Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Istri tergoda

Mamahaus12

Semprot Baru
Daftar
6 Oct 2019
Post
36
Like diterima
995
Bimabet
Istri godaan para lelaki

Aku menikah dengan seorang lelaku bernama irfan,kini usia perkawinan sudah jalan 8tahun dan memiliki 1 orang anak perempuan, aku bernama Fina usiaku 36th aku seorang ibu rumah tangga dan suamiku seorang pekerja swasta kami tinggal didaerah pinggiran ibu kota. Kehidupan keluargaku sangatlah biasa biasa saja semenjak kelahiran anak pertama tubuhku tambah agak besar payudara pun sedikit membesar ukurannya. Penampilanku kini sangat berbeda. Aku juga mempunya hasrat seksual yang tinggi hingga suamiku tidak bisa mengimbangi ku untuk melakukan hubungan seksual.

Aku adalah anak satu satu dalam keluarga, dam mas irfan anak kedua dari 2 bersaudara, kakak mas irfan seorang perempuan yang bernama tika, mbak tika sudah berkeluarga tapi pada saat ini belum juga mendapatkan anak, suami mbak tika seorang polisi bernama bima

aku mengenal mas Bima hanya karena dia adalah suami dari mbak Tika. aku sudah mengagumi mas Bima yang polisi itu karena kegagahan dan ketampanannya. Tentu saja aku hanya berani mengagumi karena diriku yang pemalu ini tak berani kenal lebih dekat dengan mas Bima. Padahal aku dengan mbak Tika walaupun hanya kakak ipar dia sudah seperti kakakku sendiri yang memang anak tunggal ini. Sayang, selepas menikahi mas Bima, mbak Tika harus ikut suaminya keluar kota sehingga aku jarang bertemu dengannya. Paling-paling jika ada keluarga yang menikah atau di hari raya, mbak Tika dan suaminya barulah datang ke kotaku. Bodohnya, momen-momen itu tak kumanfaatkan untuk lebih mengenal Mas Bima yang kukagumi.

Tak pernah akan kulupakan momen pertama mbak Tika mengenalkan mas Bima ke aku . Aku diam saja saat menjabat tangan Mas Bima yang tampak gagah dengan tubuh tinggi atletisnya. Pasti dia menganggapku sombong karena tak mau menatap wajahnya. Padahal bukan karena itu, aku sebenarnya malu dan tak ingin terlihat tersipu.

Pernah suatu ketika, kami semua menghadiri pernikahan seorang sepupu. Lagi-lagi aku tidak memiliki keberanian untuk mengobrol lebih lama. Malahan aku sengaja menghindar karena tak ingin Mas Bima mendeteksi kegugupanku.

Aku yang waktu itu hanya dengan suamiku mas irfan datang ke pernikahan sepupu. Aku tidak tahan berada dekat dengan Mas Bima selama ini. Aku bisa merasakan wajahku memanas yang artinya sudah mulai memerah. Jantungku berdegup dan sedari tadi kakiku bergerak-gerak tak nyaman berganti-ganti posisi. +

"Fin, mas mau..."

Ucapan Mas Bima terpotong karena tiba-tiba saja aku beranjak pergi tanpa berkata apa-apa saat semakin menyadari wajahku semakin memanas. Aku menutup wajah kesal, karena pasti mas Bima menganggapku benar-benar membencinya. Aku yakin, Mas Bima pasti memandangku dengan heran.

Sudah hampir tiga tahhn sejak peristiwa itu. Mbak Tika tidak pernah lagi datang, bahkan lebaran terakhir pun dia batal berkunjung ke rumahku karena kandungannya bermasalah sehingga keguguran. Paling-paling sesekali kami hanya saling berkomunikasi melalui situs jejaring sosial, yang diam-diam aku manfaatkan juga untuk melihat-lihat foto mas Bima di akun milik Mbak Tika. Aku tak punya keberanian menambahkan Mas Bima sebagai teman di facebook. Selain karena sungkan, tampaknya dia tak pernah aktif berinteraksi di situs itu walaupun sudah memiliki akun. Sepupuku sebentar lagi menikah. Aku dan mas irfan serta anakku menuju rumah pamanku yang juga rumah nenekku. Aku tidak berharap bertemu Mbak Tika dan Mas Bima di sana, tapi yah.. aku salah. Ternyata mereka sudah lebih dulu ada di sana.

"Finnnaa.." pekik Mbak Tika sambil datang memelukku.

Aku bertemu dengan mbak tika sungguh aku kangen sekali tidak bertemu dengan,

"Badan kamu berisi fina..." mbak tika
"Yaa mbak semenjak aku lahiran,badan ku jadi berisi" aku

Aku melirik ke meja makan. Ada Mas Bima di sana, dia hanya tersenyum menyaksikan tingkah istrinya. Dia makin tampan. Badannya juga makin kekar berisi. Saat matanya beralih menatapku, cepat-cepat aku alihkan pandanganku ke arah Mbak Tika.

Setelah basa-basi sebentar dengan Nenek dan keluargaku yang lain, aku dan anakku beranjak keluar mencari udara segar. Udara di sini sangat sejuk, berbeda dengan kotaku yang panas dan berpolusi. Setelah duduk di tangga teras rumah yang sedikit berlumut dan lembab, aku menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata sehingga tak sadar saat aku membuka mataku, Mas Bima sudah duduk di sebelah.

"Enak ya, di sini?" tanya Mas Bima sambil memandangi pucuk-pucuk pohon besar di kejauhan.

Aku tak menjawab dan aku yang pada saat itu sedang jalan jalan dengan anak perempuanku. Suara serangga malam yang bersahutan menjadi latar keheningan.

"Waiii!! Mbak mau kasih tau, karena kamar di sini sudah penuh, jdi kita tidur sekamar saja yaa fin kita gelar matras"

Wajahku terasa memanas saat membayangkan harus sekamar dengan Mas Bima. Cepat-cepat kukuasai keadaan dan bersikap biasa saja.

Malam hari pun tiba, kami pun segera masuk ke kamar, ku lihat mbak tika sedang bermain dengan anakku dan mas irfan sedang duduk sambil berbincang dengan mas bima.

"Mau tidur di sebelah mana?" tanya Mas Bima. Saat dia membuka kemejanya, aku mengalihkan pandanganku.

"Aku dipojok mas, dekat jendela," usulku.

Mas Bima kini hanya mengenakan singlet dan celana training pendek. Aku melirik ke arah selangkangannya, tampak samar tercetak penis yang tertutup dibaliknya dengan ukuran yang lumayan.

Aku segera berganti pakaian dengan daster yang agak terbuka, memang aku kalau tidur selalu memamakai daster.

Mas bima pun mengunci pintu kamar, mas irfan pun sudah terlelap tidur mungkin karna dia terlalu lelah dalam perjalan kesini.

Mbak tika dan anakku sudah terlelap tidur ,aku berusaha untuk tidur tapi tidak bisa.

"Hufh! kok di dalam sini panas ya?" katanya.

"Mau kubuka jendelanya aja, Mas?" tawarku sambil membalik badan

"Iya, boleh, tolong Fin!" pintanya sambil mengibas-ngibaskan kausnya.

Aku menuruti keinginannya dan bangkit untuk membuka jendela kamar. Kurasakan angin sejuk sedikit mengaliri kamar, namun tampaknya hal itu tak cukup bagi Mas Bima. Mendadak dia melepas kausnya dan melemparnya ke kursi.

Ya Tuhan! aku tak pernah melihat Mas Bima tanpa atasan. Kali ini terekam jelas di otakku tubuhnya yang kekar, Ya Tuhan! bagaimana aku bisa tidur malam ini?

"Tidur dulu, Fin!" ujarnya sambil merebahkan diri di matras dan menarik selimut kain.

Aku tak menjawab, sambil meneguk ludah sekali, aku kembali ke posisiku membelakanginya namun mata ini tetap terebelalak tak bisa terpejam.

Setelah beberapa lama, saat aku mulai mendengar dengkuran Mas Bima, aku akhirnya bisa bersantai... mataku sedikit demi sedikit mulai terasa berat hingga akhinya tertidur.

Bluk! sebuah benda cukup berat menimpa pinggangku hingga aku terbangun. Sepertinya baru sebentar aku terlelap. Aku melirik ke arah pinggangku. Rupanya tanpa sadar tangan Mas Bima yang sedikit berbulu itu menimpa pinggangku seperti posisi merangkul. Aku berdebar-debar. Suara dengkuran Mas Bima masih terdengar walau tak senyaring tadi. Hembusan nafasnya terasa sedikit di tengkuk aku. Sialan! mungkin dia kebiasaan memeluk Mbak Tika saat tidur, jadinya tanpa sadar dia memelukku.

Tubuhku menjadi kaku, tak berani bergerak. Sebagian karena tak ingin membuat Mas Bima terbangun sehingga dia tersadar dan tak lagi merangkulku. Kurasakan telapak tangan Mas Bima yang tadinya terjuntai lemas kini bergerak-gerak sedikit. Dengkurannya masih terdengar.

Jari-jarinya mulai bergerak-gerak mencoba menelusup ke balik daster. Aku menahan nafas dan tubuhku menjadi lebih kaku. "Mmmmm... ummm...." Mas Bima mengeluarkan gumaman tak jelas saat tanpa sadar lengannya menggosok-gosok perutku dan mengusap-usap payudaraku

Ya Tuhaaaaann!! pekik aku dalam hati. Hatiku terbagi antara menikmati kejadian ini sekaligus merasa bersalah karena hal ini tak benar! Tapi nafsu kepada Mas Bima mengalahkan akal sehatku. Kunikmati usapan tangan Mas Bima yang kini semakin nakal meraba putingku dan memainkannya dengan ujung-ujung jarinya. Kupejamkan mata sambil menggigit bibir.. Oh, Tuhan.. ini tak benar... Mas Bima adalah suami kakak iparku.. tapi.. tapi... ooh... nikmat...

Kubuka mataku saat kusadari dengkuran Mas Bima berhenti. Tangannya masih memain-mainkan putingku. Kupalingkan wajahku. Betapa terkejutnya aku saat melihat Mas Bima ternyata sudah terbangun. Matanya sayu memandangku.

"Mas..." kataku lirih. "Jangan..." aku mencoba menolak dengan berbisik

Tampaknya Mas Bima tahu bahwa penolakanku tak sungguh-sungguh. Tangannya bergeser dan masuk ke dalam celana dalamku seraya mengusapkan vaginaku.

"Mas..." desisku. Tubuhku bergetar saat Mas Bima mulai mengocok vaginaku perlahan dalam genggamannya yang solid namun tak menyakitkan itu.

"Nggg... ngh... ngh..." hanya suara tertahan itu yang keluar dari mulutku mencoba untuk tak bersuara terlalu keras. Aku masih menatap mata Mas Bima yang sayu namun nafasnya terasa makin berat dan cepat.

Mimpi apa aku semalam? pria yang kupuja selama ini sekarang sedang merangsang vaginaku dengan mautnya. Ingin rasanya membalas apa yang dilakukan Mas Bima, namun aku terlalu takut melakukannya.

Setelah cukup lama aku mendesah-desah menikmati naik-turun tangan Mas Bima pada vaginaku, dia kemudian menghentikan gerakannya. Syukurlah, aku juga tak ingin sampai 'keluar' dulu walau sepertinya tak akan bisa kutahan lagi apabila Mas Bima melakukan itu sedikit lebih lama.

Tangannya yang sesaat tadi berada dalam celana dalamku, kini meraih tanganku dan perlahan mengarahkannya pada selangkangan Mas Bima. Tatapannya masih sayu memandangku, namun aku paham keinginannya. Jantungku berdegup kencang saat menyadari diriku akan memegang penis Mas Bima untuk pertama kalinya, penis yang hanya sanggup aku impikan bentuk, warna dan ukurannya itu...

Perlahan kubiarkan tanganku masuk ke dalam celana training pendeknya, mencari tahu tekstur dan ukuran penis yang sempat tercetak jelas dari balik celananya.

Oh Tuhaaaaan.... ujarku dalam hati. Aku menahan nafas saat menggenggam penis Mas Bima. Benar-benar seperti yang kubayangkan, bahkan lebih... Penis yang panjang, berdiameter cukup tebal dengan tonjolan urat itu benar-benar membuatku gila! aku mencoba menikmati setiap detik momen saat Mas Bima mendesah-desah ketika mengocok penisnya yang kukeluarkan dari celananya agar lebih leluasa.

Mas Bima meraih kepalaku dan mengusapnya. Aku menatap wajahnya. Matanya masih tampak sayu. Dengan lirih dia berkata, "hisap Fin..." pintanya sambil berbisik

Aku menuruti keinginan Mas Bima. Kudekatkan kepalaku pada batang penisnya dan mulai mengulumnya walau pada awalnya terasa susah karena ukurannya.

Mas Bima mengerang. Dia menutup wajahnya dengan bantal untuk mengurangi kebisingan

Kulanjutkan dengan makin rakus mengulum, menjilat, menggigit batang penis dan buah zakarnya. Kukerahkan semua kemampuanku untuk bisa membuat Mas Bima merasa enak dan nikmat. Sayup-sayup dari balik bantal kudengar pekikan Mas Bima yang tertahan. Tubuhnya meliuk-liuk liar. Aku menghentikan gerakanku, dan menciumi perut Mas Bima, naik ke atas.

Mas Bima membuka bantal yang menutup wajahnya. Dia tampak terkesima saat aku membuatnya enak dengan isapan mulutku pada putingnya. +

"Nakal kamu Fin..." protes Mas Bima. Aku nyengir.

Tiba-tiba Mas Bima merubah posisi badannya.Mas Bima lah yang ada di atasku sekarang.

Tanpa aba-aba, Mas Bima mulai menciumi dan menjilati leherku hingga aku memekik tertahan. "sssssh.... ssssshhh...." Mas Bima buru-buru menutup mulutku dengan telapak tangannya, khawatir suaraku membangunkan isi rumah. Aku mengatur nafas agar lebih tenang. Aku menahan nafas berusaha tak bersuara kencang walau sulit karena cumbuan Mas Bima benar-benar membuatku seperti melayang ke langit ke-7.

Aku nyaris berteriak saat mulut Mas Bima mulai mengisap, menggigit dan melumat putingku. Lagi-lagi Mas Bima terpaksa membekap mulutku agar suaraku teredam. Cukup lama Mas Bima melakukan itu hingga tubuhku meronta-ronta liar dan Mas Bima sedikit kewalahan menahan tubuhku dengan lengan satunya.

Tangan Mas Bima yang menutup mulutku kini berusaha memasukkan jari telunjuk dan tengahnya ke dalam mulutku. Aku menyambut jari Mas Bima dan mengulumnya seolah-olah sedang mengulum penisnya hingga basah. Aku masih terus merintih menikmati cumbuan Mas Bima. Setelah cukup lama Mas Bima membiarkan dua jarinya dikulum olehku, dia menariknya dan menggosok-gosokkan jari basah itu tepat di lubang vaginaku yang kini celana dalamku terlepas

"Mas...?" tanyaku khawatir. Terus terang, walau sering membayangkan bagaimana rasanya vaginaku dimasuki sebatang penis yang ukurannya beda dengan suamiki, aku belum pernah berani melakukannya. Dan kini sepertinya Mas Bima tertarik dengan daerah pribadiku.namun di sisi lain aku khawatir dengan kemungkinan rasa sakit yang ada.

"Mas..? aku.. aku.. belum pernah... apa lagi punya mas yang besar itu" kataku mencoba menjelaskan. Mas Bima tak menjawab, dia malah menyeringai gembira seperti orang yang senang mendapati durian-durian berjatuhan di kebun. Dia tak menjawab. Dia terus memijat lubang vaginaku dengan jarinya. Aku dapat perawan, nih! mungkin begitu yang ada dalam pikiran Mas Bima sekarang. Tapi itulah kenyataannya.

Perlahan Mas Bima memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang vaginaku. Aku mendesis kesakitan. Vaginaku berdenyut-denyut seolah protes ingin menyingkirkan benda asing yang berusaha masuk ke dalamnya.

"Mas..." rintihku. Aku merasakan air mata mengalir sedikit di ujung mataku.

"Ssssshh... ssshh...." desis Mas Bima berusaha meyakinkanku agar tetap tenang dan tak bersuara. Dengan lembut dia memberiku semangat dengan mendaratkan kecupan-kecupan di pipi dan leherku.

Aku menahan nafas merasakan jari Mas Bima semakin masuk ke dalam. Rasanya pedih dan sedikit panas walau sudah terlubrikasi oleh ludahku sendiri. "Hmmmppp..." erangku. Ketika Mas Bima merasa sudah cukup dalam membiarkan jari tengahnya masuk di lubang vaginaku, dia menghentikan gerakannya. Setelah aku merasa mulai terbiasa dan nafasku kembali teratur, Mas Bima mulai menggerakkan jarinya maju dan mundur. Lagi-lagi aku memekik pelan karena terasa pedih. Anehnya, ujung jemari Mas Bima memijat suatu bagian di kedalaman yang membuatku berdesir karena terasa enak. Aku menatap wajahnya heran, rasa pedih itu telah berkurang. Otot-otot dinding vaginaku pun mulai rileks tak lagi meronta. Mas Bima kembali menyeringai seolah dia tahu kalau dia telah melakukan hal yang benar. Dia melanjutkan gerakannya hingga, Ya ampun!

Setelah agak lama Mas Bima melakukan itu dengan satu jarinya, dia kembali berusaha memasukkan satu jarinya lagi. Kembali aku memekik, namun usaha kedua Mas Bima tak sesulit pertama. Sensasi dua jari yang terasa penuh di lubang vaginaku, memijat-mijat titik yang membuatku nikmat dua kali lipat pula.

"Ahh... Mas..." ujarku ingin memuji tindakannya, namun hanya desahan yang keluar.

"Mas Bima....." kataku lirih sambil menatapnya sayu. Aku tahu kalau dia tahu apa yang kuinginkan. Aku sudah siap. Tak ada lagi yang kuinginkan saat itu kecuali penis Mas Bima yang masuk menggantikan dua jarinya. Dan Mas Bima pun mengerti, dia menyeringai kembali dan mencabut perlahan dua jarinya dari lubang vaginaku.

"Basahin dulu Fin..." ujar Mas Bima. Dia bergeser hingga posisinya berbaring telentang. Aku mengerti yang dia maksud. Kembali kugunakan mulutku untuk mengulum kemaluan Mas Bima yang masih tegang itu. Namun kali ini kupastikan air liurku cukup banyak melapisinya agar tak membuatku sakit nanti.

Setelah Mas Bima merasa cukup, dia kembali merebahkan aku. Diangkatnya satu kakiku melingkari pinggangnya yang ramping. "Aku masukkin ya, Fin?" pinta Mas Bima. Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Hmmmff..." dua jari Mas Bima tidaklah sebesar batang penisnya. Aku kembali harus membiasakan diri. Namun keinginan untuk memuaskan pria yang kukagumi, membuatnya merasakan kenikmatan memerawani diriku, membuatku terus berusaha tenang dan rileks.

"Akh... Mas..." pekikku tertahan saat kepala penisnya berhasil menerobos masuk lubang vaginaku. Kembali otot-otot dinding vaginaku berdenyut-denyut hebat, memprotes benda lebih besar yang berusaha masuk kedalammnya.

"Ssssssshh...." lagi-lagi Mas Bima berusaha membuatku diam. Aku menggigit bibir keras-keras berharap penis Mas Bima dengan mudah masuk keseluruhannya. Mas Bima menciumi pipiku sementara tangannya memain-mainkan putingku.

"Nggggghhh......" erangku sambil mencengkeram kuat-kuat lengan Mas Bima yang berotot.

Rupanya Mas Bima sudah tak lagi memedulikan diriku yang merintih kesakitan. Semuanya dia pusatkan pada keinginannya meraih kepuasan sendiri. Kulihat matanya terpejam menikmati proses saat-saat batang penisnya menerobos lubang vaginaku. Kudengar dia mendesah pelan "Uh... sempit.."

Perjuangan itu akhirnya berhasil juga. Vaginaku terasa penuh oleh batang penis Mas Bima. Dia sendiri sedang berusaha mengatur nafasnya sambil menikmati denyutan-denyutan liar dinding vaginaku yang terasa meremas-remas penisnya.

Lalu Mas Bima mulai menggenjot batang penisnya keluar masuk. Aku hanya bisa memekik menahan pedih sekaligus merasakan sensasi aneh namun nikmat ketika hentakan pinggul Mas Bima membuat aku serasa melayang ke angkasa. Setiap kali Mas Bima menghentakkan pinggulnya, mataku serasa melihat kilatan cahaya, zap! zap! zap! tubuhku serasa tersetrum listrik, bedanya, yang kurasakan sensasinya adalah bercampur rasa nikmat.

"Aah... aah.... " tanpa sadar mulutku mengeluarkan erangan yang cukup membuat Mas Bima khawatir terdengar seisi rumah. Dengan tangannya dia berusaha kembali membekap mulutku. Aku meronta-ronta karena sulit bernafas. "Hmmff... mmmfff..." jeritku tertahan merasakan goyangan pinggul mas Bima yang semakin panas.

"Ahh... memek emang paling enak... sempit..." racau Mas Bima sambil memejamkan mata dan terus menggenjot penisnya.

"Mas Bima..." ujarku sambil menatapnya sayu. Aku ingin mengatakan padanya bahwa sodokan penisnya di vaginaku terasa nikmat sekali sekarang. Namun kata-kata itu urung keluar dari mulutku.

"Kenapa Fin? enak?" seringai Mas Bima.

Aku mengangguk. "Iya Mas... terus mas... kontol mas Bima..." aku tak menyelesaikan kalimatku. Seringai Mas Bima makin lebar tanda kemenangan.

Kuusap peluh dari dahi Mas Bima. Kuangkat kepalaku dan menjilati puting Mas Bima yang sedikit basah oleh keringatnya. "Umm... umm.." gumamku sambil terus mengisap puting Mas Bima.

"Aaah..." desah Mas Bima. Kombinasi antara penis yang diremas-remas vaginaku dan hisapan mulutku pada putingnya membuatnya semakin bergairah. Aku lingkarkan kedua kakiku pada pinggangnya dan mengaitkannya erat agar setiap tusukan penis Mas Bima semakin dalam kunikmati.

Gerakan pinggulnya yang semakin cepat rupanya berhasil menghujamkan penisnya tepat pada titik kenikmatanku Sebagai reaksinya, Aku pun mengalami orgasme ku yang pertama tubuhku bergetar cairan orgasmeku membasahi batang penisnya.

"Mas Bima..... aku.. aku mau keluar..." desisku sambil meringis mengalungkan tanganku pada lehernya yang kokoh

"Ooooouuuhhh...." erangku sambil meliukkan badan tanpa sadar. Seluruh tubuhku berkontraksi. Dan efek orgasme itu menjalar pada otot-ototnya ikut berkontraksi maksimal sehingga memberikan remasan dan pijatan yang tiada tara pada penis Mas Bima yang ada di dalamnya.

"Oh.. Oh.. Fin! Fin!" pekik Mas Bima, matanya memutih, tubuhnya gemetar. Rupanya sensasi pijatan otot vaginaku yang mencengkeram penis Mas Bima saat aku orgasme membuatnya tak tahan lagi. Kedua lengannya mencengkeram bahuku. Tubuhnya bergetar hebat, dan dengan hujaman terakhir dan paling dalam, penisnya berdenyut-denyut dan memuntahkan lava putih di dalam saluran rahimku hingga terasa hangat mengalir.

"Oooooooh...." erangnya. Semprotan demi semprotan sperma keluar dari batang penisnya hingga rahimku terasa makin penuh.

Mas Bima menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku. Nafasnya tersengal-sengal. Punggung dan bahunya terlihat mengilap oleh tetesan keringat.

Aku mengusap-usap tubuh Mas Bima berusaha meredakan sisa-sisa permainan panas kami. Perlahan penis Mas Bima mulai melunak dan keluar dengan sendirinya dari lubang peranakanku. Tubuh Mas Bima bergulir ke sisi tubuhku dan dia langsung tertidur. Aku tahu ini salah, tapi aku tak bisa menyembunyikan kebahagiaanku. Aku pun tertidur
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd