Dark_Thinker
Semprot Lover
- Daftar
- 20 Nov 2017
- Post
- 253
- Like diterima
- 177
Salam hormat saya haturkan kepada para suhu dan pecinta cerita cabul dimari. Perkenalkan nama saya Dark_Thinker, seorang nubi hina yang selama ini hanya berstatus silent reader.
Tanpa banyak kata, saya berkamsud untuk menyuguhkan sebuah cerita amatir yang lahir dari pikiran liar nubi yang biadab, mesum dan tidak pernah jauh dari selangkangan.
Kisah ini bercerita mengenai petualangan Wira dan Ibundanya dalam menjalani kehidupan yang sulit, pahit dan berliku seperti kontol. Eh salah, seperti keris empu Gondrong yang termahsyur itu.
(UPDATE)
Untuk memudahkan para suhu penikmat cerita selangkangan saya ini, maka saya tambahkan Content List, yang tentu saja akan saya update jika mendapat komen / like yang ramai.
Part 1 : Kami bukan PKI
Part 2 : Percabulan Liar dan Gugurnya Mas Tomo
Part 3 : Hartov dan Tomislav
Part 4.1 : Oh Ibu : Indah Tubuhmu, Malang Takdirmu
Part 4.2 : Oh Ibu : Mandi Bersama Ibu
Part 5 : Bu Asmi
Part 6 : Inspektur Arif
Part 7 : Desa Dorosewu
Part 8 : Ajian Nogo Gombyok
Part 9 : Laskar Teratai Hitam
Part 10 : Hanya Seorang Bocah
Part 11 : Mulai Berlatih
Part 12 : Kawan atau Lawan?
Part 13 : Duel Dua Naga
Part 14: kegalauan Pras
Part 15: Keisengan Membawa Petaka
Part 16 : Pembalasan Bambang Kijang
Part 17: Gugurnya Sang Menjangan
Kiranya cerita ini bisa menambah khazanah permesuman kita. Apabila mendapat respon baik, maka nubi akan semakin bergairah untuk menulis. Salam crot sampai tuntas,
Malam itu sungguh malam jahanam. Malam yang tidak akan aku lupakan. Malam dimana Mas Tomo, kakakku satu-satunya dibunuh dengan keji, setelah mati-matian mempertahankan kehormatan keluarga. Mas Tomo, yang selama ini menjadi andalan keluarga sekaligus pemimpin mereka yang tertindas, harus meregang nyawa, hanya karena berebut kekuasaan. Ternyata di negeri ini, kekuasaan lebih berharga daripada nyawa.
Malam itu juga adalah malam terkutuk, yakni ketika ibuku dijadikan layaknya mainan. Diperkosa, diperbudak, disiksa, seperti hewan buruan. Mereka merogoh tubuh ibuku, menindihnya dan menistanya. Semua lubangnya dimasuki segala macam barang. Bukan hanya itu, mereka memaksa ibu menari sepanjang malam dan hingga puncaknya, ketika pagi hari, mereka memanggil anak-anak kecil yang tak lain adalah murid ibuku sendiri untuk bersama-sama menikmati tubuh ibuku.
Mereka memang iblis. Orang-orang jahat yang tidak punya perikemanusiaan. Dengan biadab mereka membakar rumah kami dan merampas semua harta benda kami. Apakah kesalahan kami? Apa mereka lupa pada Ki Darno Suromenggolo, lurah sekaligus mantan pejuang kemerdekan yang adalah kakekku. Andai kakek dan ayah masih hidup, pasti mereka tidak akan berani berbuat demikian.
Kakekku, Ki Darno adalah pejuang kemerdekaan sekaligus pemimpin yang disegani. Awalnya beliau hanyalah seorang Pandito yang bertugas memimpin sembhayangan. Tapi amarahnya memuncak ketika tahu Jepang membuat Rakyatnya menderita. Dengan kekuataan Ilahi, beliau memimpin pasukannya yang pada dasarnya hanyalah kaum buruh pabrik gula dan petani miskin. Dengan gagah, Ki Darno menumpas para tentara Dai Nippon itu.
Api berkobar semakin meninggi, disertai dengan suara dan teriakan.
“Bunuh PKI, bunuh PKI, dasar anak PKI!”
“Habisi saja, ganyang, bakar semuanya!”
“Hancurkan, gantung mereka! Dasar PKI!”
Orang-orang berteriak kesetanan. Mereka mengacungkan tongkat dan pedang. Lalu setelah selesai membakar rumah dan kandang ternak kami, beberapa mereka mendatangi kami. Aku ingat waktu itu, kami seperti sedang akan menemui ajal. Aku, ibu, mas Tomo benar-benar berada dalam bahaya.
Apakah kami PKI? Tentu bukan. Hanya karena menolak memilih Pak Qodir Jalal sebagai lurah, bukan berarti kami PKI. Ya, ini semua berawal dari pilihan lurah. Mas Tomo, calon kuat lurah di desa kami berhadapn dengan Qodir Jalal Ahmad, pengusaha kaya raya sekaligus dedengkot Partai Penegak Kebenaran (PPK) yang berlambang bulan sabit hitam.
Hujang gerimis turun membasahi tanah malam itu. Mas Tomo dengan bersenjatakan sebuah samurai berusaha menghalau mereka. Dua puluh lelaki beringas. Mereka rupanya belum puas setelah membakar rumah kami. Kali ini, kamilah sasarannya.
“Hei lihat, lonte itu makin bikin aku ngaceng.” Seru Ali.
“Hahaha, makin kamu nangis kamu makin cantik, Bulek hahaha.” ujar seorang pria yang mukanya penuh codet. Namanya Bahrul. Demi mendengar itu semua, ibuku hanya bisa menangis tersedu.
Omongan dua pria bangsat, Ali dan Bahrul membuatku naik pitam. Ali adalah tetangga kami, seorang pengangguran yang tidak berguna. Dua kali dia berusaha memperkosa ibuku tapi gagal. Sedang Bahrul adalah keponakan ibuku, sepupuku. Dia sering mengintip ibuku mandi. Dia memang terkenal cabul, bahkan ibunya sendir dia perkosa dan dia jadikan budak seksnya bersama teman-temannya.
“Bangsat, maju kau Ali, biar kurobek mulutmu”, Mas Tomo meloncat menyabet tubuh Ali dengan samuraii andalannya. Sabetannya meleset, Ali bisa menghindar. Tapi tidak yang kedua. Mas Tomo melakukan sabetan secara horizontal. Perut lelaki bersorban itu terluka. Darah muncrat membasahi bajunya. Tetapi tiba-tiba para lelaki yang lain datang menolong. Mereka menerjang Mas Tomo. Para bangsat itu memang hanya berani keroyokan.
Tetapi Mas Tomo ternyata tidak gentar. Dengan hanya bersenjata sebilah pedang samurai pusaka dari Kakek, ia berhasil melumpuhkan sebagian dari mereka. Samurai itu bukan samurai sembarangan. Mas Tomo mendapatkannya dari kakek, dan kakek menerimanya dari seorang serdadu Jepang yang pernah bertugas di Kalimantan. Katana yang bertuliskan huruf kanji yang berarti “Dengan kekuatan Dewa, angkara murka akan musnah” itu telah menjadi saksi dari banyak pertempuran hebat. Perang Dunia 1 dan 2, Perang Asia Timur Raya hingga Revolusi Kemerdekaan.
“Arggghhhh, bangsat kau Tomo! Ahmad Dhoni tewas dengan leher putus.
Jurus Garuda Menyabet Semesta dari Mas Tomo memang luar biasa. Hanya beberapa kali gerakan, Dhoni mampus. Preman andalan Angkatan Muda PPK. Semasa hidupnya, Dhoni dikenal sebagai seorang morphinis yang gemar bermain dengan pelacur. Rumah tangganya kacau. Anak-anaknya terlantar. Bahkan sahabat istrinya sendiri ia jadikan istri keduanya.
“Anjing………….”, Thoriq yang kemudian menjerit. Lelaki sok jagoan yang juga anggota perguruan Matahari Kembar ini tersungkur, setelah kaki kirinya menjadi mangsa katana Mas Tomo. Kali ini Mas Tomo menggunakan jurus Singa Membawa Petaka. Thoriq yang tadinya jumawa karena telah menguasai jurus Belitan Ular Memangsa Malaikat akhirnya tersungkur Padahal dia adalah dedengkot jawara dari Perguruan Matahari Kembar, yang sering dipelesetkan menjadi Perguruan Bukit Kembar, karena banyaknya skandal di dalamnya. Perguruan yang tersohor karena dilindungi oleh para bupati dan tokoh PPK itu memang menjadi musuh bebuyutan Perguruan Satrio Buddhi.
Tiba-tiba seorang yang bernama Abdul memukul Mas Tomo dari belakang dengan menggunakan sebatang besi. Mas Tomo tersungkur. Pukulan itu tepat mengenai tulang belakang Mas Tomo. Abdul tertawa terbahak-bahak. Lalu ia menyeret tubuh Mas Tomo dan melemparkannya ke hadapan aku dan ibuku yang sudah hampir bugil. Hanya celana dalam hitam menutupi lubang kemihnya. Sedang payudaranya yang masih sangat kencang menantang, terpampang dengan bebas. Membuat para bangsat itu menjadi lebih beringas.
Tanpa banyak kata, saya berkamsud untuk menyuguhkan sebuah cerita amatir yang lahir dari pikiran liar nubi yang biadab, mesum dan tidak pernah jauh dari selangkangan.
Kisah ini bercerita mengenai petualangan Wira dan Ibundanya dalam menjalani kehidupan yang sulit, pahit dan berliku seperti kontol. Eh salah, seperti keris empu Gondrong yang termahsyur itu.
(UPDATE)
Untuk memudahkan para suhu penikmat cerita selangkangan saya ini, maka saya tambahkan Content List, yang tentu saja akan saya update jika mendapat komen / like yang ramai.
Part 1 : Kami bukan PKI
Part 2 : Percabulan Liar dan Gugurnya Mas Tomo
Part 3 : Hartov dan Tomislav
Part 4.1 : Oh Ibu : Indah Tubuhmu, Malang Takdirmu
Part 4.2 : Oh Ibu : Mandi Bersama Ibu
Part 5 : Bu Asmi
Part 6 : Inspektur Arif
Part 7 : Desa Dorosewu
Part 8 : Ajian Nogo Gombyok
Part 9 : Laskar Teratai Hitam
Part 10 : Hanya Seorang Bocah
Part 11 : Mulai Berlatih
Part 12 : Kawan atau Lawan?
Part 13 : Duel Dua Naga
Part 14: kegalauan Pras
Part 15: Keisengan Membawa Petaka
Part 16 : Pembalasan Bambang Kijang
Part 17: Gugurnya Sang Menjangan
Kiranya cerita ini bisa menambah khazanah permesuman kita. Apabila mendapat respon baik, maka nubi akan semakin bergairah untuk menulis. Salam crot sampai tuntas,
KARENA H.A.S.R.A.T HARUS DIBAYAR T.U.N.T.A.S
Part 1 : Kami bukan PKI
Malam itu sungguh malam jahanam. Malam yang tidak akan aku lupakan. Malam dimana Mas Tomo, kakakku satu-satunya dibunuh dengan keji, setelah mati-matian mempertahankan kehormatan keluarga. Mas Tomo, yang selama ini menjadi andalan keluarga sekaligus pemimpin mereka yang tertindas, harus meregang nyawa, hanya karena berebut kekuasaan. Ternyata di negeri ini, kekuasaan lebih berharga daripada nyawa.
Malam itu juga adalah malam terkutuk, yakni ketika ibuku dijadikan layaknya mainan. Diperkosa, diperbudak, disiksa, seperti hewan buruan. Mereka merogoh tubuh ibuku, menindihnya dan menistanya. Semua lubangnya dimasuki segala macam barang. Bukan hanya itu, mereka memaksa ibu menari sepanjang malam dan hingga puncaknya, ketika pagi hari, mereka memanggil anak-anak kecil yang tak lain adalah murid ibuku sendiri untuk bersama-sama menikmati tubuh ibuku.
Mereka memang iblis. Orang-orang jahat yang tidak punya perikemanusiaan. Dengan biadab mereka membakar rumah kami dan merampas semua harta benda kami. Apakah kesalahan kami? Apa mereka lupa pada Ki Darno Suromenggolo, lurah sekaligus mantan pejuang kemerdekan yang adalah kakekku. Andai kakek dan ayah masih hidup, pasti mereka tidak akan berani berbuat demikian.
Kakekku, Ki Darno adalah pejuang kemerdekaan sekaligus pemimpin yang disegani. Awalnya beliau hanyalah seorang Pandito yang bertugas memimpin sembhayangan. Tapi amarahnya memuncak ketika tahu Jepang membuat Rakyatnya menderita. Dengan kekuataan Ilahi, beliau memimpin pasukannya yang pada dasarnya hanyalah kaum buruh pabrik gula dan petani miskin. Dengan gagah, Ki Darno menumpas para tentara Dai Nippon itu.
Api berkobar semakin meninggi, disertai dengan suara dan teriakan.
“Bunuh PKI, bunuh PKI, dasar anak PKI!”
“Habisi saja, ganyang, bakar semuanya!”
“Hancurkan, gantung mereka! Dasar PKI!”
Orang-orang berteriak kesetanan. Mereka mengacungkan tongkat dan pedang. Lalu setelah selesai membakar rumah dan kandang ternak kami, beberapa mereka mendatangi kami. Aku ingat waktu itu, kami seperti sedang akan menemui ajal. Aku, ibu, mas Tomo benar-benar berada dalam bahaya.
Apakah kami PKI? Tentu bukan. Hanya karena menolak memilih Pak Qodir Jalal sebagai lurah, bukan berarti kami PKI. Ya, ini semua berawal dari pilihan lurah. Mas Tomo, calon kuat lurah di desa kami berhadapn dengan Qodir Jalal Ahmad, pengusaha kaya raya sekaligus dedengkot Partai Penegak Kebenaran (PPK) yang berlambang bulan sabit hitam.
Hujang gerimis turun membasahi tanah malam itu. Mas Tomo dengan bersenjatakan sebuah samurai berusaha menghalau mereka. Dua puluh lelaki beringas. Mereka rupanya belum puas setelah membakar rumah kami. Kali ini, kamilah sasarannya.
“Hei lihat, lonte itu makin bikin aku ngaceng.” Seru Ali.
“Hahaha, makin kamu nangis kamu makin cantik, Bulek hahaha.” ujar seorang pria yang mukanya penuh codet. Namanya Bahrul. Demi mendengar itu semua, ibuku hanya bisa menangis tersedu.
Omongan dua pria bangsat, Ali dan Bahrul membuatku naik pitam. Ali adalah tetangga kami, seorang pengangguran yang tidak berguna. Dua kali dia berusaha memperkosa ibuku tapi gagal. Sedang Bahrul adalah keponakan ibuku, sepupuku. Dia sering mengintip ibuku mandi. Dia memang terkenal cabul, bahkan ibunya sendir dia perkosa dan dia jadikan budak seksnya bersama teman-temannya.
“Bangsat, maju kau Ali, biar kurobek mulutmu”, Mas Tomo meloncat menyabet tubuh Ali dengan samuraii andalannya. Sabetannya meleset, Ali bisa menghindar. Tapi tidak yang kedua. Mas Tomo melakukan sabetan secara horizontal. Perut lelaki bersorban itu terluka. Darah muncrat membasahi bajunya. Tetapi tiba-tiba para lelaki yang lain datang menolong. Mereka menerjang Mas Tomo. Para bangsat itu memang hanya berani keroyokan.
Tetapi Mas Tomo ternyata tidak gentar. Dengan hanya bersenjata sebilah pedang samurai pusaka dari Kakek, ia berhasil melumpuhkan sebagian dari mereka. Samurai itu bukan samurai sembarangan. Mas Tomo mendapatkannya dari kakek, dan kakek menerimanya dari seorang serdadu Jepang yang pernah bertugas di Kalimantan. Katana yang bertuliskan huruf kanji yang berarti “Dengan kekuatan Dewa, angkara murka akan musnah” itu telah menjadi saksi dari banyak pertempuran hebat. Perang Dunia 1 dan 2, Perang Asia Timur Raya hingga Revolusi Kemerdekaan.
“Arggghhhh, bangsat kau Tomo! Ahmad Dhoni tewas dengan leher putus.
Jurus Garuda Menyabet Semesta dari Mas Tomo memang luar biasa. Hanya beberapa kali gerakan, Dhoni mampus. Preman andalan Angkatan Muda PPK. Semasa hidupnya, Dhoni dikenal sebagai seorang morphinis yang gemar bermain dengan pelacur. Rumah tangganya kacau. Anak-anaknya terlantar. Bahkan sahabat istrinya sendiri ia jadikan istri keduanya.
“Anjing………….”, Thoriq yang kemudian menjerit. Lelaki sok jagoan yang juga anggota perguruan Matahari Kembar ini tersungkur, setelah kaki kirinya menjadi mangsa katana Mas Tomo. Kali ini Mas Tomo menggunakan jurus Singa Membawa Petaka. Thoriq yang tadinya jumawa karena telah menguasai jurus Belitan Ular Memangsa Malaikat akhirnya tersungkur Padahal dia adalah dedengkot jawara dari Perguruan Matahari Kembar, yang sering dipelesetkan menjadi Perguruan Bukit Kembar, karena banyaknya skandal di dalamnya. Perguruan yang tersohor karena dilindungi oleh para bupati dan tokoh PPK itu memang menjadi musuh bebuyutan Perguruan Satrio Buddhi.
Tiba-tiba seorang yang bernama Abdul memukul Mas Tomo dari belakang dengan menggunakan sebatang besi. Mas Tomo tersungkur. Pukulan itu tepat mengenai tulang belakang Mas Tomo. Abdul tertawa terbahak-bahak. Lalu ia menyeret tubuh Mas Tomo dan melemparkannya ke hadapan aku dan ibuku yang sudah hampir bugil. Hanya celana dalam hitam menutupi lubang kemihnya. Sedang payudaranya yang masih sangat kencang menantang, terpampang dengan bebas. Membuat para bangsat itu menjadi lebih beringas.
Terakhir diubah: