Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Si Pemanah Gadis

Bimabet
BAGIAN 32


Kembali ke pertarungan antara Jalu Samudra dan Raja Iblis Pulau Nirwana.
Sebelum hari ini --bagi Raja Iblis Pulau Nirwana yang selama puluhan tahun malang melintang di rimba persilatan secara tersembunyi-- kalau ada orang yang dalam dua jurus sudah bisa memaksanya mengeluarkan jurus pamungkas, dia pasti mendengus saja, bahkan kalau perlu tertawa sampai menangis. Namun hari ini, pada akhirnya dia tahu kalau hal ini bisa menjadi kenyataan.
Selain sama sekali tidak lucu atau menggelikan, bahkan cenderung menakutkan!
Dan yang lebih menjengkelkannya, yang sanggup memaksanya kali ini cuma orang buta!
Jdarr! Derr!!
Berulang pukulan-pukulan sakti yang dilancarkan oleh Si Pemanah Gadis dan Raja Iblis Pulau Nirwana saling serang dan saling tumbuk hingga mengakibatkan beberapa bagian Istana Jagat Abadi menjadi lebur menjadi debu terkena pukulan nyasar dan tanah terbongkar disana-sini.
Jalu Samudra sendiri selain bergerak cepat dengan jurus ‘Kilat Tanpa Bayangan’ dengan beraninya memapaki serangan lawan.
Plakk! Plakk!
Glerrr ... !!
Raja Iblis Pulau Nirwana dibuat kaget saat Pukulan ‘Api Dendam Kegelapan’ dan Pukulan ‘Tongkat Es’ di tahan dengan mudah oleh si pemuda buta.
“Gila! Pemuda macam apa lawanku sekarang ini?” Raja Iblis Pulau Nirwana berdesis. “Hawa tenaga dalam yang digunakan untuk menahan dua pukulanku barusan seperti sengatan petir dan hawa panasnya seperti panggangan terik mentari.”
Sementara itu, melihat dua jenis pukulan yang baru saja digunakan oleh sosok momok persilatan itu membuat beberapa orang yang ada di tempat itu terperanjat kaget.
“Bukankah itu ... Pukulan ‘Api Dendam Kegelapan’ tingkat akhir?” seru si gundul klimis dengan raut muka tidak percaya. “Bagaimana mungkin pukulan saktiku bisa dikuasainya, bahkan lebih sempurna dan lebih dahsyat dari yang aku kuasai?”
“Bukan hanya itu kawan! Lihat tangan kirinya! Benda panjang yang memancarkan sinar redup itu adalah Pukulan ‘Tongkat Es’! Ilmu andalan perkumpulanku,” desis kawannya sebelah kiri.
Terdengar suara kaget dimana-mana kala Raja Iblis Pulau Nirwana mengumbar pukulan-pukulan maut yang ternyata adalah salah satu dari ilmu andalan dari orang-orang yang pernah menjadi tawanan di penjara bawah tanah Istana Jagat Abadi. Bahkan Nyi Tirta Kumala sendiri pucat wajahnya waktu Pukulan ‘Jambu Surya’ yang hanya dimiliki Perguruan Sastra Kumala dengan entengnya dilontarkan begitu saja oleh raja banci itu.
Kitab Pengelana atau Ketua Aliran Danau Utara geleng-geleng kepala melihatnya banyak orang terkejut saat ilmu-ilmu andalan perguruan atau perkumpulan mereka di umbar seenaknya oleh Raja Iblis Pulau Nirwana, katanya, “Rupanya raja banci itu berniat menguasai rimba persilatan dengan cara mencuri ilmu-ilmu sakti dari tiap perguruan, perkumpulan mau pun orang-orang yang dianggap memiliki berilmu tinggi. Benar-benar manusia yang berbahaya.”
Desss!! Derrr ... !
Si Pemanah Gadis menambahkan satu tingkat lagi. Sontak seberkas cahaya biru keemasan menyelimuti sosok pemuda baju biru.
Tingkat ke delapan dari Ilmu ‘Tenaga Sakti Kilat Matahari’!
Pyarrr ... !!
Begitu mencapai tingkat delapan penuh, Jalu Samudra berkelit cepat sambil menerobos masuk daerah pertahanan dari Raja Iblis Pulau Nirwana yang baru saja melepaskan jurus ‘Ranting Merah’.
Wutt ... ! Derr!!
Lawan langsung tersentak melihat pemuda bertongkat hitam telah sejarak setengah tombak dari dirinya!
Jurus ‘Anak Kepiting Menggoyangkan Empat Kaki’ menggedor keras dada dengan telak.
Bughh! Bughh!
Duuesss ... !
Raja Iblis Pulau Nirwana langsung melayang jauh terkena empat tendangan beruntun sekaligus. Beruntunglah bahwa Ilmu ‘Dewi Air Penakluk Api’ yaitu sejenis ilmu yang merupakan inti sari dari imu-ilmu kesaktian para tokoh persilatan yang berhasil dicernanya sudah dalam tataran tinggi hingga begitu serangan si Pemanah Gadis masuk, sembilan bagian langsung dinetralisir hingga tidak membahayakan jiwa.
Tanpa banyak kata, kembali si pemuda memburu cepat sambil menggerakkan tongkat di tangan kanannya dalam jurus ‘Kepiting Membersihkan Sisik Ikan’!
Cratt! Cratt!
Baju dua warna yang dipakai oleh Raja Iblis Pulau Nirwana koyak di beberapa bagian, namun hasilnya sungguh di luar dugaan murid tunggal Dewa Pengemis. Jangankan sobek, kulit yang ada di bagian baju yang tersentuh ujung tongkat itu lentur laksana karet dan lunak bagaikan bulu ayam.
Lapp!
Jalu Samudra yang melihat dua serangan kilatnya tidak membuahkan hasil, bergerak mundur menjauh.
“Hemm! Banci sinting ini terlalu hebat! Tingkat ke delapan tidak sanggup merobohkannya,” pikirnya sambil membelintangkan tongkat di belakang punggung. “Entah seberapa tinggi kesaktian yang dimilikinya. Apakah ‘18 Jurus Tapak Naga Penakluk (Xiang Long Shi Ba Zhang)’ harus kugunakan sekarang?”
Terlihat jelas kebimbangan tergambar di wajah tampan Jalu Samudra antara menggunakan ilmu pamungkas atau tidak. Bagaimana pun juga, ilmu ‘18 Jurus Tapak Naga Penakluk (Xiang Long Shi Ba Zhang)’ terlalu berbahaya bagi orang sekitarnya. Terutama efek daya ledak yang seringkali menggelora.
“Jika dilihat kemungkinannya, memang tidak ada jalan lain!” desis Jalu pada akhirnya. “Namun aku harus berusaha seminimal mungkin mengatasi daya ledak. Kasihan orang-orang yang tidak bersalah.”
“Hi-hi-hik! Bagaimana anak muda!? Kau menyerah?” suara Raja Iblis Pulau Nirwana berubah menjadi suara perempuan. Genit dan manja. “Kau tidak akan mampu menembus Ilmu ‘Baju Besi Merak’ yang telah menyatu raga denganku.” Dalam hatinya ia memaki panjang pendek, “Bangsat! Sedari tadi tidak satu pun jurus atau ilmu yang sanggup aku sadap dari pemuda ini, naga-naganya Ilmu ‘Peniru Gerak’ gagal. Aku merasakan adanya suatu kekuatan gaib yang melindunginya dan memberikan daya tolak. Hanya jurus miring-miring macam orang gila saja yang bisa aku sadap! Huh! Buat apa jurus tidak berguna itu?”
“Ilmu ‘Baju Besi Merak’!?” desis Kitab Pengelana mendengar jenis ilmu yang disebutkan lawan si pemuda buta baju biru. “Celaka dua belas!”
“Ada apa dengan ilmu itu, sobat? Mengapa kau begitu kaget begitu mendengarnya?”
“Ilmu ‘Baju Besi Merak’ adalah sebuah ilmu sakti yang pada ratusan tahun lalu dimiliki oleh Iblis Mara Kahyangan. Ilmu ini menyerupai ilmu kebal segala macam senjata dan pukulan sakti. Konon kabarnya, Iblis Mara Kahyangan sendiri hanya sanggup sampai ke tingkat lima belas dari dua puluh tingkat yang ada,” tutur Kitab Pengelana. “Entah darimana manusia satu itu bisa memiliki ilmu sesat itu?”
“Benar-benar berbahaya kalau begitu!” ujar si Tangan Golok. “Apa ada tokoh silat yang sanggup menandinginya pada jaman dulu?”
“Tidak ada!”
“Tidak ada?” tanya heran si Tangan Golok. “Masa’ dari sekian ribu pendekar dunia persilatan tidak ada satu pun yang melawannya?”
“Kalau yang melawannya ... banyak! Bahkan sampai membuat persekutuan pendekar. Tapi yang sanggup menandingi atau seimbang dengannya ... tidak ada!” jawab Kitab Pengelana.
“Terus ... bagaimana sampai ia bisa mati?” kejar si Tangan Golok penasaran.
“Dari apa yang aku dengar, Iblis Mara Kahyangan mati karena usia tua!” jawab Ki Gegap Gempita.
“Gendeng!”
“Apakah Iblis Mara Kahyangan punya murid?” sela Nyi Tirta Kumala.
“Hingga menjelang kematiannya ... ia tidak memiliki satu pun murid yang mewarisi semua kesaktiannya, Nyi.”
Di arena pertarungan, Raja Iblis Pulau Nirwana terus saja mengumbar keangkuhan.
“Anak muda! Jika kau bergabung denganku, maka ... seluruh ilmu kesaktian yang aku miliki akan aku turunkan kepadamu lengkap dengan kekuasaan tunggal ditanganmu,” kata Raja Iblis Pulau Nirwana membujuk. “Bagaimana?”
“Huh, buat apa kekuasaan tunggal kalau toh pada akhirnya dimusuhi banyak orang,” jawab Jalu Samudra. Lalu dua jari telunjuk dan tengah diacungkan ke depan membentuk huruf ‘V’. “Aku kan orang cinta damai! Ngga mau, ah!”
Melihat lagak tengil pemuda di depannya, membuat Raja Iblis Pulau Nirwana meradang gusar.
“Buta tolol! Diberi kekuasaan justru meminta kematian! Aku kabulkan keinginanmu!” bentak Raja Iblis Pulau Nirwana.
Ilmu ‘Dewi Air Penakluk Api’ dibagi menjadi dua sifat ilmu yang berbeda yaitu Ilmu ‘Dewa Api Membakar Dunia’ yang membersitkan hawa panas membara dan Ilmu ‘Dewi Air Memusnahkan Bumi’ yang memancarkan hawa dingin yang mengalir. Sosok tubuh Raja Iblis Pulau Nirwana sisi kanan menerbitkan sinar biru berhawa dingin yang semakin tebal, demikian pula dengan sisi kiri tubuhnya berwarna merah pekat dengan pancaran hawa panas semakin menggelora.
Woshhh ... wosshh ... !!
Pancaran hawa sanggup mendesak para tokoh persilatan bergerak menjauhi kalangan pertempuran. Beda Kumala yang memiliki tenaga dalam tinggi pun dibuat mengempos hawa tenaga perlindungan, bahkan sampai-sampai menggunakan jurus ke tujuh dari Ilmu ‘Kepompong Ulat Sutera Perak’ yang bernama jurus ‘Benang Sutera Menahan Hawa’ dimana jurus ini sanggup melingkupi area sejauh sepuluh tombak di kiri kanan gadis cantik mungil dari Perguruan Sastra Kumala ini.
Sementara itu, mayat-mayat yang ada di tempat itu langsung membeku dengan diselimuti butir-butir es dan sebagian lagi terbakar hangus begitu saja tanpa terkena sengatan panas membara.
“Gila! Dia benar-benar bertaruh nyawa rupanya,” desis Jalu Samudra, lalu ia sisipkan tongkat kayu hitam ke pinggang. “Langsung saja ke tingkat sembilan!”
Baru saja ia mengambil sikap, sebuah suara mengiang di telinganya.
“Muridku! Jangan kau gunakan tingkat akhir Ilmu ‘Tenaga Sakti Kilat Matahari’! Terlalu berbahaya bagimu dan orang-orang sekitar!”
“Lalu apa yang harus saya lakukan, Guru?” bisik Jalu Samudra mengenal pemilik suara tanpa ujud.
Siapa lagi jika bukan Dewa Pengemis adanya?
“Muridku! Gunakan Ilmu ‘Tapak Sembilan’ pada jurus ‘Perisai Roh’ berturut-turut dengan ‘Sesekali Mengendarai Enam Naga (Shi Cheng Liu Long)’, ‘Naga Bertempur Di Alam Liar (Long Zhan Yu Ye)’ dan terakhir ‘Naga Terbang Di Langit (Fei Long Zai Tian)’!” perintah suara tanpa wujud. “Cepat lakukan!”
“Baik, Guru!” meski dalam hatinya ia sempat bertanya-tanya, “Aneh! Kenapa Guru justru memintaku mengerahkan jurus ‘Perisai Roh’? Apakah manusia setengah jadi ini membekal senjata gaib? Ah, bodo amat! Manut ajalah!”
Jalu segera menudingkan jari telunjuk kanan ke atas sedang telunjuk kiri menuding ke bawah, lalu di putar didepan dada hingga posisi jari telunjuk berganti posisi.
Ratt!
Hawa lembayung dari jurus ‘Perisai Roh’ segera membungkus rapat sosok Si Pemanah Gadis.
 
BAGIAN 33


Jurus ‘Perisai Roh’ adalah jurus pelindung berbentuk perisai yang menyelimuti seluruh tubuh si pemilik, terutama untuk melindungi rohnya dari berbagai serangan gaib atau pun serangan dari bangsa gaib. Bahkan jurus ini mampu mementahkan berbagai senjata gaib.
Criing!!
Terdengar suara dentingan nyaring kala sosok Raja Iblis Pulau Nirwana dengan langkah lambat-lambat mendekat Jalu Samudra yang kini diselimuti sebentuk hawa lembayung.
Srekk ... srekk ... crkk!!
Suara gesekan antara dua jenis hawa yang saling bertolak belakang menimbulkan gema yang ternyata sanggup membuat gendang telinga bagai disodok jarum beku dan ditusuk lidi api silih berganti.
“Aneh! Kenapa rasa takutku semakin membuncah?” pikir raja banci sambil terus meningkatkan hawa saktinya. “Apa sebenarnya yang dimiliki bocah buta ini? Aku jadi penasaran sekali!”
Begitu sejarak tiga tombak dari lawan, Raja Iblis Pulau Nirwana telah sempurna mengerahkan Ilmu ‘Dewi Air Penakluk Api’ hingga tahap tertinggi.
Tahap dua puluh tujuh!
Tentu saja kekuatan yang dimiliki perempuan setengah jadi ini tidak bisa dianggap main-main. Seantero wilayah Istana Jagat Abadi bagai di kepung hamparan sinar biru temaram sarat hawa dingin menusuk tulang yang saling tumpang tindih dengan hamparan cahaya merah pekat yang justru sarat dengan hawa panas menggelora.
Swoshh ... swoshhh ... !!
Jilatan hawa panas yang ada kalanya meletupkan api, membuat beberapa orang tokoh silat semakin menyingkir keluar lebih menjauh cari selamat, bahkan pintu gerbang pun di buka lebar-lebar saat pertarungan tingkat tinggi antara Jalu Samudra alias si Pemanah Gadis dengan Raja Iblis Pulau Nirwana telah menggunakan pukulan-pukulan berbahaya. Beruntunglah bahwa jurus ‘Benang Sutera Menahan Hawa’ yang digunakan oleh Beda Kumala untuk sementara sanggup bertahan dari terpaan dua hawa beda sifat ini.
“Gila! Hawa lembayung yang dikerahkan pemuda ini membuatku merasa gentar,” desis Raja Iblis dalam hati. “Tidak! Aku tidak boleh membiarkan rasa gentar merasuki diriku! Aku adalah raja diraja yang akan menguasai seluruh jagat persilatan di muka bumi ini! Batu sandungan seperti ini tidak ada artinya!”
Craakk ... crakkk!!
Saat jilatan api mulai bersentuhan dengan tabir lembayung, terdengar suara, “Cess ... !”
Jilatan api seperti di tamper balik oleh tangan kasat mata.
“Edan!” desis Raja Iblis Pulau Nirwana. “Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus menyerangnya lebih dahulu! Harus!”
Tangan kanan di dorong ke depan lambat-lambat, diikuti dengan dorongan tangan kiri.
Wutt! Wuss!!
Sebentuk bola api diikuti bola es ukuran segede gajah langsung melesat cepat.
Derrr!!
Kontan, dua bola serangan Raja Iblis Pulau Nirwana langsung bentrok dengan tabir lembayung.
Dari balik tirai lembayung, Si Pemanah Gadis segera mendorong telapak tangan kanan sedikit mendongak ke atas dengan lima jari tangan terpentang lebar sedang tangan kiri membentuk tapak. Inilah gerak pembuka dari jurus ‘Sesekali Mengendarai Enam Naga (Shi Cheng Liu Long)’!
“Hworagghhh ... !!”
Dari balik tabir lembayung melesat enam sosok hawa naga biru keemasan berukuran kecil yang saling memilin di udara dan langsung menggempur ke arah Raja Iblis Pulau Nirwana!
Srakk! Sraak!!
Semua orang yang melihat melesatnya keluar enam sosok hawa naga biru keemasan di buatnya terpana.
“Luar biasa sekali pemuda itu,” desis Nyi Tirta Kumala.
“Benar-benar mengagumkan!” seru si Tangan Golok tanpa malu-malu.
Beberapa murid Perguruan Sastra Kumala pun di buat berdecak kagum. Tidak terbersit di benak mereka bahwa pemuda yang beberapa waktu lalu sempat dicemooh sebagai orang buta yang biasa-biasa saja, bahkan sempat diantara mereka mempermainkan si buta, ternyata memiliki tingkat olah kanuragan yang puluhan kali lipat di atas mereka.
Apalagi Ratih Kumala dan Tinara Kumala, yang baru menyadari kalau sebenarnya dulu itu mereka ternyata ‘dikerjain’ habis-habisan oleh Jalu Samudra!
“Ratih, apa kau menyadari sesuatu?” bisik Tinara.
“Ya!”
“Apa!?”
“Kita berdua telah dikerjain sama si Jalu!” desis Ratih Kumala dengan muka merah merona. “Dasar Jalu brengsek! Dengan tingkat kesaktian setingkat dewa, mata buta sudah tidak berguna lagi baginya. Aku tidak terima!”
“Kau tidak terima?” tanya Tinara, heran. “Cieeehh! Memangnya kau mampu melawannya?”
“Mampu atau tidak ... itu urusan belakangan. Yang penting dia harus menerima buah akibat perbuatannya,” kata Ratih Kumala. “Awas kau, nanti ya?”
Meski dengan nada mengancam, namun sinar matanya justru begitu mesra!
Weleehh ... !
Sementara itu, Raja Iblis Pulau Nirwana yang tidak menyangka dirinya diserang dengan enam sosok hawa naga biru keemasan yang ternyata memiliki pancaran panas membara yang tidak kalah dengan yang dimilikinya, tidak membuatnya gugup. Sebagai tokoh sakti mandraguna yang telah lama malang melintang di rimba persilatan segera mengambil langkah antisipasi. Sepasang tangannya yang sarat hawa maut segera menggebrak dengan Pukulan ‘Palu Dewa Patah Hati’ secara beruntun!
Rett! Rettt!!
Akibatnya ...
Derrr ... blarrr ... glarrr ... !!
Sulit sekali dikatakan dengan kata-kata akibat pertemuan antara Pukulan ‘Palu Dewa Patah Hati’ dengan enam sosok hawa naga biru keemasannya Jalu Samudra. Yang jelas, dalam jarak dua puluh tombak lebih seperti dilanda gempa bumi skala besar. Belum lagi dengan suara ledakan keras layaknya petir menyambar bumi.
Brakk! Brakk!
Beberapa bagian dinding istana jebol. Pohon-pohon bertumbangan tersapu angin. Beberapa orang terlempar akibat terjangan daya getar yang begitu kuat, bahkan ada diantara mereka yang tewas seketika tanpa sempat menjerit-jerit dulu dikarenakan terkena efek ledakan.
Hawa naga biru keemasan tercerai-berai.
Hawa api dan air dari Pukulan ‘Palu Dewa Patah Hati’ juga tidak jauh beda.
Sesuai perintah Dewa Pengemis, tanpa menunggu jeda terlalu lama, sepasang tapak tangannya di arah ke tanah sedang kaki kanan di tarik ke belakang. Kali ini jurus ‘Naga Bertempur Di Alam Liar (Long Zhan Yu Ye)’ di gelar.
“Hworagghhh ... !!”
Kembali terdengar raungan keras membahana kala sesosok hawa naga dengan ukuran empat kali lipat dari sebelumnya melesat keluar dari balik tirai lembayung. Begitu keluar dari balik tirai, tanah yang dilewati hawa naga bagai di keduk dengan bajak raksasa.
Srakk! Srakk!
“Huh! Kau masih main-main dengan hawa nagamu, anak muda!” seru Raja Iblis Pulau Nirwana. “Terima Pukulan ‘Tangan Dewa Dewi’-ku ini!”
Belum lagi selesai ia berkata, tangan kiri dan kanan didorongkan ke depan secara bersamaan.
Wutt! Wutt!
Sebentuk hawa panas dingin merah biru berbentuk sepasang telapak tangan raksasa menghadang ke arah hawa naga yang dilancarkan si Pemanah Gadis.
Bllamm ... !
Meski hanya terdengar satu dentuman keras, namun efeknya dua kali lipat dari sebelumnya.
Sebagian aula Istana Jagat Abadi hancur lebih menjadi debu, tembok dan dinding menyerpih. Belum lagi dengan semakin banyak jumlah korban tak bersalah yang tewas mengenaskan.
Raja Iblis Pulau Nirwana sendiri terseret hingga dua tombak ke belakang!
Bahkan jurus ‘Benang Sutera Menahan Hawa’ terkoyak!
“Semua menghindar sejauh mungkin! Pergi dari tempat ini!” Beda Kumala berteriak keras kala desakan hawa panas dingin sanggup menjebol jurus pertahanannya. Belum lagi suara teriakan menghilang, puluhan orang berkelebatan menyelamatkan selembar nyawa mereka.
“Jurus terakhir!” perintah suara tanpa wujud. “Cepat lakukan! Aku akan membantumu!”
Tanpa menjawab, Jalu Samudra yang masih diselimuti tabir lembayung melesat ke atas.
Wesss ... !!
Dari atas ketinggian, kaki kanan si Pemanah Gadis ditekuk membentuk sudut siku sedang tangan kiri di angkat sejajar kepala. Akan halnya tangan kanan mendorong maju ke depan. Jurus inilah yang dinamakan sebagai jurus ‘Naga Terbang Di Langit (Fei Long Zai Tian)’!
“Hworagghhh ... !!”
Kembali suara raungan naga terdengar keras hingga sanggup menggetarkan seluruh wilayah Istana Jagat Abadi, bahkan beberapa tokoh silat harus duduk bersila sambil mengerahkan tenaga dalam untuk mengurangi daya desak yang sanggup membobol pecah isi kepala mereka.
Sedang di angkasa, tampak sesosok naga biru keemasan sedang meliuk-liukkan badannya yang panjang dengan sorot mata merah tajam.
Sedagn di bagian bawah, Raja Iblis Pulau Nirwana tercekat saat melihat dua sosok gaib yang berada di samping kiri kanan sang naga yang sedang meliuk-liuk di angkasa.
Sosok gaib harimau putih belang hijau dan seekor burung raksasa warna emas!
“Itu dia! Itu dia!” desis Raja Iblis Pulau Nirwana. “Aku tidak boleh menyerah! Jika harus mati, maka pemilik dari tiga sosok gaib ini harus menyertaiku ke alam baka!”
Raja banci ini segera mengempos seluruh tenaga sakti yang dimilikinya. Kali ini Ilmu ‘Dewa Api Membakar Dunia’ yang membersitkan hawa panas membara dan Ilmu ‘Dewi Air Memusnahkan Bumi’ yang memancarkan hawa dingin yang mengalir serta seluruh ilmu kesaktian dipertaruhkan dalam satu serangan!
Pada liukan ke tiga, sosok naga biru keemasan beserta dua sosok gaib pendampingnya meluruk ke bawah laksana sambaran kilat.
Crakkk! Crakk!! Syattt ... !!
Lawan yang juga telah siap dengan dua ilmu saktinya, mengangkat sepasang tangannya ke atas.
Jdarrr! Jdarrr ... blammm ... glarrr ... !!
Sulit sekali diucapkan dengan kata-kata bagaimana keadaan saat itu.
Semua serba mengerikan hingga membuat bulu kuduk berdiri semua.
Nggegirisi!
Bagaimana tidak?
Benturan demi benturan daya kesaktian ke dua belah pihak saling terjang satu sama lain hingga terdengar ledakan dimana-mana. Belum lagi dengan sisa-sisa buncahan panas dingin yang ternyata sanggup memporak-porandakan daerah sekitarnya. Korban tidak berdosa kembali berjatuhan terutama sekali mereka-mereka yang berilmu rendah langsung hancur menyerbuk (nggak menyerpih lagi).
Debu-debu tebal panas dingin menutupi pandangan mata hingga sulit sekali menentukan siapa di antara dua orang petarung kelas tinggi ini yang tergeletak tanpa nyawa.
Tiba-tiba, secara samar dari balik kepulan debu memancarkan cahaya putih, merah dan biru terang.
Sring!
Hanya sekejapan saja, lalu lenyap!
Begitu debu-debu luruh ke bumi, terlihatlah semua apa yang sebenarnya terjadi.
Sembilan bagian Istana Jagat Abadi hancur luluh!
Di pelataran sendiri terlihat kubangan besar yang kemungkinan besar bisa dihuni sepuluh gajah bunting ukuran jumbo sekaligus. Apalagi dengan kedalaman kubangan besar yang diperkirakan mencapai tiga tombak.
Beberapa tokoh silat baru berani mendekat setelah mata mereka tidak melihat sosok Raja Iblis Pulau Nirwana di tempat semula ia berdiri angkuh.
“Kemana dia?” tanya di botak klimis sambil celingak-celinguk. “Apa sudah mati?”
”Siapa yang kau maksud?”
“Si banci itu.”
“Mungkin sudah mampus jadi debu,” sahut si kurus dari Perkumpulan Titian Langit.
Sementara itu, beberapa anak murid Perguruan Sastra Kumala --terutama sekali Beda Kumala-- segera memburu ke arah Jalu Samudra yang sedang duduk bersila di tepi kubangan besar. Tanpa malu-malu lagi, Beda Kumala mengusap darah yang menetes dari sudut bibir dengan ujung jari tangannya.
Entah kemana perginya baju biru yang dipakainya hingga seluruh tubuh pemuda yang sekarang matang biru kehitaman terlihat dengan jelas.
“Dia terluka cukup parah,” kata hati Beda Kumala.
Tiba-tiba saja terjadi suara keajaiban. Mendadak saja, tubuh Jalu Samudra berubah menjadi ungu transparan.
“Eh!?” Beda Kumala berseru kaget hingga tersurut mundur beberapa tindak.
Namun hanya dua helaan napas saja, warna ungu transparan lenyap. Luka matang biru kehitaman hilang tanpa bekas. Yang tertinggal hanya sosok pemuda buta yang duduk bersila!
Beberapa saat kemudian, Jalu membuka mata.
“Kakang!!”
Beda Kumala langsung menghambur dalam pelukan si pemuda.
Pelukan hangat sarat kerinduan!
Beberapa orang pemuda yang melihatnya memberikan sorot mata aneh. Ada rasa tidak enak atau semacamnya yang mendadak menggelayuti isi hati mereka.
Cemburukah?
Tidak ada yang tahu dengan pasti!
Namun mereka harus berbesar hati, bagaimana pun juga sosok pemuda buta itu adalah bintang penolong mereka.
“Mana lawanku tadi?” tanya Jalu sambil membalas pelukan Beda Kumala.
“Entah, Kang! Aku tidak tahu!”
“Beda,” kata Jalu, lirih.
“Ehmm?”
“Lepaskan pelukanmu, dong.”
“Kenapa?” sahut Beda sambil memeluk erat. “Tidak mau?”
“Bukannya tidak mau! Liat tuh! Banyak orang begini! Malu, neng!”
“Biarin aja! Bodo amat!” sahut Beda Kumala, malah kini pelukan semakin diperketat.
“Tapi aku capek duduk begini terus, lalu kau peluk kencang-kencang seperti ini,” kata Jalu.
Sambil bersungut-sungut manja, si gadis melepaskan pelukannya sambil berkata, “I ya deh ... I ya.”
 
BAGIAN 34 (TAMAT)


“Kau benar-benar luar biasa, anak muda!” kata si botak klimis. “Entah murid siapa kau ini, tapi yang jelas ... rimba persilatan sekarag telah aman dengan kalahnya Raja Iblis Pulau Nirwana di tanganmu. Aku benar-benar salut. Terimalah salam hormatku!”
Si botak klimis segera menjura diikuti dengan beberapa orang yang lain.
Jalu sendiri hanya cengar-cengir sambil usap-usap hidungnya yang tak gatal.
“Paman! Jangan dibesar-besarkan,” kata Jalu Samudra sambil ikut-ikutan menjura ke arah si botak klimis. “Jadi malu rasanya.”
“Anak muda bernama Jalu! Sebenarnya aku ingin ngobrol panjang lebar denganmu. Namun aku tidak bisa lama-lama meninggalkan kelompokku,” tutur si botak klimis. “Jika ada waktu, kapan-kapan mampirlah ke pondokku di puncak Bukit Tengkorak.”
Tanpa menunggu jawaban, si botak klimis langsung berkelebat pergi.
Wutt!!
Beberapa tokoh silat yang ada di tempat itu berpamitan satu persatu, terutama sekali dari golongan sesat sudah angkat kaki sebelum pertarungan babak terakhir selesai. Namun tidak seluruhnya meninggalkan tempat itu, beberapa diantaranya membantu rekan-rekan mereka yang terluka. Ada yang menggali lubang besar untuk mengubur mayat-mayat yang berserakan, meski sebagian besar sudah tidak utuh lagi bentuknya karena tergerus daya hancur akibat pertarungan antara Raja Iblis Pulau Nirwana dengan si Pemanah Gadis.
“Hei! Benda apa ini?” teriak seorang laki-laki dengan baju kelabu compang-camping.
Semua mata menengok ke arah datangnya suara.
Ternyata dari tengah-tengah kubangan tanah!
Terlihat di sana, seorang laki-laki dengan baju kelabu compang-camping sedang duduk mencangkung sedang tangan kanan yang memegang tombak pendek tanpa menusuk-nusuk ke arah sebuah benda berbentuk huruf ‘S’ terbalik. Benda berbentuk huruf ‘S’ ini cukup aneh, dimana memiliki dua sisi, warna biru di separoh bagian tengah dan sisanya berwarna merah.
Triing! Criing!
Saat tersentuh ujung tombak, serangkum hawa panas-dingin merambat ke dalam gagang tombak hingga si pemilik mengkernyitkan alis.
“Mungkinkah senjata pusaka?” gumamnya. “Jika benar, betapa beruntungnya aku! Aku ambil saja dari pada keduluan yang lain!”
Tangan kirinya terjulur maju.
“Jangan dipegang!” teriak Jalu Samudra, namun terlambat!
Bluuub! Blushh ... !
Tubuh laki-laki berbaju kelabu compang-camping langsung terbakar di sisi kiri dan sisi kanan dingin mengkristal. Dan tentu saja, tanpa sempat berteriak sama sekali, ia tewas seketika!
“Aduh, celaka! Kenapa aku bisa sampai lupa?” keluh si Pemanah Gadis sambil menepuk jidat.
“Memangnya kenapa, Jalu?” tanya Nyi Tirta Kumala, heran. “Apanya yang terlupa?”
“Sebentar, Nyi! Saya harus mengamankan benda itu dulu! Berbahaya jika ada orang yang mencoba mengambilnya.”
Tanpa menunggu jawaban, Jalu Samudra melayang turun ke bawah, menyambar gagang benda berhuruf ‘S’ dari dasar kubangan dan melesat kembali ke tempatnya semula.
Wutt!
Benda berbentuk huruf ‘S’ yang kini di tangan Jalu terlihat bergetar sebentar, lalu sinar merah-biru memancar terang.
Sett! Sett!
Jalu mengusap sisi kiri-kanan dari benda aneh itu, lalu ditempelkan di dekat dahi.
Plekk!
Begitu ditempelkan, pancaran sinar dua warna benda aneh yang kini di tangan Jalu meredup dan pad akhirnya padam sama sekali.
“Nah, sudah aman sekarang,” tutur Jalu Samudra sambil menurunkan kembali benda di tangannya.
Si Kitab Pengelana terlihat serius mengamati benda yang ada di tangan Jalu Samudra. Sebentar kemudian, ia mengangguk-anggukkan kepala. Pengetahuannya terhadap senjata pusaka dan ilmu-ilmu silat tingkat tinggi sudah tidak diragukan lagi.
“Nakmas Jalu, boleh aku pinjam sebentar,” kata Ki Gegap Gempita.
“Silahkan, Ki! Sudah aman kok.”
Ki Gegap Gempita menerima benda berbentuk huruf ‘S’ dari tangan si pemuda. Sebentar kemudian, Ketua Aliran Danau Utara mengamat-amati benda di tangannya.
Dibolak-balik.
Ditimang.
Diraba.
Sebuah senjata berbentuk unik, dimana di bagian bawah melengkung sedikit bertolak belakang di bagian depan. Sedang dekat ujung yang tajam dan runcing terdapat sembilan lubang kecil-kecil. Panjangnya dari ujung hingga hulu tidak lebih dari sejengkal. Gagang senjata unik ini hanya setengah jengkal saja.
“Jika dilihat dari pancarannya, ini merupakan benda pusaka yang jarang tandingannya,” kata Kitab Pengelana sambil mengembalikan benda di tangannya kepada Jalu Samudra alias si Pemanah Gadis. “Jika tidak salah dugaanku, benda ini seperti sejenis kujang yang ada di tanah Pajajaran.”
“Benar, Ki!” kata Jalu Samudra membenarkan.
“Jadi ... senjata kujangmu ini yang menamatkan Raja Iblis Pulau Nirwana?” duga si Tangan Golok.
“Bukan!”
“Bukan?”
“Ya! Sebenarnya ... kujang ini justru penjelmaan dari Raja Iblis Pulau Nirwana!”
“Apa!?!”
Semua orang yang ada di tempat itu terhenyak beberapa saat. Dalam alam pikir mereka berkecamuk berbagai hal yang menurut mereka tidak masuk akal. Bagaimana mungkin manusia segede gajah bisa menjelma menjadi benda sekecil itu?
Ada-ada saja!
“Ngibul ni anak,” pikir seorang pemuda berbaju hitam cerah.
“Bisa kau jelaskan, anak muda!”
“Bisa.”
Jalu pun akhirnya bercerita dengan singkat.

--o0o--

Jalu Samudra yang baru saja melancarkan serangan akhir, segera melayang turun menerobos masuk ke dalam ruang penuh debu akibat terjadinya bentrokan antara ilmu-ilmu kesaktiannya dengan ilmu kesaktian Raja Iblis Pulau Nirwana. Meski ia tahu bahwa menerobos seperti itu penuh resiko, namun ia percaya bahwa gurunya si Dewa Pengemis tidak akan menjerumuskan muridnya ke jurang kematian. Meski begitu, cukup membuatnya luka dalam lumayan parah karena berani menerobos area ledakan.
Sementara di tangan kanannya tergenggam erat Medali Tiga Dewa!
Begitu dekat dengan sosok Raja Iblis Pulau Nirwana yang saat itu sedang jatuh berlutut seperti orang menerima titah, Jalu segera menempelkan Medali Tiga Dewa ke kening sang raja banci.
Sriiing ... cesss!
Tiga cahaya putih, merah dan biru terang memancar berpendar-pendar. Cahaya inilah yang sebenarnya tadi dilihat oleh orang-orang yang menonton di kejauhan.
“Cepat naik ke atas!” seru suara tanpa wujud. “Obati lukamu.”
“Baik!”
Jalu segera berkelebat naik, lalu duduk bersila sambil mengerahkan jurus pertama dari Ilmu ‘Tapak Sembilan’ yang bernama jurus ‘Sambung Nyawa’ untuk mengobati luka dalam. Jurus inilah yang dilihat Beda Kumala saat mencapai batas akhir penyembuhan dengan memancarkan sinar ungu transparan.
Saat melakukan semadi penyembuhan itulah, sang guru berkata secara gaib.
“Muridku! Raja Iblis Pulau Nirwana sebenarnya jelmaan dari sebilah senjata sakti yang bernama Pasir Kujang Duta Nirwana. Ia dilarikan oleh Iblis Mara Kahyangan ratusan tahun silam dari sebuah pulau alam gaib yang bernama Kepulauan Tanah Bambu. Saat Iblis Mara Kahyangan sekarat menjelang ajal selama empat puluh hari lamanya, pada hari terakhir terjadi keajaiban karena daya tuah dari kujang sakti. Seluruh jiwa dan sukmanya menitis masuk ke dalam Pasir Kujang Duta Nirwana. Setelah seratus hari berselang, ia kembali hidup di dunia dan mengganti nama sebagai Raja Iblis Pulau Nirwana. Namun karena sifat dasarnya yang haus kekuasaan, angkuh dan sombong membuatnya semakin merajalela setelah bersatu raga dengan Pasir Kujang Duta Nirwana. Beruntunglah bahwa Pasir Kujang Duta Nirwana hanya sanggup menyerap kekuatan unsur air dan api saja, tidak menyerap unsur-unsur alam yang lain. Andaikata Delapan Unsur Penggerak Bumi sanggup diserapnya, entah apa yang terjadi dengan dunia tempatmu bernaung ini. Meski hanya dua unsur alam, namun sudah membuat orang-orang saling sengketa akibat ilmu-ilmu andalan atau pun kitab-kitab pusaka perguruan yang memiliki unsur air dan api hilang tak tentu rimba. Untunglah Ketua Kepulauan Tanah Bambu di alam gaib bertemu denganku dan menceritakan masalah yang mungkin akan menimba rimba persilatan selama ratusan tahun ke depan. Lewat ilmu pendulumnya pula, bahwa kelak aku akan memiliki murid yang sanggup membendung keangkara-murkaan yang diakibatkan oleh Pasir Kujang Duta Nirwana miliknya. Dan muridku itu adalah kau ... Jalu Samudra!”
“Lalu apa yang harus aku lakukan selanjutnya, Guru?”
“Kembalikan Pasir Kujang Duta Nirwana ke Kepulauan Tanah Bambu.”
“Dimanakah letak dari pulau itu, Guru?”
“Di seberang lautan. Jika kau menemukan tempat yang banyak dihuni ikan gajah putih pembunuh dan air tawar di tengah laut, maka Kepulauan Tanah Bambu sudah dekat. Selanjutnya Pasir Kujang Duta Nirwana akan membimbingmu. Nah, muridku! Selamat berjuang! Nasib dunia persilatan berada dalam genggamanmu.”
“Terima kasih, Guru! Tugas ini akan murid laksanakan sebaik-baiknya.”

--o0o--

Jalu pun menutup ceritanya.
Para pendekar persilatan yang mendengarnya dibuat tercengang, antara percaya dan tidak percaya. Sebab bagaimana mungkin manusia segede gajah bisa masuk ke dalam kujang sekecil itu?
Benar-benar sulit dipercaya!
Namun, kenyataan itu benar-benar terjadi di depan mata mereka!
Sosok Raja Iblis Pulau Nirwana ternyata adalah penjelmaan dari Iblis Mara Kahyangan yang telah meninggal ratusan tahun dan menebar kekejaman dimana-mana. Menggegegerkan jagat persilatan dengan sepak terjangnya yang nggegirisi.
Jadi ... yang selama ini mereka lawan adalah tokoh hitam kelas berat!
“Begitulah cerita yang saya dengar dari Guru, Ki.”
“Gurumu?”
“Benar, Nyi.” Jalu menjawab pertanyaan Nyi Titta Kumala.
“Jika boleh aku tahu, siapakah nama gurumu, Jalu.”
“Beliau berjuluk Dewa Pengemis, Paman.”
Kembali orang-orang yang ada di tempat itu terkejut.
“Aaahh ... ”
“Apa?”
“Yang benar?”
“Beneran nih?”
“Benar! Memang beliaulah yang membimbingku hingga bisa menjadi seperti sekarang ini,” tutur Jalu Samudra merendah.
“Anak muda! Jadi kau benar murid dewa pengemis?” tanya si Tangan Golok, memastikan pendengarannya. Jari kiri terlihat keluar masuk lubang telinga kiri.
Jangan-jangan kemasukan kecoa dan sebangsanya?
“Benar, Ki!”
“Tapi bagaimana mungkin? Bukankah semua pendekar aliran mana pun tahu, bahwa tokoh sakti setingkat Dewa Pengemis telah meninggal lima ratus tahun silam dan kisahnya pun menjadi cerita yang sering didongengkan pada anak-anak kecil saat menjelang tidur,” kata Tangan Golok. “Sulit sekali aku mempercayai ucapanmu, anak muda!”
“Memang sepertinya sulit dipercayai,” sahut Jalu Samudra dengan nada datar-datar saja. “Namun, mendiang Dewa Pengemis adalah benar-benar guruku yang sejati ... ” Lalu sambungnya, “ ... kadang kala hal yang paling nyata di dunia adalah hal yang tidak nyata.”
Semua menganggukkan kepala tanda persetujuan akan ucapan si Pemanah Gadis yang terakhir ini.
Pandangan si Tangan Golok segera beralih tongkat kayu hitam di tangan Jalu.
“Apakah tongkatmu juga warisan mendiang Dewa Pengemis?”
“Tidak. Ini tinggalan dari kakek nenek angkatku.”
Kitab Pengelana pun ikut nimbrung pembicaraan keduanya.
“Jalu, boleh kupinjam sebentar tongkatmu.”
“Silahkan, Ki.”
Tongkat kayu hitam kini berpindah tangan.
Kakek Ketua Aliran Danau Utara mengamat-amati tongkat hitam di tangannya. Sepasang mata tua pulang balik meneliti dari ujung ke ujung. Menarik tali hitam tipis yang terkait, direntang sedikit lalu dilepas lagi.
Diciumnya bau yang teruar.
Tiap kelukan ia raba.
Saat mata terpejam, ia rasakan aura yang ada.
Aura panas menyengat menggeletar!
Sebentar kemudian, terlihat ia menggeleng-gelengkan kepala.
“Ini benar-benar di luar dugaanku,” serunya lirih. Lalu dengan sigap tangan kiri menyambar sebatang golok yang terselip di pinggang orang terdekatnya, lalu dengan sekuat tenaga, dibacoknya tongkat kayu hitam di tangan kanan.
“Jangan!” seru Jalu Samudra.
Terlambat!
Cranggg! Klaang!
Golok patah dan patahan golok jatuh berkerontangan.
Semua kaget, namun Jalu Samudra lebih kaget lagi. Tongkat kayu hitam warisan sepasang kakek nenek yang bergelar Tombak Utara Tongkat Selatan tidak terpotong menjadi dua!
“Kayu besi ... ” desis laki-laki berpedang panjang.
“Kayu sakti ... ” seru beberapa orang yang lain.
Beberapa orang berkomentar terhadap kayu hitam yang sekarang telah kembali ke pemiliknya.
“Kau tahu benda apa yang ada di tanganmu, Jalu?” tanya Ki Gegap Gempita.
“Hanya sebatang tongkat hitam. Tidak ada yang istimewa dengan tongkatku ini, Ki.”
“Kau salah!”
“Salah?” ucap Jalu heran. “Dimana salahnya, Ki?”
Tanpa menjawab, ki gegap gempita justru berbicara lain.
“Dulu sekali ... Guruku pernah mendengar tentang adanya dua benda sakti yang konon kabarnya paling ampuh dan paling kuat dari semua senjata yang pernah ada di jagat ini. Semua pendekar persilatan berlomba-lomba untuk menemukan benda itu. Bahkan Raja Iblis Pulau Nirwana atau dulunya Iblis Mara Kahyangan juga mencari-cari dua benda yang ingin dimilikinya itu,” ucap Ki Gegap Gempita. “Benda itu adalah sebatang tongkat pendek dan sebuah medali segi delapan ... ”
Mendengar itu, dada Jalu sedikit berdebar, dalam hati ia bertanya-tanya, “Jangan-jangan ... ”
Sebatang tongkat pendek dan sebuah medali segi delapan?
Semua mata memandang ke tongkat pendek di tangan kanan Jalu Samudra dengan pandangan bertanya-tanya.
“Silahkan diteruskan, Ki.”
“Sebatang tongkat yang berasal dari batang pohon kayu hitam, dan suatu saat petir menyambar batang pohon hingga terbakar habis. Yang tersisa hanya sebuah ranting berkelok-kelok di bagian ujung. Karena ramalan seorang tokoh sakti yang berjuluk Kakek Jitu Ramal tentang adanya sebuah tongkat sakti yang bernama Kayu Petir membuat rimba persilatan geger. Perburuan tongkat dari Kayu Petir atau disebut dengan nama Tongkat Kayu Petir berlangsung hingga ratusan tahun lamanya. Pada akhirnya, karena tidak ada yang menemukan keberadaan Tongkat Kayu Petir, perburuan menghilang dengan sendirinya.”
Ki Gegap Gempita berhenti sebentar sambil menata kembali ingatannya.
“Namun, belum lagi reda, berhembus kabar tentang adanya sebuah medali sakti berbentuk segi delapan yang terbuat dari besi hitam, yang konon katanya berasal dari alam gaib dan didalamnya dihuni oleh Tiga Petinggi Satwa Gaib,” kata Ki Gegap Gempita. “Medali itu bernama ... Medali Tiga Dewa.”
“Lalu ... apa keistimewaan dari Medali Tiga Dewa itu, Guru?” tanya Watu Humalang. “Dan apa ada tokoh silat yang menemukannnya?”
“Karena berasal dari alam gaib, hanya orang-orang yang menguasai ilmu gaib saja yang sanggup melihatnya,” tutur Kitab Pengelana, imbuhnya, “Aku tidak tahu siapa pemiliknya dan apa keistimewaan dari Medali Tiga Dewa ini. Hanya saja Guruku pernah berkata, bahwa siapa saja yang memiliki Medali Tiga Dewa dan bisa mengendalikan Tiga Petinggi Satwa Gaib, maka dia akan menjadi raja di raja di alam nyata dan alam gaib.”
Kembali semua khalayak terdiam dengan seribu satu macam pikiran di otak masing-masing. Semua berandai-andai bisa memiliki Tongkat Kayu Petir dan Medali Tiga Dewa.
“Ki, apakah ... ” pertanyaan Jalu Samudra terhenti di tenggorokan.
“Aku tidak tahu, Jalu! Benar atau tidaknya bahwa tongkat yang kini berada di tanganmu adalah Tongkat Kayu Petir atau bukan, karena pada dasarnya aku belum pernah melihatnya. Semua yang aku katakan tadi adalah apa yang aku dengar dari Guruku dan kini aku ceritakan pada semua orang yang ada di tempat ini,” kata Ki Gegap Gempita dengan bijaksana. Dalam hatinya ia berkata, “Beruntung sekali kau, Jalu! Benda pusaka yang paling dicari di jagat persilatan dari waktu ke waktu justru berada dalam genggaman tanganmu. Gunakanlah Tongkat Kayu Petir untuk menebar kebaikan.”
“Sudahlah!” seru Ki Harsa Banabatta memecah keheningan. “Kalian tidak perlu dengarkan omong kosong dari setan tua ini. Aku mau membereskan tempat yang berantakan gara-gara ulah Jalu.” Sambil berjalan menjauh, ia sempat bertanya, “Hai ... Jalu! Benarkah kau yang dijuluki Si Pemanah Gadis?”
Jalu Samudra yang kini bertelanjang dada hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan apa-apa.
Semua orang kembali terlonjak kaget!
Jadi ... pemuda ini yang digelari Si Pemanah Gadis?

--o0o--

Malam hari di Perguruan Sastra Kumala ...
Untuk kedua kalinya, Jalu Samudra menjadi tamu kehormatan!
Tentu saja para gadis murid Perguruan Sastra Kumala senang bukan alang kepalang!
Terutama sekali Beda Kumala, Tinara Kumala dan Ratih Kumala yang memang ada hati dengan sang jagoan ini. Meski cuma satu hari satu malam ia menginap disana --di ruang yang terpisah dengan kamar para murid-- namun dalam semalam Jalu Samudra sanggup ‘makan tiga ekor ayam betina’ sekaligus sampai puas!
Siapa lagi mereka bertiga jika bukan fans berat Jalu!
Sedangkan Nyi Tirta Kumala sebagai guru besar Perguruan Sastra Kumala telah kembali memimpin perguruan yang hampir selama dua tahun ditinggalkan. Semenjak menghilang, sikap kakunya berubah banyak. Beberapa perguruan dan aliran silat yang dulu sama-sama berada dalam tahanan kini menjalin hubungan baik dengan Perguruan Sastra Kumala, terutama sekali Aliran Danau Utara dan Istana Jagat Abadi.

TAMAT JILID – 2
 
Jos suhu ceritanya, walau sayangnya detil saat jalu "makam tiga ekor ayam betina" ;) tidak di ceritakan dengan detil heheheheheheh

Lalu nasib kumala sari yg ditinggalkan jalu gimana ya.... :huh:
 
Lanjut lagi suhu...sepertinya masih banyak nich lanjutannya....heheheh...ditunggu petualangan selanjutnya...kalau bisa sampai bertemu dengan sang istri tercinta kumala rani hu...
 
Belum suhuuu....tambah lagiii... Kentang niihh..
Blm bisa crot..soalnya ga jelas siapa 3 ayam betina nya...
Ayo huuu...semangat update lagi...kamu bisaa... Wkwkwk
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Thanks hu ngingetin karya maestro muda cersil yang ud lama ngga kedengaran lagi karya beliau, mana kentang banget part terakhir tulisan beliau
 
Menunggu episode 3

Jos suhu ceritanya, walau sayangnya detil saat jalu "makam tiga ekor ayam betina" ;) tidak di ceritakan dengan detil heheheheheheh

Lalu nasib kumala sari yg ditinggalkan jalu gimana ya.... :huh:

Ayo om d tunggu kelanjutannya

puas coy...:ampun:

Jos makasih suhu

Lanjut lagi suhu...sepertinya masih banyak nich lanjutannya....heheheh...ditunggu petualangan selanjutnya...kalau bisa sampai bertemu dengan sang istri tercinta kumala rani hu...

Beluuuummmm..... jilid 3, masih dinanti. Si Jalu belum ketemu dg isterinya... apakah beda kumala akan menjadi isteri kedua jalu?

Mkasih suhu
Dtunggu banget lanjutanya

Sankyu ki sanak...., nunggu jilid III nya...,

ditunggu hu lanjutan nya :semangat::mantap:

Belum suhuuu....tambah lagiii... Kentang niihh..
Blm bisa crot..soalnya ga jelas siapa 3 ayam betina nya...
Ayo huuu...semangat update lagi...kamu bisaa... Wkwkwk

menurut saya, sipengarang membuat cersil ini emang ngga saling berkaitan langsung,
seperti cersilnya wiro sableng gitu deh disetiap jilidnya menceritan petualangan yg berbeda
begitupun cersil karangan bung gilang ini walaupun disetiap jilidnya masih memasukan nama2 tokoh lainnya yg berhubungan sm jalu
tp ga adegannya di jilid tsb,
jd di 3 jilid cersil si pemanah gadis ini menceritakan petualangan yg berdiri sendiri dgn tokoh2 yg berbeda terlibat didlmnya.
itu menurut opini saya sih hu (CMIIW)

dan utk posting jilid III nya
klo boleh saya mengambil kutipan dari suhu Serpanth aja dah
"besok malam updetnya ..pas jam2nya orang pada pacaran,ane updet ah :D"

hehehehehehe...ditunggu yah
dan terima kasih utk para suhu yg dah baca cersil karya Gilang Satria ini
:ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd