3
Mahendra yang sedikit menderita kerugian dalam benturan terakhir harus membalikkan keadaan jika tidak ingin dinyatakan kalah. Dan untuk itu, dia harus menaklukkan lawan mudanya dengan telak. Itu jugalah sebabnya dia akhirnya memutuskan untuk menggunakan ilmu mujijat yang sudah puluhan tahun coba disempurnakan bersama pasnagannya Gayatri.
Ilmu kebanggaan mereka tersebut adalah kombinasi Hui Sian Coa Pat Poh (Delapan Langkah Ular Dewa Terbang) dan Ilmu Sihir Ular Dewa Mengguncang Mayapada. Inilah kombinasi ilmu langkah ajaib, berbeda dengan tarian sihir ular dewa yang membuat mereka bagaikan ular terbang yang mengejar mangsa, maka ilmu ini pada dasarnya sangat kental ilmu sihir dan dipadukan dengan langkah-langkah ajaib ular dewa terbang. Pada kombinasi kedua ilmu inilah mereka merangkum semua gerak, semua ilmu dan pemahaman mereka atas gerak dan gaya bersilat dari India, Tionggoan dan bahwa Swarnadwipa.
Harus dicatat, kedua tokoh Thian Tok ini memang ahli-ahli silat sekaligus ahli sihir yang sangat hebat. Justru daya dukung ilmu sihir mereka itulah yang membuat kemampuan ilmu silat mereka menjadi lebih mengerikan dan bertambah kehebatannya. Ketika menemukan kenyataan betapa dirinya dirugikan oleh benturan terakhir, dalam malunya Mahendra akhirnya berusaha untuk menebus kerugian itu dengan mengalahkan lawannya.
Dimata banyak orang berkepandaian cetek, Mahendra telah dikelilingi oleh bayangan ular maha besar dengan pijar-pijar merah kehitam-hitaman. Jangankan yang berilmu cetek, bahkan Kwi Bengpun terpengaruh pandangannya oleh keampuhan ilmu sihir lawan, hingga dia memandang lawannya bagaikan sedang memandang seekor ular raksasa meski berganti-ganti dengan wajah asli Mahendra.
Hal ini mengejutkannya, tetapi sama sekali tidak membuatnya takut atau berkecil hati, karena dia merasa masih sanggup membentengi diri dengan kekuatan khikang yang telah meningkat pesat atas bantuan tokoh-tokoh hebat sebelumnya. Itulah sebabnya, ketika mengerahkan Tay Lo Kim Kong Sin Ciang pada puncak penguasaannya, disekeliling tubuhnya bagaikan telah terlindung oleh hawa khikang yang luar biasa.
Tetapi, begitupun Mahendra masih sanggup untuk mendekati dan menyerang Kwi Beng. Hal itu bukan karena ilmu Kwi Beng yang kalah mutu, tetapi lebih karena ada beberapa saat Kwi Beng salah mata, menganggap yang menyerangnya adalah seekor ular, meski hal itu hanya terjadi dalam sekejap. Karena dengan mengerahkan kekuatan batinnya dia mampu memandang mahendra kembali sebagai Mahendra dan bukan sebagai seekor ular maha besar. Tetapi, waktu sekejap itu tetap memberi peluang Mahendra untuk menyerang semakin gencar.
Untungnya, Kwi Beng bersilat dengan salah satu ilmu mujijat Tay Lo Kim Kong Sin Ciang dans esekali mengisi kekuatan jarinya dengan Kim Kong Cie. Ilmu kekuatan jari selain Tam Chi Sin Thong, tetapi berbeda daya gunanya. Jika Tam Ci Sin Thong bermanfaat untuk melontarkan totokan jarak jauh, maka Kim Kong Cie bermanfaat untuk digunakan dalam pertarungan jarak dekat.
Itulah sebabnya Mahendra tidak sanggup mendekati Kwi Beng lebih jauh. Meskipun menyerang ketat, tetapi dia tetap tak sanggup memojokkan Kwi Beng karena serangan-serangan balasan Kwi Beng sama dengan pertahanannya sangatlah kokoh dan berbahaya. Karena itu, hanya benturan-benturan keras yang terjadi antara keduanya dengan tak seorangpun sanggup memperoleh keuntungan dari benturan kekuatan keduanya.
Mahendra tambah penasaran: celaka kalau aku keok di tangan anak muda ini, pikirnya. Tetapi, pengalaman tandingnya yang banyak dan luas membuat Mahendra mulai memikirkan taktik lainnya. Tak ada cara lain, kemenangan harus diraih dengan cara lain, curang sekalipun. Dan, Sepasang Ular Dewa memang tokoh-tokoh yang tidak mengharamkan mengambil kemenangan dengan menggunakan segala macam cara, sekalipun cara curang ataupun licik.
Dan, Mahendra mulai mempertimbangkan untuk menggunakan salah satu senjata andalan, senjata rahasia yang terhitung sangat jarang mereka berdua mempergunakannya, yakni senjata rahasia ular api emas. Ular ini terhitung salah satu ular terkecil yang hanya hidup di tanah Thian Tok dengan ukuran yang hanya beberapa senti meter. Mungkin hanya sepanjang 5 senti meter, namun mampu mengeluarkan api dan sinar keemasan, tahan api dan sanggup menembus perisai sinkang seseorang. Hebatnya lagi, ular mini ini sanggup terbang cukup lama dalam kecepatan tinggi sebelum harus kembali ke tanah atau ke tangan pemegangnya.
Baik Mahendra maupun Gayatri masing-masing hanya memiliki sepasang. Karena ular jenis ini harus hidup berpasangan dan jika dipisahkan hanya akan sanggup bertahan sendirian selama lebih kurang 5 hari. Itulah sebabnya, Mahendra maupun Gayatri hanya memiliki masing-masing 1 pasang. Memiliki lebih banyakpun nyaris mustahil, karena ular jenis ini terlampau langka dan jarang menampakkan diri. Dan senjata rahasia inilah yang kini ada dalam angan Mahendra untuk dilepaskan guna memperoleh kemenangan.
Mahendra paham, lawannya bukan lawan ringan. Menyerang dengan senjata rahasia biasa tidak akan mendatangkan sedikitpun manfaat. Karena itu, Mahendra merancang sebuah serangan menentukan dengan memanfaatkan sekaligus puncak kemampuan ilmunya yang akan dilanjutkan dengan serangan senjata rahasia.
Mahendra mampu merancang strataeginya karena betapapun dia memang dalam posisi menyerang dan mendesak Kwi Beng. Kwi Beng memang sanggup bertahan dengan baik dan menghadirkan rasa kagum bagi banyak orang, terutama di kalangan jago-jago Siauw Lim Sie. Para tokoh utama, termasuk Ciangbunjin, wakilnya serta para tokoh-tokoh utama berdecak kagum menyaksikan Kwi Beng memperagakan ilmu pusakan mereka secara sempurna.
Tetapi poisis Kwi Beng memang kurang baik ketika harus berkali-kali diserang dengan ilmu sihir lawan. Jika tanpa sihir, Kwi Beng sudah pasti akan berada dalam posisi menyerang. Sayangnya, Mahendra sangat mahir mempergunakan sihir dan ini tentunya sangat menguntungkan. Karena jika terdesak, Mahendra akan kembali melontarkan ilmu tersebut, dan Kwi Beng butuh waktu beberapa detik untuk menetralisasi posisinya.
Kwi Beng menerapkan strategi secara benar sebetulnya. Dia paham, jika Mahendra terus menerus mempergunakan ilmu sihir untuk menekannya, maka lawan akan cepat berkurang ketahanan dan keuletannya. Ditambah dengan usia tua, maka Mahendra akan bertambah cepat menurun daya tempurnya. Maka Kwi Beng tidak dengan segera mencecar lawannya, melainkan menunggu saat yang tepat untuk mendesak mahendra dengan memanfaatkan usia muda dan daya tahannya yang jelas melebihi Mahendra.
Hendak kulihat, sampai dimana daya tahanmu pikir Kwi Beng untuk meraih kemenangan dengan memanfaatkan usia mudanya.
Dalam kondisi normal, pilihan Kwi Beng memang tepat. Tetapi, mahendra yang licik juga punya perhitungannya sendiri. Pada saatnya, kembali dia mendesak Kwi Beng dengan ilmu sihirnya, dan ketika Kwi Beng harus melangkah ke belakang untuk menghindar dan menormalisasi dirinya, Mahendra dengan cepat memanfaatkan situasi dengan meraih sesuatu ka kantongnya. Keadaan ini tidak luput dari mata banyak orang, tetapi tak satupun yang paham apa yang akan dilakukan Mahendra.
Yang pasti, ketika Kwi beng kembali bersiap, Mahendra tiba-tiba memutuskan menyerangnya dengan salah satu jurus maut dan pamungkas dari ilmu silat andalannya: Ilmu Sihir Ular Dewa Mengguncang Mayapada. Dengan jurus Ular Dewa menerjang prahara, Mahendra menyerang Kwi Beng yang terkesiap melihat Mahendra telah bersiap dalam jurus maut. Tetapi tak ada waktu cukup baginya untuk menyiapkan jurus pamungkasnya, selain mengerahkan seluruh iweekangnya untuk mempertahankan diri.
Bagaikan laksaan ular meluncur kearahnya, tetapi karena paham lawan menggunakan sihir, Kwi Beng mengeraskan hati dan memusatkan pikiran batinnya. Dalam puncak penggunaan Tay Lo Kim Kong Sin Ciang dia memapak pukulan lawan:
Bresssssssss ................. dalam kekuatan iweekang yang nyaris seimbang, sementara lawan dalam posisi lebih baik, Kwi Beng sedikit mengalami kerugian. Dia terdorong jauh ke belakang, hampir 7 langkah sebelum kembali tegak berdiri. Sementara Mahendra hanya terdorong 3-4 langkah ke belakang dan langsung bersiap menyerang Kwi Beng.
Kwi Beng sadar bahaya mengancamnya, karena itu sambil membiarkan dirinya terdorong ke belakang, dia menyiapkan ilmu pamungkasnya Pek-in Tai-hong-ciang (Ta*ngan Angin Taufan Awan Putih). Dan ketika berdiri dan mengerahkan ilmu tersebut, tubuhnya segera diselubungi oleh awan putih yang cukup pekat.
Tetapi, Mahendra sudah tentu tidak akan menyia-nyiakan posisi baiknya. Tangannya yang digunakan untuk meraih sesuatu dari kantongnya telah dikebaskan kedepan, bersamaan dengan pengerahan kekuatan sihir sekuat-kuatnya. Maka sambil Kwi Beng membentengi diri dengan ilmu terakhirnya, tiba-tiba dia melihat sinar api keemasan berkeredep yang diawali dengan seruan Mahendra: awas senjata .....
Nampaknya saja Mahendra bersikap kstaria dengan memberi tahu Kwi Beng lebih dahulu. Lagipula, tidak ada larangan dalam pibu ini untuk mempergunakan senjata atau tidak. Karena itu, meski banyak tokoh terkesiap dengan kecurangan Mahendra, terutama tokoh-tokoh Siauw Lim Sie dan apalagi Kwi Song, tetapi mereka tak dapat berbuat apa-apa. Hanya beberapa tokoh, Cun Le, Liong-i-Sin Nie, Sian Eng Cu, juga nampak Pangcu Thian Liong Pang terkesiap dengan serangan licik Mahendra. Bukan serangan liciknya, tetapi senjata rahasia ampuh yang dilepaskannya yang membuat mereka terkesiap.
Astaga, itu Ular Api emas ...... hati-hati seru kakek Kiang Cun Le tak tertahan. Dia paham bahayanya ular kecil yang memiliki keampuhan khusus dalam menerjang perlindungan iweekang seseorang. Hanya, apakah dia sanggup menerjang hawa khikang Kwi Beng?
Adalah wi Beng yang awalnya berkeyakinan. Tetapi, selain dia belum siap dengan Pek-in Tai-hong-ciang (Ta*ngan Angin Taufan Awan Putih) secara 100% dan otomatis hawa khikangnya belum optimal melindunginya, mendengar desisan kaget Cun Le, diapun goyah. Disini, pengalaman dan kematangan bertempur memang berperan sangat penting. Dan disinilah letak kealpaan Kwi Beng dalam pertempuran seru ini. Pertempuran yang menjadi pelajaran berharga baginya, karena kelak pelajaran dari pertempuran ini telah mematangkannya dan membuatnya menjadi jauh lebih digdaja.
Goyahnya keyakinan Kwii Beng ditambah dengan senjata rahasia yang ternyata bukan jenis jarum atau jenis senjata benda mati melainkan seekor ular kecil, membuatnya harus membayar mahal. Terlebih, ketika ular api emas mampu menerjang hingga mendekati dirinya. Untungnya, ketika ular api itu semakin dekat, ternyata dia tak sanggup menerobos perlindungan hawa khikang terakhir yang semakin kokoh dikembangkan Kwi Beng.
Kwi Beng akhirnya menghempaskan tangannya guna mengusir ular api emas tersebut. Tetapi, hempasannya dengan menggunakan tangan kanannya tetap tidak mampu membunuh ular itu yang segera terbang kembali kearah Mahendra. Justru bahaya sesungguhnya baru tiba. Karena Mahendra sudah menyiapkan serangan pamungkas dari jurus terakhir ilmua mautnya: Ular Dewa mengamuk memproak-porandakan mayapada. Tepat ketika Kwi Beng mengibas, saat itulah Mahendra melepaskan serangannya dengan kekuatan penuh. Kekuatan tenaga dalam dan kekuatan sihir dalam kombinasi di jurus pamungkasnya.
Mahendra membiarkan ular emasnya yang sebetulnya sedang terbang kearahnya, melainkan terus menerjang Kwi Beng yang masih belum sempat mengkonsolidasikan kekuatannya pasca mengibaskan Ular Api Emas dengan tenaga dalamnya. Untungnya, dia telah menghimpun kekuatan utamanya dalam ilmua mujijat Pek In Tai Hong Ciang. Ilmu ciptaan gurunya yang terakhir, dan yang kini sudah dikuasainya secara penuh. Tetapi, sayangnya dia tak sanggup menggunakan puncak kekuatannya guna menghadapi Mahendra yang secara licik menyergapnya ketika tidak siap ......... dan akibatnya .....
Bressssssssss .............. duaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Benturan hebat terjadi antara keduanya. Dan akibatnya, Kwi Beng terdorong sampai 5 langkah ke belakang untuk kemudian duduk bersila karena dari mulutnya mengalir darah akibat luka dalam. Sementara Mahendra sendiri terdorong sama jauhnya, sampai lima langkah dengan mulut berlumuran darah tetapi masih sanggup tetap berdiri.
Koko ........ adalah Kwi Song yang langsung berkelabat mendatangi Kwi Beng begitu melihat saudara kembarnya terluka dan duduk bersila. Tetapi, begitu membantu Kwi beng dengan menyalurkan tenaga dalamnya didapatinya jika Kwi Beng tidaklah terluka parah. Maka secepatnya setelah membantu secukupnya, segera dia menarik kembali nafasnya sambil menarik nafas bersyukur.
Song te, bagaimana keadaannya? Ceng Liong yang telah berada dekat Kwi Song bertanya khawatir.
Beng koko memang terluka, tetapi keadaannya tidak ada halangan serius. Sebentar lagi juga Beng koko sembuh
Syukurlah kalau begitu
Sementara itu, terjadi ketegangan lain. Seorang tokoh Siauw Lim Sie, Kong Hian Hwesio, tokoh terkenal asal Siauw Lim Sie yang menyertai Kiang Hong ke Lam Hay namun tertawan Thian Liong Pang telah berkata:
Sungguh memalukan, tokoh sebesar Mahendra berlaku curang untuk mencari kemenangan
Kemenangan tetap kemenangan, bagaimanapun itu diperoleh adalah Gayatri yang menyemprot Kong Hian Hwesio
Entah bagaimana pertimbangan Sian Eng Cu Tayhiap berkata Pangcu Thian Liong Pang dengan tenang.
Hmmmmmm, jika Mahendra tidak mempergunakan kecurangan dan kelicikan, bisa dipastikan dia akan dikalahkan anak muda itu berkata Sian Eng Cu dengan sengaja tidak menetapkan siapa menang dan siapa yang kalah. Tetapi, Gayatri sudah dengan garang berkata:
Apakah ditetapkan bagaimana cara kemenangan itu diperoleh?
Memang tidak sahut Sian Eng Cu setelah beberapa saat
Siapakah yang menang kali ini? kejar Gayatri
Hmmmm, sudah kukatakan, jika tanpa kecurangan siapapun tahu, Mahendra tidak akan memperoleh kemenangan
Tetapi, fakta sekarang siapakah yang menang? Gayatri tetap berkeras.
Baiklah, meskipun licik dan curang, Mahendra tetap menang. Meskipun memalukan baginya sebagai seorang tokoh gagah dan tua tegas Sian Eng Cu
Menang ya menang, kalah ya kalah gerutu Gayatri, sementara itu Mahendra juga naik darah dengan penegasan Sian Eng Cu. Terutama karena dia sadar apa yang dikatakan Sian Eng Cu memang benar belaka.
Jika engkau mau, aku masih berkekuatan untuk melanjutkan guna menentukan siapa kalah dan siapa menang Mahendra maju kembali. Tetapi, sudah jelas dia berani karena Kwi Beng masih sedang memulihkan diri. Hanya saja, Kwi Song yang tidak mampu menahan diri:
Baik, biar aku yang menggantikan kakakku untuk membuktikan bahwa kami tidak akan kalah melawan orang licik macam engkau
Sambil berkata, Kwi Song telah maju kehadapan Mahendra. Kekesalan dan kemarahan Kwi Song bisa dimaklumi. Apalagi dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak kembarnya dicurangi lawan hingga terluka.
Hmmm, kau mau menggantikan kakakkmu anak muda? Melawanku secara bergantian? Itukah yang engkau maksudkan dengan kegagahan? Mahendra menjawab sambil menyindir Kwi Song.
Sudahlah Song te ....... memang hanya sebegitu kebisaannya, menggunakan kelicikan guna memenangkan pibu Ceng Liong telah mendekati Kwi Song sambil memegang tangannya untuk berlalu dari arena.
Hmmm, anak muda engkau berani menghinaku? Mahendra menjadi sangat gusar karena seorang anak muda secara terang-terangan berani menghina dan meremehkan kemenangannya di hadapan banyak orang gagah.
Akan tiba saatnya Kwi Beng atau Kwi Song menunjukkan padamu bagaimana mengalahkanmu secara gagah tanpa mesti licik sepertimu Ceng Liong menjawab sambil berbalik dari arena dengan menyabarkan Kwi Song.
Dasar orang tua pengecut Kwi Song masih sempat menyumpah sebelum berbalik bersama Ceng Liong dari arena.
Tetapi Mahendra terbakar dengan sikap Ceng Liong dan Kwi Song yang menghina dan meremehkannya. Menjadi lebih gusar mendengar kalimat terakhir dari Kwi Song, dan murka melihat kedua anak muda itu berlalu setelah menghinanya dari arena.
Anak muda sombong, lihat bagaimana Mahendra mengalahkan kalian Mahendra telah dengan murka menyerang Ceng Liong yang telah berbalik bersama Kwi Song. Adalah Ceng Liong yang diarah oleh Mahendra karena Kwi Song terlindung oleh tubuh dan badan Ceng Liong. Mahendra menyerang dengan segenap kekuatannya karena marah dan tersinggung oleh kalimat-kalimat tajam Ceng Liong dan Kwi Song. Tetapi keliru jika dia menyangka Ceng Liong akan menjadi makanan empuknya meski telah membelakanginya:
Pergi engkau ..... dalam murkanya, Ceng Liong telah mempergunakan Sin Liong-Hoan Kin (Naga Sakti Memindahkan Tenaga), salah satu jurus yang dirangkainya untuk memanfaatkan kekuatan matanya. Tetapi, sebagaimana diketahui, baru Tan Cit Pa Siat (Telunjuk sakti menotok jalan darah) dikuasainya. Sementara memanfaatkan kekuatan matanya untuk menotok dan menerjang dengan kekuatan penuh, masih sedang ditelusurinya.
Salah satu rangkain yang disusunnya untuk kekuatan istimewanya itu adalah Sin Liong Hoan Kin, sebuah kebasan dengan kekuatan penuh. Hanya, dia memikirkannya untuk digunakan dengan kekuatan istimewa pandang matanya, menggetarkan lawan dengan kekuatan sinkang yang disalurkan lewat mata. Tetapi sekarang, kekuatan tenaganya digunakan bukan dengan mata, tetapi dengan mengebaskan lengannya ..... dan
Bressssssssssss .........
Tanpa terdengar bunyi apa-apa, tubuh Mahendra telah terjengkang kebelakang dan hebatnya Mahendra hinggap di barisan depan kelompoknya, Thian Liong Pang bagaikan tertiup angin dan sama sekali tidak terluka. Tetapi, dia menjadi sakit hati, murka sekaligus ngeri ketika mendengar Ceng Liong berkata:
Jika tidak mengingat engkau angkatan tua dan baru saja bertempur, maka setidaknya engkau sudah terkapar dan terluka parah. Lain kesempatan engkau harus berhati-hati
Tetapi, akibat dari kebasan Ceng Liong membuat banyak orang terperangah. Bahkan termasuk kakeknya sendiri, Kiang Cun Le. Karena setahunya, Ceng Liong masih belum berbekal kebasan maut tadi beberapa waktu sebelumnya, tetapi sekarang mengapa Ceng Liong telah sanggup memainkan Sin Liong Hoan Kin dan juga Tan Cit Pa Siat? Sungguh kemajuan anak itu sulit ditebak pikir Kiang Cun Le.
Sementara tokoh-tokoh lain, termasuk tokoh Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Kay Pang sama terkejut melihat dengan mudahnya Ceng Liong melontarkan Mahendra balik kekelompoknya. Dan bahkan kelihatannya, kejadian itu dilakukannya secara santai. Lebih hebat lagi, Ceng Liong mampu mengukur kekuatannya dengan tidak melukai Mahendra. Sulit ditebak, sudah sampai dimana tingkat kepandaian anak muda itu dewasa ini. Bahkan Sian Eng Cu dan Pengemis Tawa Gila sama berpikir: Nampaknya anak ini masih setingkat di atas pendekar muda kebanggaan mereka masing-masing.
Sementara itu, Mahendra cukup tahu diri dan menjadi ngeri dengan kejadian barusan. Sesungguhnya sulit mengerti kemajuan anak itu, baru beberapa bulan sebelumnya anak itu masih sanggup diatasi, tetapi sekarang, kakeknya sendiri nampaknya sulit menandinginya pikir Mahendra. Dan hal itu disampaikannya kepada Gayatri yang ikut menjadi penasaran dengan kejadian Mahendra yang dikebas seenaknya oleh Ceng Liong tanpa terluka. Tetapi, karena tidak mengalaminya sendiri, Gayatri penasaran. Dan kepenasarannya segera diekspresikannya. Dengan gagahnya Gayatri maju ke arena dan menantang Ceng Liong:
Anak muda, karena kakekmu Mahendra sudah selesai memenangkan babak selanjutnya, tidak ada salahnya jika engkau kini maju untuk memberiku pengajaran
Bukan hanya Mahendra yang terkejut, tetapi Pangcu Thian Liong Pang juga terkejut. Karena keduanya sadar, Gayatri masih belum tandingan Ceng Liong. Kalau Mahendra hanya mengalami dikebas dan terpental mundur, tetapi Pangcu Thian Liong Pang mengalami langsung bertempur tanpa kesudahan dengan Ceng Liong. Karena itu, wajar jika keduanya kaget.
Begitupun dengan Ceng Liong. Betapa kaget dia ketika menemukan seorang nenek kini menantangnya untuk memasuki arena. Ceng Liong menjadi serba salah. Keadaan tersebut membuatnya secara tidak sengaja memandang Mei Lan yang juga sedang memandangnya. Segera Mei Lan sadar jika Ceng Liong serba salah untuk menandingi nenek itu. Karena itu dengan cepat dia berkata:
Suheng, jika diijinkan, perkenankan aku menandingi nenek itu tetapi sambil berkata demikian, setelah menghormat Sian Eng Cu dan pengemis Tawa Gila, Mei Lan telah melangkah memasuki arena. Dan belum sempat Sian Eng Cu dan Pengemis Tawa Gila memberi persetujuan, langkah kakinya yang nampak seenaknya telah dengan cepat membawanya berhadapan dengan Gayatri. Melihat keadaan itu, Sian Eng Cu yang paham benar dengan keadaan Mei Lan menjadi khawatir.
Benar dia tahu sumoy yang juga dididiknya sekian lama itu sudah berkepandaian hebat, bahkan telah melampauinya, tetapi lawannya kali ini adalah salah satu tokoh hebat asal Thian Tok. Tetapi repot, sumoy yang dikasihi bagai anak sendiri itu telah berhadapan dengan nenek Gayatri. Berbeda dengan Pengemis Tawa Gila, yang dalam waktu sepersekian detik telah memperoleh bisikan dari Liong-i-Sin Nie: biarkanlah muridku itu melawan Gayatri, dia telah memiliki bekal yang lebih dari cukup
Baiklah, babak selanjutnya Liang Mei Lan, murid Wie Tiong Lan Pek Sim Sian Su darei Bu Tong Pay dan juga murid Liong-i-Sin Nie akan maju mewakili kami seru Pengemis Tawa Gila
Baiklah, biarlah nenek Gayatri mewakili kami Pangcu Thian Liong Pang yang tadinya cemas jika Ceng Liong yang maju menjadi sedikit gembira. Tetapi, sebelum babak selanjutnya berlangsung, dia kembali berkata untuk penegasan:
Tetapi, salahkah jika babak sebelumnya dimenangkan pihak kami?
Sekali lagi, meski secara licik dimenangkan Mahendra tetapi kami bersedia menerimanya Pengemis Tawa Gila menegaskan.
Bagus, jika demikian kedudukan kita sama 1 1.
Sementara itu Gayatri yang sebetulnya penasaran ingin menjajal Ceng Liong telah menumpahkan kemarahannya dengan menghadapi Mei Lan:
Anak gadis, tidakkah engkau takut kecantikanmu itu luntur jika kupermak dengan ular saktiku?
Ular tidak membuatku takut Nenek. Hati-hati, jangan sampai ular itu mati terbunuh tanganku Mei Lan justru berkelakar
Baiklah, mari kuberi pelajaran kepadamu anak ....
Belum lagi Mei Lan memulai pertempuran terdengar bisikan di telinganya:
Muridku, sambut pedangg ini dan siapkan sambil berjaga-jaga dengan ular api emas milik Nenek Gayatri
Mei Lan menoleh ke arah Liong-i-Sin Nie yang mengangguk kearahnya sambil mengibaskan lengannya. Entah bagaimana caranya, tubuh Mei Lan tahu-tahu telah bergerak mencelat ke arah bayangan pedang yang dilontarkan Liong-i-Sin Nie ke arahnya. Dan dalam sekejap dia telah menggenggam pedang itu dan menyimpannya.
Pedang yang dilontarkan Liong-i-Sin Nie adalah sebatang Pedang Pusaka yang lama menjadi kebanggaannya. Pedang itu bernama Pedang Janggut Naga, sebatang pedang pusaka lemas dan akan berubah menjadi teramat tajam dan mampu memapas besi sekalipun begitu dialiri tenaga dalam. Pedang itu dapat dilipat dan bahkan dapat digunakan menjadi sabuk ketika tidak digunakan, dan begitulah cara Mei Lan menyimpannya, yakni dengan menjadikannya sabuk.
Tetapi bukan pedang itu yang membuat orang berdecak kagum. Adalah cara Mei Lan bergerak dan kecepatannya yang membuat orang memandangnya takjub, karena nyaris tak terlihat bagaimana cara Mei Lan bergerak, dan tahu-tahu tubuhnya telah berkelabat dan melayang menyambut pedang. Dan kembali ketempat semula hanya dalam hitungan kurang dari sedetik.
benar-benar gadis itu pewaris yang tepat atas ginkang Liong-i-Sin Nie kagum Siauw Lim Sie Ciangbudjin dan bahkan beberapa tokoh kenamaan lainnya.
Anak itu benar-benar telah mewarisi kesaktian ginkang sumoy begitu Kiang Cun Le berpikir dengan kagum melihat kehebatan Mei Lan dalam bergerak. Sementara Sian Eng Cu sendiri menjadi lebih mantap dan terhibur melihat ternyata sumoy yang juga sudah dianggap anaknya sendiri ternyata telah berkembang lebih jauh kehebatan ginkangnya:
Benar-benar tak percuma sumoy dididik kembali oleh nikouw sakti itu.
Liang Mei Lan sendiri tidaklah bermaksud memamerkan kehebatan ginkangnya, karena kini dia telah sanggup mencapai tahapan bergerak sesuai dengan kehendak hatinya. Tahapan yang sudah lama dicapai oleh Liong-i-Sin Nie dan kini telah mampu direndenginya. Gerakan menyambut pedang tadi dilakukannya secara otomatis dan nyaris tanpa berpikiran macam-macam. Dan hanya Liong-i-Sin Nie sendiri yang paham akan hal tersebut. Karena beberapa waktu terakhir ini, dia sendiri telah menyaksikan dan meningkatkan kemampuan Mei Lan, baik dalam ilmu-ilmu silat warisan Iwe Tiong Lan Pek Sim Siansu maupun ginkang istimewa warisannya.
Dalam hal ginkang, adalah Liang Mei Lan dan Kiang Sun Nio yang mewarisi kehebatan Liong-i-Sin Nie, meskipun Sun Nio yang adalah adik Kiang Ceng Liong masih teramat muda. Tetapi, ilmu-ilmu istimewa Liong-i-Sin Nie lainnya hanya diturunkan kepada Kiang Sun Nio. Sengaja Mei Lan tidak diwarisinya ilmu-ilmunya, karena bekal yang diberikan Wie Tiong Lan, sesepuh Bu Tong Pay sudah lebih dari mencukupi. Liong-i-Sin Nie terhitung hanya melengkapi kehebatan Mei Lan semata. Meski demikian, Mei Lan memperlakukan Liong-i-Sin Nie sebagai subonya, karena nikouw sakti itu berjasa besar menyelamatkan nyawanya dan menyempurnakan penguasaan sinkangnya.
Dan kini, dua naga betina yang sama ampuh dan saktinya telah saling berhadapan. Gayatri menegur:
Engkau berani menghadapiku nona kecil?
Mengapa tidak nenek? Bahkan menghadapi kelicikan dengan penggunaan ular api emas sekalipun balas Mei Lan.
Apakah engkau tidak takut terkenal racun ularku? Sayang wajahmu yang cantik jelita itu
Belum tentu engkau sanggup meracuniku tegas Mei Lan
Kalau begitu, maaf
Belum habis kata maaf diucapkan, nenek itu telah bergerak menyerang Mei Lan. Tetapi, secepat apapun nenek Gayatri bergerak, masih lebih cepat dan lebih pesat lagi Mei Lan dalam gerakannya. Begitu melihat Gayatri menyerangnya, perasaan halus Mei Lan telah membisikinya dan secara otomatis tubuhnya bergerak. Disinilah keampuhan Mei Lan, tingkat yang bahkan masih belum mampu dicapai Sun Nio. Pada tingkat ini dia sudah mampu menyusul kehebatan Liong-i-Sin Nie.
Gayatri dan banyak orang kaget dan bertambah kagum menyaksikan pergerakan awal kedua naga betina itu. Kaget melihat Gayatri yang tidak malu-malu memulai menyerang dengan jurus mematikan dan kagum melihat bagaimana response Mei Lan dengan gerakan ginkangnya yang mengagumkan. Ketika sergapan tangan Gayatri telah tiba beberapa inchi saja dari tubuh Mei Lan, entah dengan gaya dan cara bagaimana tubuh Mei Lan telah bergerak.
Gerakannya begitu ringan bagai terhembus angin dan membuat pukulan serta sabetan Gayatri jatuh ditempat kosong. Dan serangan pertama ini telah meyakinkan Gayatri bahwa dia tidak akan menang dalam hal ginkang melawan Mei Lan. Dan karena itu, dia mulai berpikir untuk merancang strategi bertempur yang lain. Mengandalkan kecepatan akan membuatnya jatuh di bawah angin dan karena itu dia mencoba untuk mendesak Mei Lan bertempur dengan emngandalkan kekuatan sinkang, ilmu sihir sebagaimana Mahendra sebelumnya dan kelebihan senjatanya yang hidup, yakni ular-ular beracun, termasuk ular api emas yang juga sudah dipergunakan Mahendra sebelumnya.
Tetapi Gayatri salah menduga jika menyangka bahwa Mei Lan hanya mengandalkan kehebatan ginkangnya semata. Selain telah membekal pedang pusaka yang ampuh, Mei Lan juga mewarisi ilmu-ilmu ampuh dari Bu Tong Pay. Dan sebagaimana Tek Hoat, Ceng Liong dan Pendekar Kembar Siauw Lim Sie, diapun telah disempurnakan oleh Kolomoto Ti Lou, tokoh ampuh seangkatan gurunya Wie Tiong Lan.
Maka ketika Gayatri kembali menyerang dengan kekuatan yang berlipat dan mengandalkan Ilmu Silat Ular Dewanya, Mei Lan dengan berani memapaknya dengan menggunakan Pik Lek Ciang. Dengan tangan terbuka dalam ilmu ini, Mei Lan berani membentur jurus ular lawan, bahkan berani menerjang lawan yang menggunakan senjata tajam. Bahkan diadu dengan ilmu beracunpun, Mei Lan masih berani. Karena memang kedua tangannya telah penuh terisi oleh kekuatan sinkang.
Cusssssssss, cussssssssss, cusssssssss
Tiga kali terjadi benturan tangan kosong antara keduanya, Gayatri yang menyerang dalam jurus Ular merayap pohon gersang dua kali melontarkan pukulan dan ditangkis oleh Mei Lan yang juga sekali mengirimkan pukulan balasan. Benturan mereka hanya terdengar seperti desisan belaka, meskipun sinkang yang terkandung dalam benturan mereka sebetulnya sangatlah kuat. Dan benturan itupun mengagetkan Gayatri, karena kekuatan Mei Lan sama sekali tidak berada di bawah kemampuannya. Diam-diam dia mulai merasa khawatir dengan akhir pertempurannya.
Apalagi ketika Mei Lan balas menyerang dengan jurus Keng-to-pok an" (dengan murka menggebrak meja) dan mendesak Gayatri hingga mundur 3 langkah sambil menangkis desakan pukulan Mei Lan yang mengarah ke dada dan kepalanya. Jika gebrakan di kepala dihindarinya, maka gebrakan didada dipapaknya dengan tangkisan sambil mengirimkan serangan balasan ke arah pinggang dan perut lawan. Tetapi, gebrakan-gebrakan keduanya hanya menghasilkan kelitan dan benturan yang tidak banyak mempengaruhi posisi bertempur masing-masing.
Satu hal pasti, Gayatri merasa mulai kepayahan menghadapi kecepatan bergerak Mei Lan yang juga terasa dalam hal betapa cepatnya pukulan Mei Lan dan betapa cepatnya Mei Lan berganti jurus dan menyerangnya. Hanya dalam beberapa ketika saja, Mei Lan telah menyerangnya dalam 5 jurus berbeda dan membuat Gayatri pontang-panting menangkis maupun mengelakkan pukulan. Meskipun demikian, masih sulit untuk mengatakan bahwa Gayatri akan terkalahkan. Karena betapapun pertarungan baru saja dimulai, sementara Gayatri sendiri masih belum mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya dalam bertempur. Dan nampaknya, Gayatri telah merasa cukup dengan perkenalan awal, karena dia sudah mulai menyiapkan ilmu-ilmu lebih hebat yang dilandasi kekuatan sihirnya.
Nona muda, engkau menghadapi seekor ular besar bentak Gayatri sambil mengibas-ngibaskan lengannya. Hebat akibatnya. Mei Lan seperti sedang menghadapi Gayatri yang tiba-tiba berubah menjadi seekor ular besar dan sedang berusaha membelitnya. Tetapi, mengecewakan kalau murid seorang manusia dewa Tionggoan jatuh hanya karena ilmu sihir. Dengan berteriak: Haiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttt, Mei Lan menggetarkan kekuatannya dan menghapuskan pengaruh sihir Gayatri. Dan pada saat bersamaan, diapun memainkan Bu Tong Kun Hoat dan melawan Gayatri yang bersilat licin bagai seekor ular.
Sayang bagi Gayatri, karena Mei Lan telah mempelajari gaya bertarungnya ketika Mahendra melawan Kwi Beng. Karena itu, Mei Lan telah memiliki pengetahuan atas kekuatan lawan yang lebih dari Gayatri yang relatif kurang mengenal kemampuan Mei Lan. Apalagi kecepatan gerak Mei Lan benar-benar membuat Gayatri mati kutu.
Meski telah memainkan ilmu Silat Sihir Ular Dewa Dari Langit Selatan yang mengkombinasikan ilmu silat dan ilmu sihir, dia masih tetap tidak mampu mendesak Mei Lan. Sebaliknya, dengan jurus-jurus ampuh dari ilmu silat kebanggaan Bu Tong Pay, Mei Lan justru mampu mementahkan serangan Gayatri dan lebih banyak menyerang.
Nona kecil, aku seekor ular dewa yang sangat besar kembali Gayatri berpekik dengan mengerahkan kekuatan sihirnya. Mei Lan memang sedikit tersentak, tetapi kembali dia menggetarkan dirinya lewat teriakan khasnya, dan kekuatan sihir yang menyerangnyapun buyar. Tetapi, waktu sedetik telah dimanfaatkan Gayatri untuk memperbaiki posisinya dan kembali menyerang Mei Lan. Dua tiga kali Gayatri memanfaatkan ilmu sihir untuk menyeimbangkan posisinya yang didesak lawan. Terutama karena gerak lawan yang nyaris mustahil dilakukan.
Meski demikian lama-kelamaan Mei Lanpun mulai maklum dan mulai memahami maksud Gayatri dengan pengerahan kekuatan sihirnya. Dia paham bahwa Gayatri terpaksa mengeluarkan ilmu sihirnya guna mengganggu konsentrasi Mei Lan dan mengurangi daya serangnya.
Sekali lagi Gayatri membentak Mei Lan:
Engkau tidak akan bisa melawan ular dewa ini nona manis .......... Dan ketika Mei Lan kembali kehilangan sepersekian detik, Gayatri telah mendahuluinya dengan ilmu Ular Dewa Terbangnya Tarian Sihir Ular Dewa. Ilmu ini sebagaimana dimainkan Mahendra memang mengkombinasikan kecepatan gerak ditambah dengan pengaruh sihir yang membuat penyerang, dalam hal ini Gayatri nampak bagai ular terbang. Dan ilmu inilah yang dikembangkan Gayatri kini, bukan hanya menggertak dengan sihir, tetapi menyerang Mei Lan dengan kecepatan tinggi dan dengan landasan sihir.
Tetapi untungnya, Mei Lan memiliki kecepatan gerak dan kekuatan menolak sihir sekaligus. Meski sempat terpengaruh sepersekian detik, tetapi Mei Lan mampu menghindari serangan Gayatri dengan gerakan tubuh yang tidak lazim. Bahkan untuk mengimbangi lawan, dia mengembangkan ilmu Sian Eng Sin Kun (Silat Sakti Bayangan Dewa). Maka menjadi menariklah pertempuran itu karena pergerakan cepat kedua naga betina hingga bayangan tubuh keduanya saling belit dan sulit dibedakan mana Gayatri mana Mei Lan.
Hanya saja, mata ahli mampu membedakan dan mampu melihat lebih teliti betapa perbawa Tarian Sihir Ular Dewa masih belum mampu mengimbangi kecepatan bergerak Mei Lan dalam Ilmu Silat Bayangan Dewa. Masih Mei Lan yang memegang inisiatif penyerangan dengan prosentase kira-kira 60-40. Meski Gayatri tetap melayang-layang, meliuk-liuk, menggeletarkan kedua tangan dalam gerakan ekor maupun kepala ular, tetapi pesat dan lincahnya gerakan lemas Sian Eng Sin Kun mampu mementahkan serangannya dan bahkan membalas dengan lebih gencar.
Sebetulnya keunggulan Mei Lan terutama karena semua serangan dan ilmu yang dipergunakan Gayatri telah dipertontonkan oleh Mahendra. Sayangnya, Gayatri yang terlampau percaya diri, sama sekali tidak memandang sebelah mata lawan-lawannya. Dia hanya menduga, bahwa Liong-i-Sin Nie atau Kiang Cun Le yang akan maju melawannya. Dia memperhitungkan hasil seri atau imbang jika menghadapi kedua tokoh sakti Tionggoan itu, jikapun kalah pastilah tipis belaka. Dan kini, dia menemukan kenyataan betapa orang selain Kiang Cun Le dan Liong-i-Sin Nie ternyata ada juga. Yakni Mei Lan yang mampu dan sanggup mendesaknya meski dia telah memainkan ilmu sihir sekalipun.
Maka seperti Mahendra, akhirnya Gayatripun menyiapkan Ular Api Emasnya, dan kali ini tidak tanggung-tanggung, dia berniat melepaskan 2 ekor atau sepasang sekaligus. Tetapi, karena dia dalam posisi terserang, maka Mei Lan bisa melihat apa yang dipersiapkan Gayatri. Apalagi, Mei Lan sendiri memang sudah awas dan telah siap menghadapi ular tersebut sejak tadi.
Awas nona, ular-ular raksasa menyerangmu tiba-tiba Gayatri mengebaskan lengannya. Dan sesaat Mei Lan melihat adanya bayangan yang meluncur kearahnya dan siap menyerangnya. Tetapi, hanya sepersekian detik, dia menyadari kalau itu serangan palsu, serangan ilmu sihir. Sementara serangan sesungguhnya baru dilontarkan sesaat setelah Mei Lan kembali menemukan kesadarannya. Kembali gerak lihay Mei Lan yang memang sejak awal telah menggunakan Te Hun Thian (Tangga Awan Langit) warisan Liong-i-Sin nie menunjukkan kesaktiannya.
Bersamaan dengan meluncurnya sepasang Ular Api Emas, Mei Lan telah melolos Pedang Jenggot Naga pinjaman dari Liong-i-Sin Nie. Dan dengan segera dia memainkan ilmu pedang khas yang sangat lihay dari Bu Tong Pay, Liang Gie Kiam Hoat. Ilmu pedang ini dimainkan demikian indah, lemas dan membentuk lingkaran-lingkaran besar kecil yang bisa sewaktu-waktu menjadi landasan menyerang lawan.
Maka terdengarlah desisan-desisan ular disleingi dengan gaung atau dengung pedang jenggot naga yang menari-nari sambil mencari peluang melukai lawan. Lawan mei Lan kini menjadi 3, yakni Gayatri bersama sepasang Ular Api Emas yang melayang-layang terbang dengan kecepatan tinggi untuk menemukan sasaran empuknya. Tetapi Mei Lan sama sekali tidak terkejut. Pertama, dia memang telah menyiapkan diri; kedua, ilmu pedang Liang Gie Kiam Hoat adalah ilmu pedang yang sama lihay pertahanan maupun penyerangannya ditambah dengan ketajaman Pedang Jenggot Naga yang takut dibentur sepasang ular itu; Dan ketiga, dia telah sedikit memahami jurus Gayatri dan gerakan kedua ekor ular. Inilah keunggulan Mei Lan.
Dan memang, Gayatri tidaklah menemukan peluang sebaik Mahendra ketika melawan Kwi Beng, karena Gayatri telah waspada sejak awal. Meski dikeroyok 3, Mei Lan masih dengan tidak terdesak bermain Liang Gie Kiam Hoat dan menghasilkan lingkaran-lingkaran pertahanan dan penyerangan yang sulit ditembus lawan. Apalagi, karena sepasang ular itu, meski tidak takut senjata tajam dan gesit, tetapi takut dan jeri terhadap ketajaman Pedang Jenggot Naga.
Melawan 3 ekor ular yang melayang-layang cepat dan mengeroyoknya, Mei Lan lama-kelamaan gemas juga. Terutama terhadap sepasang ular aneh yang memang bergerak gesit dan sering mengancamnya. Menyadari bahwa ketajaman pedangnya membuat sepasang ular itu sedikit jeri, maka Mei Lan kini mulai memperbanyak lingkaran kecil sebagai basis penyerangan. Sekaligus, diapun menambah kecepatannya hingga kini dia mengejar dan mendesak ketiga lawannya sekaligus. Terutama, serangannya banyak ditujukan kepada kedua ekor ular aneh dan beracun itu.
Gayatri terkejut, tetapi dia tidak mampu berbuat apa-apa, meskipun sekarang di kedua tangannya malah bertambah lagi sepasang ular beracun lainnya. Kedua ekor ular itu digunakan sepasang lengannya dan menjadi semacam senjata yang lain dalam penyerangannya. Hanya saja, kedua ekor ular itupun takut dengan ketajaman pedang jenggot naga. Karena itu, serangan Gayatri banyak kurang effektif, terutama jika serangannya dipapak oleh gerakan pedang Mei Lan.
Gayatri menjadi nekat dan murka, terutama karena dia tidak memperoleh peluang sebagaimana Mahendra melawan Kwi Beng. Tadinya dia berharap menemukan celah seperti sebagaimana Mahendra mengalahkan Kwi Beng. Apa lacur, selain telah waspada, Mei Lan juga memiliki ilmu ginkang yang malah masih jauh mengatasinya dan juga bahkan Mahendra. Lebih dari itu, Mei Lanpun membekal sebatang Pedang pusaka yang menjadi anti dari Sepasang Ular Api Emas yang diandalkannya. Bukannya mendesak, sebaliknya kini dia mulai didesak Mei Lan meski telah menggunakan 4 ekor ular untuk membantunya.
Maka dalam puncak kemarahan dia mengeluarkan kekuatan sihir sepenuhnya:
Mundur nona muda ...............
Dan Mei Lan memang terkejut. Kini dia memandang Gayatri yang nampak dalam wujud ular besar merah kehitam-hitaman dengan pijar cahaya mengelilingi tubuhnya. Nampaknya Gayatri telah menyiapkan kombinasi Hui Sian Coa Pat Poh (Delapan Langkah Ular Dewa Terbang) dengan Ilmu Sihir Ular Dewa Mengguncang Mayapada). Akibatnya malah lebih mengerikan, karena digunakan pada puncak kekuatan sihirnya, hingga Mei Lanpun terpaksa menyiapkan dirinya:
Jangan kira aku takut ........
Mei Lan dengan cepat bersiap. Kini Ilmu Mujijat yang berlandaskan kekuatan sihir/kekuatan batin Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan) segera disiapkannya.
Jika Gayatri berubah penampakan seperti menjadi seekor ular besar dengan pijaran warna merah kehitaman, maka Mei Lan memancarkan cahaya putih dan berubah bagaikan puluhan Mei Lan yang kini bersiap melawan Gayatri. Dan hebatnya, ketika Gayatri menyerang, langkahnyapun menjadi aneh dan mujijat.
Tarikan kaki dan langkahnya bagai diiringi ribuan ular yang siap menerkam Mei Lan. Tetapi Mei Lan dan ilmu mujijatnya, tidak kurang sangar dan tidak kurang hebatnya. Malah, karena sudah dikuasai secara sempurna dan baru kali ini digunakan secara penuh, Mei Lan menjadi ngeri. Karena kekuatan lemas dan keras yang terkombinasi hingga menimbulkan daya magis dan kekuatan sihir yang kuat memancar nyaris tanpa batas dari tubuhnya.