Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Karakter episode ini

Titien



Deyara



Megan



Darla



Ryno (aka Romeo)



Shaun (aka Dickhead)
 
Terakhir diubah:
Episode 12 – Di mana kamu?


POV Titien


“Eh, suara apa itu?”


Aku tiba-tiba terbangun, masih subuh dan matahari belum terbit. Aku memang biasa bangun jam segitu. Aku baru sadar sudah berada di kamarku… semuanya tampak sama, gak ada yang berubah. Kok aku kek merasa gak enak, yah?


“Eh, tunggu? Mana Ryno?” Aku bingung, biasanya Ryno yang membangunkanku tiap pagi, kebanyakan pake sentuhan nakalnya. Tapi mana dia?


Aku mencoba-coba ingat apa yang terjadi tadi malam. Ah! Aku mendapati suamiku ml dengan sepupuku, Deya… ‘tega banget Ryno mengambil keperawanannya’… tak terasa dua tetes air mata meleleh di pipiku.


Mudah-mudahan semuanya hanyalah mimpi buruk. Aku membuka pintu pelan-pelan, ingin mencari tahu apa bunyi apa yang diluar. Apa Ryno? Eh, dia tidur di mana?


Ryno masih tertidur di atas sofa, wajahnya kelihatan stress. Pasti terbawa pikiran waktu tidur, aku makin was-was ketika melihat orang lain didekatnya, Deya.


‘Dia mau ngapain?’ Aku melihat gadis itu membelai wajah Ryno dengan lembut. ‘Ihhhh, bikin sebal orang aja!’


Deya makin berani, ia memeluk cowok yang masih tertidur lelap itu. Dan ia menciumnya… cukup lama! ‘Ini gak bisa dibiarin….’


Ryno tampak menggerakkan kepala sedikit, tapi belum membuka mata. Orangnya memang begitu, suka bergerak sambil tidur…

Aku mengingat kembali waktu aku menciumnya di sofa dulu… waktu ia stress mengganggap aku sudah meninggal. Kejadiannya mirip… dan waktu itu aku sedih, karena ia memanggil-manggil nama Deyana, sepupuku. Apa dia masih ingat yah?


“Titien?” Ryno mulai memanggil tanpa sadar.


“Titien sayang, apa kamu sudah memaafkanku? Aku gak bisa hidup tanpamu, sayang! Percayalah, hanya kamu yang aku cinta selama ini…”


Ryno terus aja mengingau… Deyara sudah pergi, sementara hanya bisa menatapnya sambil menangis.


“Ihhhh…. Bikin stress aja…!”


Aku kembali masuk ke kamar dan menutup pintu. Sekali lagi merenung apa yang harus aku perbuat. Aku gak mampu juga kehilangan Ryno, tapi gimana dengan kebahagiaan Deyara? Gak mungkin kan Ryno membiarkannya setelah apa yang diperbuatnya. Ryno harus tanggung jawab!


Aku mengingat semua kebaikan dari ayahnya, Om Agus yang memberiku pekerjaan dan tempat tinggal supaya aku bisa kuliah. Memang akhirnya aku dapat beasiswa bidik misi, tapi awalnya aku harus tinggal di rumah mereka. Om Agus juga terus membantuku… menjadi ayah bagiku, dan memberikan pekerjaan kepadaku di travel agen miliknya. Aku tidak bisa membalas kebaikan ayahnya, mungkin ini cara satu-satunya.


Aku juga mengingat kebaikan almarhum Anita, kakak dari Deya. Anita mengajariku banyak hal tentang dunia wanita, terutama bagaimana menjadi wanita yang terhormat, sopan. Ia mengajariku berdandan, bersikap, bertutur kata, dll. Ia sering memberikanku kosmetik, alat-alat kecantikan dan pembersih tubuh. Hampir semua hal yang kutahu, diajar oleh Anita. Aku banyak berhutang kepada keluarganya.


Yah, aku harus melepaskan Ryno dan membiarkannya dengan Deya. Aku memantapkan hatiku dan mulai berjalan perlahan menuju kamar Deya. Aku harus bicara kepadanya dari hati-ke-hati. Aku harap urusannya bisa clear… Aku siap mengalah untuk gadis itu.


Tepat ketika hendak membuka pintu, tiba-tiba terdengar suara keras.


“Kring… kring… kring…”


Aku hampir lompat ketika mendengar suara hape yang berbunyi nyaring. Deya mendapat panggilan telpon… eh bukan, ini video call via messanger… aku jadi penasaran mendengarnya. Untung suaranya jelas terdengar di balik pintu yang agak terbuka.


“Arlita…”


“Cherry? Heh kamu tambah cantik aja, Kak” Deya menyahut.


“Apa kabar kamu cantik? Kak Titien ada disitu?”


“Mau bicara dengan Kak Tien? Jangan sekarang yah,


“Eh kenapa?”


“Doi lagi berantem dengan suami… biasa masalah rumah tangga…” Deya gak berani ngomong.


“Kak Titien berantem dengan Kak Ryno? Astaga… aku gak percaya, mereka kan gak pernah baku marah sebelumya.”


“Ihhh, dibilangin gak percaya…” Suara Deya terdengar agak parau…


“Oh, oke… kamu gak rindu sama Rivo, ia cari-cari kamu lho!” Cherry mulai nakal lagi, menggoda calon iparnya.


“Buat apa dia mencari ku, apa sudah puas dengan Darla?” Jawaban Deya agak ketus, seakan tidak perduli tentang cowok itu. Aku jadi penasaran.


“Eh, maksudnya…!”


“Ia sudah puas menghamili cewek itu dan sekarang mencariku?” Deya melampiaskan kekecewaannya.


“Deya, jadi kamu gak tahu selama ini?” Suara Cherry agak tertahan, memberi efek suspense.


“Apa?”


“Darla itu hamil tapi bukan dengan Aldo, dan cowok itu hanya bantu ia lari supaya gak malu. Soalnya keluarganya memaksa Darla untuk gugurkan kandungan atau kawin dengan seorang duda di kampung. Makanya Aldo bawa dia ke LA sampai anaknya lahir”


“Ohhhhh”


“Baru-baru ini ketahuan, ternyata Darla hamil di luar kandungan, dan sudah dikoret oleh dokter di LA.”


“Astaga!”


“Sekarang ia sedih karena kamu menjauhi Rivaldo. Mana Aldo lagi udah kayak robot, frustasi melulu ditinggalkan kamu… ia kayak gak ada lagi gairah hidup. Untung aja setelah dipaksa ia mau juga ikut wisuda, padahal ia ingin kamu dampingi lho…”


“Kak Cherry ketemu?”


“Iya… Aldo curhat ke aku kalo kamu marah ke dia. Ia nyesal gak ngomong semua baik-baik dengan kamu sebelumnya…”


“Kan Rivo bisa pergi dengan Keia…” Aku mendengar nada cemburu pada kata-kata Deya itu.


“Hahaha… aku juga selama ini pikir begitu, Aldo menyukai Keia…”


“Jadi?” Cherry bikin tegang lagi…

“Keia itu ternyata masih sodara dekat dengan Rivo, Keia itu sepupunya…”


“Astaga!” Keduanya terdiam…


“Di mana Rivo sekarang?”


“Cari kamu di Amerika…”


“Huh?”


“Iya, dia baru aja berangkat…”


“Terus…”


“Dia tanya alamat rumah, jadi aku telpon cari Kak Titien…”


“Ohhhh…”


“Udah yah, aku telpon Kak Tien 2 jam lagi, mudah-mudahan udah gak marahan…”


-----


‘Kasian sekali kamu Deya…’ Aku kini tahu alasannya datang kemari, sengaja menghindar dari Rivaldo.


Sohib dekat Doni itu memang sudah lama aku kenal, orangnya tampan tapi agak playboy… eh mirip banget dengan Doni… eh, tapi sebelum jadian dengan Cherry. Mungkin juga Aldo kini mau berubah…


Kalo gitu nanti ajalah aku ngomong. Deya lagi banyak pikiran… pasti ia nyesal udah keburu bablas dengan Ryno.


Aku menatap cowok yang masih tidur di sofa itu.


“Dasar bajingan… teganya kamu merusak masa depan Deya, adik iparmu sendiri…”


-----


POV Deyara


“Astaga… Kenapa jagi begini?”


Aku menutup wajahku dengan tangan. Rasanya malu sekali, ternyata Rivo gak salah… jadi selama ini aku yang salah, gak ngerti soal Rivo.


“Aku egois!” Berkali-kali aku menyesal, eh bukan menyesali keperawananku jatuh ke Kak Ryno, tapi menyesali kenapa aku gak kasih kesempatan bagi Rivo untuk menjelaskannya.


‘Ternyata aku hanya bikin semuanya tambah ruwet lagi. Pelarianku dari Manado menimbulkan banyak masalah, baik di Manado… terlebih masalah Kak Titien dan Kak Ryno.’


“Aku harus buat apa!”


Sekarang ini aku gak bisa begini… aku malu sekali sama Kak Titien, dianggap perebut suami orang. Juga aku gak mau kalo Rivo datang mencariku di sini.


“Aku harus buat apa!”


Aku kembali memikirkan masa-masa indah dengan Rivo, bagaimana ia sangat mencintaiku walau ku tolak berulang kali. Padahal jujur hatiku udah lama mengaguminya, cowok yang pintar, ganteng, jago lagi.


Eh, satu lagi. Onderdilnya boleh juga… memang sih jauh di bawah Kak Ryno, tapi gak kecil-kecil amat. Justru termasuk ukuran besar untuk orang Indonesia.


“Deya, kok pikir soal itu sih?”


Wajah Rivo terbayang-bayang terus. Kata-katanya… impiannya… hobinya… musiknya… eh! Aku baru ingat…


Aku segera mencari informasi di Internet, dan setelah mendapatkannya langsung memesan tiket. 3 hari baru nyampe… wah… masih ada waktu 2 hari. Mudah-mudahan sempat!


Aku langsung mengepak barang-barangku dalam sebuah tas ransel, kali ini jadi backpacker dulu, ah! Hanya yang ku anggap berharga yang ku bawa, yang lainnya nanti di ambil lagi di sini.


“Maaf Kak Titien… aku harus melakukan ini. Aku tidak mau rumah tangga Kakak”


-----


Good morning Miss, are you Deyara?”


Seorang cowok bule dengan mobil Toyota Prius membuka pintu untukku. Ini pasti jemputanku.


Yes, I am. And you are Mike, right?” Aku menjawab sapaannya dengan sopan.


Yes… and we are bound to Penn Station. Is that right?” Mike mengkonfirmasi tujuan kami, dan aku hanya mengangguk.


How are you doing, Deyara?” Katanya basa basi sambil menjalankan mobilnya.


“I am fine, and you?”


“I’m good, thank you!”


Mobil sedan itu meraung melewati Lincoln tunnel, dan menerobos masuk ke terowongan yang letaknya dibawah Hudson river. Aku teringat film-nya Arnold Schwarzenegger yang menceritakan tentang tunnel ini waktu diserbu teroris, sehingga harus lolos melewati sungai. Eh, kalo gak salah judulnya Daybreak.


Untunglah lalu-lintas masih jarang kalo pagi-pagi buta seperti ini, sehingga Mike dapat dengan mahir menekan pedal akselerasi hingga hampir maksimal. Selepas tunnel, kami masih melewati jalan-jalan satu arah kota New York yang bising dan mulai padat. Dengan lincah mobil Prius itu menyelinap diantara taxi-taxi kuning yang suka main berhenti seenaknya.


Tak lama kemudian sebuah gedung stadium megah kelihatan di depan kami. Madison Square Garden, kandangnya tim basket New York Knicks. Ayahku suka masuk ke arena tersebut, tapi bukan karena basket, tapi karena tinju. Yah, banyak juga pertarungan tinju dunia diselenggarakan di tempat ini.


Tepat di bawah MSG, terletak Penn Station, stasiun kereta api juga stasiun bus yang terletak di bawah tanah. Disitulah tujuan kami, dan begitu dapat parkir, Mike langsung membantuku menurunkan barang bawaanku. Wah, ternyata naik uber enak juga…


Setelah mencari-cari, akhirnya aku menemukan juga kendaraan yang akan membawaku ke tempat tujuan. Jauh dari Titien dan Ryno…


Sementara duduk manis, aku membuka hapeku dan menulis sms ke Titien dan Ryno… ah, nanti aja kirim kalo aku sudah jauh!


“Maaf, aku pergi tanpa pamit, mungkin ini yang terbaik. Jangan cari aku, aku baik-baik aja!”


Good bye New York… thank you for the good times, I will always remember you…”


-----


POV Ryno


“Apa katamu, Lita tidak ada?” Shaun membuatku kaget, sedangkan Titien yang duduk didepanku sampai tersedak.


Waktu itu kami lagi makan siang, agak telat sih udah jam 2. Kami berdua sepakat untuk gencatan senjata, dan akan membicarakan persoalan ini baik-baik. Aku terpaksa menyetujui ide-nya dan harus menerima keputusannya. Aku terpaksa, ia gak mau makan dari pagi… walaupun aku tahu Titien ingin aku menikahi Deyara.


Nasi sudah menjadi bubur, semuanya hanya tergantung pada gadis itu.


Dari tadi aku bersikeras mengatakan kalo aku tidak merayunya atau memperkosanya. Malah aku bilang kalo Deya yang terus-menerus menggodaku. Tapi kata-kataku tidak diterima Titien… aku juga bingung bagaimana menjelaskan kalo aku lepas kontrol malam itu.


Sementara itu Shaun disuruh memanggil Deyara yang sejak tadi pagi mengurung diri di kamar. Kami berharap hal ini dapat diselesaikan baik-baik dan menjadi rahasia keluarga…


Shaun mengangguk…


Dengan cepat aku menuju ke kamarnya, dan Titien ikut di belakangku. Dan apa yang kami temukan sungguh mengagetkan… Bukan hanya Deyara tidak ada, tapi jelas kalo bag pack-nya sudah hilang. Ia pasti sudah pergi…


“Lita….!” Titien berteriak memanggil…


“Astaga!” Aku kaget sekali… semua langsung kacau.


“Lita… Lita….!” Dengan cepat aku pergi ke pintu depan dan mencoba mengejarnya. Tapi sampai di pagar pun aku tidak menemukannya…. Kucoba melihat ke kiri dan kanan, siapa tahu ia masih dekat. Deyara sudah hilang tanpa jejak.


Shaun berlari mendekat, ia baru saja mengecek semua ruangan di rumah ini. Tapi waktu ku tanya, ia hanya mengangkat bahu tanda tak ada hasil.


Sementara itu Titien masih duduk di tempat tidur Deyara, sementara menatap hape-nya. Berulang kali ia mencoba menghubungi gadis cantik itu, tapi Deyara tidak mau mengangkat hape. Titien masih mencoba lagi… justru ia menerima sms dari Deyara.


Titien terpaku membaca tulisan di hape-nya. Ia membacanya sekali lagi, rasanya tidak dipercaya.


“Maaf, aku pergi tanpa pamit, mungkin ini yang terbaik. Jangan cari aku, aku baik-baik aja!”


Setelah pesan itu, hape Deyara sudah tidak aktif lagi. Kemungkinan besar ia membuang nomornya…


“Eh, kenapa Tien?” Gadis itu tampak pucat, dengan cepat aku memeluknya sebelum ia jatuh tak sadarkan diri.


-----


“Tidak Titien… ini gila, kamu mau cari kemana?”


Aku mencoba menahan istriku. Ia nekad mau mencari Deya di jalan-jalan kota New York. Ia sudah membuat flyer berisi foto Deyara dan nomor telpon untuk ditempelkan.


“Romeo… aku gak bisa tinggal dia sementara Deyara gak di rumah. Paling tidak aku lagi buat sesuatu, bukan seperti kamu yang cuma tunggu-tunggu di rumah!”


“Kita kan sudah telpon polisi!” Aku menyanggah.


“Iya, tapi polisi tidak bisa buat apa-apa sampai 3 x 24 jam, katanya Deyara sudah cukup umur… dan ia berhak untuk pergi sendiri!” Kata Titien juga gak kalah kuatnya.


“Tapi ide untuk cari di jalan-jalan itu gak efektif. Lagian ini sudah sore, dikit lagi sudah gelap” Titien terkulai pasrah mendengar kata-kataku…


“Tapi….”


Titien menangis lagi, ia sudah mengkhayalkan hal-hal buruk yang bisa terjadi. Dari tadi aku coba menghiburnya


“Ok, kalo kamu memaksa, ayo kita ke Central Park!” Aku terpaksa menyetujuinya. Aku gak tahan melihat wajah Titien yang stress. Kayaknya ia gak betah tinggal di rumah…


Akhirnya aku menemukan suatu kilat harapan di mata Titien, suatu cahaya yang baru bersinar kembali. Itu sudah cukup… udah dari kemarin aku merindukan hal itu…


Tak terasa sudah lebih dua jam kita jalan-jalan di park. Kamu memulai tepat di depan the Met museum, dan dari situ mulai berjalan berkeliling. Sayang sekali tidak ada tanda-tanda penampakan gadis itu, dan lagi tidak ada orang yang pernah melihatnya.


“Tien… apa sebaiknya kita istirahat dulu… ini sudah gelap, apalagi kamu udah capek. Kamu belum makan kan dari tadi…”


Titien hanya diam dan mengatupkan mulutnya. Gadis ini sungguh keras hati…


“Kita makan burger di situ yah, kalo udah kuat kita terus ke Times Square…!” Aku kembali mengajaknya. Kali ini Titien mau…


Setelah aku membeli dua buah burger, dengan cepat semuanya habis dimakan. Tanpa bertanya aku kembali menambah beberapa bagel… dan semuanya dilahap gadis itu.


“Udah, gak usah liat-liat!” Titien tersipu setelah aku menatapnya menghabiskan 2 buah bagel. Ia jadi malu, tapi justru tambah cantik disinari cahaya bulan. Aku jadi makin terpesona… ahh!


“Tien, apa mungkin Deya sudah sudah naik pesawat kembali ke Indonesia? Ia kan membawa paspor dan tiketnya…”


Bentar aku telpon Doni dan Cherry…


Setelah ngomong gak lama dengan Doni dan Cherry, Titien kembali menggeleng. Agaknya mereka juga gak tahu apa yang terjadi dengan Deyara… tapi Doni akan segera menghubungi teman karibnya. Mudah-mudahan ia tahu…


Times square sungguh indah di malam hari, paduan cahaya lampu LED, running text, Layar LCD yang lebar-lebar, papan reklame yang besar-besar serta permainan sinar laser, menyebabkan simpangan jalan yang padat itu kelihatan sangat meriah. Di sana sini terdengar musik disko… kami segera memajang foto Deya dan bertanya-tanya kepada beberapa pengunjung.


“Gimana ada hasil!” Tanya aku kepada Titien.


“Baru kali ini aku mendapatkan jawaban tidak dalam lebih dari sepuluh bahasa…” Jawaban hiperbola dari Titien yang menggambarkan keaneka-ragaman pengunjung yang memadati tempat ini.


Setelah lewat jam 12 malam, akhirnya Titien capek juga. Aku duduk bersandar di sebuah bangku yang terletak di dekat tempat itu, sedangkan Titien menyandarkan kepalanya di tanganku. Rasanya gimana…


Aku membelai kepalanya yang basah dengan peluh…


“Eh! Jangan macam-macam!” Ucap gadis itu dengan ketus. Ternyata masih marah… tapi ia kembali menyandarkan kepalanya, kali ini ia sudah tidur di dekapanku.


“Tien, kita pulang aja yah! Udah ngantuk, nanti kita datang lagi besok pagi!” Titien diam aja.


“Sayang, ayolah…!” Aku mendesaknya.


“Cape banget…!”


“Udah dingin nih… bentar lagi tambah dingin!”


“Tapi aku gak bisa jalan lagi… capek!” Titien keknya gak mampu lagi berdiri.


“Mau digendong?”


“Boleh, asal jangan macam-macam, yah!” Ih… lucu sekali jawabannya.


Terpaksalah aku menggendong cewek itu ke mobil dan mambantu dia duduk di kursi penumpang depan. Titien diam aja…


Aku segera menghidupkan mobil yang membawa kita pulang. Moga-moga besok membawa kesempatan yang lebih baik.


-----


POV Shaun


Thank you Shaun, for being my hero again tonight!”


Gadis itu kembali menatapku dengan senyum manis. Ini udah kali kedua aku mengantarnya pulang, Kali ini kami masih berdiri berhadapan di depan pintu apartemennya, ia menatapku malu-malu. Sementara aku menggenggam tangannya erat.


Megan memang beda, ia kelihatan seorang gadis yang sangat manis tapi lebih dari itu ia seperti bunga yang baru mekar. Kentara sekali ia masih suka gugup didepan cowok. Untunglah ia merasa cukup nyaman denganku. Apakah ia mengaharapkanku malam ini?


Tatapan mata dan gerakan bibirnya menunjukkan kalo gadis ini masih hijau dalam dunia perlendiran. Sukar dibayangkan ada gadis secantik ini tapi masih suka gugup dekat cowok… kek di Indonesia aja.


You better go home, Shaun!” Aneh juga, disuruh pulang tapi tanganku masih dipegangnya.


“Can I just be here for another minute?” Gombal 101 khas cowok… tapi gadis ini spesial lho.


“Hahaha… are you trying to hit on me?” Megan makin gugup.


“Well… what do you think? Do I have a chance? I am calculating my prospect”


“Hahaha…” Megan hanya bisa tertawa, dan membiarkan saja tangannya terus ku genggam.


“Can I kiss you goodnight?” Aku berbisik pelan… suatu pertanyaan yang menjurus.


Megan tidak menjawab, tapi jelas sekali kalo ia nampak makin tegang. Ihhh, bikin aku makin pingin mencium bibir merah dan ranum itu.


“I don’t know…!” Ia menyandarkan tubuhnya… makin mendekat. Keknya ada harapan…


“Close your eyes!” Aku berbisik memberikan pengarahan.


Megan tersenyum sambil mengangguk kecil. Setelah menarik nafas satu dua kali, Ia menutup mata rapat-rapat, keknya sudah siap.


Aku makin mendekatkan wajahku, nafas kita mulai terasa… aku berikan waktu kepadanya. Ia masih menantikan ciuman itu…


“cup… cup!” Dengan cepat dan tiba-tiba aku mencium kedua pipinya. Megan tampak kecewa tapi wajahnya makin merona…


“Eh, kok….” Tepat ketika mulutnya terbuka, bibirku langsung menempel ke bibirnya… Megan cepat-cepat menutup matanya, sedangkan bibirku melumat bibirnya yang masih terkejut.


Megan cepat-cepat menutup matanya… sementara bibirku makin merajarela… mengisap, menggigit kecil, melumat, dan akhirnya lidahku pun masuk… Megan makin kuat menutup mata.


Sementara itu tangan kiriku memeluk tubuh seksinya, sedangkan tangan kananku membuka pintu apartemennya. Begitu terbuka, aku menarik tubuhnya masuk dan menutup pintu… tanpa memasang lampu ku dorong tubuh Megan ke sofa dan ia hanya pasrah.


Megan masih aja diam ketika bajunya dipelorotkan ke bawah. Tanganku dengan lihai membuka bra yang melingkar ketat… tubuhnya kini telanjang, kecuali satu potongan kain segitiga.


Ciumanku sudah mulai turun, kali ini lehernya menjadi sasaranku.


“Shaun… tunggu dulu!”


Megan mulai mendesah, terlihat jelas kalo ia gak tahan lagi. Aku menarik kepalaku,


“Eh… astaga!”


Ia terkejut melihat ketelanjangannya, dan ia tambah malu menyadari tatapanku.


“Hush… kok lihatnya sampe segitu…!” Megan tertawa malu, tapi bangga.


“Kamu cantik sekali!” Aku harus memujinya… tubuhnya yang padat dan ramping jelas istimewa. Ia bagaikan seorang dewi yang turun dari kahyangan…


What do you want?”


I want you tonight!”


Megan tersenyum, ia kini mulai membuka kancing-kancing kemejaku satu demi satu. Blesh! Akhirnya aku kini telanjang dada… ia mulai membuka celanaku…


Keknya malam ini special deh!


-----


POV Titien


“Romeo… kenapa kita jadi gini?” aku bertanya cowok yang masih tiduran disampingku.


“Aku juga gak tahu, Tien!”


“Apa karena taruhanmu yang bodoh itu?”


“Gak kok, aku yang salah, bukan kamu…”


“Siapa bilang kalo itu salahmu? aku justru yang duluan bermain api!”


“Eh, maksudmu?” Ryno terkejut. Ia membalikkan badan menatapku.


“Maafkan aku…” Aku menatapnya dalam-dalam, tak terasa dua tetes air mata kembali mengalir turun.


“Apa yang terjadi di Washington?”


“Aku membiarkan Shaun mengoralku… dan… aku gak bisa mencegahnya… ia memaksa… tapi aku gak mau! Tapi bukan cuma Shaun… aku hampir diperkosa oleh atasanku, tapi aku gak melawan lagi… untunglah sempat ketahuan!” Aku berbicara dengan terbata-bata…


“Sayang, tarik nafas dulu, terus cerita…”


Aku menceritakan tentang Pak Beni, bagaimana aku dijebak oleh temanku… dan bagaimana aku menghancurkan karirnya… Ryno hanya diam aja.


“Terus Dickhead?” Ryno bertanya.


Akhirnya aku menceritakan pengalamanku dengan Shaun, masalah dengan kamar, terus kenakalannya waktu mengoralku, dan akhirnya waktu kita petting di tempat tidur dan Shaun memaksaku… Ryno hanya diam saja.


Aku kembali menceritakan segalanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi.


Romeo tak bergeming, tak kelihatan selembar emosi pun di wajahnya. Padahal aku tahu ia sangat kecewa. Siapa gak marah kalo istrinya dipake orang… ia hanya menatap keatas seakan merefleksikan di titik mana awal segalanya.


“Aku menyesal sudah buat deal dengan Shaun… Selama ini aku yakin kalo aku kuat, aku hanya mencintaimu... dan tak ada cewek lain yang dapat menggodaku karena cintaku padamu sangat dalam. Ternyata aku bisa juga jatuh… dan selama in aku tahu kalo kamu hanya mencintaiku… gak pernah kusangka kamu bisa juga jatuh… aku khilaf Tien, ini semua karena ego-ku mau menunjukkan kepada Shaun kalo kamu tak bisa dijangkaunya… tapi aku bodoh sekali membiarkan ia merayu istriku… ahhhhh…..”


“Aku juga salah, Romeo. Aku menyangka aku kuat sehingga Shaun gak bisa menggodaku, dan aku menyerah kepada keadaan, karena aku mendengar deal-mu dengan Shaun. Aku menyerempet mencari bahaya, aku takabur… tapi yang paling membuat aku kecewa adalah karena aku tahu kamu gak akan jatuh… aku biarkan Lita merayumu, siapa menyangka kamu yang selama ini gak pernah tergoda bisa juga kelewatan dengan Lita…”


“Ketika aku menodai cinta kita, maka aku tak mampu lagi melindungimu…” Ryno mengeluarkan isi hatinya…


“Iya, kita jadi terlalu tekebur, tak menyadari kalo kita sebenarnya rapuh dan begitu mudah jatuh..”


“Jadi sekarang gimana Tien, kamu tahu kan aku tetap akan memaafkan dan menanggap kamu istriku yang tercinta…”


“Romeo, aku malu sekali, tahu. Jadi sebenarnya aku gak layak lagi jadi istrimu… kamu butuh pendamping yang lebih baik… dan aku tahu kalo kamu mencintai Arlita… ia mirip sekali dengan Anita kan?” Aku bicara terbuka.


“Titien… aku hanya mau kamu, kok!”


“Tidak Romeo… kamu harus tanggung jawab, kamu yang mengambil keperawanannya…!”


“Tapikan belum tentu ia mau, buktinya ia udah minggat karena disuruh kawin denganku!” Ryno menaikkan suaranya.


“Kalo gitu gini aja, kalo Arlita mau kamu harus terima, ok?”


Ryno menatapku dalam-dalam. Ia tahu artinya ia harus melepaskanku… aku juga terus menahan tangis. Gak bisa dibayangkan gimana hidup tanpa dirinya, sosok yang selama ini menjadi pendampingku… cintaku yang tulus…


“Gimana Romeo, kamu mau jadi orang yang tidak bertanggung jawab? Kalo kamu gak terima, aku akan membencimu seumur hidup…! Dengar baik-baik…” Aku balas menatapnya… pandangan kita beradu, entah siapa yang paling lama bisa menahan.


“Tien….” Ryno menurunkan pandangannya… ia memelukku, aku masih menahan diri.


“Ijinkan aku memelukmu, mungkin ini kali terakhir… I want to make tonight count!”


“Eh, kamu mau apa?” Aku takut terbawa suasana.


“Gak kok, aku hanya ingin memeluk dan menciummu… aku ingin menghirup dalam-dalam keharumanmu, supaya kenangan ini akan kubawa seumur hidup.” Ryno mendekapku makin erat… tak lama kemudian ia meleleh… terdengar isak tangis yang coba ditahannya dari tadi.


Aku gak tahan lagi, aku memeluknya erat-erat sambil menangis… tak aku perdulikan airmataku membasahi bajunya. Dan akupun kembali tertidur dalam pelukannya…


Kenapa semua ini bisa terjadi…


----


“Ting… Tong…” Ini ketiga kalinya bel rumah berbunyi, pasti ada tamu penting.


Aku terpaksa bangun dan berjalan menuju pintu. Aku berbaling memandang kebelakang, tampak Romeo masih tidur… kami tidur sambil berpelukan, sampai terlambat bangun. Ini sudah hampir jam 9 pagi…


Eh, kemana Shaun? Kamarnya kosong… sepi… Biasanya dia sudah berkicau di meja makan. Aku melirik ke dapur yang kosong melompong, benar… Deyara belum pulang.


“Ting… tong… Dering bel kembali mengingatkanku kalo ada tamu di luar. Aku mengintip lewat lobang kecil di pintu, seorang gadis oriental menunggu didepan pintu. Keknya ku kenal orangnya…


Aku membuka pintu… “Kriekk”


“Mat pagi Kak Titien… maaf, mengganggu pagi-pagi!”


“Darla… tumben kamu kesini”


“Aku mau mencari Deya, Kak… apa ia ada?”


Aku hanya tertunduk.


“Masuk aja dulu…”


-----


Darla cerita soal apa yang terjadi selepas kehamilannya… terpaksa ia harus menggugurkannya karena alasan medis. Ia merasa bersalah tidak ngomong dengan Deya, yang nota bene adalah pacar Rivaldo.


Ia ingin semuanya clear dengan Deya…


Darla menceritakan semuanya, tentang apa yang terjadi sebelumnya, taka da yang ditutup-tutupi. Selama ini ada Rivaldo yang menemaninya, ia tinggal di Rumah cowok itu di Los Angeles. Tapi sekarang Rivo pulang ke Indonesia untuk wisuda, sedangkan ia gak betah dengan papanya Rivo.


“Gitulah Kak Tien. Aku baru bisa datang sekarang karena sudah kuat… kemarin dulu aku masih lemah…”


“Iya, kamu harus banyak istirahat.”


“Eh, tapi ngomong-ngomong, Deya-nya mana? Ia harus tahu kalo aku gak hamil dengan Rivo. Rivo hanya mau bantu, sudah ku tolak tapi ia memaksa. Aku gak tahu ternyata Deya keburu dengar dari orang lain. Pasti ia marah-marah…”


Terpaksa Titien juga harus menceritakan soal kaburnya Deya. Tapi Titien cukup bijaksana untuk menutupi kisah kelam tentang perselingkuhan mereka. Ia mengundang Darla untuk nginap di sini, dan segera diterima oleh gadis itu.


-----


POV Author


“Eh, dimana ini?”


“Kamu tidur di apartmentku, Shaun!”


“Megan?”


“Iya, kamu pikir siapa…”


“Aku kira tadi malam itu hanya mimpi…”


“Makasih yah Shaun, kamu gentlemen tadi malam…” Megan terharu… cowok itu sungguh menghargai cewek, padahal tadi malam ia sudah pasrah… campur mabuk. Malah ia sudah telanjang bulat di atas tempat tidur, malah sempat menggoda cowok itu berulang kali, tapi Shaun tidak mengambil keuntungan.


Thank you for not taking my virgin…!” Megan kembali berbisik.


Take it easy girl, masih ada sebentar malam…”


“Ihhh… nakal” Megan hanya bisa tertawa.


“Aku gak mau memerawani gadis yang mabuk, apalagi yang secantik kamu, rugi deh aku,”


“Dasar… tukang gombal!”


-----


“Ting tong…”


Darla membuka pintu, dan ia tersenyum mendapati seorang cowok yang dikenalnya baik, sedang berada di depan pintu.


“Eh, siapa kamu? Kok ada gadis cantik disini?” Shaun bertanya… kaget melihat Darla.


“Masuk aja dulu….” Darla tersenyum. Bego sekali, ternyata Shaun sudah gak mengenalnya lagi.


“Kamu mau minum apa?”


“Gak perlu repot-repot kok, cukup bisa tahu nama-mu aku sudah kenyang!” Shaun menggombal.


“Hahaha…. Dasar Dickhead!”


“Eh, kamu kenal siapa aku?”


“Dan kamu lupa siapa aku!” Darla masih tersenyum.


Shaun masih kebingungan, cari ingat, tapi dasar otaknya gak bisa memastikan kalo mahluk didepannya ini dapat ditaksonomikan di spesies yang mana


Darla hanya tersenyum… tapi tangannya segera mengambil surat kabat.


“Dug…!” Shaun di tabok,


“Dasar Dickhead… aku ini Darla lho, masak kamu lupa…”


“Darla?” Shaun masi tanya lagi…


“Pacar Edo, eh mantan…”


Kali ini agaknya ia mulai mengenal siapa gadis itu.


“Jangan bilang kamu lupa, kamu sudah mengentotku semalam suntuk!” Darla menggodanya…. Gemes lihat kelakuan cowok ini.


“Astaga, iya yah! Kok kamu tambah cantik!”


“Hihihi… dasar dickhead”


“Mau dientot lagi?”


“Mau ditabok lagi?


-----


‘Eh, apa itu ribut-ribut di belakang, kek ada suara tangisan?’ Darla penasaran. Kakinya segera melangkah menuju dapur, dan apa yang dilihatnya membuat ia terkesiap…


Shaun dan Ryno berpelukan… keduanya menagis… Shaun meminta maaf atas perbuatannya, dan Ryno juga.


“Astaga, dunia ini makin edan!”


Baru kali ini ia melihat cowok yang semacho keduanya menangis tersedu-sedu. Setelah diperhatikan ternyata Ryno yang cengeng, sedangkan Shaun hanya menghibur sohib-nya.


Darla terus aja ketawa… “Dasar cemen, nangis karena cewek!”


“Eh… Darla!” Ryno baru sadar gadis itu menatap mereka dari tadi.


“Kak… kenapa sampe nangis segitunya?”


“Titien… Titien, Darla…!”


“Kenapa dengan Kak Titien?”


“Titien ikutan kabur… ia udah pergi!”


“Huh?”


-----


The end of Season 2 – New York

Season 3 will come next.
 
cewe-cewe!:hua: mengapa kau itu selalu saja suka main :stress:kejar-kejaran!?​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd