BAB 19 menjadi duta agung
1 menjadi duta agung
Setelah ditempah kembali selama 2 tahun setengah oleh suhunya, Kiang Ceng Liong akhirnya kembali turun gunung. Kali ini, Kiang Ceng Liong yang telah menjadi anak muda berbadan kokoh dan tegap ini turun dari bukit tempat gurunya bertapa dengan langkah penuh keyakinan. Wajahnya yang gagah dan tampan nampak menjadi lebih berwibawa, apalagi dengan ketenangan yang memang dimilikinya secara lahiriah telah menyatu dengan kematangan penguasaan baik ilmunya maupun dirinya.
Kepercayaan atas dirinya sendiri telah meningkat jauh seiring dengan semakin matang usianya dan semakin sempurna Ilmunya. Terlebih, kini dia telah mengenal siapa dirinya, mengenal keluarganya, dan sadar bahwa dia berasal dari keluarga terhormat yang punya sejarah panjang dalam dunia persilatan. Kakeknya atau gurunya, telah menceritakan selengkapnya keadaan keluarganya, sejarah lembahnya, tokoh-tokohnya dan juga apa yang pernah terjadi pada masa lampaunya.
Bahkan apa yang terjadi dimasa dia kehilangan ingatan, sudah diceritakan dan diketahuinya dari Tek Hoat, Kim Ciam Sin Kay dan juga tentu gurunya. Dan kini, memasuki usia yang ke-20, dia kembali memasuki lembah keluarganya, Lembah Pualam Hijau dan sebagaimana amanat gurunya, dia harus memasuki dengan cara terhormat, memperkenalkan dirinya dan mengatasi masalah yang sedang dialami Lembah itu. Dan itulah tugas utamanya dewasa ini.
Pada saat-saat terakhir sebelum turun gunung, Ceng Liong masih didesak gurunya untuk mendalami ilmu mujijat lainnya Tatapan Naga Sakti. Anehnya dia kadang mampu melakukannya melontarkan hawa mematikan melalui matanya, tetapi kadang juga macet. Dia sendiri masih belum mengerti mengapa kadang dia mampu melakukannya, dan kadang tidak mampu. Padahal, beberapa kali dia menguji sesuai petunjuk Kian Ti Hosiang ketika di dibangunkan malam hari dan secara terpisah diajak bicara oleh Padri tua Siauw Lim Sie itu.
Dibukakanlah oleh Kian Ti Hosiang soal kemungkinan pengembangan ilmu itu. Berdasarkan hal itu, maka Ceng Liong melatihnya, dan setelah setahun lebih, dia mulai bisa melontarkan kekuatannya melalui matanya. Mulanya kekuatan yang biasa saja, hanya sanggup menggoyangkan dedaunan, tetapi lama kelamaan kekuatan tersebut berkembang seiring dengan latihan konsentrasi yang diajarkan Kian Ti Hosiang. Bahkan, kekuatannya berkembang jauh setelah dia melakukan samadhi 3 hari 3 malam yang membuatnya mulai mampu melontarkan cahaya berkilat yang menghancurkan.
Tetapi, toch, setelah semakin berkembang sangat kuat dan mematikan, Ceng Liong menemukan kenyataan pahit dan yang membingungkannya. Kadang dia sanggup melontarkannya dengan hasil yang mencengangkan, tetapi tidak jarang tidak sanggup melontarkan kekuatan itu sama sekali. Dia sendiri bingung menghadapi kenyataan tersebut dan tidak sanggup menguraikannya, karena dia merasa tidak ada yang salah dari apa yang dipelajarinya.
Apalagi, bisa jadi hari ini dia gagal, eh tapi besoknya dia berhasil, dan bisa jadi esoknya lagi gagal. Ketika dibahas bersama gurunyapun, ternyata tetap saja belum ada kemajuan yang menjadi pegangan kenapa kadang dia mampu melakukannya dan kadang tidak mampu. Padahal, sepengetahuannya, semua tahapan yang dinyatakan Kian Ti Hosiang sudah dilengkapinya dengan tekun. Biasanya, sesuai petunjuk Kian Ti Hosiang, Ceng Liong melatih ilmu itu pada waktu malam.
Setelah didesak gurunya untuk turun gunung, akhirnya Ceng Liong menyerah dan menyerahkan kepada kehendak alam, apakah dia akan mampu menguasainya suatu saat atau tidak. Biarlah kesempurnaannya dia temukan dalam pengembaraannya kelak. Apalagi, menurut gurunya, dengan kemampuan Ceng Liong sekarang ini, tanpa ilmu itupun sudah sangat luar biasa. Bahkan tanpa disadari oleh Ceng Liong, pada puncak pengerahan Soan Hong Sin Ciang dengan menggunakan paduan atau varian yang dikelolah Tek Hoat, dari tubuh mereka memancar hawa panas yang sangat tajam menusuk.
Begitupun ketika dia memainkan Pek Lek Sin jiu, badannya mampu memancarkan hawa panas menusuk yang akan sangat mempengaruhi lawannya ketika bertarung. Kemampuan ini diperolehnya setelah dia menggunakan waktu 3 hari 3 malam untuk merenung Ilmu Tatapan Naga Sakti, yang efek lainnya adalah menilai kembali kemampuan Ilmu lainnya. Justru dengan cara ini, dia mampu meningkatkan penguasaan dan penggunaan Ilmu-ilmu sakti lainnya.
Bahkan sudah bisa merendengi kemampuan 4 tokoh besar pada 40 tahun sebelumnya, ditambah dengan kemajuannya yang masih sangat muda, maka ilmunya pasti akan berkembang sangat pesat. Itulah sebabnya, gurunya berani untuk mengatakan bahwa tanpa ilmu tersebut, Ceng Liong sudah sangat memadai kepandaiannya. Bahkan untuk mencari padanannya di Tionggoan saja sudah sangat sulit.
Begitulah, akhirnya Ceng Liongpun turun gunung, dengan tujuan pertama sesuai perintah kakekny adalah Lembah Pualam Hijau. Dan anehnya, entah bagaimana, dengan mudah Ceng Liong bisa mencapai pintu masuk lembah, bahkan jalan-jalannya terasa sangat dihafalnya di luar kepala. Kakinya seperti secara otomatis melangkah, dan tidak lama setelah turun dari pertapaan kakeknya, dia sudah berdiri di pintu masuk lembah. Dia tidak merasa asing dengan pintu masuk itu, bahkan dia bisa dengan mudah menerobosnya, tetapi dia teringat pesan kakeknya merangkap gurunya.
Bahwa, jika dia sendiri tidak menghormati tata krama lembahnya, mana bisa orang lain diharapkan melakukannya? Karena itu dengan sabar dia menunggu. Dan memang, tidak lama kemudian nampak ada orang yang menyongsongnya untuk menanyakan keperluannya. Tetapi, belum sempat orang yang datang menyelesaikan kalimatnya untuk bertanya maksud kedatangan Ceng Liong, dia justru terbelalak melihat anak mudah gagah yang berdiri dihadapannya, nampak asing tetapi seperti sangat dekat dan sangat dikenalnya:
Anak muda, ap...ap...apa maksud kedatanganmu? tanya orang itu pangling dan nampak seperti setengah linglung memandangnya.
Bahkan bicaranyapun terdengar gagap saking tegangnya memandang Ceng Liong.
Samar-samar, Ceng Liongpun seperti masih mengenali orang yang berada dihadapannya, tetapi ingatan yang hilang dan dalam waktu yang lama tidak melihat orang ini, membuatnya sulit untuk menentukan alias lupa-lupa ingat. Meskipun demikian, dia tahu, bahwa didalam lembah ini, kerabat dekatnya yang tertinggal, hanyalah bibinya yang bernama Kiang Sian Cu, yang merupakan kakak dari ayahnya, Kiang Hong. Karena itu, perlahan Ceng Liong menjura bahkan kemudian menyembah dengan haru dan berkata:
Bibi yang baik, ponakanmu Ceng Liong datang menghadap
Ceng Liong? ya tentu saja, wajahmu adalah wajah ayahmu. Kening dan alismu adalah milik ibumu, Bi Hiong. Tidak salah lagi dan takkan mungkin salah Wajah yang sayu itu, nampak berbinar gembira dan terharu sejenak. Tapi tidak lama kemudian dengan suara yang lebih tenang setelah sanggup menguasai dirinya dan perasaannya, dia menarik dan membangunkan Ceng Liong. diraba-rabanya wajah anak muda itu, karena sudah lama dia tidak bertemu baik dengan anak ini yang hilang di usia hampir 8 tahun, maupun kedua adik kembarnya yang juga sudah 10 tahunan lebih lenyap tidak bertemu dengannya. Karena itu dengan penuh rasa haru dan gembira, dirabanya wajah Ceng Liong dan kemudian kembali dia berdesis:
Ya, tidak mungkin salah. Kamulah satu-satunya penerus keluarga Kiang kita yang sedang merosot tajam saat ini. Untunglah kamu datang anakku, bibimu ini sudah terlalu lelah menanggung beban ini sendirian Setelah mengucapkan hal tersebut, tiba-tiba wanita perkasa ini menangis sedih di dada Ceng Liong. Airmatanya menetes deras membasahi pakaian Ceng Liong yang juga menjadi terharu dengan keadaan dan beban yang dipikul bibinya.
Meskipun bibinya juga adalah wanita perkasa, tetapi dengan begitu banyak beban yang harus dipikul untuk kebesaran nama keluarga dan lembah ini, wajar bila dia menangis menemukan orang yang tepat dan berhak melanjutkan tugasnya. Selama ini, betapa ingin dia membagi dengan orang lain, tetapi selain suaminya yang juga menjadi Duta Hukum dan sekarang menjaga lembah mereka, siapa lagi? Padahal yang seharusnya memikul itu adalah adiknya, jika bukan Kiang Liong yang sakit jiwa, ya harusnya Kiang Hong. Tetapi keduanya hilang dan mengharuskan dia yang menanggung beban berat nama besar keluarga itu. Sementara pada saat yang sama, kedua tokoh utama Lembah Pualam Hijau yang masih diketahuinya, juga ikut menjadi misteri, yakni ayahnya Kiang Cun Le dan Kiang In Hong. Jadi, bisa dibayangkan betapa gembira dan terharunya ketika dia menerima kedatangan Ceng Liong.
Bibi, siapa-siapakah kerabat kita yang masih tinggal di lembah ini? Mengapa lembah ini seperti menjadi demikian senyap? bertanya Ceng Liong setelah sekian lama membiarkan bibinya melepaskan bebannya. Karena diapun mengerti sebagaimana disampaikan kekek buyutnya, betapa berat beban yang disandang bibinya ini dalam mempertaruhkan dan menjaga kehormatan Lemba mereka. Setelah lama dia membiarkan ikut hanyut dan kemudian bisa menguasai dirinya, dia bertanya.
Ceng Liong, seharusnya di Lembah ini tinggal Duta Agung, yakni ayahmu Kiang Hong dan duta Luar, yakni ibumu. Sementara bibimu adalah Duta Dalam. Selanjutnya kita memiliki 3 duta Hukum, salah seorang duta Hukum hilang bersama ayah ibumu, sementara dua sisanya adalah pamanmu dan salah seorang murid Kakekmu Kiang Cun Le menggantikan Duta Hukum yang terbunuh dahulu kala.
Diantara kerabat kita, Kiang Cun Le kakekmu masih sering muncul di lembah ini, meski teramat jarang karena lebih banyak bersamadhi. Kemudian Pamanmu, kakak kembar ayahmu Kiang Liong, tetapi dia juga menghilang belasan tahun. Masih ada Kiang In Hong, tetapi Bibi itu sudah menjadi Liong-i-Sinni, Padri Wanita Sakti di daerah Lautan Timur. Kemudian 6 duta perdamaian, semua adalah didikan kakekmu tidak ada lagi yang berani meninggalkan Lembah karena yang bisa memerintah mereka adalah ayahmu, Duta Agung Jelas bibi Sian Cu.
Mari Ceng Liong, kita masuk ke lembah dan nanti ceritakan pengalamanmu selama menghilang dan mengembara. Ayah cuma sering mengatakan bahwa suatu saat engkau akan kembali, tapi jelasnya ayah tidak pernah memberitahu sambung Kiang Sian Cu.
Melihat kehangatan dan rasa kasih bibinya, serta juga beban berat yang dipikul bibinya, akhirnya Ceng liong kemudian menceritakan semua apa yang diketahuinya. Yakni sejak dia ditemukan Tek Hoat dan Mei Lan, kemudian diambil murid kakek buyutnya, berguru selama 10 tahun, pergi membantu Kay Pang dan membebaskan Kim Ciam Sin Kay Kay Pang Pangcu, untuk kemudian kembali digembleng kakeknya di tempat pertapaannya. Semua diceritakan dengan gamblang, kecuali beberapa bagian yang dia sendiri tidak ingat lagi.
Seperti ceritanya dengan Giok Hong yang nampaknya hanya dia dengan Kim Ciam Sin Kay yang mengetahui dan menyimpan cerita itu rapat-rapat. Selebihnya, dia juga merahasiakan tempat pertapaan gurunya, sebagaimana yang dipesankan oleh guru sekaligus kakek buyutnya. Dan juga akhirnya dia bercerita akhirnya kakek buyut memintanya untuk kembali ke lembah dan mengatasi persoalan yang dihadapi Lembah Pualam Hijau.
Ach, bahkan ternyata engkau secara ajaib diselamatkan dan diambil murid oleh Kakek Buyut. Lebih mengagetkan lagi, ternyata kakek Sin Liong masih hidup. Ach, jodoh, jodoh, siapa sangka engkau begitu beruntung dididik langsung oleh orang tua itu Ceng Liong. Bagaimana kabar kakek Buyut itu?
Usianya sudah lebih dari 100 tahun bibi, tetapi masih tetap sehat. Bahkan sesekali dia datang ke lembah ini untuk menengok keadaan dan keselamatan lembah kita ini berkata Ceng Liong.
Ach, pantaslah tetap tidak ada yang berani menyatroni lembah ini. Ternyata selain ayah, kakek buyut juga sering datang melindungi lembah Berkata Kiang Sian Cu sambil mengingat beberapa kali dia secara aneh terlepas dari kesulitan ketika sedang dibawah tekanan tokoh tertentu. Dan tiba-tiba tekanan tersebut menjadi lepas sama sekali, dan tanpa berkata apa-apa tokoh tersebut, termasuk Siangkoan Tek dan juga seorang sesepuh Lam Hay, berlalu dari hadapannya. Ternyata bukan Cuma ayah, tetapi ada juga campur tangan kakek buyut. Syukurlah, pikirnya. Perasaan senang, tenang dan nyaman mengetahui ternyata Lembah Pualam Hijau masih memiliki sandaran yang luar biasa hebatnya, segera terpancar dari sinar mata Kiang Sian Cu.
Baiklah Ceng Liong, berhubung orang tertua di tempat ini adalah bibimu ini, dan peraturan Lembah Pualam Hijau menyebutkan harus ada pemegang kekuasaan Lembah Pualam Hijau dalam menanggulangi bencana rimba persilatan, maka rasanya sudah waktunya engkau yang mengemban tugas ayahmu. Ayahmu sudah menghilang hampir 10 tahun, dan akibatnya rimba persilatan menjadi morat-marit oleh teror banyak pihak. Sudah saatnya engkau tampil. Terlebih engkau dididik oleh kakek buyut, bibimu percaya engkau bahkan tidak kalah dari ayahmu. Tapi untuk meyakinkan diriku, pamanmu dan para tetuah lembah, biarlah besoh kita melakukan ujian dan proses pengangkatan Duta Agung Lembah Pualam Hijau berkata Sian Cu.
Bibi, tetapi aku masih terlalu muda, bagaimana mungkin mampu dan bisa mengemban tugas seberat ini?
Tidak mungkin ditunda lagi. Begitu engkau lulus ujian besok, Medali Pualam Hijau harus kau kalungi. Untunglah hanya Pedang Pualam Hijau yang dibawah ayahmu dulu. Sehingga masih ada satu tanda pengenal Duta Agung yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan mengatur tegas bibinya.
Tapi, bibi Sian Cu, bukankah
Tidak ada tapi lagi. Kakek dan ayahmu juga menerima pengangkatan di usia muda, hanya kamu sedikit lebih muda dibandingkan ayahmu Potong Kiang Sian Cu sebelum Ceng Long menyelesaikan kalimatnya.
Kecuali, jika tidak ada lagi rasa hormatmu atas kebesaran dan kehormatan keluargamu dan Lembah ini tambah Kiang Sian Cu keren dan dengan suara bergetar menahan tangis. Suara Bibinya itu menggetarkan sukma Ceng Liong, dan otomatis juga menyentuh rasa hormat dan kebanggaannya atas kebesaran keluarganya. Karena itu, setelah beberapa lama termenung, akhirnya dengan suara bergetar dia berkata:
Baiklah bibi, demi nama besar dan kehormatan keluarga Kiang dan Lembah Pualam Hijau, biarlah tecu memberanikan diri menerima hal itu Akhirnya dengan berat hati Ceng Liong mengiyakan dan dengan demikian selanjutnya tinggal menunggu ujian besoknya.
Karena dalam aturan Lembah Pualam Hjau, ada syarat minimal yang harus dipenuhi oleh calon Duta Agung yang akan mewarisi Pedang Pualam Hijau dan Medali Pualam Hijau. Sungguh beruntung, Kiang Hong ketika pergi, hanya membawa Pedang Pualam Hijau dan meninggalkan medali pualam hijau. Dengan demikian, maka meskipun Kiang Hong, Duta Agung Lembah pergi membawa Pedang Pualam Hijau, tetapi masih ada tanda pengenal Duta Agung yang lain. Bilapun Kiang Hong kembali suatu saat, toch yang menggantikannya adalah anak sulungnya, tidak akan terjadi apa-apa.
Besoknya, di Lian Bu Thia Lembah Pualam Hijau, nampak sudah berbaris para tetuah Lembah Pualam Hijau. Di barisan paling depan, hanya diduduki 1 orang, yakni Kiang Sian Cu, 2 kursi lainnya kosong, yang harusnya ditempati Ayah dan Ibu Ceng Liong selaku Duta Luar dan Duta Agung. Pada baris kedua, ada 2 kursi yang terisi, merupakan baris dari Duta Hukum, satu kursi kosong dan belum terisi karena petugasnya hilang bersama Kiang Hong.
Sementara baris ketiga, 6 kursi penuh terisi, para Duta Perdamaian yang tidak bisa bertugas selama Bengcu atau Duta Agung tidak memberikan perintah. Setelah semua siap, tiba-tiba Kiang Sian Cu memerintahkan Ceng Liong untuk maju kedepan, bersamaan dengan dirinya juga mencelat ke panggung Lian Bu Thia. Nampaknya, upacara pengangkatan Duta Agung yang harus diawali dengan ritual pengujian calon Duta Agung akan segera dilakukan. Sebagai keturunan keluarga Kiang tertua di Lembah Pualam Hijau dewasa ini, maka menjadi tugas dan kewajibannyalah untuk melaksanakan ujian dan pengangkatan. Semua sesuai dengan aturan turun temurun di Lembah. Kemudian nampak Kiang Sian Cu dengan penuh hikmat berkata sambil memegang Medali Pualam Hijau:
Menurut aturan Lembah, maka pewaris Duta Agung, wajib memiliki tato giok ceng dipundak kanan. Ceng Liong, tunjukkan pundak kananmu kepada semua orang di ruangan
Ceng Liong yang seba sedikit mengerti upacara keluarganya, segera membuka jubah di pundak kanannya, dan memang disana ada tato Giok ceng, sebagai tanda dia benar keturunan keluarga Kiang. Kemudian, kembali terdengar suara Kiang Sian Cu sambil memegang Medali Pualam Hijau:
Menurut aturan kedua, calon Duta Agung harus sanggup memainkan Giok Ceng Cap Sha Sin Kun dan Giok Ceng Kiam Hoat. Kiang Ceng Liong, perlihatkan penguasaanmu atas kedua Ilmu Pusaka Keluarga
Baik, maafkan kebodohanku sambil berkata demikian, Ceng Liong segera membuka jurus Giok Ceng Cap Sha Sin Kun, dan kemudian bersilat mengikuti ajaran gurunya. Gerakannya mantap, bahkan angin berkesiutan dari kedua tangannya yang bergerak-gerak kokoh. Sinkangnya, sudah pasti adalah gemblengan Giok Ceng, dan dengan demikian dia sanggup memainkan semua jurus maut keluarganya itu dengan sempurna.
Sangat sempurna malah. Bahkan ketika memainkan Giok Ceng Kiam Hoat, tanpa menggunakan pedang, hanya dengan memanfaatkan Hawa Pedang di tangannya, semua orang menahan nafas. Karena yang sanggup memainkan Ilmu ini sedemikian tajam, berkesiutan bagai benar ada pedang di tangan, bahkan Kiang Hongpun masih belum sanggup. Seingat mereka, hanya Cun Le dan In Hong yang terakhir sanggup melakukannya, itupun di usia mereka yang memasuki 30tahunan. Dan saat ini, Ceng Liong sanggup melakukannya bahkan dengan baik dan seperti sudah terbiasa. Setelah menyelesaikan semua Ilmu itu, kemudian Ceng Liong menjura kepada Kiang Sian Cu:
Bibi, sudah selesai, bagaimana penilaian bibi dan para tetuah Lembah Pualam Hijau? bertanya Ceng Liong polos tanpa maksud dan keinginan untuk mendapatkan pujian.
Menurutku lulus, bagaimana menurut saudara sekalian? Sian Cu bertanya
Lulus semua berteriak sepakat.
Baiklah Ceng Liong, engkau telah melalui dua ujian awal. Ujian ketiga dan yang terakhir adalah, engkau harus sanggup bertahan dari sergapan 6 duta perdamaian selama sedikitnya 50 jurus. Keenam duta ini dilatih khusus dengan barisan pedang Giok Ceng, dan selama 50 tahun terakhir digunakan sebagai ujian terakhir calon duta agung. Ayahmu, sanggup bertahan sampai 65 jurus waktu menghadapi Barisan 6 Pedang, kakekmu sanggup bertahan sampai 70 jurus, dan sekarang terserah sampai berapa jurus engkau bisa bertahan Berkata Kiang Sian Cu. Dan kemudian melanjutkan:
Enam duta perdamaian
Siap
Maju dan uji calon Duta Agung Lembah
Baik dan dengan tangkas ke-6 duta perdamaian sudah melesat ke panggung. Dan dengan tidak banyak bicara, sudah langsung menerjang Ceng Liong dengan Pedang terhunus di tangan masing-masing. Tidak lama terdengar desing pedang menderu-deru diseputar Ceng Liong, seakan-akan hawa pedang sudah mengurung tubuhnya. Tetapi, meskipun masih sangat muda, Ceng Liong sudah mengalami beberapa pertarungan yang mendebarkan. Karena itu, dia tidak menjadi gugup.
Sebaliknya, dengan tangkas dia bergerak, dan yang lebih luar biasa lagi, terkadang dia berani menyentil ujung pedang, baik ujung tajamnya maupun bilah ketajaman pedang. Dan dengan segera Ceng Liong bersilat dengan Ilmu keluarganya, Giok Ceng Kiam Hoat untuk mengimbangi desing dan cicit pedang yang membahana. Tetapi, Ilmu Pedang dengan menggunakan kekuatan sinkang tangannya, ternyata sanggup menahan semua serangan yang dilakukan oleh 6 duta perdamaian yang menyerang dan bertahan dengan sangat cepat, tepat dan lincah. Bahkan ketika Ceng liong mencoba mengadu tenaga, dia terkejut karena ke-6 orang ini, sanggup menggabungkan tenaga mereka dan menindih kekuatan Sinkangnya. Hebat, pikir anak muda ini.
Tetapi, bukan berarti Ceng liong kehilangan pegangan menghadapi barisan pedang keluarganya. Dia sadar, bahwa mengadu tenaga dengan membiarkan mereka berenam menyatukan kekuatan, lebih banyak merugikannya, dan karena itu dia harus mencoba dengan kecepatan. Karena itu, dia kemudian memainkan Ilmu Langkah Sakti berputar, dan dengan langkah ini dia bisa menyelematkan diri sampai 20 jurus lebih.
Dengan Giok Ceng Kiam Hoat, dia bertarung selama lebih 20 jurus, dengan demikian masih dibutuhkan 10 jurus lagi baginya untuk lulus. Apakah Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Sin Ciang ada gunanya? Pikirnya. Coba saja, mungkin bermanfaat. Maka kembali dia mengganti ilmu Silatnya dengan mengandalkan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut yang digabungkannya. Tangan kanannya menggunakan Ilmu pukulan, sementara tangan kiri menggunakan hawa pedang, dan kembali dengan jurus ini dia sanggup bertahan bahkan selama lebih dari 15 jurus, dan sampai disini dengan demikian sebenarnya dia sudah lulus.
Tetapi, tiada perintah berhenti dari Sian Cu, dan nampaknya ke-6 duta perdamaian tahu bahwa mereka tidak boleh berhenti sampai ada ketentuan yang mengatur selesai tidaknya ujian tersebut. Dengan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, Ceng Liong sudah melampaui batas jurus ayahnya bisa bertahan. Dan sekarang dia mencoba memainkan kembali Soan Hong Sin Ciang yang disempurnakan oleh ide Tek Hoat, dari mengandalkan kelemasan, tiba-tiba dia memasukkan unsur yang dalam serangan tangannya. Dan efeknya cukup luar biasa, selama ini hanya angin dan badai membahana yang dikenal sebagai efek dari Soan Hong Sin Ciang,.
Tetapi tiba-tiba Ceng Liong memainkannya dengan sedikit perbedaan. Dan ternyata, dia sanggup menggetar mundur setindak beberapa pedang yang mengancamnya. Ketika kemudian mencoba lagi, beberapa pedang yang mengitarinya, kembali tertolak oleh sejenis hawa khikang yang lahir dari paduan tenaga im dan yang yang lahir secara otomatis disekitar tubuhnya. Ceng Liong menjadi gembira, dan baru menyadari bahwa ternyata temuan Tek Hoat sungguh sangat bermanfaat mengahadapi barisan pedang.
Kini bahkan dia tidak ragu, hanya dengan memanfaatkan gabungan sinkang im dan yang ternyata membuatnya menjadi memiliki khikang pelindung badan. Khikang itu nampaknya cukup ampuh dan tangguh, dan dengan tenaga itu dia kemudian berani menangkis dan menghalau bayangan ribuan pedang yang mengancamnya. Kembali hampir 20 jurus berlalu, tetapi jelas selama ini, Ceng Liong memang lebih banyak diserang daripada menyerang.
Sekarang, bahkan batas bertahannya Cun Le sudah bisa dilampauinya, dan dia bahkan masih sanggup bertarung terus. Apalagi, kemudian dia memainkan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), dengan Sinkangnya yang telah matang terlebur. Bayangan pedang memang tetap mengejarnya, tetapi awan sakti yang mengepul mengitari tubuhnya membuat semua bayangan pedang tersebut terpental menjauh dan tak sanggup mendekatinya.
Kekuatan Khikang atau hawa pelindung badan Ceng Liong, tanpa disadarinya sudah meningkat sangat jauh, hingga mampu membelokkan arah serangan dan tebasan pedang. Nampaknya, Ceng Liong sendiri belum begitu menyadarinya. Bahkan awan yang diciptakan tangan dan tubuhnya, sesekali menyerang kelompok dan barisan pedang tersebut, dan sesekali terdengar teriakan kaget mereka. Karena itu, akhirnya barisan pedang tersebut, nampak merapatkan diri, dan seolah menjadi satu. Sementara Ceng Liong yang terus bersilat dengan indah dan bebas dengan ilmunya yang terakhir.
Anak muda ini tidak mau menggunakan Pek Lek Sin Jiu yang bukan ilmu keluarganya, tetapi dengan ilmunya dia nampak semakin aman dengan kabut dan awan khikang yang dihasilkannya. Tetapi, justru pada saat itu, barisan pedang 6 duta perdamaian, merasa baru kali ini bertarung sampai tingkat yang sangat menentukan. Dan di kalangan keluarga Lembah Pualam Hijau, juga baru kali ini Barisan Pedang Enam Duta Perdamaian disaksikan dimainkan sampai pada tingkat tertingginya untuk menguji seorang calon Bengcu.
Nampak Ceng Liong semakin meningkatkan perbawanya, sementara 6 duta perdamaian sudah tiba pada puncak penggunaan barisan dan menyiapkan jurus terakhir, 6 pedang terbang pualam hijau, yang bahkan melawan musuhpun belum pernah dilakukan. Karena biasanya, lawan terberat yang mereka hadapi dalam sebuah pertempuran, paling banyak bertahan sampai pada jurus ke 50, jikapun ada yang melampauinya paling-paling Kiang Hong dan Kiang Cun Le itulah. Karena itu, bukan hanya keenam duta perdamaian yang memegang pedang dan sedang menguji itu yang dihinggapi ketegangan, tetapi bahkan seluruh isi ruangan menahan nafas untuk menyaksikan akhir dari pertempuran yang sebetulnya merupakan sebuah ujian tersebut. Tetapi pada saat kedua pihak sudah siap melakukan puncak penggunaan ilmu masing-masing pada jurus ke 110, terdengar sebuah seruan dan bentakan halus:
Tahan, Liong Jie tahan dirimu dan kibasan tangan kakek tua yang baru datang kemudian membentur Ceng Liong, yang goyah sesaat tetapi kemudian tenang kembali. Selain itu, kakek itu juga berseru:
Barisan 6 pedang pualam hijau, tarik tenaga kalian sebuah kibasan tangan kini juga diarahkan kearah 6 orang yang nampak menyatu itu. Dan terdengar kemudian suara desisan dan mencicit, ketika tenaga bersatu ke-enam orang ini membentur tenaga kibasan orang tua yang baru datang.
Kakek buyut Kiang Sian Cu yang sudah puluhan tahun tidak melihat Kiang Sin Liong memandang dengan tercengang orang tua yang datang mencegah benturan puncak pada ujian Silat tersebut. Dan dengan tergesa kemudian datang berlutut melihat orang tua yang mereka sangat kagumi sejak kecil, dan ternyata masih tetap hidup hingga saat ini meski kelihatannya sudah sangat tua renta. Da sudah mendengar dari Ceng Liong bahwa orang tua ini masih hidup. Betapa terharu hatinya ketika dia masih diberi kesmepatan bertemu dengan kakek buyutnya yang dikenal sebagai salah satu tokoh gaib rimba persilatan dewasa ini.
Hm, Sian Cu, kupahami, betapa begitu berat kamu menanggung beban ini sendirian bersama suamimu dan saudaramu yang lain. Karenanya hari ini kukirim keponakanmu datang ujar kakek gaib itu sambil mengelus kepala Sian Cu yang merasa terharu karena ternyata Kakek Buyutnya selama ini melindunginya. Melindungi lembah mereka secara diam-diam dan memperhatikan bagaimana perjuangannya dalam menjaga nama baik Lembah mereka.
Kalian, 6 pedang Giok Ceng, jika berbenturan dengan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari) dari Liong Jie, bisa dipastikan kalian semua akan bercacat. Dan mungkin Liong Jie juga akan terluka cukup parah. Tentunya hal ini tidak kita inginkan bersama Dan semua orang tercekat mendengar kemungkinan yang terjadi bila benturan itu terjadi. Semua tentu tidak meragukan penjelasan Kakek buyut mereka yang sudah berusia sangat lanjut ini.
Dan, semua jadi kaget membayangkan betapa saktinya anak muda ini sekarang, bahkan jauh melampaui ayah dan kakeknya ketika menerima jabatan Duta Agung. Tetapi semua segera maklum mengingat anak muda yang akan segera menjadi Duta Agung ini, merupakan didikan dan binaan langsung manusia ajaib dari Lembah Pualam Hijau, Kiang Sin Liong dan Kiang Cun Le.
Baik lohu maupun cucuku Cun Le, sudah mengorbankan banyak tenaga dan pikiran untuk melatih Liong Jie, tentu saja kita tidak ingin merusaknya dan bahkan merusak kekuatan lain lembah ini hanya karena sebuah ujian yang jelas sudah dilewatinya.
Kemudian kakek tua ini menoleh kepada Kiang Ceng Liong dan melanjutkan ujaran-ujarannya:
Liong Jie, sudah saatnya pembersihan atas keluarga kita dilakukan. Temukan Ayah dan Ibumu dan bersihkan nama baik lembah ini. Ingat, sekali lagi, bertindak tegas bagi yang bersalah, siapapun. Sekali lagi siapapun dia, dan jangan sekali bimbang. Karena taruhannya adalah nama dan kehormatan keluarga dan juga masa depan dunia persilatan. Karena untuk itulah kakekmu Cun Le berkorban dan untuk itulah Kakek buyutmu ini keluar dari pertapaan.
Kakekmu Cun Le dengan sengaja menghindari tugas ini dan menyerahkan ke angkatan yang lebih muda, karena ada persoalan keluarga kita yang sekarang mengguncang dunia persilatan. Dengarkanlah Bibimu Sian Cu, karena selama ini beban berat nama baik lembah sudah diembannya, bahkan dengan melebihi tanggungjawab dan kemampuannya. Sian Cu, kurestui sejak saat ini Ceng liong menggantikanmu menanggung beban yang memang harus dipikulnya ujar kakek sakti ini kepada semua yang hadir yang kini bersujud dan menyebahnya.
Sekarang, kalian semua berdiri, lanjutkan upacara keluarga untuk menetapkan Liong Jie menjadi Duta Agung, dan kemudian lakukan yang harus dikerjakan. Sekaligus, sejak hari ini aku akan kembali melanjutkan tapaku untuk menyongsong ujung usiaku. Inilah untuk terakhir kalinya kukunjungi lembah ini, karena inilah tugas hidupku yang terakhir.
Kong chouw, mengapa tidak berada di lembah ini saja? berkata Sian Cu
Selama ini, memang aku berada di lembah ini, cuma sambil bertapa. Tetap lakukan tugas kalian masing-masing dan biarlah aku orang tua memberkati semua yang kalian kerjakan dan begitu kalimat itu berakhir, tiada orang yang sempat menyaksikan bagaimana Kiang Sin Liong menghilang dari depan mereka semua. Yang pasti dihadapan mereka sudah tidak terlihat Kiang Sin Liong dengan semua rambutnya yang telah memutih. Raib begitu saja, kendati dalam ruangan itu terdapat begitu banyak tokoh sakti Lembah Pualam Hijau.
Akhirnya, dengan penuh rasa takjub atas Kiang Sin Liong dan Kiang Ceng Liong, upacara terus dilanjutkan. Rasa penasaran 6 Duta Perdamaian yang sekaligus menjadi Barisan Pedang Pualam Hijau hilang terhapus sama sekali begitu Kiang Sin Liong mengingatkan mereka. Bahkan mereka memandang Duta Agung muda yang akan ditetapkan sebentar lagi itu dengan wajah kagum dan takjub, karena belum pernah mereka mengalami bertarung dengan tokoh seliat dan selihay Kiang Ceng Liong.
Dan upacara dipimpin oleh Kiang Sian Cu, sebagai keturunan Kiang yang tertua yang hadir pada saat itu. Dia memimpin Kiang Ceng Liong untuk memberi hormat kepada leluhurnya, memberi hormat kepada Lembah Pualam Hijau dan mengucapkan janji sebagai Duta Agung. Pada bagian akhir upacara itu, Kiang Sian Cu mengalungkan Medali Pualam Hijau kepada Kiang Ceng Liong. Upacara itu hanya kurang dengan penyerahan Pedang Pualam hijau, tetapi tetap sah, karena simbol Medali Pualam Hijau sama dengan Pedang Pualam Hijau, sebuah pertanda kekuasaan Duta Agung sekaligus Bengcu Dunia Persilatan. Dan sejak saat itu, Kiang Ceng Liong resmi memegang jabatan sebagai Duta Agung Dunia Persilatan. Bagi Lembah Pualam Hijau, Ceng Liong menjadi Duta Agung termuda dalam sejarah lembah itu meskipun secara terpaksa didorong oleh keadaan yang teramat mendesak.
Dan belum lagi sempat Kiang Ceng Liong menarik nafas panjang dalam membenahi Lembah Pualam Hijau dengan belajar dari bibinya yang tetap bertindak sebagai Duta Dalam, sudah datang permintaan bantuan. Kali ini, bukan hanya meminta tanggungjawabnya sebagai Bengcu menggantikan ayahnya, tetapi bahkan juga tanggungjawab terhadap keluarga. Karena permohonan bantuan, datang dari Perguruan Keluarga ternama di Luar Kota Lok Yang, Perguruan Keluarga Yu.
Alias perguruan keluarga neneknya, ibu Kiang Hong, Kiang Liong dan Kiang Sian Cu yang bernama Yu Hwee. Kiang Sian Cu tersentak mendengar ancaman terhadap keluarga ibunya dan secara otomatis dia terkenang akan Kakeknya, pamannya dan keluarga Yu lainnya yang darah mereka juga mengalir dalam darahnya dan darah adik-adiknya termasuk darah Kiang Ceng Liong. Karena itu, dengan segera permohonan bantuan keluarga Yu dijawab secara spontanitas oleh Kiang Sian Cu, bahwa Lembah Pualam Hijau akan datang membantu Keluarga Yu.
Hari-hari awal menjadi Bengcu dilalui Ceng Liong dengan penuh kesibukan dan sangat melelahkannya. Lebih melelahkan dari belajar ilmu Silat, pikirnya. Tetapi, dia memang harus mengerti aturan serta tata krama menjadi Duta Agung sekaligus Bengcu bagi dunia persilatan. Karena itu, dia harus mengenal tokoh-tokoh utama dunia persilatan dan hubungannya dengan Lembah Pualam Hijau, bagaimana bersikap dan seterusnya. Sebuah pelajaran baru yang sangat meletihkannya.
Tetapi selepas mempelajari aturan-aturan dan tata krama, Ceng Liong juga ikut berlatih bersama Barisan 6 Pedang Pualam Hijau, yang juga adalah duta-duta perdamaian Lembah Pualam Hijau. Dengan segera diketahuinya tingkat kepandaian masing-masing Duta Perdamaian yang rata-rata dilatih oleh Kiang Cun Le kakeknya. Semuanya mampu memainkan Soan Hong Sin Ciang, Toa Hong Kiam Sut dan Sinkang keluarga Giok Ceng Sinkang, serta juga mahir Giok Ceng Kiam Hoat. Menilik kebutuhan menghadapi arus persaingan dunia persilatan, Kiang Ceng Liong kemudian menurunkan gubahan Tek Hoat atas Soan Hong Sin Ciang yang dipergunakannya menggetar Barisan 6 Pedang Pualam Hijau.
Bahkan dia juga menurunkan beberapa bagian Ilmu Gerak berdasarkan Ilmu Jouw-sang-hui-teng (Terbang Di Atas Rumput). Karena dia meyakini, bahwa kecepatan gerak yang meningkat, akan sangat meningkatkan kemampuan Barisan 6 Pedang tersebut. Khusus untuk duta perdamaian yang tertua dan yang termuda, masing-masing bernama Suma Bun dan Tee Kui Cu, dia menurunkan secara lengkap ilmu Terbang Di atas Rumput. Pertama karena keduanya memang berbakat bagus dalam Ginkang, dan bentuk tubuh mereka juga lebih ramping dan yang cocok dengan kebutuhan melatih dan memperdalam ginkang, serta kedua, dia bertujuan untuk lebih memfokuskan kedua orang ini guna menyusur jejak maupun menguntit musuh.
Karena itu, Suma Bun dan Tee Kui Cu, menerima warisan lengkap Jouw Sang Hui Teng yang membuat mereka merasa sangat gembira. Selain itu, 4 Duta Perdamaian yang lain dilatihnya cara menggunakan gabungan Toa Hong Kiam Sut dengan Soan Hong Sin Ciang untuk meningkatkan kemampuan Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau.
Setelah mengerti dan melatih secara penuh ginkang Jouw Sang Hui Teng, maka Duta 1 dan duta 6 kemudian ditugaskan Ceng Liong untuk mendahuluinya menuju ke Lok Yang. Tetapi dilarang sekalipun untuk berbenturan dengan siapapun, karena tugas utama mereka adalah mencari berita dan informasi mengenai Keluarga Yu dan rencana serangan Thian Liong Pang. Pada awal bulan ke-8, kedua orang ini kemudian berangkat mendahului Kiang Ceng Liong yang rencananya akan datang sendiri ke rumah asal neneknya, Keluarga Yu di Lok Yang bersama dengan 4 orang Duta Perdamaian lainnya.
Sementara Duta Hukum bersama Duta Dalam, diminta untuk tetap berada di Lembah. Kiang Ceng Liong tidak merasa khawatir dengan keadaan lembahnya, karena dia tahu baik Kakeknya Kiang Cun Le maupun Kakek buyutnya Kiang Sin Liong selalu mengawasi keadaan lembah tersebut. Selain itu, Liang Tek Hoat juga masih berada disekitar Lembah berlatih bersama gurunya.
Selain mempelajari aturan, tata krama dan mengajar 6 Duta Perdamaian, Kiang Ceng Liong juga tidak lupa pesan kakeknya agar terus memperkuat Kekuatan Im melalui pembaringan Giok Ceng. Kali ini, pembaringan Giok Ceng memang menjadi pembaringannya setiap malam, karena pembaringan Giok Ceng rahasia keberadaannya hanya diwariskan kepada setiap pewaris Duta Agung. Dan kebetulan, Ceng Liong sejak kecil memang sudah diarahkan sebagai pewaris Duta Agung dan sudah sering berbaring di pembaringan ini sejak masa kecilnya.
Begitupun, waktu sebulan setiap malam berbaring di atasnya, tanpa disadarinya terus memperkuat dan meningkatkan penguasaan dan pengendapan tenaga im dalam tubuhnya, yang kemudian pada subuhnya diimbanginya dengan meningkatkan kekuatan yang melalui latihan Pek Lek Sin Jiu. Latihannya dalam penggunaan Pek Lek Sin Jiu boleh dikata sudah sangat matang, karena selain melatih geraknya, dia juga membangkitkan dan memperkuat kekuatan yang melalui latihan Pek Lek Sin Jiu. Dan pada awa bulan kedelapan, seminggu setelah keberangkatan 2 orang duta perdamaian, Ceng Liong kembali meleburkan kekuatan Ím dan yang yang dilatihnya secara tekun dalam sebulan terakhir. Dengan bertekuns emacam itu, maka dia terus mengalami peningkatan, termasuk pematangan hawa khikangnya yang kemudian menyemburkan hawa sangat panas ketika sedang dalam pengerahan Ilmu saktinya.