Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Mengejar Masa Silam

3. Memori Perpisahan

Sore itu para tetangga disertai RT Edi berkumpul di warung Ki Ardayat karena Bi Otoh menemukan Ki Ardayat terbujur di lantai. Tadinya Bi Otoh akan membeli balsem untuk kerikan, akhirnya balsem itu diambil sendiri oleh Bi Otoh dan dipakai untuk menyadarkan Ki Ardayat.

"Ki.... aki teh kenapa sampai pingsan ?" RT Edi menyanyai Ki Ardayat yang sudah siuman. Bau balsam memenuhi warung ditambah bau sabun cuci dan bau keringat dari ibu-ibu yang pada umumnya sedang mengerjakan tugas masing-masing di rumah tangganya.

Tadi ibu-ibu itu mulai datang ketika Bi Otoh berteriak-teriak memanggil mereka karena panik melihat Ki Ardayat. Akhirnya ibu-ibu berkumpul mengenakan pakaian seadanya. Ada yang menggunakan samping batik, daster lusuh, baju kaos kampanye pilpres 2014 yang sudah pudar dan lain sebagainya.

Yang tidak ada hanyalah ibu-ibu bercelana pendek saja karena kalau di kampung, celana pendek itu haram digunakan ibu-ibu. Bahkan anak gadis-pun tak ada yang berani mengenakannya. Jangankan anak gadis, anak perjaka saja hanya berani mengenakan celana "sontog" yang sebatas lutut. Lebih pendek dari itu bisa diceramahi oleh Mama Haji Jarkasih.

Jangan salah, Haji Jarkasih walaupun didepannya menggunakan panggilan "Mama" tetapi kalau di kampung sini bukan berarti dia sebagai ibunya seseorang karena panggilan "mama" artinya kurang lebih adalah Ajengan atau orang berilmu agama yang dihormati. Semacam Kyai lah singkatnya mah.

Ki Ardayat tak bisa menjawab dengan jelas, karena yang dia ingat hanya tubuhnya lemas dan pandangannya berkunang-kunang. "Ah, saya mah cuma berasa pusing dan lemes."

"Aki darah tinggi ?" RT Edi berusaha mendiagnosis bak mantri kampung yang sedang bertugas.

"Aki mah darah rendah, Jang Edi." Jawab Ki Ardayat yang memanggil RT dengan sebutan Ujang Edi sebagai pertanda bahwa sang RT terpaut umur yang sangat jauh dengan dirinya.

RT Edi dan para tetangga sebenarnya sedang bingung atas kondisi Ki Ardayat yang sudah mulai lemah kondisi fisiknya serta statusnya yang hidup sebatang kara. Selama ini para tetangga banyak membantunya tetapi tak mungkin juga mereka memperhatikan terus-menerus terutama kalau ada sesuatu yang membutuhkan uang seperti ke dokter dan lain-lain.

"Aki... kata Bi Otoh, aki teh punya anak di Jakarta. Betul itu teh ?"

Ki Ardayat sebetulnya tidak pernah membicarakan hal ini dengan orang lain. Tapi entah kenapa informasi ini beredar juga di tetangga.

"Maksud saya mah, aki teh sudah seharusnya istirahat aja nggak usah ngewarung lagi. Kalau bener aki punya anak, mungkin sebaiknya anak aki dipanggil aja kesini. Gimana Ki ?" RT Edi mengungkapkan kekhawatirannya.

Tetangga yang berdiri di belakang RT Edi mulai riuh bergunjing tentang anak Ki Ardayat. Pada umumnya mereka tidak mengetahui hal tersebut, tetapi karena RT Edi sudah mengungkapkan jadi ya sudah akhirnya semua merasa bebas bergunjing.

Akhirnya RT Edi mengambil keputusan untuk menelepon anak Ki Ardayat dengan menggunakan handphone milik Aki.

"Siapa nama anaknya Ki ?" RT Edi membuka daftar kontak dan mulai mencari-cari.

"Sella..." Jawab Aki lemah. Mendengar nama yang tak lazim digunakan di kampung, tetangga langsung riuh membicarakan, bahkan menertawakan.

"Sella ? lengkapnya apa ki ?" RT Edi juga jadi penasaran, siapa nama lengkap anaknya Ki Ardayat padahal dia sudah menemukan kontak atas nama Sella di handphone.

"Sella Anastasia...." Aki menjawab lagi dengan wajah tanpa dosa seakan-akan para tetangga sudah terbiasa dengan nama sebagus itu.

Ibu-ibu biang gosip langsung terdiam mendengar nama anak dari Ki Ardayat yang kelewat bagus untuk ukuran kampung.Nama itu bahkan mirip sekali dengan nama seorang artis ibukota. Tapi hening itu mungkin hanya dua detik saja, semua langsung riuh lagi membicarakan. Mereka jadi penasaran seperti apa anak Ki Ardayat yang bernama Sella Anastasia itu. Rasanya sih umurnya tidak jauh dari mereka yang sudah 50-an tahun karena Ki Ardayat sendiri sekarang sudah 70 tahun kan ? Tidak mungkin juga anak Ki Ardayat itu cantik, pasti jelek mirip bapaknya dan gemuk seperti layaknya ibu-ibu usia 50an di kampung mereka.

"Halo..... ? RT Edi berbicara di handphone jadul aki Ardayat yang bermerek Nokia Cinitnit.



**********



Sella baru saja selesai senam Zumba sore itu. Dengan tinggi 163 centimeter dan berat 53 kilogram sebenarnya dia tidak termasuk gemuk malah cenderung langsing. Tetapi dia tak ingin tubuhnya yang langsing itu menjadi gemuk sebagaimana wanita-wanita lain yang seusia dengannya yaitu 32 tahun. Maka dari itulah Sella melakukan Zumba Aerobics setiap dua hari sekali di Ntudio Senam Narnia.

"Ci Sella.... makin kenceng aja nih bodinya." Tante Roos yang bertubuh sekal cenderung gemuk itu mengomentari Sella.

"Eeh tante... biasa aja ah, dari dulu kaya gini gini aja saya sih." Sambil mengelap tubuhnya yang berkeringat, Sella menjawab Tante Roos. Sebetulnya Sella malas sekali ngobrol dengan tante yang satu itu, karena obrolannya selalu kepo.

"Eh Ci, bodi kaya gini makin nempel dong pacarnya... siapa tuh yang waktu itu jemput ? itu tuuh yang badannya gemuk... hehehe..." Nah kan, pertanyaan-pertanyaan dari Tante Roos selalu terasa menyelidiki.

Sella tak menjawab Tante Roos, melainkan senyum saja sambil meneruskan kegiatannya yang mengelap handuk kecil ke badan. Pikirannya langsung teringat pada kekasihnya yang berumur lebih muda dari dirinya. Kekasihnya itu berumur 27 tahun tetapi kemakmuran orang tuanya membuat Donny menjadi gemuk dengan tinggi 165 dan berat 92 kilogram.

"Tante, saya duluan yaaa..." Sella pamit pada Tante Roos untuk duluan bersih-bersih ke shower.

"Loh kok cepet amat..." Tante Roos kecewa karena kehilangan buruan gosip.

Baru saja Sella melangkah dari locker, tiba-tiba dia mendengar suara handphone berbunyi dan bergetar di lockernya.

Siapa Sih ?

Sella mengurungkan langkah dan membuka kembali locker.
Hmm... bapak nelpon, tumben sekali. Biasanya cuma sms.

"Siapa hayooo... pacarnya yaaa ?" Tante Roos kegirangan karena Sella tidak jadi ke shower.

"Bapak saya, tante." Jawab Sella singkat, dia lalu menekan tombol bergambar telepon warna hijau. "Halooo ? iya..... iya.... iya.... oooh sakit ?" Wajah sella mendadak serius.

"Saya belum tentu bisa...... oooh.... iya... nanti saya pikirkan dulu ya...." Sella lalu menutup telepon dan memasukannya lagi ke locker. Tanpa pamit, dia meningggalkan Tante Roos yang memasang wajah penasaran.

"Siapa yang sakit, Ci Sella ?" Tanya tante Roos. Tapi Sella tak menggubrisnya, isi otaknya penuh dengan pikiran.

Tadi yang meneleponnya mengaku ketua RT di kampung bapak. Katanya sejak bapak hidup sendirian menjadi sakit-sakitan dan aku diminta menengoknya.

Sella tak pernah bertemu dengan bapak sejak puluhan tahun lalu. Dia masih ingat hari terakhir perpisahan mereka.

Saat itu hujan mengguyur kota Semarang dari pagi hingga malam. Bapak duduk tertunduk di kursi ruang tamu dan sesekali memandangnya dengan mata yang sembab. Aku duduk diapit oleh kungkung dan popoh (Kakek dan nenek) berhadapan dengan bapak.

"Dayat... lu olang mending pulang kampung sekalang, balik ke bini lu di kampung." Kata Akung Joni. Popoh Akian sedari tadi hanya menangis tak henti-henti.

"Pah... ini sih bisa nanti lagi aja diomonginnya." Kata Popoh Akian.

"Lebih cepat lebih baik mah." Kukung bicara lagi dengan tegas pada popoh.

"Jadi Yat, si Lily sekalang sudah mati. Gua yang akan lawat Si Sella setelusnya aaaaa. Gua sudah kagak pellu lagi sama elu Yat."

Walaupun baru berumur 10 tahun, tetapi Sella sudah mulai paham bagaimana kedudukan bapaknya di keluarga. Kukung dan Popoh memang terpaksa menerima bapaknya didalam keluarga setelah Mama Lily selalu meminta menikahi sang pangeran. Terutama setelah Mama Lily hamil dirinya, dan akhirnya Kukung dan Popoh terpaksa menikahkan secara adat di kelenteng, dengan diam-diam.

"Tapi koh.... Sella anak saya..." Sella mendengar bapak bersikeras untuk mengajak dirinya pulang ke Kuningan di Jawa Barat.

"Tapi Sella itu cucu gua, Yat." Dua lelaki memperebutkan haknya untuk mengasuh dan membesarkanku.

"Saya lebih berhak, koh." Kata bapak lagi.

"Sella lebih punya masa depan dengan gua Yat." Kukung tetap memaksa.

"Koh Joni lupa ? Saya menyelamatkan kalian semua waktu kerusuhan 98 ?" Bapak juga sama-sama ngotot dan mengungkit kejadian menyeramkan itu.

Kejadian tahun 1998 yang mengakibatkan toko kelontongnya hangus terbakar. Sejak itu semua pindah ke Semarang untuk memulai hidup baru, dan Kukung yang pantang menyerah akhirnya kembali memiliki toko yang sukses hanya dalam dua tahun.

"Elu lupa Yat ? Gua disini setengah mati mulai usaha lagi. Lu olang dimana ? lu olang enak-enak di Jakalta dan kesini cuman dua bulan sekali Yat. Gua yang ngulus Lily dan Sella."


Sella ingat ketika bapak akhirnya menyerah. Dia menghampirinya sebelum pergi dan menghilang.

"Sella, kamu pakai hape bapak ini ya. Tunggu bapak nelepon kamu nanti."

Sella perlu menunggu hingga dua bulan sampai bapaknya menelepon karena dia bilang harus mengumpulkan uang dulu untuk beli handphone baru.

Itulah yang Sella ingat dari perpisahan di tahun 2000 itu. Dan sekarang 22 tahun telah berlalu. Usianya bukan lagi 10, melainkan 32. Apakah ini waktunya untuk bertemu bapak setelah sekian lama hanya saling menyapa melalui sms ?


Bersambung.
Nantikan kisah pertemuan Sella dan Bapaknya di kampung yang membuat seisi kampung gempar melihat kondisi Sella yang jauh dari perkiraan mereka. Bagaimana respon para tetangga ? bagaimana tingkah para pemuda desa melihat Sella ?

Btw maaf, pada chapter ini tidak ada adegan ihik ihik.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd