Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Mengejar Masa Silam

12. Tuan Rumah Yang Tak Disangka


Sebuah mobil Toyota Avanza melaju di jalan tol Jakarta Merak menuju ke arah barat. Mobil itu berpindah-pindah lajur kadang ke kiri kadang ke kanan berusaha menghindari truk-truk besar bermuatan berat. Matahari begitu terik, udara AC dari mobil berjuang keras mendinginkan ruangan kabin tetapi sepertinya tidak cukup berhasil.


“Nggak bisa didinginkan lagi AC nya pak ?” Sella bertanya pada supir mobil sewaan.


“Udah pol ini mbak.” Supir tua itu tak bisa apa-apa.


Sella kembali mengelap keringatnya dengan tissue.


Satu jam kemudian mobil keluar dari tol dan melaju menuju ke arah selatan. Udara masih tetap panas tetapi semakin mereka ke selatan, semakin lebih baik. AC itu sekarang mampu membuat kabin mobil menjadi lebih sejuk.


Jalan yang dilalui berliku-liku dan semakin sejuk. Mereka mulai memasuki kawasan perbukitan. Dari kejauhan terlihat puncak puncak gunung yang lebih tinggi berwarna hijau. Beberapa diantaranya tertutup kabut.


Dua jam telah berlalu dan sekarang Sella dapat melihat bangunan-bangunan kecil dari kayu yang berbentuk unik.


“Itu rumah apa ya pak, kecil banget ?”


“Itu mah bukan rumah mbak, itu lumbung padi orang sini. Namanya Leuit.”


“Oh ? masih ada lumbung padi ?”


“Iya mbak, masyarakat sini masih banyak yang bertani tradisional dan menyimpan padinya di Leuit.”


“In two hundred meters, turn left.” Google memberitahu.


“Turn left.”


Mobil berhenti, pak supir tua celingak celinguk.


“Belok kemana nih mbak ?”


Sekarang Sella yang bingung.


“Ini barangkali pak.” Sella menunjuk sebuah jalan tanah di depannya.


“Mobil nggak bisa masuk kesitu kayaknya.”


“Pak coba tanya sama mas yang itu tuh, ada yang duduk diatas motor sambil merokok.”


Mobil maju lebih ke depan, menghampiri pengendara motor yang sedang asik melamun sambil merokok.


Sella membuka kaca jendela.

“Maaf mas, mau tanya…….”


Orang yang sedang merokok itu membuka kaca mata hitamnya.

“Hallo Sella……”


Sella tertegun memperhatikan lelaki itu. Seketika dia menjertit kegirangan.


“Jatiiiii !”


Lelaki itu tertawa.


“Ayo Sel…. berikutnya nggak bisa lewat mobil, makanya aku jemput disini.”


Sella segera menurunkan carrier yang dibawanya, lalu naik ke boncengan motor Jati.


“Motornya ketinggian nih… susah naik.”


“Kamu naik kaki kiri dulu sambil pegangan bahu aku, berdiri dulu di foot step, baru kaki kanan melangkah.” Jati menyarankannya.


Setelah Sella duduk, motor Yamaha YZF125 itu melaju dengan lincah menerabas jalan tanah berbatu, naik keatas bukit.


Seram juga jalanan itu, terkadang mereka melewati jalan yang begitu kecil sementara di sebelah kanan mereka jurang menganga cukup dalam.


Pepohonan semakin lebat, bahkan di beberapa tempat Sella merasa ngeri juga karena jalanan begitu sepi dan gelap karena sinar matahari tak mampu menerobos kanopi hutan.


Pada satu puncak bukit, jarak pandang begitu terbatas karena kabut begitu pekat. Untungnya setelah motor melaju menuruni bukit, kabut itu hilang.


Mereka akhirnya tiba di sebuah kampung dengan rumah-rumah panggung yang sederhana berdinding bilik bambu, beratap ijuk yang berlumut.


Udara di kampung ini dingin sekali, Sella bergidik. Kemeja flannel yang dikenakannya tak cukup membantu membuat hangat tubuhnya.


Di sebuah rumah yang agak terpencil, motor itu berhenti. Rumah itu sama seperti rumah-rumah lainnya merupakan rumah panggung berdinding bilik bambu beratap ijuk. Bedanya adalah rumah ini berhalaman cukup luas dengan berbagai tanaman bunga-bungaan, bukan bertanam sayuran.


Ketika Jati mematikan mesin motor, pintu rumah terbuka dan seorang anak kecil berusia lima tahun berlari keluar menyambut mereka.


Seorang wanita berparas cantik menyusul keluar dari rumah sambil berteriak.

“Rendiiiii….. kesini.”


Sella tertegun melihat wanita itu. Hatinya agak curiga…. apakah…. apakah… ?


“Jati….. itu anak istri kamu ?”


“Ayo turun dulu, nanti aku kenalin ke mereka.”


Sella langsung merasa menyesal telah datang memenuhi undangan Jati untu datang berkunjung kesana. Perlahan dia turun dari motor dan berdiri mematung.


“Bener itu anak istri kamu ?” Sekali lagi Sella bertanya, tetapi Jati tak menjawab. Dia menstandarkkan motor, lalu mengambil carrier dari punggung Sella.


“Sini aku bawain.”


“Nggak usah.” Jawab Sella ketus.


“Beneran ?”


“Iya…. gak perlu dibawain. Aku bawa sendiri aja.”


“Rendi… ayo salim dulu sama tante Sella.” Jati jongkok memeluk anak itu.


“Hallo…. siapa namanya ?” Sella bertanya sambil menyambut uluran tangan Rendi.


“Nama aku Rendi, tante.”


“Naah, kalau yang ini adalah mamanya Rendi. Kenalan dulu.”


“Sella.” Sambil mengulurkan tangannya, Sella memperkenalkan diri.


“Bella.” Mamanya Rendi menyebutkan namanya bersamaan dengan Sella.


Dua wanita itu berpandangan sebentar karena nama mereka mirip, lalu tertawa bersama.


“Ayo masuk dulu.” Bella mempersilahkan masuk.


Untuk yang belum membaca cerita sebelumnya yang berjudul “Istri Yang Tergadai”, silahkan baca dulu agar tahu siapa Rendi dan Bella. Link-nya ada di halaman satu pada thread ini.




**********


Ki Ardayat sore itu sedang minum segelas kopi pahit setelah selesai melaksanakan solat ashar. Sebuah ketukan keras terdengar pada pintu apartemen.


Siapa itu ? Apakah catering ?


Ki Ardayat berjalan ke arah pintu.

“Siapa ya ?”


Bukan jawaban, tetapi ketukan yang lebih keras yang lebih tepat disebut gedoran.

Songong amat orang Jakarta, pikir Ki Ardayat. Dia membuka pintu, dua lelaki hitam berambut kriting berdiri didepannya.


“Sella ada ?” Dengan songong dua lelaki itu bertanya.


“Nggak ada.”


“Jangan bohong mang, suruh majikan kamu keluar.”


“Betul…. nggak ada.” Kesal juga Ki Ardayat dianggap pembantu disitu.


“Sella…. keluar !” Satu diantara lelaki itu langsung masuk kedalam apartemen dengan menyingkirkan tubuh Ki Ardayat.


“Dia sedang tidak ada, pak.” Ki Ardayat tambah kesal.


Tetapi lelaki itu malah masuk lebih dalam, bahkan sampai menginjak sejadah yang tergelar di lantai ruang tamu dengan sepatunya. Ki Ardayat belum sempat merapikan sejadahnya tadi.


Lelaki itu memasuki seluruh ruangan, termasuk kamar Sella. Karena tak ditemukannya Sella didalam apartemen itu, dia balik lagi ke depan.


“Coba bilang, si Sella kemana ?” Lelaki songong itu mendorong dada Ki Ardayat dengan telunjuknya yang sebesar lemper.


“Saya nggak tau, pak.” Tubuh kurus Ki Ardayat terdorong ke belakang walaupun hanya didoronoleh telunjuk.


Lelaki itu mendorong tubuh Ki Ardayat lagi hingga punggungnya sampai ke dinding dan menekannya. Kopiah Ki Ardayat sampai terlepas.


“Jujur aja…. dia kemana ?”


Ki Ardayat panik, dia memang benar-benar tak tahu anaknya pergi kemana.


“Betul saya nggak tau pak.”


“Kamu apanya ? dukunnya si Sella ?” Tanya lelaki yang satu lagi.


Ki Ardayat bingung, tak tahu harus menjawab apa. Bahkan dia tak mengerti, dua lelaki ini ada urusan apa mencari Sella.


“Iya, ini pasti dukun si Sella. Nggak mungkin kalau dia nggak pakai dukun. Pantes aja pak Donny sampai tergila-gila.”


Ki Ardayat ingin bilang bahwa dia bapaknya Sella, tetapi takut kalau malah membahayakan dirinya.


“Bener kamu dukun si Sella ?” Tanya lelaki yang sedang mendorong tubuhnya ke dinding.


Ki Ardayat mengangguk, terpaksa berbohong mengiyakan saja.


“Lex, telepon bu Kristin. Bilangin kita cuma ketemu dukunnya si Sella.”


Lelaki yang dipanggil Alex menlepon.


“Hallo….. ngga ada bu…. siap…. cuman ada dukunnya disini….. siap…. baik bu.”


“Apa perintah bu Kristin ?”


“Bawa aja dukunnya, katanya.”


Seketika itu juga Ki Ardayat tambah ketakutan. Dia tak tahu akan dibawa kemana, dan harus minta tolong pada siapa.



**********



Malam turun begitu cepat di kaki gunung Halimun yang dingin. Udara semakin menusuk ke tulang dan sendi. Untungnya menu makanan malam itu dapat menghangatkan tubuh.


Sepanjang sore tadi Bella sibuk di dapur menyiapkan makanan. Dia melarang Sella untuk membantunya.


“Kamu masih capek, Sel. Istirahat dulu aja.”

Begitu katanya, jadi Sella sepanjang sore hanya mengurung diri di kamar yang telah disiapkan untuknya.


Sella masih kesal pada Jati karena tidak memberitahunya bahwa dia telah punya anak dan istri. Tapi memang dirinya saja yang bodoh, tidak mungkin lelaki seusia Jati belum berkeluarga.


“Ayo nambah lagi, Sel.” Bella mendekatkan mangkuk sup ayam ke arah bella.


Perempuan kalau sedang kesal, tau kan kemana pelampiasannya ?


Bella menyiduk lagi sayur sup panas berisi berbagai sayuran seperti wortel, kentang, jamur, potongan ayam dadu, apalagi ditambah seledri dan bawang goreng.


Selain sup sayuran, Bella juga sudah menyiapkan roti baguette yang enak. Bagian luarnya crunchy renyah, dalamnya lembut dan gurih. Dimakan dengan sup tadi rasanya luar biasa.


“Kamu pinter masak, Bella.” Puji Sella sambil menikmati makanan.


“Haha…. tadinya ngga bisa, cuman setelah tinggal disini terpaksa belajar masak.”


“Pasti suami kamu tambah sayang ya punya istri cantik yang pinter masak.” Sella menyindir Jati.


Bella tak menjawab, wajahnya berubah keruh.


“Punya istri seperti ini jangan sering-sering ditinggalin, Jati.” Sella terus menyindirnya.


“Ehem…” Jati berusaha menarik perhatian Sella, tapi Sella tak menggubrisnya.


“Atau setidaknya jangan bandel kalo di luar rumah.”


Jati menyenggol kaki Sella dengan lututnya, Dahinya mengernyit memberi tanda pada Sella.


“Maaf, Rendi harus tidur dulu. Saya ke kamar dulu ya menidurkan Rendi. Silahkan kalian lanjutkan makan malamnya.” Bella pamit lalu menuntun Rendi masuk ke kamarnya. “Ayo Rendi tidur dulu.”


Jati memelototi Sella yang merasa puas sudah menyindirnya, dia kemudian bicara pada Bella.


“Bella… aku pulang dulu ya.” Kata Jati yang juga bangkit dari duduk.


Sella kebingungan.


Jati pamit pulang ?


Bukannya…… ?


Bukannya ….


“Tempat aku agak keatas lagi, Sell.”


“Hah ? bukannya kamu….. ?” Sella bingung.


“Aku bukan suami Bella, kita hanya bertetangga.” Jati membalikkan badan dan pergi keluar rumah.


Tinggal Sella sendiri disana, ditemani berbagai macam makanan melimpah. Selera makannya langsung hilang, dia menyesal telah menyindir Jati dan Bella yang menjadi tuan rumahnya.


Aduuh…. kenapa mulut ini ngga bisa jaga ucapan sih ?


Sella mengutuki dirinya sendiri. Pergi ke sini bermaksud untuk mendinginkan hati, tetapi dia disini malah membuat suasana menjadi tidak enak. Padahal mereka telah begitu berbaik hati pada dirinya.


shit… !

shit… !

SHIT !


Sella greget atas kelakuannya sendiri.




Bersambung.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd