Hantaman – Japan Februari 201X
Week 1
Senin : Touch down Tokyo, ke penginapan
Selasa : Press Release + Live! @ Tower Records Shinjuku
Rabu : Go To Osaka
Kamis : Live! @ Fandango Osaka
Jumat : -
Sabtu : Live! @ Club Quattro Umeda
Minggu : Go To Kyoto
Week 2
Senin : -
Selasa : Live! @ Live House takutaku Kyoto
Rabu : -
Kamis : Live! @ Kyoto MUSE
Jumat : Go To Tokyo
Sabtu : Live! @ MARZ Shinjuku
Minggu : -
Week 3
Senin : Live! @ Koenji 20000 V
Selasa : -
Rabu : Live! @ Shibuya WWW
Kamis : -
Jumat : Go To Jakarta[/QUOTE]
--------------------------------------------
“Gak salah?” bisikku ke Stefan, melihat Chiaki masuk, melambai ke arah kami, dan mendekat.
“Apanya yang salah? Emang lo doang yang butuh memek” balas Stefan kasar, dan bisa kurasakan tatapan Kyoko tajam ke arahku, seperti bertanya tanpa suara, kenapa Stefan bicaranya kasar sekali.
“Hi Guys!” sapa Chiaki dengan ramahnya.
“Hi” sapa Stefan, mengambilkan kursi dan seperti mengkondisikan agar Chiaki duduk disebelahnya.
“Ah hai… Hajime mashite, Chiaki desu… Anata wa… Arya-san no kanojo desuka? Onegaishimasu” sapa Chiaki sambil membungkuk ke arah Kyoko, memperkenalkan dirinya, dan bertanya apakah dia adalah Kyoko, pacarnya Arya, yang selama ini sudah dia dengar.
“Ano… Tadashi… Kyoko desu… Onegaishimasu….” Kyoko pun menunduk dengan agak canggung ke arah Chiaki.
“It’s been a long time” sapa Stefan lagi, saat Chiaki duduk dengan manis di sebelahnya.
“Ahaha… Yes, I thought you won’t contact me again” senyum Chiaki dengan sumringah.
“I need to see you though… There’s a lot to catch up” senyum Stefan lagi dengan ramahnya. Mendadak keliarannya agak teredam. Sial. Aku hapal gerakan-gerakan seperti ini, gerak-gerik seperti ini.
“Arya, kalo lo mau cabut duluan gapapa, gue mau ngobrol dulu” senyum Stefan.
“Emm… Oke…” balasku agak ragu. Entah apa yang Stefan katakan ke Chiaki sebelum bertemu, sehingga dia mau datang malam-malam begini.
“So, Chiaki… Mata ne….” sahutku sambil membungkuk ke arahnya, dan bangkit. Aku langsung menggandeng Kyoko yang masih tampak bingung. Kami berjalan keluar coffee shop, menuju hotel, dengan langkah pelan, diterjang angin dingin Tokyo, penghabisan sebelum musim dingin selesai.
“Aya, tadi siapa?” tanya Kyoko.
“Chiaki, yang nemenin kita dari panitia Fuji Rock dulu…”
“Eee…. Memang janjian dengan Stefan? Sebelum ke Tokyo?”
“Aku gak tau…”
“Ee?” bingung Kyoko. Aku juga bingung kenapa mendadak ada Chiaki datang, menghampiri Stefan, dan saat ini aku tidak ingin habis pikir dulu. Mungkin Stefan merasa butuh teman. Tapi teman tidur pastinya, ah sudahlah, aku tidak ingin menjelaskan tingkah Stefan yang seperti itu ke Kyoko. Dia sudah cukup tahu tabiat Stefan seperti apa, dari cerita-ceritaku dulu. Jadi tak perlu kujelaskan lagi. Cuma tadi, rasanya ucapan Stefan agak seperti mengusir kami dengan halus. Entah apa yang berada di pikirannya, dan aku juga tidak menyangka kalau dia masih menyimpan kontak Chiaki.
Tapi ini Stefan, entah kenapa dia tampaknya mencari teman bobo untuk di Tokyo. Terserah lah. Memang begitu orangnya, tapi ini agak di luar kebiasaan. Biasanya dia tidak kembali lagi ke perempuan yang pernah dia tiduri, kecuali terpaksa, atau keduanya sadar kalau hubungan mereka hanya sebatas seks. Entah lah.
--------------------------------------------
Kami berpelukan berdua, entah kenapa mendadak malas untuk berhubungan seks. Aku memeluk Kyoko yang hanya memakai t-shirt ku dan celana dalam, sedangkan aku telanjang bulat. Kami berpelukan, saling menatap dan mengobrol. Rasanya seperti ini ternyata. Benih-benih nafsu kalah oleh benih-benih rindu.
“So, Stefan kan bukannya dekat dengan Ai-chan, kenapa sama perenpuan lain, Aya?” tanya Kyoko.
“Stefan dekat sama Ai bukan berarti dia pacaran kan, lagian dia emang gitu…. Aku curiga dia janjian sama Chiaki buat one night stand lagi….” senyumku kecut, dan Kyoko tampaknya mengerti.
“Dia masih tidak rela soal kekkon?”
“Keliatannya berusaha rela, dan kayaknya dia mau agak gila-gilaan di Jepang biar gak kesel-kesel amat, tau, emang agak childish sih dia kalo bicarain soal komitmen…”
Aku menggeser badanku sedikit di kasur yang luasnya terbatas itu. Aku menarik Kyoko, mendekatkannya kepadaku, dan menciumi rambutnya.
“Aya, kalau Stefan seperuti itu sanpe tua bagaimana?”
“Biarin”
“Tapi apa Aya tidak ingin lihat Stefan bahagia?”
“Mungkin dia lebih bahagia kayak gitu, tapi kalo disuruh milih, aku bakal suka banget liat dia settle ama Ai, karena mereka berdua keliatan chemistrynya nyambung banget, dan mereka berdua makin hari keliatan makin deket…. Dan entah kenapa kalo ada berita Stefan nakal, kayak mabok parah atau nidurin cewek, Ai gak pernah marah, paling Stefan diledek doang… Padahal aku liat interaksi mereka berdua tuh…..”
“Hai… Kyoko juga liat, mereka tanpak cocok…”
“Ya kan?”
“Dan Aya juga pasti senang kalau satu keruaga dengan Stefan” senyum Kyoko, dan dia agak bersender ke bahuku, menikmati kebersamaan kami. Lucu. Cerita-cerita sebelum tidur, seperti suami istri saja.
Dan bahkan cerita-cerita ini terjadi karena kami berdua malas untuk berhubungan seks. Rasanya lebih baik waktu kami digunakan untuk berbicara, ngobrol, saling kangen dan bercanda. Benar-benar seperti seorang suami istri.
“Pasti, dan aku yakin dia sebenernya pasti suatu hari bakal bahagia di satu hubungan yang khusus, Cuma mungkin dia belom ketemu modelnya aja…. Mungkin ga cocok kali dia nikah, cocoknya kumpul kebo gitu kali…” jelasku.
“Kunpul kebo? Kebo? Osuushi?” tanya Kyoko bingung.
“Emm… Domestic Partnership? Tidak pakai kekkon, maksudnya” senyumku.
“Aaa… Wakarimashita” Kyoko mengangguk.
“Tapi aku gak mau kalo gak nikah, kalo disuruh milih mau kayak gitu atau nikah” senyumku lagi.
“Hai… Kyoko juga maunya Kekkon sama Aya” dia menghirup wangi tubuhku dan menempelkan hidungnya di badanku.
“Kenapa ya orang harus nikah” tawaku.
“Wakaranai, tapi Kyoko suka dengan Kekkon” jawabnya.
“Aku juga suka, apalagi kalo sama kamu, siapa sih yang gak mau nikah sama kamu” candaku sambil memeluknya erat-erat.
“Ada juga orang yang tidak suka Kyoko” dia menjulurkan lidahnya, meledekku.
“Siapa?”
“Bukan Aya”
“Siapa?” tawaku.
“Bukan Aya, haha…”
“Kalo bukan Aya siapa namanya?” godaku.
“Amm…. Dareka?” godanya.
“Siapa”
“Kodama?”
“Apa sih” aku mencium bibirnya dengan lembut, melumatnya dengan rasa nyaman yang luar biasa.
“Demo….. Kyoko rasa, Stefan butuh semacam shock therapy, supaya, ano…. Dia tidak begitu lagi, betul kan Aya?” mendadak Kyoko membahas soal Stefan lagi setelah aku melepas bibirku.
“Iya, tapi shock terapi gimana?”
“Ano… Karo, hidup seperuti Stefan, itu bisa akibatnya kacau” bisik Kyoko, seakan-akan orang lain mendengarkan kami.
“Kaco gimana?”
“Ano… Si perenpuannya, sangka Stefan suka, dan ingin bersama, tapi Stefan tidak mau. Lalu Perenpuannya sakit hati dan jadi ganggu Stefan… Itu Stefan pasti tidak suka, betul Aya?” pikirnya.
“Masuk akal, atau mendadak si cewek hamil, minta tanggung jawab dikawinin, atau ketauan sama orang tuanya si cewek nya Cuma ditidurin tanpa dipacarin atau semacamnya kali ya?” candaku.
“Aa, kalau hamil teraru kasian Stefan” senyum Kyoko.
“Yah, tapi sayangnya sampe saat ini ga ada kejadian apa-apa yang bikin Stefan berhenti kayak gitu, dia selalu dapet aja cewek-cewek yang ga masalah ditidurin sekali terus udah, bahkan jarang ditidurin dua kali…. Makanya aku heran kenapa dia ngontak Chiaki”
“Munkin Cuma untuk bicara, ano… Ngo…b.”
“Ngobrol”
“Ah hai, Ngo Burol…. munkin” lanjut Kyoko.
“Mungkin sih…. Tapi Stefan gak deket juga ama Chiaki, kalo sama orang lain, kayak Cheryl atau Kanaya, ketemuan gitu, ngajak ngobrol, nongkrong, atau sebagainya sih ga bakal jadi apa-apa juga, Stefan paling anti ngapa-ngapain temen soalnya” senyumku ke Kyoko.
“Aaa… Wakarimashita, demo… Munkin serama ini dia selalu kontak dengan Chiaki, tanpa Stefan tahu?” tanya Kyoko.
“Tapi Stefan pernah ML ama Chiaki di Naeba” jawabku.
“E?”
“Iya, makanya aku rada curiga, kayaknya Stefan karena ga ada cewek laen yang bisa dia apa-apain malem ini, jadi dia mendadak kontak Chiaki…. Tau ah” aku menghela nafas dan meregangkan badanku.
“Tau ah” tiru Kyoko sambil tenggelam di dalam pelukanku.
“Niruin aja”
“Ahaha….” senyumnya terkembang di balik pelukanku. Lucu rasanya.
“Besok aku dijemput jam 6 pagi, sekarang udah harus tidur berarti, Kyoko pulang jam?”
“Jam 6 saja, Aya… Besok maram Kyoko kemari lagi?” tanya Kyoko.
“Terserah, asal Kyou-Kun gapapa aja, eh, ngomong-ngomong udah ngomongin soal kamu pindah Jakarta?”
“Ano….” mendadak Kyoko agak kaget, dia memutar matanya, seperti mencari kata-kata yang bertebaran di sekeliling kamar.
“Udah belom?”
“Owarimashita” sudah berarti.
“Terus…”
“Ano, Nii-san birang, besok mau kesini juga, bicara soal itu dengan Aya” gigi putihnya terlihat semua. Kyoko menyeringai aneh, seakan-akan dia habis mengatakan sesuatu yang buruk.
“Gimana?”
“Ah, pokoknya, Nii-san birang tadi, karau mau bicara dengan Aya, soal Jakarta…. hehe, seberum Aya jalan ke Osaka…” senyumnya dengan manis.
“Oke deh… Sekarang kita tidur…” Aku lantas melepas pelukanku, karena memang sesak tidur beneran dengan berpelukan erat seperti itu, saling kapling oksigen yang ada.
“Good night Aya”
“Oyasuminasai……”
--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------
Setengah 5 pagi. Aku masih agak mengantuk. Aku duduk, dan melihat Kyoko masih meringkuk di sebelahku. Aku teringat pembicaraan semalam, soal Kyou-Kun. Sudah jelas ia merestui hubunganku dengan Kyoko, tapi apa yang mau dibicarakan nanti malam? Aku menggaruk kepalaku dan bersiap untuk mandi di kamar mandi sempit itu. Dengan hati-hati aku bergerak, merayap di kasur, agar tidak membangunkan Kyoko.
Gagal.
“Mmmm… Aya… Ohayo…” sapanya sambil membuka matanya sedikit-sedikit.
“Ohayo Kyoko” balasku, sambil tersenyum dengan tidak enaknya, karena telah membangunkan dirinya.
“Aya mau apa?” tanyanya masih dengan muka yang tolol, muka sehabis bangun tidur.
“Mau mandi”
“Dinggin, Aya… Ini Winter..”
“Tau, masa mentang-mentang dingin jadi ga mandi” tawaku.
Aku akhirnya berhasil turun juga dari kasur, dan dengan malasnya mengambil handuk. Barang-barangku belum kubongkar, lebih karena besok kami sudah akan berangkat ke Osaka, menggunakan kereta. Dan lebih baik kami sekarang bersiap-siap dulu, karena nanti akan dijemput. Dengan malas aku pergi ke kamar mandi yang jaraknya hanya beberapa langkah dari tempatku berdiri itu.
“Aya” panggil Kyoko mendadak saat aku akan masuk ke dalam kamar mandi.
“Hai?”
“Isshoni?” tanyanya. Bersama? Aku lantas menengok ke arah tempat tidur. Dan Kyoko pun dengan senyum kecilnya turun dari tempat tidur. Dia berjalan dengan malas, lalu menuju tasnya. Dia mengeluarkan buntelan entah apa, yang kuperkirakan adalah kantong yang berisi baju dan kawan-kawannya. Dia pun mengeluarkan Handuk dari buntelan itu.
“Mandi bareng?” senyumku.
“Hai”
Kyoko lalu menanggalkan t-shirtku yang ia pakai dan celana dalamnya. Tubuh telanjangnya yang indah terlihat begitu mempesona di pagi buta ini. Dia lantas mendekatiku dan mencium bahuku dengan lucunya. Aku memeluknya dan menciumnya dalam-dalam. Dan tak ingin membuang waktu lagi, aku menariknya ke dalam kamar mandi dan segera mengalirkan air di shower.
Tak berapa lama kamudian, kami berdesakan dalam shower yang sempit itu. Air hangat membasuh tubuh kami, memberikan rasa nyaman tersendiri. Aku dan Kyoko saling memandang, dan ada perasaan tidak sabar, kami ingin hidup bersama secepatnya.
Tangan Kyoko dengan perlahan melingkar di leherku, dan kami berdua berciuman dengan lembut dibawah derasnya air hangat, menerpa tubuh kami. Kami berciuman begitu hangat, begitu panas, sehingga kami larut ke kegiatan yang lain. Yang sama sekali jauh dari kegiatan membersihkan diri. Sementara kami berciuman dengan cukup panas, tanganku beralih ke tempat lain.
Kyoko masih memeluk leherku, dan dia sadar, ada tangan yang menyentuh area kewanitaannya. Aku menggesekkannya pelan, berharap bisa merangsang dirinya. Dan memang iya. Aku merasakan nafas berat khas pacarku itu di telingaku. Nafas berat yang selalu enak untuk dirasakan. Disana, dibawah shower itu, aku sedang meraba-raba mulut vagina Kyoko dengan perlahan.
“Aya” bisiknya.
“Hai”
“Condom?”
“Terlambat… dan kita basah disini” bisikku.
Berarti kami sudah sangat mengerti. Tidak ada kondom sama dengan tidak ada penetrasi. Jadi kami akan saling memuaskan dengan cara yang lain. Kyoko tapak masih terus menikmati gesekan tanganku. Aku tahu dengan permainan tangan, pasti dia akan lebih lama orgasme, dan orgasmenya tidak akan seenak penetrasi biasa. Namun demi kepraktisan dan waktu yang juga terbatas, aku mulai mengkaryakan tanganku lebih dahsyat lagi.
Jari tengahku meraba, berusaha masuk ke dalam lubang hangat yang penuh cinta itu. Kugesekkan dengan lebih panas lagi, sementar kami beradu nafas di bawah guyuran air.
“Nggg….” Rintihnya dengan penuh perasaan. Kyoko telah bereaksi dengan membuka kakinya cukup lebar, sehingga tanganku bisa dengan bebas bergerak maju mundur, menstimulasi dirinya dengan seksama. Dan perlahan, jariku mulai masuk ke dalam. Bisa kurasakan dengan tanganku, kehangatan di dalam sana. Kyoko menatap mataku dalam, seakan meminta diriku untuk merangsangnya lebih dan lebih lagi.
Aku tertantang. Dengan gerakan yang konstan dan sabar, tanganku bergerak dan terus bergerak. Kujelajahi dan kucoba untuk tidak melewatkan titik apapun yang bisa kusentuh dengan jariku, sambil mempelajari di bagian mana, rangsangan demi rangsangan yang paling terasa. Selesai memetakan titik tersebut dengan peraaanku, gerakan tanganku pun makin beraturan. Aku berusaha untuk tidak menyentuh daerah lain yang reaksinya kurang.
“Aya… ahhh…” desah Kyoko, di telingaku. Pelukannya terasa makin erat, dan dia memang sengaja tidak menstimulasiku, agar dia bisa dengan segenap konsentrasinya, menerima rangsanganku. Karena memang sulit, bagi perempuan untuk mempertahankan satu seri rangsangan tanpa terdistraksi, maka dia memilih untuk menyimpan fokusnya. Menyimpan fokusnya untuk menerima rangsangan tanganku.
“Mmm…. Aahh… Aya…. Se.. ben..”
“Sebentar lagi?” tanyaku di telinganya. Bisa kurasakan dia mengangguk, di bawah kehangatan air yang dari tadi melindungi kami dari udara dingin Tokyo. Aku menggerakkan tanganku makin liar, karena memang makin lama, makin terasa lancar dan mudah.
“Ahh..” badannya bergetar pelan. Dan dia lantas menghela nafas lega. Da baru saja merasakan orgasme. Orgasme yang tentu saja tidak besar, tapi cukup memuaskan. Dia lantas, menahan tanganku yang tampaknya masih liar.
“Aya, ima.. ano… sekarang, mau apa?” tanyanya. Aku tersenyum.
“Terserah Kyoko”
“Okei”
Dan aku tahu dia berusaha membalas dengan apa. Kyoko langsung duduk dengan lututnya di hadapanku, dan tanpa banyak berkata apa-apa, dia langsung melumat penisku dalam-dalam di mulutnya.
“Hayaku” make it quick. Bisikku. Aku takut kami terlalu lama saling memuaskan diri di bawah shower.
“Mmmn…” jawab Kyoko setuju.
Dia melumat penisku, dan mengulumnya dengan gerakan yang cepat. Ditambah lagi, tangannya menggenggam penisku dengan kencang dan mengocoknya dengan gerakan konstan. Dia bergerak dengan penuh kecepatan, karena tahu, kami tidak punya waktu luang pagi ini. Dan akupun tidak menahan-nahan lagi.
“Kyoko…” memang gerakan yang cepat dan seksama membuat semuanya berakhir begitu cepat.
“Mnnn” Kyoko lalu mengeluarkan penisku dari mulutnya, dan membiarkan spermaku meledak begitu saja. Cairan itu menetes dengan malu-malu ke lantai. Kyoko tersenyum dan langsung berdiri. Untunglah tidak ada yang mengenai mukanya. Dia lalu memelukku.
“Kayaknya pengen mandi terus-terusan sama kamu kalo gini” candaku.
“Onaji” sama.
--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------
Keringat sedikit membasahi mukaku, dan aku menyeka mukaku dengan handuk kecil yang sudah disiapkan panitia. Kami berempat duduk berderetan, dengan dikerumuni beberapa wartawan dan orang-orang yang tadi menonton penampilan live kami, di Tower Records, Shinjuku, Tokyo. Memang sering sekali ada band maupun penyanyi yang baru rilis album, bermain live di sini, walaupun ini adalah toko CD Musik.
Miris, mengingat di Indonesia toko CD musik sudah mati segan hidup tak mau, tapi di negara-negara maju, tempat seperti ini masih sangat laku dan dibanjiri peminat, ditengah serbuan musik digital.
Video musik kami sedang diputar di sebuah Televisi layar lebar, dan setelahnya kami akan meladeni pertanyaan wartawan, dan setelah selesai, kami akan menandatangani CD kami yang sudah dibeli oleh fans.
Kami masih menunggu para wartawan dan orang-orang yang hadir disini selesai menonton video klip kami.
"Kok tulisan gue begini ya namanya" aku memperhatikan papan namaku yang diletakkan di meja di depanku.
"Gimana emang"
"Kalo gue kan namanya Arya, harusnya kalo ditulis pake huruf katakana kan jadi A - RU - YA, ini kok A - YA" bingungku sedikit kesal.
"Nasibnya emang begitu hahaha" bisik Anin, tertawa melihat tulisan itu.
"Gue sih ga bisa gue baca" Stefan melihat tulisan katakana yang mereprentasikan namanya.
"SU - TE - FA - N" bisikku ke Stefan, sambil menunjuk satu persatu huruf katakana yang ada di papan namanya.
"Gak musti lo eja juga, mending lo liat ini deh" senyum Stefan sambil memperlihatkan handphonenya ke mukaku.
"BANGSAT" umpatku pelan, agar tidak menarik perhatian.
Sebuah video yang diputar tanpa suara, menunjukkan adegan blowjob. Ya, Stefan sedang di blowjob oleh Chiaki. Dengan cepat aku langsung menurunkan tangannya karena aku benar-benar tidak ingin melihat alat kelamin Stefan.
"Ahhahaha" tawa Stefan.
"Gue ga bakal bisa lupa itu anjir" kesalku.
"Emang seksi ya cewek kalo di mulutnya ada titit"
"Lo udah liatin titit ke gue berapa kali kalo gitu itungannya?"
"Kan part of the show" tawanya dengan puas.
"Keliatan orang malu bego" tegur Anin.
"Berisik aje perawan"
Anin hanya mendengus dengan kesal dan bersiap dengan pertanyaan-pertanyaan dari wartawan, karena Video Klip sudah selesai diputar. Aku menghela nafas dan menatap ke Chiaki yang ada di kerumunan pengunjung.
"Lo ajak kesini lagi orangnya….." bisikku.
"Hah?" bingung Stefan.
"Itu" tunjukku dengan hidungku ke arah Chiaki, yang memang agak tersembunyi di balik beberapa orang.
"Eh?" Stefan malah makin bingung ketika dia bisa menemukan Chiaki.
"Kok?" aku juga bingung melihat Stefan bingung.
"Semalem soalnya dia ga nginep loh" bisiknya.
"Hah? Gue pikir pulang pagi?"
"Ya... Gue pikir, abis ngewe pergi lah, sempit gitu kamarnya, emang lo pikir gue pacaran, pake peluk-pelukan abis ngewe?" jawab Stefan.
"Kurang ajar banget langsung pulang" aku melipat jidatku sambil menatap Stefan dengan sinis.
"Biarin napa sih, kan dia juga nurut-nurut aja pas gue bilang pulang ya, abis selesai nganu"
"Gitu amat ama cewek"
"Dianya juga mau"
"Udah, bentar lagi wawancara!" bisik Anin dengan nada tegas, dan perhatiannya agak teralihkan dengan obrolan tak jelas aku dan Stefan. Aku dan Stefan terpaksa diam, dan memperhatikan para wartawan yang sudah berbaris di depan muka kami, dan kami berdua tampaknya pura-pura siap dengan semua pertanyaan apapun.
--------------------------------------------
Seperti biasanya, Aninlah yang menjawabi semua pertanyaan kami, terlebih lagi karena Bahasa Jepangnya sungguh lancar, jadi tidak butuh diartikan dalam Bahasa Inggris, setiap pertanyaan yang masuk dari wartawan. Aku dan Stefan, dengan tampang sok serius, dan agak bosan di dalam hati, mulai menyelidik ke orang-orang yang menonton. Mataku tertambat ke Chiaki. Bisa kulihat dia memperhatikan Stefan dari jauh. Stefan sendiri tampak tak sadar dan perhatiannya jelalatan ke tempat banyak perempuan muda berkumpul.
"Fan" bisikku dengan sangat pelan.
"Apaan"
"Itu Chiaki, ngeliatin lo mulu"
"Biarin aje"
"Lo ga curiga apa dia ngeliatinnya gitu banget"
"Udah resiko orang kayak gue disukain cewek, dulu juga ada kan yang kayak gitu, tar gue bilangin pasti juga mundur, tapi ntar aja.... Gue diemin dulu, orang ga ada ngeline atau apa dari tadi malem" jawabnya panjang.
"Tumben"
"Tumben kenapa?"
"Lo biasanya gak seasal ini sama cewek" bingungku.
"Biasa aja kali"
Enggak. Enggak biasa. Stefan yang kukenal tidak seasal ini. Biasanya, caranya dia nidurin perempuan pun tidak dengan cara kontak-kontakan lalu dipanggil untuk datang. Biasanya semuanya terkesan natural, walau modus. Dan dia sepertinya tidak pernah meniduri perempuan yang sama, dua kali, kecuali kalau memang si perempuan juga tipe yang selalu butuh alat kelamin lelaki untuk memuaskannya tanpa hubungan. Dan kalau si perempuan itu susah lepas, alias mulai kelihatan main hati, Stefan langsung melindungi dirinya dengan bertingkah seperti jerk yang benar-benar memutuskan hubungan dengan perempuan. Tapi manggil cewek dan biarin cewek pergi setelah berhubungan seks? Biasanya Stefan menawarkan untuk menginap, biasanya Stefan mengantar pulang. Dan disitulah ada dialog yang lebih dalam soal Stefan dan pandanganya, yang bisa ia sampaikan lewat cerita ringan atau sok-sok curhat soal kesendiriannya ke para perempuan. Itulah yang membuat si cewek akhirnya mengerti kalau urusan mereka berhenti disitu.
Tapi sekarang, sepertinya ada yang menggantung dengan Chiaki. Dan entah kenapa aku curiga Stefan menghubungi Chiaki dengan cara flirting, mengirim bunga-bunga virtual kedalam pemikiran Chiaki. Keliatan banget ini.
"Fan, kasian anak orang"
"Dia juga mau pas gue suruh dateng"
"Tumben lu nidurin cewek yang sama dua kali"
"Gue abis ide, jepang men, dari tadi siang gue udah sange" tawanya.
"Aduh" aku mengaduh pelan, karena Anin menginjak sepatuku untuk menyuruhku diam. Dan aku masih menatap ke Stefan yang benar-benar tampak tak berdosa. Aku menelan ludah dan berharap tampang tak berdosanya bertahan sampai akhir tur.
--------------------------------------------
Kami masih melayani tanda tangan ke beberapa puluh orang yang mengantri. Tidak sebanyak di Indonesia memang yang membeli album kami, tapi tak apa. Mudah-mudahan dengan road-show di tiga kota, kami bisa makin terkenal disini. Sesi manggung sudah selesai, wawancara, perkenalan dan pemutaran video klip sudah selesai, kini kami sedang sesi tanda tangan ke orang yang telah membeli CD atau vinyl kami di acara ini. Antian yang sangat rapih dengan teraturnya terjadi di dalam toko ini. Satu demi satu kami melayani mereka, untuk sekedar berfoto dan bersalaman ataupun memberikan tanda tangan.
Dan, aku sangat hapal muka orang yang ada di antrian paling belakang.
Chiaki.
Hapal karena... Selain Fuji Rock Festival, ya karena hal yang terjadi semalam. Dan image mukanya, disertai pemandangan dirinya sedang melakukan blowjob ke vokalis Hantaman, sudah tidak bisa hilang dari kepalaku. Bisa kulihat dia dengan perlahan berjalan, sesuai antrian, dan meminta tanda tangan mulai dari Bagas, lalu ke Anin, dan kini dia ada di depanku. Aku tersenyum ke Chiaki, dan memegang spidol hitam yang ia sodorkan kepadaku.
"Hi Arya" sapanya.
"Hi" sapaku balik sambil tersenyum. Dan aku langsung menandatangani Sleeve CD nya, yang kebetulan berwarna putih, jadi dengan tinta hitam pasti terlihat jelas.
"Thanks" ujar Chiaki sebelum berpindah ke Stefan.
"Your welcome"
Dan dia memberikan CD kami, ke Stefan dengan gesture super malu-malu, dan muka yang agak memerah. Wait. Stefan terlihat cuek dan tersenyum. Gerak gerik Stefan terlihat begitu biasa-biasa saja, sementara gerakan Chiaki terlihat canggung.
Tunggu. Spidol yang diberikan ke Stefan warnanya lain. Merah. Dan Stefan tampak santai saja menorehkan tinta merah di sleeve CD kami. Aku menelan ludah.
"Add a heart" bisik Chiaki di telinga Stefan, mendadak.
"Sure" jawab Stefan dengan santainya. Dan setelah Stefan selesai dengan permintaan Chiaki, dia membisikkan sesuatu ke telinga Chiaki.
Fan?
Dan Chiaki pun berlalu dengan buru-buru setelah Stefan membisiki Chiaki mendadak. Tentunya dengan muka berseri-seri yang entah bagaimana aku tidak bisa membayangkan perkataan-perkataan jenis apa yang dikatakan Stefan ke Chiaki. Sebusuk apa kata-katanya kali ini? Dan Stefan, kini terlihat seperti jahat di mataku. Baru kali ini aku melihat dia seperti memperalat orang.
Fan?
--------------------------------------------
BERSAMBUNG