Sambungan....
Part 2 : Percabulan Liar dan Gugurnya Mas Tomo
“He,Abdul, katanya kamu pernah ngentot sama lonte satu itu, piye rasane?”
“Ga usa aku ceritain, abis ini rasain aja. Pantatnya itu, bikin merem melek!”
Abdul memang bajingan. Tukang ijon kaya raya ini memperdaya ibuku. Lima tahun mereka berpacaran. Dua bulan ini, dia selalu meminta jatah pijat dari ibuku. Memang selain guru, ibuku adalah juga tukang pijat pribadinya.
Sedari muda ibu memang terkenal pintar memijat. Langganan utamanya adalah Abdul. Setiap selesai pijat, dia selalu meminta layanan tambahan. Ibuku dengan senang hati memberikannya, bahkan termasuk menyerahkan lubang duburnya, yang menurut gosip adalah lubang paling nikmat di desa ini. Ibu dengan sukarela melayani pemuda bangsat itu, karena ibu mengira, Abdul akan mencintainya.
“Ayo sayang yang keras dong sedotnya, aku suka.” Perintah Abdul pada ibuku. Ibuku hanya mengangguk sambil terus menyedot kontolnya, kontol hitam yang besar.
“Nah gitu dong. Sekarang kamu nungging”. Lagi-lagi ibuku mengangguk. Dengan perlahan ibuku nungging dilantai. Tanggannya masih terikat ke belakang. Memang Abdul suka mengikat tangan ibuku ketika sedang bercinta.
“Ahhh yess, enak sekali ahhhh pantatmu selalu enak” ceracau bajingan itu. Sedang ibuku hanya meringis, wajahnya menunjukkan dua ekspresi, kenikmatan sekaligus rasa sakit. Sambil terus menggenjot pantat ibuku, biasanya Abdul akan menghina ibuku.
“Kau lonte murahan, lonte gratisan. Guru cabul. Inget ya, abis ini aku jual kamu ke orang-orang. Tapi jangan kasih lubang dobol kamu. Ini buat aku. Paham….ashhh ahhh paham lonte bangsat.”
“Iya ahhh iya ndoro……ahh iya ……ndoro”
“Iya apa, dasar memek tembem” lalu ia biasanya menjambak rambut ibuku.
“Iya nggg…..ashhh awww ndoro, ahhhh nooo ahhh lubang yess dubur hamba hanya untuk ndoro, awwww ahhhhh enak ndoro tapi jangan keras-keras”.
Begitulah ibuku, sering aku melihat mereka bercinta di belakang mushala atau di semak-semak pinggir kali. Ibu selalu menuruti permintaan Abdul. Awalnya hanya menjadi juru pijatnya. Maklum, sebagai murid kyai Hamdan dia sering menemani gurunya berkeliling. Alasannya badanya sering capek, maka ia menyewa ibuku yang sebelumnya juga adalah gurunya ketika SD.
“Apa warna pantatnya?”
“Hitam, tapi lubangnya merah, sedotan pantatnya enak, lebih enak dari Asmi, istri pak camat.”
“Iya, kata anakku, lonte satu ini pantatnya bener-bener ahli.”
“Lo, anakmu? Si Zainudin? Dia kan muridnya? Masak murid ngentot guru?”
“Awalnya katanya dia ga mau, trus Zai ma temen2nya nyekokin lonte ini pake ciu. Trus dientot rame-rame di kelas.”
“Gendheng, anak kelas 4 SD aja dah ngrasain, masa kita engga.”
Nasib ibuku memang naas. Berkali-kali ia diperkosa oleh murid-muridnya sendiri. Selain dengan cara dicekoki obat atau minuman, ibu juga sering diperkosa ketika sepulang memberi les atau memijat. Aku inget cerita ibuku, setelah mengajar olahraga dan akan ganti seragam, dua orang murid datang kepadanya. Mereka memaksanya menenggak semacam minuman. Ibuku kemudian merasa melayang, lalu pingsan. Ketika bangun, ia merasa capek dan sakit. Memeknya berdarah dan lubang pantatnya basah. Ternyata mereka membuat ibu seperti terangsang lalu mengentotnya beramai-ramai. Sasaran mereka adalah lubang pantat ibu, yang nampaknya sudah tersohor kelezatannya. Setelah itu murid-murid ibuku menelantarkan ibuku tanpa pakaian sehelaipun di depan pagar sekolah.
“Udah, kita bunuh anaknya dulu, trus kita entotin ibunya sampe pagi.” Seorang pria terdengar mengajak pada kerumunan iblis itu.
Malam itu, sungguh malam jahanam. Malam yang jadi saksi, bagaimana ibuku, seorang guru SD yang terhormat, dijadikan budak seks oleh mereka. Dari malam hingga pagi, ibuku dipaksa melayani nafsu puluhan laki-laki itu. Bejat!
Tidak hanya kontol mereka, mereka juga memaksa aku dan mas Tomo menyetubuhi ibu kami sendiri. Lenguhan, jeritan, desahan dan teriakan kami membahana memenuhi langit. Malam itu mereka seperti kiamat.
“Ayo Tom, sodok terus. Kayaknya ibumu masih kuat, hahahaha” Ejek Zahrul, mantan murid ibuku yang berprofesi sebagai polisi desa. Nampak Mas Tomo menggenjot ibuku dengan posisi anjing kawin. Ibu mendesah panjang. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
“Maaf ya bu, mereka berjanji akan membiarkan ibu dan Wira hidup, asal aku mau menyetubuhi ibu”.
“Ah, tidak ahhhhh apa-apa nak uhhhhh…..uh…..tapi tolong jangan remas teteknya terlalu kencang. Tadi Ahmad mengggigit putting ibu sampai berdarah.”
“Baik bu, ahhhh ashhhhh……ahhh bu aku keluar. Bu boleh aku keluarkan di dalam”
“Iya nak, ahhh semprotkan pejuhmu ke rahim…………ahhh ra…..himmmmmm ibumuuuuuu”.
Mas Tomo melanggar nazarnya. Ia sebenarnya sudah bersumpah tidak akan bersetubuh sebelum ajian "Amarah Melebur Jagad" ia kuasai. Tetapi kini, setelah diancam oleh puluhan iblis anak buah Qadir Jalal Ahmad, Mas Tomo terpaksa melanggar sumpahnya. Akibatnya, kewaspadaannya berkurang, kekuatannya luntur dan jurus-jurusnya lenyap.
Setelah sekitar satu jam berpacu dalam nafsu, Mas Tomo dan Ibu tergelepar tak berdaya. Untuk sekian ratus kalinya ibu berejakulasi. Sedang ini pertama kali dalam hidupnya, Mas Tomo merasakan nikmatnya langit ke tujuh. Mereka berdua lemas. Semua orang lemas. Semua bergelimpangan tidak berdaya. Tiba-tiba Saiful berdiri. Dia ambil sebatang tombak dan dia hujamkan tepat ke jantung Mas Tomo.
“Tidakkkkkkkkkkkkkkkkk”
Aku menjerit kencang.
Bajingan, biadab, jancok!
Kalian tidak sadar, kesalahan terbesar kalian, membiarkanku hidup. Pikir mereka, hanya setelah membunuh mas Tomo, mereka merasa tidak ada ancaman lagi. Salah, salah besar! Aku, Wira Surapita, anak dari R.M Hardjo Suromenggolo dan adik dar Hartomo Surodarpito, akan membuat kalian menderita.