiri perut Husna hingga ke dada.

"Yang terakhir ada rasanya, buat adek?" tanyaku tentang petting barusan.

"Ada, sih, kak.." katanya sambil mengatur nafas.

"Tapi ga seenak yang tadi, yang pake jari...," katanya malu-malu.

"Hmm.. Lain kali, dek Husna mau yang betulannya?" tanyaku sambil meraih celana.

"Iyalah.. asal kakak jangan kasar.."

Kukenakan kembali pakaianku, Husna juga beranjak memakai celana dalamnya. Tanktopnya yang terkena cairanku dipungutnya, lalu dengan santai berjalan menuju ambang sebuah kamar.

Kutarik tangannya, kupeluk dia dari belakang, lalu bisikku,

"Kapan lagi dong, ada kesempatan?"

"Ya, malam ini saja, kenapa Kak?" Dia sedikit meronta melepaskan diri. Berlari memasuki kamar terdekat.

"Sudah ya, mau mandi dulu nih...," serunya dari dalam kamar.

Aku masih termangu, lalu melangkah mendekati pintu kamar.

"Bukannya mamanya Husna mau datang?" tanyaku.

Wajah Husna muncul dari balik pintu kamar, "Iya, memang.. tapi besok sore.."

Husna menghilang lagi ke dalam kamar.

Aku lalu duduk di sofa, mencoba memahami kondisi.

Husna bersedia "belajar lebih jauh" denganku. Malam ini, katanya. Hari masih sore saat ini. Mamanya baru datang keesokan hari, sore, tepatnya. Besok itu hari minggu.
Semua kepingan informasi hanya berarti satu hal : aku punya semalam dan sehari untuk mereguk kenikmatan kekasihku..

Kelak, di masa kini, Husna selalu menyebut malam pengantinnya - dengan suaminya sekarang - sebagai malam kedua. Sebab malam pertama baginya adalah malam itu, saat aku semalaman di dalam kamarnya, juga di dalam tubuhnya..

***

Semoga terhibur, suhu sekalian..
Sedang berusaha mengingat-ingat detail yang terjadi setelahnya...
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
sangat suka sekali dengan cerita ini,lanjut gan sampai finish,seperti bercermin diri sendiri setelah baca.....
Mantap
 
Artistik sekali bahasa & ceritanya...

sangat suka sekali dengan cerita ini,lanjut gan sampai finish,seperti bercermin diri sendiri setelah baca.....
Mantap

Terima kasih, apresiasinya, suhu-suhu..

TOP banget ceritanya gan! Lanjut.. saran dikit kasih indeks dan ilustrasi si husna, biar mantap!

Siap, suhu... :)

Sedang belajar cara nulis..

Saran ttg indeks akan dicoba, suhu, semoga saya cepat tahu caranya, hehe..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
lanjutkan terus suhu....

ini menarik soalnya suhu memberikan bukti otentik percakapan dengan husna...

memang tidak mudah melepaskan bayang2 cinta pertama ya suhu...
 
Wah husna boleh juga ces. Husna anak ath*rah kah? Anak ath*rah mantap ces. Saya pernah icip sekali dua kali :) suhu anak SMA 17 kah? :p

Wah, nubi mohon maaf, suhu, tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Paling tidak belum sekarang..
Harap mengerti dih, suhu..
:D
 
lanjutkan terus suhu....

ini menarik soalnya suhu memberikan bukti otentik percakapan dengan husna...

memang tidak mudah melepaskan bayang2 cinta pertama ya suhu...

Tepatnya tidak mudah melepaskan bayang "kekasih" pertama, suhu. Sebab kalo dikatakan "cinta" pertama, mungkin bagi nubi, Husna belumlah dikatakan cinta, hehe..

Kemarin itu sekadar iseng, sekalian kepikiran buat jadi intro untuk tukar pengalaman, kali aja doi bersedia. Mohon doanya.. :)
 
Kali ini nubi tidak menghubungi Husna. Di samping semua kenangan saat itu masih jernih teringat, nubi juga khawatir BBM nubi ke-detect suaminya. Hari sabtu suaminya biasanya di rumah saja. Suami Husna ini PNS, suhu sekalian, hehe..

Mari silakan...


***

Update 4

***

Seperti yang kuterakan dalam judul cerita ini, Husna, adalah salah satu "teman belajar" ku dalam Erotisme 101. Gaya pacaran kami yang kelewatan, - okelah, yang mesum - menjadikan kami sulit untuk menyentuh sisi romantisme cinta remaja. Kami seperti dewasa jauh sebelum masanya. Terutama bagi Husna, yang masih belia SMA.

Jika diibaratkan ajaran, kami adalah penganut aliran Birahiyah. Aliran para pemuda yang senantiasa bertasbih dalam desah, bertahajud dalam rintih gairah asmara.

Ya, itu memang berlebihan, suhu sekalian, haha.. Yang aku ingin sampaikan, adalah pada pikiran kami berdua saat mengingat pasangan - aku mengingatnya, Husna mengingatku - hanya ada keinginan menjelajah tubuh satu sama lain. Status kami memang pacaran, tetapi lebih mirip sexmate; wahana eksplorasi keingintahuan yang tabu. Keintiman dewasa dalam pemahaman yang lugu.

***

Pelajaran kami selanjutnya dimulai beberapa saat lagi. Husna sedang mandi di kamar kakaknya seusai pemanasan sore barusan. Bunyi siraman shower samar terdengar hingga ke ruang tengah, tempatku duduk menunggu hanya dengan mengenakan celana. Keringatku belum hilang sepenuhnya, membuatku enggan mengenakan kaosku. Di samping tidak menemukan setelah tadi dilempar Husna serampangan.

Iseng kuganti saluran teve. Ada berita tentang penipuan Bank di sana, dan seorang mengaku nabi di situ. Pikiranku tidak bisa menangkap jelas apapun yang kulihat dan kudengar saat itu. Yang ada hanya penasaran menunggu makhluk manis yang sedang mandi, dan apa yang akan dilakukannya bersamaku. Ya, pacaran kami tidak sehat. Tapi seperti rokok dan soda, kesadaran tentang tidak sehatnya, tidak mengurangi nikmatnya.. Haha..

"Ish, Kak Nanta melamun...." Wajah dibingkai rambut basah mengintip dari sela pintu yang terbuka secelah.

"Habisnya lama sih, mandinya.."

"Lama karena kirain Kakak mau ikutan.. Hihi...," katanya menggoda, menggemaskan cekikikannya.

Melihat gerakanku yang mencoba bangkit mengejarnya ke dalam kamar, Husna langsung membanting pintu. Klik. Pintu dikunci dari dalam.

"Kak Nanta kalo mau mandi, di kamar mandi dekat tangga saja, ya.. hihi.."

Sial, tunas kentangku seperti patah diinjak kambing.

***

Sehabis mandi, kuraih handuk yang tergantung di pegangan pintu sebelah luar, kukeringkan rambut dan badanku sambil melangkah kembali ke ruang tengah. Bercelana model boxer saja, siluetku memenuhi lorong panjang di bawah tangga menuju arah dalam.

Husna tidak kutemukan di ruang tengah. Samar kudengar senandungnya dari arah lebih dalam, di bagian belakang.

Bajuku tidak juga kutemukan. Dengan bertelanjang dada dan hanya secarik kain persegi berjahit menutupi senjata, santai kuhampiri sumber cahaya di ruang dapur.

Dan di sanalah Husna, berdiri membelakangiku. Rambutnya masih basah, terurai ke punggungnya, membasahi kaos longgar yang kukenali adalah milikku. Di tubuhnya, kaos itu jatuh melekat ringan. Menutup dan menyembunyikan lekukan antara punggung atas ke pinggang, antara pinggang ke pinggulnya. Dan di ujung bawah, kaosku menutup bulat pantatnya, yang menampilkan garis batas segitiga celana dalamnya. Husna sedang memasak mie instant, dengan tetap membelakangiku, bersenandung mengikuti sebuah lagu yang saat itu terlalu tidak penting untuk kutangkap.

Beberapa menit kunikmati keindahan tersamar tubuh kekasihku ini. Anak dara yang menemaniku menikmati naik turunnya birahi, jauh sebelum waktu yang seharusnya.

Gerakanku menarik ekor matanya. Husna menoleh, mendapatiku menatapnya dengan ekspresi yang mungkin mirip raut muka pemerkosa, haha..

"Ngeliatin segitunya.. pake nunjuk-nunjuk lagi, hihi...," katanya memonyongkan bibir.

"Nunjuk?" tanyaku tidak mengerti.

"Tuh, di bawah.. hihi.."

Ternyata batang lelakiku sudah tegak begitu saja. Mengacung seperti jarum kompas, menunjuk arah destinasi ke mana seharusnya dia bertualang.

Jengah, kubetulkan sedikit posisi penisku. Sulit menyembunyikan ketika celana hanya selapis yang dikenakan. Kudekati Husna, kupeluk frontal.

"Kak, makan dulu deh, itu ada mie.."

Kurasakan dadanya yang bulat kenyal mengganjal pelukan kami. Puting susunya masih keras, mungkin karena hisapanku sore tadi, atau hanya karena habis mandi. Dengan gemas kuremas pantatnya.

"Sudah, Kak, ga capek, apa...," katanya mendorongku ke meja makan.

Aku mengalah, lalu duduk dan menikmati apapun yang dia sajikan. Kami makan berdua, sambil mengamati petang hari turun mengganti cahaya.

***

"Mmmmmhhh.. Kak.. pelan, jangan dibikin merah.. Aaahh...," desah Husna saat kuciumi lehernya dari samping.

Kami duduk di tepi ranjang, di kamar di lantai dua. Segera setelah makan tadi, seolah telah direncanakan, kami berdua langsung masuk kamar. Husna mematikan lampu utama, dan menyalakan bedside lamp, yang sinarnya lebih redup.

Kami duduk bersisian, langsung berciuman, tidak ingin membuang kesempatan. Hasrat kami begitu menggebu, dan musuh kami adalah waktu. Husna sempat berkata, saat aku tadi mandi, dia sudah mengecek semua jendela dan pintu. Kami bebas mengeksplolasi wilayah baru, dengan ekspresi sebebas yang kami mau.

"Adek memang jarang pake bra kah, di rumah?" tanyaku di sela kesibukanku di lehernya.

"Ga lah, kak.. Aahhhh.. hanya hari ini, karena ada kak Nanta yang temani.. Mmmmhhh.. Kak.. Geli.."

Kami seperti pasangan pengantin baru, bercumbu di kamar sendiri. Kamar ini kelak menjadi kamar Husna dan suaminya. Setelah menikah, pada tahun pertama mereka menumpang di rumah ini. Ironis.

Husna menjadi lebih berani. Tangan terdekatnya bergerak menuju selangkanganku, menangkup dan meremas-meremas batang kejantananku. Berkali-kali aku meringis dibuatnya, saat gerakannya terlalu kasar, atau terasa memelintir keras. Tetapi Husna cepat belajar. Singkat kemudian, dia sudah tahu cara mempermainkan emosiku, dengan pijatan dan elusan di kaki ketigaku.

"Kak, ukuran segini memangnya bisa masuk?" katanya saat jemarinya lebih berani disusupkan ke dalam celana boxerku.

"Belum pernah dengar cerita ada yang ga muat masuk, dek.. jadi pasti bisa.. haha...," kataku sambil merengkuh Husna ke pangkuanku, berhadap-hadapan, gaya favoritku.

Aku sangat suka memangku gadisku dalam posisi ini. Tangan lebih bebas, memeluk pinggang, meremas pantat, menangkup payudara. Jika hendak memainkan vaginanya, cukup rebahkan diri ke belakang, biarkan si wanita duduk tegak, letakkan telapak tangan di pangkal paha, perbatasan paha dengan pinggangnya, dan arahkan ibu jari ke klitorisnya. Sentuh, lalu getarkan. Cara ini juga terbukti mempercepat orgasme wanita yang sedang bergaya WoT. Kubuktikan itu kemudian, dengan Lily, gadis yang senang di atas. Tapi itu cerita lain, masa yang berbeda.

Posisi ini juga membuatku bebas memilih apa yang hendak kuciumi. Bibir, leher, puting susu, ketiak, dan kuping. Semua dalam jangkauan cumbu.

Saat ini kupilih hidangan terdekat di depan mata, sepasang buah dada. Aroma sabun samar-samar kucium dari kulit susunya yang lembut dan kencang. Kuhirup dalam wangi tubuhnya, kucucup pelan kuncup payudaranya. Kaosnya - kaosku - tersingkap ke atas, tergulung di antara leher dan kedua bukit indahnya.

"Ouuhhh.. Nnnnhh.. Kak Nanta suka itu, kah? Ahhh...," tanya Husna tentang daging kenyal di dadanya.

Remaja senang dipuji. Normalnya, mereka suka bertanya kepada pasangannya, 'Apa sih yang kamu suka dariku?'.

Gadis-gadis akan senang jika jawabannya adalah tentang pribadi mereka, sifat mereka. Tetapi juga akan tersanjung dan tersipu jika kita terus terang memuji sesuatu pada fisiknya.

"Iya, sukalah...," jawabku singkat, meneruskan hisapanku dengan kuat.

"Mmmmmhh.. Besar kah, Kak?" tanyanya lagi. Remaja labil.

"Iya, dek, besar.."

Saat itu, payudara paling besar yang nyata dan terbuka yang pernah kulihat memang adalah milik Husna. Menjadi berbeda saat kukenal Lily, gadis yang akan kuceritakan pada kali berbeda setelah ini.

"Itu punya kak Nanta, kak Nanta maini sepuasnya.. Aahhhhhh.. Kak, sakit, jangan digigit.." Suhu sekalian tentu paham, godaan puting saat mengeras, sulit untuk tidak digigit, hehe..

Kurebahkan badanku ke tempat tidur, tubuh Husna mengikut turun menindihku. Dengan tekun dia mulai menciumi wajahku. Mata, pipi, hidung, lalu tertambat di bibirku. Tangannya tertekuk bertumpu di sisi kepalaku.

"Mmmmhhhh.. Kak Nanta pasti sudah banyak perawani bibir cewek lain.. Mmmmmhh.. Hayo ngaku.."

"Iyalah, kalo cuma bibir, sudah sering...," jawabku berbohong. Boro-boro ciuman, pacaran saja baru ini yang pertama. Tetapi dia tidak perlu tahu, bahwa ini juga pelajaran pertamaku, bahwa Husna adalah preparatku, seperti aku yang menjadi bahan praktik baginya.

Prosesi berciuman kami selalu mengambil waktu yang lama. Rasanya tidak terpuaskan, menikmati kuluman, gigitan dan pijatan area oral kami, satu sama lain. Sambil menikmati cumbuan bibirnya, tanganku mantap turun meremas gumpalan nan bulat pantatnya. Husna senang jika pantatnya dicubit kecil saat berciuman. Cubitan itu mempercepat vaginanya basah, katanya.

Sebelah tanganku menangkup, mencubit, meremas pantatnya, bergantian di sini dan di sana. Sebelah lagi naik mengelus lembut punggungnya di balik kaos longgarnya.

Tubuh Husna ramping, tetapi tidak kurus. Ada lapisan-lapisan lemak tipis di bagian-bagian tubuhnya, yang membuatku nyaman meremas. Pinggangnya berlekuk, tetapi tidak langsing-langsing amat. Chubby kata kalian, cambondeng kata orang sini. Gadis dengan bentuk tubuh seperti ini adalah yang paling nikmat dicumbu. Cukup ringan untuk segala macam gaya, dan cukup berlekuk membulat untuk digigit dan diremas di - hampir - semua tempat.

Tanganku bergerak dari punggung ke sisi tubuh Husna, ke pinggang, lalu ke depan, menangkup sebelah susunya. Kuremas lembut, sambil memilin putingnya..

"Mmhhhhh.. buka saja Kak.. Ahhh.."

Kuhentikan sejenak cumbuanku saat Husna duduk tegak, menarik kaosnya lepas ke atas. Kutarik kembali tubuhnya, kupeluk rapat. Bibir kami bertemu kembali, berkecipak penuh rindu.

Di dadaku, puting susunya mengeras, mengganjal manis. Kugulingkan badan, berbalik menindihnya. Dari balik celana masing-masing, kelamin kami saling menggoda. Batangku yang keras menggesek mekinya yang sedikit menggunduk dan basah. Kain ini mengganggu.

Kutegakkan diri. Kuangkat kakinya ke bahuku. Kami bersitatap dalam senyum malu-malu. Tanganku bergerak mengelus betisnya, lututnya, pahanya.. Bergerak mantap menuju garis batas celana dalamnya. Husna mengangkat pantatnya saat kutarik lolos celana dalamnya ke bawah. Tangannya refleks bergerak mencoba menghalangi pandanganku ke vaginanya yang terekspose terbuka.

"Ih, mau lihat, dek, jangan ditutup lah...," kataku tersenyum.

Kutarik kedua tangannya, kulebarkan pahanya. Amboi.. Pemandangan baru terpampang di sana.

Vaginanya sudah sangat basah. Hiasan rambut halus di bagian atasnya juga terlihat basah, akibat rembesan dari celana dalamnya. Pikiran iseng dan coba-coba muncul di kepalaku.

Perlahan kuturunkan wajah, mengecup pelan pahanya sebelah dalam, bergerak perlahan, kutelusurkan lidahku menuju selangkangan, menapaki bibir luar vagina Husna..

"Aaahhhhhh.. Kak.. Jangan.. Ga usah.. Kak... Aahhhhhhh.."

Tidak kuhiraukan apa kata Husna, toh, dia juga tidak sungguh-sungguh menolaknya. Tangannya turun meremas rambutku, sebelah tangannya meremas seprai di samping wajahnya. Kujilati lipatan bibir luar vaginanya. Terasa asin, dengan aroma khas cairan wanita. Sebenarnya kurang sedap, tetapi aku belum peduli saat itu. Kuteruskan jilatanku lebih dalam, sesekali lidahku menyapu lipatan dalam celah sempitnya.

"Ahhhh.. Kak.. Aaaaaahhhh.. itu kan, jorok, ahhhh...." Kata-katanya menghilang, tenggelam dalam kenikmatan yang kusentuhkan di liang kewanitaannya..

Kutemukan tonjolan samar klitorisnya, kujepit dengan bibir, seperti saat memainkan puting susunya. Kucucup perlahan, lalu semakin kencang..

"Ooooouuuuhhhhhh.. Ssshhhhh.. Ahhhhh.. Kak..hhh.." Husna menggelepar, dia mencapai orgasmenya yang pertama.

Kutinggalkan sejenak Husna, terlentang dalam bugilnya. Kucuci wajah dan mulutku di toilet dalam kamar itu. Saat kembali, Husna sudah bersembunyi dalam selimut, tersenyum, menungguku..

Tanpa membuang waktu, kutanggalkan kain penutup bagian bawah tubuhku. Kusingkap selimut, lalu menindih Husna di baliknya. Duh, nyamannya, menindih tubuh bugil kekasih, di dalam selimut. Serasa bagai suami istri.

Kami berciuman, dalam, basah dan mesra. Kubangkitkan kembali gairahnya, yang belum hilang sepenuhnya, dengan remasan dan plintiran pada putik dan puting susunya. Tangan Husna bergerak alami ke batang penisku yang sudah tegang maksimal. Dielusnya perlahan, dengan gerakan memijat, pangkal hingga ujungnya.

Kuturunkan wajahku ke buah dadanya, hingga aku menghilang sepenuhnya ke dalam selimut. Husna melepaskan pegangannya dari penisku. Posisinya kini tidak terjangkau oleh jarinya. Kutekuni puting susunya sebelah-menyebelah, menghisap, mencucup.

Sebelah tanganku kembali turun membelah liang sempit nan membanjir di sela pahanya.

"Ahhhh.. Kak.. Kak Nanta, lale.. Nakal.. Aahhhh...," ceracaunya sambil mengelus punggungku, meremas rambut di belakang kepalaku.

Kunaikkan wajahku kembali, menatapnya dalam jarak embusan nafas. Mata kami saling menatap. Kedua paha Husna melebar, memberiku akses menindihnya dalam jepitan kaki mulusnya. Lalu perlahan, Husna mengangguk..

"Iya, Kak.. adek mau...," jawabnya untuk pertanyaan yang tidak kulontarkan.

Tanganku turun, menggenggam batang penisku, mengarahkan kepalanya menuju liang senggama Husna, yang basah, menantang nan muda..

Beberapa kali percobaan gagal. Kulirik sekilas, bibir vaginanya memerah, mungkin mulai lecet. Husna lalu membantu dengan mengarahkan kepala penisku menuju liang yang seharusnya. Perlahan, kepala penisku mulai menemukan pintunya.

"Akkhhh.. Kak...." Husna meringis saat dirasakannya benda asingku menyeruak menyelidik di relung vaginanya.

"Mmmmhh.. Dek, sakitkah? Aaah.."

Jawabannya datang dalam bentuk pelukan erat di leherku. Lalu bisiknya di telingaku,

"Terus, kak.. adek mau.."

Trenyuh aku mendengar bisikannya. Lembut namun mantap. Keraguanku hilang. Kuteruskan dorongan pinggulku perlahan. Kurasakan vagina sempit Husna terbelah, menyambut batangku sedikit demi sedikit, kulit demi kulit..

Penisku sudah masuk setengah saat kusadari pipi Husna basah. Kuangkat wajahku, ditahan oleh pelukannya yang bertambah erat.

"Terus, kak.. jangan berhenti.."

"Aaaaakkhh...," jerit kecilnya terdengar keras, menggema di kamar, saat penisku masuk seluruhnya. Pahanya melemas jatuh, tetap mengangkangiku tetapi Tidak lagi melingkar menjepit pinggangku. Kami terdiam lama, menikmati pelukan satu sama lain. Kurasakan puting susunya mencuat di dadaku, badannya naik turun seiring nafas yang memburu, dan dekapan vaginanya di penisku, sempit nan basah..

Kupindahkan telapak tanganku ke pipinya, lalu kudekatkan bibirku, mengecup lembut bibirnya. Lengannya berpindah ke bawah ketiakku, terus menelikung ke atas, tersampir di kedua bahuku. Aku siap bergerak.

Kutarik perlahan pinggulku, lalu kutekan kembali. Ada aaahh.. pada setiap tarikan, dan terdengar ooouuhh.. di setiap tusukan.

Perlahan-lahan gerakanku semakin konstan. Vaginanya semakin licin, lembut, menghisap dan terasa memilin.

Gerak memompa pinggulku makin mantap, makin lancar dan makin nikmat.

"Aaaahhhh.. Kak.. Oouuhhh.. Aaahhhh.. Perih, kak...," jerit Husna berulang-ulang. Mungkin terdengar tetangga, aku tidak peduli. Rintihannya terus terdengar, makin lama makin tajam dan dalam. Kekasihku tersiksa rasa sakit dan kenikmatan, menyerangnya bergantian, secara simultan.

Kurasakan penisku berkedut, melembung, siap memancarkan laharnya. Kucepatkan gerakanku. Husna mencakari punggungku, menggigit bahuku.

"Aaaahhh.. dek, hampirrr.. Aaaaahhh...." Tak sadar aku mengerang.

Lalu ledakan warna-warni di kepalaku, seiring membuncahnya ribuan sel sperm, menyembur ke dalam vagina Husna, yang tetap memelukku erat.

Aku mencapai klimaks. Perlahan kesadaran berangsur memenuhi kepalaku. Husna masih mendesah seiring gerak gelepar tubuhku, follow trough dari orgasme yang baru melandaku.

Batangku mengerut, hihi..

Kami berpelukan. Pasti Husna kentang saat itu. Namun apa dayaku, ini orgasme pertamaku dalam vagina wanita. Kekuatanku tersedot habis sepenuhnya.

Kami berpelukan lama. Kulirik jam dinding, masih jam delapan lewat sedikit. Masih banyak waktu untuk memuaskan Husna, pikirku.

Husna bangkit, hendak membersihkan diri, katanya.

Lalu kantuk menyerangku. Hal terakhir yang kulihat sebelum tidur mengambil alih kesadaranku adalah Husna, yang menyusup kembali ke dalam selimut, bergelung tidur memelukku..

***

Pelajaran kami pada sisa malam dan sehari besoknya akan diceritakan pada update berikutnya, suhu sekalian..

Semoga terhibur....
 
Terakhir diubah:
Kejer pertamax om
Hahahah

kepikiran bikin cerita pengalaman hehehe

Menuliskan pengalaman masa lalu punya tantangan tersendiri, suhu. Meramu kata agar hal yang menarik bagi kita, menjadi menarik juga bagi pembaca.

Tentu suhu Nostradamus sudah jago dalam hal yang begini-begini.. Jadi nanti tulisan suhu saya bisa baca dan belajar lagi.. :)
 
Suhu. Sungguh luar biasa gubahan kata suhu dalam kisah ini. Tata bahasanya sungguh artistik, bagaikan sedang membaca karya sastra.
 
Bimabet
Menuliskan pengalaman masa lalu punya tantangan tersendiri, suhu. Meramu kata agar hal yang menarik bagi kita, menjadi menarik juga bagi pembaca.

Tentu suhu Nostradamus sudah jago dalam hal yang begini-begini.. Jadi nanti tulisan suhu saya bisa baca dan belajar lagi.. :)

Waduh bro, ane bukan suhu. Cuma perusuh di SF Cerbung :malu:
Bikin satu cerita pun belum pernah :sendirian:

anjjiiirrrrrrr..... ane bacanya ulang - ulang bawaannya pengeeeennnn nyari pelampiasaaaannnnn......




mumpung bokin lagi sibuk mending lari ke met*o spa ah skr bro..... yuhuiiii.....



met*o i'm Cominggg....

Kelakuan ckckck
Dasar kadal mesir =))
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd