Episode 2 – Perlombaan di Villa
POV Cherry
“Gimana Cher, mau ikut kan? Jefry akan jemput kita stengah jam lagi?” Elena mendesakku untuk ikutan ke Villa milik Susi.
Aku masih bingung, gak sempat bilang ke Doni kalo aku juga diajak. Apalagi sejak kejadian tadi.
“Tapi aku…” Aku bingung mau jawab gimana.
“Ayolah… Jefry orangnya baik kok! Jalan dengan dia pasti menyenangkan.” Elena terus membujuk.
‘Justru aku mau takut dekat-dekat Jefry, baru satu kali ketemu aku bisa melihat pandangannya menatapku penuh nafsu. Memang sih orangnya cukup ganteng, kaya lagi.’ Aku merenung sendiri.
Elena kelihatannya melihat keraguanku. ‘Siapa yang gak nyaman rencana nginap di villa dengan cowok model gitu. Apa lagi Doni gak tahu kalo aku akan ikut… bisa-bisa dia marah lagi. Kayak tadi pagi.’
Doni menatapku tajam, suaranya bukan lagi memohon kek tadi, tapi lebih mengarah kepada jengkel…
“Cherry, aku kesana bukan karena tertarik sama Maya ataupun Elena. Aku mau mendekati Susi, mau cari info soal rencana Dinah, kok kamu gak bisa ngerti!” Suara Doni makin meninggi.
“Iya, aku tahu. Tapi jelas-jelas kamu masuk ke sarang cewek-cewek mesum itu. Dan aku gak nyaman kalo pacarku akan nginap di villa bersama Maya, Elena ataupun Susi.” Aku balas jengkel, sudah berkali-kali bilang aku tidak ijinkan, tapi Doni memaksa terus.
“Cher, aku minta kamu mengerti posisiku!”
“Doni… kamu boleh minta apa saja, tapi jangan soal itu. Aku gak mau jadi apa-apa dengan kamu.”
“Maaf Cher, aku harus pergi. Aku harus tahu rencana mereka. Ini menyangkut Deya, sepupuku”
“Jadi kamu gak mau lagi dengarkan aku?” Emosiku terpancing, karena Doni udah mulai marah.
“Aku gak mau diatur terus oleh cewek!” Kata-kata Doni membuat aku kaget. Ia pasti sudah sangat emosi.
“Sudah kalo gitu, silahkan atur diri sendiri mulai sekarang!” Aku membalas dengan panas.
----
“Cher, gimana? Eh kok melamun…..”
Aku tersentak, ternyata Elena masih menunggu jawabanku.
Aku mengeraskan rahangku dan menangguk setuju. Doni juga gak bisa atur-atur aku lagi. Aku juga bisa tunjukkan padanya kalo aku juga bisa.
“Tapi ada syaratnya, yah?”
“Apa itu?”
“Aku gak mau ketemu sama Kris...”
“Itu mah gampang, nanti Jefry akan melindungimu…” Aku sempat melihat mata Elena sekilas bersinar.
“Kenapa sih kamu mau aku ikut?”
“Supaya jumlah cewek dan cowoknya berimbang.”
-----
POV Doni
Villa ini ternyata indah sekali bagian dalam nya. Aku masih ingat pernah datang ketempat ini beberapa bulan lalu, tepatnya waktu menjaga Deyara secara sembunyi-sembunyi dari luar villa. Waktu itu aku bersama Aldo.
‘Eh di mana Aldo? Harusnya dia kasih kabar.’
Yah benar, kemarin aku telpon Aldo tapi ia gak angkat telpon. Sempat sms tapi tidak dibalas. Padahal kalo ada Aldo kan enak, kita berdua bisa sama-sama mengintai.
Entah kenapa cowok itu masih uring-uringan. Apa ia tahu kalo Deyara lari dari rumah yah?
“Kris… ayo dong! Cepat ganti baju renang…”
“Kris…” Maya memanggil lagi, kali ini ia menatapku.
“Eh, kenapa?” Aku kaget, baru sadar kalo Kris itu aku.
“Ayo, ganti baju renang. Mau aku bantu?” Maya genit juga…
“Eh, gak usah. Yuk…!”
Tak lama kemudian kami berdua sudah berada dalam kolam. Di sana sudah menunggu Susi dan Deni. Dan dengan segera kami aku berbaur dengan Susi dan Deni dalam kolam.
Susi adalah gadis yang mirip dengan kakaknya, Susan. Mungkin karena lebih muda, Susi kelihatan lebih cantik dan jauh lebih segar dibanding kakaknya. Sedangkan Deni, cowok yang bersamanya jauh lebih tua dari dia. Bahkan lebih tua lagi dari kakaknya… mungkin hampir 30 tahun. Kesan pertama aku melihat kalo cowok ini gak bisa dipercaya, matanya licik. Mungkin aja Susi mau dekat-dekat karena ia menjadi salah satu donor rencana mereka. Yah menurut Maya mereka sendiri biasanya gak akrab, hanya akhir-akhir ini Deni ditugaskan di villa ini membuat keduanya makin dekat.
Sebuah mobil kelihatan memasuki gerbang villa, dan keluarlah seorang cowok berbadan tegap. Tak lama kemudian aku melihat ada mobil lain yang menyusul. Aku penasaran mencari tauh soal mobil yang baru datang, itu pasti Jefry dan Elena. Sekilas dari kejauhan aku melihat ada seorang cewek lain yang ikutan.
‘Wah, berarti kita ada 4 pasang yang nginap di sini, dan kalo jadi apa-apa aku harus melawan 3 orang cowok.’ Aku mulai memperhitungkan peluangku.
Kami terus berenang sambil bercanda dalam kolam. Siang itu cuaca-nya pas, gak terlalu panas karena ada awan, tapi gak ada tanda-tanda akan hujan. Tak lama kemudian aku melihat Elena menggandeng seorang cowok dan membawannya ke kolam renang. Orangnya lebih tua dari aku, mungkin seumuran Kak Titien. Ia yang muncul dengan mobil yang pertama, kayaknya sudah akrab dengan Elena.
Tumben Elena mau sama cowok yang jauh lebih tua. Apa karena ia sudah kelihatan mapan? Gak juga sih. Walaupun penampilannya mencerminkan orang kaya, tapi tampangnya yang keras membayangkan kalo ia sudah pernah melewati getir hidup. Mungkin aja sesama preman.
“Boy…” Cowok itu menatapku tajam waktu kenalan. Aku merasa agak gugup seakan-akan samaranku lagi dibongkar.
“Kris” Aku menggenggam tangannya dengan erat dan mata yang tak kalah tajam.
Tak lama kemudian kami larut dalam permainan. Aku mencoba mendekat kepada Susi yang kunilai sebagai orang penting yang mengetahui bisnis Dinah. Namun Boy juga tampak curiga denganku. Dari tadi ia mendekatiku dan bertanya-tanya. Ternyata ia lulusan Universitas Swasta di Manado sini. Tapi kok kayaknya gak asing. Mungkin kali aku sempat melihat wajahnya di foto.
“Ayo, minum dulu…” Elena datang membawa baki yang berisi minuman. Ada jus dengan beberapa pilihan rasa. Melihat minuman ini aku makin berhati-hati. Jangan-jangan sudah ditaruh obat perangsang. Aku sempat melihat Elena dan Maya melirik dengan senyum.
‘Apa mereka hendak menjebakku?’
Untunglah diantara jus yang ada, terdapat 2 buah botol Myzone. Keknya itu aman, karena masih tersegel rapi. Aku langsung mengambilnya… Maya tampak kecewa.
Dari jauh aku melihat sepasang cowok dan cewek memandang kami dari atas balkon rumah. Pasti itu yang namanya Jefri, orang yang memegang kendali operasi di sini. Sayang sekali ia gak mau mandi, hanya menemani seorang gadis yang kelihatan malu-malu dirayu.
‘Eh… kok aku merasa gak enak, seakan-akan ada seseorang yang mengintaiku dari jauh! Tapi siapa yah? Mana aku mulai merasa terangsang lagi…’
‘Apa Myzone-nya juga sudah ditaruh perangsang? Wah… gawat. Aku harus gimana?’ Aku baru ingat mereka kini memasukan obat perangsang lewat suntikan, sehingga botol yang masih tersegel pun bisa kena.
Berbagai pikiran muncul di benakku… aku mulai merasa bersalah kepada Cherry. Jelas ia melarangku datang, tapi aku yang tidak menghiraukannya. Tuh kan… Aku makin tak mampu menahan gairahku yang tiba-tiba memuncak. Aku menatap ke bawah, dan melihat tonjolan yang mengeras di cd-ku.
“Kris, bentar yah… kami ke toilet dulu” Elena dan Susi segera naik dan menuju ke dapur. Aku mencari tempat di pojokan, malu juga kelihatan kalo tititku udah nganceng.
Aku melihat dari kejauhan sikap Maya yang genit kepada dua cowok itu. Aku sempat melihat Boy dan Deni menggrepe-grepe onderdil tubuhnya, tapi ia hanya tertawa… dasar perek.
Tak lama kemudian kedengaran bunyi air keciprat. Yah, benar. Pasti Boy dan Deni lagi dikocok kontolnya. Wah, udah mulai yah…
Aku membuang muka.
‘Maaf yah Cherry. Aku janji hanya kali ini…’
-----
POV Author
“Kerja yang bagus Elena, aku gak nyangka semudah itu kamu bisa membujuk Cherry ke sini.” Susi memuji gadis itu di dapur ketika mereka menimpang gelas-gelas bekas jus.
“Benarkan kataku, kalo aja Cherry bisa dibuat berantem dengan pacar, pasti mudah… hihihi… bego sekali ia termakan kata-kataku dengan Maya waktu pulang dari pesta kemarin” Elena menambahkan.
“Emangnya kamu bilang apa sama Cherry?” Kata Susi.
“Aku bilang aja kalo Kris suka nakal, cari-cari kesempatan meramas bokong dan toketku. Terus Maya bilang kasih aja, kontolnya besar lho... Aku lihat Cherry stress, hahaha…” Elena makin semangat menjelaskan.
“Akhirnya kita bisa mendapatkan si putri kampus… tapi aku masih merasa lucu lihat si Doni nyamar jadi Kris, kayak kita gak tahu aja siapa dia… hahaha…” Susi juga ikutan tertawa.
“Apa dia gak sadar yah lagi mandi bareng dengan Boy dan Deni, dua orang preman yang memukulnya sampai pingsan kemarin?”
“Iya yah, kok bisanya ia bego begitu! Kayaknya Doni meremehkan kita, ia belum tahu siapa kita.”
“Bukan cuma Doni, Cherry juga. Bego sekali ia mau aja ku ajak pindah di tempat kos ku.” Elena hanya bisa nyengir.
“Sudah, jangan lama-lama. Nanti Doni tanya-tanya…” Susi menyuruh temannya cepat-cepat membereskan semua.
“Jadi rencana sekarang gimana?”
“Kita jebak Doni ngentot dilihat Cherry… nanti Jefry yang akan merayunya. Sama dengan Doni, dia juga nanti dicercoki obat perangsang. Dan kamu tahu sendiri kan kamar-kamar disini semuanya udah pake kamera resolusi tinggi, malah bisa rekam suara”
“Maksudnya, setelah Cherry kita dapatkan, terus Doni mau dipukul lagi kayak kemarin?” Elena masih penasaran.
“Nanti lihat aja, aku suka kalo cowok itu kita kebiri aja… atau aku dengar ada obat suntik kimia yang membuat kontol gak bisa berdiri lagi secara permanen. Tapi harus tanya Om Rad dulu…”
“Hahaha…”
-----
POV Doni
Aku gak tahu bagaimana mulanya, tiba-tiba aku sudah ciuman dengan Maya di pinggir kolam. Dan entah gimana aku merasakan kalo celana renang yang aku pakai sudah melorot ke bawah sehingga kontolku yang sudah tegang langsung terekspos bebas. Tak lama kemudian jari lembut Maya sudah mengocok kontol pelan-pelan.
Maya sendiri sudah telanjang, bikininya sudah dari tadi jatuh, dan dua jariku sudah tercolok di bagian vital miliknya. Setelah tanganku bergerak dengan cepat, Maya mendesah.
Desahan Maya makin kuat, dan dibarengi dengan desahan Susi dan Elena. Ternyata mereka berdua pun udah mulai digeranyangi oleh Deni dan Boy. Mataku jadi silau melihat kulit putih ketiga gadis cantik itu sudah telanjang bulat.
Boy dan Deni mengangkat tubuh Susi dan Elena dan menaruhnya disamping tubuh Maya. Wah, ini benar-benar orgy… aku jadi deg-degan, selama ngentot belum pernah aku orgy seperti ini.
“Eh, tunggu… jangan mulai dulu.” Susi meronta halus. “Gimana kalo kita buat game?”
“Game apa?” Tanya Boy penasaran.
“Gini, kita cewek-cewek akan servis kalian sebaik-baiknya, tapi cowok yang orgasme duluan, kalah…! Gimana, berani?” Susi menantang cowok-cowok.
“Hadiahnya apa?” Tanya Boy.
“Siapa menang, threesome dengan kami bertiga. Terus bisa minta apa aja… gimana berani? Kalo Kris menang, akan ku kutunjukkan dimana Dinah. Aku tahu kamu naksir cewek itu kan?” Susi menatapku. Wah, kalo menang rencanaku bisa berjalan dengan mulus.
“Oke…” Kami bertiga setuju.
“Eh, tunggu dulu, tapi ada catch-nya. Siapa yang keluar duluan alias kalah, maka ceweknya kita pake rame-rame, gimana berani?”
“Hahaha… baguslah, udah lama aku mau mencicipi pacarmu, Si Keia!” Kata Deni meledek Boy.
“Memangnya aku takut, tapi kalo aku menang aku yang dapat Nia, berani?” Kata Boy balas menantang.
“Eh, Kris, pacarmu cantik kan?” Deni mendesakku, kalo jelek aku gak mau. Aku hanya bisa menangguk karena tertantang.
“Jadi gimana cowok-cowok, deal?” Susi menantang kami.
“Deal…” Dengan terpaksa aku mengiyakan syaratnya. Untung ia tidak mengenaliku sebagai Doni, mana aku rela membiarkan Cherry di pake mereka. Kontol Boy dan Deni terlihat cukup menonjol di balik celana. Ihhh…
“Supaya adil, cewek-cewek agan digilir, setiap 20 menit. Dan setiap pergantian harus dikasih orgasme, minimal sekali. Gimana, boleh?”
“Eh gimana?” Deni bertanya lagi, tadi gak sempat nyimak.
Susi menerangkan kalo cewek-ceweknya harus dikasih orgasme tiap giliran. Kalo tidak berarti cowoknya kalah…
“Oke deal!”
Susi dan Elena dengan cepat menelanjangi pasangan mereka, dan aku yang melihatnya jadi kaget. Astaga, kontol Boy dan Deni ternyata sangat besar… lebih besar sedikit dari milikku dengan panjang yang kira-kira sama. Aku jadi heran… Wah, aku harus kerja keras ini…
-----
“Ahhh….” Aku mendesah ketika Maya memutar pinggul kayak ulekan. Ia menunjukkan kebolehannya membuat cowok keenakan. Terlihat ia bernafsu sekali membuatku orgasme, wah aku harus memberikan perlawanan, kalo gini terus bahaya. Mana gairahku lagi tinggi-tingginya…
Kali ini kami sudah pindah di dekat rumah, masih di luar tapi ada atap yang melindungi dari sengatan matahari. Kami ketiga cowok lagi berbaring terlentang di atas bangku panjang dari rotan yang beralaskn busa tipis.
Maya masih terus mengulek kontolku, eh lebih mirip menggerinda. Pinggulnya meliuk indah waktu mengerjaiku dengan sekuat tenaga. Memeknya turut menjepit, untunglah tidak peret lagi kayak Cherry.
Aku mulai menyerang balik dengan memainkan toketnya. Tapi Maya cuek aja... gempurannya tidak berkurang.
Apa yang harus ku buat? Dikit lagi aku sudah menyerah, padahal Boy dan Edo belum ada tanda-tanda mau nyampe. Kedua cowok itu dengan ahli memompa sehingga membuat Elena dan Susi kewalahan.
“Ahhhhhh” Susi yang pertama nyampe. Tubuhnya kejang-kejang sementara Deni membiarkan ia istirahat sejenak menikmati orgasmenya.
Elena dan Maya masih aja mengontrol pertarungan, tapi perlahan-lahan Boy mulai mampu mengimbangi. Elena mulai mendesah kuat...
Astaga, lima menit lagi kalo aku gak mampu membuat Maya orgasme, berarti aku yang kalah. Jangankan balas menyerang, aku masih memikirkan cara keluar dari kancingan dan putaran pinggul Maya.
Aku baru ingat, cewek bisa cepat keluar kalo klitorisnya ku mainin. Tapi bagaimana yah supaya Maya gak tahu?
Aku menggerakkan tanganku pelan-pelan, kemudian secara tiba-tiba langsung mendarat di bagian depan memeknya.
“Ahhhh” Maya terpekik kaget…
Belum sempat ia bereaksi, dengan cepat jari-jariku mempermainkan itilnya. Maya kaget, goyangannya kini tidak beraturan. Dan situasi itu aku gunakan untuk balas menyerang…
“Ahh ahhhhh” Maya mulai mendesah.
“Aaarrrrhhhhhgggggggg” Terdengar suara gadis lain.
Desahan Maya kemudian ditutupi oleh teriakan keras Elena ketika ia kelojotan karena orgasme. Dashyat juga tuh… Boy benar-benar mempermainkan tubuhnya sehingga ia kejang-kejang kayak gitu. Kami semua jadi terpana melihat permainan mereka. Boy tampak tersenyum bangga atas hasil karyanya.
Ketika berpaling, tanpa sengaja Maya mengangkat pinggulnya keatas. Ini kesempatanku… dengan segera aku memompa kontolku dengan tusukan yang cepat dan keras.
“Eh… aduhh… ahhhh.. ampun…” Maya mendesah kuat. Desahannya membuat aku tambah bersemangat. Aku terus menghujani memeknya walaupun staminaku terkuras. Aku gak boleh kalah… tubuh sintal Maya sampai terangkat digedor dari bawah.
“Aaaarrrrgggghhhhhhhhh”
Tubuhnya kelojotan… pinggulnya diangkat tinggi-tinggi melengkung, persis orang yang lagi kayang. Tubuhnya yang indah bergetar, membuat suatu pemandangan yang menarik.
Aku menarik nafas lega, ku lihat stop-watch menunjukkan waktu kurang dari 1 menit. Hampir saja…
Maya masih aja terkulai kecapean, nafasnya terengah-engah. Untuk hampir tiga menit lamanya Maya hanya terdiam dan memulihkan tenaga. Ia baru saja mendapatkan suatu orgasme yang dashyat. Ia masih aja diam, Maya menatapku lekat-lekat seakan tidak percaya.
“Wah, hebat juga kamu, Kris! Bisa mengalahkan si ratu ngulek” Elena memujiku, sementara Susi bertepuk tangan.
“Gimana cowok-cowok, udah siap ronde dua?” Susi bertanya. Gadis mungil itu langsung mendekati Boy yang tampaknya sudah siap. Deni baru balik dari dapur, ditangannya masih ada air minum. Ia juga sudah siap… Padahal aku masih cape.
Dengan terpaksa aku menguatkan hati. Aku harus menang, demi informasi tentang Dinah.
-----
“Ah… Kris, pelan dikit…” Aku merasa liang nikmat dari Elena masih sangat peret. Mungkin aja ia belum lama masuk komunitas mereka… mungkin aja udah cukup lama gak dipakai. Pantesan tadi Boy sampe mau lama-lama.
“Ahhhhh… “
Elena mendesah di sela-sela tusukanku. Sementara aku merasakan kontolku dipijat oleh otot memeknya. Wah kalo gini mantap deh... ngegrip banget…
Aku menggoyang pinggulku menapaki gerakan Elena, terasa banget kalo alat kelamin kami menyatu dengan indah. Elena memiliki goyangan yang cukup bagus sehingga kalau cowok yang kurang pengalaman akan mudah aja terhanyut dalam putaran nafsu. Berbeda dengan Maya yang sangat dominan dan membuat cowok gak mampu membalas, Elena main dengan santai dan romantis. Seakan-akan kita berdua adalah sepasang kekasih yang saling mengisap madu.
“Ahhh…. Uuuhhhhh” Desahan kami saling berbalas satu sama lain. Sementara itu mata kami saling memandang dengan bibir yang acap bertemu. Ini sih nikmat sekali… Aku merasa seperti sedang main dengan Cherry… hanya, tentu saja memek dan goyangan Cherry masih jauh lebih mantap.
Tampak jelas kalo Elena dan aku sedang bermain tempo, kami mengatur waktu supaya bisa menikmati persetubuhan ini dengan maksimal. Mungkin juga Elena merasa nyaman denganku, dibanding dengan dua preman bajingan itu.
“Ahhhhhhh ahhhhh” Susi berteriak… hehehe, ternyata dia kalah lagi. Boy hanya senyum-senyum ketika membuat Susi kelojotan. Agaknya lebih cepat dari ronde sebelumnya, ia sengaja mempertontokan kepada Deni kalo ia gak kalah dari cowok itu.
Sementara itu aku mendengar suara dengusan dibelakang kami… dengan refleks aku memalingkan kepala melihat pertarungan antara Deni dan Maya…
“Aaaaahhhhh jangannnnn ahhhhh aduhhhhhhh” Deni berteriak kuat, sementara itu Maya tertawa-tawa… wah tumbang juga.
‘Deni nyemprot…”
“Ih… bikin malu aja…”
“Ternyata gak tahan juga sama goyangan Maya, hahaha..” Semuanya menertawakan Deni yang keluar duluan.
Mujurlah, artinya sainganku tinggal Boy… Tapi sekarang waktunya membuat Elena puas… Aku melihat tinggal 5 menit tersisa.
Sejauh ini aku dan Elena masih terus menikmati percintaan terlarang ini. Aku baru ingat aku masih harus menghadapi Susi, jadi harus hemat tenaga. Ronde ini harus segera dituntaskan…
Aku meminta kepada Elena untuk merubah posisi, kali ini aku menusuk memeknya dari belakang. Dengan pompaan yang kuat aku mulai menaikan tempo. Elena makin mendesah seiring dengan bunyi pantatnya yang ditabrak oleh selangkanganku.
“Ahhhhh… Kris… terus…” Elena mulai gemetaran, pasti sudah sibuk menahan nikmat.
Aku menunggu waktu yang tepat, dan tusukanku kini sangat dalam… sangat terasa…
“Ahhhhhhhh aahhhhh” Tubuh Elena kini berkelojotan, dan perutnya kelihatan kejang-kejang saking nikmatnya. Bukan cuma itu, disaat orgasmenya, liang nikmat milik gadis itu berkontraksi dengan kuat, dan menjepit kontolku dalam kehangatan yang begitu indah. Diremas dengan erat, tapi lembut…. ohhh
“Aduh… eh…. Ahhhh!”
Aku harus menahan diri. Memeknya mencengkram kuat sambil menyedot kontolku dalam-dalam. Duh, hampir saja aku terhanyut dalam gelombang kenikmatan. Untung aku masih dapat mencegah… hampir aja!
Aku hanya bisa terengah-engah. Yang tadi itu luar biasa sekali… Sementara itu Elena masih berkelojotan nikmat. Ia benar-benar menikmati persetubuhan kami…
Dan tepat disaat itu, aku melihatnya…
“Cherry” Aku berbisik tapi lidahku tercekat…
Astaga… Aku melihat gadisku sementara menatap aku dari jendela. Hatiku hancur melihat air mata jatuh di pipinya.
‘Apa yang telah ku buat?’
-----
POV Cherry
“Cherry, ayo dong! Masak dari tadi kamu gak sentuh minumannya…” Jefry terus membujukku.
Aku yakin sekali kalo jus lemon yang disuguhi ini sudah dicercoki perangsang. Buktinya dari tadi Jefry menyuruhku minum, pake di desak-desak lagi. Aku harus menolaknya, tapi gimana yah?
Aku kembali mengalihkan cerita, sambil pura-pura memandang laut yang indah. ‘Eh, mana si Doni? kok sudah gak di kolam lagi’ Aku tak menyadari kalo mereka sudah pindah ke tempat lain.
Aku penasaran, bingung juga harus gimana.
“Nih, Cher…” Jefry mengambil gelas dan menaruhnya di tanganku. Mau gak mau aku harus memegang minuman tersebut.
Jefry makin merapatkan tubuhnya. Dari tadi aku terus menghindar, mungkin ia gak mau tahan lagi.
‘Ih… kok bisanya Elena meninggalkan aku sendiri sama cowok mesum ini’ Aku mulai menyadari kesalahanku datang ke tempat ini. Mana aku gak bilang-bilang lagi ke Doni.
Jefry mengulurkan tangannya, aku memanfaatkannya…
“Eh… aduh”
“Brangggg”
Gelas berisi jus itupun jatuh terkena tangan Jefry. Eh, sebenarnya disengaja sih… hehehe. Semuanya tumpah kelantai. Tampak sedotan dan es batu yang bertaburan…
“Maaf aku gak sengaja!” Aku hanya tersenyum. Jefry hanya diam, pasti kecewa.
“Ahhhh…” Aku menyadari kesalahanku. Baju bagian perutku basah kuyup. Mana dingin lagi…
“Gak apa-apa, nanti ku ganti baru” Jefry menenangkanku.
“Gak usah Jef, aku gak haus kok. Nanti kalo haus aku ambil sendiri di dispenser” Aku langsung menampalinya. Jelas sekali kalo ia kecewa, sementara aku hanya senyum-senyum.
Jefry diam saja, tapi tubuhnya makin mendekat. Aku merasa gak nyaman…
“Eh, Jef… aku ganti baju dulu di kamar yah!” Aku menuju ke kamar yang disediakan untuk aku dan Elena di lantai 2. Dengan cepat aku mengunci pintu dari dalam. Aku mengambil pakaian ganti dan cepat ganti baju…
Masih di kamar… rasanya gak mau keluar. Semoga hari ini cepat berlalu…
Aku mulai mencari-cari ide apa yang harus kulakukan. ‘Apa aku minta jemput aja sama Rivo bilang ada emergency keluarga? Ato pergi keluar dan melabrak Doni, supaya kita cepat pulang? Ato aku pura-pura aja kalo lagi haid… Baiknya mana, yah?’
Aku membuka jendela, kamar ini agak pengap.
“Ahhhh ahhhh…”
Eh suara apa itu? Kok kayak orang lagi mendesah… eh, itu suara orang lagi ngentot. Tadi gak kedengaran, tapi setelah buka jendela baru bisa kedengaran jelas.
‘Apa itu Doni? Kok aku jadi harap-harap cemas gini?’
Dengan perlahan aku keluar dari kamar, mengunci pintu dan terus turun ke lantai satu. Aku bisa mendengar asalnya dari luar, dan aku segera mendekat. Dan ketika aku membuka jendela, aku langsung tercekat.
“Astaga… kok siang-siang lagi orgy?” Aku berbisik pelan. Langsung aja ku cari kalo Doni ada disitu…
“Astaga…” Aku kembali berbisik.. kali ini dengan raut wajah kecewa.
Bagaimana tidak, aku menyaksikan sendiri bagaimana Doni menggenyot Elena dari belakang. Keduanya terlihat sangat keasikan, begitu mesra. Aku terus menatapnya seakan tidak percaya… tapi aku menyaksikan langsung orgasme Elena yang begitu dahsyat…
‘OMG… Doni…’ Aku masih bingung mau bilang apa. Hatiku perih… sangat sakit… dan tak terasa dua butir air mata meleleh di pipiku.
“Cherry!” Aku mendengar Doni memanggilku.
Aku masih sempat melihat tatapannya berubah… pasti ia kaget. Ini namanya ketangkap basah… awas kamu Doni. Kamu kira hanya kamu yang boleh selingkuh?
Doni masih menatapku selama sekian puluh detik. Wajahnya tegang, matanya melotot, tapi tubuhnya diam seakan terpaku. Ia masih aja gak sadar ketika Susi datang mendekat dan mulai mengocok kontolnya.
“Cherry!” Doni memanggilku lagi, tapi aku sudah tidak perduli. Terdengar langkah cowok mendekat, itu Jefry kembali membuat aku jus.
“Jefry… makasih…!” Tak hitung tiga aku mengambil jus itu lalu meminumnya sampai habis. Emangnya hanya kamu yang boleh bersenang-senang…
Jeffry menarikku dan membawa aku kembali ke rumah. Tubuhnya ditempelkan padaku, tangannya mendekapku. Kali ini aku membiarkannya…
“Jefry, jangan aku gak mau”
Cowok itu mulai meraba-raba, langsung aja aku berdiri. Aku merasa gak nyaman…
“Ayolah Cherry… gak apa-apa kok. Kamu enjoy aja yah…” Ia kembali memelukku… Aku kembali mengingat bahwa Doni lagi ngentot dengan Elena… dan sambil menggigit bibir aku membiarkan tangannya membelai-belai perutku, kini mulai merayap naik mencari jalan ke bongkahan daging di dadaku..
“Eh…. Jangan!”
“Sssssstttt, kamu diam aja. Diam dan nikmati, ok?” Jefry terus merayu. Aku mulai merasakan dorongan nafsu, gairahku mulai bangkit. Ini pasti pengaruh perangsang tadi…
“Ehhhhh…” aku protes ketika tangannya sudah menyentuh pinggiran bawah toket. Tapi Jefry gak sabar lagi… tangannya terus naik… ‘ini gak bisa lagi dibiarkan!’
“Jefry, aku menghardiknya dan langsung berdiri. Jefry mencoba menarikku lagi, tapi aku mengelakkan tanganku dan berlari keluar…
“Ahhhh ahhhh ahhhhhh” Aku terkejut melihat permainan Doni dan Susi.
Doni kelihatan main kasar… tanpa lelah ia menghujamkan kontolnya kuat-kuat… Susi sampai terlonjak-lonjak. Gadis itu hanya bisa mengerang kuat, ketika kontol yang besar dan keras itu terus menghajarnya….
“Ahhhhhhh…ahaaaahhhh… udah… aku ngaku kalahhhh ampunnnn!” Susi mengerang… menjerit menjemput orgasmenya. Tapi Doni masih aja memompa. Ia kelihatan seperti kesetanan terus menggedor memek Susi, padahal gadis itu gak mampu melawan lagi.
Doni masih terus menusuk… tubuh Susi yang mungil dikancingnya sampai tidak bergerak, dan kontolnya terus masuk keluar dengan cepat… seakan merobek bibir liang itu… kembali tubuh Susi terlunjak-lunjak.
“Doni… udah… ampun…. Ahhhhhh” Susi benar-benar kewalahan. Ia mencoba meredam gerakan pinggul Doni dengan tangan tapi tanpa hasil. Kepalanya sudah menggeleng-geleng tak karuan….
“Aaaahhhhhhhhhhhhhhh…. Tuh kan….!” Kali ini kontol Doni cepat-cepat ditarik keluar, dan memek Susi pun menyemprotkan cairan bening… Susi squirt… ia nyampe lagi…
“Aaahhhhhhhh….” Pada saat itu aku melihat Maya melengkungkan tubuhnya dalam orgasme. Posisinya lagi berbaring terlentang, dan dipompa Boy dengan cepat… tubuhnya kelojotan lagi… Boy kelihatan tersenyum.
Pada saat itu, Boy tidak menyadari kalau kaki Maya sementara mengait ke pantatnya, seakan memeluk. Maya tidak mau melepaskan diri… ia malah tambah menjepit tubuh Boy sehingga kontolnya tetap tertanam di bawah…
“Ehhhhh… aduhhhh Aaaaahhhhhhhh!” Akhirnya Boy keluar juga… Maya merasakan semprotan pejuh kedalam rahimnya…
“Ahhhh hahahahaha….” Maya merancu sambil tertawa. Ia menang… walaupun ia sudah keluar, tapi ia juga mampu membuat Boy keluar…
“Boy kalah, ia udah nyemprot…” Maya tertawa walaupun nafasnya masih terengah-engah. Boy sendiri masih menarik nafas panjang, cukup bergetar dengan orgasmenya tadi.
Mataku jadi panas dengan permainan orgy didepan mataku sendiri. Mana gairahku sudah naik… tadi sentuhan Jefry walaupun pelan telah membuat tubuhku uring-uringan… aku butuh penyaluran…
“Cher…” Jefry memanggilku dari belakang.
Aku langsung balik belakang, dan mencium bibir Jefry tepat didepan mereka. Jefry sampak kelagapan menerima ciumanku yang bercampur gairah… tangannya nakal menjelajah… tapi kali ini aku biarkan aja.
“Ahhh Jef…” Aku merasa lututku mulai lemas... Jefry terus mengrepeku didepan Doni. Apa ia tahu kalo Cherry harus dibuat cemburu…. Aku gak bisa lagi berdiri, untunglah sebelum jatuh Jefry sempat membawaku duduk disalah satu bangku rotan.
“Aaahhhhhh” Aku merancau… tangan Jefry kini masuk ke balik bajuku… mulai meraba-raba asetku. Sementara mataku hanya terus memandang ke arah Doni… Yah, Doni sementara disempong oleh Elena… Maya juga sudah mendekat dan mengesek-gesekkan dadanya di punggung Doni seakan memijat. Doni masih bernafsu, kontolnya masih sangat tegang keluar masuk mulut Elena….
Aku makin bernafsu melihat Doni disempong… Jefry juga makin bebas meraba-raba tubuhku… kini tangan kirinya sudah berada dibalik hot pants ku… geli sekali ketika jarinya yang besar membelai-belai bagian yang paling rahasia walau dari luar CD. Aku mencoba bertahan sekuatnya…
“Aaahhhhhhhhh”
Pada saat itu aku melihat Doni dikeroyok tiga cewek. Elena naik keatas tubuhnya, sedangkan memek Susi ditarus tepat di bibir. Maya tidak mau kalah dan terus memegang tangan Doni dan menaruhnya di toketnya. Ihhh… hot sekali kelihatannya.
Doni tampak keenakan di ‘gang bang’ tiga cewek cantik. Dan disaat aku memperhatikan mereka, aku gak sadar kalo Jefry sudah membuka kaosku. Ia masih terpana melihat payudaraku yang kenyal dan padat, walaupun masih tertutup bra.
“Eh… aduhhhh”
Aku makin mendesah. Tangan Jefry yang satu mengocok memekku, sedangkan tangan yang satu masuk dibalik braku dan mengeluarkan isinya.
“Wah, ini baru bilang barang bagus…” Jefry memuji tokedku. Entah kenapa aku merasa bangga dan seakan-akan menyodorkan tubuhku untuk dinikmatinya. Nafsu sudah membuat aku tak mampu lagi berpikir.
Mulut Jefry dengan nafsu mencari pentil merah muda diatas payudaraku dan mulai mengisap. Rasanya geli sekali… tubuhku makin gemetaran.
“Aaaahhhhhhhh” Aku makin kepayahan ketika pentilku dipermainkan oleh lidahnya. Kini celanaku sudah ikutan melorot, meninggalkan selembar kain segitiga yang melindungi ketelanjanganku.
Doni menatapku sayu, tapi kali ini aku gak perduli lagi. Eh, mungkin juga Doni makin semangat karena terangsang melihat aku digrepe-grepe.
‘Astaga gawat ini…’
Aku terkejut ketika melihat Boy dan Deni mendekatiku. Aku langsung meronta minta bebas… untunglah Jefry mengerti dan mengangkat tubuhku pergi menjauh.
‘Astaga… hampir saja. Dua kontol itu benar-benar besar…. Ihhh ngeri!’
“Jefry, udah turunkan aku…” Aku malu sekali dibopong cowok itu ke rumah. Tapi Jefry gak mau berhenti. Aku kini memeluk lehernya supaya gak jatuh. Tangan kiri Jefry dipakai untuk membuka pintu…
“Eh, awas…” Aku terkejut ketika tubuhku dibaringkannya di atas ranjang. Jefry sangat bernafsu, langsung saja menelanjangiku. Ia tidak perduli aku masih meronta malu… ia bahkan tidak perduli pintu kamar belum tertutup.
“Jef, pelan…” Aku hanya bisa menutup mata ketika CD-ku dilepas. Yah, Jefry masih berdiri mematung sambil menatap tubuh telanjangku… ia terpesona, tapi aku malu sekali.
“Cherry, kamu seksi sekali. Tubuhmu sungguh mantap!” Jefry masih terus memuji.
Tak lama kemudian Jefry mengulurkan tangannya dan memegang kedua lututku. Ia membuka kakiku lebar-lebar. Aku hanya bisa menutup mata kuat-kuat…
“Maafkan aku, Doni!” Aku berbisik pelan.
-----
POV Titien
“Cabin crew, doors may be opened” Suara dari cockpit mengakhiri perjalanan panjang dari New York ke Los Angeles. Pesawat Delta airlines yang ku tumpangi sempat mampir dulu di Atlanta dan Mineapolis, baru menuju ke LA. Cukup melelahkan, total hampir 9 jam diudara, dua jam ke Atlanta, hampir empat jam ke Mineapolis, dan tiga jam lagi ke Los Angeles.
Capek…. Mana jalan malam lagi…
Di Atlanta aku sempat masuk ke lounge di Airport dan makan malam gratis di sana. Kartu skyteam yang aku miliki memberikan fasilitas terbaik kepadaku di bandara-bandara top dunia. Transit selama hampir 4 jam membuat aku memanfaatkan fasilitas airport dengan sebaik-baiknya. Sayang tidak sempat keluar untuk menikmati enaknya Chicken Parmagiana di kota pusat CNN tersebut.
Sayang di Mineapolis transitnya gak lama, satu jam doang. Pas tiba udah gelap dan lampu kota kelihatan sangat bagus. Kota kembar Mineapolis-St Paul tampak berkilauan di malam yang cerah, belum banyak polusi di sini. Sementara itu tampak sungai Misissipi berkelok seperti ular hitam, memisahkan kedua kota kembar itu. Mungkin mirip dengan kota Buda dan Pest, yang sekarang telah tergabung menjadi satu.
Airport Los Angeles LAX seakan menyambut kedatanganku dengan pemandangan yang familiar. Mobil-mobil sport yang mewah, limosin, jeep hummer dan Rolls Royce. Los Angeles memang tempatnya celebrity dan orang berduit. Untung aku gak kaget, setelah berkali-kali mengunjungi KJRI di Los Angeles.
Begitu tiba di pintu keluar, aku cepat-cepat keluar. Bawaanku hanya sebuah ransel, jadi gak perlu tunggu bagasi. Dengan cepat aku mencari shuttle bus Cloud9 yang akan membawaku ke San Diego.
‘Ahhhhh… sudah capek dalam perjalanan selama 9 jam di pesawat, masih harus naik bis lagi selama 2.5 jam.’ Aku mencari tempat duduk di belakang dan kembali bersiap untuk tidur. Sayang aku gak bisa tidur…
Sejak tadi malam, ada suatu pertanyaan yang mengiang-ngiang terus di pikiranku.
“Apa aku bisa hidup tanpa Ryno? Dapatkah aku melihat Ryno berdampingan dengan cewek lain? Bagaimana kalau seandainya aku gak bisa? Apa yang harus aku lakukan?”
Eh, ada satu pertanyaan lagi, “Bagaimana seandainya Ryno tidak bersalah? Selama ini aku tidak pernah membiarkan ia menceritakan apa yang terjadi. Aku yang terlalu egois mengambil kesimpulan tanpa mendengar langsung dari pihaknya…”
“Aku harus gimana?”
-----
“Excuse me, madam. We have arrived in San Diego… do you want me to call you a taxi?” Suara yang lembut dari driver membangunkanku. Aku kaget mendapati aku satu-satunya penumpang yang tertinggal.
“No, thank you. I’ll order an uber instead” Aku memilih transportasi pribadi yang jauh lebih murah. Tapi sebenarnya bukan itu sebabnya, tapi menggunakan Uber membuat aku merasa aman. Aku dapat melihat rute di peta… selain itu, semua orang tahu kalo aku naik mobil tertentu.
Akhirnya tiba juga di rumah Rivaldo. Wah, besar sekali, mungkin tiga kali lipat besarnya dari rumahku di Hoboken.
“Hi, may I help you?” Suatu suara ramah terdengar. Seorang wanita yang masih muda dengan seragam maid berdiri di depan pintu.
“I am looking for Rivaldo, he is my friend.”
“Rivaldo? He is still in Indonesia” Aku terkejut mendengar jawabannya.
Setelah bercakap-cakap, aku mendapati kalo Rivaldo pulang untuk wisuda. Ia juga gak mau lagi datang ke sini, karena orang tuanya rencana hendak menjodohkan dia. Rivaldo diprojeksi untuk menjadi pengganti ayahnya memimpin perusahan mereka.
‘Kasihan banget kamu Aldo…’
Aku juga mendapati kalo Deya belum kemari. Belum ada orang yang datang mencari Rivaldo. Sementara Darla juga sudah keluar dari rumah ini dan belum ada berita.
Aku hanya bisa tertunduk. Ternyata perjalanan ku sejauh ini belum menampakkan hasil. Dengan perlahan aku menekan tombol Uber. Tujuanku? Wilshire blvd, jalan yang menjadi main street kota Los Angeles, dan terus membentang melewati Beverly Hills dan sampai ke Ocean Dr, Santa Monica Pier.
‘Ternyata semua orang punya masalah, bukan aku aja… Aku akan menemukanmu Deya! Kamu harus pulang dan damping Ryno”
Wilshire blvd terkenal dengan shopping ataupun deretan restorannya yang beragam. Kali ini juga aku tidak bernapak tilas ke lokasi shooting film Volcano, walaupun tujuanku hanya 100 meter dari tempat itu. Aku menuju ke
KJRI Los Angeles. Konsulat dengan alamat yang paling diimpikan di seluruh Amerika. Eh, mudah-mudahan masih ada kamar kosong di guest house mereka.
-----
“Hallo, siapa ini?”
“Kak Titien… ini aku Lita…”
“Lita, di mana kamu?”
“Kakak gak perlu tahu, tapi aku baik-baik aja.”
“Tapi…”
“Tunggu Kak, dengar dulu… aku cuma mau bilang kalo Kak Ryno gak salah. Ini semua salahku. Kak Titien harus maafkan Kak Ryno yah?”
“Lita… apa maksudmu?”
“Aku belum bisa bilang Kak. Maaf yah…”
“Kakak mau kamu jelaskan, kenapa kamu lari dari rumah? Apa karena aku?”
“Bukan Kak, ini gak ada hubungan apa-apa dengan Kak Titien dan Kak Ryno. Aku ada perhitungan dengan teman lama. Ada sesuatu yang penting yang harus aku selesaikan… Nanti sesudah itu aku pulang. Tolong yah, Kak… jangan marah-marah sama Kak Ryno.
“Brukkk” Bunyi telpon ditutup.
Aku melirik kembali nomor yang keluar di handphone ku. Deya menelpon dari telpon umum. Ini nomor lokal Los Angeles. I am in the right place.
‘Lita mau buat perhitungan? Ada apa sebenarnya?’
‘Astaga, Aku gak tahu apa-apa soal anak itu… Aku harus tanya Doni dan Cherry, pasti mereka tahu.’
-----
POV Brenda
“Shaun, please meet Kolonel Oliver”
“Oh, nice to meet you, Sir!” Shaun menjabat tangannya.
“Nice to meet you, too! Is he your candidate Brenda?”
“Yes, Colonel!”
“Well, I hope he pass the interview…” Kolonel berlalu dengan senyum di bibirnya.
Tak lama kemudian Shaun di interview oleh seorang analist wanita. Aku menyaksikan dari kaca, dan jelas kedengaran kalo Shaun mampu menjawab dengan respek dan santun.
‘Wah, ini kemajuan besar!’
Awalnya aku sampat meragukan, karena Shaun kurang bisa acting…. Juga gak bisa mengerti wanita. Aku tahu sekali bagaimana cara ngomong Shaun bila berhadapan dengan yang namanya perempuan. Selalu aja bersifat merendahkan … Tapi Shaun yang sekarang sudah benar-benar berbeda. Kali ini sangat gentlemen. Shaun langsung diterima.
“Brenda, aku masih penasaran, dari sekian banyak yang diinterview, kenapa aku yang diterima? Apa karena kemampuanku di ranjang?” Shaun kembali memamerkan diri. Dasar, ingin dipuji…
“Bukan karena itu, Shaun.” Aku menjawabnya.
“Terus apa?”
“Karena kamu tahu punya keunggulan yang jarang orang punya.” Aku tersenyum.
Apa itu?”
“Kamu mengerti bahasa Indonesia.”
“Huh?” Shaun kaget mendengar jawabanku.
“Iya, mereka menggekspoitasi cewek-cewek Indonesia sebagai bintang film porno. Kamu cari tahu apa yang mereka omongin, kamu berpura-pura gak tahu bahasa Indo ato pernah ke Indo, tapi bilang ke aku semua.”
“Maam, yes maam!” Shaun menirukan salut militer. Aku hanya tertawa melihatnya.
Aku kembali menjelaskan rencana Shaun akan menyusup bersama seorang agen intel lainnya, seorang gadis masih muda lagi. Nanti ia yang akan membimbing Shaun.
“Eh, siapa dia? Cantik gak? Harusnya ku coba dulu supaya akrab?” Dasar Dickhead, gak bisa dengar soal wanita.
“Tuh dia…” Brenda menunjuk ke seseorang yang baru datang.
Ketika melihatnya, aku jadi terkejut… itu Megan. Dan gadis itu hanya tertawa melihat Shaun terkejut…
-----