Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[CERITA DETEKTIF] DETEKTIF KIM BUKU 1: DETEKTIF OBESITAS [by Arczre]

Bimabet
JTR sesuai namanya konsultan Kriminal, jadi orang yg bekerja sebagai konsultan utk berbuat jahat. Seperti Moriarty di Sherlock Holmes, kawanan berjubah hitam Detective Conan, atau Hades di Dan Detective School.

Hmmm,, bang arczre pembaca DDS juga yah,,? ane jdi keingetan pas SMK dulu, sewaannya komik DDS, Kindaichi,Conan. :)
 
kayaknya detective kim ne bakalan lama tamatnya
smga aja cepat di update
 
Pikiran ane masih bercabang. Blom sempat fokus ke ini. :D
 
juga membutuhkan tambahan kalori dan nutrisi biar nggak ikut menyusut:bata:

#:D
 
8. PROFILER

"Sebentar, aku mau cari snack dulu. Snacknya sudah habis," ujar Kim seraya beranjak dari tempat dia duduk untuk menuju ke dapur.

Aku cegah Kim, "Aku saja. Kamu di sini saja sama yang lain."

Kami mengambil nafas sejenak. Kim pun duduk kembali menurutiku. Aku berjalan menuju ke dapur. Saat itu aku bertemu dengan Kak Luna yang ternyata ada di balik tembok. Apakah dia tadi mendengarkan semuanya?

"Mbak?" sapaku.

Mulutku langsung dibekap olehnya seraya digeret. "Sssshhh...jangan keras-keras!" Setelah aku mengangguk dia melepaskanku.

"Mbak dengar semuanya tadi?" tanyaku.

Dia mengangguk. "Aku nggak nyangka seperti itu kejadiannya."

"Eh, beneran lho, jangan bilang mama ama papa!?" kataku. Aku membuka kulkas dan mengambil beberapa cemilan di dalamnya. Cemilan kami cukup banyak karena memang Kim harus menjaga kalorinya. Tapi aku tak habis pikir kalau misalnya ia tak mendapatkan kalori yang diinginkan.

"Nggak, nggak bakal. Aku mau nimbrung nggak enak juga. Ngapain aku nimbrung ya?" gumam Kak Luna.

"Ikutan aja nggak apa-apa koq mbak," kataku.

"Entahlah, dari dulu itu aku gimana gitu ama Kim. Ada perasaan nggak enak aja deket-deket ama dia."

"Maksudnya?"

"Aku nggak tahu. Udah ah, aku mau balik ke kamar. Aku cukup simpati ama dia. Tapi hati-hati lho, aku nggak mau kalian kenapa-napa," ujarnya sambil melenggang pergi.

Begitulah kak Luna, sikapnya kadang aneh. Ah, sedikit bicara tentang Kak Luna. Dia memang orangnya seperti itu. Dia selalu minder kalau ada orang yang lebih baik dari dirinya. Mungkin karena Kim dia bersikap seperti ini. Biasanya juga tidak seperti ini koq. Sejujurnya Kak Luna ini sangat pintar dan cerdas. Dari sejak kecil selalu mendapatkan juara kelas. Kedatangan Kim dengan kecerdasannya agaknya membuat Kak Luna sedikit minder.

Satu yang aku tak habis pikir dengan Kak Luna. Dia ini cakep. Dengan rambut panjang sepinggang yang terkadang ia kelabang seperti Princess Disney membuat ia sangat cantik. Namun sekalipun cantik entah kenapa sampai sekarang kakakku ini masih single. Aku tak pernah melihat dirinya jalan dengan seorang cowok satu pun. Apa dia punya kelainan? Nggak mungkin, kalau kamarnya dilihat maka akan banyak sekali poster-poster cowok dan artis korea di sana. Berarti dia normal. Lalu?? Dia kepengennya yang seperti apa? Aku pernah menanyainya dan dia menjawab, "Masih sibuk kuliah"

Padahal kalau yang sebenarnya tidak demikian, aku yakin dia pernah suka ama seseorang. Tapi setiap kali aku tanya, "Ada jadwal kencan?"

Dia sekali lagi menjawab, "Tidak punya pacar, kencan ama siapa?"

Kak Luna juga orangnya dingin. Mungkin tatapan matanya itu bisa menjadi pedang paling tajam. Menusuk jantung dan membuat cowok-cowok pergi teratur. Terkadang juga kak Luna ini judes, saking judesnya aku tak tahu berapa banyak teman-teman lelakinya yang jadi korban. Mungkin karena dia seperti punya alat detektor yang mengukur status seorang cowok seperti di video game. Ada sebuah magic bernama SCAN. Dia bisa mengetahui HP/MP, Agility, Level dan lain-lain. Ketika ada cowok yang levelnya masih jauh di bawahnya ia pun berbuat semena-mena, menampakkan wajah judes, menampakkan wajah yang tidak bersahabat. Tapi agaknya ia agak sedikit melunak ama Kim. Apakah level Kim sedemikian tinggi? Tapi emang bener juga sih. Levelnya tinggi. Aku begidik membayangkannya.

Aku pun kembali ke ruang tengah tempat di mana semuanya berkumpul. Agaknya setelah Kim bercerita tentang masa lalunya membuat kami sedikit bersimpati kepadanya. Tapi aku cukup heran, tak kulihat rasa bersedih di mata Kim. Apakah ia sekuat itu? Tapi ada satu yang lain. Aku bisa melihat tangan Kim gemetar ketika bercerita tentang kematian kedua orang tuanya. Dia hanya mencoba tegar, tapi dari sikapnya ia tak seperti itu.

* * * DETEKTIF OBESITAS KIM * * *​


NARASI SANG PENGUNTIT

Kantor itu berada di sebuah gedung perkantoran. Tepatnya di sini ada empat perusahaan yang ngantor bersama. Sang Penguntit sedang duduk di meja kerjanya mengurusi semua berkas-berkas yang berserakan. Ia cukup terlatih untuk mengurusi semua tetek bengek pekerjaannya. Lebih tepatnya ia sangat berpengalaman. Hari ini dia telah membaca koran tentang pembunuhan-pembunuhan yang telah ia lakukan. Dia menghembuskan nafas lega karena tak ada namanya di dalam koran itu, paling tidak begitu selama ini.

Sebuah SMS masuk ke dalam ponselnya. Sebuah SMS dengan nama pengirimnya adalah "KONSULTAN". Sang Penguntit membaca SMS itu dengan seksama. Lalu dia tersenyum. Senyumannya ini menunjukkan bahwa dia sudah mendapatkan sebuah solusi dari permasalahannya. Di kantor itu dia melihat ke seorang wanita yang sedang duduk di salah satu sudut meja.

Dia sebenarnya sudah naksir kepada wanita ini sejak lama. Dan sejak saat itu pula dia selalu mencari info tentang sang wanita. Sebut saja nama wanita itu Rachel. Seorang pegawai pembukuan yang sangat cekatan, tekun dan ulet. Seluruh pekerjaannya telah dikerjakan dengan baik dan benar. Tak ada cacat sama sekali.

Sang penguntit melihat ke jam dinding. Sudah menunjukkan jam lima sore. Pertanda sebentar lagi bakal banyak yang akan memberesi meja mereka. Sang penguntit ikut memberesi mejanya. Semua orang satu per satu pergi, hingga sang penguntit masih menunggu Rachel yang sepertinya hampir selesai membereskan mejanya.

"Nggak pulang sam?" tanya Rachel.

"Ada lemburan," jawab Sang Penguntit.

"Aku duluan yah?!" Rachel pergi meninggalkan sang penguntit sendirian di ruangan itu.

Rachel adalah orang yang tepat waktu. Baik dia masuk dan pulang. Hari itu dia ada janji bertemu dengan seseorang. Boleh dibilang salah satu sanak familinya. Tidak, lebih tepatnya sepupunya. Dia sudah janji hari itu akan mengajaknya untuk jalan-jalan, terlebih besok kantornya libur. Dengan cepat ia menuruni anak tangga, menyapa beberapa orang yang lewat lalu keluar gedung. Dia menuju ke sebuah sepeda motor matic yang diparkir di halaman parkir.

Rachel bersiap-siap, ia mengambil sarung tangannya. Sang penguntit ternyata dari tadi membuntutinya. Ketika Rachel sedang satu per satu memasukkan jarinya ke sarung tangannya ia merasa ada yang aneh. Dia berbalik? Perasaannya yang tak enak sebagaimana instingnya yang merasa tak nyaman dengan tempat parkir yang gelap seperti ini. Ia pun buru-buru memasang sarung tangannya, setelah itu memakai jaket. Begitu ia akan memakai helmnya, mulutnya pun dibekap. Dan suara jeritannya tak terdengar lagi setelah itu.


* * * DETEKTIF OBESITAS KIM * * *​

NARASI TONI

"Korban lagi," ujar Kim.

"Bagaimana kamu tahu?" tanya Toni.

Kami berdua sedang berada di sekolah ingin pulang sebenarnya. Tapi Kim menggumamkan sesuatu yang tentu saja berhubungan dengan kasus Sang Penguntit. Aku menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal. Mencoba mencerna kata-kata Kim.

"Ayolah Ton, kamu tak perlu berpikir keras. Paman Marvin ada di sini," Kim menunjuk ke sebuah mobil yang terparkir di luar sekolah dan wajah seseorang yang aku kenal muncul dari dalam mobil. Benar sekali Paman Marvin melambai ke arah kami.

Paman Marvin memang ingin menunjukkan kami sesuatu. Ia lebih tertarik dengan Kim daripada aku tentu saja. Dan yang pasti ia ingin melihat kemampuan Kim. Tapi dari pada Kim akulah yang lebih bersemangat. Aku dan Kim segera menghampiri Paman Marvin. Polisi Reserse ini pun tersenyum dengan matanya berkilat-kilat.

"Kalian tak akan percaya di mana korban kali ini ditemukan," ujar Paman Marvin.

Aku dan Kim berpandangan.

"Di mana?" tanya Kim.

"Di Pantai Balekambang," jawab Paman Marvin.

"Jauhnya!" seruku. "Sebentar, bagaimana paman tahu bahwa pelakunya sama?"

"Cara membunuhnya sama, korbannya sama-sama wanita, pulang sendirian. Dibunuh dari belakang. Sama seperti korban-korban sebelumnya. Kali ini sang pembunuh mencekik korban dengan menggunakan ikat pinggang korban," jelas Paman Marvin.

"Bagaimana korban bisa ada di sana?" tanya Kim.

"Aku ingin bertanya kepadamu soal itu," jawab Paman Marvin.

"Antar aku ke TKP paman!" Kim bersemangat.

Tak perlu lama-lama, kami segera meluncur. Kali ini aku naik motor mengikuti mobil Paman Marvin dari belakang. Perjalanan ke Pantai Balekambang membutuhkan waktu kurang lebih sampai satu jam. Tentu saja setelah melewati perjalanan panjang berkelok-kelok, melewati perbukitan hingga akhirnya kita sampai juga di pantai ini.

Pantai Balekambang ini merupakan pantai yang cukup indah. Ada sebuah pulau kecil di sekitar pantai itu. Mungkin bisa disebut sebagai pulau Batu Karang dengan sebuah Pura di atasnya. Penduduk sekitar tempat ini masih percaya dengan animisme dan dinamisme. Selain itu pemeluk agama Hindu pun sebagian mayoritas ada di tempat ini. Begitu kami sampai, segera kami menuju ke sebuah pos polisi. Sepeda motorku pun di parkir di sana. Paman Marvin langsung masuk ke dalam pos polisi itu dan menyapa beberapa anggota POLRI yang lain. Setelah itu kami pun bergegas menuju ke TKP.

TKP-nya ada di dekat jembatan. Jembatan itu satu-satunya jembatan yang menghubungkan pantai dengan Pura. Aku pernah sekali naik ke pulau itu, sebuah gerbang dengan ukiran Kala langsung menyambut kita. Bangunannya berudak dengan ciri khas berbagai pura yang pernah aku jumpai di Bali. Air lautnya terlihat bening dari jembatan ini, aku bisa melihat beberapa ekor ikan menghindar saat kami mendekat ke bawah jembatan. Di sini ada garis polisi dan petugas forensik. Ada sebuah tanda sepertinya korban berada di tempat itu ketika ditemukan.

Kim menyerahkan ranselnya kepadaku. Aku pun menerimanya. Tampaknya ia mulai beraksi.

"Di sini posisi korban ditemukan, untungnya di sini dekat dengan pos polisi sehingga polisi dengan cepat bisa mengamankan TKP," jelas Paman Marvin.

Di pasir ini terlalu banyak jejak. Tapi Kim tahu satu hal yang tidak diketahui oleh banyak orang. Ia hanya mengangguk-angguk. Hal itu semakin membuat kami penasaran lebih-lebih aku. Sekarang otak komputernya mulai bekerja, matanya dengan nanar menelusuri seluruh sudut yang ada di tempat ia berada sekarang. Kim mengeluarkan ponselnya dan memotret sesuatu dengan ponselnya.

"Kamu motret apa?" tanyaku.

"Ada deh," ujarnya.

Paman Marvin total hanya mengamati Kim. Kemudian Kim menggeleng-geleng. "Ceritakan kepadaku paman, bagaimana kondisi korban ketika ditemukan?"

"Korban ditemukan memakai jaket dan sarung tangan. Posisinya tengkurap. Dia dijerat dari belakang oleh sebuah ikat pinggang. Hal itu bisa diketahui dari ikat pinggangnya yang terlepas. Uji sample darahnya pun persis dan cocok milik korban. Semua barang miliknya masih ada, dompet, uang, ponsel semuanya masih lengkap. Hanya saja sang pembunuh sangat cerdik. Ia tak meninggalkan sedikit pun sidik jari," kata Paman Marvin.

"Lalu, motor korban?" tanya Kim sambil berjalan meninggalkan TKP menuju ke atas.

"Motor? Kamu mengira korban ke sini naik motor?" tanya Paman Marvin.

"Kalau dugaanku benar, korban ke sini menggunakan motor. Kenapa seorang cewek harus memakai jaket dan sarung tangan kalau ia ingin berlibur ke pantai? Dia pasti ke sini dengan naik sepeda motor atau bisa jadi ia sudah dibunuh sebelum ke sini dan sang pembunuh membiarkan kondisi tubuhnya seperti itu," jawab Kim.

Kami berjalan mengikuti Kim sampai di atas jembatan. Di sebelah jembatan ada juga jembatan yang ambrol. Kim melihat dari atas jembatan ini ke bawah. Tempat di mana korban di temukan.

"Kalau korban sudah dibunuh dan dibawa ke sini bagaimana caranya? Sedangkan sepeda motor pasti diparkir di tempat parkir yang jaraknya jauh dari TKP," kata Paman Marvin.

"Menurutku tidak, malam hari tidak ada yang menjaga. Ya, aku berani bertaruh bisa jadi sang pembunuh ke sini malam hari, atau korban yang ke sini. Tapi tidak aku lebih berasumsi bahwa korban sudah dibunuh sebelum ke tempat ini. Kemudian sang pembunuh membawa motor korban."

"Maksudmu ini kasus pencurian juga?"

"Entahlah, paman yang lebih tahu."

Sekali lagi Kim merendah Paman Marvin tersenyum mendengar penjelasan anak ini. Paman Marvin pun mengakhiri pemeriksaannya di tempat ini.

Tak berapa lama kemudian kami meluncur lagi ke rumah sakit. Kim merasa perlu memeriksa mayat korban katanya. Kami pun pergi ke sana. Satu hal ketika masuk ke kamar mayat. Baru kali ini aku melakukannya. Dan aku langsung mual. Tapi aku tetap menahannya. Kamar mayat di rumah sakit ini tampak sangat mengerikan, barangkali boleh jadi cerita-cerita horror yang pernah ada menggambarkan betapa kamar mayat sebagai tempat munculnya para setan itu bisa jadi benar.

Nama korban ini Rachel. Dia sekarang terbujur kaku di sana. Tubuhnya ditutupi selimut warna putih. Polisi masih melakukan otopsi. Aku dan Kim diberi sarung tangan karet. Wajah korban ini cukup cantik. Rambutnya panjang dan baunya harum, sekalipun sudah meninggal belum tercium bau busuk dari tubuhnya. Kim "menguap" lagi sepertinya, asap mengepul dari tubuhnya. Tubuhnya sedikit mengecil. Ia memikirkan sesuatu. Aku melihat di leher korban ada jeratan. Sepertinya sebuah tali menjeratnya dari belakang. Benar kata Kim.

"Sudah, yuk pergi!?" ajak Kim.

"Gitu aja?" tanyaku.

"Iya gitu aja," jawab Kim.

Paman Marvin dan aku mengangkat bahu.

Kami kemudian segera menuju ke kota lagi, karena memang tak ada lagi yang perlu kita lakukan di tempat ini. Aku tak tahu apa yang ada di otak Kim sekarang, apalagi ketika kami sudah sampai di kantor kepolisian Resor Malang. Paman Marvin mengajak kami ke ruangannya.

Setelah penat perjalanan pulang pergi dari Pantai Balekambang ke tengah kota lagi kami cukup terhibur dengan suasana ruang kerja Paman Marvin yang cukup membuat kami rileks. Sofanya ada tiga berwarna merah dengan ukiran batik bunga. Di ruangannya juga ada rak yang isinya banyak buku, di antaranya adalah buku-buku tentang Kriminal dan Ensiklopedi. Paman Marvin menyerahkan sesuatu kepada Kim. Sebuah map.

"Ini dari aku, coba pelajari kasus ini. Mungkin kamu bakalan tertarik," ujar Paman Marvin.

"Paman sudah ada tersangka?" tanyaku.

"Sementara ini sudah," jawabnya.

Kim menegakkan alisnya. Aku tahu pasti ada perasaan aneh yang menyelimuti Kim, ia seperti ditantang atau lebih bisa dibilang jadi bahan percobaan sebagaimana insting detektifnya beraksi. Aku juga termasuk orang yang sedikit kesal.

"Kami sudah ada tiga tersangka tapi, itu juga berasal dari CCTV yang kami temukan. Kami berhasil mengantongi nama mereka," kata Paman Marvin.

"Wah, kalau paman sudah mengantongi nama mereka lalu kenapa tanya ke Kim?" tanyaku.

"Justru ketidak tahuan Kim akan membuat kami bisa mengembangkan lagi kasus ini. Sengaja aku tidak memberitahu para tersangka itu maka Kim akan fokus kepada tersangka yang sebenarnya. Aku tahu kamu seorang profiler Kim dari apa yang kamu ceritakan, kamu seorang profiler. Coba kamu tebak siapa tersangkanya?"

"Hahahahaha," Kim tiba-tiba tertawa. AKu juga merasa geli karena ternyata Paman serasa mempermainkan kami. "Jadi maksudnya paman saat ini berusaha menguji aku?"

"Tentu saja, itulah maksud dan tujuanku," kata Paman Marvin. "Ketahuilah, aku sangat tertarik dengan kepribadianmu dan juga bakatmu. Dan kalau memang kamu lebih dulu bisa memecahkan kasus ini, maka aku akan memberikan kalian ijin sebagai detektif."

"No way!" seruku.

"Iya, aku tidak bohong. Aku serius, kau bisa melakukan ini secara independen Kim. Tidak terlibat dengan kami. Ini bukan yang kamu cari? Menurut ceritamu ketika kamu digunakan oleh BPOL aku yakin di dalam dirimu ingin memberontak. Aku tahu orang seperti kamu sangat ingin tahu, serasa di otak ada sesuatu yang gatal. Orang dengan bakat seperti kamu kalau tidak kamu gunakan dengan sebaik-baiknya akan sia-sia sekali. Dan ini adalah kesempatanmu, tunjukkan kepada POLRI bahwa kamu bisa menjadi detektif sebenarnya!" kata Paman Marvin.

Kim mengambil snack yang ada di ranselnya. Dia lalu mengunyah keripik singkong. Untuk sesaat ruangan itu gaduh suara mulut Kim yang mengunyah keripik singkong, hingga ia menjilati jemarnya. Setelah itu ia menghela nafas.

"Baiklah, aku setuju. Tapi informasi yang paman punyai aku juga harus punya agar kita berimbang," kata Kim.

"Semuanya ada di map itu. Pelajarilah! Kalau engkau membutuhkan tenaga kepolisian, aku siap membantu," ujar Paman Marvin.

"Memangnya atas alasan apa paman melakukan ini?" tanyaku.

"Kejahatan sekarang ini tidak terkendali, banyak muncul kasus-kasus kriminal aneh yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kalau kamu lulus dalam ujian ini aku akan memberikanmu kasus-kasus yang belum terpecahkan sampai sekarang, jangan khawatir aku akan memberikan imbalan atas semua kasus yang kamu tangani. Jadi kamu siap tuan detektif?" tanya Paman Marvin.

"Aku siap!"

* * * DETEKTIF OBESITAS KIM * * *​

Kim dan aku sudah berada di rumah. Begitu sampai rumah ia langsung mengurung diri di kamar. Aku bisa mendengar ia bersenandung sendiri, terkadang juga bermain musik dengan ponselnya. Dia mendownload aplikasi piano di ponselnya, langsung deh terkadang dia bermain sendiri. AKu nggak ngerti kalau Kim bisa main piano. Dari mulai lagunya bethoven sampai lagu-lagu yang lain. Sepertinya Kim sangat serius dengan ini. Aku tak berani mengganggunya, aku sibuk dengan urusan lain.

Selama seharian Kim mondar-mandir dari depan rumah ke belakang rumah. Ia sepertinya lebih serius memikirkan kasus ini daripada sekolahnya. Tentu saja mama sedikit khawatir dengan keadaan Kim. Kim bahkan hanya makan sedikit sampai ia terlihat kurus sekarang, terlebih ia mengeluarkan uap. Tapi pagi ini dia kembali gemuk setelah memakan makanan di kulkas. Aku yakin ia telah mendapatkan sesuatu.

"Kim, kamu dapat sesuatu?" tanyaku.

"Kamu tahu, secara ajaib kita mendapati tiga tersangka yang bekerja di kantor yang sama dengan korban terakhir. Di dokumen yang diberikan oleh Paman Marvin ada semua. Dan sepeda motor korban belum ketemu. Kasus ini bisa jadi kasus pencurian kendaraan bermotor tapi aku tak akan fokus ke sana. Aku sampai sekarang belum yakin dengan motif si pelaku."

"Jangan bilang kamu sudah tahu siapa pelakunya?!"

"Di dalam dokumen ini ada tiga tersangka. Pertama namanya Jodi, dia bagian marketing manajer. Kemudian Arib seorang staf pembukuan dan yang terakhir Zainal seorang staf IT. Tiga orang ini yang kini dikantongi namanya oleh kepolisian. Alamat mereka mudah ditemukan, permasalahannya adalah kita harus bertemu dengan ketiga orang ini sebelum polisi. Tapi rasanya tidak mungkin. Paman Marvin pasti sudah bergerak terlebih dulu. Maka dari itu ketika mereka sedang sibuk bekerja hari ini, kita samperin rumah ketiganya."

"Maksudmu kamu ngajak aku bolos?"

"Yap!"

"Hei, Kim. Kalau ketahuan mama bisa berabe!"

"Ingatlah, waktu kita sempit. Jangan sampai polisi salah dalam memutuskan siapa pelaku sebenarnya."

Setdah....kalau mama sampai tahu aku dan Kim bolos bisa dijewer dan dihukum. Tapi ini semua demi membela kebenaran dan keadilan. Entah kenapa aku pun akhirnya ikut. Aku dan Kim setelah itu menuju ke rumah salah seorang yang dikatakan tersangka. Rumahnya? Hmmm bisa disebut sebuah kos-kosan. Tentunya sulit kalau harus masuk ke tempat kos seperti itu, tapi kami cukup beruntung karena tempat kos ini dihuni oleh orang yang kebanyakan sudah bekerja. Jadi pagi itu semuanya lengang. Ini lokasi pertama, tempat di mana Jodi tinggal.

"Sepi Kim!" kataku.

"Kamu yang periksa yah, trus ceritain kepadaku di dalamnya ada apa aja," katanya.

"Hah?? Koq aku?"

"Ayolah Ton, dari kita berdua kamu yang lebih ramping. Kalau ketahuan kamu bisa lari dengan cepat. Lha aku???"

Dia benar. Argh sialan. Terpaksalah aku mengendap-endap masuk ke dalam halaman kos. Tempat kos memang sedang sepi. Kemungkinan semua orang sedang kerja atau kuliah. Kim memberikan isyarat kepadaku gerakan seperti mempersilakanku untuk masuk. Aku memukul bahunya, dia cuma ngikik. Apa boleh buat.

Sebentar, aku tak tahu di mana kamar Jodi. Bagaimana aku bisa tahu bahwa kamar-kamar yang ada di tempat ini adalah kamarnya Jodi?? Apa yang harus aku lakukan?

"Kim, bagaimana aku bisa tahu di mana kamar Jodi?" tanyaku.

"Ayolah Ton, berusahalah. Tanya kek," jawab Kim.

"What?? Tanya ke siapa?"

"Ke yang punya kos dong!"

"Heh? What the hell?? Pake alasan apa?"

"Bilang aja kamu sodaranya atau apa kek."

"Hah? Saudaranya?"

"Ayo Ton, waktu kita tak banyak!"

"Kenapa nggak kamu saja Kim?"

"Justru kalau kamu yang memeriksa kamarnya kamu bisa berlari dengan cepat kalau ada apa-apa. Sementara itu aku akan berada di tempat yang aman. Dengan tubuh seperti ini, rasanya tak bisa."

"Ayolah Kim, dengan kemampuan detektifmu kamu pasti tahu di mana kamarnya."

"Hei, kamu kira aku cenayang? Aku bukan dukun!"

"Hrrrrrrr...!" Aku sedikit gusar. Tapi It's OK, aku pun bergegas masuk.

Mencari informasi di tempat kos yang sepi ini adalah suatu tantangan bagiku. Mungkin Kim akan bisa menebak langsung di mana tempat si Jodi tinggal. Tempat kos ini ada tiga lantai. Tiap lantai ada sepuluh kamar yang mana bangunannya memutar. Aku mendengar ada suara, ya suara musik. Sepertinya musik itu dinyalakan oleh salah satu penghuni kos. Baiklah, aku coba bertanya kepada penghuni kos itu. Di lantai satu tidak ada satu pun pintu yang terbuka, sehingga aku mencoba mencari di lantai dua.

Ada sebuah kamar yang terbuka. Aku bisa melihat seseorang sedang sibuk dengan komputernya. Aku melongok dan mendapati monitornya sedang menampilkan layar sebuah game. Sepertinya itu game MMORPG. Agaknya dia tak tahu kalau aku ada di depan pintu.

"Permisi mas?!" sapaku.

Seorang lelaki berperawakan berantakan boleh dibilang menoleh ke arahku. Berantakan mungkin karena rambutnya jabrik dan panjang. Aku melihat putung rokok menggunung di asbak yang berada di dekat keyboardnya. Dia lalu dengan keheranan bertanya, "Cari siapa mas?"

"Kamarnya mas Jodi di mana ya?" tanyaku.

"Tuh di atas. Nomor tiga dari tangga," jawabnya. "Ada perlu apa?"

"Saya salah satu sodaranya," kataku.

"Oh, tapi sepertinya dia kerja," katanya.

"Oh nggak apa-apa mas, saya kepengen tahu saja," kataku.

"Pulangnya ntar sore paling," ujarnya.

"Baik mas, terima kasih," kataku.

Kemudian dia kembali bermain di laptopnya. Aku segera bergegas ke lantai tiga. Di sini aku bisa melihat bagaimana bagian depan kamar ada rak sepatu. Sebuah tong sampah di depan masing-masing kamar ada teronggok dengan tumpukan sampah. Tapi ada satu kamar yang membuatku agak terkesima. Kamar Jodi termasuk yang bagian depannya tidak berantakan. Tong sampahnya bersih, rak sepatunya tampak rapi berjejer dua pasang sandal dan sepasang sepatu kets.

Hmm....aku jadi teringat akan cerita-cerita seorang pembunuh psikopat yang menghabisi korbannya, namun punya kebiasaan unik yaitu segalanya sangat rapi. Aku melongok ke jendela kamarnya yang tertutup gorden. Bah, gimana bisa masuk? Aku coba untuk membuka pintu kamarnya. Terkunci. Tentu saja terkunci, oranngya sedang pergi. Tapi aku tidak kehilangan ide. Orang seperti Jodi yang menghabiskan waktu seharian keluar pasti akan menyimpan kunci di dekat pintu, entah di mana. Kebiasaan orang Indonesia memang seperti itu kan? Bahkan sebenarnya seorang maling tidak perlu mendobrak pintu kalau mengerti kebiasaan korban seperti menyimpan kunci di bawah keset. Aku menarik kaset itu dan menemukan anak kunci di sana. Hahaha, jenius!

Aku pun membuka pintu dengan anak kunci ini. KLIk! Yeah, bisa! Terbukalah sebuah kamar yang asing, tapi baunya wangi sekali bahkan sangat rapi. AKu ragu ini kamar cowok. Jodi ternyata orangnya sangat rapi, sangat bersih. Aku tak melihat satu pun poster. Semuanya serba rapi, meja yang rapi, lemari yang rapi. Aku jadi sungkan ingin masuk karena kalau aku masuk pasti ia akan curiga ada orang yang masuk kamarnya. Mulai dari dipan yang kasurnya ditutupi dengan sprei bercorak hitam putih bergambar tokoh kartun Goofy. Apa yang aku cari di sini. Membuktikan bahwa Jodi adalah pelakunya hanya dengan mengamati kamarnya? No way! Bagaimana caranya? Kamarnya bisa, terlau biasa, terlalu rapi, tapi menurutku ini kamar yang sangat mencurigakan. Hidup dengan kamar sebesersih ini, bisa jadi sering dimiliki oleh seorang psikopat bukan?

Ponselku berbunyi. Dari Kim!

"Ya?" kataku.

"Gimana? Apa yang kamu lihat?" tanya Kim.

"Kamarnya rapi banget. Terasnya juga bersih. Rak sepatunya rapi, tak ada sampah. Mungkin dia sudah membuangnya. Tak ada poster. Kamu mau aku masuk kamarnya?"

"Hmm...tak perlu, udah yuk!"

Ini aneh, kenapa Kim bertindak semaunya seperti ini.

"Woi, beneran nih?"

"Sudah ayo pergi"

"Dia bukan pelakunya?"

"Entahlah, kalau kamu bilang seperti itu ya sudah. Kita ke tempat yang lainnya."

Aku mengusap peluh yang ada di dahiku. Dengan hati-hati aku tutup lagi pintu kamarnya dan aku kunci, kemudian kuncinya aku taruh di tempatnya semula. Setelah itu dengan tenang aku meninggalkan tempat kos ini. Salah satu penghuni kos melihatku pergi, tapi ia tak mempedulikannya. Sesampainya di bawah, Kim sudah terlihat kurus. Ia baru saja menguap.

"Whoaa! Kau bikin aku kaget!" kataku.

"Tempat berikutnya!" katanya.

Tak lama kemudian dengan sepeda motorku kami melaju ke tempat tersangka berikutnya. Sengaja aku ngebut agar kami tak kehilangan banyak waktu. Kali ini ke tempat tinggal Arib. Dia tinggal di sebuah apartemen. Sewa apartemennya sebenarnya cukup murah. Dari file yang diberikan oleh Paman Marvin diketahui di mana Arib tinggal. Kami pun langsung naik tanpa memberitahukan kepada petugas sekuriti. Sebab mereka sendiri terkadang tak begitu peduli dengan siapa saja yang keluar masuk apartemen terkecuali sampai ada laporan.

Aku dan Kim kini berada di depan sebuah pintu apartemen di lantai enam. Ini adalah tempat tinggal Arib. Baiklah, pintunya terkunci. Dan sepertinya Arib membawa kuncinya atau lebih parah menitipkannya ke petugas sekuriti di bawah. Tapi Kim tak kehabisan akal. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari ranselnya. Di dalamnya ada berbagai macam, seperti alat. Obeng, banyak obeng kecil, bukan tentu saja itu bukan obeng. Aku baru menyadari ketika dia memasukkan ujung alat itu ke dalam lubang kunci. Itu Lockpick!

"Kamu bisa?" tanyaku.

Kim tak menjawab. Ia sudah konsentrasi saja. Butuh waktu kurang lebih lima belas detik, hingga ia bisa memutar lubang kunci hingga terdengar suara CEKLEK!. Ini gila! Benar-benar gila! Kami membobol rumah orang! Kalau sampai ketahuan kita berdua bisa masuk penjara nih terkena pasal pencurian. Ini gila! Sinting!

Kami pun melongok isi rumah itu. Whoaaa! Berantakan. Berbanding terbalik dengan apa yang aku temukan di tempat kos tadi. Aku bisa melihat bungkus plastik berserakan di lantai. Baju-baju yang sudah tidak terpakai ada di sofa. Di meja ada asbak penuh dengan putung rokok. Tidak hanya itu ada beberapa bungkus rokok yang sudah habis dan diremas-remas berada di lantai.

"Wah, gila! Berantakan banget!" kataku.

Sebuah foto seorang gadis cantik terpampang di dinding. Siapa itu? Pacarnya? Adiknya? Atau siapa? Kim melongok ke sebuah meja, dia melihat beberapa ornamen kerang dan bebatuan warna-warni di sana. Kim tak tertarik kepada apapun sepertinya. Dia kemudian berjalan ke kamar mandi, kuikuti Kim. Kamar mandinya, biasa. Tak ada yang spesial. Tapi Kim memeriksa dengan seksama, dia pun mencium deodorant yang ada di lemari kecil. Setelah puas mengintip kamar mandi, kami kemudian menuju ke kamar tidur. Di sini Kim tertarik dengan beberapa botol parfum yang tertata rapi di meja dengan tempat tidur.

"Kim, apa dia orang yang kita cari?" tanyaku.

"Menurutmu?"

"Menurutku, dia orang yang kita cari."

"Alasannya?"

"Entahlah, aku tak punya insting detektif. Tapi, aku cuma bisa pakai perasaan."

"Perasaan itu bisa menipu. Apa menurutmu variabel yang cocok bahwa orang ini adalah tersangka yang kita cari?"

"Tersangka adalah perokok."

"Bisa jadi, tapi itu tak cukup, kita belum periksa tersangka ketiga. Bisa jadi tersangka ketiga juga perokok."

"Mungkin ada hubungannya dengan foto di ruang tengah tadi?"

"Kalau itu cuma foto biasa?"

"Parfum-parfum ini? Aku bisa berimajinasi dia terobsesi dengan para korban karena parfum. Kamu tahu seperti film Perfume, story of a murder?"

"Kamu terlalu banyak berkhayal. Aku belum bisa mengatakannya, tapi bisa jadi Jodi adalah orang yang kita cari, tapi aku masih belum yakin. Ada salah satu variabel yang belum aku temukan di sini."

"Variabel lagi variabel lagi, pusing Kim! Pergi yuk!?"

"OK, lagipula kita sudah selesai"

"What?? Cuma segitu?"

"Emangnya kamu belum?"

"Aku sih cuma ngikut aja"

Terus terang Kim melakukan observasi dengan cara tak lazim. Aku baru mengetahui satu hal, selama melakukan pemeriksaan ke tempat tinggal para tersangka Kim menguap sedikit demi sedikit. Ia jadi sangat kurus sekarang. Apa yang sebenarnya Kim cari?

Perjalanan ke tempat tinggal tersangka ketiga tidak begitu jauh. Tempat tinggalnya berada di tengah kota. Tentu saja setelah melewati beberapa gang kami sampai di sebuah kontrakan. Kami agak bingung sekarang bagaimana caranya biar bisa masuk. Apalagi ini adalah kampung. Kalau kami masuk rumah sembarangan bisa-bisa kami dikira maling. Tapi belum sempat aku ngomong ke Kim bagaimana caranya masuk dia sudah menghilang, kemana?? Aku bergegas ke samping rumah dan mendapati Kim sudah menaikkan jendela dan memasukkan tubuhnya ke dalam.

"Kim! Kim!? Gila kamu!" kataku. "Arrgghh! Bodo ah...tunggu Kim!"

Aku menoleh kiri-kanan tak ada orang. Segera saja aku mengikutinya masuk ke dalam rumah lewat jendela. Ini sih kelewat kurang ajar namanya. Bagaimana aku sekarang masuk ke dalam rumah seseorang tanpa ijin? Kami ternyata masuk ke dalam sebuah kamar. Kim sudah mondar-mandir ke sana kemari seperti mencari sesuatu. Aku tak tahu apa yang dia cari. Aku dengan susah payah masuk. Kamarnya biasa. Apakah ini kamar tersangka? Aku agak takjub melihat beberapa komputer di meja kamar. Kabel-kabel terangkai menjadi satu. Kim menggeleng-geleng melihat benda elektronik itu.

"Ckckckck! Orangnya nggak bisa rapi, aku heran ia masih bisa hidup dengan ini semua," kata Kim sambil menunjuk komputer itu.

Kamarnya biasa, boleh dibilang begitu. Di meja tempat tidurnya ada asbak rokok yang cukup kotor. Poster-poster dari group band dan film bertebaran di dinding kamar. Kim menuju ke ruang tengah. Di sini ada tv, buffet yang berisi gelas dan buku-buku tentang teknologi. Kim mengambil sebuah topi baseball yang digantung di pintu. Topi baseball? Bukannya tersangka memakai topi itu ketika terekam kamera cctv? Apa Zainal ini orang yang kita cari? Kim tampak menciumi topi itu.

"Apa dia orang yang kita cari Kim?" tanyaku. "Bukankah tersangka memakai topi ini ketika terekam kamera cctv?"

"Ya, aku tahu. Tapi semua tersangka memakai topi ini di CCTV."

"Oh, lalu apa yang kamu cari?"

Kim cuma mengembangkan senyuman. Dia bergegas pergi ke kamar mandi. Kamar mandinya nggak ada yang aneh sih. Di pinggir bak mandi ada beberapa shampoo. Kim menciumi botol shampoo itu. Dia melihat ada sebuah tong sampah kecil yang di dalamnya ada botol-botol shampoo yang sudah habis.

"Ini yang aku cari!" kata Kim.

"Hah? Botol shampoo?"

TUNG! aku dengar suara dering BBM di ponselku.

"Apa itu?" tanya Kim.

Aku mengambil ponselku dan mengeceknya, dari Kak Luna.

Luna: Ton, hari ini aku nonton bioskop. Mama sama papa pergi. Jaga rumah ya sama Kim?

"Arghh! Sialan nih Kak Luna, nonton bioskop nggak ngajak-ngajak!" kataku.

"Hah? Kapan?" tiba-tiba Kim panik.

"Kenapa kamu panik?" tanyaku.

"Kapan?" tanya Kim lagi.

"Ya sekarang, kita disuruh jaga rumah," jawabku.

"Celaka, Ton! Cepat! Kita susul Kak Luna!"

"Kenapa?"

Untuk sementara aku tak mengerti kenapa, tap...perasaanku tak enak. Apalagi melihat tubuh Kim makin kurus. Aku tak sadar kalau sebenarnya Kim belum makan dari tadi. Bahkan aku tak melihatnya sarapan tadi, ia tak makan cemilan. Aku baru ingat kalau Kim sejak kemarin tidak gemuk, sejak pulang ia berpikir lagi sampai tubuhnya langsing. Apakah dia sudah tahu tersangkanya siapa??

"Polisi pasti tidak menyangka, Paman Marvin pasti tidak menyangka!" ujar Kim. Tapi ketika kami akan keluar lagi dari jendela, Kim berhenti dan tertarik kepada sesuatu di meja. Ia buru-buru mengambil itu tapi tak memperlihatkannya kepadaku.

"Apa itu?" tanyaku.

Kim tak menjawab.

(bersambung....)
 
akhirnua update jg
thx a lot for the update ganArc
 
So siapakah pelakunya? :p
 
apakah itu:kacau:
artinya kalau Luna dalam bahaya?! kemarin sempat cerita kalau gak sengaja bertemu kembali dengan Ariel Peterporn:bata:

bukan dari ketiga:bingung:
tersangka itu, pelaku sebenarnya,,,
 
Pelakunya adalah... Entahlah ganArc.. Kak Luna membutakan instingku, ane lebih mencemaskan kak Luna ketimbang nebak pelakunya.,.wkwkwkwkwk :bata:
 
Aaahh.. keren suhu.. di tunggu update nya...
 
Bimabet
makin penasaran aja nih suhu...trus knapa kim buru2 gara2 luna lagi nonton di bioskop???????
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd