Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[CERITA DETEKTIF] DETEKTIF KIM BUKU 1: DETEKTIF OBESITAS [by Arczre]

:banzai: :banzai:
yieee...yieeee...

kasus Kim sudah di buka
kembali...
ane akan balik lagi nanti,
saat tim pencari beraksi​
 
ayo semangat bang arci di tunggu Updetnx ......
tapi utamakan urusan di RL ya bang
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bos archi tu dibeliin speda motor 4tak kok city sport? itu bukannya mobil honda?
 
5. Family Taste

Bicara soal keluarga, maka boleh dibilang keluarga kami adalah keluarga yang unik. Papaku memang seorang pengusaha, ayahnya Kim adalah seorang ilmuwan, dan ada paman kami yang bekerja di kepolisian. Namanya Paman Marvin. Siapa sih Paman Marvin ini? Paman Marvin adalah seorang komisaris polisi, jabatannya sekarang menjadi komandan di unit Reserse.

Paman Marvin ini orangnya berwibawa. Maklumlah beliau ini polisi, semenjak tahu tentang Kim Paman Marvin ini sangat tertarik kepadanya. Tentu saja papaku yang cerita tentang Kim dan otak jeniusnya itu. Kami bertemu dengan beliau di suatu sore di hari Sabtu. Paman Marvin memang sengaja ingin bertemu dengan Kim. Wajarlah sebagai paman dan keponakan.

"Halo Kim!?" sapa Paman Marvin.

"Paman," jawab Kim.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik-baik aja paman."

"Wah, keponakannya yang ini koq nggak disapa? Pilih kasih paman ini," kataku.

"Oh, Toni. Hahahahaha, iya iya, gimana kabarmu?"

"Baik-baik saja dan terima kasih karena menduakan aku," kataku sewot.

"Yaelah, kekanakan sekali kamu ini," kata Paman Marvin sambil menguyel-uyel rambutku.

"Ngomong-ngomong, ada apa gerangan ke sini?" tanyaku.

"Paman kepengen ketemu dengan Kim dan paman ini tertarik dengan kejeniusannya, siapa tahu dia bermanfaat untuk kasus paman baru-baru ini, hehehehe," ujar Paman Marvin. Sesekali ia mengelus-elus kumisnya yang tebal.

Kim saat itu sedang menikmati gorengan yang barusan dibikinin oleh mama. Di meja sudah tersedia banyak sekali camilan di sana. Itu semua demi memenuhi kebutuhan kalori Kim yang harus dipenuhi. Sebagai sepupunya aku sebenarnya turut prihatin dengan kondisinya ini, tapi disisi lain aku sangat tertarik dan ingin lebih tahu lagi tentang Kim, terutama dengan otaknya yang encer ini.

"Kasus apa paman?" tanya Kim.

"Kamu tahulah kasus tentang pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini. Karena itulah paman ke sini ingin yah, anggap saja kamu bermain detektif-detektifan. Karena jujur, ketika mendengar cerita Hartono aku sangat tertarik dan ingin membuktikannya sendiri," jawab Paman Marvin.

"Mohon maaf nih ya paman, tapi sepertinya Kim tak punya apa-apa. Kami kemarin baru saja ke TKP," kataku.

"Jadi kalian kemarin barusan dari TKP?" tanya paman.

"Iya, kami mohon maaf karena telah melanggar garis polisi," ujar Kim.

"Ternyata kalian nakal juga yah. Kalau ketahuan orang tuamu bakal dimarahi kamu Ton!" ancam paman.

"Tenang aja, kami tak merusak TKP, cuma melihat-lihat aja koq," kataku.

"Trus, nggak dapat apa-apa?" tanya paman.

Kim menggeleng, aku juga.

"Pasti kalian dapat sesuatu," kata paman.

"Kalau paman dapat apa di sana?" tanya Kim. Rupanya Kim ingin memancing paman menceritakan sesuatu. Dan itu terbukti pancingannya berhasil

"Baiklah, aku akan sedikit cerita. Sekarang mayat korban sudah dikuburkan oleh pihak keluarga, tapi kami berhasil mendapatkan informasi dari korban, kondisinya ketika ditemukan dan beberapa saksi. Korban bernama Nawang Wulan. Satu-satunya yang membuat dia tewas adalah luka di kepalanya. Korban dibunuh dengan menggunakan batu yang ada di sekitar TKP. Kami menemukan batu tersebut ada bekas darah. Ada jejak abu rokok di baju korban. Itu mengindikasikan sang pelaku merokok...." kata-kata paman aku potong.

"Ah, kamu benar Kim!" seruku. Paman menatap tajam kepadaku seperti tak suka. "Oke, lanjutkan paman!"

"Jadi sang pelaku diperkirakan membunuh korban ketika suasana sepi, tak ada saksi mata yang melihat. Sangat butuh perhitungan, adanya korban berbelok ke gang sempit itu karena nasib buruknya yang tak dapat direncanakan sebelumnya. Tak ada yang hilang dari dompet korban, semuanya lengkap. Bahkan uangnya pun masih ada. Ponselnya pun masih ada. Menurutmu bagaimana?"

"Itu belum detail paman," kata Kim. Anak ini memang punya pemikiran yang lain. Informasi yang diterimanya ini tidak cukup baginya. "Sebenarnya kalau aku diperbolehkan menyelidikinya mungkin aku bisa mendapatkan banyak informasi, tapi sayangnya mayatnya udah dikubur ya oleh keluarganya. Aku ingin tahu banyak hal, misalnya saja bagaimana bau rambutnya ketika tewas? Parfum apa yang dipakai? Apakah pakaiannya basah ataukah tidak? Apakah ada yang aneh dengan kukunya? Apakah ada yang aneh dengan sepatunya? Bagaimana kondisi rambut korban adakah yang terpotong? Apakah korban berkeringat ketika ditemukan? Apakah kondisi tubuhnya menghangat atau bagaimana? Sebab setiap pelaku pembunuhan apabila bukan pembunuhan biasa maka dia akan punya satu ciri khusus misalnya saja pelaku akan memotong rambut korbannya, informasi ini harus diketahui oleh para penyidik."

Paman Marvin terkejut mendengarkan kata-kata Kim. "Aku tak sampai berpikir seperti itu."

"Masalahnya itu, para penyidik sepertinya terlalu menggampangkan kasus ini. Padahal untuk yang satu ini, kelihatannya bukan pembunuhan biasa. Karena seperti yang informasi para polisi berikan, korban jalan sendirian dan dibunuh dari belakang. Motif dendam? Rasanya tidak, karena korban menurut keterangan polisi tak ada musuh. Bahkan korban terkenal baik. Kalau bukan dendam lalu apa? Apakah ada psikopat di luar sana yang melakukannya? Bisa jadi," jelas Kim.

"Wow, aku tak menyangka kamu begitu briliant," kata Paman Marvin.

"Oleh karena TKP sudah dibersihkan, makanya aku hanya bisa bilang tak tahu apa-apa tentang kasus ini, terkecuali paman memberikan keterangan yang sangat detail tentang peristiwa itu, maka aku bisa memberikan kesimpulan," lanjut Kim.

"Hmm...sayang sekali kalau begitu," sambung Paman Marvin. "Baiklah, kalau dugaanku benar berarti sebentar lagi pelaku akan melakukannya lagi bukan? Maksudku kalau ini bukan bermotif dendam. Tapi dugaan ini bermotif dendam tetap kami selidiki. Seluruh keterangan dari orang-orang terdekat korban tetap akan kami tanyai. Hanya saja, aku ingin sekali lagi benar-benar yakin bahwa kasus ini tidak sekedar balas dendam."

"Kuharap ini ada motif balas dendam paman," kata Kim.

"Hmm?? Kenapa demikian?"

"Karena untuk mengejar seorang psikopat, itu tidak mudah. Bahkan semakin dalam kita tahu motif dari sang psikopat, maka kita akan merasa setiap diri kita adalah psikopat itu sendiri"

Kata-kata Kim ini membuatku sedikit mengernyitkan dahi. Kata-kata yang tak bisa difahami begitu saja.


NARASI SANG PENGUNTIT

Kalau saja hari itu Nita tidak pulang cepat, mungkin semua ini tak akan terjadi. Dia hari itu masih berada di toko cuci cetak film. Toko itu adalah sebuah stand di sebuah mall. Dia menjadi pegawai shift pagi. Hari ini adalah hari spesial, karena adiknya akan berulang tahun. Nita termasuk karyawan yang paling cantik di tempat dia bekerja. Maka dari itulah banyak cowok-cowok yang sekedar mampir ingin menyapa saja. Atau iseng cuma kepingin nanya-nanya tentang foto, padahal sebenarnya ingin bicara dengan Nita. Sama seperti Sang Penguntit. Dia saat itu sedang iseng berjalan-jalan di mall. Secara tak sengaja ia melihat Nita.

Gadis berparas cantik dan berkaca mata itu sungguh menawannya. Ia langsung jatuh cinta melihat gadis itu. Mungkin ini adalah cinta kepada pandangan pertamanya ke sekian ribu kali. Bisa jadi juga ini wanita ke seribu kali yang dilihatnya dan ingin dia ikuti kali ini. Ia pun memakai prinsip, kalau sang wanita tidak berbuat yang aneh-aneh maka, tentu saja ia tak akan menyakiti si wanita ini. Entah kenapa kakinya tiba-tiba masuk ke dalam toko tersebut. Seolah-olah memang Nita itu adalah magnet bagi dirinya.

“Selamat sore ada yang bisa saya bantu?” tanya Nita dengan suara lembutnya.

“Oh, saya ingin cari kamera mbak,” kata Sang Penguntit.

“Kamera ya? Yang mana?” tanya Nita sambil menunjukkan ke etalase macam-macam kamera yang dipajang di sana.

“Sebenarnya saya juga tidak begitu faham kamera yang bagus itu seperti apa. Bisa mbak tunjukkan kepada saya?”

“Ah, iya. Begini mas. Kalau model yang ini bagusnya adalah dia bisa auto exposure. Trus yang model ini bisa zoom sampai empat kali. Nah, yang ini dia bisa konek dengan wi-fi kalau ada gelombang wi-fi di sana. Jadi mas-nya bisa langsung upload foto ke internet,” jelas Nita dengan senyum.

“Oh begitu ya mbak. Ah, saya tertarik yang itu kalau begitu. Coba yang warnanya kuning deh,” kata Sang Penguntit.

“OK mas,” kata Nita. Ia pun segera mengambilkan kamera berwarna kuning dan menyerahkannya kepada Sang Penguntit. “Dilihat-lihat dulu mas, kalau misalnya suka nanti saya bungkus.”

Sang Penguntit memeriksa kamera itu, kemudian dia berkata, “Saya coba boleh?”

“Silakan,” kata Nita.

Sang Penguntit memotret Nita hingga Nita tampak di layar LCD di belakang kamera digital itu. Cukup bagus memang kamera ini. Warnanya cerah, gambarnya berukuran 8 Mega Pixel. Cukup keren untuk pocket camera.

“Bagaimana mas?” tanya Nita.

“Oke deh. Bungkus saja!” kata Sang Penguntit.

“Baik mas,” kata Nita.

Mereka kemudian bertransaksi. Sang Penguntit membayar dengan uang tunai. Selama proses transaksi itu Sang Penguntit pun bertanya-tanya.

“Namanya siapa?” tanyanya.

“Saya Nita mas,” jawab Nita dengan suaranya yang lembut. Ponselnya berdering. “Maaf ya mas, ada telepon masuk.”

Sang Penguntit mengangguk. Kemudian Nita berjalan ke belakang menjauh dari etalase. Tampaknya ia bicara dengan ekspresi serius. Sang Penguntit tak bisa mendengarnya. Kemudian dia dilayani oleh SPG lainnya. Tapi Sang Penguntit hanya tertarik kepada Nita. Akhirnya mau tak mau ia pun dilayani oleh SPG itu. Setelah selesai transaksinya ia pun keluar dari toko.

Nita selesai bicara di telepon. Ia kemudian pamitan kepada semuanya. Ia ambil tasnya kemudian dia taruh dibahu.

“Bye semua, aku duluan ya?!” kata Nita.

“Cieee, yang mau lamaran cieee!” seru salah satu temannya.

Wajah Nita memerah. Ia buru-buru pergi biar tokonya tidak gaduh. Ia pun segera berganti sepatu dari sepatu hak tinggi ke sepatu kets. Biar bisa lincah pikirnya. Dan memang, Nita bergerak sangat lincah dengan sepatu ketsnya. Sedangkan sepatu hak tingginya dia masukkan ke tas. Nita pergi dengan mempercepat langkahnya, begitu juga dengan Sang Penguntit. Jarak dia dengan Nita adalah sekitar sepuluh meter. Dan tetap menjaga jarak seperti itu. Nita sudah menawan hatinya.

Nita keluar dari mall, segera ia menuju ke sebuah angkot yang ngetem di luaran mall. Ternyata angkot itu sudah banyak penumpang di dalamnya. Ia pun berdesak-desakan dengan penumpang yang lain. Setelah ia bisa masuk, disusul Sang Penguntit yang duduk di pinggir, berdesak-desakan dengan penumpang lainnya. Setelah sang sopir mengetahui penumpangnya sudah penuh, dia pun melajukan mobilnya meninggalkan mall.

Nita tak menyadari bahwa Sang Penguntit memperhatikan dirinya sejak dari tadi. Baginya diperhatikan para lelaki itu sudah biasa. Ia tak menutupi diri kalau dirinya memang menarik. Ia tak bisa menyombongkan diri, karena percuma juga menyombongkan diri. Nita mengalihkan perhatian dengan sibuk melihat ponselnya. Angkot melaju dengan sangat lambat. Hingga satu per satu para penumpang turun, hingga tinggal Nita dan Sang Penguntit. Nita kemudian melihat tempat yang sekarang dilalui oleh angkot.

“Pak, kiri pak!” seru Nita. Angkot pun menepi. Nita keluar dan membayarkan ongkos angkot kepad sopirnya. Sang Penguntit masih di dalam angkot sambil memperhatikan kemana arah Nita berjalan.

Tak berapa jauh kemudian Sang Penguntit berkata, “Pak, kiri!”

Angkot berhenti lagi. Kini Sang Penguntit turun. Dari kejauhan Nita berjalan berbelok ke sebuah gang. Sang Penguntit segera berlari-lari kecil mengejarnya. Nita merasa gang yang sekarang ia lalui sepertinya adalah sebah bangunan besar yang mengapitnya. Ia tak tahu apakah itu ilusinya ataukah tidak. Dia sudah keluar dari gang, sebuah jalan yang sedikit bergelombang dan rusak telah menyapanya. Ia hampir saja terantuk kalau tidak punya keseimbangan yang bagus.

Sang Penguntit mengikutinya dari jauh. Dia punya kepuasan sendiri berjalan sambil memperhatikan Nita. Mungkin boleh dibilang dia telah punya surga dunianya sendiri. Inilah surga dunianya itu. Sesuatu yang tak bisa dinilai dengan uang. Atau apapun. Nita tiba-tiba berhenti di sebuah rumah dengan pagar berwarna hitam. Dia pun masuk ke sana. Apakah itu rumahnya? Beruntung sekali bisa mengetahui rumah Nita.

Nita masuk ke rumahnya. Dia mengambil kunci rumahnya di tas. Kemudian pintu pun terbuka. Sang Penguntit sungguh cekatan, begitu Nita menutup pintu ia sudah masuk ke dalam pagar. Dan secepat kilat juga langsung masuk ke dalam rumah Nita tanpa suara. Bahkan kehadiran Sang Penguntit di belakang Nita pun tidak diketahui. Nita meletakkan tasnya di lantai. Baru tiga langkah ia berjalan menuju ke kamarnya tiba-tiba Sang Penguntit sudah memebekap mulutnya. Nita pun meronta, tangannya menggapai tangan Sang Penguntit.

“Jangan teriak! Jangan teriak! Aku tidak akan menyakitimu kalau kau tidak berteriak,” kata Sang Penguntit.

Suara itu dikenali oleh Nita. Orang yang tadi membeli kamera. Nita pun berdebar-debar. Ia tak menyangka orang itu bisa masuk ke rumahnya tanpa sepengetahuannya. Nita terus meronta tanpa henti berusaha melepaskan diri dari cengkraman Sang Penguntit. Tangan kanan lelaki ini kemudian mengepal keras lalu memukul ulu hati Nita. Gadis ini merasakan sakit yang luar biasa. Ia melemah bahkan setelah itu ambruk. Rasanya seluruh oksigen yang ada di tubuhnya habis.

Sang Penguntit kemudian berjongkok di hadapan Nita. Dibelainya tangan Nita yang halus itu. Nita hanya menatapnya dengan pandangan memelas agar dibebaskan. Seluruh tubuhnya serasa tak bisa digerakkan. Rasa sakit di diagfragmanya membuat seluruh tubuhnya tak bisa digerakkan lagi. Bagian solar plexus yang mana sebagai tempat diagfragma biasanya sangat efektif untuk melumpuhkan orang, terlebih lagi Nita yang hanya gadis lemah. Dia bahkan masih shock ketika ada orang yang bisa masuk rumahnya tanpa sepengetahuannya. Kini ia pun takut. Seluruh bayangan buruk mulai menghantui di kepalanya. Padahal barusan ia ditelepon oleh tunangannya bahwa dia akan diajak untuk pergi keluar menemui keluarganya. Tentu saja hal itu sangat menyenangkan bagi Nita. Sialnya adalah dia tiba di rumah lebih dulu daripada anggota keluarga yang lain.

Ayah dan ibunya sedang keluar, adiknya belum pulang dari kuliah. Kakaknya sudah tidak tinggal di rumah ini lagi. Dan pembantunya hanya datang pada hari sabtu dan minggu untuk mengurusi pakaian, baik laundry ataupun setrika. Tinggal sendirian seharusnya tak menjadi masalah, hanya saja Nita tak pernah punya pikiran bertemu dengan Sang Penguntit.

“Ssshhh....jangan melawan, aku tak akan menyakitimu. Aku hanya kagum kepadamu. Nita sudah punya pacar?” tanya Sang Penguntit.

Nita dengan gemetar menganggukkan kepalanya.

“Hmm...sayang sekali. Padahal, aku menginginkan jawabannya tidak. Apakah hubungan kalian sangat dekat?”

Nita mengangguk. Sang Penguntit melihat sebuah cincin di jari manis Nita. Dia langsung menampilkan wajah sedih.

“Kamu sudah tunangan ya?”

Nita mengangguk.

“Sayang sekali. Kalau misalnya aku menganggu hubunganmu dengan dia, tentu aku bukan pria sejati. Tapi alangkah lebih baiknya dia juga tak boleh menjalin hubungan denganmu. Maka itu adalah yang disebut dengan keadilan,” kata Sang Penguntit.

Ia melihat kiri kanan. Didapatinya sepatu kets milik Nita. Sang Penguntit kemudian mengambil tali sepatu itu. Di lepasnya tali sepatu kets Nita dengan cepat. Sementara itu Nita mulai bisa menghirup nafasnya lagi. Dia sambil merayap berusaha meninggalkan Sang Penguntit. Tapi baru beberapa kali ia merayap dengan tangannya Sang Penguntit langsung menindih punggungnya. Nita menjerit, “Jangaaaan! Kumohon lepaskan aku! Kumohon!”

Nita menangis tersedu-sedu. Sang Penguntit kemudian melilitkan tali sepatu ke leher Nita. Nita memohon-mohon agar jangan disakiti. Air matanya meleleh tak henti-hentinya. Ia tak bisa bergerak dengan posisi seperti itu. Berat badan Sang Penguntit membuatnya tak bisa berbuat apa-apa sedangkan kedua tangannya dikunci dengan kaki oleh lelaki ini. Pembunuh berdarah dingin ini pun menarik dan mengencangkan tali sepatu di leher Nita. Nita tercekik. Matanya melotot. Dari mulutnya keluar air liur dan lidahnya terjulur. Ia tak bisa melawan bahkan ingin menggapai lehernya saja tidak bisa.

Sang Penguntit kemudian bersiul-siul. Mungkin bagi Nita itu adalah lagu pengantar dia untuk masuk ke dunia lain. Nyawa Nita pun perlahan-lahan tercabut. Seluruh tubuhnya kaku dan ia sudah tidak bernafas lagi. Jantungnya pun berhenti. Sang Penguntit masih bertahan dengan posisinya sampai lebih dari satu menit. Meyakinkan diri bahwa sang korban sudah tidak bernyawa lagi. Ia lalu berdiri dan memotret wajah Nita.

“Sayang sekali kau sudah tunangan. Kalau saja belum, mungkin aku tidak akan menghilangkan nyawamu, sayang sekali,” kata Sang Penguntit.

Setelah itu ia pergi meninggalkan Nita terkapar tak bernyawa.

*** DETEKTIF OBESITAS KIM ***​
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
"Misalnya korban akan memotong rambut korbannya".
maaf kurang komplit kalimatnya gan arc,ane gagal paham dikalimat ini.salah ketik apa bukan ya?
btw mantap surantap alur ceritanya,ane jd berasa jd pnguntitnya gan.:jempol:
 
"Misalnya korban akan memotong rambut korbannya".
maaf kurang komplit kalimatnya gan arc,ane gagal paham dikalimat ini.salah ketik apa bukan ya?
btw mantap surantap alur ceritanya,ane jd berasa jd pnguntitnya gan.:jempol:

Sorry maksudnya pelaku memotong rambut korbannya.
 
Ane udah bikin kerangka ceritanya sampai end. Hanya satu bagian yang kurang.
Tapi ane pikir sambil jalan aja.

:papi:
 
romance-nya ada. Tapi cuman sekilas-sekilas aja.

Romance-nya antara Kim, Lusi dan Luna. Juga si Toni ama Yunita.

Cerita singkatnya si Lusi deket ama Kim sbg sahabat. Di rumah Luna juga deket ama Kim, terlebih dengan kecerdasannya Kim bisa menyelesaikan persoalan-persoalan medis yang sedang dibutuhkan oleh Luna. Mereka kena cinta segitiga. Tapi nggak di Buku ini. Di petualangan berikutnya mungkin mulai mengarah ke romance. Maunya sih ini seperti Detective Conan gitu cerita detektifnya.
 
ajiiib nih suhu archi. ..ane tunggu petualangan cinta segitiganya kim + lusi dan luna, pasti makin seru nih detective conan eh detective kim..ane setia ngikutin ceritanya terus...semoga suhu archi sehat selalu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd