Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karena Hasrat Harus Dibayar Tuntas

Status
Please reply by conversation.
gas lagi huu,, cerita masa lalu bu guru dan muridnya sepertinya menarik.. kalo boleh diperbanyak hu
 
Jelek y? Atau ga seru?
Bukan begitu suhu, menurut saya update nya baru penghubung atau klue atau spoiler ke part selanjutnya, rasanya baru pengenalan tokoh baru dan pengenalan konflik lanjutan. Hehe
Atau aku komennya boleh dibaca "lanjutkan suhu" atau "updatenya jangan lama2 suhu" atau "penasaran sama kelanjutannya", begitu?
:ampun:
Atau karena satu dan lain hal saya lagi g konsen waktu baca update tadi, dan memaksakan meninggalkan jejak.. Wkwkwk
#amfuuunSuhuu
 
Bukan begitu suhu, menurut saya update nya baru penghubung atau klue atau spoiler ke part selanjutnya, rasanya baru pengenalan tokoh baru dan pengenalan konflik lanjutan. Hehe
Atau aku komennya boleh dibaca "lanjutkan suhu" atau "updatenya jangan lama2 suhu" atau "penasaran sama kelanjutannya", begitu?
:ampun:
Atau karena satu dan lain hal saya lagi g konsen waktu baca update tadi, dan memaksakan meninggalkan jejak.. Wkwkwk
#amfuuunSuhuu
Gpp kli kan ente yg jd pmeran utama, hihihi....iy nnti ada beberapa cerita konektor ky gini sich.
 
Sambungan

Part 7 : Desa Dorosewu


Desa Dorosewu adalah sebuah kampung tua yang menyimpan banyak kisah. Tempat itu juga sering disebut sebagai tanah air trah Suromenggolo. Sejarah membuktikan, Desa Dorosewu yang dulu disebut sebagai Kutonegoro tidak pernah tunduk pada kerajaan manapun. Tidak Majapahit, Demak, Mataram, bahkan Belanda. Hanya Jepang yang mampu nyaris menguasai desa ini.

Ada dua versi kenapa desa ini disebut Dorosewu. Pertama, karena di desa ini, hampir semua wanitanya adalah wanita sundal, wanita pelacur. Mereka ini disebut dara atau doro. Jumlahnya ribuan.

Ada desas-desus yang mengabarkan, Jepang bekerjasama dengan Bupati waktu itu untuk memberdayakan wanita Kutonegoro sebagai pemuas titit para prajurit Jepang.

Versi kedua, di tempat inilah para pejuang revolusi melatih doro atau merpati pos.

“Untuk apa melatih merpati, ibu?”

“Untuk mengirim pesan, Wira.”

Berkat semua peristiwa itu, Desa Dorosewu termasuk desa yang disegani. Desa ini juga terkenal sebagai desa pemberontak, karena menolak mengakui Jenderal Artawan sebagai presiden. Walau begitu, ternyata sekarang Dorosewu sudah banyak berubah.

Ratri tertegun. Terakhir ia menginjakkan kaki di Dorosewu adalah sepuluh tahun lalu, ketika mempelajari Ajian Sari Kenongo yang membuatnya wajahnya tampak awet muda dan cerah selalu. Juga Mustika Nagakusuma, yang membuatnya empotan meki dan anusnya nikmat tiada tara.

Waktu itu, tepat di sisi gapura desa, berdiri dua buah patung kokoh. Yang kanan Kakek Nogoireng, yang kiri Kakek Durno. Sedang hampir di semua halaman rumah, berdiri sanggar pemujaan, berupa sebuah pohon besar perlambang perlindungan dari Shang Maha Agung, dua buah batu (besar dan kecil) perlambang jagad gede dan jagad alit dan cobek tanah liat tempat orang-orang menaruh menyan, dupa dan sesajen perlambang ucapan syukur pada Shang Hyang Pranata Jagad.

Lalu di depan pintu rumah, dua buah bendera yakni merah putih atau yang orang Dorosewu sebut gulo-klopo dan bendera Perguruan Satrio Buddhi menempel di dinding. Juga foto raksasa BK yang menghiasi setiap ruang tamu, walau presiden secara resmi adalah Jenderal Artawan.

Tapi kini semua berubah. Tidak ada lagi bendera Satrio Buddhi, juga dua patung dari tokoh legendaris trah Suromenggolo tak nampak. Pun demikian, hanya satu dua rumah yang masih memiliki sanggar pamujan. Bahkan yang mengejutkan, ada banyak umbul-umbul bulan sabit hitam milik PPK berbaris rapi di kanan kiri jalan desa. Ratripun bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan Dorosewu.

Ia menuju ke rumah Kakek Nogoireng. Walau sudah sepuluh tahun berlalu, tetapi ia masih ingat betul jalan menuju rumah itu. Disitulah, ia memohon restu Kakek Nogo sebelum menikah dengan Hartov. Dan mempelajari ajian surga dunianya.

“Ah…..panas…..panas….nyai….”

“Bertahanlah….semua gadis Pandanwangi yang menikah dengan turununan Gusti Purbo harus menguasai ilmu ini. Sebelum dirimu, alharmum Pramitha si gadis Cina itu juga mempelajarinya.”

“Mbak Mitha juga? Pantas saja banyak pria yang tergoda.”

“Bahkan wanita lesbi juga akan melirikmu. Syaratnya kau harus memiliki kecantikan alami, karena ajian ini hanya penguat dan pengawet….”

“Tapi pa…..nas….nyai…”

“Iya, buka lagi anusmu…….lebih lebar…..nah begitu. Sekarang telan ya. Ini ramuan kuno Suromenggolo. Penjamkan mata, rasanya seakan disodomi kontol kuda…”

“AMPUUUUUUUUNNNN…………..ah…ah…yes…….ah….”

“Bagaimana Ratri, tahan ya….sekarang terlentang. Nyai akan memijat tujuh titik Shaktimu. Kau aturlah nafasmu….”

“Ah……nikmat nyai….”

“Ya, ini tak akan lama…..asal kau masih perawan maka…..”

Ratri ingat betul, tiba-tiba Nyai Gambyong Empal berhenti memijat begitu melihat meki Ratri. Nenek tua itu kemudian terpejam, lalu mengelus belahan memeknya. Ia sempat berdehem.

Keringat Ratri menetes, bahkan seperti banjir. Mukanya pucat pasi. Suasana jadi beku. Setelah cukup lama, Ratri memberanikan diri bertanya.

“Ada apa Nyai Empal….?”

Nyai empal menggeleng-gelengkan kepalahnya. “Sudah…..jangan beritahukan pada siapapun. Kita teruskan. Setelah ini kau akan belajar ilmu empot nogo. Gunakan itu untuk melayani Hardjono. Ingat, hanya Hardjono suamimu!”

“Hamba nya….terima kasih Nyai….”, Ratri menangis.

Itu adalah memori sepuluh tahun lalu, tepat sehari sebelum malam pertama antara dirinya dan Hardjono.

Hampir lima belas menit berlajan, akhirnya ia sampai ketempat yang dituju.

“Ibu yakin ini tempatnya?”

“Harusnya iya…..”

Rumah Kakek Nogoireng yang ia kenal telah berubah menjadi kantor Partai Penegak Kebenaran (PPK). Sebuah foto raksasa Jenderal Artawan yang sedang tersenyum menyambut dua insan yang sedang melongo itu. Hampir semenit mereka melongo, sampai mereka tidak sadar ada dua orang yang mengawasi mereka. Kedua orang itu kemudian mendekati Ratri dan Wira.

“Hei, siapa kalian?”

“Kami….kami….”Ratri terbata-bata. Nyawanya belum terkumpul.

“Heiiii, Darto… Budhe Pipik….disini.”

“Kau kenal dua orang ini Pras?”

“Iya, mereka saudaraku dari Semarang. Ini Darto dan ini Pipik Syaukhani ibunya. Ayo mari saya antar. Budhe harusnya menunggu di depan gapura saja. Maaf, kapten merepotkan.”

“Ya, sana.”

Setelah pria itu menyeret Wira dan Ibunya cukup jauh, Ratri bertanya.

“Siapa kau?”

“Diam. Aku tak tahu siapa kalian tapi aku tahu, kalian pasti mencari Kakek Nogo kan?”

“Sekali lagi, siapa kau?”

“Aku Pras, cucu kakek Nogo. Ayo, kita ke rumahku dulu.”

Sesampai dirumah, pria itu memperkenalkan diri.

“Namaku Pras, aku cucu kakek Nogo. Aku seorang Suromenggolo walau bukan keturunan asli Gusti Purbo.”

Lalu Ratri menceritakan semuanya. Walau sedikit tak percaya pada pria yang baru saja ia temui, tetapi ia tak punya pilihan lain.

“Huft, sebenarnya hal itu juga terjadi di Dorosewu.”

“Apa? Tetapi bukankah Kakek Nogoireng orang hebat?”

“Ya, tetapi ia tak bisa melawan takdir. Istrinya mengkhianatinya. Ia meracun kakek Nogoireng, lalu menyerahkannya pada pejabat PPK. Ketika akan dibawa ke Surabaya untuk diadili, Kakek Nogoireng memberontak. Ia berhasil lolos, tetapi kemudian menghilang.”

“Menghilang?”

“Iya, lenyap. Mungkin beliau sudah mukti. Tidak ada yang tahu.”

“Lantas bagaimana denganku, Ibu?”

“Memangnya ada apa adik kecil?”

“Kami ingin meminta Kakek Nogo mengajari Wira ilmu silat Satrio Buddhi.”

“Hah? Anak lemah macam ini mau belajar ilmu silat? Kau pasti bercanda, Ratri…hahaha”

“Kau menghina anakku?” Ratri terlihat marah!

“Maaf, maaf sayang. Tapi….aduh bagaimana ya…..hanya seorang Suromenggolo yang bisa belajar ilmu silat Satrio Buddhi. Bahkan keturunan Pandanwangi sekalipun akan kesulitan jika ia bukan keturunan Suromenggolo.” Prasetyo mengejek halus sambil terus memandang dada Ratri. Sudah sejak awal, ia kagum pada Ratri. Kulit yang mulus, wajah keibuan yang menawan dan bodi yang indah. Sungguh benar-benar keturunan Pandanwangi.

Ratri berdiri. Payuduranya membusung. Prasetyo makin ngiler.

“Pertama, aku bukan sayangmu. Kedua, Wira adalah seorang Pandanwangi sekaligus Suromenggolo, bahkan trah langsung Gusti Purbo dari Lurah Durno!”

“Baik….baik….aku minta maaf…” Prasetyo kelimpungan. Ia kemudian memanggil istri-istrinya. Raisa dan Isyana, “Sayang, apa makan malam sudah siap?”

“Sudah, pak’e”

“Ayuk kita makan dulu.”

Setelah makan, Pras mulai bercerita.

“Sebenarnya….kakek Nogo masih hidup.”

“Apa…”

“Iya, kalian tidak usah terkejut. Aku yang menyembunyikannya. Setiap Minggu, aku mengantarkan makanan untuk beliau. Tapi tempatnya tersembunyi. Tidak semua orang mau ia temui.”

“Lalu bagaimana dengan Wira?”

“Jika ia memang Suromenggolo, pasti kakek dengan senang hati menerimanya.”

“Baik, kita lanjutkan besok. Aku akan memperbaiki mobil tua brengsek itu, lusa aku akan antar kalian ke sana. Ratri kau tidur di kamar sebelah. Wira kau bisa tidur di belakang.”

“Kenapa kami dipisah?” Wira protes.

“Kenapa kau takut? Dasar lemah. Suromenggolo tak mengenal takut….hahaha”

Malam itu, dengan terpaksa berpisah dengan ibunya.Padahal ia sudah membayangkan bisa tidur sambil nenen ke tetek ibunya. Atau jika ia beruntung, bisa menjilati meki ibunya.

Malam itu Dorosewu seakan lebih dingin dari biasanya. Wira tak bisa tidur. Berkali-kali ia menggigil kedinginan. Lalu iapun berpikir untuk menyelinap kekamar ibunya dan memeluk tubuh semok ibunya itu. Seluruh anak pernah mengentot ibunya, masak dia sendiri belum. Begitu pikirannya.

Maka dengan perlahan ia masuk ke rumah utama. Ia dekati pintu ibunya. Ia terkejut, ada beberapa selop di depan pintu. Penasaran, ia intip melalui lubang pintu.

“Ah….begitu….iyah…..sedot terus….ah….mulut gadis trah pandanwangi memang hebat….”

Slurppp….slupprhhhh sluprhh….

“Sudah?”

“Sedikit lagi, Ratri…..ah….agak naik sayang, aku mau meremas toketmu….”

“Ingat, aku bukan sayangmu…”

“Iya, tapi kau lonte….udah cepat hisap lagi!”

Ratri menurut.

“Ah….jangan keras-keras….putingku masih nyeri….ahhhn..noooo”

“Masak….waw, puting Pandanwangi memang hebat. Mungil dan merah merona….”

“Ahhhh….slurpppp….slurppp…ahhhhh…”

“Sudah sekarang duduk, aku mau disepong sambil berdiri.”

Ratri mengangguk. Kali ini ia duduk. Setelah berdiri, Pras menyerahkan rudalnya untuk diemut. Ratri sebenarnya tidak terlalu suka. Tapi demi Wira, ia rela melakukan ini.

“Slurpppp kloppp slurrrrrrppppppppppppppp” Ratri menyedot panjang rudal Pras. Ia kemudian menggunakan ajian ngrogoh lego, yakni mengulum penis hingga masuk tenggorokan.

“Bangsat….enak…trus….ah….”

Ratri memaju mundurkan kepala Ratri, kemudian mengambil beberapa helai rambut hitamnya untuk ia cium.

“Lonte setan, pantas orang-orang tergila-gila ngentot kamu….ahh….aku mau keluar………telan ya….”

Ratri mengangguk. Ia makin gila. Ia sedot makin dalam, ia telan bulat-bulat penis itu hingga ke tenggorokan.

Lalu, setelah setengah jam, Pras memuntahkan pejunya. Ratri menelan semuanya. Bahkan setelah itu ia masih sempat membersihkan sisa pejuh di batang penis, jembut dan seprai. Pikirnya, Pras masih keturunan Suromenggolo. Ia tahu, peju Suromenggolo sangat berkhasiat untuk stamina dan kesehatan.

“Sudah sekarang pergilah!”

“Hei, aku belum mencoba empot nogo mekimu.”

“Apa, kau berjanji hanya meminta oral!”

Lalu tangan kanan Pras meraih leher Ratri, menciumnya. Ratri awalnya menolak, tapi begitu lidah Pras sudah masuk ke mulut Ratri, ia menikmatinya, bahkan mengimbanginya.

“Kau Pandanwangi, aku Suromenggolo. Turuti perintahku, atau kau kutendang kembali ke desamu!”

Akhirnya malam itu, Wira hanya bisa menangis. Ia lihat ibunya dengan setengah hati melayani nafsu pria laknat itu. Pertama gaya anjing kawin. Luar biasa, Ratri kalah. Ia menggelepar. Kemudian dengan gaya duduk. Pras duduk di kursi, dan Ratri menggenjot di atasnya. Lalu dengan gaya berdiri. Pras berdiri, Ratri melingkarkan kaki di pinggangnya, sambil menyatukan mekinya dengan kontol Pras.

Tiga kali Ratri tumbang. Ia menangis sekaligus bahagia.

“Bagaimana, enak kan lonte?”

“Sudah pergilah!”

“Belum. Emut kontolku lagi!”

Ratri menurut. Ia emut, jilat dan telan penis raksasa Pras. Ukurannya seimbang dengan milik Abdul.

“Berhenti. Sekarang tidur!”

Ratri lagi-lagi menurut.

Lalu Pras semprotkan semua pejuhnya ke muka Ratri. Ia menangis. Pras tertawa. Wira semakin rendah diri.

“Besok aku antar kalian ke Kakek Nogo. Tetapi, layani aku sekali lagi ya, pecun!”

Wira cepat bersembunyi di balik guci besar di sisi pintu, sebelum Pras membuka pintu. Ternyata ia tidak memakai baju. Berarti sebelum masuk kamarpun, ia sudah bugil.

“Hei, Wira! Jadilah kuat! Suromenggolo tidak ada yang bersembunyi ketika ibunya dientot, hahahaha….”

Malam itu Wira mengabiskan waktu dengan menangis semalaman. Air matanya banjir bagai air bah. Ia bayangkan betapa menderitanya ibunya harus dientot Pras demi agar bisa bertemu Kakek Nogo. Wirapun bertekad agar bisa mempelajari Ilmu Satrio Buddhi dan menjadi pendekar hebat. Lalu membunuh semua orang yang telah menyakiti ibunya.

Sedang di tempat lain, ibunya tertidur pulas. Ia tidak sabar menunggu datangnya matahari agar ia bisa bercinta kembali dengan pemerkosanya. Akhirnya meki Pandanwanginya bertemu kontol yang tepat.
 
Terakhir diubah:
:elu:
Woooyy TS, kapan aku dapet ena ena?

Ttd

Pemeran utama




---
Update ini jauh berkembang, bagus, :tepuktangan:
banyak guyonan dan plesetan nama atau jurus kayaknya, yang saya inget ada nama nyai (nama depan) empal. Empal nampak plesetan yang familiar, empal brewok? :ngakak
 
Oh iya maaf sama saran dikit nih kalo boleh hu. Eksplor bo'olnya udah cukup banyak, mungkin bisa dikurangin atau diganti eksplor bagian tubuh yang lain. Soalnya jadi eneg, kebayang sakit & joroknya pas bacanya hehehe :pandapeace:

Lanjutkan hu. Suka ama latar ceritanya. Kayak baca Ronggeng Dukuh Paruk aja, jaman-jaman orang dituduh PKI.

Setuju hu, udah mulai bosan, dengan bool ratri yg binal... lanjut eksplore meki please :kk:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd