2
Sore hari. Di lapangan terbuka, kini berhadapan dua sosok tubuh. Tidak banyak orang yang menyadari bahwa dua sosok tubuh yang saling berhadapan itu berada dalam keadaan yang menegangkan. Tetapi, disana, sudut dimana Kiang Tek Hong dan istrinya, serta Nenggala dan Kiang Li Hwa, ketegangan sedang memuncak. Mungkin lebih tegang dari dua sosok tubuh yang sedang dalam kondisi dan siap tempur di arena pertempuran yang mereka pilih sendiri.
Tek Hoat, entah mengapa perlahan-lahan diliputi perasaan yang tidak menentu. Entah bagaimana, dia merasa seperti mengenal manusia yang kini berdiri dihadapannya dengan jubah dan kerudung hijaunya. Hawa manusia itu seperti sesuatu yang tidak asing baginya. Tetapi, tetap saja dia tak mampu menebak siapa gerangan lawannya itu. Suatu hal yang pasti, hawa mematikan memancar dengan sangat kuatnya dari sosok tubuh dihadapannya yang menjadi lawannya.
Sementara sosok tubuh yang bersembunyi dibalik jubah dan kerudung itu, berdiri dengan sangat misterius. Ada beberapa pasang mata yang dengan cermat mengamati gerak geriknya, berbeda dengan Tek Hong dan Li Hwa. Tetapi, mata-mata yang menadang dengan tegang dan bertanya-tanya itu, masih belum memperoleh kepastian mengenai siapa gerangan si jubah hijau. Suatu hal yang pasti, hawa menyeramkan semakin menonjol dan memancar keluar dari tubuh misterius itu.
Tek Hoat yang berada paling dekat dengan si Jubah Hijau sudah dengan segera memastikan bahwa dia kembali beroleh lawan yang tidak berada disebelah bawah kemampuannya. Tetapi, Tek Hoat telah banyak maju dan menemukan keseimbangan dirinya dan otomatis menambah rasa percaya dirinya selama beberapa waktu terakhir. Penguasaan ilmu-ilmunya sudah semakin matang, dan pengalaman tempurnya sudah sangat teruji selama 2 tahun belakangan. Karena itu, Tek Hoat dengan mudah menetralisasi perasaan seram yang tumbuh dalam hatinya dari kuatnya hawa membunuh yang memancar keluar dari sosok tubuh misterius dihadapannya.
Demikianlah, seiring dengan sore yang semakin menjelang datang dan matahari yang semakin doyong ke barat, dua sosok tubuh di lapangan meski masih tetap dalam posisi berhadapan. Jangan salah. Mereka bukannya berdiam diri belaka. Karena keduanya, meski secara fisik belum melakukan kontak fisik, tetapi pertarungan sesungguhnya telah terjadi. Saling taksir kekuatan dengan bentuk-bentuk serangan non fisik telah terjadi melalui aksi saling mempengaruhi perasaan lawan. Karena itu, Tek Hoat telah terlihat dalam posisi serius, sementara sang lawan yang misterius, juga telah tegak berdiri dengan tingkat kesiagaan tertingginya.
Meski menantang-nantang tadinya, tetapi ketika berada di arena, nampak sekali jika si Jubah Hijau tidaklah meremehkan lawannya. Terbukti dengan tidak terburu-burunya dia melakukan serangan mematikan, tetapi menunggu saat yang tepat untuk turun tangan. Dan kondisi inilah yang membuat sekeliling arena ikut tercekam oleh ketegangan yang mendera. Hal ini dikarenakan sebagian besar orang yang berada di sekitar arena adalah manusia-manusia dengan ilmu silat yang mumpuni.
Ada lebih setengah jam keduanya menghabiskan waktu bertarung dan menguji mental lawannya, tetapi tak ada yang terlihat merasa memenangkan pertarungan itu. Sampai akhirnya sebuah kibasan tangan nampak dilakukan keduanya secara berbareng. Ya, pada waktu yang bersamaan keduanya menggerakkan lengan masing-masing untuk melakukan kontak dan serangan pertama. Jika dikisahkan, hanya sekejap mata si Jubah Hijau dan Tek Hoat memutuskan untuk menyerang dan dilakukan dari tempat berdiri keduanya tanpa bergerak maju ataupun mundur.
Tetapi kibasan tangan keduanya tidak nampak memberikan pengaruh apa-apa terhadap lawannya, dan mata telanjang siapapun bisa menyaksikan jika kibasan tangan keduanya tidak berdampak apa-apa bagi sekitarnya. Hanya mata tajam orang-orang tertentu saja yang bisa melihat jika serangan pertama kedua pihak bukan sekedar saling menakar kemampuan lawan. Tetapi berisi kekuatan luar biasa yang dilontarkan karena pengetahuan masing-masing bahwa lawannya memang hebat. Dan ini nampak dari wajah Tek Hoat, yang meski masih tetap tenang tetapi matanya sempat mengerut, tanda kaget bahwa dia sedang berhadapan dengan lawan tangguh.
"Luar biasa, kembali hari ini aku bertemu lawan yang pilih tanding" desis Tek Hoat dalam hati. Tetapi, sudah tentu dia tidak takut, karena diapun kini memiliki kepercayaan diri yang semakin tinggi dari hari ke hari.
Dan naga-naganya, bentrokan pertama juga memberi dampak yang sama kepada si Jubah Hijau. Terbukti setelah benturan lewat kibasan tangan masing-masing, si Jubah Hijau tiba-tiba bergerak maju sambil memukul. Terlihat sederhana pukulannya, tetapi Tek Hoat paham bahwa tersembunyi kekuatan mematikan dibalik kesederhanaan pukulan tersebut. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama bagi Tek Hoat untuk memastikan dugaannya.
Gerakan si Jubah Hijau terlihat sangat aneh, terkesan campuran dari banyak aliran yang berbeda-beda. Sekali-sekali ada gerakan-gerakan licin dan licik yang mengingatkan Tek Hoat terhadap gaya-gaya serangan Mahendra ataupun Nenek Gayatri, tetapi sesekali dia melihat kemiripan gerakan serang yang dimiliki Nenggala. Tetapi juga tidak sepenuhnya benar, karena serangan-serangan yang mantap, berbahaya dan kaya variasi adalah khas Tionggoan, dan gaya seperti ini sudah sangat dikenalnya. "Siapa gerangan orang ini" demikian Tek Hoat berpikir dalam hati.
Tetapi, semakin lama serangan-serangan aneh yang dilontarkan lawan, semakin menyulitkan Tek Hoat. Apalagi, karena tenaga besar yang dilontarkan lewat pukulan pukulan berat, harus dihadapinya secara serius dan berhati-hati. "Sungguh tak kusangka hari ini kembali harus menemukan lawan sehebat ini" desisnya kembali dalam hati. Begitupun, Tek Hoat bersilat secara serius dan dari gerakan-gerakannya yang semakin mantap, terlihat jelas bahwa dia kembali telah mengalami kemajuan yang tidak sedikit dalam penguasaan ilmunya.
Dan akhirnya, menghadapi deraan serangan lawan yang cepat, aneh dan bervariasi yang kelihatannya gabungan dari beberapa aliran berbeda-beda, Tek Hoat memantapkan hatinya untuk balas menyerang. Dia membekal banyak ilmu sakti yang sekarang telah dengan sempurna dikuasainya. Dia tak perlu banyak mengingat, tetapi menyesuaikan jurus yang akan digunakan dengan keadaannya saat itu. Karena itu, secara otomatis dia telah menggunakan Hang Liong Sip Pat Tjiang, sebuah ilmu pusaka Kay Pang yang beraliran sangat keras. Artinya, dia menyambut keras melawan keras. Apalagi, kini dia telah mampu mengisi kepalannya dengan hawa pedang yang dipelajarinya dari Toa Hong Kiamsut warisan Kiang Sin Liong.
Tetapi, dia tidak kaget jika tidak mampu membuat lawannya kaget dan kewalahan. Karena memang lawannya juga bukan orang lemah. Apalagi, karena ilmu dan jurus yang digunakan lawan sangatlah membingungkannya. Selain aneh serta penuh dengan variasi, tetapi sekaligus juga ganas dan buas mematikan. Untungnya dia telah bergerak cepat dan kokoh dengan menggunakan Tian-liong-kia-ka (naga langit menggerakkan kakinya) yang membuatnya mampu bergerak gesit, tetapi tetap berkesempatan untuk melayangkan serangan balasan dengan tidak kalah kuat dan hebatnya. Pertempuran mereka menjadi adu taktik, strategi, kecepatan, kekuatan dan daya tahan. Sampai pada titik ini, tiada seorangpun yang berani memprediksikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Karena memang kedua-duanya sama cepat, sama kuatnya dan membekal ilmu-ilmu mumpuni.
Dengan cara ini, pertempuran mereka menjadi panjang. Tidak terasa sejam sudah mereka bertarung dan matahari semakin condong ke Barat. Tetapi pertempuran mereka masih tetap belum menunjukkan gelagat siapakah nanti yang kalah dan siapa menang. Yang pasti, jika Tek Hoat bertarung dengan tenang dan kokoh, lebih banyak menahan serangan lawan, maka si Jubah Hijau nampak lebih emosional dan menyerang dengan keras, tajam dan bermaksud mengalahkan atau bahkan melukai lawannya. Jika memungkinkan, malah dia berkeinginan untuk membunuh Tek Hoat. Jelas terlihat dari betapa kejam dan kejinya serangan-serangannya.
Tiba-tiba berkesiutan angin serangan yang tajam mematikan, dilakukan secara cepat dan membingungkan lawan. Untung lawannya Tek Hoat, jika lawan tanggung, bisa dipastikan serangan ini akan berakibat mengerikan. Tetapi, serangan dengan ilmu jari berhawa dingin, Tan Ci Kong Im (Jari Sakti Hawa Dingin), mengingatkan Tek Hoat atas lawan-lawan masa lalunya dari pihak Thian Liong Pang. Tetapi, kali ini serangan jari ini dikombinasikan dengan gerakan-gerakan sihir yang membingungkan lawan dan dengan variasi ilmu lain yang tak kurang kejamnya.
Tidak ada cara lain, pada saat itu dia memilih serangan keras melawan keras dalam jurus terakhir, jurus ke-18 dari Hang Liong Sip Pat Tjiang. Tubuhnya bergerak-gerak kekanan-kekiri bagaikan seekor Naga sakti yang mempersiapkan serangannya, dan menyambut curahan serangan jari lawan yang dikombinasikan dengan gerakan-gerakan bernuansa mitis. Pada puncaknya, benturan keduanya yang disokong oleh kekuatan tenaga dalam yang sempurna membuat mereka masing-masing terlontar dan terdorong ke belakang. Pada saat itu Tek Hoat mengalami deraan tenaga lawan berhawa dingin dan membuatnya sedikit menggigil, tetapi disana kerudung hijau si Jubah Hijau terhempas dan terlepas dari kepalanya. Siapakah dia?
Meski sekilas, tetapi banyak orang terperanjat dan beberapa terdengar mendesis: "accccch, dia rupanya". Benar, wajah tampan namun dingin membesi dari seorang muda yang cukup dikenal beberapa orang membuat beberapa orang terperanjat. Terdengar keluhan lirih:
"accccchhhhh, koko ......" desisan dari mulut Kiang Li Hwa, sementara Kiang Tek Hoat nampak mematung. Kelihatannya sejak awal dia sudah menduga siapa si Jubah Hijau, yang memang tak lain adalah salah seorang anaknya, Kiang Hauw Lam yang dahulunya menjadi Majikan Kerudung Hitam di Thian Liong Pang dan membantu dirinya sebagai Pangcu boneka Thian Liong Pang. Itu sebabnya sejak awal pertarungan Kiang Tek Hong lebih banyak diam dan menahan nafas, karena memang dia telah mengenali si Jubah Hijau sebagai anaknya.
Mengetahui samarannya terbuka, Kiang Hauw Lam atau si Majikan Kerudung Hitam pada masa lampau, nampak murka. Menutupi suasana hati yang guncang, ia langsung kembali menyerang dengan kecepatan tinggi. Dan tentu dengan serangan-serangan yang lebih mematikan mematikan. Dan Tek Hoat segera sadar, jika saat itu dia sedang berhadapan dengan musuh lama yang berniat membalas kekalahannya. Sebagaimana diketahui, Majikan Kerudung Hitam pernah dikalahkan secara mengenaskan oleh Tek Hoat dan nyaris ajal. Untung dia masih terselamatkan, tetapi kini, dia datang dan membekal ilmu yang membuat Tek Hoat mengerutkan alisnya.
Mereka kini setanding, dan jelas pertarungan mereka bakal ketat.
Dan Hauw Lam mulai menyerang dengan ilmu-ilmu baru yang belakangan ini dipelajarinya secara serius dan mendalam. Dia kini membekal ilmu Hian Goan Sin Ciang (Ilmu Sakti Melumpuhkan Lawan), sebuah ilmu dahsyat yang menggabungkan pengetahuan dan kesaktian 3 orang hebat: Naga Pattynam, Lamkiong Sek dan Wisanggeni. Itulah sebabnya, gerakan-gerakan, landasan sihir, variasi gerakan dan dorongan tenaga besar, menjadi ciri khas baru Hauw Lam, berbeda dengan kemampuan sebelumnya yang berdasarkan ilmu-ilmu dari Lam Hay.
Ketika kembali menyerang, gerakannya sarat dengan landasan gerakan pembingung yang mengikuti ilmu Mi im ci sut (kepandaian bayangan pembingung), tetapi variasi serangan dan arah serangan sangat keji dan kejam. Sementara kekuatan yang juga terkandung dalam serangannya, sungguh mengerikan. Semua ciri itu menyertai ilmu barunya yang bernama ilmu Hian Goan Sin Ciang (Ilmu Sakti Melumpuhkan Lawan) yang kini dikerahkannya menyerang tek Hoat.
Dan Tek Hoat segera mengerti, bahwa hanya dengan ilmu-ilmu saktinya dia akan sanggup bertahan. Maka mengalirlah Pek Lek Sin Jiu (Pukulan Geledek) yang juga membawa perbawa mengerikan, sebuah pukulan yang lebih keras lagi. Jika Hang Liong Sip Pat Tjiang masih mengandalkan gerakan-gerakan dan tipuan sakti seekor Naga, maka Pek Lek Sin Jiu benar-benar mengandalkan hawa panas dan kerasnya pukulan tersebut. Bedanya, Hang Liong Sip Pat Tjiang dari gurunya Kiong Siang Han, tidak akan sanggup dikuasainya secara sempurna, karena harus didukung dengan Tenaga Sakti Perjaka yang tidak diwariskan gurunya kepadanya.
Terdengar 2 jenis ledakan yang susul menyusul. Ledakan pertama adalah serangan yang dilakukan Tek Hoat, sementara ledakan kedua adalah benturan dua kekuatan besar yang dilontarkan Hauw Lam dan Tek Hoat. Ledakan itu terlihat menghasilkan pijaran kekuatan yang terlontar kesamping kiri kanan Hauw Lam dan Tek Hoat, tetapi anehnya tidak sangat mengganggu penonton. Jika di awasi lebih teliti, terutama oleh mata ahli, maka dari tubuh kedua tokoh muda yang bertarung, sudah terlindung hawa sakti, atau khikang. Maka pijaran-pijaran kekuatan yang mendekati keduanya dengan mudah runtuh dan tak mampu menembus lapisan hawa sakti pelindung badan itu. Sungguh mencengangkan dan luar biasa. Karena keduanya telah mulai mengerahkan kekuatan-kekuatan tersembunyi masing-masing.
Keduanya telah sama paham bahwa saat itu mereka sedang menghadapi lawan tangguh. Dan karena itu, sudah saatnya mereka mengerahkan puncak kekuatan masing-masing.
Sesuai namanya, ilmu Hian Goan Sin Ciang (Ilmu Sakti Melumpuhkan Lawan) memang berisi kekuatan besar yang mampu melumpuhkan lawan seketika. Bukan sekedar melawan dan mengalahkan lawan, tetapi memang benar-benar untuk membuat lawan menjadi lumpuh seketika. Karena dalam serangan dan tenaga yang disertakan di jurus-jurus ilmu tersebut, adalah serangan dan tenaga keji yang mampu membuat lawan paling kurang lumpuh. Baik karena kekuatan serangan, maupun karena daya rusak tenaga yang disertakan selalu bertujuan merusak jaringan peredaran darah ataupun tulang lawan.
ilmu Hian Goan Sin Ciang (Ilmu Sakti Melumpuhkan Lawan) adalah peryakinan tiga tokoh tua yang memang bertujuan membalas dendam atas rangkaian kekalahan mereka dari gabungan tokoh-tokoh pembela kebenaran. Rangkaian kekalahan tersebut telah membuat mereka mata gelap dan segala macam carapun akhirnya ditempuh, termasuk menyatukan ciri khas dan kehebatan ilmu silat mereka sekalipun. Maka lahirlah ilmu jahat ini. Ilmu yang menggabungkan ciri khas dan kehebatan 3 tokoh sakti yang didukung dengan mekanisme transfer tenaga yang membuat anak didik mereka melonjak kekuatannya dengan cara yang tidak biasa.
Dan kehebatan ilmu tersebut segera nampak. Tokoh sekaliber Tek Hoatpun sampai kerepotan menghadapi ilmu khas yang berhawa jahat ini. Dan terpaksa kembali harus mengandalkan penguasaannya yang telah melonjak jauh dalam Pke Lek Sin Jiu, baru dia bisa bernafas lega. Karena tenaga keras dan hawa panas membakar yang dikonsentrasikan di arena pertempuran mereka, membuat Hauw Lam juga mau tidak mau harus mengerahkan sebagian tenaganya menahan hawa panas membakar dari pukulan Tek Hoat.
Dan kembali pertempuran berlanjut dengan jual beli serangan disertai gelombang pukulan bertenaga luar biasa. Hampir setengah jam kembali berlalu, dan matahari semakin mendekati ufuk barat sementara pertempuran justru bertambah seru. Tek Hoat harus mengakui bahwa lawan yang dulu mampu dikalahkannya secara telak, kini telah mampu merendengi kemampuannya. Hanya kekokohan dan kemurnian sajalah yang membuat dia bisa bertahan dengan terjangan ilmu lawan yang keji dan ganas mematikan. Tetapi benarkah posisi mereka kini seimbang?
Melihat ilmu Hian Goan Sin Ciang (Ilmu Sakti Melumpuhkan Lawan) mampu merepotkan Tek Hoat, Hauw Lam menjadi semakin besar hatinya. Tetapi, lama kelamaan diapun menjadi tidak sabar. Nafsunya untuk membalas kekalahan dulu membuat dia berusaha keras untuk mengalahkan Tek Hoat dan membalas kekalahan menyedihkan yang dialaminya dulu. Sampai pada penggunaan ilmu barunya, dia masih yakin bahwa dia telah mampu menyusul ketertinggalannya, tetapi dia masih menyimpan kemampuan lain. Sebuah ilmu lain yang sangat diyakini olehnya akan mampu membuat Tek Hoat bertekuk lutut. Dia hanya ingin mengalahkan Tek Hoat, harus. Soal Tek Hoat mati atau tidak bukanlah kepedulian utamanya, yang penting harus menang.
Kembali mereka harus bertarung beberapa lama dengan posisi seimbang. Keadaan ini mulai menggugah amarah Hauw Lam, dan ini memicunya untuk sampai pada jurus-jurus pamungkas ilmu barunya. Kini dengan menggunakan jurus San Pang Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak) - Hauw Lam yang mulai dikuasai amarahnya karena masih dalam posisi seimbang - menggerakkan sepasan tangannya yang dipenuhi hawa saktinya. Luar biasa, entah mengapa kekuatan tenaga Hauw Lam justru meningkat ketika "nafsu amarah" mulai menyertai penggunaan tenaganya. Dan akibatnya, tanah berpijak Tek Hoat bagaikan bergoyang-goyang dan sejenak membuatnya goyah. Tetapi, rangkaian tenaga yang menghembus dan menggempurnya, di luar dugaan kini lebih kuat dari biasanya.
Merasa sedikit terlambat, dengan cepat Tek Hoat memapak jurus mengerikan itu dengan jurus ketujuh Pek Lek Sin Jiu. Dan kembali benturan hebat terjadi, tetapi secara sangat cepat, kembali keduanya dalam posisi bersiap. Karena Hauw Lam yang terdorong kebelakang, bukannya mencari pijakan kokoh terlebih dahulu sebelum menyerang, sebaliknya telah mengerahkan jurus pamungkan ilmu barunya yakni jurus Hoan Thian Coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi). Inilah gabungan ciri khas luwes dari Wisanggeni dengan kecepatan yang licik dari Naga Pattynam dan berisi dorongan tenaga besar ala Lamkiong Sek.
Menghadapi sergapan mematikan ini, Tek Hoat yang telah bersiap dengan jurus ketujuh dalam penggunaan puncak kini juga sudah siap. Meski sebelumnya dia merasa sedikit keteteran dengan tenaga lawan, tetapi diua beranggapan bahwa kekurangsiapannyalah yang membuat dia keteter. Kini, dia sadar bahwa lawan akan langsung menyerang dengan jurus mematikan, karena itu ketika terjadi benturan, dengan cepat dia bersiap dengan puncak pengerahan jurus ketujuh yang pernah dilatihnya bersama dengan Ceng Liong.
Dan dari tangannya mengepullah awan panas berpijar menyongsong serangan dengan efek sihir dahsyat dari Hauw Lam yang telah murka. Dan, hebat, kembali tenaga Hauw Lam bagaikan bertambah ketika mereka kembali berbenturan. Kali ini, Tek Hoat mulai sadar, bahwa entah bagaimana kini tenaga Hauw Lam bertambah hebat dari biasanya. Tetapi, untungnya dia masih mampu menerima serangan berbahaya yang sangat kuat dan mujijat dari lawannya, meski dia sedikit menderita kerugian karena atau akibat benturan terakhir. Tetapi di sisi lain, Hauw Lam yang tidak mampu merubuhkan Tek Hoat telah semakin dikuasai dendam dan amarahnya. Apa akibatnya?
Hauw Lam yang menyelesaikan ilmu barunya dengan hanya mampu mendesak dan mendorong mundur Tek Hoat, semakin murka. Dan nampak wajahnya semakin kental menunjukkan perasaan amarahnya tersebut. Dan tiba-tiba terdengar dia mendesis:
"Hmmmmm, sudah saatnya engkau bertekuk lutut ..."
Tiba-tiba wajahnya putih memucat dan dari wajahnya terpancar keluar aura menakutkan dan menyeramkan, sementara bola matanya memerah dan bagaikan mengeluarkan sinar ancaman yang menggidikkan. Dengan kedua belah tangan terbuka membentang dan badannya sedikit doyong ke belakang, sekilas tiada yang istimewa dari posisi bhesi (kuda-kuda) bertempurnya. Tetapi, yang mengagetkan adalah ketika terdengar desisan yang terdengar oleh segelintir manusia saja:
"Acccccchhhhhhh, Cit Sat Sin Ciang ........ benar-benarkah dia menguasainya"? Kiang Tek Hong kaget ketika desisannya membuat banyak orang tersentak kaget, dan kini memandangnya dengan penuh tanda-tanya.
"Cuwi sekalian, posisi tempur dan tanda-tanda yang ditunjukkannya adalah ciri khas Ilmu Jahat Cit Sat Sin Ciang yang termasyhur ratusan tahun silam. Tetapi benar-benarkah memang ilmu itu yang akan dikeluarkan anak itu"? Kiang Tek Hong menjelaskan dengan suara perlahan dan membuat orang-orang menjadi bukan hanya tertarik, tetapi menahan nafas untuk melihat Ilmu Jahat yang sangat sakti dan telah lenyap ratusan tahun lamanya. Selain dari itu, tentu ada beberapa orang yang masih ingat, bahwa ilmu jahat itulah yang telah membunuh Ciangbundjin Bu Tong Pay. Jadi, anak inikah pelakunya?
Sementara itu, Tek Hoat telah melindungi dirinya dengan jurus ketujuh Pek Lek Sin Jiu yang memang mujijat. Dia telah melontarkan satu gerakan dari jurus ketujuh tersebut, dan masih ada dua gerakan mujijat yang disiapkannya sebelum memasuki jurus pamungkas, jurus kedelapan dari Pek Lek Sin Jiu. Telinganya yang tajam sempat menangkan disebutnya nama Ilmu Hauw Lam yang siap menyerangnya, diapun tahu soal ilmu itu. Tetapi, sebagaimana Mei Lan mampu menahan ilmu busuk lainnya di Bu Tong Pay, diapun berkeyakinan mampu menahan Cit Sat Sin Ciang lawannya. Selain itu, diapun mulai menyiapkan rangkaian jurus kedelapan Pek Lek Sin Jiu dan pukulan pamungkasnya Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti).
Maka ketika akhirnya dia melihat persiapan jurus istimewa lawannya, diapun telah menetapkan hatinya. Tek Hoat paham dia sedang berhadapan dengan sebuah ilmu pamungkas yang sangat terkenal ratusan tahun sebelumnya. Memang dia sedikit tegang, tetapi dia meneguhkan hatinya bahwa dia akan mampu melakukan sebagaimana adiknya Mei Lan melakukannya sebelumnya. Maka memapak serangan pertama lawan, Tek Hoat telah memutuskan menggunakan gerakan kedua dari lontaran geledek ditangannya. Gerakan kedua dan ketiga dari jurus ini dikuasainya bersama dengan Ceng Liong, tetapi dengan ciri khas kehebatan yang berbeda antara keduanya.
Menghadapi kondisi yang menegangkan, dia memutuskan menggunakan ciri khasnya, yakni kekuatan keras yang dilepas secara bebas, bukannya kekuatan keras yang dibatasi tetapi dibarengi kekuatan sihir atau kekuatan batin.
Sementara itu, Hauw Lam yang telah dikuasai oleh amarah, kini telah siap dengan jurus pamungkasnya. Sebetulnya, jika tidak dikuasasi amarah, Hauw Lam masih harus berpikir panjang menggunakan ilmunya ini. Karena ilmu ini harus dilepas dengan penggunaan kekuatan iweekang yang sangat besar. Setiap gerakan atau pergantian jurus akan membawa daya dorong tenaga yang berlipat dua. Itulah sebabnya, mereka yang belum sempurna akan berpikir panjang menggunakan ilmu ini, karena selepas jurus kelima, memasuki jurus keenam, jika lawan masih mampu menghadapi, maka si pelepas pukulan yang akan keok. Tetapi, jika dengan sempurna dikuasai, maka jurus keenam dan ketujuh, boleh dibilang teramat sulit dan teramat jarang mampu ditandingi orang. Terutama karena kekuatannya.
Dan kini Hauw Lam harus menyerang 7 kali banyaknya dengan dorongan tenaga yang harus memadai. Orang-orang yang mengerti ciri khas ilmu ini juga menjadi was-was, mereka mengkhawatirkan dua orang muda pilih tanding yang kini dalam posisi "no point of return", alias tidak ada lagi jalan mundur. Dan memang, itulah yang kemudian terjadi. Keduanya memutuskan untuk saling serang. Tek Hoat tidak menunggu diserang, tetapi dia ikut menyerang. Dan dalam waktu singkat, merekapun berbenturan dengan keras dalam penggunaan ilmu andalan masing-masing:
"Dhuaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrr .........."
Ledakan keras terdengar akibat benturan pertama, tetapi dengan cepat diikuti oleh benturan kedua, yang jauh lebih dahsyat lagi benturan atau suara ledakan yang mengikuti atau menyertainya.
"Dhuaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrr ............"
Tetapi, kedua tubuh muda itu, hanya berpisah sebentar untuk kemudian kembali saling serang. Yakni Hauw Lam menggunakan pukulan ketiga, sementara Tek Hoat menggunakan Jurus Pamungkas Pek Lek Sin Jiu, jurus kedelapan yang bahkan gurunya tidak sempat melatihnya. Tetapi, dia sengaja memilih jurus kedelapan, karena menyadari betapa berat lawannya. Pukulan kedua dirasakannya dua kali lipat kandungan tenaganya jika dibandingkan dengan pada tenaga serangan pertama. Maka diapun akhirnya melepas jurus pamungkas Pek Lek Sin Jiu untuk memapak Gerakan ketiga dari Cit Sat Sin Ciang. Dan benturan ini, otomatis jauh lebih dahsyat dari benturan pertama dan benturan kedua:
Dhuaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrr .........."
Luar biasa, debu-debu dan bebatuan yang berasal dari tanah yang tergali beterbangan kesana-kemari. Tek Hoat kembali merasa kaget dan ngeri, karena kekuatan pukulan lawan kembali meningkat pesat, hanya karena kemujijatan jurus kedelapan maka dia masih cukup kuat menahannya. Hanya saja, jika berbenturan seperti ini sampai kali ketujuh, dia merasa tidak akan cukup kuat menahannya. Itulah sebabnya dia kemudian merancang jalan lain dengan menetapkan hati menggunakan ilmu pamungkas warisan dari gurunya Kiong Siang Han Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti).
Disisi lain, Hauw Lam tidak lagi mampu menahan dirinya. Dia paham bahwa mereka berdua berada pada ambang celaka jika pertarungan dilanjutkan. Dia mungkin saja menang, tetapi sangat mungkin juga habis. Karena tiga kali serangannya masih tetap bisa dipapak lawan, berarti untuk sekali atau dua kali lagi, masih mungkin Tek Hoat menahannya. Apakah dia masih mungkin bertahan? Tetapi, ketika mengerahkan ilmu ini, si penyerang sudah tidak lagi mampu mengontrol dirinya selain harus mengerahkan segenap tenaga untuk memukul. Inilah kali pertama dia menggunakan Cit Sat Sin Ciang hingga pukulan ketiga. Biasanya, pukulan pertama dan kedua sudah menyelesaikan urusannya. Sekarang beda. Tetapi, dia sungguh tak mungkin lagi menahan dirinya, apalagi karena hari mulai gelap - tanda malam kini berkunjung datang. Tidak, dia harus segera melepaskan pukulan selanjutnya.
Dan kini, Tek Hoat yang menyadari bahaya telah dengan kokoh menyambut pukulan ke-empat atau jurus dan gerakan keempat dari Cit Sat Sin Ciang. Apa gerangan yang menjadi pegangannya? Bagaimana dia melakukannya?
Memapak gerakan dan pukulan keempat lawan, Tek Hoat bersilat dengan Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti), dan hebat kesudahannya. Dia bergerak bukan hanya lincah, tetapi nyaris tidak bisa diikuti pandangan mata. Hanya saja, palu godam gerakan atau pukulan keempat dengan kandungan tenaga sangat besar, terus memburunya. Dan tidak ada ruang baginya untuk tidak menangkis pukulan itu, karena pukulan dengan tenaga sepenuhnya mulai dari gerakan ketiga, telah menutup seluruh jalan keluar lawan. Artinya, Tek Hoat harus menerima pukulan itu, tidak mungkin dengan cara lain. Dan benar, Tek Hoatpun akhirnya menerima pukulan keempat dari Ilmu Jahat Cit Sat Sin Ciang .......
Dengan gaya yang khas, tenang dan kokoh Tek Hoat kemudian menggetarkan lengannya, dan ketika serbuan tenaga dalam yang luar biasa menderanya, diapun kembali nampak menggetarkan ulang tangannya, dan kemudian berpusing-pusing, berputar-putar seakan bercengkerama dengan pusaran kekuatan itu. Dan tidak lama kemudian, untuk kali ketiga, dia kembali menggetarkan tangannya dan melepas tenaga yang menderanya ke angkasa, tepatnya ke ruang kosong di sebelah barat, dekat ke tebing yang tiada seorangpun menonton di arena bagian tersebut. Sontak terdengar letupan keras disana:
"Duaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrr ..."
Apa yang terjadi? Tek Hoat masih tetap kokoh berdiri. Dia tidak cedera oleh hantaman gerakan keempat dari lawannya, tetapi dengan cerdik dia menggunakan Ciat Lip Jiu (Tangan Penghantar Tenaga) dan berhasil. Ledakan di angkasa tadi adalah ledakan yang diakibatkan membuyarnya tenaga serangan Hauw Lam yang dilepaskannya ke udara, dan diapun sama sekali tidak terluka. Kemampuannya menghantarkan tenaga serangan lawan tidak terduga banyak orang, mereka bahkan tidak mengerti apa dan bagaimana cara Tek Hoat melakukannya. Hanya seorang Mei Lan adiknya sendiri yang paham apa yang baru saja dilakukan kakaknya, karena dia sendiripun punya kemampuan melakukan hal yang sama.
Orang lain sama sekali tidak mengerti, bahwa baru saja dua ilmu setanding pada masa 100 tahun lebih yang lalu, telah kembali berbenturan dan digunakan oleh orang-orang muda.
Tek Hoat memang mampu menahan gerakan keempat Cit Sat Sin Ciang, tetapi pada saat itu Hauw Lam nampak telah bersedia melakukan penyerangan dengan gerakan kelima. Segera setelah ledakan di udara menggetarkan banyak orang, dan Tek Hoat baru menarik nafas untuk bersiap, Hauw Lam telah menggerakkan tangannya untuk maju melontarkan gerakan kelima. Bisa ditebak, dibandingkan gerakan keempat, mestinya gerakan kelima membawa kandungan tenaga yang lebih besar lagi. Akan sanggupkah Tek Hoat menahannya? Orang banyak kini menahan nafas. Menantikan apa yang akan terjadi karena pertarungan mulai memasuki tahapan pamungkas, setidaknya tiga gerakan lagi semua akan jelas.
Tetapi pada saat-saat yang sangat menegangkan itu, tiba-tiba berkelabat sesosok bayangan berwarna hijau lainnya. Kecepatannya susah diikuti pandangan mata biasa, dalam waktu yang sangat singkat bayangan itu telah berdiri disamping Hauw Lam yang sedang mengerahkan tenaga sepenuhnya melontarkan serangan atau gerakan kelima. Sebuah pengerahan jurus yang berada pada batas psikologis dan karena itu, sama sekali Hauw Lam tidak mengira bahwa bayangan hijau itu akan menyerangnya. Dan lebih hebat lagi, kekuatan yang doyong untuk dilontarkan ke Tek Hoat, tidak akan keburu ditarik menyerang orang yang baru datang itu. Apalagi, ketika kemudian hanya dalam hitungan kurang dari sedetik dia telah kehilangan kemampuan mengerahkan tenaga, dan telinganya masih sempat mendengar kalimat dari si pendatang:
"Paman Hauw Lam, maafkan aku. Jika aku tidak menghentikanmu, maka nyawamu tidak akan tertolong lagi ......" dan setelah itu Hauw Lam tidak ingat apa-apa lagi.
Sementara itu, si pendatang hanya menganggukkan kepala kearah Tek Hoat untuk kemudian mencelat ke arah rombongan keluarga Lembah Pualam Hijau sambil membawa serta tubuh Kiang Hauw Lam. Begitu tiba di hadapan rombongan Lembah Pualam Hijau si pendatang yang ternyata adalah Duta Agung Kiang Ceng Liong telah menyerahkan tubuh Kiang Hauw Lam kepada Kiang Tek Hong. Sambil menyerahkan Hauw Lam, Ceng Liongpun berkata:
"Maafkan paman kakek, jika paman Hauw Lam melanjutkan penyerangan hingga ke gerakan kelima, maka nyawanya tidak mungkin tertolong lagi. Dia telah menguasai Cit Sat Sin Ciang hingga gerakan kelima, tetapi masih belum mampu menggunakannya hingga tuntas. Jika dipaksakan, maka ajalnya akan menjemput dengan cepat ....... silahkan paman kakek menjaganya sebentar ......."
Kiang Tek Hong, si orang tua yang dahulunya merupakan Pangcu Thian Liong Pang telah dengan cepat menerima tubuh Hauw Lam, sambil menjawab:
"Terima kasih Duta Agung, sungguh aku orang tua yang tidak mampu mendidik anak secara baik ......"
"Sudahlah paman kakek, mudah-mudahan aku sudah berkemampuan memulihkannya. Tetapi, masih banyak urusan yang harus kita selesaikan .........." sambil berkata demikian, setelah menguatkan Kiang Tek Hong, paman kakeknya - kakak dari kakeknya Kiang Cun le, Kiang Ceng Liong kemudian mendekati Nenggala dan Kiang Li Hwa. Dan diapun menjura memberi hormat sambil berkata:
"Selamat ..... selamat buat Saudara Nenggala dan Bibi Li Hwa. Maafkan karena keterlambatan untuk memberi hormat, dan bahkan untuk keadaan Lembah Pualam Hijau yang disusupi banyak musuh ........."
"Terima kasih Duta Agung ........ tidak ada kata terlambat untuk memberi selamat. Dan kelihatannya penyusupan dan masalah itu telah terselesaikan, benarkah demikian"? Nenggala menjawab sambil bertanya.
"Meskipun benar kita telah berhasil mengenyahkan para penyusup, tetapi Bibi Sian Cu dan juga Paman Su Kiat telah menjadi korban mereka ........ "
"Astaga, apakah mereka ....... mereka ......?" Li Hwa tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Mereka hanya terluka Bibi Li Hwa, hanya luka Bibi Sian Cu memang amat parah. Tetapi mereka telah mempertaruhkan nyawa untuk menjaga kehormatan Lembah Pualam Hijau dengan mati-matian dan gagah berani menempur para penyusup. Apa boleh buat, kejadian hari ini membuat larangan berkelana dan mencampuri urusan Dunia Persilatan bagi Lembah Pualam Hijau terpaksa kucabut" tegas Ceng Liong.
Bisa ditebak, meski ditahan-tahan, tetapi Duta Agung Lembah Pualam Hijau nampak sangat murka, terutama dengan jatuhnya korban jiwa beberapa murid Lembah Pualam Hijau dan terlukanya dua tokoh penting Lembah Pualam Hijau. Tetapi, apakah sebenarnya yang terjadi? Sehebat apakah peristiwa yang menimpa Lembah Pualam Hijau yang legendaris itu hingga larangan berkelana dan larangan mencampuri dunia persilatan terpaksa dicabut kembali oleh Duta Agung? Sebaiknya kita mundur sejenak ke belakang mengikuti peristiwa tersebut:
=====================
Susul menyusul kejadian di luar kebiasaan terjadi di Lembah Pualam Hijau. Dan meskipun terasa seperti berjalan dalam satu skenario, tetapi kejadian-kejadian yang serba kebetulan terjadi dengan keadaan yang seperti saling dukung.
Kejadian pertama sudah tentu adalah upaya tiga tokoh sepuh yang sakti mandraguna yakni: Lamkiong Sek - Naga Pattynam - Wisanggeni yang menyusup sambil membobol benteng barisan gaib Lembah Pualam Hijau. Mereka memang masuk cukup jauh, meski kemudian terpukul mundur dari Lembah Pualam Hijau. Tetapi, siapa sangka karya mereka meski tidak sepenuhnya berhasil tetapi telah membuka peluang bagi menyusupnya tokoh-tokoh lain ke Lembah Pualam Hijau.
Seperti diceritakan dibagian terdahulu, tokoh-tokoh utama Lembah Pualam Hijau sebagian besar mengalami gempuran luar biasa ketika harus mengenyahkan para penyusup yang tangguh. Ketiga penyusup hebat itu adalah Lamkiong Sek, Naga Pattynam dan Wisanggeni. Mereka yang terlibat dalam pertempuran besar itu adalah Kiang Cun Le, Kiang Tek Hong dan Kiang In Hong, bahkan juga kakak tertua mereka Kiang Siong Tek, si Manusia Suci dari Siauw Lim Sie. Akibatnya, Kiang Siong Tek berhasil membantu adik-adiknya memukul rangkaian gabungan tenaga batin yang dilontarkan Lamkiong Sek, Naga Pattynam dan Wisanggeni.
Meskipun demikian, gabungan tenaga batin itu telah sanggup mengguncang Kiang Cun Le, Kiang Tek Hong dan Kiang In Hong dan mereka butuh waktu untuk memulihkan diri. Bahkan, Kiang Siong Tek sendiri terluka parah dan langsung kembali ke Siauw Lim Sie dengan meninggalkan pesan-pesan terakhirnya untuk Lembah Pualam Hijau dan ketiga adiknya itu.
Sementara lontaran tenaga iweekang gabungan Lamkiong Sek dan kawan-kawannya mampu dilontarkan jauh oleh Kiang Ceng Liong. Meskipun sanggup melontarkan gabungan kekuatan itu, tetapi Ceng Liong sendiri butuh waktu untuk menetralisasi besarnya kekuatan yang menerpanya dan bahkan sebagiannya menerobos masuk kedalam dirinya.
Bukan karena belum sempurnanya dia melatih Ilmu Ciat Lip Jiu (Tangan Pengantar Tenaga), tetapi karena terlalu besarnya tenaga gabungan yang menyerangnya. Untungnya, dia sudah menyelesaikan bagian terakhir dari pendalaman Giok Ceng Sinkang yang disampaikan oleh Koai Todjin melalui cucu muridnya Thian San Giok Li. Itulah yang menyelamatkan Ceng Liong dan ketiga sesepuh Lembah Pualam Hijau lainnya.
Guncangnya kondisi 3 tokoh utama Lembah Pualam Hijau, telah membuka cela yang sangat lebar untuk masuknya tokoh-tokoh lain ke Lembah Pualam Hijau. Karena selain itu, penjagaan juga agak longgar karena para penjaga Lembah disibukkan oleh kedatangan tamu-tamu dari luar Lembah. Tamu-tamu dari luar Lembah, sebagaimana diketahui datang untuk merayakan pernikahan Nenggala dan salah satu tokoh Lembah Pualam Hijau, Kiang Li Hwa. Dan, sebetulnya masih ada sebab lainnya lagi.
Ketika muncul Mahendra dan Gayatri, disusul Bu Hok Lokoay dan Hiong Say Tay Pek San, kemudian juga hadir si Jubah Hijau yang belakangan diketahui adalah Kiang Hauw Lam memberi selamat kepada adiknya Kiang Li Hwa dan Nenggala, tokoh-tokoh Lembah Pualam Hijau segera sadar bahaya. Pada saat itu, Kiang Hong, Tan Bi Hiong dan Kiang Liong yang mengkhawatirkan Duta Agung dan ayah mereka segera menuju ke tempat Duta Agung yang sedang memulihkan diri. Memang, disana ada Kiang Cun Le dan Barisan 6 Pedang Utama, tetapi mereka paham benar, sebagaimana Kiang Tek Hong dan Kian In Hong, kondisi Kiang Cun Le juga belum pulih benar.
Untung memang, masih ada Barisan 6 Pedang utama yang kekuatannya jika digabung sangat sulit mencari tandingannya. Tetapi, musuh-musuh yang datang dan meluruk masuk Lembah adalah musuh-musuh licik yang tidak segan-segan menggunakan cara-cara licik. Karena itu, penjagaan di lokasi Duta Agung perlu sangat diperkuat. Dalam kondisi normal, mereka tentu tidak akan mengkhawatirkan Ceng Liong, tetapi dalam kondisi sedang memulihkan diri?
Mereka bertiga segera bergabung bersama Barisan 6 Pedang yang sedang berjaga di di luar gua rahasia dimana Duta Agung sedang memulihkan diri bersama Kiang Cun Le kakeknya. Meski kondisinya terlihat aman, tetapi mereka paham bahwa gua ini akan menjadi target utama lawan untuk didatangi. Dan mereka memang benar. Tidak menunggu lama, munculah Bu Hok Lokoay, Hiong Say Tay Pek San serta pasangan Mahendra dan Gayatri.
Hanya, merekapun kaget setengah mati setelah melihat di depan gua telah berdiri menanti Kiang Hong dan Tan Bi Hiong suami-istri di temani Kiang Liong dan bahkan didukung oleh Barisan 6 Pedang. Mereka berempat paham belaka sejauh mana kehebatan Barisan 6 Pedang dari Lembah Pualam Hijau, karena dalam pertempuran sebelumnya mereka kalang kabut melawan Barisan tersebut. Seandainya mereka tahu bahwa yang membuat mereka kalang kabut adalah Barisan 6 Pedang lapis kedua, maka tidak dapat dibayangkan kekagetan mereka. Karena di hadapan mereka adalah Barisan 6 Pedang utama, yang merupakan pengawal utama Duta Agung.
Sekali pandang ke-empat pendatang ini segera paham jika maksud kedatangan mereka sulit kesampaian. Mereka diberitahu, bahwa Lembah Pualam Hijau telah mengalami bencana, tokoh sepuh mereka terluka. Tetapi, ternyata kekuatan Lembah Pualam Hijau masih sangat menakutkan. Dan terbukti. Dalam bentrokan pertama saja, kekuatan sihir dan ilmu silat Mahendra dan Gayatri telah bentrok keras dan sangat jelas mereka kalah melawan suami-istri Kiang Hong dan Tan Bi Hiong.
Melawan suami-istri yang sedang mengkhawatirkan keadaan Lembah mereka dan juga anak sulung mereka, membuat Kiang Hong dan Tan Bi Hiong berlaku keras dan kehilangan rasa welas asihnya. Ilmu dan jurus mematikan dari khasanah ilmu Lembah Pualam Hijau segera terlontar, dan Mahendra dan Gayatri sudah jatuh dibawah angin. Tak pelak lagi, dalam waktu tidak lama mereka akan segera jatuh terkalahkan.
Sementara Bu Hok dan Hiong Say, begitu bentrok dengan Kiang Liong mendapati bahwa lawan mereka itupun bukanlah lawan ringan. Jika satu lawan satupun, salah seorang dari mereka pasti kalah, meski dengan selisih yang tidak jauh. Karena itu, pertempuran mereka berlangsung dengan ke-empat penyusup pada akhirnya mencari jalan untuk melarikan diri. Sudah jelas, tujuan mereka jauh dari kemungkinan untuk berhasil. Alias bakalan gagal total.
Dan memang begitu akhirnya. Ketika Mahendra dan Gayatri terluka parah ditangan Kiang Hong dan Tan Bi Hiong, Bu Hok dan Hiong Say telah melesat untuk pergi melarikan diri.
Sementara Mahendra dan Gayatri diampuni, terutama karena hari itu adalah pesta meriah perkawinan di Lembah Pualam Hijau. Hanya saja, baik Bu Hok, Hiong Say maupun Mahendra dan Gayatri telah diberitahu secara tegas oleh Kiang Hong. Bahwa jika tidak mengundurkan diri dari rimba persilatan, maka seusai pesta di Lembah Pualam Hijau, mereka akan dicari untuk mempertanggungjawabkan pengacauan hari ini. Dan pada saat itu, bakalan tidak ada ampun buat mereka berempat. Maka berlalulah ke-empat penyusup itu dengan membawa luka.
Kejadian di tempat lain yang lebih seru. Seperti diketahui, Kiang Sian Cu dan Thio Su Kiat sekeluarnya dari arena upacara pernikahan, segera menuju kamar khusus bagi Duta Agung di gedung yang terpisah. Disana memang ditinggalkan Barisan 6 Pedang lapis kedua yang setelah bertugas menjemput barang antaran dari Thian San Pay segera kembali ditempatkan di ruang itu.
Tetapi, adalah lokasi ini yang justru menerima kunjungan "tak diharapkan" dari musuh-musuh yang sangat berbahaya. Ketika memasuki gedung tersebut dan menuju ke lantai 2 dimana kamar khusus Duta Agung terletak, mereka disambut dengan pertempuran ramai dan nampak seimbang. Pertempuran yang ramai dan seru antara Barisan 6 Pedang Lembah Pualam Hijau melawan 3 orang Pendeta Budha yang nampaknya beraliran Tibet. Pertempuran tersebut sangat seru dan nampak berlangsung secara seimbang, menggambarkan betapa hebat para pendatang yang sanggup mengimbangi Barisan 6 Pedang.
Sebagaimana diketahui, Barisan 6 Pedang Lembah Pualam Hijau terdiri dari 3 lapis. Lapis pertama adalah Penjaga dan Pengawal Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Kemanapun Duta Agung bertugas ke luar, selalu wajib ditemani dan dikawal oleh Barisan 6 Pedang ini. Barisan 6 Pedang utama ini, selisih kemampuannya tipis saja dibandingkan dengan Duta Agung, tetapi sangat efektif untuk melawan musuh dalam jumlah yang lebih besar.
Lapis kedua, adalah mereka yang bertugas di dalam Lembah, khusus menjaga Ruangan Khusus Duta Agung. Untuk tugas-tugas ke luar yang tidak melibatkan Duta Agung biasanya adalah Barisan ini yang mengawal. Jika dibandingkan, maka Barisan ini masih dibawah kemampuan Barisan utama, tetapi dibandingkan dengan tokoh-tokoh utama Lembah, kemampuan mereka tipis saja. Dan barisan ketiga, adalah Barisan yang masih sedang berlatih, biasanya diisi oleh tokoh-tokoh berusia lebih muda dan lebih banyak bertugas di dalam lembah.
Kiang Sian Cu dan Thio Su Kiat pada akhirnya berjaga di sekitar lokasi pertempuran. Hanya, tidak lama kemudian mereka kedatangan penyusup yang lain lagi. Kali ini seorang pemuda yang sempat munculkan diri di ruang resepsi pernikahan, yakni Janaswamy. Begitu mendekati lokasi pertempuran dan melihat papan merek yang bertuliskan "Ruangan Duta Agung", Janaswamy menduga, dalam ruangan itulah Ceng Liong berada. Secara otomatis dia melangkahkan kaki menuju ruangan itu. Tetapi, sudah barang tentu Sian Cu dan Su Kiat tidak akan mengijinkan Janaswamy memasuki ruangan khusus tersebut.
Adalah Thio Su Kiat yang memapaknya:
"Sahabat, perlahan dulu. Tempatmu bukan disini"
Sambil berseru demikian Thio Su Kiat telah menghentakkan lengannya mengarah ke Janaswamy. Segelombang angin serangan yang sangat kuat telah menerjang dengan cepat. Hebat Su Kiat, dalam beberapa bulan belakangan dia telah maju pesat. Serangannya telah berisi hawa murni Giok Ceng Sinkang yang lebih keras dan lebih kuat dibandingkan sewaktu berada di markas Thian Liong Pang. Tetapi, di lain pihak Janaswamypun bukan lawan lemah (Bersambung)