Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Episode 3 – Kilasan masa lalu



POV Cherry


“Eh, awas…” Aku terkejut ketika tubuhku dibaringkannya di atas ranjang. Jefry sangat bernafsu, langsung saja menelanjangiku. Ia tidak perduli aku masih meronta malu… ia bahkan tidak perduli pintu kamar belum tertutup.


“Jef, pelan…” Aku hanya bisa menutup mata ketika CD-ku dilepas. Yah, Jefry masih berdiri mematung sambil menatap tubuh telanjangku… ia terpesona, tapi aku malu sekali.


“Cherry, kamu seksi sekali. Tubuhmu sungguh mantap!” Jefry masih terus memuji.


Tak lama kemudian Jefry mengulurkan tangannya dan memegang kedua lututku. Ia membuka kakiku lebar-lebar. Aku hanya bisa menutup mata kuat-kuat…


“Maafkan aku, Doni!” Aku berbisik pelan.


-----


‘Eh… kok belum di apa-apain juga…’ Aku masih menutup mataku, pasrah karena nafsu. Tadi malah sempat terdengar pintu terbuka dan ada orang masuk. Pasti salah satu dari kedua cowok di kolam tadi.


‘Apa sekarang aku akan didobelin? Penasaran euy’


Aku mendengar bunyi kasak-kusuk dibawah sana, gak tahu apa yang terjadi. Aku gak perduli lagi… yang pasti aku harus dikontolin sekarang ini juga. Gairahku sudah menuntut, gak bisa tidak. Aku hanya bisa menutup mataku erat-erat sambil membuka selangkanganku lebar-lebar, dan menanti… ayo dong Jefry!


“Cherry, kamu baik-baik aja kan?” Suara yang sangat familiar.


Aku membuka mataku pelan-pelan, tampak sosok laki-laki yang gagah berdiri disamping tempat tidur. Eh tunggu, itukan….


“Rivaldo?”


“Iya, ini aku datang menyelamatkanmu… apa aku terlambat yah? Ato malah terlalu cepat” Suara Aldo seakan meledekku.


“Eh… jadi… aku gak jadi diperkosa?” Aku masih terhipnotis dengan posisi mengangkang.


“Kamu udah mau banget yah?” Aldo masih aja meledekku, udah lihat posisiku lagi terkangkang gini. Gak ngerti banget… terpaksa aku menutup kakiku perlahan-lahan.


‘Astaga, pasti Aldo sudah melihat sekujur tubuhku dari tadi… ihhhh, malu sekali, tapi gimana yah! Aku udah sange banget. Apa aku ajak dia aja?’


“Kok ditutup. Pemandangannya indah sekali…” Aldo mengejek lagi.


Cowok ini hebat banget, cowok lain pasti udah gak tahan ngentotin cewek yang udah pasrah model gini. ‘Apa aku kurang seksi di matanya?’


“Eh… Aldo…” Rasa sange sudah menguasaiku.


“Cepat bangun, Princess…” Aku ingat kalo dia suka memanggilku Princess.


“Tarik…”


Aku mengulurkan tanganku seakan meminta ia menarikku bangun. Tapi ketika Aldo menyambutnya, justru aku yang menariknya jatuh ke tempat tidur.


“Eehhhh” Terdengar sedikit protes dari cowok itu.


“Aduhhhh….” Ia terjatuh menimpa tubuhku… sakit juga. Gak apalah, kini wajah Aldo sudah dekat sekali.


“Apa aku gak seksi yah?” Aku berbisik di telinganya.


“Cherr???” Aldo masih bertanya ketika tanganku sudah memeluk lehernya. Jelas sekali dia terkejut melihat aku agresif begini. Tapi dia diam aja ketika ku cium… Ia membalas, dan lidahnya bermain diantara ciumanku yang panas, yang makin kuat dan menuntut.


Aldo melepaskan diri, ia kini menatapku… aku balas menatapnya dalam-dalam, ia udah tahu.


“Tapi, Doni gimana?”


“Hush… gak usah bilang-bilang ke Doni.”


Aku menuntun tangannya meremas payudaraku… sementara tangan yang satu membuka kaos cowok itu.


“Oke deh, kamu menang…” Akhirnya. Tangannya dengan ahli kini memilin, memijat dan meremas bongkahan-bongkahan nikmat di tubuhku… langsung aja aku keenakan oleh serangannya. Tak lama kemudian mulutnya turut mengisap, mengenyot dengan nafasnya memburu. Semakin aku terhisap dalam lautan kenikmatan.


-----


Skip-skip, 30 menit kemudian


“OMG Cherry… ini memek ternikmat yang pernah kurasa!” Aldo memuji-muji ketika kontolnya lagi tercolok di memekku, sangat dalam… sangat terasa. Cowok itu lagi menutup mata keenakan. Aku terus mengerahkan tenaga membuat kontol itu merasa dicengkram dan dipijat. Aldo sampai bergidik menikmatinya, tusukannya melemah. Ia hampir keluar, kontolnya udah berdenyut. Rasanya seperti di surga, indah sekali.


“Ehhhh… aduh…” Aldo menikmati… tapi ia terus bertahan gak mau keluar.


“Kamu kuat sekali!” Aku protes, karena aku sudah kewalahan menghadapinya.


Aku berusaha sekuatnya untuk membuat ia orgasme… tapi kayaknya aku kalah lagi… Aldo mulai menyerang balik dan memompa dengan cepat. Kali ini bersama lidahnya menjilat leherku… ihhhh geli.


“Ahhhhh… ahhhh” Aku mendesah lagi. Tusukannya mantap, kontolnya keras sekali. Kayak kayu aja…


“Aaahhhhhhgggggggg” Aku berteriak keras dihantam oleh badai nikmat.


Orgasme kali ini sangat dahsyat, nikmat sampai ke sendi-sendi… tubuhku terangkat tinggi melengkung mencoba menghindari tusukannya. Pingul dan perutku sampai kejang-kejang dalam gerakan yang tak beraturan.


Ini orgasmeku yang keempat, sebelumnya jari, mulut dan kontol Aldo sudah membuatku keluar. Ia sangat perkasa. Kontolnya yang besar dan keras terus mengaduk dasar liangku… menabrak mulut rahim sampai mentok di pusat kenikmatan.


‘Pantesan Deya sampe tergila-gila sama cowok itu.’


Tak terasa sudah 35 menit lamanya kita ngentot. Aldo terus memburu, sedangkan aku tidak kuat lagi. Dari tadi tubuhku dibolak-balik kayak pisang goreng. Kali ini aku gak mampu lagi. Aku hanya bisa terbaring pasrah terlentang dan membuka kakiku lebar-lebar. Posisi awal ketika Aldo melihatku tadi.


“Aldo… cepetan, aku gak kuat lagi”


“Iya, keluar dimana?” Kontolnya kembali berdenyut.


“Di luar Aldo”


Aku baru ingat kalo aku lagi subur. Untung Aldo tanya tadi… Aku merasakan kalo tusukannya sangat dalam dan cepat. Aku gak bisa menahan diri lagi, memekku kembali berkontraksi… di saat yang sama Denyutannya makin terasa…


“Aaaaahhhhhhhhhhhh” Aku dapat lagi, ini kali kelima. Kembali tubuhku kelojotan karena nikmat. Aldo dengan cepat menarik kontolnya keluar.


Untunglah Aldo menyemprot di luar. Kontolnya menyirami perut dan dadaku dengan cairan putih kental. Hangat…


Kami berpelukan dengan nafas tersengal-sengal menikmati sisa-sisa orgasme. Ada sedikit rasa bersalah dalam hati, bercampur rasa malu.


‘Bagaimana kalo Doni tahu?’ Itu salah satu ketakutanku.


Tapi ada lagi ketakutan yang lebih besar, ‘Apa Aldo akan meledekku didepan Doni?’


Aku makin tertunduk malu. Cherry… ini salahmu. Siapa suruh bermain api. Setelah lima menit kita berdiam diri, Aldo akhirnya memecah kebuntuan


“Cherr, maafkan aku yang gak bisa kontrol yah?” Aldo mencium pipiku.


“Iya… ini juga salahku kok. Anggaplah kamu lagi beruntung!” Aku masih membuang muka.


“Iya aku sangat beruntung bisa ngentot dengan putri kampus, tapi kamu juga nikmat kan?” Aldo meledek lagi. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya. Entah kenapa aku merasa malu menatap wajahnya.


“Kamu jangan bilang-bilang orang yah!”


-----


“Ini kunci apa? Cepat bilang?” Aldo terus menginterogasi Jefry. Tadi ia tanya-tanya soal rencana Dinah. Sekarang ia mencari tahu soal kunci yang tersimpan di celana Jefry.


Wajah Jefry yang sudah berdarah menunjuk ke arah lemari. Dengan segera aku melihat-lihat, tapi gak ada yang special dengan lemari itu. Aldo memukul lagi, kali ini Jefry menyuruhku mencari di belakang lemari.


“Aldo, ada pintu disini!” Aku menunjukkan sebuah pintu yang ditutupi lemari. Aldo datang dan membuka pintu. Terdengar ada suara perempuan…


“Tolong… keluarkan aku!”


“Melania?”


“Astaga Nia?” Aku kaget sekali. Gadis itu disekap disebuah kamar. Mungkin aja sudah beberapa hari disini. Wajahnya agak pucat karena kurang makan atau minum. Atau mungkin sudah lama terkurung. Ia langsung memelukku dan Aldo…


“Kak Cherry… Rivo…. Uuuuuhhhhh”


“Ayo kita pergi dari sini…” Aldo menyuruh kami bergegas.


Aldo menyeret dan mengurung Jefry di kamar tersebut. Kami bergegas segera keluar. Sayang sekali kami terlambat, aku langsung takut ketika terdengar suara di pintu kamar.


“Tok… tok… tok…”


“Jefry buka pintu…”


Aku mengintip keluar jendela… wah, Doni masih aja ngentot dengan ketiga gadis itu. Sementara itu kedua cowok itu sudah gak lagi di tempat semula. ‘Di mana mereka?’


Suara ketukan pintu masih terus terdengar. Kali ini bukan ngetuk lagi, tapi lebih mirip menggedor.


“Jefry, ayo dong… ceweknya jangan di pake sendiri!”


“Kami juga mau cicip Cherry… jangan pelit dong!”


“Ayolah Jefry, Cherry butuh kontol beneran!”


Suara Boy dan Deni terdengar jelas. Pasti udah penasaran dengan tubuhku yang mereka sempat intip tadi.


Aku bersembunyi di belakang Aldo. Bukannya takut, justru cowok itu kelihatan sangat marah. Aldo malah membuka pintu lebar-lebar…


“Eh siapa kamu?” Boy bertanya.


Tanpa basa-basi Aldo langsung menghajar Boy dan Deni. Tak lama kemudian terjadilah perkelahian seru antara ke tiga cowok itu.


Walaupun dikeroyok, Aldo dapat mengimbangi mereka pada awalnya. Pukulannya malah mendesak mereka. Sayang sekali ia kurang memperhitungkan lawan-lawannya. Sejak keluar dari kampus, Boy dan Deni menjadi preman yang sudah bolak-balik masuk penjara. Kehidupan keras melatih tubuh mereka jadi kuat.


Tak lama kemudian Aldo mulai terdesak, kedua cowok itu tak memberinya kesempatan membalas pukulan mereka.


“Cherry… bawa Nia ke mobil…” Aldo menyuruh aku melarikan diri. Aku mengerti, aku harus melindungi Nia. Tapi kedua cowok itu masih terlalu dekat dengan pintu kamar.


“Nia, gimana ini?”


“Kita bantu Aldo…” Kata gadis itu sambil siap-siap ikut bertarung.


“Huh?”


——-


POV Titien


Setelah tiba di KJRI Los Angeles, aku segera mengecek guesthouse. Sayang sekali tak ada kamar yang available, Karena lagi direnovasi. Aku bingung mau tinggal di mana.


Memang sih aku bisa aja tinggal di hotel, kemarin sempat tarik uang $3000 di bandara. Aku menghindari hotel karena gak mau ditemukan oleh Ryno. Aku malah menarik uang di bandara Atlanta supaya ia hilang jejak. Lalu sekarang kemana?


Untunglah aku ketemu seorang yang membantuku. Seorang gadis manis bernama Deasy… yah, benar. Deasy yang mandi sama-sama di kolam di guesthouse KBRI di Washington, DC.


Deasy mengajak aku tinggal di kosan miliknya. Kebetulan Deasy akan bertugas di Ottawa selama 2 minggu. Ia berangkat sebentar sore. Jadi aku bisa bebas pake kamarnya. Tentu saja aku setuju, dengan syarat aku bayar kos.


“Gak perlu sih Tien… aku senang kok bisa membantu!”


“Kalo kamu gak terima aku gak mau…” Aku berkeras membayarnya. Deasy senang dapat tambahan income. Aku tahu ia lagi butuh, buktinya lagi kerja overtime.


Di kamar Deasy ada computer yang bisa di pakai. Aku mengecek no telp umum yg dipakai Deya waktu menelponku. Benar sekali, dia ada di Los Angeles. Telpon umumnya justru aku tahu sekali, dekat dengan gedung baru yang megah dan aneh.


Benar sekali, Deya menelpon dari telpon umum dekat gedung kebanggaan Los Angeles, Walt Disney Concert Hall. Sebuah mahakarya arsitektur dari Gehry yang keren dan unik. Romeo dan aku selalu terpukau oleh gedung ini, aku karena arsitiknya sedangkan Romeo karena acoustic-nya.


Gedung ini juga berulang kali dipakai Ryno untuk konsernya. Eh, kok ngomong soal gedung lagi…. Dasar tour guide.


Aku sempat melirik jam, hampir jam 12 malam… Setelah itu aku tidak sadar lagi. Tertidur pulas.


—-


“Astaga… di mana ini?”


Aku bangun kesiangan. Butuh hampir lima menit baru aku menyadari ada di mana. Cukup banyak yang terjadi dalam 48 jam terakhir.


Oh yah… aku ingat lagi. Aku harus mencari Deya. Ke mana yah gadis itu?


“Deya… kamu tidur di mana?” Barusan beberapa jam yang lalu ia berada di kota ini. Mungkin saja urusannya ada di dekat situ.


Deya bilang dia lagi buat perhitungan dengan seseorang. ‘Berarti bukan Rivo, kalo gitu siapa yah? Apa Deya punya musuh?’


Aku harus telpon Doni untuk tanya baik-baik. Kayaknya mereka pernah cerita kalo Deya punya musuh besar di Manado. Aku baru sadar banyak yang aku tidak tahu tentang anak itu.


“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan” Aku gak bisa telpon Doni. Telpon siapa aja yah?


“Kring… kring… kring…” Akhirnya tersambung juga.


“Halooo”


“Haloo, ada apa Kak Titien…?” suara gadis itu agak cekat, tidak se-ceria seperti biasanya.


“Cherry… aku butuh bicara denganmu. Ini soal Deya… kamu tahu kalo Deya punya musuh?”


-----


POV Cherry


“Hahhhhhhh” Aku menarik nafas panjang. Tak disangka hari ini begitu banyak yang terjadi. Dan puncaknya ketika aku melihat bagaimana dengan tendangan-tendangannya Nia mengalahkan Boy dan Deni dengan mudah.


Aldo aja sampai kaget, siapa yang nyangka kalo gadis semanis dan seimut ini ternyata jago tae kwon do.


Dan hebatnya lagi, menurut Nia ia masih kalah jauh sama Deyara. “OMG!!!”


“Makanya kamu gak boleh selingkuh di belakang Yara… kalo berani macam-macam, kamu akan rasa apa itu tendangan ‘balachagi” Nia meledek Aldo.


Entah kenapa setelah ejekan Melania, untuk sementara keadaan jadi hening. Kami berdiam diri, aku menatap Aldo takut-takut. Untung ajaa Nia gak tahu…


“Eh tunggu… ada telpon dari Kak Titien!”


“Angkat aja… nanti aku sembunyi mobil dulu!”


Aku menyambungkan percakapan telpon sementara Rivo mengarahkan mobil ke suatu lorong sepi. Untung kami sudah melewati bukit, jadi signal hp sudah banyak.


Benar aja, suara Kak Titien terdengar lirih, mungkin aja baru bangun. Aku menyuruh semuanya diam agar aku bisa mendengarkan baik-baik.


“Cherry… aku butuh bicara denganmu. Ini soal Deya… kamu tahu kalo Deya punya musuh?” Terdengar suara Kak Titien seperti menguatirkan sesuatu.


“Emangnya kenapa, Kak? Deyara sudah ditemukan?”


“Justru itu, ia telpon bilang kalo dia lagi buat perhitungan dengan seseorang. Dia telpon dari telpon umum di Los Angeles. Apa dia ada musuh di Manado?”


“Kak, ceritanya panjang. Kak Titien dengar dulu…”


Dengan singkat aku menceritakan apa yang terjadi antara Deya dan Dinah, dan bagaimana Deya mengirim geng mereka ke penjara. Aku juga menceritakan soal rencana Dinah yang lagi merekrut gadis-gadis di night club Red Dragon, Los Angeles. Katanya mau jadi model, tapi akhirnya disuruh kerja di night club.


Sepanjang cerita Kak Titien hanya diam tanpa menyela. Tapi aku tahu ia pasti terkejut dengan apa yang terjadi. Mungkin saja anak tomboy itu punya rencana. Yang pasti keadaannya cukup gawat, dan Deya bisa aja gak ngerti kalo Dinah punya bekengan orang-orang berduit. Mungkin sekali Deya gak sadar kalo komplotan mereka ada banyak.


“Jadi gitu Kak!” Aku mengakhiri ceritaku.


“Oh gitu yah… Awalnya aku pikir Deya pergi ke California untuk mencari pacarnya. Tapi waktu ikut, gak ada orangnya. Belum pulang katanya…” Kak Titien menjelaskan, ia masih nampak tenang


“Tuh orangnya ada disini…” Aku melirih ke Aldo.


“Apa?”


“Ini Kak yang namanya Rivaldo!” Aku menyerahkan hape ke Rivaldo, ia kelihatan gugup diajak ngomong oleh Kak Titien.


“Kak… jadi Deya lari dari rumah, yah?” Suara Aldo terbata-bata waktu ngomong dengan Kak Titien.


“Rasain kau!” Aku berbisik.


Tak lama kemudian keduanya serius bicara. Aldo sempat memberikan no telponnya. Sayang aku gak bisa dengar suara Kak Titien, tapi arah percakapan mereka dengan mudah bisa ditebak.


“Jadi gini Kak, seharusnya saya dari minggu lalu sudah berangkat ke Los Angeles. Tapi dapat telpon dari Doni. Ia minta ditemani waktu menyusup di villa milik Susan, markasnya Dinah…” Aldo menjelaskan panjang lebar. Pantesan anak itu muncul, pasti karena diajak Doni.


“Iya, Doni ingin aku mengintai dan ketika perlu datang menyelamatkan dia yang lagi menyamar jadi Kris…” Aldo terus bicara. Kali ini gak gugup lagi, pasti karena Kak Titien sudah bicara kayak biasa.


“Iya Kak, untung aku ikut. Kalo gak, mungkin aja Doni sudah diperkosa… hahaha” Aldo bicara sambil menatapku setengah mengejek. Ihhh… nakal sekali. Aku malu sekali karena di dengar Nia dan Kak Titien. Terdengar suara wanita tertawa dari seberang.


“Iya Kak, aku rasa Doni masih di villa sibuk menggali dalam-dalam informasi.” Aldo tersenyum lagi, pasti ngomong yang gak-gak dengan Kak Titien.


“Iya kak, bukan hanya di gali… malah harus dipompa sampe keluar!” Aldo makin menjadi. Aku jadi jengah mendengarnya, tapi Kak Titien masih aja terus tertawa.


Tak lama kemudian aku mendengar Kak Titien menjelaskan soal di mana Deya. Keknya sudah ketemu jejaknya.


“Oh, jadi udah pasti Deya ada di Los Angeles. Padahal awalnya aku berencana mengajak Deya ke Los Angeles nonton One Direction….” Aldo masih terus bicara.


“Iya Kak, konsernya di gedung Walt Disney Concert Hall. Harusnya kami berada disitu tadi malam…”


“Aku pernah ngomong sih… Deya juga kan penggemarnya…” Aldo bicara.


“Astaga, jadi agaknya Deya kesana tadi malam… Kita pernah janjian sih … tapi udah lama sekali. Ternyata ia masih ingat. OMG… ia mencariku…” Aldo kayak ngomong sendiri.


Titien langsung tahu…


“Bahaya ini, Kak Tien” Aldo kayak ingat sesuatu.


“Deya kalo sakit hati atau marah suka nekad…!”


——


POV Janus


Hi aku Janus... sebatang kara hidup dalam dendam.


Walaupun umurku masih muda, aku sudah merasakan kegetiran hidup.


Tak punya ikatan, tak punya masa depan. Aku tidak perduli lagi apa-apa kecuali untuk membalas dendam kepada orang yang telah mengambil milikku yang paling berharga.


Aku diterima masuk kedalam kelompok ini karena koneksi dan pengalaman masa lalu. Mungkin juga mereka butuh bodyguard yang bisa bahasa Inggris. Aku langsung diterima menjadi anggota geng Dinah. Ada untungnya juga, aku yakin sekali orang yang aku tunggu akan nonggol di sini. Mereka tidak akan lama-lama bersembunyi.


Sore itu seperti hari-hari sebelumnya aku duduk di dekat pintu masuk Nightclub Red Dragon. Mungkin aja hari ini adalah hari yang ku tunggu selama berbulan-bulan.


‘Astaga… itukan?’


Mataku terpana ketika melihat seorang gadis, mirip sekali dengan seseorang di masa lalu... seorang yang pernah dekat, sangat dekat tapi begitu jauh untuk diraih. Aku jadi ingat masa kuliah dulu....


Gadis itu melangkah masuk dengan ragu, dan memandang keliling seakan mau pastikan kalo ini Red Dragon club. Baru pertama pergi ke diskotik, kali. Wajah dan rambutnya beda, tapi potongan tubuh dan gaya persis dia banget.


Titien… siapa gak kenal putri kampus hampir 5 tahun lalu menikah dengan musisi idola Amerika?


Mirip banget... tapi apa itu dia? Rambutnya juga sudah lain. Bahkan, cara berpakaiannya beda dengan orang yang aku kenal... walau sudah kawin dengan selebritis, Titien masih terus pake baju sopan, sederhana, elegan, cuma agak culun sih.


Waktu ia masuk jelas nampak wajah orang lain. Tapi aneh, ia mulai tanya-tanya ke orang-orang. Aku langsung tarik ia ke salah satu sudut. Gadis itu menatapku curiga.


“What do you want?” Ia bertanya sopan.


“I’ll answer all your questions if you dance with me” Aku mengajaknya disco.


“Okay, fair enough!” Ia tersenyum dan mulai bergerak dengan lincah mengikuti music.


“My name is Janus, how do I call you?”


“I’m Virgin…” Mungkin nama palsu.


“But you’re not really a virgin, are you?” Kami berdua hanya tertawa.


Tak lama kemudian kami mulai bergoyang diiringi music yang mendentum. Walaupun gerakannya kelihatan ditahan-tahan dan terkesan malu-malu, Virgin bergerak sangat lincah mengimbangiku. Setelah tiga lagu, aku menariknya ke sudut pas lagu slow.


Aku mulai memeluknya makin rapat, ia mengijinkan tanganku di pinggang.


“Aku mau ketemu Dinah, temanku bilang dia ada disini…” Ia berbisik.


“Mau cari Dinah, wah itu susah. Ia orang penting disini, gak sembarang mau ketemu orang baru.”


“Tapi kamu kenal dia kan?” Aku mengangguk.


“Ia kerja disini?” Aku menggeleng.


“Tapi sering datang kan?” Aku mengganguk lagi.


Gadis itu terus bercerita yang secara pelan ujung-ujungnya selalu mengorek informasi soal Dinah. Pinter sekali. Aku makin curiga…


“Gini aja, malam ini temani aku minum… nanti kalo Dinah datang aku kenalin, oke?” Kayaknya bisa dimodusin. Siapa gak mau gadis cantik dengan tubuh sempurna seperti ini.


Kami masih terus melantai sampai lagu berhenti, lalu mencari tempat di sudut. Segera aku pesan minum. Gadis itu jelas gak biasa minum, ia seperti terpaksa. Cepat sekali sudah mabuk, kata-katanya mulai gak nyambung.


‘Benar juga… Dinah gak turun malam itu. Mungkin aja ia lagi perhatikan gadis itu dari lantai atas.’ Pikirku.


Virgin mulai teller karena minum. Ia memintaku mengantarnya ke WC. Langsung aja ku antar sambil cari kesempatan untuk grepe-grepe. Hehehe….


‘Wah, toketnya kenyal… mantap sekali.’


“Virgin, kayaknya Dinah gak akan muncul malam ini. Kamu ikut ke kamarku yah, nanti aku cerita tentang Dinah. Keknya aku punya alamat dan no telponnya di hp, tapi lagi di charge”


Virgin mengangguk, kelihatan makin sempoyongan. Wah, tak kusangka ini mudah sekali. Aku menuntun gadis itu menuju ke kamarku yang berada di lantai 16 gedung ini. Begitu masuk lift, aku menciumnya…. Eh, gadis ini membalas. Ciuman kami makin panas… ia membiarkan saja aku mengrepe toketnya yang kenyal.


‘Wah… mujur banget aku malam ini. Dapat gadis cantik dengan tubuh yang seksi. Keadaannya yang setengah mabuk justru membuat ia gak pikir panjang. Malam ini harus berakhir di tempat tdur’


Begitu tiba di kamar, aku langsung mendudukkannya di tempat tidur. Ia menatapku penuh nafsu, seakan menanti seranganku.


“Aku mandi dulu yah?” Gadis itu dengan cepat pergi ke kamar mandi.


Setelah 10 menit, ia muncul lagi. Kelihatan sudah segar baru habis mandi. Ia mengenakan kimono milikku, sambil membawa bajunya.


“Dinah juga tinggal di gedung ini?” Ia masih gugup.


“Iya, ia di kamar 203.”


“Kerjanya apaan sih? Kok temanku bilang kerja sama dia?”


“Ia merekrut gadis-gadis Indonesia menjadi model…”


“Agency-nya di mana?”


“Di belakang gedung ini, ada gedung kecil berlantai tiga, masuk dari lorong kiri.” Aku memberikan gambaran sekilas. Titien melihat dari jendela.


“Udah cukup tanya-tanya?” Aku gak sabar lagi.


“Kamu juga mandi dulu, yah” Ia tersenyum sambil menatapku binal.


“Oke deh…” Aku langsung masuk ke kamar mandi.


Tak sampai lima menit aku sudah selesai. Dengan tubuh telanjang aku keluar, tapi aku sangat terkejut melihat apa yang terjadi.


Virgin sudah tidak ada… kimono sudah tergerai di lantai, sedangkan pakaiannya sudah raib. Pintu kamarku masih terbuka lebar…


Ia sudah pergi…


Apesnya lagi hape ku kini terletak di meja, jelas baru dibuka. Pasti ia sudah salin no telpon Dinah.


“Hahahaha, smart girl” Aku menertawakan kesialanku. “Must be her!”


Aku kembali menghubungi seseorang, bilang kalo Titien muncul disitu, gadis itu terkejut... aku bisa bayangkan ia stress sekaligus excited.


-----


“Janus, cepat kesini sini ada pertunjukan menarik” Kevin memanggilku.


Akhirnya setelah diajak-ajak aku mengikutinya menuju ke studio di gedung belakang. Aku melihat hampir semua anggota gang telah berkumpul. Pasti pertunjukan yang menarik.


Di bawah sorotan lampu dan camera, dua pasang pria dan wanita lagi bergumul. Tanpa busana, tanpa pelindung, tanpa batas.


Ketika aku fokus menatap salah satu pasangan, terliha seorang cewek bule yang cantik lagi menjajal keperkasaan Mr. Logan. Ia meliuk-liukan badannya yang seksi, terlihat seperti menari dengan indah dan elegan. Sementara itu matanya setengah tertutup menghayal dan wajahnya jelas membayang aura sange…


Aku terpesona melihat gadis cantik itu.


Sementara pasangan yang satunya adalah salah satu muka lama yang lagi orgasme mengakui keperkasaan seorang bule yang menusuknya dari bawah. Gadis itu terlunjak-lunjak dengan keras… suatu persetubuhan yang panas.


Ini sih hardcore!


Ketika ia udah gak mampu lagi, ia digantikan oleh Dinah sendiri. Wah, kontol cowok itu sangat besar dan panjang. Pantesan Dinah gak mau melepas, harus turut mencicipi.


Aku mulai mengerti kayaknya sepasang orang baru itu, lagi di audisi jadi pemain film porno. Kayaknya udah pasti diterima, yang cewek sungguh cantik dan seksi sedangkan yang cowok sungguh ganteng dan perkasa.


Mungkin aku pernah lihat mukanya, entah di mana.


——


POV Rivaldo


Sementara itu jauh di Manado


Aku baru saja mengantar Nia ke kamar tamu. Rencananya ia dan Cherry tinggal di rumahku selama beberapa hari, takut nanti dicari.


Tadi sore aku sempat mengantar Cherry pergi membeli beberapa kebutuhan pokok di Alfamart terdekat. Ia juga membeli untuk Nia. Mereka berdua masih trauma pulang ke tempat masing-masing, jadi aku bujuk untuk tinggal dirumahku. Cherry masih marah sama teman kosnya…


Aku sih enjoy aja, justru senang ada teman dirumah. Biasa hanya aku sama pembantu.


Malam ini cepat sekali gelap. Aku dan Cherry lagi duduk di sofa sambil menonton TV, sedangkan Nia sudah ngantuk dan ingin tidur. Cherry masih aja berdiam diri, seakan-akan kami berdua masih segan atau malu-malu.


“Cher?” Aku memanggilnya. Terpaksa aku harus mulai.


Cherry menatapku… aku memanggilnya supaya duduk berdekatan, supaya enak ngomongnya.


“Maafkan yah, tadi aku gak bisa tahan diri.” Aku yang harus minta maaf, padahal jelas-jelas tadi dia yang memulai.


“Iya, yang tadi itu suatu kesalahan, pertama dan terakhir.” Cherry meyakinkanku... “Aku masih mencintai Doni”


“Aku juga masih mencintai Deya….”


Cherry tersenyum. Kita berdua langsung sepakat kalo tidak ada yang namanya ‘kita’.


“Tapi kita masih berteman kan?” Aku bertanya lagi.


“Tentu dong… asal kamu merahasiakannya. Aku gak mau Doni tahu soal itu.”


“Baguslah kalo gitu. Sebaiknya kamu cepat tidur, aku juga sudah capek…”


“Ia aku juga sudah sangat capek… gara-gara kamu” Cherry keceplos lagi.


“Ehhhh…” Cherry malu sekali, ia baru sadah udah keceplos.


“Hahaha… Siapa suruh kamu sangat mengundang kek tadi!’ Aku menggoda lagi.


“Ihhhh…. Nakal!” Cherry mencubitku lagi.


Skip-skip


Aku terbangun ketika merasa ada seseorang membaringkan diri disampingku. Ketika berpaling, aku terkejut melihatnya.


“Cherry!”


“Aku gak bisa tidur… aku mimpi buruk!” Keknya gadis ini masih trauma.


“Aku tidur di bawah aja yah?”


“Gak usah, temani aku…”


“Aldo, sini dong…” Cherry meminta aku tidur didekatnya… cobaan apa lagi ini. Apa Cherry lupa kalo aku dulu sangat mengaguminya, sangat menginginkannya menjadi pacarku?


“Tapi…”


“Udah, gak apa-apa. Asal kamu jangan macam-macam.” Gadis itu menutupi tubuhnya dengan selimutku. Aku tercekat, gak berani bergerak. Aku barus sadar kalo waktu tidur aku telanjang bulat.


Di balik selimut tangannya menyentuh tanganku, kemudian menariknya untuk memeluk dirinya. Untung aja Cherry balik belakang.


Aku deg-degan. Kembali tanganku merasakan badan yang langsing tapi padat ini waktu aku memeluk perutnya. Tanganku agak gemeteran waktu bersentuhan dengan kulitnya walau dibatasi oleh baju tidur yang tipis.


-----


“Cher, kenapa aku sial terus dalam soal cinta” Aku berbisik pelan.


“Emangnya kamu pernah patah hati? Apa gak kebalik? Kamu kan yang biasa membuat cewek-cewek pata hati?” Cherry menyindir masa laluku.


“Kamu lupa yah, aku kan bersaing dengan Doni memperebutkan hati si putri kampus... sampe bela-belain tiap sore nongkrong di depan gesung tunggu ia lewat...” Aku bernostalgia masa lalu lagi. Sekiranya Cherry memilihku, pasti aku masih jadian dengannya.


“Ehhh….”


“Akhirnya kamu pilih Doni dan buat aku hancur...” Aku pura-pura kecewa. Wajah Cherry berbalik menatapku lama.


“Ihhh... maaf yah!” Secara tiba-tiba Cherry menciumku di pipi. Hanya sekilas, tapi berkesan lho….


“Aku juga bingung kenapa aku memilih Doni! Kamu gak marah kan?” Aku hampir aja tertawa. Cewek ini baper banget.


“Iya aku tahu kok kalo kontol Doni lebih besar dariku, pantesin aku kalah... Hahaha, tapi gini-gini udah sempat buat skor kita 5-1 lho...” Aku meledeknya


“Ihhhh…” Cherry menutup mukanya.


Aku merapatkan pelukanku. Entah kenapa kata-kata yang singkat tadi telah membuat kami jadi lebih luwes, jauh lebih nyaman… kagak tegang kayak tadi. Tak sengaja, ketika tanganku bergerak keatas aku menyenggol bongkahan kenyal di dadanya lagi…


Cherry diam aja…


Aku penasaran, kayaknya ada yang salah… kusenggol lagi, makin ditekan. Kali ini sengaja…


Cherry masih diam… ia kelihatan malu.


“Cher…”


“Kenapa?” Ia menutup mukanya.


“Kamu gak pake bra yah?”


Cherry mencubit tanganku. Ia malu sekali… terdengar ia menarik nafas panjang.


“Aku kan pake bajumu... sudah kubongkar lemari bajumu, gak ada bra!” Cherry berkata setengah tertawa. Mungkin untuk menutupi rasa malu.


“Kalo aku nafsu gimana?” Aku menyenggol lagi, enak sih… Aku penasaran apa yang akan dibuatnya. Ia diam aja, aku makin berani…


“Biarin asih toh kamu yang stress sendiri, wekkkk….”Ihhh nakal sekali….


Kali ini tanganku bukan lagi menyenggol, tapi langsung membelai pelan. Begitu terasa karena hanya dibatasi oleh baju tipis. Aku telus mengelusnya… Enak sih… dadanya gak besar sih, mungkin 34B tapi sangat padat…


“Kalo sange aku gak tanggung jawab yah!” Cherry kek cuek aja, tapi aku bisa merasakan kalo pentilnya udah naik. Gadis itu sudah terangsang.


“Curang dong… waktu kamu sange tadi aku tanggung jawab kok!” Aku meledeknya.


“Eh… ngomong itu lagi!” Cherry tersipu. Manis sekali…


“Hahaha…. Kamu sangat bernafsu lho tadi. Baru kocok dikit langsung keluar…” Aku terus meledeknya, Cherry malu sekali.


“Eh stop! Gak boleh ingat-ingat….”


“Gimana aku bisa lupa Cher, seksi banget. Memekmu menjepit enak... hampir aku kalah, untung kamu aku sudah bertekad buat kamu gak bangun-bangun lagi. Hehehe...”


Cherry menutup telinganya rapat-rapat, tapi jelas diujung bibir ada senyum kecil.


“Aldo, hush…”


“Kamu hebat lho, bisa squirt gitu sampai banjir kamarnya. Terus waktu orgasme sampe kejang-kejang… hahaha…”


“Ihhhhh…” Cherry berbalik dan mencubitku. Kedua tangannya menyerbu pinggang dan perutku. Ia tidak perduli lagi, mencoba segala cara untuk mencubitku.


“Ehhhh… astaga, kamu telanjang?” Tak sengaja tangannya ketemu dengan kontolku yang sudah tegak menjulang. Cherry terkejut mendapati kalo tubuhku tidak terbungkus kain apa-apa selain selimut. Ia membuka selimut dengan satu hentakan, sambil tangan kirinya terus meraba-raba…


“Hahaha… tuh kan udah sange” Tangan Cherry memegang kontolku yang sudah menjulang keras. Rasanya sangat indah. Ia menatapku nakal, tapi ketika aku menatapnya ia mengeluarkan lidah…


Eh, nakal amat. Aku balas meramas payudaranya… Cherry membiarkan saja, tangannya masih terus meremas kontolku, halus. Bahaya ini…


“Mau dikeluarin?” Cherry menatap nakal. Nakal sekali, air mukanya seakan menantangku. Aku mengangguk berharap…


“Tuh, kocok sendiri sana…. Weeek!” Cherry menunjuk ke kamar mandi sambil meleletkan lidah dengan ekspresi nakal. Ia melepaskan kontolku, membuat aku stress… ihhh kentang lagi, deh…


Gak, bisa. Ini gak bisa dibiarkan, untung tubuhnya gak sempat menjauh. Aku memeluknya, sambil mendekat. Wajahku memperhatikan tonjolan dadanya yang meruncing di balik baju yang tipis. Cherry senyum aja seakan menantang aku membuat hal-hal yang tak senonoh.


‘Kenapa liat-liat? Mau yah?” Ia masih aja menantang.


Tanganku bergerak meremasnya lagi. Tubuh Cherry mengelinjang…


“Beraninya cuma segitu?”


Aku gak tahan lagi. Langsung aja aku mengemut pentil yang tercetak di balik kemeja itu. Cherry berteriak tertahan seakan gak menyangka kalo aku sudah nekad banget. Cherry masih kaget tapi tak sempat buat apa-apa. Ia tidak menyadari kalo kemejanya mulai ku singkap dan mulutku segera mengisap tonjolan kecil itu.


“Ehhh… aduhhhh…” Ia mengeluh. Tapi ia membiarkan aja mulutku nenen di payudara, sementara tanganku meremasnya dengan penuh perasaan. Padat banget…


Cherry mulai mendesah…


“Gimana mau lagi?” Aku menatapnya. Cherry hanya tertawa… tiba-tiba tangannya bergerak kebawah dan kembali mengocok kontol kebanggaanku. Tangannya bergerak lincah… kontolku makin tegang aja.


“Eh… pelan…” Tangannya bergerak cepat, membuat aku keenakan. Bahaya ini, bisa-bisa aku keluar di tangannya.


“Hehehe… enak yah?” Cherry menggodaku sambil memainkan lidahnya lagi. Gaya khasnya waktu menggoda.


Aku gak tahan lagi, dengan segera aku balas membuka celananya. Cherry membiarkan aja aku telanjangi… eh, ia gak pake pakaian dalam, langsung telanjang bulat, ia tersenyum ketika aku membuka kakinya lebar-lebar. Kembali memek indah itu terekpose bebas didepanku. Cherry terus menatapku…


“Aldo, udah dong!” Ia mencoba menutup kakinya, sementara wajahnya menjadi merah karena malu. Cewek nakal ini akhirnya blushing juga…


“Boleh?” Aku bertanya… Cherry gak menjawab. Tapi ia menutup matanya.


Akhirnya permainan lidah yang Cherry impikan datang juga. Aku mulai mengecum, mengulum dan menjilati vagina yang sangat indah kelihatannya. Cherry sampai melonjak-lonjak…


-----


POV Cherry


Aku gak bisa tahan lagi…


Di saat aku menikmati permainan lidah dan jari Aldo, tiba-tiba aku merasakan suatu energy menjalar ke sekujur tubuh. Sejenak aku measa diriku sedang melayang, tak lagi mampu berpikir apa-apa. Aku hanya bisa terbujur kaku…


Tapi ini geli sekali. Aku gak tahan lagi, tubuhku mulai bergetar dan mengejang. Akhirnya aku sampai terlonjak-lonjak demikian kuat.


“Aaaarrrrggggggghhhhh” Aku orgasme lagi. Cepat sekali…


Akhirnya aku merasakan kelojotanku semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Mataku masih terpejam, aku baru merasakan sensasi dahsyat….

Vaginaku masih terasa berdenyut kuat.


Tapi sebelum sadar apa-apa, Aldo sudah menindih tubuh ku. Aku bisa merasakan bobot tubuh cowok itu terutama di bagian bawah pinggangnya. Aku bisa merasakan bagian tubuh bawahnya bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya.


“Nakal…” Aku memeluknya erat-erat sambil menutup mata. Alat kelaminnya sudah tepat berada di pintu memekku tanpa permisi. Entah siapa yang menuntun, kontol itu mulai mencari sendiri jalan masuk.


“Ssssshhhhhh” Entah siapa yang memulai kami berdua sudah saling menciumi. Aku membiarkan saja ini terjadi dengan alamiah.


Aldo tersenyum tapi aku membuang muka… tak berani melihatnya, tapi ia tahu kalo aku sudah pasrah seutuhnya. Terasa Aldo mendorong kuat pantatnya dan batang kemaluan itu merengsek masuk… perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan batang itu. Tak lama kemudian aku merasa ia sudah sepenuhnya didalam diriku… mentok.


Semuanya terjadi tanpa kata-kata, begitu aja seperti sudah seharusnya.


Jadi Aldo mengangkat daguku membuat aku termengadah menatapnya. Aku malu sekali… rasanya pipi ini udah merah semerah-merahnya. Ia tersenyum dengan pandangan yang meyakinkan. Aku balas senyumnya sambil mengangguk kecil.


Aku pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Aldo terus memandangi wajah ku dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Aku merasa seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu.


Aldo mulai mempercepat pompaannya, tapi masih aja lembut kayak tadi. Penisnya yang sudah bersarang sangat terasa, seperti ikatan yang menyatukan, bukan hanya tubuh tapi secara emosi. Suatu ikatan perasaan yang hanya bisa dirasakan oleh Aldo dan aku, tak seorangpun bisa merasakan itu.


‘Apa aku sudah jatuh cinta?’


“Auhhhh” Tusukan Aldo makin tak beraturan, sukar di tebak, terkadang panjang dan dalam, tapi kadang juga hanya menggesek tipis.


Ia kembali menunjukkan kehebatannya membuat cewek-cewek takluk. Aku harus mengakui kalo Aldo sangat hebat dalam memperlakukan wanita. Sungguh nikmat… melayang… jauh. Aku merasa memekku tergesek kuat… hangat… lembut.


Aku menyambut setiap gerakan Aldo dengan jepitan dan gerakan kecil pantatku. Aku harus melawan…. Kalo gini terus gak sampe dua menit udah kalah lagi. Aldo mendesah lagi… tapi akupun sudah terbuai keenakan. Ia kuat sekali, batangnya keras lagi. Pompaan Aldo makin keras, cepat berirama, tapi tetap tidak tertebak. Aku mengerang lagi… mulutku terbuka kecil.


Semakin kuat dan cepat sodokan Aldo membuat aku merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Aku mencengkram punggungnya keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Tubuhku mengejang lagi.. pinggulku terangkat tinggi… tapi terus dikejar Aldo dengan penisnya. Aku gak bisa tahan lagi…. Kepala ku mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Aku merasakan tubuhku ringan dengan aliran darah mengalir keras… aku gak tahan lagi.


“Ahhhhhhrrrggggggg” Aku dapat lagi. Dahsyat seperti sebelumnya.


Dinding vaginanya berdenyut kuat mencengkram kuat vaginaku. Aldo tidak mencabut penisnya, sehingga denyutan vaginaku tertahan penis Aldo yang msih keras membenami liang itu.


Aldo hebat sekali… aku kagum sekali, ia tahu bagaimana membuat seorang wanita merasakan puncak kenikmatan. Sebuah teknik bercinta yang baru aku rasakan.


“Aldo, nikmat sekali”


Aku memeluk cowok itu kuat-kuat serta menciumi pipinya. Aldo tersenyum melihat tingkahku…


“Enak?”


“Banget!”


Aldo membiarkan aku istirahat sejenak.


“Kamu masih lama?”


“Tadi udah hampir keluar…”


“Jangan lama-lama, aku udah cape…”


Aldo membalikkan badanku dan memeluk pinggangku dari belakang. Aku berdebar-debar begitu tahu kalo aku akan di doggy… biasanya aku gak bisa bertahan lama kalo pake gaya ini.


Aldo menggesekkan penisnya kembali, hanya sebentar. Tak lama kemudian aku merasa sebuah benda asing memasuki tubuhku. Aku menunduk dan menggigit bibir merasakan batang besar itu terbenam makin dalam. Aku mengangkat pantatku, dan Aldo mulai memompa kuat. Aku mengikuti irama pompaanya, sambil mendorong pantat kebelakang. Ini sangat nikmat…


Sodokan Aldo makin kuat aja… kontol yang keras itu terasa makin besar. Aku makin bernafsu dan mulai mendesah lagi. Padahal sudah keringatan… Aldo menusuk terus… Aku gak mampu lagi mengendalikan tubuhku… kembali aku melayang dalam orgasme yang indah. Tubuhku kembali kelojotan...


“Aaaarrrrrrgggghhhhhhh …. Ehhhh….!”


Aldo gak mau berhenti, ia terus menusuk walaupun aku sudah dapat. Memekku masih berdenyut, mencengkram kontol itu dalam kontraksi yang kuat… tapi ia terus menusuk… memompa… menyodok masuk.


“Aaaaahhhhhhhhh” Orgasme yang sangat panjang… aku dapat lagi, kali ini beruntun… sangat indah.


“Buang di mana, Cher?” Pertanyaan Aldo tidak kujawab… aku masih melayang karena nikmat.


Aldo juga hampir sampai… ia pasti gak tahan merasakan jepitan maksimal pada kontolnya. Aldo mencabut kontolnya… hampir aja nyemprot di dalam.


Aldo membalikkan tubuhku dengan cepat, kontolnya dibawah di depan wajahku.. Aku menutup mata tapi membuka mulut. Aku meraih kontol itu dan mengulumnya….


“Aaaahhhhhhhhhh” Aldo keluar… menyemprotkan lima kali tembakan ke dalam mulutku. Aku menelan sebagian besar pejuhnya… mulutku masih terus mengulum kontol yang masih aja keras itu.


Aldo berbaring di sampingku, tubuhnya juga basah oleh keringat. Sungguh persetubuhan yang menguras tenaga. Wajah Aldo membayangkan kepuasan yang maksimal… Aku menatapnya kagum, pria ini tahu memperlakukan wanita. Romantis banget. Aku berandai-andai apa jadinya kalo aku menerima cintanya yang begitu menggebu-gebu mengejarku dulu.


Aldo masih menarik nafas panjang, lunglai kecapean. Aku mengusap lembut kepalanya penuh kehangatan.


“Puas Aldo?”


Aldo hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Aku tersenyum bahagia mendapatkan jawaban cowok itu. Bangga juga bisa membuat Aldo puas kenikmatan.


“Cher, nikmatnya gak tertandingi… kamu yang paling hebat”


“Kamu juga hebat Aldo… yang tadi itu nikmat banget”


Kami berdua masih tidur-tiduran. Aku merebahkan kepala ke pundaknya. Aldo merangkulku dengan penuh perasaan... Kami berdua hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi.


——


POV Deyara


“Ehhhh!” Aku gak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba gelas yang aku pegang jatuh…


Aku langsung tersadar mendengar bunyi gelas pecah berserakan dekat kakiku. ‘Ini pertanda buruk, Apa yang terjadi? Kak Ryno? Kak Titien? Ato… Rivo?’


Astaga jangan-jangan sesuatu terjadi pada Rivo. Memang aku kesal padanya, aku menanti dia semalaman di konser One Direction, tapi ia gak muncul. Padahal aku sudah capek jalan kesana kemari mencari bayangnya.


‘Apa Rivo lupa? Gak mungkin. Pasti sesuatu terjadi...’


Aku coba ingat-ingat… kembali terbayang Kak Doni yang dikeroyok sampai patah-patah, Darla yang diperkosa, dan Nia yang hampir saja diperawani.


‘Apa target Dinah berikutnya adalah Aldo?’


Kali ini aku larut dalam kesedihan… tak terasa kesedihanku berubah menjadi kemarahan. Aku gak boleh diam aja, aku harus menghajar mereka.


‘Malam ini juga, aku akan pergi ke Red Dragon…. Aku akan membuat perhitungan dengan mereka. Aku tak perduli lagi apa yang akan terjadi, asalkan aku bisa membuat mereka menderita.’


Tunggu pembalasanku, Dinah!
 
Gan kok hardcore nya engga dilanjut, pdhl keren bgt...
Lanjut Gan hardcore nya .. .
 
makasih suhu updatednya.
cherry kyknya jadi ketagihan kontie nya aldo, semakin menarik nih kyk nya :pandaketawa:
 
Episode 3 – Kilasan masa lalu



POV Cherry


“Eh, awas…” Aku terkejut ketika tubuhku dibaringkannya di atas ranjang. Jefry sangat bernafsu, langsung saja menelanjangiku. Ia tidak perduli aku masih meronta malu… ia bahkan tidak perduli pintu kamar belum tertutup.


“Jef, pelan…” Aku hanya bisa menutup mata ketika CD-ku dilepas. Yah, Jefry masih berdiri mematung sambil menatap tubuh telanjangku… ia terpesona, tapi aku malu sekali.


“Cherry, kamu seksi sekali. Tubuhmu sungguh mantap!” Jefry masih terus memuji.


Tak lama kemudian Jefry mengulurkan tangannya dan memegang kedua lututku. Ia membuka kakiku lebar-lebar. Aku hanya bisa menutup mata kuat-kuat…


“Maafkan aku, Doni!” Aku berbisik pelan.


-----


‘Eh… kok belum di apa-apain juga…’ Aku masih menutup mataku, pasrah karena nafsu. Tadi malah sempat terdengar pintu terbuka dan ada orang masuk. Pasti salah satu dari kedua cowok di kolam tadi.


‘Apa sekarang aku akan didobelin? Penasaran euy’


Aku mendengar bunyi kasak-kusuk dibawah sana, gak tahu apa yang terjadi. Aku gak perduli lagi… yang pasti aku harus dikontolin sekarang ini juga. Gairahku sudah menuntut, gak bisa tidak. Aku hanya bisa menutup mataku erat-erat sambil membuka selangkanganku lebar-lebar, dan menanti… ayo dong Jefry!


“Cherry, kamu baik-baik aja kan?” Suara yang sangat familiar.


Aku membuka mataku pelan-pelan, tampak sosok laki-laki yang gagah berdiri disamping tempat tidur. Eh tunggu, itukan….


“Rivaldo?”


“Iya, ini aku datang menyelamatkanmu… apa aku terlambat yah? Ato malah terlalu cepat” Suara Aldo seakan meledekku.


“Eh… jadi… aku gak jadi diperkosa?” Aku masih terhipnotis dengan posisi mengangkang.


“Kamu udah mau banget yah?” Aldo masih aja meledekku, udah lihat posisiku lagi terkangkang gini. Gak ngerti banget… terpaksa aku menutup kakiku perlahan-lahan.


‘Astaga, pasti Aldo sudah melihat sekujur tubuhku dari tadi… ihhhh, malu sekali, tapi gimana yah! Aku udah sange banget. Apa aku ajak dia aja?’


“Kok ditutup. Pemandangannya indah sekali…” Aldo mengejek lagi.


Cowok ini hebat banget, cowok lain pasti udah gak tahan ngentotin cewek yang udah pasrah model gini. ‘Apa aku kurang seksi di matanya?’


“Eh… Aldo…” Rasa sange sudah menguasaiku.


“Cepat bangun, Princess…” Aku ingat kalo dia suka memanggilku Princess.


“Tarik…”


Aku mengulurkan tanganku seakan meminta ia menarikku bangun. Tapi ketika Aldo menyambutnya, justru aku yang menariknya jatuh ke tempat tidur.


“Eehhhh” Terdengar sedikit protes dari cowok itu.


“Aduhhhh….” Ia terjatuh menimpa tubuhku… sakit juga. Gak apalah, kini wajah Aldo sudah dekat sekali.


“Apa aku gak seksi yah?” Aku berbisik di telinganya.


“Cherr???” Aldo masih bertanya ketika tanganku sudah memeluk lehernya. Jelas sekali dia terkejut melihat aku agresif begini. Tapi dia diam aja ketika ku cium… Ia membalas, dan lidahnya bermain diantara ciumanku yang panas, yang makin kuat dan menuntut.


Aldo melepaskan diri, ia kini menatapku… aku balas menatapnya dalam-dalam, ia udah tahu.


“Tapi, Doni gimana?”


“Hush… gak usah bilang-bilang ke Doni.”


Aku menuntun tangannya meremas payudaraku… sementara tangan yang satu membuka kaos cowok itu.


“Oke deh, kamu menang…” Akhirnya. Tangannya dengan ahli kini memilin, memijat dan meremas bongkahan-bongkahan nikmat di tubuhku… langsung aja aku keenakan oleh serangannya. Tak lama kemudian mulutnya turut mengisap, mengenyot dengan nafasnya memburu. Semakin aku terhisap dalam lautan kenikmatan.


-----


Skip-skip, 30 menit kemudian


“OMG Cherry… ini memek ternikmat yang pernah kurasa!” Aldo memuji-muji ketika kontolnya lagi tercolok di memekku, sangat dalam… sangat terasa. Cowok itu lagi menutup mata keenakan. Aku terus mengerahkan tenaga membuat kontol itu merasa dicengkram dan dipijat. Aldo sampai bergidik menikmatinya, tusukannya melemah. Ia hampir keluar, kontolnya udah berdenyut. Rasanya seperti di surga, indah sekali.


“Ehhhh… aduh…” Aldo menikmati… tapi ia terus bertahan gak mau keluar.


“Kamu kuat sekali!” Aku protes, karena aku sudah kewalahan menghadapinya.


Aku berusaha sekuatnya untuk membuat ia orgasme… tapi kayaknya aku kalah lagi… Aldo mulai menyerang balik dan memompa dengan cepat. Kali ini bersama lidahnya menjilat leherku… ihhhh geli.


“Ahhhhh… ahhhh” Aku mendesah lagi. Tusukannya mantap, kontolnya keras sekali. Kayak kayu aja…


“Aaahhhhhhgggggggg” Aku berteriak keras dihantam oleh badai nikmat.


Orgasme kali ini sangat dahsyat, nikmat sampai ke sendi-sendi… tubuhku terangkat tinggi melengkung mencoba menghindari tusukannya. Pingul dan perutku sampai kejang-kejang dalam gerakan yang tak beraturan.


Ini orgasmeku yang keempat, sebelumnya jari, mulut dan kontol Aldo sudah membuatku keluar. Ia sangat perkasa. Kontolnya yang besar dan keras terus mengaduk dasar liangku… menabrak mulut rahim sampai mentok di pusat kenikmatan.


‘Pantesan Deya sampe tergila-gila sama cowok itu.’


Tak terasa sudah 35 menit lamanya kita ngentot. Aldo terus memburu, sedangkan aku tidak kuat lagi. Dari tadi tubuhku dibolak-balik kayak pisang goreng. Kali ini aku gak mampu lagi. Aku hanya bisa terbaring pasrah terlentang dan membuka kakiku lebar-lebar. Posisi awal ketika Aldo melihatku tadi.


“Aldo… cepetan, aku gak kuat lagi”


“Iya, keluar dimana?” Kontolnya kembali berdenyut.


“Di luar Aldo”


Aku baru ingat kalo aku lagi subur. Untung Aldo tanya tadi… Aku merasakan kalo tusukannya sangat dalam dan cepat. Aku gak bisa menahan diri lagi, memekku kembali berkontraksi… di saat yang sama Denyutannya makin terasa…


“Aaaaahhhhhhhhhhhh” Aku dapat lagi, ini kali kelima. Kembali tubuhku kelojotan karena nikmat. Aldo dengan cepat menarik kontolnya keluar.


Untunglah Aldo menyemprot di luar. Kontolnya menyirami perut dan dadaku dengan cairan putih kental. Hangat…


Kami berpelukan dengan nafas tersengal-sengal menikmati sisa-sisa orgasme. Ada sedikit rasa bersalah dalam hati, bercampur rasa malu.


‘Bagaimana kalo Doni tahu?’ Itu salah satu ketakutanku.


Tapi ada lagi ketakutan yang lebih besar, ‘Apa Aldo akan meledekku didepan Doni?’


Aku makin tertunduk malu. Cherry… ini salahmu. Siapa suruh bermain api. Setelah lima menit kita berdiam diri, Aldo akhirnya memecah kebuntuan


“Cherr, maafkan aku yang gak bisa kontrol yah?” Aldo mencium pipiku.


“Iya… ini juga salahku kok. Anggaplah kamu lagi beruntung!” Aku masih membuang muka.


“Iya aku sangat beruntung bisa ngentot dengan putri kampus, tapi kamu juga nikmat kan?” Aldo meledek lagi. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya. Entah kenapa aku merasa malu menatap wajahnya.


“Kamu jangan bilang-bilang orang yah!”


-----


“Ini kunci apa? Cepat bilang?” Aldo terus menginterogasi Jefry. Tadi ia tanya-tanya soal rencana Dinah. Sekarang ia mencari tahu soal kunci yang tersimpan di celana Jefry.


Wajah Jefry yang sudah berdarah menunjuk ke arah lemari. Dengan segera aku melihat-lihat, tapi gak ada yang special dengan lemari itu. Aldo memukul lagi, kali ini Jefry menyuruhku mencari di belakang lemari.


“Aldo, ada pintu disini!” Aku menunjukkan sebuah pintu yang ditutupi lemari. Aldo datang dan membuka pintu. Terdengar ada suara perempuan…


“Tolong… keluarkan aku!”


“Melania?”


“Astaga Nia?” Aku kaget sekali. Gadis itu disekap disebuah kamar. Mungkin aja sudah beberapa hari disini. Wajahnya agak pucat karena kurang makan atau minum. Atau mungkin sudah lama terkurung. Ia langsung memelukku dan Aldo…


“Kak Cherry… Rivo…. Uuuuuhhhhh”


“Ayo kita pergi dari sini…” Aldo menyuruh kami bergegas.


Aldo menyeret dan mengurung Jefry di kamar tersebut. Kami bergegas segera keluar. Sayang sekali kami terlambat, aku langsung takut ketika terdengar suara di pintu kamar.


“Tok… tok… tok…”


“Jefry buka pintu…”


Aku mengintip keluar jendela… wah, Doni masih aja ngentot dengan ketiga gadis itu. Sementara itu kedua cowok itu sudah gak lagi di tempat semula. ‘Di mana mereka?’


Suara ketukan pintu masih terus terdengar. Kali ini bukan ngetuk lagi, tapi lebih mirip menggedor.


“Jefry, ayo dong… ceweknya jangan di pake sendiri!”


“Kami juga mau cicip Cherry… jangan pelit dong!”


“Ayolah Jefry, Cherry butuh kontol beneran!”


Suara Boy dan Deni terdengar jelas. Pasti udah penasaran dengan tubuhku yang mereka sempat intip tadi.


Aku bersembunyi di belakang Aldo. Bukannya takut, justru cowok itu kelihatan sangat marah. Aldo malah membuka pintu lebar-lebar…


“Eh siapa kamu?” Boy bertanya.


Tanpa basa-basi Aldo langsung menghajar Boy dan Deni. Tak lama kemudian terjadilah perkelahian seru antara ke tiga cowok itu.


Walaupun dikeroyok, Aldo dapat mengimbangi mereka pada awalnya. Pukulannya malah mendesak mereka. Sayang sekali ia kurang memperhitungkan lawan-lawannya. Sejak keluar dari kampus, Boy dan Deni menjadi preman yang sudah bolak-balik masuk penjara. Kehidupan keras melatih tubuh mereka jadi kuat.


Tak lama kemudian Aldo mulai terdesak, kedua cowok itu tak memberinya kesempatan membalas pukulan mereka.


“Cherry… bawa Nia ke mobil…” Aldo menyuruh aku melarikan diri. Aku mengerti, aku harus melindungi Nia. Tapi kedua cowok itu masih terlalu dekat dengan pintu kamar.


“Nia, gimana ini?”


“Kita bantu Aldo…” Kata gadis itu sambil siap-siap ikut bertarung.


“Huh?”


——-


POV Titien


Setelah tiba di KJRI Los Angeles, aku segera mengecek guesthouse. Sayang sekali tak ada kamar yang available, Karena lagi direnovasi. Aku bingung mau tinggal di mana.


Memang sih aku bisa aja tinggal di hotel, kemarin sempat tarik uang $3000 di bandara. Aku menghindari hotel karena gak mau ditemukan oleh Ryno. Aku malah menarik uang di bandara Atlanta supaya ia hilang jejak. Lalu sekarang kemana?


Untunglah aku ketemu seorang yang membantuku. Seorang gadis manis bernama Deasy… yah, benar. Deasy yang mandi sama-sama di kolam di guesthouse KBRI di Washington, DC.


Deasy mengajak aku tinggal di kosan miliknya. Kebetulan Deasy akan bertugas di Ottawa selama 2 minggu. Ia berangkat sebentar sore. Jadi aku bisa bebas pake kamarnya. Tentu saja aku setuju, dengan syarat aku bayar kos.


“Gak perlu sih Tien… aku senang kok bisa membantu!”


“Kalo kamu gak terima aku gak mau…” Aku berkeras membayarnya. Deasy senang dapat tambahan income. Aku tahu ia lagi butuh, buktinya lagi kerja overtime.


Di kamar Deasy ada computer yang bisa di pakai. Aku mengecek no telp umum yg dipakai Deya waktu menelponku. Benar sekali, dia ada di Los Angeles. Telpon umumnya justru aku tahu sekali, dekat dengan gedung baru yang megah dan aneh.


Benar sekali, Deya menelpon dari telpon umum dekat gedung kebanggaan Los Angeles, Walt Disney Concert Hall. Sebuah mahakarya arsitektur dari Gehry yang keren dan unik. Romeo dan aku selalu terpukau oleh gedung ini, aku karena arsitiknya sedangkan Romeo karena acoustic-nya.


Gedung ini juga berulang kali dipakai Ryno untuk konsernya. Eh, kok ngomong soal gedung lagi…. Dasar tour guide.


Aku sempat melirik jam, hampir jam 12 malam… Setelah itu aku tidak sadar lagi. Tertidur pulas.


—-


“Astaga… di mana ini?”


Aku bangun kesiangan. Butuh hampir lima menit baru aku menyadari ada di mana. Cukup banyak yang terjadi dalam 48 jam terakhir.


Oh yah… aku ingat lagi. Aku harus mencari Deya. Ke mana yah gadis itu?


“Deya… kamu tidur di mana?” Barusan beberapa jam yang lalu ia berada di kota ini. Mungkin saja urusannya ada di dekat situ.


Deya bilang dia lagi buat perhitungan dengan seseorang. ‘Berarti bukan Rivo, kalo gitu siapa yah? Apa Deya punya musuh?’


Aku harus telpon Doni untuk tanya baik-baik. Kayaknya mereka pernah cerita kalo Deya punya musuh besar di Manado. Aku baru sadar banyak yang aku tidak tahu tentang anak itu.


“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan” Aku gak bisa telpon Doni. Telpon siapa aja yah?


“Kring… kring… kring…” Akhirnya tersambung juga.


“Halooo”


“Haloo, ada apa Kak Titien…?” suara gadis itu agak cekat, tidak se-ceria seperti biasanya.


“Cherry… aku butuh bicara denganmu. Ini soal Deya… kamu tahu kalo Deya punya musuh?”


-----


POV Cherry


“Hahhhhhhh” Aku menarik nafas panjang. Tak disangka hari ini begitu banyak yang terjadi. Dan puncaknya ketika aku melihat bagaimana dengan tendangan-tendangannya Nia mengalahkan Boy dan Deni dengan mudah.


Aldo aja sampai kaget, siapa yang nyangka kalo gadis semanis dan seimut ini ternyata jago tae kwon do.


Dan hebatnya lagi, menurut Nia ia masih kalah jauh sama Deyara. “OMG!!!”


“Makanya kamu gak boleh selingkuh di belakang Yara… kalo berani macam-macam, kamu akan rasa apa itu tendangan ‘balachagi” Nia meledek Aldo.


Entah kenapa setelah ejekan Melania, untuk sementara keadaan jadi hening. Kami berdiam diri, aku menatap Aldo takut-takut. Untung ajaa Nia gak tahu…


“Eh tunggu… ada telpon dari Kak Titien!”


“Angkat aja… nanti aku sembunyi mobil dulu!”


Aku menyambungkan percakapan telpon sementara Rivo mengarahkan mobil ke suatu lorong sepi. Untung kami sudah melewati bukit, jadi signal hp sudah banyak.


Benar aja, suara Kak Titien terdengar lirih, mungkin aja baru bangun. Aku menyuruh semuanya diam agar aku bisa mendengarkan baik-baik.


“Cherry… aku butuh bicara denganmu. Ini soal Deya… kamu tahu kalo Deya punya musuh?” Terdengar suara Kak Titien seperti menguatirkan sesuatu.


“Emangnya kenapa, Kak? Deyara sudah ditemukan?”


“Justru itu, ia telpon bilang kalo dia lagi buat perhitungan dengan seseorang. Dia telpon dari telpon umum di Los Angeles. Apa dia ada musuh di Manado?”


“Kak, ceritanya panjang. Kak Titien dengar dulu…”


Dengan singkat aku menceritakan apa yang terjadi antara Deya dan Dinah, dan bagaimana Deya mengirim geng mereka ke penjara. Aku juga menceritakan soal rencana Dinah yang lagi merekrut gadis-gadis di night club Red Dragon, Los Angeles. Katanya mau jadi model, tapi akhirnya disuruh kerja di night club.


Sepanjang cerita Kak Titien hanya diam tanpa menyela. Tapi aku tahu ia pasti terkejut dengan apa yang terjadi. Mungkin saja anak tomboy itu punya rencana. Yang pasti keadaannya cukup gawat, dan Deya bisa aja gak ngerti kalo Dinah punya bekengan orang-orang berduit. Mungkin sekali Deya gak sadar kalo komplotan mereka ada banyak.


“Jadi gitu Kak!” Aku mengakhiri ceritaku.


“Oh gitu yah… Awalnya aku pikir Deya pergi ke California untuk mencari pacarnya. Tapi waktu ikut, gak ada orangnya. Belum pulang katanya…” Kak Titien menjelaskan, ia masih nampak tenang


“Tuh orangnya ada disini…” Aku melirih ke Aldo.


“Apa?”


“Ini Kak yang namanya Rivaldo!” Aku menyerahkan hape ke Rivaldo, ia kelihatan gugup diajak ngomong oleh Kak Titien.


“Kak… jadi Deya lari dari rumah, yah?” Suara Aldo terbata-bata waktu ngomong dengan Kak Titien.


“Rasain kau!” Aku berbisik.


Tak lama kemudian keduanya serius bicara. Aldo sempat memberikan no telponnya. Sayang aku gak bisa dengar suara Kak Titien, tapi arah percakapan mereka dengan mudah bisa ditebak.


“Jadi gini Kak, seharusnya saya dari minggu lalu sudah berangkat ke Los Angeles. Tapi dapat telpon dari Doni. Ia minta ditemani waktu menyusup di villa milik Susan, markasnya Dinah…” Aldo menjelaskan panjang lebar. Pantesan anak itu muncul, pasti karena diajak Doni.


“Iya, Doni ingin aku mengintai dan ketika perlu datang menyelamatkan dia yang lagi menyamar jadi Kris…” Aldo terus bicara. Kali ini gak gugup lagi, pasti karena Kak Titien sudah bicara kayak biasa.


“Iya Kak, untung aku ikut. Kalo gak, mungkin aja Doni sudah diperkosa… hahaha” Aldo bicara sambil menatapku setengah mengejek. Ihhh… nakal sekali. Aku malu sekali karena di dengar Nia dan Kak Titien. Terdengar suara wanita tertawa dari seberang.


“Iya Kak, aku rasa Doni masih di villa sibuk menggali dalam-dalam informasi.” Aldo tersenyum lagi, pasti ngomong yang gak-gak dengan Kak Titien.


“Iya kak, bukan hanya di gali… malah harus dipompa sampe keluar!” Aldo makin menjadi. Aku jadi jengah mendengarnya, tapi Kak Titien masih aja terus tertawa.


Tak lama kemudian aku mendengar Kak Titien menjelaskan soal di mana Deya. Keknya sudah ketemu jejaknya.


“Oh, jadi udah pasti Deya ada di Los Angeles. Padahal awalnya aku berencana mengajak Deya ke Los Angeles nonton One Direction….” Aldo masih terus bicara.


“Iya Kak, konsernya di gedung Walt Disney Concert Hall. Harusnya kami berada disitu tadi malam…”


“Aku pernah ngomong sih… Deya juga kan penggemarnya…” Aldo bicara.


“Astaga, jadi agaknya Deya kesana tadi malam… Kita pernah janjian sih … tapi udah lama sekali. Ternyata ia masih ingat. OMG… ia mencariku…” Aldo kayak ngomong sendiri.


Titien langsung tahu…


“Bahaya ini, Kak Tien” Aldo kayak ingat sesuatu.


“Deya kalo sakit hati atau marah suka nekad…!”


——


POV Janus


Hi aku Janus... sebatang kara hidup dalam dendam.


Walaupun umurku masih muda, aku sudah merasakan kegetiran hidup.


Tak punya ikatan, tak punya masa depan. Aku tidak perduli lagi apa-apa kecuali untuk membalas dendam kepada orang yang telah mengambil milikku yang paling berharga.


Aku diterima masuk kedalam kelompok ini karena koneksi dan pengalaman masa lalu. Mungkin juga mereka butuh bodyguard yang bisa bahasa Inggris. Aku langsung diterima menjadi anggota geng Dinah. Ada untungnya juga, aku yakin sekali orang yang aku tunggu akan nonggol di sini. Mereka tidak akan lama-lama bersembunyi.


Sore itu seperti hari-hari sebelumnya aku duduk di dekat pintu masuk Nightclub Red Dragon. Mungkin aja hari ini adalah hari yang ku tunggu selama berbulan-bulan.


‘Astaga… itukan?’


Mataku terpana ketika melihat seorang gadis, mirip sekali dengan seseorang di masa lalu... seorang yang pernah dekat, sangat dekat tapi begitu jauh untuk diraih. Aku jadi ingat masa kuliah dulu....


Gadis itu melangkah masuk dengan ragu, dan memandang keliling seakan mau pastikan kalo ini Red Dragon club. Baru pertama pergi ke diskotik, kali. Wajah dan rambutnya beda, tapi potongan tubuh dan gaya persis dia banget.


Titien… siapa gak kenal putri kampus hampir 5 tahun lalu menikah dengan musisi idola Amerika?


Mirip banget... tapi apa itu dia? Rambutnya juga sudah lain. Bahkan, cara berpakaiannya beda dengan orang yang aku kenal... walau sudah kawin dengan selebritis, Titien masih terus pake baju sopan, sederhana, elegan, cuma agak culun sih.


Waktu ia masuk jelas nampak wajah orang lain. Tapi aneh, ia mulai tanya-tanya ke orang-orang. Aku langsung tarik ia ke salah satu sudut. Gadis itu menatapku curiga.


“What do you want?” Ia bertanya sopan.


“I’ll answer all your questions if you dance with me” Aku mengajaknya disco.


“Okay, fair enough!” Ia tersenyum dan mulai bergerak dengan lincah mengikuti music.


“My name is Janus, how do I call you?”


“I’m Virgin…” Mungkin nama palsu.


“But you’re not really a virgin, are you?” Kami berdua hanya tertawa.


Tak lama kemudian kami mulai bergoyang diiringi music yang mendentum. Walaupun gerakannya kelihatan ditahan-tahan dan terkesan malu-malu, Virgin bergerak sangat lincah mengimbangiku. Setelah tiga lagu, aku menariknya ke sudut pas lagu slow.


Aku mulai memeluknya makin rapat, ia mengijinkan tanganku di pinggang.


“Aku mau ketemu Dinah, temanku bilang dia ada disini…” Ia berbisik.


“Mau cari Dinah, wah itu susah. Ia orang penting disini, gak sembarang mau ketemu orang baru.”


“Tapi kamu kenal dia kan?” Aku mengangguk.


“Ia kerja disini?” Aku menggeleng.


“Tapi sering datang kan?” Aku mengganguk lagi.


Gadis itu terus bercerita yang secara pelan ujung-ujungnya selalu mengorek informasi soal Dinah. Pinter sekali. Aku makin curiga…


“Gini aja, malam ini temani aku minum… nanti kalo Dinah datang aku kenalin, oke?” Kayaknya bisa dimodusin. Siapa gak mau gadis cantik dengan tubuh sempurna seperti ini.


Kami masih terus melantai sampai lagu berhenti, lalu mencari tempat di sudut. Segera aku pesan minum. Gadis itu jelas gak biasa minum, ia seperti terpaksa. Cepat sekali sudah mabuk, kata-katanya mulai gak nyambung.


‘Benar juga… Dinah gak turun malam itu. Mungkin aja ia lagi perhatikan gadis itu dari lantai atas.’ Pikirku.


Virgin mulai teller karena minum. Ia memintaku mengantarnya ke WC. Langsung aja ku antar sambil cari kesempatan untuk grepe-grepe. Hehehe….


‘Wah, toketnya kenyal… mantap sekali.’


“Virgin, kayaknya Dinah gak akan muncul malam ini. Kamu ikut ke kamarku yah, nanti aku cerita tentang Dinah. Keknya aku punya alamat dan no telponnya di hp, tapi lagi di charge”


Virgin mengangguk, kelihatan makin sempoyongan. Wah, tak kusangka ini mudah sekali. Aku menuntun gadis itu menuju ke kamarku yang berada di lantai 16 gedung ini. Begitu masuk lift, aku menciumnya…. Eh, gadis ini membalas. Ciuman kami makin panas… ia membiarkan saja aku mengrepe toketnya yang kenyal.


‘Wah… mujur banget aku malam ini. Dapat gadis cantik dengan tubuh yang seksi. Keadaannya yang setengah mabuk justru membuat ia gak pikir panjang. Malam ini harus berakhir di tempat tdur’


Begitu tiba di kamar, aku langsung mendudukkannya di tempat tidur. Ia menatapku penuh nafsu, seakan menanti seranganku.


“Aku mandi dulu yah?” Gadis itu dengan cepat pergi ke kamar mandi.


Setelah 10 menit, ia muncul lagi. Kelihatan sudah segar baru habis mandi. Ia mengenakan kimono milikku, sambil membawa bajunya.


“Dinah juga tinggal di gedung ini?” Ia masih gugup.


“Iya, ia di kamar 203.”


“Kerjanya apaan sih? Kok temanku bilang kerja sama dia?”


“Ia merekrut gadis-gadis Indonesia menjadi model…”


“Agency-nya di mana?”


“Di belakang gedung ini, ada gedung kecil berlantai tiga, masuk dari lorong kiri.” Aku memberikan gambaran sekilas. Titien melihat dari jendela.


“Udah cukup tanya-tanya?” Aku gak sabar lagi.


“Kamu juga mandi dulu, yah” Ia tersenyum sambil menatapku binal.


“Oke deh…” Aku langsung masuk ke kamar mandi.


Tak sampai lima menit aku sudah selesai. Dengan tubuh telanjang aku keluar, tapi aku sangat terkejut melihat apa yang terjadi.


Virgin sudah tidak ada… kimono sudah tergerai di lantai, sedangkan pakaiannya sudah raib. Pintu kamarku masih terbuka lebar…


Ia sudah pergi…


Apesnya lagi hape ku kini terletak di meja, jelas baru dibuka. Pasti ia sudah salin no telpon Dinah.


“Hahahaha, smart girl” Aku menertawakan kesialanku. “Must be her!”


Aku kembali menghubungi seseorang, bilang kalo Titien muncul disitu, gadis itu terkejut... aku bisa bayangkan ia stress sekaligus excited.


-----


“Janus, cepat kesini sini ada pertunjukan menarik” Kevin memanggilku.


Akhirnya setelah diajak-ajak aku mengikutinya menuju ke studio di gedung belakang. Aku melihat hampir semua anggota gang telah berkumpul. Pasti pertunjukan yang menarik.


Di bawah sorotan lampu dan camera, dua pasang pria dan wanita lagi bergumul. Tanpa busana, tanpa pelindung, tanpa batas.


Ketika aku fokus menatap salah satu pasangan, terliha seorang cewek bule yang cantik lagi menjajal keperkasaan Mr. Logan. Ia meliuk-liukan badannya yang seksi, terlihat seperti menari dengan indah dan elegan. Sementara itu matanya setengah tertutup menghayal dan wajahnya jelas membayang aura sange…


Aku terpesona melihat gadis cantik itu.


Sementara pasangan yang satunya adalah salah satu muka lama yang lagi orgasme mengakui keperkasaan seorang bule yang menusuknya dari bawah. Gadis itu terlunjak-lunjak dengan keras… suatu persetubuhan yang panas.


Ini sih hardcore!


Ketika ia udah gak mampu lagi, ia digantikan oleh Dinah sendiri. Wah, kontol cowok itu sangat besar dan panjang. Pantesan Dinah gak mau melepas, harus turut mencicipi.


Aku mulai mengerti kayaknya sepasang orang baru itu, lagi di audisi jadi pemain film porno. Kayaknya udah pasti diterima, yang cewek sungguh cantik dan seksi sedangkan yang cowok sungguh ganteng dan perkasa.


Mungkin aku pernah lihat mukanya, entah di mana.


——


POV Rivaldo


Sementara itu jauh di Manado


Aku baru saja mengantar Nia ke kamar tamu. Rencananya ia dan Cherry tinggal di rumahku selama beberapa hari, takut nanti dicari.


Tadi sore aku sempat mengantar Cherry pergi membeli beberapa kebutuhan pokok di Alfamart terdekat. Ia juga membeli untuk Nia. Mereka berdua masih trauma pulang ke tempat masing-masing, jadi aku bujuk untuk tinggal dirumahku. Cherry masih marah sama teman kosnya…


Aku sih enjoy aja, justru senang ada teman dirumah. Biasa hanya aku sama pembantu.


Malam ini cepat sekali gelap. Aku dan Cherry lagi duduk di sofa sambil menonton TV, sedangkan Nia sudah ngantuk dan ingin tidur. Cherry masih aja berdiam diri, seakan-akan kami berdua masih segan atau malu-malu.


“Cher?” Aku memanggilnya. Terpaksa aku harus mulai.


Cherry menatapku… aku memanggilnya supaya duduk berdekatan, supaya enak ngomongnya.


“Maafkan yah, tadi aku gak bisa tahan diri.” Aku yang harus minta maaf, padahal jelas-jelas tadi dia yang memulai.


“Iya, yang tadi itu suatu kesalahan, pertama dan terakhir.” Cherry meyakinkanku... “Aku masih mencintai Doni”


“Aku juga masih mencintai Deya….”


Cherry tersenyum. Kita berdua langsung sepakat kalo tidak ada yang namanya ‘kita’.


“Tapi kita masih berteman kan?” Aku bertanya lagi.


“Tentu dong… asal kamu merahasiakannya. Aku gak mau Doni tahu soal itu.”


“Baguslah kalo gitu. Sebaiknya kamu cepat tidur, aku juga sudah capek…”


“Ia aku juga sudah sangat capek… gara-gara kamu” Cherry keceplos lagi.


“Ehhhh…” Cherry malu sekali, ia baru sadah udah keceplos.


“Hahaha… Siapa suruh kamu sangat mengundang kek tadi!’ Aku menggoda lagi.


“Ihhhh…. Nakal!” Cherry mencubitku lagi.


Skip-skip


Aku terbangun ketika merasa ada seseorang membaringkan diri disampingku. Ketika berpaling, aku terkejut melihatnya.


“Cherry!”


“Aku gak bisa tidur… aku mimpi buruk!” Keknya gadis ini masih trauma.


“Aku tidur di bawah aja yah?”


“Gak usah, temani aku…”


“Aldo, sini dong…” Cherry meminta aku tidur didekatnya… cobaan apa lagi ini. Apa Cherry lupa kalo aku dulu sangat mengaguminya, sangat menginginkannya menjadi pacarku?


“Tapi…”


“Udah, gak apa-apa. Asal kamu jangan macam-macam.” Gadis itu menutupi tubuhnya dengan selimutku. Aku tercekat, gak berani bergerak. Aku barus sadar kalo waktu tidur aku telanjang bulat.


Di balik selimut tangannya menyentuh tanganku, kemudian menariknya untuk memeluk dirinya. Untung aja Cherry balik belakang.


Aku deg-degan. Kembali tanganku merasakan badan yang langsing tapi padat ini waktu aku memeluk perutnya. Tanganku agak gemeteran waktu bersentuhan dengan kulitnya walau dibatasi oleh baju tidur yang tipis.


-----


“Cher, kenapa aku sial terus dalam soal cinta” Aku berbisik pelan.


“Emangnya kamu pernah patah hati? Apa gak kebalik? Kamu kan yang biasa membuat cewek-cewek pata hati?” Cherry menyindir masa laluku.


“Kamu lupa yah, aku kan bersaing dengan Doni memperebutkan hati si putri kampus... sampe bela-belain tiap sore nongkrong di depan gesung tunggu ia lewat...” Aku bernostalgia masa lalu lagi. Sekiranya Cherry memilihku, pasti aku masih jadian dengannya.


“Ehhh….”


“Akhirnya kamu pilih Doni dan buat aku hancur...” Aku pura-pura kecewa. Wajah Cherry berbalik menatapku lama.


“Ihhh... maaf yah!” Secara tiba-tiba Cherry menciumku di pipi. Hanya sekilas, tapi berkesan lho….


“Aku juga bingung kenapa aku memilih Doni! Kamu gak marah kan?” Aku hampir aja tertawa. Cewek ini baper banget.


“Iya aku tahu kok kalo kontol Doni lebih besar dariku, pantesin aku kalah... Hahaha, tapi gini-gini udah sempat buat skor kita 5-1 lho...” Aku meledeknya


“Ihhhh…” Cherry menutup mukanya.


Aku merapatkan pelukanku. Entah kenapa kata-kata yang singkat tadi telah membuat kami jadi lebih luwes, jauh lebih nyaman… kagak tegang kayak tadi. Tak sengaja, ketika tanganku bergerak keatas aku menyenggol bongkahan kenyal di dadanya lagi…


Cherry diam aja…


Aku penasaran, kayaknya ada yang salah… kusenggol lagi, makin ditekan. Kali ini sengaja…


Cherry masih diam… ia kelihatan malu.


“Cher…”


“Kenapa?” Ia menutup mukanya.


“Kamu gak pake bra yah?”


Cherry mencubit tanganku. Ia malu sekali… terdengar ia menarik nafas panjang.


“Aku kan pake bajumu... sudah kubongkar lemari bajumu, gak ada bra!” Cherry berkata setengah tertawa. Mungkin untuk menutupi rasa malu.


“Kalo aku nafsu gimana?” Aku menyenggol lagi, enak sih… Aku penasaran apa yang akan dibuatnya. Ia diam aja, aku makin berani…


“Biarin asih toh kamu yang stress sendiri, wekkkk….”Ihhh nakal sekali….


Kali ini tanganku bukan lagi menyenggol, tapi langsung membelai pelan. Begitu terasa karena hanya dibatasi oleh baju tipis. Aku telus mengelusnya… Enak sih… dadanya gak besar sih, mungkin 34B tapi sangat padat…


“Kalo sange aku gak tanggung jawab yah!” Cherry kek cuek aja, tapi aku bisa merasakan kalo pentilnya udah naik. Gadis itu sudah terangsang.


“Curang dong… waktu kamu sange tadi aku tanggung jawab kok!” Aku meledeknya.


“Eh… ngomong itu lagi!” Cherry tersipu. Manis sekali…


“Hahaha…. Kamu sangat bernafsu lho tadi. Baru kocok dikit langsung keluar…” Aku terus meledeknya, Cherry malu sekali.


“Eh stop! Gak boleh ingat-ingat….”


“Gimana aku bisa lupa Cher, seksi banget. Memekmu menjepit enak... hampir aku kalah, untung kamu aku sudah bertekad buat kamu gak bangun-bangun lagi. Hehehe...”


Cherry menutup telinganya rapat-rapat, tapi jelas diujung bibir ada senyum kecil.


“Aldo, hush…”


“Kamu hebat lho, bisa squirt gitu sampai banjir kamarnya. Terus waktu orgasme sampe kejang-kejang… hahaha…”


“Ihhhhh…” Cherry berbalik dan mencubitku. Kedua tangannya menyerbu pinggang dan perutku. Ia tidak perduli lagi, mencoba segala cara untuk mencubitku.


“Ehhhh… astaga, kamu telanjang?” Tak sengaja tangannya ketemu dengan kontolku yang sudah tegak menjulang. Cherry terkejut mendapati kalo tubuhku tidak terbungkus kain apa-apa selain selimut. Ia membuka selimut dengan satu hentakan, sambil tangan kirinya terus meraba-raba…


“Hahaha… tuh kan udah sange” Tangan Cherry memegang kontolku yang sudah menjulang keras. Rasanya sangat indah. Ia menatapku nakal, tapi ketika aku menatapnya ia mengeluarkan lidah…


Eh, nakal amat. Aku balas meramas payudaranya… Cherry membiarkan saja, tangannya masih terus meremas kontolku, halus. Bahaya ini…


“Mau dikeluarin?” Cherry menatap nakal. Nakal sekali, air mukanya seakan menantangku. Aku mengangguk berharap…


“Tuh, kocok sendiri sana…. Weeek!” Cherry menunjuk ke kamar mandi sambil meleletkan lidah dengan ekspresi nakal. Ia melepaskan kontolku, membuat aku stress… ihhh kentang lagi, deh…


Gak, bisa. Ini gak bisa dibiarkan, untung tubuhnya gak sempat menjauh. Aku memeluknya, sambil mendekat. Wajahku memperhatikan tonjolan dadanya yang meruncing di balik baju yang tipis. Cherry senyum aja seakan menantang aku membuat hal-hal yang tak senonoh.


‘Kenapa liat-liat? Mau yah?” Ia masih aja menantang.


Tanganku bergerak meremasnya lagi. Tubuh Cherry mengelinjang…


“Beraninya cuma segitu?”


Aku gak tahan lagi. Langsung aja aku mengemut pentil yang tercetak di balik kemeja itu. Cherry berteriak tertahan seakan gak menyangka kalo aku sudah nekad banget. Cherry masih kaget tapi tak sempat buat apa-apa. Ia tidak menyadari kalo kemejanya mulai ku singkap dan mulutku segera mengisap tonjolan kecil itu.


“Ehhh… aduhhhh…” Ia mengeluh. Tapi ia membiarkan aja mulutku nenen di payudara, sementara tanganku meremasnya dengan penuh perasaan. Padat banget…


Cherry mulai mendesah…


“Gimana mau lagi?” Aku menatapnya. Cherry hanya tertawa… tiba-tiba tangannya bergerak kebawah dan kembali mengocok kontol kebanggaanku. Tangannya bergerak lincah… kontolku makin tegang aja.


“Eh… pelan…” Tangannya bergerak cepat, membuat aku keenakan. Bahaya ini, bisa-bisa aku keluar di tangannya.


“Hehehe… enak yah?” Cherry menggodaku sambil memainkan lidahnya lagi. Gaya khasnya waktu menggoda.


Aku gak tahan lagi, dengan segera aku balas membuka celananya. Cherry membiarkan aja aku telanjangi… eh, ia gak pake pakaian dalam, langsung telanjang bulat, ia tersenyum ketika aku membuka kakinya lebar-lebar. Kembali memek indah itu terekpose bebas didepanku. Cherry terus menatapku…


“Aldo, udah dong!” Ia mencoba menutup kakinya, sementara wajahnya menjadi merah karena malu. Cewek nakal ini akhirnya blushing juga…


“Boleh?” Aku bertanya… Cherry gak menjawab. Tapi ia menutup matanya.


Akhirnya permainan lidah yang Cherry impikan datang juga. Aku mulai mengecum, mengulum dan menjilati vagina yang sangat indah kelihatannya. Cherry sampai melonjak-lonjak…


-----


POV Cherry


Aku gak bisa tahan lagi…


Di saat aku menikmati permainan lidah dan jari Aldo, tiba-tiba aku merasakan suatu energy menjalar ke sekujur tubuh. Sejenak aku measa diriku sedang melayang, tak lagi mampu berpikir apa-apa. Aku hanya bisa terbujur kaku…


Tapi ini geli sekali. Aku gak tahan lagi, tubuhku mulai bergetar dan mengejang. Akhirnya aku sampai terlonjak-lonjak demikian kuat.


“Aaaarrrrggggggghhhhh” Aku orgasme lagi. Cepat sekali…


Akhirnya aku merasakan kelojotanku semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Mataku masih terpejam, aku baru merasakan sensasi dahsyat….

Vaginaku masih terasa berdenyut kuat.


Tapi sebelum sadar apa-apa, Aldo sudah menindih tubuh ku. Aku bisa merasakan bobot tubuh cowok itu terutama di bagian bawah pinggangnya. Aku bisa merasakan bagian tubuh bawahnya bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya.


“Nakal…” Aku memeluknya erat-erat sambil menutup mata. Alat kelaminnya sudah tepat berada di pintu memekku tanpa permisi. Entah siapa yang menuntun, kontol itu mulai mencari sendiri jalan masuk.


“Ssssshhhhhh” Entah siapa yang memulai kami berdua sudah saling menciumi. Aku membiarkan saja ini terjadi dengan alamiah.


Aldo tersenyum tapi aku membuang muka… tak berani melihatnya, tapi ia tahu kalo aku sudah pasrah seutuhnya. Terasa Aldo mendorong kuat pantatnya dan batang kemaluan itu merengsek masuk… perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan batang itu. Tak lama kemudian aku merasa ia sudah sepenuhnya didalam diriku… mentok.


Semuanya terjadi tanpa kata-kata, begitu aja seperti sudah seharusnya.


Jadi Aldo mengangkat daguku membuat aku termengadah menatapnya. Aku malu sekali… rasanya pipi ini udah merah semerah-merahnya. Ia tersenyum dengan pandangan yang meyakinkan. Aku balas senyumnya sambil mengangguk kecil.


Aku pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Aldo terus memandangi wajah ku dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Aku merasa seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu.


Aldo mulai mempercepat pompaannya, tapi masih aja lembut kayak tadi. Penisnya yang sudah bersarang sangat terasa, seperti ikatan yang menyatukan, bukan hanya tubuh tapi secara emosi. Suatu ikatan perasaan yang hanya bisa dirasakan oleh Aldo dan aku, tak seorangpun bisa merasakan itu.


‘Apa aku sudah jatuh cinta?’


“Auhhhh” Tusukan Aldo makin tak beraturan, sukar di tebak, terkadang panjang dan dalam, tapi kadang juga hanya menggesek tipis.


Ia kembali menunjukkan kehebatannya membuat cewek-cewek takluk. Aku harus mengakui kalo Aldo sangat hebat dalam memperlakukan wanita. Sungguh nikmat… melayang… jauh. Aku merasa memekku tergesek kuat… hangat… lembut.


Aku menyambut setiap gerakan Aldo dengan jepitan dan gerakan kecil pantatku. Aku harus melawan…. Kalo gini terus gak sampe dua menit udah kalah lagi. Aldo mendesah lagi… tapi akupun sudah terbuai keenakan. Ia kuat sekali, batangnya keras lagi. Pompaan Aldo makin keras, cepat berirama, tapi tetap tidak tertebak. Aku mengerang lagi… mulutku terbuka kecil.


Semakin kuat dan cepat sodokan Aldo membuat aku merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Aku mencengkram punggungnya keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Tubuhku mengejang lagi.. pinggulku terangkat tinggi… tapi terus dikejar Aldo dengan penisnya. Aku gak bisa tahan lagi…. Kepala ku mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Aku merasakan tubuhku ringan dengan aliran darah mengalir keras… aku gak tahan lagi.


“Ahhhhhhrrrggggggg” Aku dapat lagi. Dahsyat seperti sebelumnya.


Dinding vaginanya berdenyut kuat mencengkram kuat vaginaku. Aldo tidak mencabut penisnya, sehingga denyutan vaginaku tertahan penis Aldo yang msih keras membenami liang itu.


Aldo hebat sekali… aku kagum sekali, ia tahu bagaimana membuat seorang wanita merasakan puncak kenikmatan. Sebuah teknik bercinta yang baru aku rasakan.


“Aldo, nikmat sekali”


Aku memeluk cowok itu kuat-kuat serta menciumi pipinya. Aldo tersenyum melihat tingkahku…


“Enak?”


“Banget!”


Aldo membiarkan aku istirahat sejenak.


“Kamu masih lama?”


“Tadi udah hampir keluar…”


“Jangan lama-lama, aku udah cape…”


Aldo membalikkan badanku dan memeluk pinggangku dari belakang. Aku berdebar-debar begitu tahu kalo aku akan di doggy… biasanya aku gak bisa bertahan lama kalo pake gaya ini.


Aldo menggesekkan penisnya kembali, hanya sebentar. Tak lama kemudian aku merasa sebuah benda asing memasuki tubuhku. Aku menunduk dan menggigit bibir merasakan batang besar itu terbenam makin dalam. Aku mengangkat pantatku, dan Aldo mulai memompa kuat. Aku mengikuti irama pompaanya, sambil mendorong pantat kebelakang. Ini sangat nikmat…


Sodokan Aldo makin kuat aja… kontol yang keras itu terasa makin besar. Aku makin bernafsu dan mulai mendesah lagi. Padahal sudah keringatan… Aldo menusuk terus… Aku gak mampu lagi mengendalikan tubuhku… kembali aku melayang dalam orgasme yang indah. Tubuhku kembali kelojotan...


“Aaaarrrrrrgggghhhhhhh …. Ehhhh….!”


Aldo gak mau berhenti, ia terus menusuk walaupun aku sudah dapat. Memekku masih berdenyut, mencengkram kontol itu dalam kontraksi yang kuat… tapi ia terus menusuk… memompa… menyodok masuk.


“Aaaaahhhhhhhhh” Orgasme yang sangat panjang… aku dapat lagi, kali ini beruntun… sangat indah.


“Buang di mana, Cher?” Pertanyaan Aldo tidak kujawab… aku masih melayang karena nikmat.


Aldo juga hampir sampai… ia pasti gak tahan merasakan jepitan maksimal pada kontolnya. Aldo mencabut kontolnya… hampir aja nyemprot di dalam.


Aldo membalikkan tubuhku dengan cepat, kontolnya dibawah di depan wajahku.. Aku menutup mata tapi membuka mulut. Aku meraih kontol itu dan mengulumnya….


“Aaaahhhhhhhhhh” Aldo keluar… menyemprotkan lima kali tembakan ke dalam mulutku. Aku menelan sebagian besar pejuhnya… mulutku masih terus mengulum kontol yang masih aja keras itu.


Aldo berbaring di sampingku, tubuhnya juga basah oleh keringat. Sungguh persetubuhan yang menguras tenaga. Wajah Aldo membayangkan kepuasan yang maksimal… Aku menatapnya kagum, pria ini tahu memperlakukan wanita. Romantis banget. Aku berandai-andai apa jadinya kalo aku menerima cintanya yang begitu menggebu-gebu mengejarku dulu.


Aldo masih menarik nafas panjang, lunglai kecapean. Aku mengusap lembut kepalanya penuh kehangatan.


“Puas Aldo?”


Aldo hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Aku tersenyum bahagia mendapatkan jawaban cowok itu. Bangga juga bisa membuat Aldo puas kenikmatan.


“Cher, nikmatnya gak tertandingi… kamu yang paling hebat”


“Kamu juga hebat Aldo… yang tadi itu nikmat banget”


Kami berdua masih tidur-tiduran. Aku merebahkan kepala ke pundaknya. Aldo merangkulku dengan penuh perasaan... Kami berdua hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi.


——


POV Deyara


“Ehhhh!” Aku gak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba gelas yang aku pegang jatuh…


Aku langsung tersadar mendengar bunyi gelas pecah berserakan dekat kakiku. ‘Ini pertanda buruk, Apa yang terjadi? Kak Ryno? Kak Titien? Ato… Rivo?’


Astaga jangan-jangan sesuatu terjadi pada Rivo. Memang aku kesal padanya, aku menanti dia semalaman di konser One Direction, tapi ia gak muncul. Padahal aku sudah capek jalan kesana kemari mencari bayangnya.


‘Apa Rivo lupa? Gak mungkin. Pasti sesuatu terjadi...’


Aku coba ingat-ingat… kembali terbayang Kak Doni yang dikeroyok sampai patah-patah, Darla yang diperkosa, dan Nia yang hampir saja diperawani.


‘Apa target Dinah berikutnya adalah Aldo?’


Kali ini aku larut dalam kesedihan… tak terasa kesedihanku berubah menjadi kemarahan. Aku gak boleh diam aja, aku harus menghajar mereka.


‘Malam ini juga, aku akan pergi ke Red Dragon…. Aku akan membuat perhitungan dengan mereka. Aku tak perduli lagi apa yang akan terjadi, asalkan aku bisa membuat mereka menderita.’


Tunggu pembalasanku, Dinah!

Tengkiu marengkiu Suhu update-nya.. ini yg keren.. dengan terpaksa tapi ada rasa yg muncul selain nafsu..
Ada rasa cinta, nafsu, harga diri, rasa malu dan perasaan terpaksa itu membuat konflik cerita yg mengagumkan..
Sampai ketemu minggu depan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd