AjatSurajati2
Semprot Lover
- Daftar
- 15 Aug 2021
- Post
- 201
- Like diterima
- 4.525
Disclaimer :
Beberapa bagian dari cerita fiksi ini akan dianggap tidak layak dikonsumsi kalangan dengan usia dibawah 17 tahun, serta melanggar standar adat sopan santun dan budaya di tempat anda. Harap diinggat bahwa karya fiksi non ilmiah ini hanya sebagai hiburan untuk anda yang telah dewasa. Kesamaan nama, tempat atau alur dengan kehidupan nyata anda hanyalah kebetulan semata.
Peringatan :
Cerbung ini mungkin akan berjalan cukup lambat dan saya melakukan update tidak akan sesering cerita-cerita yang sebelumnya saya tulis seperti :
1. Cinta Yang Tak Biasa
2. Istri Yang Tergadai
3. Teh Euis
Bagi yang belum pernah membaca kisah diatas, silahkan dinikmati juga.
**************************
DAFTAR ISI :
Prolog
1. Sendiri
2. Banjir Yang Meminta Korban
3. Memori Perpisahan
4. Menjemput Masa Silam
5. Rumah Tua
6. Hutang Budi
7. Ular Betina
8. Penghuni Rumah Tua
9. Nekat
10. Kekhawatiran Ki Ardayat
11. Kejutan Untuk Donny
12. Tuan Rumah Yang Tak Disangka
13. Ki Ardayat Sang Dukun Palsu
************************
PROLOG
Sinar matahari yang sedang tenggelam menerobos kamar hotel bernomor 718. Lukisan kapal VOC yang sedang menerjang ganasnya Samudera Hindia terlihat makin dramatis terkena cahaya jingga. Sella terbangun dengan mata yang masih terasa berat. Handphone yang ditaruhnya pada meja nakas di samping tempat tidur bergetar terus menerus. Tangannya yang seputih susu meraih handphone yang sedang di-charge.
"Berita duka, istri bapak meninggal tadi subuh di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung karena kanker. Mohon do'a nya, nak."
Pesan singkat yang dibacanya itu membawa dirinya ke masa lalu di tahun 2000. Itulah kenangan terakhir bersama bapak saat dirinya berusia 10 tahun. Namun demikian, jarak yang memisahkan tidaklah membuat komunikasi terputus. Dirinya masih ingat sang bapak memberi sebuah handphone Nokia sebagai hadiah perpisahan. Sejak saat itu hampir setiap hari mereka bertukar kabar melalui pesan singkat. Tetapi semakin lama komunikasi yang terjadi semakin jarang. Dan saat ini mereka hanya berkabar setahun dua kali saja yaitu saat lebaran dan natal.
"Siapa sayang, kok maksa banget nelponnya ?" Dari balik selimut seseorang bertanya.
"Bukan telepon, cuman SMS. Keluarga ngasih kabar ada yang meninggal." Sella buru-buru memasukkan handphone ke tas tangan.
"Siapa ? Hari gini masih pakai SMS ?" Donny bertanya sambil menggeliat dan tangannya meraih pinggang pacarnya yang telanjang.
"Ah, kamu gak akan kenal. Keluarga yang udah lama ngga pernah ketemu." Sella tak ingin memberitahu pacarnya tentang urusan hubungan antara dia dan bapaknya. Terlalu rumit untuk diceritakan dan dirinya belum mau bercerita.
"Oooh....." Donny seperti memahami keberatan Sella yang tak bercerita lebih lanjut, tetapi sebenarnya dia tak terlalu perduli akan hal itu. Buatnya lebih penting memanfaatkan waktu di Jumat sore ini sebaik-baiknya untuk bermesraan dengan pacar yang jarang bertemu.
Sella menyibakkan selimut yang masih menutupi setengah badannya lalu duduk di pinggiran tempat tidur hotel yang empuk. Telapak kakinya yang hangat bertemu dengan lantai yang dingin karena di hotel ini tak ada karpet. Perlahan dia bangkit dan melangkah menuju sofa. Donny yang masih tiduran menatap tubuh telanjang pacarnya yang berjalan bak peragawati. Pantat Sella yang putih bersih berbalut celana dalam hitam terlihat semakin bening menggoda dengan goyangan kiri-kanannya. Pantat Sella kecil cenderung tepos seperti layaknya perempuan-perempuan keturunan tionghoa lainnya. Tetapi berpadu dengan kaki yang jenjang dengan warna kulit yang begitu bening dan bersih membuat kejantanannya perlahan menggeliat dan tegang. Sejak tadi siang mereka telah dua kali bercinta, tetapi menambah satu kali lagi juga Donny tak akan merasa keberatan.
Sella mengambil sebatang rokok slim diatas meja, menyalakannya dengan korek api kayu yang disediakan hotel, lalu duduk di ujung sofa sambil menatap matahari yang kian jingga. Jantung Donny berdesir melihat pose Sella yang artistik seperti dalam lukisan para seniman. Dia ikut bangun dan melangkah menghampiri pacarnya yang sedang termenung sambil merokok.
"Minta rokok kamu sayang, roko aku habis tadi." Donny mencomot sebatang rokok yang buatnya berukuran terlalu kecil, tetapi karena rokoknya habis terpaksalah dihisapnya juga. Dia duduk di sebelah Sella, menatap matahari yang semakin tenggelam dalam keheningan. Pikiran mereka berdua melayang sendiri-sendiri.
"Sayang, coba berdiri di balkon. Aku mau bikin foto kamu kayanya bagus." Donny tiba-tiba mendapat ide, dia segera menaruh rokok yang masih menyala di asbak lalu mengambil sebuah kamera.
"Tar dulu, aku pake baju dulu." Jawab Sella sedikit malas pada hobby Donny yang selalu memotret dirinya.
"Cepetan, moment-nya bagus banget nanti keburu hilang. Udah pake celana dalem doang aja malah bagus banget." Donny mengatur parameter di kameranya untuk menyesuaikan dengan cahaya matahari.
"Banyak orang di bawah ah." Komplain Sella.
"Dah... gapapa... amal dikit...." Kata Donny lagi sambil cengengesan.
Sella sebetulnya sedikit heran dengan sikap pacarnya yang sering sekali memotretnya dalam berbagai situasi terutama pose yang sensual.
Kamu cantik banget jadi harus diabadikan, begitu alasannya. Dasar berondong mesum, pikir Sella.
"Disini aja." Sella berdiri memasang posisi sensual di pintu balkon.
"Aaah mundur lagi sana deket pagar." Donny memberi arahan.
"Ogah, banyak orang dibawah." Sella menyatakan lagi keberatannya.
Donny mengambil beberapa foto dalam berbagai pose. Tubuh Sella yang setengah telanjang memang indah sekali diterangi cahaya matahari sore di belakangnya.
"Nih liat fotonya siluet kaya gini seksi banget sayang." Donny menghampiri Sella yang masih berdiri di pintu balkon.
Hasil jepretan Donny memang selalu bagus, maklum dia sudah hobi fotografi dari sejak dulu. Kalau saja Donny bukan seorang anak pengusaha yang kaya raya mungkin dia sudah jadi fotografer profesional. Mereka sudah lima tahun berpacaran dan belum tahu akan dibawa kemana hubungan itu karena orang tua Donny tak setuju dengan hubungan mereka. Alasannya adalah karena Sella lebih tua lima tahun dari Donny yang sekarang berusia 27. Sella sendiri sudah memasuki usia 32, sebuah usia yang sudah kelewat matang untuk seorang perempuan.
Sella bukan tak ingin mencari pacar lain yang bisa lebih menerima usianya, tetapi Donny selalu mengejarnya manakala dirinya meminta putus karena masa depan yang tak jelas. Dipadu dengan berbagai hadiah dan gelimang uang yang rutin diberikan, Sella akhirnya menerima saja hubungan yang menggantung itu, backstreet dari orang tua.
Donny menaruh kamera di lantai lalu memeluk Sella. Matahari sekarang sudah benar-benar tenggelam di Selat Sunda dan dunia menjadi temaram diterangi lampu balkon yang berwarna kekuningan.
"Yang.... nanti diliat orang...." Sella berusaha lepas dari pelukan Donny. Tetapi Donny terus saja memeluk dan menahannya.
"Kita ML disini yang.... uhh... napsuin...." Donny membuat Sella merunduk berpegangan pada pintu. Celana dalam Sella diperosotkan hingga menggantung di lutut.
"Ahhhhhh...... kamu seksi banget...." Gumamnya ketika menancapkan kejantanannya dari belakang.
"Sayang.... aduh nanti diliat orang..." Sella tetap melancarkan protes saat kejantanan Donny menerobos vaginanya dari arah belakang.
"Biarin.... biar pada terangsang.... mereka juga pasti mau ngentot cewek chinese kaya kamu...." Donny tertawa sambil menghajar vagina Sella yang mumbul dari sela-sela pantatnya yang nungging.
Beberapa orang di pinggir pantai melihat apa yang sedang mereka lakukan di kejauhan. Donny malah tambah bernafsu seakan bangga pada dunia bahwa dia memiliki pacar cantik dan seksi untuk disetubuhinya dengan sesuka hati. Akhirnya pikiran bahwa mereka bersetubuh dengan ditonton orang di pantai membuat birahi Donny memuncak dan cepat selesai. Sella tertawa ketika cairan hangat terasa membasahi rahimnya.
"Kamu selalu cepet keluar kalo berfantasi gitu......"
"Hahaha...." Donny hanya tertawa saja menanggapi komentar Sella yang masuk kedalam untuk mengambil tissue.
Donny kembali duduk di sofa dan menghisap rokok yang tadi ditaruhnya di asbak dalam keadaan menyala.
"Sayang.... sebentar lagi kita pulang...." Kata Donny.
Sella langsung cemberut.
"Pulang ke istri kamu ?" Tanyanya entah meyakinkan, entah menyindir.
Donny hanya tertawa.
"Sayang... kamu harus ngerti... Christine itu pilihan papa sama mamaku, dan aku ngga cinta sama dia."
Sella tak menanggapi.
**********
Bersambung.
Beberapa bagian dari cerita fiksi ini akan dianggap tidak layak dikonsumsi kalangan dengan usia dibawah 17 tahun, serta melanggar standar adat sopan santun dan budaya di tempat anda. Harap diinggat bahwa karya fiksi non ilmiah ini hanya sebagai hiburan untuk anda yang telah dewasa. Kesamaan nama, tempat atau alur dengan kehidupan nyata anda hanyalah kebetulan semata.
Peringatan :
Cerbung ini mungkin akan berjalan cukup lambat dan saya melakukan update tidak akan sesering cerita-cerita yang sebelumnya saya tulis seperti :
1. Cinta Yang Tak Biasa
2. Istri Yang Tergadai
3. Teh Euis
Bagi yang belum pernah membaca kisah diatas, silahkan dinikmati juga.
**************************
MENGEJAR MASA SILAM
DAFTAR ISI :
Prolog
1. Sendiri
2. Banjir Yang Meminta Korban
3. Memori Perpisahan
4. Menjemput Masa Silam
5. Rumah Tua
6. Hutang Budi
7. Ular Betina
8. Penghuni Rumah Tua
9. Nekat
10. Kekhawatiran Ki Ardayat
11. Kejutan Untuk Donny
12. Tuan Rumah Yang Tak Disangka
13. Ki Ardayat Sang Dukun Palsu
************************
PROLOG
Sinar matahari yang sedang tenggelam menerobos kamar hotel bernomor 718. Lukisan kapal VOC yang sedang menerjang ganasnya Samudera Hindia terlihat makin dramatis terkena cahaya jingga. Sella terbangun dengan mata yang masih terasa berat. Handphone yang ditaruhnya pada meja nakas di samping tempat tidur bergetar terus menerus. Tangannya yang seputih susu meraih handphone yang sedang di-charge.
"Berita duka, istri bapak meninggal tadi subuh di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung karena kanker. Mohon do'a nya, nak."
Pesan singkat yang dibacanya itu membawa dirinya ke masa lalu di tahun 2000. Itulah kenangan terakhir bersama bapak saat dirinya berusia 10 tahun. Namun demikian, jarak yang memisahkan tidaklah membuat komunikasi terputus. Dirinya masih ingat sang bapak memberi sebuah handphone Nokia sebagai hadiah perpisahan. Sejak saat itu hampir setiap hari mereka bertukar kabar melalui pesan singkat. Tetapi semakin lama komunikasi yang terjadi semakin jarang. Dan saat ini mereka hanya berkabar setahun dua kali saja yaitu saat lebaran dan natal.
"Siapa sayang, kok maksa banget nelponnya ?" Dari balik selimut seseorang bertanya.
"Bukan telepon, cuman SMS. Keluarga ngasih kabar ada yang meninggal." Sella buru-buru memasukkan handphone ke tas tangan.
"Siapa ? Hari gini masih pakai SMS ?" Donny bertanya sambil menggeliat dan tangannya meraih pinggang pacarnya yang telanjang.
"Ah, kamu gak akan kenal. Keluarga yang udah lama ngga pernah ketemu." Sella tak ingin memberitahu pacarnya tentang urusan hubungan antara dia dan bapaknya. Terlalu rumit untuk diceritakan dan dirinya belum mau bercerita.
"Oooh....." Donny seperti memahami keberatan Sella yang tak bercerita lebih lanjut, tetapi sebenarnya dia tak terlalu perduli akan hal itu. Buatnya lebih penting memanfaatkan waktu di Jumat sore ini sebaik-baiknya untuk bermesraan dengan pacar yang jarang bertemu.
Sella menyibakkan selimut yang masih menutupi setengah badannya lalu duduk di pinggiran tempat tidur hotel yang empuk. Telapak kakinya yang hangat bertemu dengan lantai yang dingin karena di hotel ini tak ada karpet. Perlahan dia bangkit dan melangkah menuju sofa. Donny yang masih tiduran menatap tubuh telanjang pacarnya yang berjalan bak peragawati. Pantat Sella yang putih bersih berbalut celana dalam hitam terlihat semakin bening menggoda dengan goyangan kiri-kanannya. Pantat Sella kecil cenderung tepos seperti layaknya perempuan-perempuan keturunan tionghoa lainnya. Tetapi berpadu dengan kaki yang jenjang dengan warna kulit yang begitu bening dan bersih membuat kejantanannya perlahan menggeliat dan tegang. Sejak tadi siang mereka telah dua kali bercinta, tetapi menambah satu kali lagi juga Donny tak akan merasa keberatan.
Sella mengambil sebatang rokok slim diatas meja, menyalakannya dengan korek api kayu yang disediakan hotel, lalu duduk di ujung sofa sambil menatap matahari yang kian jingga. Jantung Donny berdesir melihat pose Sella yang artistik seperti dalam lukisan para seniman. Dia ikut bangun dan melangkah menghampiri pacarnya yang sedang termenung sambil merokok.
"Minta rokok kamu sayang, roko aku habis tadi." Donny mencomot sebatang rokok yang buatnya berukuran terlalu kecil, tetapi karena rokoknya habis terpaksalah dihisapnya juga. Dia duduk di sebelah Sella, menatap matahari yang semakin tenggelam dalam keheningan. Pikiran mereka berdua melayang sendiri-sendiri.
"Sayang, coba berdiri di balkon. Aku mau bikin foto kamu kayanya bagus." Donny tiba-tiba mendapat ide, dia segera menaruh rokok yang masih menyala di asbak lalu mengambil sebuah kamera.
"Tar dulu, aku pake baju dulu." Jawab Sella sedikit malas pada hobby Donny yang selalu memotret dirinya.
"Cepetan, moment-nya bagus banget nanti keburu hilang. Udah pake celana dalem doang aja malah bagus banget." Donny mengatur parameter di kameranya untuk menyesuaikan dengan cahaya matahari.
"Banyak orang di bawah ah." Komplain Sella.
"Dah... gapapa... amal dikit...." Kata Donny lagi sambil cengengesan.
Sella sebetulnya sedikit heran dengan sikap pacarnya yang sering sekali memotretnya dalam berbagai situasi terutama pose yang sensual.
Kamu cantik banget jadi harus diabadikan, begitu alasannya. Dasar berondong mesum, pikir Sella.
"Disini aja." Sella berdiri memasang posisi sensual di pintu balkon.
"Aaah mundur lagi sana deket pagar." Donny memberi arahan.
"Ogah, banyak orang dibawah." Sella menyatakan lagi keberatannya.
Donny mengambil beberapa foto dalam berbagai pose. Tubuh Sella yang setengah telanjang memang indah sekali diterangi cahaya matahari sore di belakangnya.
"Nih liat fotonya siluet kaya gini seksi banget sayang." Donny menghampiri Sella yang masih berdiri di pintu balkon.
Hasil jepretan Donny memang selalu bagus, maklum dia sudah hobi fotografi dari sejak dulu. Kalau saja Donny bukan seorang anak pengusaha yang kaya raya mungkin dia sudah jadi fotografer profesional. Mereka sudah lima tahun berpacaran dan belum tahu akan dibawa kemana hubungan itu karena orang tua Donny tak setuju dengan hubungan mereka. Alasannya adalah karena Sella lebih tua lima tahun dari Donny yang sekarang berusia 27. Sella sendiri sudah memasuki usia 32, sebuah usia yang sudah kelewat matang untuk seorang perempuan.
Sella bukan tak ingin mencari pacar lain yang bisa lebih menerima usianya, tetapi Donny selalu mengejarnya manakala dirinya meminta putus karena masa depan yang tak jelas. Dipadu dengan berbagai hadiah dan gelimang uang yang rutin diberikan, Sella akhirnya menerima saja hubungan yang menggantung itu, backstreet dari orang tua.
Donny menaruh kamera di lantai lalu memeluk Sella. Matahari sekarang sudah benar-benar tenggelam di Selat Sunda dan dunia menjadi temaram diterangi lampu balkon yang berwarna kekuningan.
"Yang.... nanti diliat orang...." Sella berusaha lepas dari pelukan Donny. Tetapi Donny terus saja memeluk dan menahannya.
"Kita ML disini yang.... uhh... napsuin...." Donny membuat Sella merunduk berpegangan pada pintu. Celana dalam Sella diperosotkan hingga menggantung di lutut.
"Ahhhhhh...... kamu seksi banget...." Gumamnya ketika menancapkan kejantanannya dari belakang.
"Sayang.... aduh nanti diliat orang..." Sella tetap melancarkan protes saat kejantanan Donny menerobos vaginanya dari arah belakang.
"Biarin.... biar pada terangsang.... mereka juga pasti mau ngentot cewek chinese kaya kamu...." Donny tertawa sambil menghajar vagina Sella yang mumbul dari sela-sela pantatnya yang nungging.
Beberapa orang di pinggir pantai melihat apa yang sedang mereka lakukan di kejauhan. Donny malah tambah bernafsu seakan bangga pada dunia bahwa dia memiliki pacar cantik dan seksi untuk disetubuhinya dengan sesuka hati. Akhirnya pikiran bahwa mereka bersetubuh dengan ditonton orang di pantai membuat birahi Donny memuncak dan cepat selesai. Sella tertawa ketika cairan hangat terasa membasahi rahimnya.
"Kamu selalu cepet keluar kalo berfantasi gitu......"
"Hahaha...." Donny hanya tertawa saja menanggapi komentar Sella yang masuk kedalam untuk mengambil tissue.
Donny kembali duduk di sofa dan menghisap rokok yang tadi ditaruhnya di asbak dalam keadaan menyala.
"Sayang.... sebentar lagi kita pulang...." Kata Donny.
Sella langsung cemberut.
"Pulang ke istri kamu ?" Tanyanya entah meyakinkan, entah menyindir.
Donny hanya tertawa.
"Sayang... kamu harus ngerti... Christine itu pilihan papa sama mamaku, dan aku ngga cinta sama dia."
Sella tak menanggapi.
**********
Bersambung.
Terakhir diubah: