Frantines
Kakak Semprot
14. Satu-persatu binasa
Matahari menghiasi pagi dengan sinar keemasannya, menggantikan malam-malam yang penuh dengan bintang bintang keperakan. Pagi yang segar menyapa kota Hui-Chang termasuk gedung megah di ujung jalan yang paling ramai. Li Kun Liong memasuki gerbang gedung tersebut di sambut tatapan curiga penjaga pintu gerbang.
"Siapa engkau, mau bertemu dengan siapa ?" tanya si penjaga.
"Suruh Bok-Wangwe keluar, malaikat elmaut sudah menjemputnya" sahut Li Kun Liong.
"Kurang ajar, pemuda gila dari mana pagi-pagi begini sudah berkeliaran membuat onar" kata si penjaga sambil mendorong Li Kun Liong pergi. Tapi yang terdorong jatuh bukan Li Kun Liong melainkan dia sendiri, dengan mengereng murka ia mencabut golok di pinggangnya dan menyabetkan ke badan Li Kun Liong. Dengan tenang Li Kun Liong menyentil jatuh golok dari tangan si penjaga. Mendengar bunyi gaduh di depan, para penjaga yang lain berdatangan dan ikut mengeroyok Li Kun Liong. Tanpa membuang tempo, dalam waktu singkat Li Kun Liong menjatuhkan semua pengeroyoknya, ada yang patah tulang, gigi rontok, pingsan, tangan keseleo.
Sambil menginjak dada salah satu penjaga, ia bertanya di mana Bok-Wangwe. Penjaga tersebut memberitahu Bok-Wangwe pagi-pagi sekali sudah pergi ke peternakan kudanya di pinggir kota menginspeksi kuda-kudanya.
Li Kun Liong tahu letak peternakan kuda tersebut, dengan santai berjalan keluar dari gedung kediaman Bok-Wangwe menuju pinggiran kota.
Selama beberapa bulan ini sudah beberapa kali ia bentrok dengan jago-jago persilatan yang menganggapnya sebagai Bwe-hoa-cat, namun ia berhasil menghindari pertempuran yang bisa memperdalam kesalahpahaman tersebut. Sebisa mungkin ia tidak ingin melukai lawan-lawannya. Ia bertekad menangkap penjahat jai-hoa-cat yang aseli karena itu adalah satu-satunya cara untuk membersihkan nama baiknya. Yang mengherankan, Bwe-hoa-cat yang aseli selama beberapa bulan ini juga tidak melakukan aksi apa pun sehingga menyulitkan Li Kun Liong dalam mencari jejaknya.
Peternakan kuda Bok-Wangwe di pinggiran kota Hui-Chang masih tampak seperti tiga tahun yang lalu, tak berubah dengan gedung besar di tengah peternakan kuda tersebut.
Dari kejauhan nampak mendatangi dengan cepat seekor kuda putih ditunggangi Bok-Wangwe, debu-debu berterbangan di sekitarnya. Melihat kehadiran Li Kun Liong menghadang jalan, kaget tak kepalang Bok-Wangwe, serta merta ia menarik tali kekang mencoba berbalik arah. Bagaikan tersambar petir, kuda tersebut tiba-tiba terlonjak!. Seraya mencoba mengendalikan kuda dengan semua kemahiran yang dimilikinya, Bok Wangwe melemparkan senjata rahasia berbentuk bintang segi lima ke arah Li Kun Liong. Dengan tenang Li Kun Liong menghindarkan diri, bunyi desing senjata rahasia tersebut sangat nyaring tanda si pelempar memiliki tenaga dalam yang sempurna, melayang ke samping tanpa mampu menyentuh tubuh Li Kun Liong. Ia menjulurkan tangan meraih salah satu senjata rahasia dan dengan sebat menimpuk balik mengincar kaki depan kuda. Sambil meringkik kesakitan, tiba-tiba kuda tersebut mengangkat kedua kaki depannya ke atas, bergerak liar melemparkan Bok-Wangwe dari punggungnya, lalu berlari menjauh. Bok-wangwe hinggap dengan sempurna di tanah tanpa kekurangan sesuatu pun. Dengan wajah pucat ia bersiap sedia menghadapi Li Kun Liong.
"Sekarang engkau tidak akan bisa lagi mengandalkan teman-temanmu, sudah saatnya engkau melunasi hutang darahmu" kata Li Kun Liong dengan geram.
Tanpa berkata sepatah kata pun dengan nekad ia melancarkan serangan hidup mati terhadap Li Kun Liong. Matanya bergerak liar mencoba mencari jalan lolos tapi Li Kun Liong tidak memberikan kesempatan sedikit pun baginya untuk melarikan diri.
Dengan hati-hati ia melayani setiap serangan Bok-Wangwe, serangan dari seseorang yang putus asa tanpa memperdulikan apa pun tidak boleh di anggap ringan apalagi ilmu silat Bok- Wangwe boleh dibilang termasuk jago kosen. Li Kun Liong merasa ilmu silat yang dilatihnya selama ini tidak sia-sia, sekarang dengan mudah ia mampu melihat kelemahan dari ilmu silat Bok- Wangwe.
Cukup dengan gerakan yang sederhana, ia menghalau setiap serangan Bok-Wangwe. Diam- diam Bok-Wangwe merasa kaget sekali melihat kemajuan ilmu silat Li Kun Liong, hanya berselang tiga tahun saja Li Kun Liong sudah memiliki ilmu silat yang susah di ukur tingginya. Hatinya semakin mendelu, harapan untuk menang semakin kecil. Dengan susah payah ia berusaha menghindarkan diri dari setiap serangan Li Kun Liong.
"Plakk! Tranggg... aduhhh...!" Hanya dalam sekejap mata saja terjadinya. Entah bagaimana Bok-Wangwe itu sendiri tidak tahu, pergelangan tangannya sudah terpukul patah, dan tiba-tiba ia merasa amat sakit pada telinga dan mata kanannya. Ia roboh menggulingkan diri sampai beberapa meter lalu meloncat lagi berdiri. Telinga kanan dan mata kanannya mencucurkan darah! Ternyata daun telinga kanannya pecah bagian atasnya, sedangkan pelupuk mata kanannya pun robek! Begitu cepat gerakan kedua lengan Li Kun Liong hingga tak dapat di hindarinya.
Belum sempat ia memperbaiki kedudukan, serangan Li Kun Liong datang menerpa kembali. Sambil berputar menggerakkan tubuhnya, Bok-Wangwe memperhebat pertahanan dirinya. Hatinya terguncang keras mendapat serangan bertubi-tubi.
Li Kun Liong segera berseru keras dan menggerakan tangannya, yang kiri mengirim pukulan ke arah lambung, pukulan pancingan karena yang benar-benar menyerang adalah tangan kanannya yang cepat mencengkram ke arah pundak kiri Bok-Wangwe. Kelihatannya gerakan ini sederhana namun tak dapat dihindarkan Bok-Wangwe.
"Krak..Aduh!" dalam sekejap pundak kiri Bok-Wangwe patah terkena cengkraman jari besi Li Kun Liong. Tanpa membuang kesempatan, Li Kun Liong melancarkan serangan susulan yang mengarah ke dada Bok-Wangwe.
"Duk..!" dengan telak tangan kanan Li Kun Liong yang berisi tenaga sakti delapan bagian menghantam dada Bok-Wangwe. Sambil mengeluarkan darah segar dari mulutnya, Bok-Wangwe yang sudah terluka parah berusaha melancarkan serangan terakhir, mengajak mati bersama. Li Kun Liong tidak sudi menghadapi serangan nekad tersebut, dengan manis ia mengelak dan mundur menjauh.
Diiringi dengan rintihan kesakitan, Bok-Wangwe tewas mengenaskan dengan mata melotot. Sambil menghela nafas lega, Li Kun Liong meninggalkan peternakan kuda. Sejauh ini ia telah berhasil membinasakan tiga dari lima orang yang bertanggung jawab atas kematian kedua orang tuanya yaitu Lu Seng Hok, Tiong-Jin-Tojin dan Bok-Wangwe. Sedangkan untuk Sim-Gan, ia memutuskan untuk tidak membalas dendam, penyesalan yang menghinggapinya selama bertahun-tahun sudah cukup sebagai balasannya. Ia merasa ayahnya tidak akan menyesali keputusan ini.
Satu-satunya musuh keluarganya tinggal Tiong-Cin-Tojin, biang keladi dari semua ini.
Matahari menghiasi pagi dengan sinar keemasannya, menggantikan malam-malam yang penuh dengan bintang bintang keperakan. Pagi yang segar menyapa kota Hui-Chang termasuk gedung megah di ujung jalan yang paling ramai. Li Kun Liong memasuki gerbang gedung tersebut di sambut tatapan curiga penjaga pintu gerbang.
"Siapa engkau, mau bertemu dengan siapa ?" tanya si penjaga.
"Suruh Bok-Wangwe keluar, malaikat elmaut sudah menjemputnya" sahut Li Kun Liong.
"Kurang ajar, pemuda gila dari mana pagi-pagi begini sudah berkeliaran membuat onar" kata si penjaga sambil mendorong Li Kun Liong pergi. Tapi yang terdorong jatuh bukan Li Kun Liong melainkan dia sendiri, dengan mengereng murka ia mencabut golok di pinggangnya dan menyabetkan ke badan Li Kun Liong. Dengan tenang Li Kun Liong menyentil jatuh golok dari tangan si penjaga. Mendengar bunyi gaduh di depan, para penjaga yang lain berdatangan dan ikut mengeroyok Li Kun Liong. Tanpa membuang tempo, dalam waktu singkat Li Kun Liong menjatuhkan semua pengeroyoknya, ada yang patah tulang, gigi rontok, pingsan, tangan keseleo.
Sambil menginjak dada salah satu penjaga, ia bertanya di mana Bok-Wangwe. Penjaga tersebut memberitahu Bok-Wangwe pagi-pagi sekali sudah pergi ke peternakan kudanya di pinggir kota menginspeksi kuda-kudanya.
Li Kun Liong tahu letak peternakan kuda tersebut, dengan santai berjalan keluar dari gedung kediaman Bok-Wangwe menuju pinggiran kota.
Selama beberapa bulan ini sudah beberapa kali ia bentrok dengan jago-jago persilatan yang menganggapnya sebagai Bwe-hoa-cat, namun ia berhasil menghindari pertempuran yang bisa memperdalam kesalahpahaman tersebut. Sebisa mungkin ia tidak ingin melukai lawan-lawannya. Ia bertekad menangkap penjahat jai-hoa-cat yang aseli karena itu adalah satu-satunya cara untuk membersihkan nama baiknya. Yang mengherankan, Bwe-hoa-cat yang aseli selama beberapa bulan ini juga tidak melakukan aksi apa pun sehingga menyulitkan Li Kun Liong dalam mencari jejaknya.
Peternakan kuda Bok-Wangwe di pinggiran kota Hui-Chang masih tampak seperti tiga tahun yang lalu, tak berubah dengan gedung besar di tengah peternakan kuda tersebut.
Dari kejauhan nampak mendatangi dengan cepat seekor kuda putih ditunggangi Bok-Wangwe, debu-debu berterbangan di sekitarnya. Melihat kehadiran Li Kun Liong menghadang jalan, kaget tak kepalang Bok-Wangwe, serta merta ia menarik tali kekang mencoba berbalik arah. Bagaikan tersambar petir, kuda tersebut tiba-tiba terlonjak!. Seraya mencoba mengendalikan kuda dengan semua kemahiran yang dimilikinya, Bok Wangwe melemparkan senjata rahasia berbentuk bintang segi lima ke arah Li Kun Liong. Dengan tenang Li Kun Liong menghindarkan diri, bunyi desing senjata rahasia tersebut sangat nyaring tanda si pelempar memiliki tenaga dalam yang sempurna, melayang ke samping tanpa mampu menyentuh tubuh Li Kun Liong. Ia menjulurkan tangan meraih salah satu senjata rahasia dan dengan sebat menimpuk balik mengincar kaki depan kuda. Sambil meringkik kesakitan, tiba-tiba kuda tersebut mengangkat kedua kaki depannya ke atas, bergerak liar melemparkan Bok-Wangwe dari punggungnya, lalu berlari menjauh. Bok-wangwe hinggap dengan sempurna di tanah tanpa kekurangan sesuatu pun. Dengan wajah pucat ia bersiap sedia menghadapi Li Kun Liong.
"Sekarang engkau tidak akan bisa lagi mengandalkan teman-temanmu, sudah saatnya engkau melunasi hutang darahmu" kata Li Kun Liong dengan geram.
Tanpa berkata sepatah kata pun dengan nekad ia melancarkan serangan hidup mati terhadap Li Kun Liong. Matanya bergerak liar mencoba mencari jalan lolos tapi Li Kun Liong tidak memberikan kesempatan sedikit pun baginya untuk melarikan diri.
Dengan hati-hati ia melayani setiap serangan Bok-Wangwe, serangan dari seseorang yang putus asa tanpa memperdulikan apa pun tidak boleh di anggap ringan apalagi ilmu silat Bok- Wangwe boleh dibilang termasuk jago kosen. Li Kun Liong merasa ilmu silat yang dilatihnya selama ini tidak sia-sia, sekarang dengan mudah ia mampu melihat kelemahan dari ilmu silat Bok- Wangwe.
Cukup dengan gerakan yang sederhana, ia menghalau setiap serangan Bok-Wangwe. Diam- diam Bok-Wangwe merasa kaget sekali melihat kemajuan ilmu silat Li Kun Liong, hanya berselang tiga tahun saja Li Kun Liong sudah memiliki ilmu silat yang susah di ukur tingginya. Hatinya semakin mendelu, harapan untuk menang semakin kecil. Dengan susah payah ia berusaha menghindarkan diri dari setiap serangan Li Kun Liong.
"Plakk! Tranggg... aduhhh...!" Hanya dalam sekejap mata saja terjadinya. Entah bagaimana Bok-Wangwe itu sendiri tidak tahu, pergelangan tangannya sudah terpukul patah, dan tiba-tiba ia merasa amat sakit pada telinga dan mata kanannya. Ia roboh menggulingkan diri sampai beberapa meter lalu meloncat lagi berdiri. Telinga kanan dan mata kanannya mencucurkan darah! Ternyata daun telinga kanannya pecah bagian atasnya, sedangkan pelupuk mata kanannya pun robek! Begitu cepat gerakan kedua lengan Li Kun Liong hingga tak dapat di hindarinya.
Belum sempat ia memperbaiki kedudukan, serangan Li Kun Liong datang menerpa kembali. Sambil berputar menggerakkan tubuhnya, Bok-Wangwe memperhebat pertahanan dirinya. Hatinya terguncang keras mendapat serangan bertubi-tubi.
Li Kun Liong segera berseru keras dan menggerakan tangannya, yang kiri mengirim pukulan ke arah lambung, pukulan pancingan karena yang benar-benar menyerang adalah tangan kanannya yang cepat mencengkram ke arah pundak kiri Bok-Wangwe. Kelihatannya gerakan ini sederhana namun tak dapat dihindarkan Bok-Wangwe.
"Krak..Aduh!" dalam sekejap pundak kiri Bok-Wangwe patah terkena cengkraman jari besi Li Kun Liong. Tanpa membuang kesempatan, Li Kun Liong melancarkan serangan susulan yang mengarah ke dada Bok-Wangwe.
"Duk..!" dengan telak tangan kanan Li Kun Liong yang berisi tenaga sakti delapan bagian menghantam dada Bok-Wangwe. Sambil mengeluarkan darah segar dari mulutnya, Bok-Wangwe yang sudah terluka parah berusaha melancarkan serangan terakhir, mengajak mati bersama. Li Kun Liong tidak sudi menghadapi serangan nekad tersebut, dengan manis ia mengelak dan mundur menjauh.
Diiringi dengan rintihan kesakitan, Bok-Wangwe tewas mengenaskan dengan mata melotot. Sambil menghela nafas lega, Li Kun Liong meninggalkan peternakan kuda. Sejauh ini ia telah berhasil membinasakan tiga dari lima orang yang bertanggung jawab atas kematian kedua orang tuanya yaitu Lu Seng Hok, Tiong-Jin-Tojin dan Bok-Wangwe. Sedangkan untuk Sim-Gan, ia memutuskan untuk tidak membalas dendam, penyesalan yang menghinggapinya selama bertahun-tahun sudah cukup sebagai balasannya. Ia merasa ayahnya tidak akan menyesali keputusan ini.
Satu-satunya musuh keluarganya tinggal Tiong-Cin-Tojin, biang keladi dari semua ini.