Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karena Hasrat Harus Dibayar Tuntas

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Dubur dulu, gan. Eh salah, libur kamsudnya. Liat Timnas, geh. Ohya, survey lagi yuk.

Mana yang lebih seru, sosok Ratri yang....

1) ...memang binal sejak dalam kandungan.

2) ...aslinya alim, tapi karena 'sesuatu' hal jadi binal.

3)....jawaban sendiri...

Jawaban anda menentukan siapa Ratri sebenarnya....


buseeeeeettt...makin greget nih cerita hahaha

tokoh bu Asmi mantappp..jadi doi salah satu antagonis ya?bu Asmi jangan dijadiin budak mas bro,doi memang doyan kontol tapi tetep jadiin doi wanita dominan
kyy seru


untuk tokoh Ratri,ane sih pilih no 1,emang udah binal sejak awal tapi selama ini jaim krn kebangsawanan nya,tapi lama2 jebol juga

kekuatan Ratri adalah kelemahan nya,dia tunduk sama pejantan yang perkasa,tapi dia bisa dengan mudah dia tinggalin si pejantan demi tunduk ke pejantan lain yang lebih perkasa lagi wkwkwk


sedangkan si Ibu,cuman tunduk sama anak nya saja



selain tokoh2 itu,boleh lah masukkan figuran2 yang karakter nya bebas,misal nya karakter lonte yg mau dipake siapa aja



lanjutkan bro
 
Mantap jurus2nya hu, lanjutkan perjalananmu wira
 
Sambungan....

Part 6 : Inspektur Arif

Perjalanan ke Dorosewu sangatlah jauh. Jika menggunakan mobil, setidaknya dibutuhkan waktu dua jam. Sedang dua tokoh kesayangan kita, Wira dan Ratri harus berjalan kaki. Selain itu, mereka juga memilih untuk melewati hutan dan menjauhi penduduk.

“Ibu, aku lapar.”

“Kau ini, seharusnya sebagai seorang lelaki tidak boleh lemah seperti itu.”

“Tapi aku lapar ibu.”

“Baiklah, kita akan cari makanan.”

Akhirnya dua insan yang baru saja mengalami tragedi yang memilukan itu menemukan sebuah rumah. Setelah yakin pemilik rumah adalah orang baik, Ratri mencoba mengetuk pintu. Tampaknya seorang kakek tua renta tapi dengan perawakan tinggi kurus.

“Kulo nuwun, Ki, kami musafir yang ingin menuju Dorosewu di kaki gunung Lawu. Kami kehabisan bekal dan sangat lelah. Jika tidak merepotkan, bolehkah kami menumpang meminta air.”

“Silahkan, Nyai. Saya dan isteri saya akan dengan senang hati menyambut Nyai dan Ananda berdua. Kebetulan cucu semata wayang kami sedang tiba berkunjung dari ibukota. Kalau boleh tahu, Nyai berasal darimana?”

“Kami berdua dari Suromenggalan, Ki?”

“Siapa itu, kek?”

Tiba-tiba terdengar suara seorang pria. Dari suaranya, pria ini terdengar sangat berwibawa. Ratri sempat termenung. Ia berpikir sejenak. Suara ini nampak tidak asing baginya. Tidak seberapa lama, sang pemilik suara keluar.

“Bu guru?”

“Arif?”

“Bu guru kenapa bisa kemari?”

Suasana membeku. Ada kesedihan dari Ratri yang ingin tertumpah. Kegalauan dan kepedihan yang akan membuncah.

Singkat cerita, Ratri dan Wira menikmati sarapan yang luar biasa. Ternyata kakek dan nenek Amir sangat pandai memasak. Menunya sederhana, sayur asam, ikan tongkol dan tempe mendoan. Ditambah sambal bawang, lalapan kobis dan kerupuk puli.

“Baiklah, bu guru, Wira, setelah ini saya akan mengantar kalian ke Dorosewu.”, ujar Arif sembari menyedot kretek favoritnya, Kembang Tandjoeng Cigaret.

“Terimakasih, Arif. Dari dulu kau tidak berubah. Selalu ringan tangan.”

Mereka bertiga kemudian melaju. Sepanjang perjalanan, Ratri menceritakan semuanya. Suaminya yang mati dibunuh di penjara, anak tirinya yang ditombak hingga tewas dan rumah mereka yang dibakar. Ada rasa percaya yang terbit dari dalam sanubari wanita berusia 35 tahun itu. Wanita yang sudah kehilangan kepercayaan diri sekaligus harga diri. Bagaimana tidak, ia kini sudah jadi seorang sundal, seorang budak seks yang telah dirogol oleh ratusan orang.

Tak henti-hentinya Arif merokok, mengembuskan asap putih dari kretek kesenangannya. Andaikan tidak merokok, maka ia sah menjadi lanang sempurna. Tidak minum, tidak bertato, memiliki karir yang bagus dan hati yang baik. Kontolnya pun diatas rata-rata. Ratri mengetahuinya karena pernah mengintip mantan murid SMPnya itu ketika selesai olahraga.

“Waw, masih SMP sudah sepanjang itu. Hampir menyamai Abdul.” Ujar Ratri lirih sambil tangannya sibuk mengkobel vajrinya sendiri. Ia sedang berada di dalam lemari. Ia telanjang bulat, setelah dientot Abdul di ruang ganti. Belum sempat memakai bajunya lagi, Arif sudah masuk ruangan.

Jika Ratri terbayang rudal Arif yang ia yakini sudah bertambah panjang, maka berbeda dengan Arif. Muhammad Arif Chaniago, adalah seorang pria yang teguh hatinya. Pikirannya lurus dan jiwanya bersih. Tentu itu semua tidak menurun dari ibunya, Siti Maesaroh, seorang pelacur dan budak seks Qodir Jalal Ahmad dan anak-anak Mentari Kembar.

Arif lahir di pulau seberang. Ayahnya, Yunus Chaniago adalah seorang veteran perang gerilya. Setelah berdinas bertahun-tahun di Indonesia Timur, Yunus dipindah ke Suromenggalan untuk menikmati masa pensiunnya.

“Ada satu tugas terakhir untukmu, Letnan. Habisi para komunis di Suromenggalan!”

“Siap, Komandan!” Yunus menjawab mantab.

Arif dan ayahnya memiliki hobi yang sama. Gemar berburu, suka berkuda dan sangat menggandrungi novel perang. Arif memang cerdas sekaligus baik hati. Sangat berbeda dengan ibunya.

“Ibu, apakah ibu di dalam?”

“Ah….Arif….kau ahh…sudah pu….pul…ang sayagg…..yessss.”

“Iya bu, Bu Ratri sakit. Kami pulang pagi. Ibu sedang apa di kamar?”

“Ah……ibu…..sedang meng….mengoral…..eh…mengobrol dengan Kyai Qodir…..”

“Oh, belajar ilmu surga lagi ya bu. Ayah dimana?”

“Ah…yes..ulaaaaa……..ushshshshhshs..noo….ilmu surga naakkk, iya…..ahchhhhhh sakit……apa…..ap…a sak….it ambeeyeeeeen la….giii gurumu?”

“Tidak tahu bu. Baiklah, Arif mau memancing dulu.”

“Ohhh….iya nak….memancing,…….memainkan alat kenciiing…yess….trus pakkkk….”

“Ibu ngomong apa?

“Gaaaa papa……….sanaaaa pergiiii, ati-ati yaaaa”

Siti memang sundal. Setiap hari, ia rutin dientot oleh Qadir Jalal. Kadang bergantian dengan anak-anaknya, Syakir Ahmadi dan Dul Jalal.

“Untung suamimu kenal banyak orang penting. Kalau ga, wes tak pateni, terus tak jadiin gundik kamu.”

“Ga perlu, Yai. Saya sudah jadi lonte Yai”.

Siti asli orang Suromenggalan, dari klan Pandanwangi. Sudah sejak kecil, sebelum menikah dengan Yunus, ia menaruh hati pada Broto Sunarto, begal tak berguna yang kemudian berganti nama menjadi Qadir Jalal.

“Bu Ratri…..kenapa nasibmu sungguh malang.” Tak terasa kalimat itu terucap lirih. Untung Ratri tidak mendengarnya. Ia sedang sibuk berfantasi dientot Abdul di pinggir Kalianget.

Waktu itu kira-kira pukul sepuluh. Angkatan pertama siswa SMP Karya PPK sedang belajar biologi. Hanya satu orang yang ada di kelas. Dialah Arif muda. Yang sedang sibuk membaca buku diktat. Sedang 22 temannya sedang asyik mengentot gurunya.

Dua jam berlalu, tetapi ruang kelas itu tetap sepi. Arif tahu, Bu Ratri diancam Abdul dan teman-temannya untuk berpesta cabul dan menjadi pelampiasan nafsu setan mereka. Tetapi Arif tidak bisa berbuat banyak. Ia juga tidak mau ikut campur, karena memang hatinya bersih.

“Ah………………..puting ibu kok digigit……”

“Oh…ini namanya putting, kalau ini apa?”

“Itu jembud….budii, ah…jangan dicabuti……hikshiks..sakit….”

“Oh, kalau yang merah ini?”

“Itu……itil. Achhh waw…achhhh…”

“Itil enak ya bu, gurih.”

Suara mereka terdengar seantero sekolah.

“Desa itu memang benar-benar sudah dikutuk!” jerit Arif dalam hati.

Dua hari lalu, di sebuah tempat rahasia di Bogor.

“Komandan ijin melapor!”

“Silahkan!”

“Menurut data yang kami dapat, anak-anak Gaharu memiliki beberapa bisnis ilegal. Tomo Artawan memiliki ratusan hektar lahan di Jambi, Bengkulu dan Riau. Para petani dipaksa menanam cengkeh, untuk kemudian hasilnya dijual ke PT Tomokoro, perusahaan cengkeh internasional. Perusahaan hanya menggaji petani dengan upah yang minim, bahkan hanya memberi nasi aking dan garam, terkadang sayur basi. Yang memberontak akan langsung dibunuh oleh anak-anak Angkatan Muda PPK.”

“Teruskan”

“Romlah Artawan memerintahkan semua kementrian dan BUMN menyetor triliunan Rupiah uang yang rencana akan digunakan untuk operasional Yayasan Pendidikan Karya PPK di Indonesia Timur. Tetapi uang itu ternyata digunakan untuk membangun komplek pelacuran di Surabaya, Balikpapan dan Ujung Pandang.”

“Jangan berhenti!”

“Siap. Sinto Artawan membangun pabrik tambang di seluruh pesisir Jawa bagian selatan. Dengan dalih membasmi sisa-sisa komunis, ia bekerja sama dengan para pejabat dan Angkatan Perang Nasional menangkap dan membunuh orang-orang yang menghalanginya. Target selanjutnya, akan membangun sebuah tambang multi objek di sebuah desa kecil bernama Suromenggalan. Di situ, diperkirakan ada tambang tembaga dan emas, juga beberapa materi misterius yang sudah diincar oleh PT Tambang Sakti, perusahaan Sinto Artawan. Laporan selesai!”

“Baiklah, kembali ke kesatuanmu!”

“Siap, laksanakan!”

Sepeninggal tentara itu, lima orang pria langsung terlibat diskusi menarik.

“Bajingan, kutu kadal! Berak sekebon! Anak-anak Artawan sudah di luar kendali. Mereka menyiksa dan menyalahgunakan wewenang!” Jenderal Muhammad Subakir Martodilogo, atau Jenderal S memulai perdebatan.

“Kita harus menghentikan mereka, komandan! Ini semua harus dihentikan! Negeri ini bisa hancur!” Jenderal K menyambung. Ia adalah seorang jenderal berperawakan tinggi besar. Lahir di Samarinda, tetapi ayah ibunya masih keturunan keraton Jogja.

“Setuju, komandan. Ngomong dong! Pantat bekantan, berak sekebon! Artawan pasti bakal dibakar di neraka!”

“Para jenderal sekalian” Jenderal Baabullah memulai ucapannya.

“Dahulu kita mendirikan Partai Penegak Kebenaran, agar negeri ini tidak jatuh ke tangan PKI. Tahun 61, BK menunda pemilu karena tahu PKI pasti menang. BK tidak ingin PKI menang, tapi juga tidak ingin PKI dibunuh. Untuk itulah beliau memerintahkan didirikan suatu partai. Maka lahirlah PPK. BK akhirnya dilengxserkan oleh PPK. Sebenarnya sejak dulu, kita ini sudah kualat!”

“Berak sekebon, orok monyet! Komandan, jangan bernostalgila! Kita harus memikirkan langkah kedepan.”

“Setuju, kita harus bijak komandan. Masa lalu biarlah masa lalu.”

Rapat Dinjensus atau Departemen Intelejen Khusus memang selalu panas. Dinjensus didirikan oleh para petinggi PPK dan para pejabat APN (Angkatan Perang Nasional) yang muak terhadap Presiden Artawan yang korup dan bengis.

“Baiklah, kita akan tetap pada visi kita. Kita akan kudeta Artawan!”

“Merdeka!”

Teriakan merdeka membahana. Semua yang ada disana kembali bersemangat. Artawan harus lengser, apapun cara yang ditempuh. Rapat selesai lebih cepat.

Sorenya…

“Arif….”

“Siap, Jenderal!”

“Kau adalah andalan Depertemen kita. Kau masih muda, belum ada dua puluh tahun, tapi kau sangat cekatan. Sekarang, terima perintah dariku!”

“Siap!”

“Inspektur Arif, pergilah ke Suromenggalan. Cari tahu apa yang akan dilakukan oleh Sinto Artawan. Kau boleh melakukan apapun jika dibutuhkan.”

Maka pergilah Inspektur Arif Chaniago ke Suromenggolan, tanah air ibunya yang sundal itu. Sebelum kesana, ia bermaksud mengunjungi kakek neneknya dari pihak ibu, dan ziarah ke makam ayahnya, Yunus Chaniago.

“Arif….”

“Ya, ayah…”

“Kau tahu Makam Lurah Durno?”

“Tahu, ayah. Di tepi desa, jauh dari pemukiman.”

“Makamkan ayah disana, jika ayah meninggal di bawah makam Lurah Durno. Semoga di akhirat nanti ayah mendapat maaf dari Beliau.”

Lurah Durno memang benar adalah gembong PKI, tetapi entah kenapa Yunus tidak tega menghabisinya. Ada rasa kagum pada pendekar Satrio Buddhi sekaligus pahlawan perang era kronik revolusi itu.

“Tapi komandan?”

“Cepat lakukan! Taburi semua sumur orang-orang klan Suromenggolo dengan racun ini. Bunuh mereka semua!”

Itulah perintah terakhir yang ia lakukan. Malam hari, ia menyusup ke perkampungan klan Suromenggalan. Ia taburi sumur para pemberontak itu dengan racun. Beberapa anggota klan Suromenggolo dipimpin Lurah Durno memang memberontak pada pemerintah. Mereka mendirikan perkampungan di lereng gunung dan mendeklarasikan Republik Soviet Suromenggolo. Mereka muak pada pemerintahan Presiden Artawan, terlebih pada Sinto Artawan yang dengan seenaknya menggusur rumah warga tanpa kompensasi.

Akhirnya, pagi itu, dua ratus milisi Soviet Suromenggolo tewas, termasuk Lurah Durno. Kematiannya sengaja disembunyikan, agar Klan Suromenggolo lainnya tidak menuntut bela. Hanya dikabarkan, Lurah mati terkena penyakit misterius, karena menolak tunduk pada pemerintahan Artawan.

Sore sebelum pukul tiga, Mobil Cheevrolet biru yang dikendarai Arif tiba di batas desa Dorosewu. Merekapun berpisah.

“Terimakasih Arif.”

“Sama-sama bu. Lalu apa langkah ibu selanjutnya?”

“Kami sudah memaafkan mereka. Kami memutuskan akan hidup damai di desa ini, dan melupakan semuanya.”

“Itu keputusan yang bijak, Bu. Baiklah, Bu guru, Wira, saya mohon diri.”

Tentu saja Ratri hanya berdusta. Dendamnya sudah diubun-ubun. Kepala para bajingan itu harus dipisahkan dengan raganya. Mereka semua harus turun ke dunia orang mati dengan penuh rasa sakit! Ia bermaksud mengadu ke Kakek Nogoireng, agar para bajingan itu dibunuh sekalian.

Sedang Arif?

Ia langsung melarikan mobilnya ke Suromenggolo. Hanya ada satu di pikirannya, seret Qodir Jalal ke penjara!
 
Terakhir diubah:
ada lakon baru, inpspektur Arif.. manta suhu.. makin asyik ceritanya..
 
Belum ada komeng untuk update terakhir.. Lanjutkan
 
Bimabet
Kalau boleh usul suhu, kata2 "klan" di ganti dengan "trah" gmn huu... Biar lebihhh masukkkkk ke cerita nya ... Suwun suhu..:ampun:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd