Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule ganteng di kosan cewek (Remake edition)

Episode 30 Cinta yang terdampar




Titien




Brian




Boy




Edo





Shaun



POV Titien



“Brukkkk!” Pintu kamarku didobrak paksa… sebuah sosok besar yang aku harapkan kini membayang di sana!



“Brian!” Aku berteriak seakan tidak percaya… Tapi itu benar Romeo, yang segera meninju Boy sampai roboh. Ia marah sekali… kakinya menginjak-injak punggung cowok itu yang sudah minta-minta ampun di lantai!



“Brian…. Oh… tolong aku!” Aku meneriakkan namanya dengan sepenuh hati.



Cowok bule itu segera membuka ikatan ku dan memeluk tubuhku dengan erat. Dan diatas dadanya aku menangis kuat mencurahkan semua perasaan… Aku masih terus menangis sambil mendekap tubuh yang kucintai ini, tak mau melepaskannya lagi.



Tak lama kemudian Shaun dan Edo muncul setelah mendengar ada ribut-ribut di kamar. Mereka membawa Boy keluar dari kamar dan menutup pintu. Anak itu sempat melawan dan dipukul sehingga jatuh ke arah meja rias. Tidak kami sadari Boy sengaja jatuh disitu karena mengambil hapenya yang tadi diletakkan di atas meja. Cepat-cepat ia matikan mode rekaman dan menyimpan hape itu baik-baik.



Aku hanya menatap mereka, gak perduli lagi tubuhku yang telanjang bulat dilihat mereka semua. Tetapi Brian dengan cepat menutupiku dengan selimut.



Sementara itu aku masih tetap memeluk Brian sambil menangis tersedu-sedu, menumpahkan seluruh perasaanku yang selama ini masih tertahan-tahan.



Aku hanya melirik sekilas ketika Boy ditarik paksa. Cowok itu masih menatapku dengan ujung bibir tersenyum... ada apa ini? Apa maksudnya?



-----




Brian




Della




Landa




Naya


POV Brian



“Astaga Titien!” Aku berteriak marah.



Amarahku mendidih melihat Boy mau memperkosa Titien. Untung aku datang tepat waktu, terlambat sedikit saja pasti sudah… eh? apa aku sudah terlambat? Apa Boy sudah tadi sudah sempat?



Aku melihat ada sejumput darah di atas tempat tidur, sedangkan pakaian Titien sudah terlepas sampai CD-nya, berserakan di buang oleh cowok itu. Dan sebelum Titien ke kamar mandi untuk bersih-bersih, aku memperhatikan ada sedikit darah di memeknya. Itu artinya Titien sudah ... Astaga!



Aku jadi marah sekali... rasanya mau berteriak.



Aku mengingat kembali senyuman Boy waktu ia keluar! Apa artinya? Waktu aku masuk tadi posisi batang Boy tepat menggesek memek Titien...



Ketika Titien keluar dari kamar mandi, ia sudah mengenakan pakaian ganti, sebuah kaos longgar dan panjang dipake kayak daster. Aku sendiri baru menyadari dari tadi aku cuma pake celana basketnya yang sempat ku kenakan ketika lari kemari. Titien baru cuci muka, dan kini tampak lebih segaran. Damn she is beautiful.



Ketika keluar, ia segera merapikan tempat tidur, termasuk mengganti suprei dan selimut. Untung di lemari ada cadangan. Ia juga sempat berdandan…



'Aku harus menghibur gadis itu, Kejadian tadi itu bukan kesalahannya. Aku sendiri melihat bagaimana ia diikat dan meronta, malah sempat teriak memanggilku. Kalaupun sudah terlanjur, itu bukan salah Titien.'



Aku terus menenangkan hati walau emosi sudah di ubun-ubun.



“Eh, Brian baju siapa itu di tanganmu?” Titien bertanya baru memperhatikan. Aku jadi bingung dengan baju perempuan yang dibawahnya, lengkap dengan bra dan CD…



‘Astaga itukan baju Devi yang dilemparkan padaku waktu cewek itu stripping! Wah, berarti cewek itu lagi telanjang bulat dong!’



Aku menjadi malu ketahuan mesum dengan cewek lain, palingan wajahku sudah merah padam… baru kali ini aku malu seperti ini. Sementara Titien tersenyum dan dapat menduga apa yang terjadi.



“Astaga Brian, kamu buka bajunya Devi terus bawa ke sini? Kasian tuh, anak orang dibiarin kedinginan di luar!” Titien kelihatan kembali ceria setelah cukup lama menangis. Dan aku hanya bisa tertawa malu.



“Tadi Devi sempat stripping dan lempar baju kepadaku… eh, tiba-tiba aku dengar teriakan. Jadi langsung lupa semua…!” Kali ini aku berkata jujur.



“Aku udah gak apa-apa, Brian. Pergi sana… kasian tuh Devi sudah kedinginan di luar… hehehehe… pasti dia malu datang kemari telanjang bulat!” Titien menyuruhku pergi, sesuatu yang sukar kulakukan.



"Ogah ah... aku disini saja temani kamu!" Aku membujuknya.



“Aku gak apa-apa, Brian!”



“Gak, aku gak akan biarkan kamu sendiri.”



“Nanti aku panggil Naya atau Della temani aku!”



“Tapi aku mau tidur denganmu… aku harus melindungimu…!”



"Eh, gak boleh. Ingat dong pacarmu... nanti karatan di sana!" Titien mendesakku halus. Mau gak mau aku segera beranjak...



“Nanti aku segera balik yah!” Aku berkata meyakinkannya…



“Hush, pacar lagi telanjang dinganggurin. Sana, jaga terus! Hati-hati, ada Boy di luar!” Aku baru ingat. Astaga…



Tetapi langkahku tertahan mendengar suara cewek mendesah kuat di serambi depan. Eh itukan suara Devi! Penasaran, aku dan Titien sedikit membuka jendela depan dan mengintip apa yang terjadi di luar.



Awalnya kami pikir ada dua orang gadis yang lagi telanjang bulat dan saling merangsang… eh ternyata ada cowoknya juga, tidak tampak jelas karena gelap. Cowoknya berbadan hitam sih! Eh, itukan agen J? Tampak Devi sementara menyempong kontol dari Agent J, sementara memeknya dijilat oleh Landa dengan ganasnya. Wah… lagi asik threesome ternyata.



Aku dan Titien saling berpandangan sejenak dan menahan tawa… kaget juga melihat dua cewek Manado sementara main melawan seorang yang jauh lebih tua, mariner berkulit hitam. Astaga orang negro kontolnya besar… eh menurut bokep sih...



Kali ini Agen J berbaring terlentang di lantai, dan Devi naik keatas kontolnya dengan posisi menghadap ke kaki. Wah, ini variasi lain lagi dari WOT… posisi ini mempermudah pinggulnya naik turun dan mengulek kontol J.



Sementara itu Landa duduk di dada prajurit itu dan menyodorkan memeknya untuk dijilat… tangan agen J masih asyik mengeranjangi Landa sementara Devi sudah mulai memasukkan dan menggoyang kontolnya dengan nafsu diubun-ubun.



Tidak seperti asumsi kebanyakan orang, ternyata tidak semua orang berkulit hitam memiliki kontol yang super besar, eh mungkin lebih besar sedikit dari Edo, tapi masih kalah sama Boy. Dan kontol yang berurat itu terlihat panjang seperti ular hitam yang asik keluar masuk ke organ intim Devi. Gadis itu kembali mendesah kuat… tubuhnya mulai bergetar nikmat… tapi agen J belum membiarkan ia sampai.



Agen J kemudian minta merubah posisi, ia ingin fokus ke Devi dulu. Gadis imut itu mulai nungging membiarkan memeknya digedor dari belakang… tubuh yang berotot dengan stamina yang kuat itu mulai bergerak cepat, sementara pinggul gadis itu semakin kuat begelinjang nikmat…



"Ahhhhhhh!"



Devi berteriak kuat sambil tubuhnya mengejang… ia orgasme! Tubuhnya sampai kejang-kejang saking nikmatnya.



Aku masih membiarkan Titien menonton dengan penuh nafsu… 'tenang sayang, jangan takut. Kalau kamu sudah sangat terangsang aku siap kok tanggung jawab memuaskanmu… hehehe…'



Sementara itu tanpa ia ketahui, aku sudah menyelip keluar dengan cepat membawa baju Devi ke kursi dekat di tempat ia ngentot. Dengan cepat aku kembali masuk kamar Titien dan mengunci pintu dari dalam… Aman!



“Eh sayang, kamu dari mana?” Titien bertanya… suaranya lirih seperti bisikan. Pasti gak mau mengganggu mereka yang lagi asik.



“Aku tadi menaruh baju Devi di kursi situ… takut jangan ia kedinginan…! Eh tampaknya sih lagi kepanasan, tuh …” Aku bercanda, Titien sempat tertawa tertahan. Aku datang mendekatinya dan membelai rambutnya… Titien menatapku… aku yakin ia sudah terpancing.



“Kok pergi gak bilang-bilang, cepat sekali nyelinapnya?”



“Aku tahu rencanamu sayang! kalau aku keluar, kamu pasti cepat-cepat kunci pintu, kan?”



“Hehehe…!” Titien hanya tertawa.



“Sekarang Titien gak bisa lolos lagi, malam ini aku tidur di sini…!”



Titien diam aja, dan membiarkan aku menariknya ke tempat tidur. Ia malah memelukku dan mencium pipiku sekilas.



“Ahh tunggu sayang, aku tutup dulu jendelanya, yah!” Aku segera menutup dan mengunci jendela dan memeluk tubuh gadis yang kucintai itu. Ahhh… Titien mengeluh manja!



“Eh… sayang, kamu gak marah tuh cewekmu lagi dipake orang?” Titien kembali menganti topik, seakan belum rela ku gauli.



“Marah dong! Pasti aku marah sekali…” Aku menjawab. Aku tahu kemana arah pertanyaannya.



“Tuh sana Devi, kok kamu biarkan?”



“Kalau dia sih lain… biarin aja tuh… asal jangan yang ini!” Aku gombal dikit… ketika kalimat terakhir diucapkan, tanganku sukses meremas toket kirinya. Titien tersentak kaget membuatku tertawa…



“ih… nakal!” Titien hanya membiarkan tanganku sambil tersenyum. Titien terpana ketika aku menatapnya tajam, sambil mendekatkan bibirku.



“Boleh….!” Aku kembali bertanya pas dekat bibirnya, melihat keragu-raguanku Titien malah tertawa.



“Kenapa? Lucu yah?”



“Kamu tuh.. gak pernah berubah!” Titien masih senyum-senyum. “Masih ingat di Bukit Kasih kamu malu-malu minta cium?” Titien jadi merah… Astaga aku ingat. Titien sudah tutup mata sedangkan aku masih ragu-ragu, dan akhirnya justru ia yang duluan melumat bibirku.



“Itu hari yang terindah bagiku!” Kataku gombal dikit…



“Yakin?” Titien meledek manja.



“Iya dong, siangnya aku nyatakan cinta, malam kita bercumbu di depan kos!” Kataku…



“Yakin, gak tunggu waktu kita jadian?” Titien berbisik menggodaku.



“Kita jadian sekarang yuk!” Aku berbisik balik menggodanya.



“Sayang… aku….!” Kata Titien.



Aku hanya menganguk mengerti. Ia mungkin masih trauma. Gadis ini banyak maunya… dan sayang sekali aku sudah jatuh terpikat oleh cintanya.



“Aku mau tidak ada rahasia lagi malam ini… Brian harus jujur, bilang apa yang terjadi. Kalau tidak aku akan pulang sendiri di tempat kos besok pagi, aku tahu kok cara kesana sendiri!” Titien menuntut.



Astaga! Pinter sekali gadis itu memanfaatkanku. Walaupun baru mendapatkan musibh, ia tetap teguh dalam prinsip, gak akan kasih sebelum aku mengaku semuanya. Titien… Titien. Dan setelah kejadian tadi, aku gak bisa mengelak lagi. Aku akan mengatakan semuanya…



Aku mulai bercerita tentang statusku menjadi saksi pembunuhan dari salah satu pamanku yang dilakukan oleh Mr. Logan. Pamanku ini memiliki studi rekaman di Holywood, yang mau diserobot pengusaha yang dekat dengan mafia itu. Untung aku bisa lolos dari pembunuhan.



Aku juga menceritakan masa-masa ketika aku mengikuti program witness protection, tetapi ketahuan dan beberapa kali hampir mati.



Seterusnya aku minta pertolongan dari Brenda, salah satu teman baikku yang kini menjadi agen rahasia. Dan kami merencanakan liburan di Manado sebelum sidangku dimulai. Aku mengajak seorang kawan baikku, Shaun. Aku ingin sekali melihat Manado, tempat asal mantanku untuk mencari kuburannya.



Akhirnya Brenda bisa mengatur team perlindungan untuk kami. Itupun setelah membayar mahal.



Karena ingin privasi dan menghindari tour terdaftar maka aku menemukan iklan singkat dari Naya, sebenarnya iklannya mengenai kos. Dan setelah dikontak oleh aku dan Brenda, kami putuskan untuk kos aja sekalian ikut tur privat di tempat ini… dan mujur aku bisa ketemu kamu.



“Kamu pernah ditembak?”



“Iya Tien, hanya karena mujizat aku bisa lolos dari sebuan para mafia.”



“Kenapa bawa Shaun kemari?



“Karena aku ... eh aku gak bisa hidup sendiri tanpa teman-temanku. Selain itu mereka juga tahu Shaun adalah temanku, sudah ada beberapa temanku yang dibunuh untuk mengancam aku supaya menyerahkan diri. Terpaksa Shaun harus ikut. Aku pikir juga Mr Logan tidak akan mendeteksiku di Indonesia. Jadi bisa isi dengan liburan.”



“Mereka menemukanmu?”



“Aku mendapat beberapa email ancaman, mereka mengejar kami… mereka sudah tahu kedatanganku! Salah satunya karena Shaun buka email dari hape, terus wajahku tertangkap kamera di Megamas. Kami sudah tahu kalo mereka sudah di Manado. Pasti mereka sudah menjaga tempat-tempat wisata unggulan, seperti Bunaken kemarin…!” Aku kembali jelaskan… kali ini Titien tampak mengerti kenapa begitu kembali dari Bunaken kita langsung datang ke tempat ini.



“Jadi kalian mau buat jebakan di kos?” Titien bertanya dan dibalas dengan anggukanku… otaknya encer sekali. Aku gak perlu jelaskan detailnya.



“Dan kami diungsikan ke sini yang jauh dari signal telpon?” Titien bertanya lagi seakan baru mengerti. Aku mengangguk mengiyakan.



“Kamu bawa orang terlalu banyak, Boy, Della, Landa dan Devi gak perlu ikut kemari! Itu hanya akan membuat susah nantinya…!” Titien kembali menganalisa, aku setuju.



“Masalahnya kita tidak bisa biarkan mereka di kos, jadi sama aja! Aku yang memaksa supaya mereka ikut” Aku kembali menjelaskan.



“Bahaya dong kalau terjadi baku tembak di kos, pianoku bisa rusak… eh ada juga keramik yang kau buat, masih ditinggal di kos!” Titien mulai kuatir.



“Astaga, benar juga… ada biolaku di sana!” Aku baru ingat.



“Jadi kamu mau kesana malam ini?” Titien memacingku.



“Gak, aku mau bersamamu… selamanya!”



“Bagaimana dengan Devi?” Titien kembali meminta kepastianku.



“Aku bingung sayang. Aku sih siap bertanggung jawab, tapi tampaknya gadis itu mau lepas dari padaku… keinginan kami berbeda... rasanya ia semakin jauh. Ia tidak sungguh-sungguh mencintaiku, aku yakin gak lama ia sudah bosan denganku!” Aku menghiburnya.



“Aku gak mau kamu mempermainkannya!”



“Beri aku waktu untuk menyelesaikannya yah?” Aku bermohon.



Ia mengangguk… aku lega.



Kali ini gadis itu yang mulai, ia mendekatkan bibirnya dan menempelkan ke bibirku. Kami saling melumat dengan mesra. Ahhhh … aku terpesona! I love you, Titien.



“Sayang! cerita dong tentang mantanmu itu?” Titien meminta aku jujur lagi.



Aku pun menceritakan tentang Deyana, pacarku yang meninggal karena kanker. Kami ketemu waktu kuliah di Perth, Australia. Kebetulan aku menyelamatkannya Deyana dari perkosaan, sampai berkelahi lawan 3 cowok di lorong gelap.



Akhirnya kita kenalan, dan agaknya tertarik. Sejak saat itu aku selalu bersamanya…ia cinta sejatiku, orang yang punya prinsip yang teguh. Sejak pacaran dengannya aku belajar banyak tentang kehormatan, dan cinta. Cewek itu membuat aku menikmati seks dengan cinta dan persembahkan perawan untukku. Menurutnya keperawanan seorang gadis itu hanya satu kali... dan menentukan kehormatan seorang gadis seumur hidup.



“Ahhh… ahhhh… ahhhh.. ahhhhh!”



Kali ini terdengar desahan kuat berbalasan dari dua orang gadis. Kayaknya lagi pesta seks. Penasaran, kami ngintip lagindari jendela. Tampak Boy sementara membuat Devi puas… permainannya sangat ganas… Devi sampe lunglai keenakan.



Di sebelahnya Landa sementara dihajar dengan RPM tinggi oleh Agen J. Tubuh gadis bongsor itu sementara kelojotan menerima serangan, dan tidak sampai semenit kemudian ia sampai puncak. “Ahhhhhh!”



“Eh, Brian… tuh, pacarmu dipake lagi… Kali ini bahaya lho, Boy itu jago membuat gadis bertekuk lutut” Kata Titien meledek.



“Biar aja!”



“Eh… kenapa waktu Boy denganku kau cegah?”



“Karena kau sudah berteriak minta tolong… seandainya kamu bertekuk lutut yah ...”



“Apa? jadi kalau aku tidak minta tolong Brian akan biarkan aku dipake, gitu?” Titien menatapku dengan mata membesar!



“Eh, gak dong… hehehe! Oke deh, karena aku cemburu!” Aku ngaku aja supaya gak lama-lama.



“Benar cemburu?” Titien meledekku lagi…



“Siapa gak cemburu, kamu sih... waktu Boy emut memekmu kau menggelinjang keenakan!” Aku asal tebak.



“Eh? Apa? Ihhhh Brian ngaco… hehehe!” Titien tampak malu dan langsung menggelitik pinggangku.



Aku langsung kembali menutup jendela dan membawa gadis itu kembali ke ranjang, kali ini tanganku bergerak nakal mencubit dan meraba bagian-bagian tubuhnya yang sensitif.



"Astaga, jadi beneran yah, kamu keenakan dijilmek?" Aku mendesaknya.



“Ihhhh…!” Titien kembali bermanja-manjaan denganku.



“Sayang, ngaku aja… bener kan si Boy ngemut memek mu?” Aku jadi cemburu beneran.



“Ihhhhh… iya tapi aku gak mau..***k kok! Ih, jijik… najis. Sayang jangan buat aku ingat lagi dong?” Titien manja lagi. Pasti ia sempat trauma dengan percobaan pemerkosaan tadi.



“Oke, tapi dengan satu syarat!”



“Apa?” Secara tiba-tiba aku melucurkan celana basketku ke bawah dan menampilkan kontolku yang sudah sangat tegang.



“Ehhhh…. Hahahaha….” Titien langsung tauh keinginanku.



Tak lama kemudian, aku sudah berbaring terlentang menikmati oral yang diberikan oleh kekasihku… mulutnya dengan telaten menelan kontolku dan memijitnya dengan lidah. Ih… gadis ini tambah pinter. Ia juga kembali menggunakan jurus deeptroath ampuhnya ciptaan suhu Naya. Dan dalam tempo kurang dari 5 menit, spermaku sudah meluber di mulutnya…



"Gimana?" Titien bertanya sambil tersenyum, padahal ia sudah tahu aku nyampe.



“Enak banget! Eh, sayang juga mau?” Aku menawarkan, tapi Titien menggelengkan kepala.



“Nanti aja kalau aku sudah siap… Brian tunggu yah?”



I love you, Titien!” Aku berbisik di antara dengus nafasku yang masih memburu.



Love you, too, Brian!” Gadis itu membersihkan mulutnya dan membaringkan tubuhnya disampingku. Titien masih menatapku seakan ada sesuatu yang disampaikan.



Tepat ketika kami sudah mau tidur, gadis itu memelukku dan bertanya.



“Sayang, aku boleh tanya… eh..kalau seandainya aku tidak lagi perawan, kamu masih mencintaiku?” Titien kayak terisak…



Berarti benar Boy sempat merengutnya tadi. Aku teringat lagi sejumput darah di alas tempat tidur dan di memeknya…



Aku memeluk gadis itu dan memberikan kepastian kepadanya…. “Sayang, bagiku kamu tetap gadis yang paling berharga. Aku hanya mau denganmu, dan aku gak perduli soal kamu masih perawan atau tidak!”



Titien terus diam, wajahnya penuh rahasia. Awas kamu Boy!



-----



Masih jam 5 pagi aku dan Titien sudah terbangun dengan gedoran di pintu. ‘Astaga, apa ada bahaya? Jangan-jangan itu Agen J mengabarkan kabar yang penting?’



Aku terbangun membuka pintu membiarkan kekasihku tidur, eh sebelumnya kututup tubuh Titien dengan selimut. Tadi malam, pas lagi tidur aku berhasil membuka kaosnya sehingga ia tidur hanya pake CD aja. Dan Titien sudah terlalu cape untuk melawan, dan membiarkan tanganku menjelajah sepanjang malam. Ia juga tahu aku sudah nafsu ngintip permainan Landa dan Devi tadi.



“Della?” Eh ternyata gadis centil itu yang ngetuk pintu. Dan tanpa sempat aku bertanya, ia langsung menyelip masuk dan tidur bersama Titien. Della menyelipkan tangannya kedalam selimut…



“Astaga! Kak Titien masih telanjang. Pasti sudah ngentot semalam! Ih… bangun, malas amat sudah pagi!” Della mencoba membangunkan Titien, kali ini dia pergunakan cara lama, meremas-remas toket yang indah itu.



“Ih… nakal banget, masih pagi-pagi!” Titien membuka mata. Kayaknya ia sudah bangun sejak Della menggedor pintu.



“Lagi tiduran di bangunan, yah! Hehehe… sengaja. Kak Titien sih, ingat waktu di Tangkoko bangunin Naya pagi-pagi, langsung interogasi!” Della bicara dengan cepat… ih gadis imut ini sangat lucu.



“Iya… iya… jadi maksudnya ini mau balas dendam-nya Naya, yah?" Titien balas bertanya.



“Jadi… gini. Aku sengaja gedor pagi-pagi kirain kalian lagi ngentot dan langsung ketangkap basah… Eh, tadi malam sudah berhasil gak?” Della tanya lagi… ihhhh.



Karena dingin akupun berbaring disamping Della, yang akhirnya berada ditengah diantara kami berdua. Aku dan Titien langsung mengerjain gadis itu, menindih tubuhnya dengan pelukan dan menjadi sandaran kaki kami…



Diam sejenak…



“Eh… pagi-pagi gini aku rindu kos, loh! Rindu banget sama permainan musik Brian, kamu main dong!” Titien angkat cerita.



“Gimana mau main? Aku lupa biolanya!” Kata Brian.



“Aku suka sekali kamu main musiknya Ryno Marcello… aku ngefans banget sama musik-musiknya… rindu lagi sudah lama gak ada kabarnya!” Titien bicara penuh semangat.



“Wah, Ryno lagi... sainganku berat dong! Kalo Ryno minta cium? Apa Titien akan meninggalkanku?”



“Hehehe… gak kok! Tapi kalo cium sekali di pipi, boleh kan?” Titien balas ledek.



“Ah, kalo gitu ogah ah mau perkenalkan kamu sama Ryno!” Brian jual mahal.



“Astaga, Brian kenal orangnya?” Titien sangat bersemangat, sedangkan Della mulai dilupakan mereka.



“Aku dekat kok dengan Ryno… Eh.. Aku ada video musik barunya, Belum dipublish, masih di meja rekaman. Titien mau dengar? Kamu salah satu yang pertama dengar, lho?” Titien menyambut dengan gembira.



Ketika video diputar di ponsel Brian, Titien menjadi terharu dan nangis. Lagu tersebut benar-benar menggabarkan keadaannya, bingung soal pacarnya… belum selesai membenahi hati dengan cinta yang lama… korban perkosaan lagi. Tangan Titien mulai gemetaran. Akhirnya Della yang bantu pegang hape dan diangkat tinggi-tinggi. Titien terus menghayati lagu itu sampai selesai.



“Eh, apa itu?” Kata Della terkejut dengan video berikutnya yang otomatis terputar. Titien dan Della kini memperhatikan baik-baik… itu video seorang cewek cantik dengan body yang menarik, sementara terlanjang bulat diatas tempat tidur, dan kini sedang menari sensual dengan gerakan-gerekan yang mengundang… awalnya wajahnya gak tampak. Della yang kaget langsung pause video dan tertawa…



“Hahahaha…. Brian ternyata suka simpan video porno… ih, malu-maluin!” Della meledek cowok itu. Titien hanya tertawa…



“Ihhhhh, jorok. Emang kurang yah cewek di dunia sampe demen gituan… ih, mesum!” Titien ikutan ledek.



“Eh, bukan gitu! Soalnya aku demen banget sama artis ini, dan ini satu-satunya video. Eh, wajahnya mirip artis Indo lho… mungkin kenal, lihat dulu baik-baik!” Aku mengelak tapi dapat ide baru. Kedua cewek itu jadi penasaran dan memutar kembali video sensual itu…



“Wow… tariannya mantap! Eh tunggu… astaga… Kak Titien?” Della sampai melongo kaget.



“Brian, astaga! Aku direkam? Itukan waktu kita taruhan... astaga! Ihhhh….. nakal banget!” Titien segera menyerangku dengan cubit-cubitannya, sehingga Della yang berada ditengah kami sampai tergencet. Della tertawa terus meledek tarian Titien… sementara gadis itu kini sudah berdiri dan menyerbuku dari sisi tempat tidur.



“Eh…Brian, aku pinjamnya hape nya, yah?” Della meledek…



“Untuk apa?”



“Mau kasih lihat Edo! Huhhhh… Aduhhhh… ampun!” Kali ini Titien balas menyerang gadis imut itu. Titien membuka baju Della dan meremas toket dengan gemes, sampai cewek itu teriak-teriak minta ampun. Aku yang melihatnya jadi terangsang memandang toket yang lumayan berbentuk dan lembut itu.



“Eh.. Del, kirain setelah dientot toketnya langsung kempes… ternyata gak yah!” Titien meledeknya lagi… sambil terus mengerjainya. Kali ini ia memegang tangan Della kuat-kuat!”



"Aduh... udah dong kak!" Della mengemis, tapi nafsunya sudah naik setelah digrepe habis-habisan tadi. Nafas Della sudah kembang kempis, dan pakaiannya sudah terbuka sana-sini.



Toket Della cenderung lembut dan berbentuk memanjang, tidak membulat kayak Titien. Tapi bukan berarti tidak menarik. Aku sempat mencomot dikit, dan ternyata enak dibelai... panjang dan sangat lembut. Titien hanya tertawa melihat kelakuanku.



“Eh, Brian ayo dong! Bantu aku, buat cewek nakal ini orgasme!”



“Serius?” Aku kaget tapi kesempatan gak datang dua kali lho. Della masih minta-minta ampun, tapi kelihatannya gak sungguh-sungguh. Pasti mau aja tuh... buktinya ia diam aja waktu aku menyentuh tubuhnya.



Tanganku langsung mendarat penuh di toket kecil itu, dan membelai mesra. Della menatapku dengan pandangan menanti... dan penantiannya usai ketika bibirku mulai mengemut dan mengisap pentilnya kuat-kuat.



Puas bermain dengan toketnya, mulutku langsung mengelosor turun. Aku menyapu kulit permukaan perutnya dan membuat gadis itu tertawa kegeliaan. Perut rata itu tambah seksi waktu menggelinjang menghindari bibirku.



Dengan segera aku membuka CD Della dan menjilatnya dalam, sementara tanganku masih bergerilya di toket empuk itu. Della mendesah ketika memeknya di basahi dengan lidahku dan diemut terus.



Setelah gadis itu terangsang dan memeknya basah, kini aku mengeluarkan kontolku dan mengesek langsung memek dengan jembut tipis itu sampai Della mendesah. Ia sudah pasrah menerima tusukan... memeknya sudah berdenyut membuka, sudah siap dikontoli.



“Eh kamu mau apa?” Titien kaget dengan tindakanku…



“Ngentot! Tadi kan kamu suruh buat dia orgasme?” Aku jadi bingung.



“Maksudku tadi hanya oral, jangan dimasukkan!” Ihhh Titien bikin kami kentang aja... "oke deh!



"Yah... sorry sayang, gak dikasih boss!" Aku meledek kedua gadis itu. Della tampaknya kecewa... tapi hanya nyengir.



Kali ini aku mempersiapkan serangan mulutku namun membiarkan kontolku terus bergantung. Della menatapku dengan nafas yang memburu.



Della refleks menutup kakinya tapi terlambat. Tubuhku sudah masuk diantara kaki dan kini kepalaku langsung menjilat memek yang tersaji ini dengan penuh keahlian. Perlahan-lahan lidahku bergerak menyusur lubang tersembunyi dibalik gundukan kecil itu dan mencari g-spotnya, ujung saraf pusat kenikmatan... Della langsung menggelinjang nikmat.



"Aduhhh ahhhh... sudah dong!"



Kembali lidahku bergerak cepat terus menyerang titik-titik rangsang... sementara itu dua buah jariku masuk sampai kedalaman mencari mulut rahim gadis ini dan membelainya dengan halus.



Efeknya luar biasa... Della langsung terbelalak! Tubuhnya melengkung dengan sekuat tenaga mencoba menjepit jariku dengan otot vaginanya...Serangan ku mendapat perlawanan... dan tak lama kemudian Della menjerit... hampir gak tahan.



"Maaf cantik, orgasmenya ditunda dulu yah?" Aku menarik kembali jari dan bibirku... Della terus menatapku penuh permohonan.



"Brian ... eh ayo dong!" Della protes.



"Ayo apa?"



"Ihhh nanggung banget!" Tiba-tina gadis itu bangun dan naik ke atas tubuhku dengan memek tepat disandarkan ke kontolku yang masih mengacung!



"Eh, Della mau apa?" Aku terkejut melihat kenekatan gadis itu... ia menurunkan pinggulnya dan memeknya tergencet ke kontolku...



"Ehhh awassss!" Untung aku sempat tahan? Sudah hampir masuk. Aku menatap Titien sambil bertanya.



"Kak Titien! Eh.,, boleh?" Della juga menatap pacarku dengan mata penuh permohonan. Dan Titien akhirnya mengangguk memberikan ijin.



Della naik keatas tubuhku dan menurunkan pinggulnya sehingga kontolku tergenjet masuk ke memeknya yang sudah sangat licin... hanya dalam waktu tiga menit kontolku sudah amblas sampe mentok, padahal memeknya masih sempit mencengkram. Della kemudian memompa dengan lincah dan memutar-mutar pinggulnya. Pasti sudah gak tahan.



Aku membantu gerakan Della dengan memompa dari bawah. Kontolku naik turun dengan menghentak menyambut pinggulnya. Della makin mendesah... Aku tahu orgasmenya sudah diujung kuku..



Aku mempercepat pompaanku dari bawah, tambah semangat karena kedutannya membuat dinding memeknya mencengkram kuat. Kontolku terasa dipijit-pijit. Aku terus memompa sampai kontolku terasa basah disiram cairan memeknya. Della sudah dapat.



"Ahhhhhh ohhh ahhhhhhh"



Orgasme yang sangat dahsyat, gadis itu sempat squirt kencang... tubuhnya terguncang beberapa kali, seperti kejang-kejang... akhirnya cewek itu jatuh lunglai ke atas tubuhku.



"Eh, jangan dulu, aku belum puas!"



Aku langsung mengganti posisi misionaris, kali ini Della tidur terlentang dan kugedor dengan cepat....



Della sudah pasrah tak melawan, tapi aku terus menyerang dengan RPM tinggi, posisi ini juga memungkinkan aku mengatur kontolku supaya masuk sampai sedalam-dalamnya... dan menggedor cepat mencari orgasmeku... dan efeknya membuat Della mengalami orgasme yang beruntun. Memeknya begitu nikmat berkedut terus menjepit kontolku...



Tepat sebelum pejuhku keluar, aku mencabut kontolku dan menyiramnya pada wajah Titien dan Della yang masih terbaring membuka mulut. Tak kurang dari delapan semprotan ku keluarkan...



"Ahhhhh ... makasih sayang!" Kata ku kepada keduanya.



Titien gadis itu tertawa-tawa menerima semprotan spermaku yang sangat banyak... katanya sih hangat... Della masih terengah-engah mencari nafas.



"Gimana Dell? Enak..?" Titien bertanya lagi, tapi gadis itu belum mampu menjawab. Masih ngos-ngosan mengatur nafas.



"Ihhh... Kak Titien, tega banget. Bikin Della sampe gini, nanti kalo Della mau lagi gimana?" Gadis itu manja sekali sama Titien.



"Della suka?"



"Kak Tien, yang tadi itu bukan enak lagi kak... ini seks terdahsyat yang pernah aku alami! Eh, Kak Titien gak marah kan?" Della menatap minta maaf. Cewekku hanya mengangguk tersenyum.



"Tapi ini yang terakhir, yah?" Titien kembali tegas.



"Yah, payah dong, Hehehe..." Della mengangguk berjanji.



-----



“Eh, mana Della?” Kami kaget, gadis imut itu sudah lolos keluar... terdengar suara gadis yang tertawa membanting pintu kamar…



Tiba-tiba kepala Della nongol lagi, “Eh Brian, hape-nya gak lama yah, aku pinjam?” Della meledek menunjukkan hape ku sudah ada ditangannya. Astaga!



"Della... jangan kasih tunjung cowok!" Titien jadi panik.



"Ia kak, aku gak kasih tunjung cowok, hanya Naya doang! Hehehe!" Della meledeknya lagi.



Astaga, Naya?



"Tenang sayang, Della gak akan kasih tunjuk orang lain. Palingan hanya putar di TV?" Aku meledek Titien lagi.



"Eh... enak aja. Emangnya aku ini tarsius!" Titien mengomel lucu



-----



"Eh sayang, maaf yah aku tadi nafsu banget, aku gak tahan... Della juga mau banget, sih!" Aku memeluk Titien dengan takut-takut. Aku merasa bersalah.



"Ia, gak apa-apa, aku tahu Brian sudah terangsang dari tadi malam. Aku sengaja kok buat itu ke Della supaya kamu enak!" Astaga aku jadi bingung, Titien menjebakku untuk menyetubuhi Della?



"Eh, maksudnya!"



"Aku suka kalo Brian gak tahan minta aja, nanti aku pangil teman-teman bantu aku puaskan Brian... daripada kamu pulang-pulang bawa cewek baru kayak Devi lagi!"



Aku masih melongo!



Eh, gimana yang tadi enakkan?" Titien bertanya, kayaknya ingin putar cerita.



"Eh aku masih bingung, Titien biarkan aku ngentot teman kamu?" Aku seperti tidak percaya.



"Hanya hari ini lho, itu karena aku belum bisa ngentot kamu, jadi dari pada kamu main sembunyi cari cewek di luar, mending aku panggil Della. Eh, tapi berikut gak boleh... nanti aku puaskan!" Titien main mata menggodaku.



"Tumben malam ini spesial?" Aku tanya lagi.



"Eh... aku juga gak tahu... anggaplah kamu lagi mujur!" Titien menatapku... "puas?"



Aku masih belum ngerti sih, tapi sudahlah... yang penting sudah puas. Wah, memeknya Della mantap lho...



'Apa Titien sengaja buat aku menjauh dari Devi? Atau rasa bersalah karena aku gak dapat dari Devi, jadi dikasih cewek lain...'



'Eh ato...'



'Eh, apa Titien melakukannya karena ia merasa bersalah? Jangan-jangan tadi ia sudah gak tahan sama rayuan dan petting Boy. Ia sendiri yang bilang Boy sempat jilmek... pasti efeknya seperti Della?'



'Dan untuk menutupi rasa bersalah, ia sengaja umpankan Della? Astaga...'



-----



Pagi-pagi kita sudah pergi mencari ikan ke desa tetangga, padahal belum semua pada bangun. Aku, Shaun dan Edo berangkat belum jam 7 pagi dengan Titien jadi Guide, dengan harapan dapat melihat langsung ikan diturunkan dari kapal dan dibawah ke mobil.



Sekilas aku perhatikan gadis itu, tadi malam ia nangis kayak stress tapi sekarang. Gadis itu sangat tegar mengalami persoalan hidup, tidak ada lagi bayang kesedihan diwajahnya.



Hari ini kita naik mobil ke TPI di salah satu desa sekitar. Tadi waktu test drive sempat lewat pinggir laut… maklum baru sekarang bisa naik mobil 4wd gede... kapan lagi kita bisa pake mobil gini.



Sampai di dermaga, aku dan Shaun sampe terheran-heran melihat ikan yang banyak dipindahkan dengan tenaga manual dari kapal ke mobil pick up yang sudah tersedia. Selain itu, beberapa jenis ikan pesisir dijajakan di pelelangan ikan yang hanya 100 meter dari tempat ini.



Kami juga bercakap-cakap dengan beberapa warga. Aku dan Shaun cukup kaget melihat kehidupan nelayan yang sederhana... namun sangat gembira mendapat panen ikan yang cukup banyak pagi itu.



Sesudah itu Titien pergi membeli beberapa ekor sementara kami menunggu di warung nasi. Sambil makan nasi kuning, aku dan Shaun bercakap-cakap tentang peristiwa tadi malam.



"Kenapa kalian lepaskan si Boy tadi malam. Harusnya ia diikat dan dibawa ke polisi!" Aku menyesalkan sikap mereka.



"Soalnya gini, Boy tadi malam membantah kalo ia memperkosa Titien. Katanya Titien juga mau... waktu digrepe dan dijilmek Titiennya diam aja bahkan mendesah. Jadi ia malah bilang kamu yang salah ngerti...!" Kata Edo.



"Astaga, sudah jelas Titien lagi diikat pake selendang dan teriak minta tolong!" Aku langsung terpancing emosi.



"Eh gini, menurut Boy itu maunya Titien sebagai variasi, terus masak kalo Titien teriak hanya kamu yang dengar?" Jelas Edo.



"Eh tunggu, emangnya kalian berdua gak dengar? Titien minta-minta tolong!" Aku bertanya.



"Itulah Romeo, kami sempat dengar Titien berteriak tapi bukan minta tolong. Awalnya mereka bicara baik-baik kemudian Titien mulai mendesah. Justru kami kira Titien teriak nikmat!" Kata Edo.



"Eh, Shaun? Kamu dengar gak!?" Tanya aku gusar.



"Aku dengar memang Boy ada di kamar dengan Titien, tapi gak jelas soal teriak! Soalnya Naya ribut sekali!" Jelas Shaun.



"Emangnya di kamar Boy bilang apa?" Aku masih tidak percaya.



"Eh kalo gak salah puji toketnya, puji memeknya... janjin kasih kepuasan... eh, gak jelas sih!" Kata Edo.



"Eh, Tapi menurut Della sih Kak Titien sempat bilang jangan terus nolak-nolak... tapi gak jelas. Soalnya angin bertiup kencang...



Astaga, persoalan ini jadi tambah pelik, aku bingunng mau percaya siapa.



"Menurut kamu gimana, Dickhead?"



"Sejauh ini aku masih percaya sama Titien, tapi mungkin sejak ada Devi, eh... entahlah. Ia butuh kamu disampingnya, Romeo!" Shaun kayaknya benar.



-----



Ternyata bukan cuma Edo yang ngomong begitu, ketika kembali ke resort juga landa kemukaan hal yang sama.



"Eh Brian apa benar Boy memperkosa Titien semalam?" Landa bertanya. Tadi malam ia ngentot dengan Boy.



"Belum sempat sih, sempat dicegah!"



"Aku masih gak percaya. Boy itu gak pernah memaksa kok! Yah... memang nakal dan mesum sih, tapi perkosa?" Landa membela Boy.



"Ia mengikat tangan Titien dan buka baju?" Aku bela Titien.



"Eh bisa jadi kan hanya pura-pura, lagian Titien kadang suka tangannya diikat. Semalam aku dengar mereka bercakap-cakap biasa, kok. Malah Titien sampe mendesah beberapa kali..." Landa bersikeras.



"Kamu dengar?"



"Iya, habis Boy main denganku ia pergi cari minum, lewat kamar Titien. Siapa tahu Titien lagi stress karena gak dapat pasangan semalam, padahal semua lagi asik. Atau ia sengaja mencari perhatian kamu."



"Huh?"



"Titien gak mau kamu ngentot dengan Devi, sehingga teriak panggil kamu? Dan Boy sengaja diumpan supaya kamu tidur dengannya."



Aku terkejut dengan ide Landa.



"Aku justru curiga Titien pura-pura diperkosa untuk menutupi fakta bahwa ia sudah tidak perawan lagi, pernah ngentot sama pacarnya dulu atau orang lain!" Astaga mulut Landa berbisa sekali sih. Ia gak kenal Titien kayaknya.



"Maksudnya?"



"Selama ini Titien bilang ia masih perawan kan? Ia sengaja pura-pura diperkosa supaya kamu gak curiga mengapa sudah bolong!"



Eh apa benar yah? Kayaknya Titien gak seperti itu.



-----



POV Titien



Begitu sampai kembali di resort aku membagi beberapa bungkus nasi kuning dan menyiapkan ikan untuk dibakar.



Eh, ada ribut-rubut diluar. Landa berbicara serius dengan Brian... gak tahu ngomong apa sih! eh ada lagi!



Devi memaksa minta pulang, dan menuntut Brian ikut dengannya. Landa juga ikut-ikutan berkeras pulang membuat agen J bingung. Kayaknya stress gak ada signal. Prajurit itu menyuruh kita menunggu Brenda yang akan bergabung hari ini, tapi mereka memaksa sekarang. Devi yang paling keras. Agen J sampe diancam akan dilaporkan ke atasan sempat threesome tadi malam.



'Apa Devi cemburu Brian tidur denganku tadi malam. Akukan sudah suruh pergi, tapi Romeo yang gak mau. Devi pake-pake maksa Brian suruh pilih siapa? Emangnya Brian suka orang model gitu?'



Aku memberikan signal kepada cowok itu agar tetap sabar... Brian mengerti.



"Tenang Devi, nanti aku cari kamu. Tetap aku akan tanggung jawab! Tapi aku gak bisa pergi sekarang!" Brian sudah memutuskan.



Setelah lama berdiskusi, diperoleh kesepakatan Agen J dan Boy akan antar mereka pulang. Tapi Agen J hanya sampai di Tondano, dan seterusnya akan naik bus diantar oleh Boy ke rumah Devi. Selain itu, Della juga akan pulang ikut adik sepupunya Landa dan tinggal di rumah saudara di Manado.



Sebenarnya aku kurang setuju tapi gak mau bicara, bisa gak enak jadinya. Aku mengkuatirkan keselamatan Della, adikku yang manis itu. Ia juga enggan berpisah dengan kami, tapi gak berani biarkan Landa sendiri.



Edo akhirnya melepaskan Della setelah ciuman lama… Della punya kewajiban untuk cari adiknya di Manado. Setelah itu baru kasih kabar ke Edo.



"Kak Titien titip Edo yah, tolong dilihat-lihat… jangan ia macam-macam!" Della berkata kepadaku sambil senyum tepat sebelum salah satu mobil itu berangkat. Della mendekat untuk menciumku...



"Kak Tien, thanks yah... tadi pagi itu sangat berkesan loh, jangan bilang Edo, yah?" Ia berbisik ditelingaku dan ku balas dengan anggukan dan pelukan hangat.



Tidak aku tahu, itu adalah kali terakhir aku melihat gadis manis itu...



-----



Edo dan Naya sampai kaget ketika muncul tiga buah motor trail di parkir di depan resort tempat kami nginap. Mereka kaget ketika aku katakan itu pesananku… kita akan naik motor menuju ke Pantai Mahembang, yang jauhnya kira-kita 20 km dari resort ini menuju ke pedalaman.



Perjalanan dengan motor ternyata sangat mengasyikan… rute yang berliku-liku dan naik turun gunung sangat cocok dihadapi dengan motor jenis ini. Selain itu pemandangan di jalan juga sangat indah, kebun cengkih dan kelapa mendominasi suasana, menciptakan atmosfir yang segar.



Aku duduk dibonceng Brian, sementara Naya justru yang bawa motor membonceng Shaun. Eh… ternyata Shaun tidak bisa bawa motor yang pake kopling… untung Naya bisa bawa motor, kan lucu kalau boncengan dengan Edo. Padahal tadinya aku yang akan bawa motor membonceng Naya.



Sepanjang jalan kami bercanda, dan mencari tempat-tempat untuk berfoto… Karena Devi tidak ada, kami jadi lebih lepas, terutama aku gak malu-malu memeluk dan mencubit Brian. Eh, kacian cowok ku itu. Aku ingat jalan-jalan pertama, hanya kita berenam, sayang Brenda tidak ada.



Karena kami jalan pelan-pelan, nanti 30 menit kemudian baru tiba di tempat tujuan. Aku baru sadar, selama ini kami belum pernah mandi pantai. Rencana semula ke pantai Paal gak sempat karena keburu terdampar di tempat ini.



Pantai Mahembang baru-baru ini menjadi tempat wisata anak muda, terutama mereka yang suka fotografi. Pantai putih yang panjang itu mengapit sebuah bukit kerucut kecil setinggi 25 meter. Tepat di sisi bukit juga terdapat rawa-rawa yang terisi air laut… kelihatannya seperti kolam yang terawat indah… sehingga dari atas bukit dapat berfoto ke segala arah dengan pemandangan yang luar biasa menarik. Tidak heran tempat wisata ini cocok bagi kawula muda yang hobi narsis…



Untunglah kami datang bukan week end, sehingga pantai itu sangat sunyi. Mungkin kami satu-satunya wisatawan yang datang hari ini.



Selesai mengambil foto-foto, kami berganti pakaian untuk mandi. Sebenarnya gak perlu baju renang karena ini pantai yang terbuka untuk umum. Brian dan Shaun hanya memakai celana basket andalan mereka… sementara Edo pake celana pendek sport. Aku dan Naya hanya pake hotpants dan kaos… eh, waktu basah sempat menerawang lho… gak apa-apa, kan yang lihat mereka aja.



Kami menikmati mandi di tempat yang cukup dangkal, hanya setinggi dada. Brian memelukku dari belakang… dan menarik tanganku ke bawah… astaga! Cowok itu sudah melucurkan celananya dan membiarkan kontolnya bebas. Ia mau dikocok pas lagi mandi.



Naya dan Shaun juga lagi nempel… kayaknya gaya mereka mencurigakan. Setelah aku perhatikan tangan Shaun sudah menyelip dalam hotpants Naya, sedangkan tangan Naya sudah kebelakang mencari batang kebanggaan cowok itu.



Astaga! Kok mesum di sini…



Sementara itu tangan Brian mulai menyelinap di balik kaosku, dari perut dan terus naik keatas. Kini tangan nakal itu sedang meraba-raba dadaku… ih, belum puas menggrepe ku semalam. Aku jadi kegelian.



“Romeo! Jangan disini…” Aku berbisik.



“Kenapa?”



“Kamu ingat waktu di telaga dulu kontolmu digigit ikan?”



“Di sini ada ikan juga?”



“Bukan ikan, lebih bahaya lagi… disini banyak belut! Kadang-kadang suka menggigit… eh berbisa lho, kalo digigit harus diamputasi”



“Astaga!” Brian cepat-cepat memakai kembali celananya, pas aku jadi terlepas dan lari menjauh kearah Naya.



“Ehhh?” Brian kaget waktu aku lari.



“Weeekkkk yang takut sama belut, hahaha!” Aku puas sekali mengerjainya.



“Eh... kamu curang! Masak pake alasan belut segala!”



“Bener loh, belut disini suka gigit ular putih!” Aku tertawa.



“Ular putih?” Naya dan Edo ikutan tertawa mengingat kejadian itu.



Tiba-tiba Naya lari mendekatiku…. Ia tertawa-tawa…



“Kenapa Nay?”



“Di kejar ular putih! Hehehehe…” Nay pasti meloloskan diri dari perlakuan mesum Shaun. Ia mungkin masih trauma soal ular putih milik Shaun yang mengejarnya di air terjun Tunan.



Shaun masih terus mengejar gadis itu walaupun Naya sudah lari ke tempat berbatu-batu menghindarinya… tempat itu masih banyak karang. Naya harus hari-hati.



“Auhhhh Aduhhh!” Shaun berteriak kesakitan.



“Eh, kenapa Shaun?”



“Aku terkena bulu babi… sakit sekali!” Kami langsung membawa Shaun ke pantai.



“Shaun, ujung bulu babi biasanya beracun, dan kalau ujungnya patah dalam kulit, itu harus dihancurkan. Biasanya bagian tubuh yang terkena harus dipukul pake batu, supaya bulu babinya hancur!” Aku menjelaskan cara mengobatinya.



“Astaga, aku gak mau!”



“Eh mana ku lihat apa yang sakit?”



Akhirnya walau malu-malu Shaun membuka celana… bulu babi itu menusuk kontolnya!



“Astaga! Ular putihnya ilang begal... Hahahahaha…” Edo dan Brian sampai hampir pingsan tertawa.



“Tumbuk aja Tien sampai halus….!” Edo menakut-nakuti cowok itu.



“Eh jangan dong!” Naya membela, seakan tidak tega.



“Gimana Tien sebaiknya?” Brian bertanya serius.



Aku menggeleng kepala… “Ini gawat loh! Kayaknya perlu diamputasi…!” Aku bercanda.



“Amputasi, astaga?” Shaun hampir pingsan ketakutan. Aku sampai tertawa.



“Siapa suruh sih, sudah di laut masih pake jurus ular putih segala!” Aku menertawakan Shaun.



“Apa gak ada cara lain untuk sembuh?” Shaun masih takut.



“Ada sih, tapi biasanya orang gak mau… jijik!”



“Pake apa?”



“Kencing! Biasanya yang bagus kencing wanita” Aku bicara serius.



“Oh iya, aku pernah dengar cara itu…” Edo baru ingat, nanti ia yang bantu. Eh, tapi kamu atau Naya kencing dulu dong, lalu ditampung. Sementara Shaun dan Edo mencari tempat yang sunyi… gak mau orang lihat.



Aku juga ikutan menjauh, jengah dong dari tadi lihat kontolnya Shaun.



-----



“Gimana Shaun, ada perubahan?” Aku bertanya ketika mereka mendekat.



“Enggak, masih kayak semula… kayaknya makin bengkak kok!” Shaun masih kesakitan.



“Emangnya kencingnya gak cukup, diolesin semua kan?” Aku bertanya!



“Diolesin?”



“Ia, air seni dioles banyak-banyak ditempat yang kena bulu babi, maka racunnya akan mati!” Aku kembali jelaskan.



“Astaga… Edo bohongi aku!” Shaun kayak kaget.



“Eh, kenapa?” Aku balik tanya.



“Edo bilang kencingnya harus diminum… dan aku sudah minum semua…!” Shaun bicara jujur…



“Huh, Shaun minum kencing?” Brian dan Naya sampe kaget.tapi kemudian mereka tertawa... kacian Shaun dikerjain Edo jadi kelinci percobaannya.



“Astaga…!” Shaun baru menyadari ditipu mentah-mentah, sementara itu Edo sudah lari jauh-jauh sambil tertawa-tawa.



“Kalau begitu, mari memekmu.. cepat kencing di kontolku!” Shaun menarikku mendekat dan hampir membuka hotpants ku!



“Ihhhhh gak mau!” Aku lari menghindar, dan mereka tertawa-tawa.



Dan akhirnya Naya harus tanggung jawab, gadis imut itu gak bisa lari ditangkap Shaun.



Sementara aku dan Brian sudah berlari menuju kantin tempat kita makan gorengan, menghindar dari ular putih.



-----



Setelah seharian bercanda, kami kembali ke resort pada sore hari. Shaun tidak lagi mengeluh, kencing Naya ternyata mujarab sehingga ia gak rasa sakit lagi. Sepanjang perjalanan kami bercanda… uhh. Suasana yang sangat baik setelah kemarin sempat tegang.



Tetapi kegembiraan kami hanya berlangsung singkat, Brenda datang membawa kabar buruk dari Manado. Gadis itu tampak kesakitan, badannya penuh luka yang baru diperban. Tambah lagi ia marah-marah kepada agen J sudah biarkan sebagian rombongan pulang ke Manado.



“Eh… untunglah kalian berlima gak apa-apa! Malam ini juga kita harus tinggalkan tempat ini, sudah gak aman…”



Sementara yang lain siap-siap Brenda panggil berunding.



Kali ini Brenda memanggilku masuk dalam perundingan. Ia menganggap aku banyak tahu situasi sekitar. Keadaan sudah gawat sekali, menurutnya sebentar lagi musuh akan datang, dan kita tidak tahu dari arah mana mereka menyerang, dan ia masih mencari cara untuk minta bantuan.



----



Bersambung
 
Episode 31 Kamu masih perawan?




Titien




Brenda




Brian




Naya




Shaun




Edo

POV Titien

“Tien, ikut aku dong…” Aku kaget ketika Brenda tiba-tiba memanggilku menuju ke cottage yang satunya.

“Ada apa?”

“Titien, aku mencurigai ada mata-mata di antara kita, kemungkinan besar salah seorang diantara Boy, Devi, Landa dan Della. Itu sebabnya aku tadi marah sekali J sudah mengijinkan mereka pulang. Itu artinya kita tidak lagi aman disini.”

“Heh?” Aku terkejut. Ini bahaya…

“Entah gimana, mereka sudah tahu soal jebakan di rumah kos, dan mereka udah tahu soal keberadaan kita disini. Kamu, Naya dan Edo udah kami periksa semua, itu sebabnya aku mempercayaimu.”

“Jadi?”

“Kamu ikut dalam perundingan malam ini, aku mau kamu memberi input kepada kita. Kamu tahu banyak soal keadaan lokal di sekitar sini”

“Eh…” Aku terkejut, tapi hanya bisa diam.

Baru kali ini aku dipanggil dalam perundingan bersama Brenda, dua tentara mariner dan Brian. Brenda menceritakan sejenak bagaimana pasukan yang seharusnya menjebak Mr. Logan, Lefty John dan anak buah mereka tiba-tiba di serbu dari belakang.

Rumah kos Naya ternyata rusak berat, banyak dinding yang jebol dan perabotan yang terbakar. Aku melirik kepada Brian yang juga menatapku. Pasti cowok itu sementara was-was kalau piano dan biola barunya ikutan terbakar.

“Jadi kalau memang mata-matanya berada diantara mereka, maka kemungkinan besar kita gak aman lagi disini malam ini!” Brenda mulai meminta masukkan dari kami.

“Malam ini juga kita harus pergi, tapi masalahnya kemungkinan besar anak buah Mr. Logan akan menjaga jalan dari tempat ini, pasti semua mobil yang lewat akan dicegat, dan mereka sudah tahu mobil kita!” Agen J ikut bicara.

Brenda dan para agen menyelidiki peta mencari jalan darat yang dapat dilalui, tetapi agaknya gak ada yang aman. Sedangkan kalau memaksa menerobos dengan mobil resikonya besar sekali.

“Brenda, mungkin lebih baik kita tinggal aja dulu dan lawan mereka disini, dan kalau jalan darat gak bisa, kita kan bisa lewat laut?” Aku coba kasih pendapat.

“Maksudmu?”

“Gini, mereka tahu kita di cottage ini, jadi kita pancing mereka serbu dan kita sudah siap! Nanti minta bantuan pasukan TNI-AL yang pos KOWAL, tempat mereka cuma 2 km dari tempat ini…!” Mereka kaget, belum tahu.

“Tapi aku gak berani kalian dalam bahaya… kita akan kewalahan melindungi kalian!”

“Kami berlima gak perlu harus lari, cukup sembunyi aja… malam ini kita ikut nelayan melaut sampai pagi!” Aku kini tambah yakin rencana bisa berhasil. “Hanya 3 km dari ini ada desa Nelayan, saya lihat tadi ada perahu besar yang akan melaut malam ini cari ikan. Kita ikut melaut, perahunya bisa tampung sampai 50 orang.” Aku coba jelaskan.

“Terus bagaimana cara naiknya?”

“Brenda, di tempat ini orang baru minta ijin ikutan melaut itu biasa! Kita nanti pergi sekitar jam 6.30 malam, langsung ke perahu, dan tunggu di situ walau gelap. Perahu nya tidak sandar, ada sekitar 50 Meter dari dermaga. Tadi paki aku berbincang-bincang dengan mereka. Nanti aku yang ngomong dengan tonaasnya (kapten), palingan disogok sejuta udah senang sekali!” Aku coba jelaskan lagi, mereka kayaknya tertarik.

“Terus bagaimana cara ke desa ini menghindari jalan raya?” Agen J masih penasaran.

“Tuh!" Aku menunjuk ke 3 buah motor trail. "Kita lewat pantai ngak lewat jalan… kalau perlu gak pasang lampu, cukup terang kok. Eh, tadi aja kita ke Mahembang naik itu, lho!”

Kayaknya mereka setuju dengan usulku dan Brenda dan Agen J. segera menuju ke markas Pos KOWAL untuk minta bantuan. Sedangkan kita langsung siap-siap mengepak barang, terutama minuman, makanan dan baju sedikit. Agen T sibuk membuat jebakan.

Hasil kontak dengan TNI-AL justru melebihi yang diharapkan. Agen J mengenal sebagian besar mereka waktu latihan bersama di perairan Filipina, 2 tahun lalu. Hampir semua pasukan berjumlah 15 orang bersedia membantu dengan perlengkapan senjata berat yang lengkap dan radar pengawas lautan. Apa mungkin karena cewek cantik yang minta yah?

Tepat setelah gelap, tiga buah motor trail kembali melaju ke desa tetangga. Kali ini tidak melewati jalan, tapi mengambil rute pantai berkelit melewati pasir putih.

-----

Perasaan tegang menyelimuti kami ketika perahu ikan itu mulai bergerak. Lampu-lampu di darat tampak semakin menjauh dan akhirnya tidak kelihatan. Aku sementara tiduran di samping Brian mencari perlindungan dari dinginnya angin malam. Untung cuaca cerah dan tidak ada tanda-tanda hujan. Aku menatap Brian, dan tampak cowok itu kelihatan gugup, mungkin sedang mabuk laut, atau hanya takut jadi apa-apa dengan Brenda yang sudah balik ke cottage selesai memastikan kami ke perahu. Aku mengajaknya bercerita.

“Romeo, hape mu gak kebawa Della kan?” Aku lupa cek waktu kita pak-pak barang tadi.

“Astaga aku lupa hapeku tadi sore dipinjam Shaun sama Edo, katanya mau foto-foto. Mudah-mudahan gak dicopy filenya.” Brian masih bercanda lagi.

“Ih… masih bercanda lagi, orang lagi serius, Brian ngaco!” Aku mencubitnya.

“Hehehe… sayang, tidak mungkinlah aku share. Ini koleksi pribadi lho!” Ih, sempat-sempatnya Brian gombal lagi.

Aku kembali memeluknya, sedangkan kepalaku masih sibuk berpikir.

“Kenapa? Masih ingat Boy?” Brian bertanya.

“Iya…. Eh, bukan itu. Aku pikir-pikir apa Boy yang jadi pengkhianatnya? Edo ngaku sebelum ketemu di kampus, Boy sudah tahu Edo bawa-bawa cewek bule. Jangan-jangan ia sengaja mendekat karena ada maunya! Aku merasa cowok itu gak bisa dipercaya, kayak ada rencana tertentu di benaknya!” Aku mengungkapkan opiniku..

“Aku gak tahu, Tien!”

“Aku takut jadi apa-apa soal Devi, Landa dan Della. Ih… nyesal ijinkan Della pergi. Cewek itu maksa harus bertemu adiknya.” Aku terus mengungkap kekuatiranku.

“Eh… jadi kalo Devi sama Landa gak apa-apa?” Brian mengejekku lagi.

“Bukan… tapi! Sudahlah… lagian kita gak bisa buat apa-apa. Mudah-mudahan mereka baik-baik!” Aku berkata. “Eh, kamu pikir apa sih?”

“Aku teringat soal biola dan piano di kos Naya… takut barang-barang itu ikutan rusak!” Oh… ternyata.

“Biola dan pianonya sih sudah tua… nanti beli baru!”

“Eh, keduanya bukan alat musik sembarang, itu alat klasik lho! Eh, Tien ceritakan dong dari mana kamu dapat pianonya!”

Aku kembali bercerita tentang piano itu yang dibawa sepupuku, Anita dari Aussie. Anita cerita tentang kisah dibalik piano, katanya ada legendanya! Seorang cowok musisi menjual karya pertamanya dan membeli piano dari toko barang antic untuk gadisnya. Sayang waktu mereka harus berpisah tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal, kecuali sepucuk surat yang ditaruh di laci hati dan disimpan untuk kekekalan!

“Astaga! Berarti itu pasti pianoku yg kuberikan ke Deyana... mungkin Deyana jual ke sepupumu… ia… eh bisa saja piano itu ada …. OMG!” Brian kayak terkejut, ia tampak mengingat sesuatu yang membuat ia bersemangat.

-----

Brian menarikku menjauh di haluan kapal. Kebetulan gak ada orang disana, ia minta bicara hati ke hati dengan ku. Kayaknya ada sesuatu yang membuat ia stress, aku gak tahu apa itu.

“Apaan sih?” Aku bersikap manja.

“Apa Boy sempat memerawanimu semalam?”

“Apa maksudnya Brian ngomong gitu?” Aku jadi tersinggung.

“Boy menyangkal memperkosa, katanya itu suka sama suka. Ia bilang Titien sendiri yang mau...!” Brian ngomong langsung.

“Apa?” Aku terkejut, hampir teriak.

Ternyata ia udah termakan gossip, aku tahu tadi Landa sempat ngomong dengannya, dan Edo juga kayaknya mempercayai Boy.

“Boy bilang kamu ijinkan ia grepe-grepe, dan jilmek. Titien sempat minta-minta. Menurutnya itu em el biasa bukan pemerkosaan.”

“Brian percaya sama Boy, emangnya? Kamu lihat sendiri kan aku diikat?” Aku membela diri, air mataku mulai mengalir.

“Kan kadang-kadang bercinta pake variasi diikat segala...Kayak kita malam itu?” Astaga Brian benar-benar menuduhku!

“Jadi kamu lebih percaya Boy?” Aku sangat tersinggung.

“Aku gak tahu percaya siapa, Edo dan Landa ngak dengar kamu teriak, tapi bilang Titien ngomong ledek-ledekan dengan Boy.” Brian mengejar terus.

“Astaga! Aku sampe meronta dan bilang tidak berulang kali. Ia memaksa! Tapi, terserah Brian mau percaya aku atau Boy!” Aku sangat marah kali ini. Brian sendiri meragukanku.

“Kenapa menurut mereka kamu bidara baik-baik dengan Boy?”

“Itu…eh.. itu karena aku mau membujuknya supaya jangan memperkosaku. Aku memcoba semua cara Brian…! Tapi ketika ia memaksa, aku berteriak…!” Air mata mulai mengalir di mataku.

Belum hilang trauma itu, Brian sudah menyirami luka itu dengan alcohol. Sakit sekali rasanya…

“Apa kontol Boy sempat masuk? Titien kelihatan stress banget kemarin!” Brian tanya lagi.

Aku menatap marah… ini keterlaluan. “Aku kecewa padamu, Brian!”

“Titien masih perawan?” Pertanyaan apa itu, aku tidak mau lagi bicara dengannya.

“Aku gak mau lagi bicara dengan kamu... I hate you!” Aku langsung menjauhi cowok itu, dan tanpa terasa butir-butir air mata tercurah di lantai perahu.

‘Brian harusnya menjadi orang yang paling dekat denganku… mengapa justru ia yang tidak percaya padaku?’

Malam semakin larut, dan kami sudah tertidur dibuai ombak beserta dengan nelayan-nelayan yang lain. Tiba-tiba waktu terbangun, keadaan sudah terang benderang. Semua lampu sudah menyala, dan kru juga sudah sibuk mempersiapkan jala. Angin masih berhembus cukup kencang.

Dengan cepat perahu besar itu melingkari sebuah perahu kecil yang muat lampu, dan melepaskan jala sepanjang lingkaran. Ketika sampai awal lingkaran, ujung jala dinaikkan kembali ke perahu mengurung tempat itu. Kami sempat terheran-heran melihat betapa cekatan semua nelayan bekerja.

Setelah itu salah seorang kru lompat menyelam untuk mengunci ikatan jala bagian bawah supaya ikan tidak lari kebawah. Setelah terkunci, kapten berteriak menyuruh menarik jala… dan kami pun ikut dalam barisan menarik jala dari ujung depan dan ujung belakang kapal, sedangkan aku dan Naya jadi pemandu sorak aja.

Jala perlahan-lahan terangkat dan kelihatan ada begitu banyak ikan yang dipanen. Mata Brian dan Shaun sampai terbelalak melihat banyaknya ikan, bisa mencapai 2 atau 3 mobil pick-up. Pasti pengalaman ini sangat menarik bagi mereka.

Harusnya aku mejelaskan kepada mereka apa yang terjadi, tapi aku gak pusing lagi. Cowok itu menyakiti perasaanku.

Kapten masih terus memberi apa-apa dan segera ditanggapi krunya dengan cekatan. Kayaknya semua nelayan sudah tahu apa yang harus dikerjakan.

“Shaun, apa sih yang diomongkan kapten? Aku gak bisa dengar… padahal kayaknya ia berteriak dari tadi!” Brian bertanya.

“Mungkin memberi aba-aba bagaimana mengangkat jala sudah rapi tidak tergulung. Walau suara tidak terdengar karena angin, kapten menggunakan gerakan tangan, lihat…..” Shaun coba jelaskan.

“Ternyata suara kita bisa dibawa angin, yah? Gak kedengaran walau dekat!” Brian baru belajar sesuatu.

“Iya, kadang-kadang justru orang yang jauh yang dengar, bukan orang yang dekat!” Ia coba jelaskan, Brian kayak baru ingat sesuatu. “Eh kenapa, emang?”

“Eh… kemarin malam teriakan Titien gak didengar Edo dan Landa. Tapi aku yang agak jauh justru dengar!” Brian menatapku.

You need to talk to her, Romeo

-----

Tak lama kemudian muncul sebuah speedboat kecil milik TNI AL datang mendekati perahu kami. Awalnya kami takut karena masih gelap, dan tak tahu siapa yang membawa speedboat. Tampak samar-samar kelihatan ada tiga orang diatasnya, dan salah satunya ada Brenda. Kami merasa aman, Brenda tidak apa-apa. Tak lama kemudian tangga kecil diturunkan, kami berlima berpindah ke atas speedboat tersebut membawa barang-barang kami. Dengan segera kami sudah jauh melesat di lautan.

Kalo aja bisa, aku gak mau lagi ikut mereka. Tapi gak mungkin kan aku membiarkan Naya sendirian. Aku hanya menemani gadis imut itu sepanjang perjalanan. Ia terus menempel dan mendengarkanku.

Aku menceritakan kejadian perkosaan tadi malam. Naya mendengar dengar serius dan memelukku erat. Ia pasti tahu apa artinya keperawanan bagi seorang gadis.

“Bagaimana Nerdho, rencana kita berhasil?” Brian penasaran.

“Kita menang, Lefty John tewas tertembak dan anak buahnya juga. Kawan-kawan TNI-AL juga sudah lama cari-cari buronan ini dan langsung memenjarakan anak buah mereka yang masih tersisa. Mereka justru senang bekerja sama, dan menawarkan speedboat ini ke Kota Bitung terserah kita mau turun di mana. Mobil landcruiser tadi malam meledak, tapi sebentar lagi kita sudah bisa kontak Manado minta dijemput.” Brenda menjelaskan dengan cepat, kentara sekali gadis itu punya latar belakang militer.

Atas arahan Naya, kita semua turun di salah satu resort kecil di Tandu rusa, Bitung milik orang tua Naya. Resort yang memiliki dok perahu tersebut sangat indah dengan pemandangan pulau Lembeh. Speedboat mengantar kami sampai didermaga kecil dan kami berpisah dengan kedua prajurit tersebut dengan terima kasih berulang-ulang.

Mujurlah manajernya sendiri yang menyambut kami padahal baru jam 6 pagi, tentu saja ia takut pada gadis itu. Begitu tiba kami langsung mendapat kamar masing-masing. Setelah 1 jam kemudian kami berkumpul untuk sarapan. Edo langsung cari tempat untuk menelpon mencari kabar dari Della kekasihnya.

“Titien, mana Romeo?”

“Aku gak tahu!” Aku memang masih marah kepadanya.

Naya yang mengetahui watakku dan melihat aku gak bicara dengan Brian, segera mencari cowok itu di kamar. Tak lama kemudian ia balik sendirian.

“Brian gak ada di kamar… gak ada yang tauh kemana?” Naya bertanya.

“Nay, kita makan dulu. Pasti kalo lapar cowok itu muncul sendiri, kok!” Jelas sekali aku masih marah sama cowok itu.

-----

“Kamu mau ngomong apa Brenda?” Aku mengikuti gadis itu.

“Apa yang aku akan bilang kepadamu adalah rahasia, dan aku harap cuma kamu bisa menyimpan rahasia ini. Ini masalah hidup dan mati kita!” Brenda mulai cerita. Aku jadi tegang mendengarnya.

“Aku yakin pasti Romeo sudah cerita kan kepadamu apa yang terjadi?” Aku menangguk.

“Aku tahu kamu mencintai Romeo, dan aku gak boleh campur tentang hubungan kalian, tapi tolong jangan terlalu keras kepadanya. Ia sudah lama menderita, udah hampir enam bulan ia pindah dari suatu tempat ke tempat lain sendirian, dikejar-kejar, bahkan sempat ditangkap dan dipukuli. Ia tidak pernah merasa tinggal di rumah selama itu.” Aku diam, masih belum mengerti maksud cewek itu.

“Sudah beberapa kali ia telpon aku mau menyerah… dan kedatangan kami ke sini adalah untuk bersembunyi sampai jadwal pengadilan dimana ia akan bersaksi melawan seorang kepala mafia yang sangat ditakuti. Udah beberapa kali ia menyaksikan beberapa di antara kami harus tewas untuk melindunginya. Bahkan ada beberapa sahabat baiknya ditawan, diinterogasi bahkan dibunuh. Kamu bisa bayangkan kan hidup seperti itu?”

Aku terdiam… air mataku mulai tercurah. Kasihan sekali kamu Romeo.

“Sudah lama aku tidak pernah melihat ia tersenyum, dan sebagai sahabat karibnya sejak SMA, aku merasakan kalao ia sudah kembali menjadi Romeo yang dulu sejak ketemu kamu. Titien benar-benar membuat ia bahagia… Tolong jangan buat ia terpuruk lagi, karena aku yakin ia tidak akan mampu menahannya.”

Aku harus menyeka air mata yang tercurah di pipiku… gak bisa bayangkan penderitaan cowok itu.

“Tahu gak, sebelumnya hanya dua hal yang membuat ia mampu menjalani semuanya. Yang pertama adalah janji ia akan mengucapkan selamat tinggal di kuburan kekasihnya yang dulu, dan vow-nya untuk tidur denganku dan memberiku seks terbaik. Aku mau kamu jangan salah mengerti, aku menuntut ia melaksanakan vownya supaya itu menjadi alasan kenapa ia harus hidup dan terus bersembunyi. Titien mengertikan maksudku?”

Aku mengangguk..

“Ada satu lagi. Aku yang memaksa ia ikutan dugem, karena kami mau memancing musuh-musuh kami untuk keluar. Sepanjang dugem, ia gak mau macam-macam, ingat kamu terus. Ia hanya menemani Devi yang juga masih polos waktu itu, dan terus melindungi gadis itu dari cowok-cowok nakal. Mereka dua hanya duduk-duduk gak mau ikutan, walaupun udah dipaksa untuk telanjang. Kemudian aku memberikan pil di minumannya, supaya ia juga turut enjoy malam itu… dia ia meminumnya, setengahnya diminum Devi. Romeo melakukannya tanpa sadar, Titien. Yang salah disini aku, bukan dia. Tolong jangan hukum dia lagi… anak itu bisa nekad soal cinta, aku lihat sendiri apa yang terjadi ketika ia kehilangan Deyana.”

Brenda menjelaskan panjang lebar, aku kini mengerti posisi Brian.

“Brian memaksa aku membawanya kemari karena ia mau tunjukkan kepadamu kalo ia cowok yang bertanggung jawab. Tapi kamu lihat sendiri kan bagaimana kelakuan cewek itu… Kadang aku gak ngerti jalan pikiran cowok itu, kami yang sibuk melindunginya, eh ia malah bikin sibuk... ia juga seakan gak memperdulikan keselamatannya. Orangnya suka nekad!”

"Eh ada satu lagi yang kamu harus tahu... sehari sebelum kita ke Bunaken, aku membawa Brian untuk video call dengan notaris dan agen asuransinya. Ia memperbaharui warisannya, ia bilang kalo ia mati, seluruhnya jadi milik kamu, termasuk uang asuransinya. Aku takut jangan ia buat nekad karena kamu..."

Aku diam saja... cukup lama bagiku meresapi kata-kata gadis itu.

“Apakah Brian orang penting di Amerika hingga kalian melindunginya seperti itu?” Aku penasaran sekalian mengalihkan cerita.

“Yang pasti ia adalah seseorang yang sangat penting dalam hidupku, berulang kali membantu aku sejak sekolah dulu… sayang ia hanya menanggapku seorang sahabat saja. Ia juga adalah anak muda yang sangat berbakat musik, masa depan musisi dunia. Tapi yang lebih penting lagi, ia adalah saksi kunci yang dapat menghukum mati kepala mafia, sehingga kelangsungan hidupnya adalah harapan semua orang di Amerika yang sudah bosan diteror terus oleh orang ini.”

“Makasih Brenda, kamu benar-benar teman yang setia!”

“Iya, tapi jangan lupa, Romeo masih ada utang vow padaku..” Katanya sambil memicingkan mata kirinya.

“Hahaha… sana, pake sepuasnya!” Aku meledeknya.

-----

Aku mulai mengerti, ternyata bukan hanya aku yang stress soal kejadian dengan Boy, Brian juga tertekan. Masalahnya ia gak bisa bicara dengan orang lain, sedangkan aku punya Naya dan Brenda yang bebas berbagi penderitaanku.

Brian butuh teman bicara, dan tadi malam aku justru memarahinya.

Kasihan sekali… semalaman aku menjauhinya, dan ia sangat sedih sekali. Aku bisa melihat dari air mukanya betapa ia menyalahkan dirinya. Ia butuh seseorang untuk bicara…

Aku harus ngomong dengannya. Masak sih dia gak ngerti perasaanku?

-----

“Astaga, aku dapat info… Brian sudah check-out. Kata orang ia sewa motor tua untuk pake selama seminggu. Dan ia sudah pergi dari tadi.” Naya membuat kami semua kaget.

“Astaga?”

‘Ihhhhh…. Cowok tolol itu bikin ulah lagi. Tahu-tahu semua memusingkan keselamatannya, ia sendiri yang lari! Aku gak ngerti kenapa Brian seperti itu. Apa masih menyangkut masalah perkosaan kemarin?’

Sementara Shaun dan Naya bolak-balik mencari informasi, aku menarik Brenda duduk dan berbicara denganku. Ia baru saja kontak dengan team-nya di Manado. Aku tak sabar ingin tahu segala-sesuatu tentang cowok itu.

“Nerdho, kenapa sih waktu mereka tahu Brian ada di sini, gak cepat-cepat pindah ke tempat lain?” Aku tanya langsung ke Brenda.

“Kami maunya gitu, tapi Romeo gak mau. Ia gak mau pisah lagi sama kamu, orangnya keras kepala!” Kata Brenda.

“Ah masak sih?” Aku kejar terus.

“Ingat SMS-ku? Itu salah satu cara supaya kamu putusin dia… supaya Romeo cepat lari! Tapi ia keras kepala, ia gak mau lagi kehilangan cinta. Cowok itu merana sampe hampir dua tahun ditinggalin cewek… tauh gak?” Brenda coba jelaskan.

“Aku rasa ada alasan lain? Kalian sudah tahu di mana kubur mantannya?”

“Sampai sekarang gak tauh di mana. Informan yang aku sebarkan sampai sekarang belum dapat, ih… padahal tempat kecil gini. Brian mau ke kubur-nya sebelum balik ke Amerika.” Brenda jelaskan.

‘Wah, setia juga yah, cowok itu… aku aja sejak Nando mati belum pernah ke kuburnya.’ Aku cerita kepada Brenda pertengkaran kami di atas perahu, terutama kecemburuan Brian yang tanpa alasan kepada Boy.

“Brenda kan dekat dengan Boy, apa ia bisa dipercaya?” Aku minta pendapat Brenda.

“Sejak awal aku kurang suka sama Boy, sehingga naluri kewanitaan menyuruh aku menjaga jarak dengan cowok itu. Tapi aku justru mendekat untuk mencari latar belakangnya… you know, keep your enemy closer? Tapi Boy bersih, gak ada hubungan dengan Lefty John atau Mr. Logan. Tapi mungkin aja mereka baru bertemu kemarin dulu.”

“Pantesan Brenda selalu mendekatinya…!”

“Setelah mendekat, akhirnya aku baru sadar. Boy tidak mendekati kita karena Brian ataupun karena aku, tapi karena kamu!”

“Aku?” Aku kaget mendengarnya.

“Aku gak tahu ada apa, tapi Boy mengincarmu! Aku bisa merasakannya, Titien. Aku sangat yakin kok ada sesuatu, tapi gak tauh apa.” Brenda kayaknya jujur, ia jago membaca situasi.

“Apa Boy ada maksud buruk?” Aku bertanya lagi, padahal aku sudah tahu jawabannya. Apa mungkin Boy sudah mengincarku sejak lama?

“Aku gak tauh, tapi salah satu alasan aku mendekatinya, karena aku gak mau ia merusak cewek lain, terutama kamu atau Naya. Eh selain itu Boy sangat ahli memuaskan wanita, you know?” Brenda tertawa.

“Hahahaha! Oh yah?” Aku hanya tersipu, kembali mengingat bagaimana emutan dan jilatan di memeknya membuat aku melayang hampir gak bisa tahan.

“Kontolnya sih gak sebesar Dickhead atau Romeo, tapi tekniknya mantap lho. Ia bisa membuat aku sampe 5 ato 6 kali orgasme, terus staminanya kuat dan kontolnya tahan lama. Dia benar-benar dewa seks... Teknik bercintanya sangat hebat, pasti pengalamannya banyak! Aku yakin kamu akan puas kalo main dengan Boy…!” Eh, sempat-sempat Brenda meledekku, wajahnya kelihatan senyum-senyum mempermainkanku.

“Ih…. Ngomong apa sih?” Aku jadi pikir jorok-jorok. ‘Wah, kalo Brenda sendiri bilang ia hebat, pasti puas deh… eh kok aku sampe mikir gitu’ Aku langsung sadar sendiri dan ikut senyum-senyum.

“Eh, Nerdho… aku mau cari Romeo!” Aku tiba-tiba ingat Brian sangat cemas soal piano dan biola barunya… pasti ia ke tempat kos, aku mau mengejar cowok itu.

“Eh! Gak boleh…. Gak aman!” Brenda melarang.

“Kan aku bukan target? Jadi gak masalah!” Aku berkelit.

“Titien, kalo kamu ketangkap sama aja… pasti Brian akan menyerahkan diri.” Benar juga sih logika Brenda.

Tapi aku sudah menetapkan hati harus mencari ia, dan aku perkataan Brenda aku ingat baik-baik, lebih baik mati dari pada tertangkap. ‘Oh Nando tolong aku! Aku ingat kembali apa yang harus aku buat…. Aku harus membenahi hatiku dan mengubur kisah cinta yah lama, dan membuka diri pada cinta yang baru. Apa aku terlalu cepat mencintai Brian? Apa ia hanyalah pelampiasan belaka… Yang aku tahu adalah baru sekarang aku menemukan cinta setelah diringgal mati 2 tahun... dan aku harus memperjuangkannya.

-----



Della




Landa




Devi




Boy

POV Della

Astaga, bodoh sekali kami mau-mau aja digiring ke tempat ini Aku sudah berulang-kali memperingatkan Landa dan Devi, tapi mereka tidak mendengarkan ku. Kali ini kami berada ditengah-tengah sebuah klub pemuja seks, menurut Boy namanya Kobe. Kalo gak salah aku pernah mendengar namanya yang sempat tenar di kampus. Kobe berarti Kontol Besar, karena semua anggotanya diseleksi berdasarkan ukuran batangnya.

Ada sekitar 8 orang cowok yang sudah telanjang bulat menatap kami dengan nafsunya, seperti serigala menimang-nimang mangsa yang akan diserangnya. Aku merasa kami dicekcoki dengan obat perangsang dalam minuman tadi, sehingga badanku terasa rada hangat. Kami bertiga didudukkan pada sebuah kursi yang dirancang khusus untuk proses inisiasi. Ih… aku kok merasa seperti bergabung dalam sebuh klub pemuja setan

Tak lama kemudian Boy memelukku dari belakang dan mencium tengkukku. Ia sangat ahli membuat cewek jadi nyaman dan terangsang. Nafasnya hangat memburu membuat bulu kudukku mulai naik. Kemudian tangannya mulai memelukku dan meraba-raba tubuhku…

Boy membawaku ke depan cermin sehingga aku bisa melihat sendiri bagaimana aku membiarkan tangannya nakal menjelajahi tubuhku. Boy sudah telanjang bulat seperti cowok-cowok yang lain, dan kali ini tangannya mulai mampir ke toket dan pantatku menciptakan sensasi-sensasi aneh… aku mengutuk diriku yang tidak bisa melawan. Walaupun aku berusaha menolaknya, tubuhku hanya diam saja dan malah menanti jamahannya.

“Boy, jangan Boy… aku gak mau. Ini sudah kelewatan…!” Aku membujuk ia melepaskanku tapi kata-kataku sepertinya gak berarti. Tangannya semakin nakal dan menyusup masuk kedalam kaosku untuk meremas toket. Aku mencoba menahan tangannya, tapi tanganku enggan bergerak… tubuhku malah meresponnya dengan gerakan-gerakan sensual. Boy makin bebas bergerak.

Aku memandang kearah Devi dan Landa, dan keduanya mendapat serangan yang sama. Devi sudah dibugilin dan toketnya sementara diemut oleh Deni, sedangkan tangan cowok itu sudah menari diatas memeknya yang berjembut tipis. Landa justru sudah menyerang balik dan tangannya sementara mengocok kontol Max yang besar. Eh… aku baru sadar… kedelapan cowok itu kontolnya besar semua, ih… serem!

“Ahhhh…!” Aku mendesah ketika jari Boy menyusup di balik CD-ku langsung menuju ke pusat rangsangku. Aku mencoba memberontak tapi yang keluar hanya desahan belaka… ‘Della, kenapa kamu?’

Landa sudah didudukkan di kursi inisiasi, sebuah kursi yang hanya menopang paha, kaki dan pinggul dengan posisi duduk setengah berbaring terentang. Dibawahnya ada tempat tidur, dan Max tiduran disitu dengan kontolnya mengacung keatas siap memasuki memek Landa dari bawah. Landa hanya bisa diam keenakan, sementara kontol Max digesek-gesekkan ke memeknya dari bawah… kontol hitam berurat itu mulai menyelip masuk.

“Ahhhhh…” Landa langsung teriak entah sakit atau keenakan. Kontol Max besar sekali, aku gak bisa bayangkan kalau aku diposisi yang sama. Tak lama kemudian Landa mulai mendesah seiring dengan Max meningkatkan tempo kecepatannya.

Sementara itu Devi mulai didudukkan di kursi inisiasi yang kedua. Gadis itu juga tampak sudah terangsang siap ditembusi kontol Deni yang tak kalah besar… kontol Deni memiliki keunggulan lain. Walau tidak sekekar dan segemuk kontol Max, tapi miliknya lebih panjang dan melengkung keatas seperti pisang. Tak lama kemudian kontol pisang itu mulai membelah memek tembem Devi dari bawah, dan tubuh gadis itu meliuk dengan lincahnya menahan geli.

Boy sengaja membiarkanku melihat proses inisiasi mereka. Ternyata proses inisiasi selain bertujuan membuat cewek tergila-gila dengan orgasme beruntun, ini juga bermaksud mengukur ketahan cewek selama dalam 40 menit disodok dengan cepat dari bawah. Karena proses ini menguras tenaga, terkadang ada dua atau tiga cowok yang bergantian menyodok dengan tempo cepat secara terus menerus. Kursi inisiasi dirancang supaya cewek mampu bertahan dan terus diam menikmati sodokan.

“Ahhhhh…. Landa berteriak, seiring dengan lepasnya kontol Max dari belahan memeknya, tepat ketika Landa menyemburkan cairan bening kenikmatannya. Landa sudah orgasme padahal baru 5 menit disodok. Tanpa diberikan kesempatan bernafas, Max meneruskan sodokannya dengan RPM tinggi… Landa terlihat kepayahan kembali menahan nafsu.

Devi juga mengalami nasib yang sama, gadis itu sudah keluar dengan cepat. Tubuhnya sempat melengkung menikmati orgasme yang sangat dashyat. Proses ini memang mengukur berapa banyak cewek bisa orgasme dan masih sanggup bertahan. Sodokan masih terus berlangsung, dan Landa mendapatkan orgasme ketiganya setelah 15 menit dihajar terus. Max yang sudah kelelahan diganti dengan cowok lain, dan sebuah kontol yang sama besarnya terus memasuki gadis itu dengan kecepatan yang sama.

Belum sampe 40 menit, Devi sudah kelelahan dan hampir pingsan. Ia hanya bertahan sampai 32 menit setelah orgasme sekitar 7 kali. Gadis itu langsung mencari tempat tidur karena kelelahan… tapi wajahnya terbayang kepuasan. Landa sendiri mampu mencapai 40 menit, suatu ketahanan yang luar biasa. Gadis bongsor itu sampai 10 atau 11 kali orgasme, dan harus dilayani oleh 3 orang cowok yang bergantian menyerangnya… memang sih cowok ke tiga hanya sekitar 6-7 menit, tapi sempat memberikan 2 kali orgasme. Mereka sampai tepuk tangan menyambut kemenangannya… status Landa langsung naik, lebih tinggi dari Devi yang mulai dari level paling bawah.

Astaga, sekarang giliranku…

-----

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Episode 32 Run for your life




Naya




Shaun




Brenda




Edo

POV Naya


“Tok … tok … tok!”



Ih, apaan sih ganggu orang tidur aja. Aku kan ngantuk gak tidur bener di perahu. Hampir muntah malah… untung ada Shaun yang mengurut leherku dan membuatku hangat. Eh bukan cuma itu sih, masak semalam tangannya menyelip dibalik jaket dan parkir di payudaraku. Ih… mesum. Untung gak ada yang tahu...



Aku memaksa membuka mata, baru jam 9.30, pagi. Kenapa sih pagi-pagi sudah pada ribut. Aku memaksa untuk bangun dan membuka pintu. Ternyata Brenda di luar.



“Nay, Titien di kamar mu?” Brenda langsung tanya.



“Gak, aku cuma sendiri! Eh, kenapa?” Aku kaget.



“Ia kayaknya sudah lari, pasti pergi mengejar Brian. Dua anak itu gak bisa pisah sebentar, dua-duanya juga keras kepala. Pasti anak itu tahu Brian lari kemana… ih, sekarang harus dua orang yang harus kita cari!” Brenda marah-marah dan tak lama kemudian sudah langsung bicara dengan seseorang di telpon.



“Astaga kak Titien menghilang?” Wah… gawat ini. Kak Titien gitu lho… dari dulu kelemahannya itu, gak bisa diatur orang terutama kalo urusannya menyangkut cinta. Eh, bukan baru sekarang lho, waktu pacaran dengan Kak Nando dulu juga begitu.



Tak lama kemudian kami mendapat kabar, Titien sudah berangkat naik ojek ke terminal. Kayaknya ia mau ke Manado. Telponnya ditinggalin di kamar supaya gak diganggu.



Tak lama kemudian sebuah mobil KIA Pregio datang menjemput kami ke Manado.



-----



“Selamat datang di kos ku yang lain… yang ini baru sih, belum terpakai. Malah mungkin baru dua atau tiga orang yang tahu ini kos ku. Aku tadinya beli rumah ini bukan pake namaku, dan drumahnya di bongkar dan dibangun kos-kosan. Kecil sih, rencana akan jadi 10 kamar, tapi baru 5 yang siap, jadi masih dalam tahap pembangunan, cuma kali ini masih libur kontraktornya.” Aku membawa rombongan kami di tempat kos ku yang baru yang berada diujung lainnya kota Manado. Agak jauh sih!



Tempat kos ini memang tidak terdaftar atas namaku, tapi pake nama Kak Titien… tapi Kak Titien sendiri gak tauh. Kos ini dibeli dan dibangun 100% dari uangnya Kak Nando, rencana akan di kasih surprise ke cewek itu kalo udah rampung. Eh, aku sih maunya kasih sebagai hadiah pernikahan, apa lagi kalo Kak Titien menikah dengan Kak Edo, teman baik Kak Nando… wah itu mantap. Makanya aku sempat desak Kak Titien jadi dengan Kak Edo, tapi sekarang gak lagi.



Sementara yang lain sibuk mengatur barang di kamar baru mereka, aku masih menangis sendiri di sofa. Aku lagi sedih sekali…. Juga bingung soal Kak Titien… takut kenapa-kenapa. Gadis itu sangat berarti bagiku. Hampir semua keinginan terbesarku adalah untuk menyenangkan Kak Tien. Ia satu-satunya yang sangat peduli aku, sedangkan orang tuaku sendiri sibuk dengan bisnis dan perusahaan mereka.



Aku tidak menyadari Brenda dan Shaun sudah dari tadi memandangku. Ketika aku mengangkat kepala, Brenda langsung mendekat dan memelukku.



“Shaun, duduk sini!” Brenda menyuruh cowokku datang mendekat. Shaun memang orangnya tidak mengerti perempuan… tapi aku terlanjur mencintainya.



Shaun duduk di sampingku, dan langsung aku bersandar di dadanya. Shaun masih bingung mau buat apa.



“Shaun, hibur dong pacarmu...!” Brenda cekikikan melihat tingkah Shaun yang bego soal perasaan wanita.



“Aku mau hibur gimana? Aku gak tauh!” Kebingungan Shaun membuatku tersenyum kecil. Dasar Dickhead!



“Kamu ajak cerita… dong!” Brenda mendesak temannya.



“Cerita apa?” Shaun masih bego.



“Apa aja, oke… cerita soal Tangkoko!” Aku bertanya asal aja. Masak sih Shaun sampe segitu bego-nya gak ngerti kemauanku?



“Eh iya… di Tangkoko jalannya sempit sekali… susah lewat, mungkin itu jalan paling sempit di dunia… seperti… eh seperti…” Shaun mulai bercerita, ngomongnya ngelantur.



Aku masih kesal menanggapi cerita Shaun. “Emangnya kamu tahu sempitnya seperti apa?” Aku meledeknya.



“Oh, aku tahu… itu sempit sekali… mungkin sempit seperti memekmu!” Shaun menatapku dengan maksud menggombal.



“Huh? Hahahahah…” Brenda langsung tertawa kuat-kuat, sedangkan aku jadi merah… ih bikin malu sekali.



Aku gak tahan lagi, cowok bego ini harus diberikan pelajaran. Tanganku langsung menyelip ke dalam celana basket Shaun mencari batangnya dan ku genggam erat.



“Apa kamu bilang? Mau dipatahin, iya?” Aku mengancam cowok itu, tidak perduli lagi ada Brenda.



“Sayang, kemarin kontolku kamu puji-puji, kok sekarang mau di patahin…?” Shaun mempermalukan ku lagi… wajahnya masih innocent. Eh, batangnya langsung naik menegang… ihhhhhh…



“Astaga Shaun?” Aku masih kaget, tanpa sadar justru aku mengeluarkan kontol Shaun dan kelihatan sudah tegang sekali… ih, baru dipegang dikit udah keras seperti ini.



“Nay, hajar aja tuh, udah tegang gitu…” Kata Brenda meledekku.



Aku hanya tertawa-tawa malu… tiba-tiba Shaun menciumku dan membuatku sampe gelagapan. Tangannya langsung parkir lagi di toketku.



“Shaun… eh, jangan! Ada Brenda tuh…!” Aku mencoba menghindar.



“Biar aja, selama ini dia kasih pertunjukan seks, sekarang gilran kita, balas lho!” Shaun punya rencana mesum. Astaga…



“Emangnya berani?” Brenda menantang Shaun, dan cowok itupun terpancing. Dengan cepat dan penuh nafsu Shaun mulai mempreteli pakaianku tanpa aku dapat mencegah lagi.



“Astaga! hehehe….! Nay, ternyata tubuhmu sangat seksi” Brenda jadi kaget, astaga… baru tahu...



Kini aku tidak lagi memperdulikan Brenda, aku sudah terlanjur dibuai nafsu ketika toket dan memekku dipermaikan oleh tangannya yang nakal. Nafasku sudah terengah-engah, dan tak lama kemudian aku sudah terbaring di sofa menerima serangan bibirnya di memek tembemku.



Ih… Shaun sudah nafsu banget! Apa karena ada Brenda yang melihat, yah? Memekku dijilat dengan ganas… satu jarinya juga masuk mencoba menjangkau mulut rahimku… Aku tak bisa melawan dan hanya pasrah menerima gempuran Shaun. Nafsuku sudah terbangkit… aku mendesah kuat.



“Wow, Nay… mantap banget! Eh, Shaun aku bantu yah…!” Kali ini tangan Brenda mulai membelai kedua toketku… aku kaget menerima serangan dari atas dan bawah sekaligus. Tangan Brenda sangat cekatan membelai dan memintil putingku. Ihhh...



“Ohhhh….. agghhhhh…!”



Aku terus mendesah, kakiku sudah menjepit kepala Shaun yang terbenam dalam liang senggama… lidahnya coba menggapai sedalam-dalamnya. Sementara 2 jari Shaun sudah masuk dan mengobel-ngobel daerah sensitif di mulut rahimku. Aku sudah mengerang…bukan hanya mendesah.



Pada saat yang sama aku juga harus menghadapi serangan dari atas, kali ini bukan hanya tangan Brenda yang memilin-milin toketku, kini bibirnya mulai menggencet puting kecilku yang sangat sensitif. Mulut Brenda memelintir putingku dan mengisapnya kuat-kuat, sering ia menggunakan giginya untuk menimbulkan rasa geli.



Tubuhku mulai bergetar menahan geli dan nafsu… aku semakin terbakar. Kini tubuhku mulai kelojotan dan menegang, perutku naik keatas… melengkung tinggi menyambut orgasmemu yang sangat dashyat.



“Ahhhhhhhhh…. Ahhhhhh!” Aku berteriak kuat karena tak tahan lagi.



Tiba-tiba Edo datang lari-lari mendekat… aku masih terengah-engah mencari nafas



“Ada apa? Siapa yang teriak? Naya?” Edo tiba di depanku dan menyadari bahwa aku barusan orgasme. Brenda dan Shaun sampai tertawa melihat reaksi Edo.



“Astaga… hahahaha…. Ihhhhh, kirain ada apa. Aku takut jangan Naya diperkosa!” Edo juga sibuk menahan tawa, sedangkan aku tambah malu. Tubuh telanjangku lagi dipamerkan ke Edo, ihhhh.



“Begini Edo, kami lagi menghibur Naya yang lagi sedih…!” Brenda menjelaskan sambil tertawa.



“Bagaimana, Nay… sudah terhibur kan?” Shaun menatapku melongo…. Wajah begongnya membuatku tertawa juga.



“Ihhhh…. Dickhead! Kamu itu memang betul-betul Dickhead, lho!” Aku mencubit cowokku dan tertawa bersama mereka.



Brenda segera berdiri menuju kamar. Aku juga segera merapikan baju dan baru siap pergi bersih-bersih di kamar mandi, sudah dicegah oleh Shaun.



“Nay… terus kontolku gimana? Masih tegang lho!”



“Suruh kocok sama Edo!” Aku terus berjalan, pura-pura cuek, padahal ingin melihat reaksi Shaun.



“Edo… eh, kocokin, dong!” Shaun memamerkan kontolnya pada Edo yang sampai lompat menjauh.



“Ih gak mau! Emang aku maho?” Edo menolak sambil tertawa menggeleng kepala.



“Huh? Hahahahah…!” Aku dan Brenda hanya tertawa melihat kelakuan Shaun. Bego sekali sih….



"Oke deh, sini... di kamar aja!" Aku menarik tangannya ke kamar dan mengunci pintu. Shaun belum selesai mengatur posisi tidurnya langsung ku naiki dengan gaya WOT. Siapa suruh kencang gitu.



-----




Della




Boy

POV Della



Aku masih memberontak tidak mau, sehingga Boy dibantu oleh beberapa cowok menelanjangiku dan memaksaku duduk diatas kursi inisiasi. Boy sendiri yang akan memasukiku untuk pertama kali…



Astaga, kontolnya yang paling besar dari semua, tidak heran ia ternyata kepala gengnya. Aku masih menggeleng kepala menolak, tapi sementara kakiku mengangkang, memekku dijilat oleh cowok lain... Oh, indah sekali. Aku sampai gemetaran menahan nafsu.



Dan memekku masih terasa basah ketika kontol besarnya memaksa masuk… membuat dinding memekku merenggang sampai maksimal, tapi masih tetap tergesek kontolnya. Ih, rasanya penuh sekali. Kontolnya hangat dan terasa nyut-nyut.



Pasa awalnya, gerakan Boy membuat rasa ngilu, tetapi semakin lama semakin enak.



Kali ini memekku bereaksi positif, turut menggoyangkan pinggul mengantisipasi sodokannya yang mantap. Semakin lama aku semakin terbuai, walau mulutku berkata tidak tapi tubuhku sudah mengkhianatiku. Dan aku tak dapat menahan getaran dan gelinjang tubuhku menyambut pompaannya… terutama ketika kontol Boy memasuki goyangan dengan RPM timggi, dan tidak sampai 5 menit kemudian aku sudah mengerang dalam orgasme pertamaku yang sangat indah.



Boy dan kawannya benar-benar membuat aku habis tenaga setelah 8 kali orgasme. Dan begitu sampai ke menit 35 tubuhku langsung terkulai dan tak mampu merespons lagi. Aku langsung pingsan… tapi pingsan dalam kenikmatan.



Tepat sebelum aku pingsan, aku melihat beberapa buah kamera tertuju kepadaku merekam semua gerakan dan ekspresiku. Dan aku malu sekali, rasanya mau bunuh diri saja. Maafkan aku Edo…



-----



POV Brenda



“Eh, Brenda… ada masalah lain lagi. HP milik Della dan Landa gak menjawab dari tadi, Boy juga. Aku jadi was-was jangan ada apa-apa di kos kemarin!” Edo bicara kepada ku.



“Gak mungkin, kemarin orang-orangku disekitar kos bilang tidak ada insiden apa-apa.” Aku meyakinkan Edo.



“Aku malah dapat update, Mr Logan sempat dicegat di Kema waktu pulang dari resort Kora-kora. Sempat terjadi baku tembak. Ia bisa lolos tapi terluka, dan kini tinggal memiliki ia tinggal 2 anak buah yang masih hidup. Pasti lebih mudah ditangkap, karena Lefty yg melindunginya sudah mati.” Aku menjelaskan singkat.



Tak lama kemudian hape ku tiba-tiba kembali berbunyi, dan Aku kembali bicara serius dengan orangnya di telpon. kayaknya ada perkembangan terbaru.



Untung berita baik yang dibawanya, karena aku tahu aku sudah berada di ambang batas. Aku tidak bisa lagi menerima berita buruk setelah apa yang terjadi kemarin dan hari ini.



-----



Brian




Deyana




Devi

POV Brian



Aku membuka kembali surat dari Deyana dan membacanya dengan penuh perasaan.


“Dear Romeo,


Maaf sayang, aku harus pulang duluan. Aku meninggalkanmu bukan karena aku marah atau kecewa. Pertengkaran kita itu yang kemarin itu gak berarti apa-apa, aku terus mengingat kamu sebagai cowok yang paling baik, paling menyayangiku dan paling aku sayang…. Eh paling ganteng juga paling nakal, dan sama paling enak di sayang.


Aku sengaja pergi karena aku tidak mau Romeo melihatku menangis, karena aku pasti tidak tahan mengucapkan selamat tinggal. Kalau kau menemukan surat ini--aku tahu hanya keajaiban yang bisa membuat kamu menemukan surat ini, tapi aku percaya pada cinta kita yang abadi. Semoga Tuhan memberikan keajaiban itu--Jadi kalau kamu temukan, ingatlah aku seorang gadis yang sangat mencintaimu, maaf aku gak bisa menemanimu terus di dunia ini, tapi kita akan bersatu di akhirat.


Romeo, aku dianggap keluargaku sakit AIDS. Orang tuaku terhasut temannya yang di Australia, yang bilang aku sudah tinggal serumah dengan seorang cowok bule, dan aku suka gonta-ganti cowok. Ia bilang kamu membuat aku terjangkit AIDS dan aku hanya membawa malu keluarga. Salah satu alasan kenapa aku memaksa pulang lebih awal adalah untuk membersihkan namamu. Aku tak mau ada orang yang memaki cowokku, dan aku harus menyatakan yang sebenarnya. Doakan aku yah!


Mungkin sekali waktu kau baca surat ini aku telah tiada. Tapi aku ingin kamu datang ke Manado, temui orang tuaku. Terimalah maaf mereka … dan kalau boleh, cari kuburku dan letakkan sepucuk bunga mawar untukku. Eh, tapi aku harap kau bawa cewek baru ke kuburku… Romeo harus cepat membenahi hati dan move on. Eh, tapi kalau kamu belum ada cewek, aku akan perkenalkan dengan adik sepupuku… aku yakin kalian cocok kok. Ia cantik lho, pasti kamu langsung jatuh cinta.


Mohon maaf kesalahanku, dan aku tidak menyesal bisa menjadi pendamping mu selama 2 tahun di Australia. Masa-masa yang terindah dalam hidupku. Aku rindu kamu, senyummu, suaramu, pandangan matamu, ciumanmu, dan kontolmu juga… hehehe… I always love you, my dear.


Deyana




Telah tiga kali surat ini ku baca berulang-ulang, tapi tetap isinya membuat aku berbunga-bunga.



Whew... Untung piano ini gak terbakar seperti barang-barang lain di kos Naya, dan untung lagi aku bisa menemukan kembali laci hati, tempat penyimpanan rahasia aku dan Deyana di bagian dalam piano ini. Tak dapat kukatakan syukurku bisa menemukan suratnya, dan melengkapi teka-teki pada hari Deyana meninggalkan aku di Perth, Australia.



Segera surat itu kulipat rapi dan kusimpan dalam dompetku. Aku harus mencari jalan keluar, karena penjagaan di kos ini cukup ketat. Aku tadi harus mengendap-endap cari jalan keluar, mudah-mudahan tidak ketemu dengan musuh disini. Aku terus berjalan pelan menyadari bahaya… tiba-tiba.



“Hei, siapa itu?” Suara yang menggelegar terdengar di deipan. Aku langsung berhenti…



‘Celaka sekali… kenapa aku tidak lihat kalo ada orang?’



“Aku menyerah… silahkan tangkap aku… tapi jangan apa-apakan biola itu!”



Sosok lelaki yang kekar berotot dan bersenjata otomatis menghadang jalanku, dan tanpa bicara aku langsung menyerahkan diri untuk ditangkap, diborgol dan di bawa ke suatu tempat.



“Kamu mau uang? Aku bisa kasih kamu $100.000, tapi bebaskan aku!”

Ia hanya tertawa menghina.



Untunglah ia memperlakukanku dengan baik, tanpa bicara apa-apa, katanya tunggu bossnya dulu. Mati aku…. Maafkan aku Titien… Brenda dan semua, aku gak bisa meninggalkan surat ini rusak.



Di dalam ruangan ada beberapa orang dengan wajah yang menyeramkan seperti orang itu. Aku makin ketakutan, mereka tampaknya tertawa senang melihat sikapku yang takut-takut. Terdengar mereka berbicara satu sama lainnya.



“Boss… bisa gak kita senang-senang dulu sebelum menguburkannya hidup-hidup?”



“Apa sudah bisa di mutilasi dulu? Kita mulai dengan kontolnya supaya ia tahu masa depannya sudah hilang!”



“Hahaha…



“Kita jebak dulu pacarnya, pasti ia mau datang. Aku mau rasa dulu satu dua celup dengan kekasihnya itu!”



“Hahaha…”



Aku marah sekali… tapi pada saat yang sama aku sangat ketakutan. Wajah mereka semakin mengerikan ketika mengeriyai..



“sssssssss……!” Aku memandang ke bawah. Celanaku basah kuyup. Astaga, aku kencing celana karena ketakutan.



“Hahahaha… baru diancam gitu udah kencing, dasar cowok lemah”



“Hahahaha…” Mereka makin menertawakanku.



“Hush… sudah cukup, kalian sampai buat dia ngompol!” Terdengar suara wanita yang berwibawa. Hanya dia yang tidak tertawa.



Aku kaget, suara itu seperti aku kenal. Aku memalingkan wajah kebelakang…



“Romeo!”



“Astaga… Nerdho?” Ternyata itu Brenda, dan ia menatapku sambil tersenyum.



Brenda tiba-tiba muncul dibelakangku dan membuka borgolku. Ia segera mengusap punggungku yang masih bergerak menahan nafas ketakutan. Kemunculannya langsung membuat aku merasa lega.



Ternyata ia anak buah Brenda dan aku dibawa ke salah satu safe house. Ihhh bikin takut orang aja.



-----



Aku mengikuti Brenda dan Agen T dan mobil lainnya ke suatu tempat di daerah reklamasi, di kota Manado. Kayaknya kita menuju ke salah satu ruko yang ada di kawasan Mega Mas.



“Mau ke mana kita?” Aku bertanya.



“Kamu lihat aja sendiri apa yang terjadi di dalam!” Brenda masih penuh teka-teki.



Tak lama kemudian mereka memasuki sebuah pintu ruko yang ternyata adalah sebuah night club besar, dan langsung naik ke tangga keatas. Berikutnya ada sebuah pintu besar tertutup… kayaknya kantor dari klub ini.



Brenda mengetuk, dan ketika pintu dibuka ia memperkenalkan dirinya dan aku sebagai anggota baru. Kami memasuki suatu lorong dan kembali melewati sebuah pintu lagi. Ternyata dibagian dalam ada ruangan besar yang agak remang dengan penerangan yang minimal.



Bunyi musik cukup menggetar sedangkan bau minuman dan asap rokok tercium. Setelah mataku terbiasa, aku terkejut menyaksikan pemandangan di tempat itu.



Astaga, ada pesta seks dan banyak orang lagi bugil. Mungkin sekali ini gang seks sementara mengadakan pesta. Kebanyakan cowok tidak dikenal, tetapi setelah memperhatikan ada beberapa cewek yang aku kenal. Ada Gina yang pernah parti bersama, astaga Landa juga. Keduanya sementara bercinta dengan pasangan masing-masing.



Aku kaget ketika ia melihat siapa yang bercinta di sebelah kiri, sesosok gadis yang sangat dikenal. Tidak salah lagi, itu pasti Devi, astaga!. Gadis itu sementara ngentot dengan seorang cowok berbadan besar. Devi hanya mendesah keenakan sementara jongkok kedepan membiarkan memeknya dihajar dari belakang. Tak lama kemudian Devi orgasme dan berteriak kenikmatan.



“Devi, astaga kenapa sampai begini?” Aku menyapanya.



“Brian? Eh… kenapa kamu di sini?” Devi terkejut melihatku.



“Aku datang mencari kamu!” Aku menariknya.



Cowok yang lagi asik ngentot dengan Devi kelihatan jengkel dengan ulahku menarik pasangan seksnya. Devi mencoba melepaskan tanganku…



“Lepaskan aku, Brian! Aku lagi asyik…” Devi memohon, tetapi aku memegang tangannya kuat-kuat.



“Brian, stop. Aku gak mau ikut dengan mu!” Devi hampir berteriak.



“Devi kamu pacarku… kamu harus ikut aku!” Aku mendesaknya.



“Pacar mu? Aku gak mau jadi pacarmu, kamu gak sungguh-sungguh sama aku, kita gak ada ikatan lagi, Brian!” Devi terus menolak.



“Tapi kita…”



“Brian sendiri tahu di antara kita gak ada apa-apa, yah aku sempat tertarik karena kamu ganteng. Tapi itu sudah masa lalu, aku sudah ada cowok baru. Kamu gak lagi berarti bagiku!”



“Eh kita sudah pacaran, aku mencintaimu!” Aku belum melepaskannya.



“Bukan berarti kamu punya hak. Mentang-mentang kamu ngentot dengan aku satu kali lalu kamu anggap punya hak!” Devi gak mau lagi.



“Devi, ingat aku yg memerawani mu!” Aku kembali membujuknya.



“Bukan... siapa bilang? aku gak pernah bilang begitu. Aku sudah lama gak perawan lagi!” Aku terkaget, Huh? Bukan aku?



“Kamu bilang aku yang pertama!” Aku ingin tahu yang sebenarnya.



“Iya benar, kamu cowok yg pertama. Tapi aku sudah lama main pake dildo, keperawananku sudah hilang sejak tahun lalu.” Devi jelaskan.



Pada saat ini aku sangat marah, hampir saja aku menampar wajah gadis itu. Aku hampir melepaskan Titien karena cewek ini, astaga betapa bodohnya aku. Langsung aku melepaskan tangannya dan menatapnya serta menggelengkan kepalaku.



Tiba-tiba aku terkejut mendapat pukulan dari cowok yang ngentot dengan Devi, namanya Deni. Aku menangkis, tapi kini tiga orang cowok mulai mengeroyokku. Sebuah tinju masuk ke perutku, aku hampir jatuh. Untung dipegang dari belakang, itu Brenda.



“Romeo, hajar terus lawan kamu… nanti aku hadapi dua kawannya!” Brenda maju dan menyerang dengan tendangan melingkar. Mewek ini memang hobi berkelahi.



Aku terus berkelahi melawan Deni, sudah dua kali tinjuku yang masuk sedangkan aku dapat menangkis serangannya. Aku yakin akan dapat merobohkannya. Aku melampiaskan seluruh emosiku padanya.



“Buk… buk… Arghhhhh!” Ketika serangannya ku tangkis, aku kaget ternyata Deni sudah memegang pisau. Siku kananku langsung berdarah terkena luka sayat.



“Buk!”



Sebuah tendangan masuk membuat aku rubuh, seorang temannya secara curang menggempur kuda-kudaku dan aku hilang keseimbangan karena serangan berikutnya dari Deni.



Aku diserang lagi dari belakang padahal aku masih kesakitan. Aku jatuh berdebuk, rasanya sakit sekali. Dan ketika jatuh, aku coba berkelit dari tikaman pisaunya dari atas yang sedang mengarah ke jantungku.



Seseorang memegang tubuhku, aku tak bisa menghindar lagi. Brenda berseru keras, tetapi ia juga ditahan seorang cowok lainnya. Aku hanya dapat melihat kilatan pisau yang tanpa dicegah lagi mengarah ke dadaku.



Aku memejamkan mata menunggu tikaman itu…



Tiba-tiba sebuah tubuh menutupiku dan menghadang pisau itu, kayaknya seorang gadis sempat menyelamatkanku di saat genting.



“Uh… ahhhhh….!” Tikaman yang mengarah kepadaku kini menusuk dalam punggung gadis itu dengan telak. Gadis itu menatapku tersenyum menahan sakit, aku kaget sekali ketika mengenal wajahnya.



Itu Della.



Luka Della sangat parah, ditikam dari belakang, pasti paru-parunya kena. Darah yang hangat mengalir keluar melalui luka yang menganga besar....



Sementara itu Brenda mengamuk, menghajar Deni. Ia mengeluarkan jurus pamungkasnya dan beberapa diantara teman-teman Deni yang rubuh bergelimpangan. Tetapi ada satu orang yang terus dihajarnya, seakan-akan dengan penuh amarah. Itu orang yang tadi menohokku dari belakang, ternyata Boy.



Boy sudah jatuh bangun tapi Brenda terus menghajarnya. Cowok itu sudah jatuh terlentang, masih sempat ditendang dengan kuat di kemaluannya… Boy melolong kesakitan. Tendangan Brenda menggunakan sepatu bot tentara kena telak diantara selangkangan Boy. Sudah itu masih sempat diinjak lagi… kayaknya Brenda sengaja membuat biji zakarnya hancur berantakan.



Tak lama kemudian muncul teman-teman Brenda bersama-sama dengan aparat kepolisian langsung memborgol pelaku-pelaku pesta seks. Sebelum Boy dibawa ke kantor polisi, Brenda mengambil hapenya bersama-sama dengan hape Devi dan Landa, dan memberikan itu kepada tim-nya untuk mencari siapa pengkhianat sebenarnya.



-----



Aku masih memeluk Della sementara air mata jatuh ke tubuhnya yang masih merenggang nyawa. Pendarahan yang banyak membuat gadis itu merasa kedinginan. Tak lama kemudian Della pingsan dalam ambulans ke rumah sakit.



Brenda segera menghubungi Edo menyuruhnya menemui gadis itu di UGD RSU Malalayang, rumah sakit terbesar di Sulut. Landa yang kini ikut dengan kami segera mengabari keluarga...



Landa dari tadi terus menyalahkan diri. Menurutnya, ia yang memaksa Della ikut dengan Boy, padahal Della sama sekali gak mau. Della gak berani meninggalkan Landa sendiri, sehingga ia ikut-ikutan menjadi korban geng Kobe.



Sementara menunggu ambulans tadi, Della sempat cerita bagaimana mereka ditipu Boy dan dijadikan budak seks untuk geng Kobe. Ternyata Boy adalah pemimpin geng Kobe yang baru. Della berpesan untuk minta maaf ke Edo. Gadis itu dipaksa Boy melayaninya semalaman. Ia sempat memberontak, tapi diperkosa berapa kali sementara cowok-cowok lain memegang tangan dan kakinya. Della malu sekali… dan tidak mau hidup dalam aib... apalagi geng Kobe sempat rekam videonya, ia menjadi budak seks mereka. Itulah sebabnya ia memilih mati untuk menyelamatkan Brian.



Dalam ambulans, Brenda bicara berbisik-bisik di telpon. Aku tidak tahu apa yang dikatakan, ia mencari seseorang yang pergi tapi belum kembali. Padahal menurut Naya pembantu di kos sudah datang di kos baru, tinggal Bang Jaya yang belum muncul.



Kami bertemu dengan Edo di rumah sakit, Della masih belum sadar di UGD. Keadaannya parah sekali, selain sukar bernafas karena paru-paru yang bolong, ia juga kehilangan banyak sekali darah. Della masih belum melewati masa kritisnya, dan menurut dokter hanya sedikit harapan untuk hidup. Agaknya dokter sudah menyerah…



Kami diijinkan dokter untuk melihat keadaannya, dan ketika kami masuk keruangan kecil itu, Della masih terbaring lemah diatas ranjang di UGD.



“Edo, pegang tangannya!” Aku menyuruhnya. Edo masih menangis.



“Sayang, ini aku Edo… kamu bertahan, yah demi aku!” Edo mulai berbisik kepada gadis itu. Eh… Della membuka matanya, ternyata ia sudah sadar.



“Edo… I love you… bilang Naya dan Titien .. aku senang … jadi teman mereka... Edo… cari adikku Darla… jaga dia… lindungi dia baik-baik. Edo janji yah!” Della sempat tersenyum padaku dan Brenda.



“Ia sayang, aku akan cari adikmu dan melindungi dia... Della jangan takut!” Edo berjanji kepada gadis itu.



Sampai kami meninggalkan rumah sakit, Edo masih terus menjaga gadis itu dan menemani Della pada saat-saat kritis. Menurut dokter, terjadi infeksi dalam tubuh sehingga hampir tidak ada harapan bagi Della, dan gadis itu makin lemah. Tubuhnya kini semakin panas…



Tepat ketika keluarganya datang menjenguk, Della menghembuskan nafas terakhir ditemani oleh orang-orang yang paling ia cintai.



-----



Brenda mengantarku kembali ke kos, kayaknya Brenda dapat suatu petunjuk baru. Menurutnya mereka telah menemukan markas dari Mr. Logan, dan akan segera menggebrek mafia itu.



“Romeo, kami sudah mengetahui siapa pengkhianat itu! Selama ini ia menjadi informan dari Lefty John, terbukti dari hapenya yang didapat tadi.” Brenda menatapku tajam.



“Siapa orangnya?” Aku sudah mencurigai Boy dari semula.



“Mantan kamu… Devi!”



Aku mengkertakkan gigi karena marah. Jadi selama ini ia membocorkan persembunyian kami. Dasar cewek munafik…



Tapi kemudian aku sadar, aku yang mengajak cewek itu ikut rombongan kami ke Bunaken dan terus ke Kora-kora. Aku yang bodoh, mudah aja ditipu mentah-mentah. Pantesan Devi gak mau lepas dariku, selalu mengekor kemanapun aku pergi, ternyata bukan karena ia menyukaiku… tetapi ini sebabnya.



Sekali lagi aku mendapat pelajaran berharga, tampang Devi yang lugu, polos dan innocent hanyalah topeng. ‘And I am choosing her over Titien, unbelievable!”



Tapi menurut Brenda, Devi mau kerja sama sekarang. Devi kini menjadi penunjuk jalan dimana markas Mr. Logan berada. Dan kini pasukan akan segera menyerbu mereka…



-----



Begitu tiba di kos baru, Aku menyampaikan apa yang terjadi kepada Naya dan Shaun, Naya sampai menangis mendengar cerita tentang Della mengorbankan diri untuk menyelamatkanku.



Dan ketila aku bercerita tentang Boy dan Devi, mereka marah sekali. Aku sendiri kembali menunjukkan kemarahan kepada Boy dan Devi.



“Pantesan perasaanku gak enak sama Boy, ia kayaknya mengincar Kak Titien sejak awal, pasti karena dendam geng Kobe!” Kata Naya…



“Eh, Titien ada hubungannya dengan Kobe?” Aku kaget.



“Bukan gitu Romeo, Kak Titien dari dulu menjadi incaran mereka untuk dijadikan budak seks, dirayu pake dua gadis mereka… berulang kali Kak Titien lolos, dan hampir saja terjerat. Terakhir mereka menggunakan Kak Edo untuk jerat dia, terus pake obat perangsang lagi… tapi karena kepinterannya, justru geng itu yang dilaporkan Titien. Peristiwa beberapa bulan lalu sempat menghebohkan, karena ternyata sebagian pentolan senat mahasiswa terlibat dengan geng Kobe, dan Titien membuka kedok mereka sampai geng itu bubar. Pasti Boy ingin balas dendam dan menjadikan Titien budak seksnya, dan mencoba segala cara!” Naya coba jelaskan apa yang terjadi.



‘Pantesan Boy hendak memperkosa Titien dan merekamnya…’ Segalanya makin jelas bagiku. Gadis itu tidak bersalah apa-apa.



Aku semakin bangga kepada kekasihku itu, bisa melawan geng cowok-cowok. Dan ia memang pinter, aku sendiri melihat bagaimana strateginya membuat kami lolos dari penyerbuan di resort semalam.



“Ih… aku bodoh sekali, mempercayai Boy. Sudah nyata-nyata Titien diperkosa oleh cowok itu!” Aku menyesali kebodohanku meragukan gadis yang innocent itu. Artinya Titien murni diperkosa, dan itu karena kesalahanku. Aku harus bertanggung jawab… eh, memang sih aku mencintainya. Justru aku yang senang disuruh kawin dengannya.



“Aku juga salah! Terikut dengan cerita Boy.” Shaun mengaku kesalahannya.



“Eh, tunggu! Mana Titien?” Aku bertanya.



“Astaga? Brian gak tauh?” Naya bertanya balik.



-----



POV Titien


Aku tahu Brian pasti pergi ke tempat kos untuk mengambil biola dan mengecek pianonya. Dasar musisi… lebih mementingkan alat musik dari pada nyawanya sendiri. Cowok itu berani sekali, tidak takut mati… dalam dirinya ada passion yang sangat kental membuat aku mencintainya.



Eh… kok bus ini lama sekali, mana pada macet lagi. Pasti Brian sudah duluan tiba di tempat kos. Gimana sih pak sopir, udah tahu ada bidadari yang lagi mengejar pangerannya, kok jalan lambat gini, hehehe. Aku tidak tahan lagi, Aku langsung turun dari bus dan mencari ojek yang bisa membawaku dengan cepat ke kos Naya.



Setelah tiba dekat dengan tempat kos, aku turun dan berjalan kaki mencari jalan tikus supaya bisa sampai ke tempat itu dengan aman. Aku ingat ada sebuah lobang di pagar, aku menuju ke situ, dan terus mengendap-endap lewat jalan belakang. Untunglah jendela belakang terbuka memberi kesempatan kepadaku untuk masuk.



Wah… pasti terjadi perang yang hebat. Aku sampai kaget, dinding kos sudah rusak sebagian. Sedangkan beberapa barang sudah rusak, kalau tidak bolong ditembaki, terbakar. Mudah-mudahan piano dan biola itu masih aman.



Ketika masuk ke kamar Brian, aku dapati biola sudah gak ada. Pasti Romeo sudah kemari dan mengambil barangnya. Aku mengingat waktu kami membeli biola itu, eh Brian bilang 50% dari harga biolanya milikku.



Aku pergi ke ruangan tengah untuk memeriksa pianoku… eh piano Brian. Gak masalah sih milik siapa, gak mungkin kan Brian bawa piano ini waktu pulang ke AS. Wah, kalo ia nekad bawa piano, syaratnya harus memboyong pemiliknya juga.



Syukur piano tersebut aman, tidak terbakar ataupun kena tembakan. Aku melihat-lihat dengan teliti piano itu. Setelah membuka penutupnya, aku juga selidiki bagian dalamnya…



Apa itu? Kayaknya ada sebuah laci rahasia yang sudah dalam kondisi terbuka. Aku ingat jelas sebelumnya laci rahasia itu tidak kelihatan. Pasti Brian sudah menemukannya dan mengetahui isinya. Ih… apa sih didalamnya… kayak treasure hunt aja. Kalau aja aku datang cepetan dikit, pasti sempat ketemu dengan Brian.



‘Astaga, habis ini aku kemana? Masak balik lagi ke Tandurusa?’



Aku kembali menyelinap keluar… kali ini aku kurang hati-hati sehingga sempat menyentuh dan menjatuhkan pot bunga.



“Berhenti, siapa kau?” Suatu suara yang berwibawa menahanku.



Astaga aku ketahuan…



Aku ingat kembali kata-kata Brenda tadi, lebih baik mati dari pada ketangkap. Aku memandang kedepan mengira-ngira jalan. Aku harus buat keputusan sekarang…



Tiba-tiba aku melarikan diri… aku memacu tubuhku untuk lari secepatnya, eh… bukan lagi lari, adreanalin membuatku seakan terbang.



Dor… dor…



“Bunyi apa itu dibelakang? Astaga aku ditembak...” Aku terus lari tidak perduli lagi sekelilingku, berulang-ulang aku mengganti arah menghindari tembakan. Aku menuju sudut satu bangunan terdekat, kalau aku mencapainya aku bisa lolos…



Tetapi tepat ketika aku melewati sudut bangunan itu, tiba-tiba tanganku ditangkap seseorang. Aku tak berdaya… Ahhh semuanya jadi gelap.



-----



POV Brian



“Kring… kring… kring…”



‘Eh itukan hape milik Titien?’ Aku mengangkatnya ternyata Brenda!



“Nerd-ho, kamu gak bilang kalau Titien menghilang!” Aku langsung marah karena Brenda tidak mengatakannya.



“Aku tidak mau kamu cemas, tenanglah… kami akan menemukannya!” Suara Brenda terdengar lirih, seperti menyimpan sesuatu.



“Nerdho… katakan jujur, apa yang terjadi… aku tahu kamu sembunyikan sesuatu!” Aku berteriak… Titien belum ditemukan pasti ada apa-apa.



“Aku mau tanya kalau Titien sudah balik…!” Suara Brenda masih terdengar lain.



“Nerdho… cepat lambat aku akan tahu!” Aku memaksanya ngomong.



Akhirnya setelah lama berpikir, Brenda mau cerita juga.



“Begini Romeo, tarik nafas dulu…. Mr. Logan claim telah menangkap seorang gadis muda yang mengaku sebagai pacarmu. Ia sempat melarikan diri… tapi kemudian mati tertembak oleh anak buah Mr. Logan…. Tapi berita itu masih harus dikonfirmasi lagi. Kemungkinan Mr. Logan hanya menggertak!” Brenda coba jelaskan singkat…



Aku langsung terduduk di sofa menarik nafas, untung aku gak jantungan… Naya dan Shaun cepat-cepat memegang tanganku. Naya masih terus lanjut bicara dengan Brenda…. Tak lama kemudian giliran gadis mungil itu yang berteriak sedih…



Aku masih duduk lunglai… kali ini semua harapan hidupku terbang… Aku telah menyebabkan seorang gadis muda kembali menyerahkan nyawanya.



“Titien… Titen… aku minta maaf tidak mempercayaimu waktu itu!” Aku berkata lirih… langit seakan ambruk didepanku… untuk apa aku hidup.



“Titttt”



Ada satu notifikasi di hape ku. Sebuah email dari orang yang tak dikenal… tulisannya pendek... "Look what happened to this girl who claimed to be your girlfriend" Di bawahnya ada file video. Dan ketika aku membukanya… aku jadi pucat....



Video berdurasi 2 menit itu memperlihatkan tentang seorang wanita muda berambut panjang… tidak jelas siapa karena di syuting dari jauh, bisa Titien... dikejar dari belakang di seputaran kos Naya.



Gadis itu berusaha lari secepatnya, dan ditembak dari belakang berulang-ulang, ia sempat ditangkap, tapi terlanjur kena tembakan. Dan kedua penembaknya terus memberondong kepalanya dengan tembakan, sampai tidak dikenali lagi… dan menyiramkan minyak di tubuhnya. Mayatnya dibakar sampai hangus.



“Titien… yah ampun!”



Aku berteriak marah sejadi-jadinya…. Dan pingsan di atas sofa.



-----



Bersambung
 
Episode 33 Membenahi hati




Brenda




Romeo




Naya




Shaun


POV Brenda


Benar apa yang ku pikirkan, ketika tiba di tempat kos baru, Romeo sedang terbaring pingsan, tadi katanya sempat bangun sebentar dan terus memanggil nama Titien. Sementara Shaun sedang menenangkan Naya yang juga stress dengan nasib Titien. Shaun yang gak tauh apa-apa sementara duduk di dekat tempat tidur Brian dan membantu menenangkan cowok itu.



“Nerdho, apa yang terjadi? Kenapa sejak ditelpon Brian dan Naya langsung stress dan terus panggil-panggil Titien!” Shaun bertanya.



“Brian sudah lama pingsan?” Aku bertanya.



“Lumayan, tadi dia buka laptop bilang ada email!” Kata Shaun.



“Astaga, jangan-jangan ia nonton videonya?” Aku kaget, bisa jadi video itu dikirim Mr Logan untuk menakut-nakuti Brian.



“Brenda! Bilang padaku Titien baik-baik saja…!” Naya masih histeris…



“Begini, tenang dulu. Kami sementara cek tapi kami belum bisa pastikan kalo yang dibunuh itu Titien. Bisa jadi orang lain, tapi jelas bukan Devi… Ia masih diperiksa di markas. Masalahnya mayatnya sudah hitam terbakar, jadi butuh waktu untuk cari tahu siapa itu. Mr. Logan klaim gadis itu mengaku pacarnya Brian yang memaksa mencari bertemu Brian di tempat kos.” Aku mencoba jelaskan, tapi Naya masih bingung.



“Astaga, jadi mayatnya dibakar! Ih…. keji! Brenda harus antar aku ke mayatnya, aku mau lihat.” Naya menuntut sambil menangis.



Aku menyuruh Shaun menenangkan Naya, Shaun mengambil segelas air minum untuk gadisnya. Setelah minum, Shaun memeluk gadis itu dengan mesra, sambil membujuknya tenang.



“Sayang, kan sekarang Naya punya aku… Shaun janji gak akan tinggalkan Naya, selalu menjaga Naya. Shaun akan terus buat Naya puas lho!” Shaun membujuk Naya.



Gadis itu sampe kesedak mendengar bujukan Shaun.



Lucu juga dengar Shaun menggombal. Tak lama kemudian kedua orang itu sudah saling ciuman dan pelukan dengan mesra. Kadang aku rasa tertawa melihat tingkah dua orang yang dimabuk cinta ini. Tadi sudah histeris penuh kesedihan, eh… sekarang sudah mulai grepe-grepe, pasti dikit lagi ngentot, hehehe…



Brian sudah siuman, dan penjelasan yang sama aku utarakan kepada cowok itu. Brian tampak sangat sedih… wajahnya penuh penyesalan. Kayaknya ia merasa bersalah, pasti ada sesuatu yang salah ia buat ke Titien tanpa sempat minta maaf.



Sementara itu Naya, dan Shaun masih terus bermesraan, saling bertukar ciuman panas. Shaun lagi duduk sambil memangku Naya yang duduk menyamping di pahanya. Tangan Shaun sudah menyusup masuk dibalik baju gadis itu dan terus membelai bongkahan di tubuh Naya. Brian menatap mereka dengan iri… pasti lagi mengingat gadisnya.



“Eh, Shaun… entar dulu… Brian sudah sadar! Eh, Romeo?” Naya menyapa cowok itu, dan dibalas dengan anggukan pelan.



“Brian makan malam dulu, tuh makanannya sudah dingin. Brenda, suapin Romeo, dong!” Naya mengambil makanan dan aku mulai menyuap cowok itu. Ih… manja sekali.



“Eh, aku mandi dulu yah baru tidur!” Brian minta permisi.



“Butuh ditemani?” Aku meledeknya… Brian hanya tertawa.



-----



Setelah makan malam aku kembali mengecek Brian di kamarnya… ia sementara main biola yang dibeli bersama Titien. Tangannya yang lincah menghasilkan sebuah maha karya… suatu melodi indah yang menyayat hati. Dari tadi cowok itu menutup mata dan penuh penghayatan. Ia kelihatan sangat sedih…



Aku memeluk cowok tampan itu dari belakang. Romeo sudah lama menjadi temanku, dan aku tahu banget betapa terpuruknya ia melepas kekasihnya yang meninggal hampir dua tahun lalu. Dan sekarang, setelah lama ia mencoba mendapatkan cinta, ia menderita kekecewaan kembali. Life is not fair for him… maybe it compensates for all the things he has: talent, money, looks, fame.



Aku masih terus memeluknya sampai ia melepaskan biolanya dan berbalik menghadapku. Cowok ini adalah cinta pertamaku waktu di SMA dulu, mungkin satu-satunya cowok yang tak dapat ku raih… tapi justru menjadi teman baikku. Romeo knows about caring others… Romeo balas memelukku erat.



Tiba-tiba cowok itu mengangkat daguku dengan tangannya, membuat aku mengangkat kepala menatapnya. Kepala Romeo mendekat… dan ia mencium bibirku dengan lembut. Astaga!



Lumatan bibir cowok ini sangat lembut dan penuh perasaan. Ihhhh… dasar cowok romantik. Aku ingat bulan lalu aku mendesak nya untuk em-el denganku baru aku ikut ke Manado. Selalu aku mengingatkannya tentang janjinya atau ‘the vow’. Kayaknya ia sudah menuntut.



Kenapa kali ini aku yang jadi gugup?



Titien… I love you, baby…” Romeo berbisik dengan sepenuh jiwa raga. OMG! Ia menganggapku Titien, pantas ia menciumku seperti tadi.



Baru sekarang aku mendapat perlakuan yang lembut dan romantis dari seorang cowok. Aku sampai terbuai, ini indah sekali. Tapi kembali aku mengingatkan diriku… ciumannya tadi bukan untukku, tapi milik Titien. Brian pasti sangat merindukan gadis itu.



Romeo kembali menciumku… kali ini lebih panas, tangannya mulai meraba-raba dan membelai erotis. Ih… nakal. Aku sudah terbuai… aku memang menyukainya, besar kemungkinan aku masih mencintainya, dan aku membiarkan tangannya menjelajahi seluruh tubuhku dan kini berjangkar di kedua payudaraku. Bibirnya masih kuat menuntut, sedang lidahnya mulai masuk menyosor rongga mulutku… dan tangannya yang satu mulai mencari akses ke balik kaos dan bra ku.



Astaga, aku harus ngapain?



Walaupun pengalaman seks-ku sudah banyak, tapi baru kali ini aku merasa deg-degan begini. Romeo semakin mempermainkan tubuhku dalam gelora yang terlarang. Aku hanya bisa menarik nafas panjang dan membiarkan cowok itu berkreasi dengan tubuhku… mungkin ini cara terbaik untuk ‘menghiburnya’. Aku menutup mataku dan ikut mengangkat tanganku, ketika Romeo melepaskan kaos tebal ku.



Tangan Romeo makin menjadi-jadi… kali ini ikatan celana panjangku dilonggarkan dan merosot sendiri ke bawah. Tangannya yang dingin kini sangat terasa menempel di tubuhku yang hampir telanjang… dan aku tidak bisa lagi berpikir ketika tangannya menjangkau ke balik punggung membuka tali pengikat bra-ku, dan membuat dua gundukan dadaku terbebas.



“Romeo…. Kamu mau apa?” Aku mencoba menyadarkan cowok itu, tapi tangannya terus membelai punggungku… eh, nakal! Kali ini terus menjelajah ke bawah sampai ke bongkahan daging bagian belakang, dan meremasnya nakal.



Aku terhenyak… Romeo jelas-jelas mau… Kali ini mulutnya mulai turun ke leherku… nafas cowok itu semakin memburu, meniup-niup pundak dan leherku, sebelum mulutnya mencium dan mencupangiku. Aku masih terdiam gak tahu buat apa… Sementara ia mencumbu leher ku, tangannya terus berjelajah ke tubuh telanjangku dan mencomot bagian-bagian yang menonjol dengan nakal.



“Romeo!” Aku coba mengingatkannya… tapi ia terus mengrepe tubuhku.



“Titien… oh sayang…! Biarkan aku membahagiakanmu!” Romeo menggumam kecil. Ihh… ia masih menganggapku Titien.



Kali ini mulutnya turut mencari bongkahan toketku dan mulai mengecup mesra. Tangannya juga kini difokuskan ke toketku membelai dan meremas dengan penuh perasaan. Aku mendesah kuat, apa dayaku… seorang gadis yang mendapat serangan nafsu.



Kali ini ciumannya difokuskan ke puting toketku yang sudah dari tadi menonjol. Ihhhh… geli sekali, aku tak tahan lagi. Tanganku segera memeluk kepalanya dan membenamkan kepala itu di toketku.



“Aduh… tunggu-tunggu, Romeo!” Aku memegang bahu cowok itu dan mendorongnya kuat.



“Don’t stop me, Titien baby… I will give you the best night ever
…” Romeo menatapku tajam… ada gairah menggebu ditatapannya… nafas kami memburu. Aku langsung pasrah… I know that we have reach the point of no return.



Tanpa dapat dikontrol lagi tanganku mulai mengangkat kaos tipis cowok itu dan membukanya dengan cepat. Setelah itu aku menarik celana basketnya ke bawah dan memamerkan kontolnya yang besar. Wah, ternyata sudah keras sekali. Aku menggenggamnya… wah tidak cukup satu tangan. Kontol Brian besar sekali… panjang lagi. Aku masih menggenggam kontol itu, rasanya hangat, pantesan Titien suka sekali meremas kontol ini… Wah, nafsuku sudah memuncak… wah, sebentar lagi aku akan merasakan kontol dewa ini.



Brian menarikku menuju ke tempat tidur, dan menyuruhku berbaring. Ia sendiri duduk di samping tempat tidur dan kembali membelai tubuhku. Kali ini bibirnya bermain-main nakal menjilat perutku… ih, geli. Kali ini bibir itu mulai turun terus ke bawah… sementara kedua tangannya ikut turun membelai kedua sisi pinggangku dari atas dan terus kebawah. Eh, tangannya ternyata sudah memegang CD-ku dan menariknya ke bawah… aku membantu dengan mengangkat pantatku mempermudah tubuhku ditelanjangi… astaga aku sudah bugil di hadapan cowok ini.



Perlakuan Romeo yang penuh perasaan membuat aku malu-malu seperti anak perawan. Setelah CD-ku terlepas, otomatis tanganku menutup memekku dari pandangan cowok itu. Brian menatapku tersenyum seakan mengatakan tak apa-apa. Dan tangannya menyingkirkan tanganku sedangkan bibirnya mulai mendekat dan mengecup kecil permukaan memekku.



“Romeo! Eh… udah dong, masa dilihat aja!” Aku malu sekali. Brian hanya menatap memekku dalam-dalam.



So beautiful…! I love you, Tien.” Ihhhh… kok Titien lagi. Ada cewek yang sudah rela telanjang di mukanya, justru Brian hanya ingat Titien terus.



“Eh… aduh… Ahhhhhh!”



Kuluman Brian akhirnya jatuh juga di memekku. Lidahnya menjilat celah liangku, membasahi memekku. Eh, kok rasanya sangat geli… Aku membuka kakiku lebar-lebar.



Bibir itu bukan hanya mengulum, kini mengemut, meluber, mengisap kuat dan menggigit kecil memekku. Ih… cowok ini ahlinya memuaskan wanita, permainan lidahnya mantap, kadang cepat, kadang lambat membuat penasaran, sangat sudah ditebak maunya apa. Aku memengang rambutnya dan membenamkan kepala Romeo semakin dalam terbenam ke vaginaku. Tubuhku mulai mengelinjang keenakan… ayo dong!



Tanganku terus menggenggam kontolnya… aku mengocoknya… mulanya pelan, makin lama makin cepat. Brian akhirnya melepaskan gengamanku.



Kali ini Romeo sudah siap, aku memutar badan meminta ia memasukkannya lewat belakang. Tubuhku sudah menungging menanti tusukannya… akhirnya penantianku tidak sia-sia. Kontol dewa itupun bersarang di memekku… Sentakannya kuat, terus menusuk, menggedor dan memompa dengan penuh variasi nikmat. Romeo memang juaranya ngentot. Baru sekarang aku menemui tandinganku… memekku tergencet terus… ah, bahaya ini. Kalo begini terus aku akan keluar dalam 5 menit.



Kini aku merasakan bagaimana bercinta itu… baru sekarang aku mendapat perlakuan yang lembut, bercinta dengan penuh kehangatan, perasaan dan kasih sayang. Tapi pada saat yang sama, aku juga menikmati kontol dewa dengan kenikmatan yang tidak tertandingi. This is heaven… This is what I long for a long time.



Aku coba melawan dengan menggerakkan pinggulku dan memijit kontolnya dengan otot memekku. Aku berusaha mengeluarkan segala teknik terbaik yang aku tahu mampu mengalahkan batang lawan mainku… Ahhhhh. Terlambat sudah, aku duluan terkapar… tubuhku mulai bergetar kuat menahan kedutan di memekku. Aku terangkat tinggi melengtingmencoba menghindar… tapi ini geli sekali… dan dalam hentakan yang kuat orgasme pertama ku raih.



“Ahhhhhh… ahhhhhhhh! Huhhhh….!”



Eh, Brian nakal… Aku tidak diberikan kesempatan menikmati orgasmeku… kontolnya menuntut lagi, terus menusuk dengan RPM sedang di sela-sela kedutanku. OMG… gairahku langsung bangkit lagi.



Malam itu, aku akan memberikan satu-satunya bagian tubuhku yang belum dijamah kontol laki-laki. Romeo layak mendapat keperawanan analku...



“Romeo… astaga, tutup pintu kamar dulu. Ahh…tuh, ada orang lewat!”



-----




Naya




Titien


POV Naya


“Dickhead, udah dong! Ahhhh …. aku udah tiga kali dapat. Uh ahhh…. Masak kamu belum juga... tuh sudah lebih satu jam kita ngentot!” Ih… Shaun kuat amat, aku sudah kecapean melayaninya… mana dari pagi ia minta terus.



“Tunggu dikit Nay... aku gak lama lagi. Tahan yah...!” Kata Shaun tanpa mengurangi kecepatan tusukannya.



“Aduh Dickhead, aku gak bisa tahan lagi. Ahhhh... aku nyampe! Ahhhhh….” Aku orgasme lagi sementara tubuhku kembali terhentak-hentak menahan nikmat. Untunglah cowok itu menghentikan pompaannya dan memberikan waktu aku menarik nafas merasakan orgasme yang indah.



‘Ahhh aku sudah sangat cape. Ini sih namanya bukan menghibur tapi mengeksploitasi… tapi enak sih, hehehe…’ Aku mengingat alasan Shaun ngentot untuk menghiburku dan mengalihkan perasaan sedihku karena Titien.



“Shaun... istirahat dulu yah, tumben malam ini kamu sangat perkasa...!” Aku meminta waktu lagi. Shaun masih menunggu… dari tadi ia belum keluar, kali ini jatahnya untuk orgasme.



“Tok-tok-tok… ”



Siapa sih mengetuk pintu kamar tengah malam begini. Tahu orang lagi asik, Shaun gak mau buka, tapi jangan dong nanti mengganggu terus.



“Tok tok-tok … Nay?”



Mendengar suara cewek yang sangat ku kenal, tanpa memakai baju aku langsung menuju pintu. Aku membuka kecil sambil menyembunyikan tubuh telanjangku di balik pintu. Astaga...



"Kak Titien?"



"Nay!"



"Astaga, Kak Titien?"



"Iya, ini aku... buka dong!"



Aku membuka pintu, dan menariknya masuk.



“Kak Titien, kakak gak apa-apa? Oh…” Aku langsung memeluk tubuhnya yang masih bertanya-tanya.



“Astaga, Naya lagi em el?” Kak Titien pasti kaget melihat aku masih telanjang bulat, dan di tempat tidur ada Shaun yang tidur dengan kontol yang masih tegang. Tapi aku gak perduli, kak Titien masih hidup!



“Eh, ohhhh!”



“Bruk…” Shaun ketakutan melihat Titien, ia mau lompat sembunyi! Tapi kemudian jatuh dari ranjang, lalu bersembunyi di kolong.



“Shaun, ngapain?” Aku tertawa melihat kekasihku.



“Itu hantu…!” Shaun masih ketakutan.



“Ini benaran Titien, Kok? Tuh…” Aku mencubit pipi Titien sampai kesakitan. Tapi ia membiarkan aja… iseng ku cubit toketnya, Kak Titien menangkis.



“Naya? Ok deh, Kak Tien keluar dulu, mengganggu kamu sama Shaun.” Kak Titien langsung berbalik kembali ke pintu.



Aku menahan tangannya supaya jangan pergi. “Kak Tien gak ketangkap? Soalnya tadi Brenda telpon Kak Titien sudah ditembak mati!”



“Hush gak dong… Kakak gak apa-apa. Tadi waktu ke kos lama, tiba aku dikejar orang. Aku lari cepat, sempat ditembak beberapa kali, tapi gak kena. Kemudian tiba-tiba aku ditangkap orang, eh ternyata Bang Jaya, penjaga kos mu. Ia menyuruh kakak tunggu sampai gelap di salah satu safehouse. Terus barusan diantar kemari.” Kak Titien menceritakan pengalamannya. Ih, menegangkan juga… lari menghindari tembakan.



“Udah ketemu Romeo, Kak?” Aku bertanya lagi.



“Itulah Nay, kakak sedih sekali… waktu masuk aku lihat Brian ngentot dengan Btenda. Ihhh, aku langsung stress... mereka ngentot pake buka-buka pintu sih, bikin orang cemburu!” Kak Titien meremas tanganku kuat-kuat.



“Kenapa gak samperin aja langsung?” Aku memberi usul.



“Hush… Jangan bilang yah kalo kakak sudah ada. Paling tidak sampai besok pagi.” Titien meminta aku dan Shaun berjanji.



“Eh sorry sudah ganggu… lanjut aja ngentotnya… Nanti besok aku damprat cowok itu. Aku tidur di mana?” Aku tidak mau Kak Titien tidur sendiri. Apalagi baru mengalami kejadian tadi. Yah, terpaksa aku suruh Shaun keluar dan tidur di kamar sebelah.



Shaun ngomel-ngomel, stress gak sempat lepas. Aku hanya nyegir aja. Siapa suruh lama-lama. “Terus aku tidur di mana? Aku juga gak mau tidur sendiri? Eh, kita tidur bertiga aja yah? Siapa tahu Titien mau threesome”



“Huh, maunya.... tuh, di kamar sebelah, tidur sama Edo…” Aku meledeknya lagi. Shaun masih menggerutu.



“Kenapa dia?” Kak Titien berbisik.



“Belum sempat dapat, hihihi!”



“Kacian deh Dickhead... pinjam sebentar, yah Nayanya... nanti aku kasih pulang utuh..!” Kak Tien menutup pintu waktu Shaun keluar mencari kamar lain untuk tidur.



Aku memberikan hape milik Kak Titien yang ketinggalan tadi pagi, dan segera menariknya untuk tidur sama-sama. Kembali ku pakai daster tidurku. Titien mengecek hape, pasti ia melihat banyak miss call dari Brian.



Malam itu aku cerita banyak dengan Kak Tien, mulai dari klaim Mr. Logan kematian pacar Brian sampe cowok itu pingsan berkali-kali. Aku juga cerita tentang Brian yang dapat surat Deyana di laci piano dan disuruh mencari kuburnya.



Ketika aku cerita tentang Devi yang menjadi pengkhianat, dan Boy yang menjadi ketua geng Kobe dan menjebak gadis-gadis itu, Kak Titien kelihatan marah sekali. Ia langsung berdiri marah-marah dan menyentakkan kakinya.



Akhirnya ku ceritakan tentang Della yang mati terbunuh menyelamatkan Brian... Kak Titien menangis. Ia masih menangis sampai tertidur pulas karena cape.



-----



POV Shaun



Wah Romeo dan Nerdho lagi asik ternyata. Akhirnya Romeo mau juga yah ngentot dengan Brenda… Cewek itu sampe teriak-teriak gitu. Pasti keasikan.



Hey, Nerdho… do you want the real thing?” Aku bertanya menunjuk ke kontolku. Setelah dekat… Brenda menatapku tersenyum. Ia menarik kontolku mendekat ke mulutnya dan mengisapnya….



“Brrrrr… segar!" Kirain aku malam ini akan dibuat kentang sampe pagi oleh si jahil mungil. Brenda mengemut kontolku sementara Brian masih menusuknya dengan RPM rendah… kali ini Brenda menarik memeknya sejenak dan mengatur posisinya.



“Romeo… tusuk ke sini!” Brenda memberikan pantatnya pada Brian, setelah mengosoknya dengan handbody supaya licin. Astaga! Selama aku main dengan cewek ini, belum pernah ia mau main belakang. Ternyata diberikan kepada Brian untuk memakainya pertama kali…



Tanpa suara, kontol Brian yang besar mulai perlahan-lahan masuk… Brenda sampe kesakitan. Lobang anusnya yang masih perawan harus direnggangkan semaksimal mungkin supaya bisa menampung kontol itu.. walaupun Brenda sudah merasa kesakitan, dari tadi baru helmnya yang masuk. Analnya sempit sekali... beruntung banget cowok itu.



Brian terus masuk pelan-pelan… kali ini lobang pantat Brenda semakin mampu beradaptasi. Tiba-tiba Brian menusukkan batangnya dengan kuat dan memaksanya masuk semua! Brian aja sampe tahan nafas karena nikmat..



“Aauuuuhhhhhhh!” Brenda melolong menahan sakit… tapi kemudian ia juga mulai merasa biasa… Brian kembali diam lagi membiasakan kontolnya… berbeda dengan memek Brenda… jepitan analnya luar biasa kuat, dan terfokus di satu tempat. Apa Brian tahan yah?



“OMG… Titien, perawanmu sempit sekali!” Romeo masih belum sadar betul.



Aku menatap Brenda penuh pertanyaan, sedangkan gadis itu hanya tertawa membiarkan Brian terus berimajinasi. Kontolnya kini mulai bergerak, dari pelan-pelan… lama kelamaan makin cepat.



“Eh, Nerdho… aku pake lobang yang satu yah?” Aku mulai memasuki memeknya tanpa tunggu jawabannya. Wow double penetration, baby! Kali ini terasa lebih sempit…. Ih… enak sekali. Kontolku mulai bergerak keluar masuk mengejar orgasmeku.



Brenda makin kepayahan menerima dua kontol besar sekaligus memasuki dua lubangnya… Aku dan Romeo saling menyesuaikan kocokan kami sehingga Brenda tidak terlalu kesakitan. Dari tadi ia sudah tahan-tahan nikmat…



Romeo, Dickhead… let it go, I cannot hold it too long!” Brenda minta cepat dikeluarkan. Ia sudah gak mampu... baru sekarang sih threesome DP dengan dua kontol dewa



Aku dan Romeo mulai mempercepat pacuan kami, Brenda sampe teriak-teriak… kami pun sudah mengejar orgasme dengan RPM tinggi… menbuat tubuh cewek itu terhentak-hentak saking nikmatnya. Dan ketika Brenda keluar, kontol kami diremas dengan cengkraman yang kuat bersamaan... ahhh, empotannya mantap



“Ahhhhhhhhh!” Kami bertiga larut dalam orgasme… huh! Sungguh dashyat… Kami berdua menyemprot sebanyak-banyaknya ke dalam dua liang Brenda.



"Romeo... Dickhead, ini seks yang paling fantastis! Aduh… luar biasa. Kontol kalian memang super! Eh, aku mau tidur dulu… Dickhead!?”



Aku tidak ijinkan cewek itu tidur… tidak sampai ia mengijinkanku keluar di pantatnya. Aku juga mau analnya dong! Masak cuma Romeo?



Sementara Romeo pergi tidur di sofa, aku terus menyambung lembur dengan Brenda. Kali ini, lewat pintu belakang!



Dan akhirnya Brenda terkapar lagi... eh bisa-bisa bulan depan langsung ambeyen tuh! Hihihi



-----




POV Titien



Wah, masih subuh, mungkin jam setengah lima pagi. Aku terbangun karena haus sekali. Eh, mungkin tadi malam terlalu banyak keluar air mata…



Begitu selesai minum, dan kembali ke kamar, aku mendengar suara cowok menangis. Astaga itu Brian… cowok itu menangis di sofa memeluk biolanya… Kayaknya ia setengah sadar… atau masih ngantuk. Brian menangis sambil ngomong sendiri. Aku mendekatinya dan cari dengar apa yang ia bilang.



“Titien… ambil aku… Titien, bawa aku juga. Aku gak bisa hidup lagi!”



“Titien… maafkan aku, aku cemburu sama Boy… aku bodoh, tidak percaya kamu. Aku gak perduli lagi kamu perawan atau tidak… aku mencintaimu…”



“Titien… aku bodoh sekali, aku ditipu oleh Devi… bilang masih perawan, eh… gak tauh pelacur. Aku bodoh sekali … sudah tahu dikasih obat perangsang, aku diam aja, sampe Devi ambil keuntungan!



Titien… di mana kamu… Kamu tinggalkan aku tanpa ngomong apa-apa, eh… kamu seperti Deyana yang tiba-tiba menghilang… Titien, aku menyesal… aku mencintaimu aku bodoh sekali…” Brian terus menerus menangis sambil menyebut-nyebut namaku.



Itu berarti ia lagi gak sadar waktu ngentot dengan Brenda tadi… atau ia pikir itu aku? Aku terhenyak… cowok ini sungguh-sungguh mencintaiku. Aku datang mendekat, tapi Brian sudah menutup mata… mungkin tertidur!



Aku mengangkat wajah Brian, dan merangkul lehernya. Aku menempelkan bibirku dengan bibirnya dan menciumnya lama dan kuat, aku menumpahkan segala perasaan hati ke dalam ciuman itu. Ada keengganan ketika aku harus melepaskan ciuman itu. Tapi setelah cukup lama, aku melepasnya dengan air mata.



I love you, Romeo. Maaf sayang, aku pamit dulu, tapi aku janji akan kembali padamu!”



Brian kemudian terbangun setengah bermimpi “



Deyana, apa itu kamu? Mengapa kamu meninggalkanku sendiri di Australia… kenapa kamu baru bilang sekarang? Tunjukkan di mana kuburmu… aku harus mencarimu!”



Brian tidur lagi.



Kata-kata cowok itu memperkuat tekadku. Romeo perlu bertanya ke hatinya dulu, dan melepas ikatan-ikatan lama. Aku belum boleh mengganggunya. Sama seperti aku harus melepaskan bayang-bayang Nando, dan move on.



‘Aku harus membenahi hatiku… aku harus melupakan semuanya, buat apa yang seharusnya aku buat tahun lalu… pergi menyendiri dan menangis di kamar tidurku dan menyimpan semua foto dan barang-barang Nando yang terpajang di kamarku. Aku juga harus menjenguk di kedalaman hatiku! Aku harus melupakan ikatan-ikatan lalu sebelum move on dengan Brian’



Matahari baru terbit ketika aku selesai mandi, dan cari ojek ke terminal Malalayang untuk naik bus pagi pulang ke Modoinding.



-----



Brian




Deyana



POV Brian



“Mat pagi Romeo, udah gak nangis lagi?” Brenda mendekatiku, aku baru bangun dari sofa. Ternyata aku tidur di luar sampai jam 9 pagi.



“Kenapa wajahmu kusut begitu, gak tidur satu malam yah!” Aku bertanya…



“Ihhhh… kamu dan Dickhead yang buat aku begini. Eh kamu kok kuat sekali, aku sampe tujuh kali keluar tadi malam, belum hitung yang anal lagi. Ihhhh, jangan bilang kamu gak ingat.” Brenda mengingatkanku lagi.



“Maaf Brenda, yang tadi malam itu seharusnya tidak terjadi… aku lagi merindukan Titien!”



“Iya, aku tahu, aku hanya pelampiasan… kamu romantis banget loh tadi malam… aku bisa merasakan besarnya cintamu.” Brenda jujur.



“Aku gak bisa tidur semalaman, terus aku pindah ke sini… aku merasa seperti Titien menciumku. Begitu nyata, aku masih ingat keharuman tubuhnya, juga kehangatannya… suaranya juga… sejak itu baru aku bisa tidur.” Aku coba jelaskan apa yang kualami dalam mimpi.



“Eh, jadi kamu sudah ketemu Kak Titien? Ihhh kemana lagi sih anak itu, pagi-pagi sudah keluyuran.” Terdengar suara Naya dari belakang.



Gadis imut itu tiba-tiba datang langsung ngomong aneh-aneh. Aku kaget mendengar apa yang ia bilang tadi.



“Titien? Titien ada di sini?” Aku dan Brenda terkejut.



“Iya, Kak Titien tadi malam ia datang, diantar bang Jaya. Ia tidur dengan ku tadi malam, tapi nangis lihat kamu ML dengan Romeo…” Naya memberi sedikit harapan.



“Astaga! Titien masih hidup?” Aku merasa seperti bermimpi.



“Tuh, tanya sendiri sama Shaun….!” Kata Naya lagi.



“Benar bro, aku sampe jatuh dari tempat tidur tadi malam gara-gara Titien. Eh, sampe aku harus diusir dari kamar! Padahal tadi malam Titien yang minta-minta threesome! Ihhh kentang banget” Shaun memastikan keberadaan Titien, dan seperti biasa meledek sohibnya.



"Oh, pantas dilampiaskan ke aku?" Kata Brenda, tapi Naya cuek aja.



“Jadi Titien ada disini?”



Aku langsung lari keliling rumah mencari gadis itu… astaga, berarti ciumannya tadi subuh itu beneran. Tapi aku sudah cari ke mana-mana, tapi Titien gak ada. Aku bertemu dengan Bang Jaya dan menyuruhnya menceritakan apa yang terjadi dengan Titien.



Bang Jaya juga cerita kalo Titien pamit pagi-pagi sekali, mau pulang rumah.



Tak lama kemudian aku langsung mandi, dan ganti baju. Brenda sampe kaget melihat perubahan diriku.



“Romeo, mau ke mana pagi-pagi?”



“Cari Titien!”



“Sudah tahu mau cari kemana?” Brenda tanya lagi.



Aku kaget, tapi segera temui Naya! Aku minta alamat Titien. Gadis mungil itu memaksa aku makan dulu baru boleh dikasih alamat lengkap Titien. Ternyata dikasih dua tempat, yang pertama rumah om-nya di Manado, dan kedua rumah orang tuanya di Modoinding, 6 jam perjalanan dari Manado. Brenda juga ikut-ikutan memaksa aku pake perlengkapan keamanan sebelum pergi.



“Romeo, kemarin waktu aku sita telpon Boy, aku menemukan video ini. Aku kirim ke HP kamu yah?” Brenda memberi informasi lagi.



“Video apa?”



“Rekaman waktu ia memperkosa Titien!” Aku kaget, dasar cowok tidak tahu diri. Pasti ia mau jebak Titien jadi budak seksnya… mungkin sekali ia juga sudah kasih obat perangsang ke gadis itu.



“Nerdho… Apapun yang Boy lakukan pada Titien, aku gak perduli lagi, aku tetap mencintainya!” Aku berkata mantap.



Tujuan ku yang pertama adalah alamatnya om Agus, paman Titien di Manado sini... besar kemungkinan Titien ke situ. Aku pergi menggunakan motor sewaanku, ditemani dengan biola mencari kembali cintaku.



Baru sekarang aku ngebut seperti ini, motor bebek butut ini dipaksa dengan kecepatan maksimal. Tak lama kemudian, berkat google map, aku menemukan rumah paman-nya.



Aku mengetuk pintu depan, tak lama kemudian pintu dibuka. Om Agus sendiri yang mempersilahkan aku masuk. Padahal ia bingung siapa yang datang bertamu.



Belum sempat kuutarakan maksudku mencari Titien, aku sudah berdiri terpaku memandang foto seorang gadis yang terpampang di dinding rumah. Wajah gadis itu langsung menarik perhatianku tepat ketika pintu terbuka. Aku menatap foto itu lama sekali… kemudian berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas. Aku bahkan tidak mendengar lagi kata-kata dari Om Agus.



Astaga, benar! Itu foto Deyana, pacarku dulu di Aussie.



Lama Aku menatap foto itu… aku butuh penjelasan, Oh my God! fate has brought me here! This is Deyana’s house.



“Om… itu foto Deyana kan? Itu pacarku dulu di Australia?”



“Kamu Romeo?”



“Iya Om, aku Romeo!”



Om Agus segera menunduk dan memelukku. Ia menangis…



“Romeo, Papa minta maaf… Kami keluarga menyesal sempat ‘menjauhkan’ Deyana dari cowoknya. Terima kasih Tuhan kami dapat kesempatan bertemu dengan kamu… Deyana terus menceritakan kebaikanmu… kamu yang membuat dia bahagia, dan begitu berpisah denganmu kesehatannya langsung drop jauh.”



Om Agus memaksa aku memanggilnya papa. Ia bercerita bagaimana pertama keluarga terhasut sehingga marah pada ku. Salah satunya karena ada orang bilang Deyana kena penyakit AIDS karena hubungannya dengan pacarnya. Tapi kemudian setelah diperiksa, Deyana mengidap kanker pankreas, salah satu penyakit kanker yang langka dan sukar dideteksi.



Kami berusaha memberi tahu kamu... tapi kamu sudah pindah ke California. Deyana sangat mencintaimu… tiap malam cerita tentang kamu kepada sepupunya. Ia sampe maksa untuk kenalin kamu dengan sepupunya.



Aku kaget sekali, gak menyangka akan seperti ini. Aku duduk di sofa lalu mengenang kembali semua cerita dengan Deyana.



Aku dipaksa makan dengan keluarga dan bertemu dengan Adik Deyana yang masih SMP. Namanya Deyara, ia langsung akrab denganku. Dan dirumah ini kembali aku merasakan kembali kehangatan keluarga.



I am home.



Hampir semua album foto Deyana, terutama waktu di Australia dibuka kembali… dan aku terus bernostalgia kepada gadis yang pertama mengenalkan aku cinta yang sesungguhnya.



Ketika hari sudah sore, aku minta pamit. Aku memberikan no HP serta alamat dimana aku tinggal. Papa Agus mengajakku bermalam, tapi aku menolak. Aku berjanji akan kembali menemui mereka pada akhir pecan nanti. Dan setelah pamit dengan tangisan, aku berangkat lagi dengan motor butut sewaan.



Kali ini langkahku berbeda… Aku kembali dengan peta kubur Deyana.... Dibawahnya diselip ada alamat sepupu Deyana di kampong yang aku boleh minta pertolongan... dan semua informasi penting itu aku taruh di dompet, sekalian save di hape-ku. Besok subuh aku akan kesana dengan bis.



-----



Setelah tersesat dengan motor, aku baru sadar. Aku gak tahu jalan pulang… dan lebih parah lagi, aku lupa tanya soal Titien.”



Tapi kini, aku tahu apa yang harus aku buat malam ini… aku harus membenahi hatiku malam ini. Aku pergi mencari tempat untuk merenung sendiri dan mengintip di lubuk hatiku paling dalam. Tanpa ku sadari, langkahku sudah mengarah ke boulevard, pinggir pantai.



Aku duduk di spot yang sama aku dan Titien pernah berjanji. Dan diatas batu-batu yang kasar ini, aku mengambil biolaku dan memainkan lagu baru ku tepat ketika matahari mulai terbenam. Malam ini, lagu ini harus selesai, supaya besok aku akan memainkannya di kubur Deyana.



Eh ada lagi, aku membuka tweeter, dan log on kembali untuk pertama kalinya dalam empat bulan terakhir. Aku menulis di statusku sebuah pesan optimisme: "Hidup lagi! Aku kira aku sudah di kubur… wait for my next song"



Tidak sampai semenit, aku dapat private message dari @Timoint, seorang followerku yang setia, dari dulu kasih dukungan ke aku. Eh, ia kasih sebuah pertanyaan. “Apa yg kau buat ketika mau membenahi hati, terlalu banyak terjadi dan sehingga cinta menjadi kabur?”



Dengan mantap aku menjawabnya… “Aku ke kubur orang yang aku tahu mencintaiku apa adanya”



-----



“Freeze, or I will shoot you down. You have no where to go, cunt!”



Tiba-tiba Mr Logan muncul dengan anak buahnya. Aku tidak bisa lari… aku hanya bisa mengangkat tanganku, melepas biolaku dan menyerah. Aku tak boleh mati, aku harus mencari Titien.



Dua anak buah Mr. Logan mengikat tanganku, dan memaksaku ikut. Mataku ditutup, ketika mereka memaksaku masuk ke mobil, dan aku tidak bisa melihat apa-apa ketika mobil itu melaju dengan kencang.



-----



‘Di mana ini?"



Ketika penutup mataku dibuka, aku terkejut melihat suasana sekitarku. Kayaknya aku berada di gudang diikat sebuah di tempat duduk kayu, ditengah-tengah anak buah Mr. Logan, sebanyak 6 orang. Astaga, mereka terlalu banyak… pake senjata lagi. Bagaimana aku bisa lolos?



Mr. Logan mendekatiku… belum sempat bicara apa-apa, ia sudah menamparku!



“Uhhhh!” rahangku sakit sekali…



“Uh!” Sebuah tendangan mendarat di dadaku.



“Uhhhh…” kali ini pelipisku.



“Romeo, sebelum engkau mati, katakan di mana kawanmu Brenda! Katakan sekarang supaya kamu mati dengan damai tidak perlu disiksa…!” Mr. Logan mengancamku.



Aku tidak menjawab…



Kembali beberapa pukulan mendarat ke tubuhku… kali ini aku terlempar dari kursi dan jatuh kelantai. Saking kerasnya, kursi tua itupun hancur… sakit sekali, rasanya mau pingsan. Belum sempat aku mencari kekuatan, sebuah tangan yang kuat mengangkatku berdiri. Aku hanya bisa pasrah, dijambak, ditarik dan menerima pukulan lagi. Kali ini perutku… aku jatuh lagi.



Aku merasakan ikatan di kakiku mulai longgar, tadi kakiku diikat di kursi sebelum kursinya hancur. Secara tidak kentara aku mendorong tali pengikat kakiku ke bawah, dan menginjaknya. Kakiku sudah bebas, untung ruangan ini agak remang-remang, apa lagi diluar sudah gelap. Mungkin ini kesempatanku melarikan diri.



Aku masih dihajar beberapa kali… tapi kali ini aku punya rencana… aku harus lolos.



Seorang anak buah Mr. Logan mengambil pisau dan menempelkannya ke tangan kiriku… tepat di ruas jari-jariku… Astaga, apa yang ia lakukan?



“Romeo, sebelum aku membunuhmu… aku akan pastikan kamu tidak pernah lagi main alat musik. Jari-jarimu akan kupenggal dan kubur ditempat lain, sehingga dalam kematianpun kamu tak bisa bermain.” Ancaman yang sangat ngeri. Aku mulai membayangkan hidupku tanpa jari-jari…



“Doorrr!” Sebuah tembakan jitu menembak satu-satunya lampu yang menyala. Dan tanpa diduga, pisau yang ditempel ke tanganku justru mengiris tali dan membuka ikatan tanganku dengan sekali tebas.



Anak buah Mr. Logan yang tadi kini menarikku dengan cepat untuk melarikan diri dari tempat itu… sementara keadaan sangat kacau, beberapa tembakan dilepaskan, sementara Mr. Logan sendiri marah-marah.



Tiba-tiba muncul beberapa lampu yang sangat terang mengurung tempat itu. Beberapa tembakan kini justru mengarah ke Mr. Logan. Aku terus berlari keluar tanpa memandang ke belakang…



Brenda dan pasukan Mariner tiba-tiba datang menyergap. Terjadi baku tembak, dan tepat sebelum Mr. Logan diberondong senjata, ia sempat menembak kearah ku. Satu peluru sempat dikirimkan mengarah ke punggungku.



“Ahhhhhh!” Aku kena tembakan dari belakang, tepat dibagian tengah. Rasanya punggungku sakit sekali.



“Bruuuukkkk!” Aku terjatuh, gak mampu lagi berlari. Aku memandang ke langit yang gelap lalu menutup mata. Itu yang terakhir ku ingat.

-----
 
Episode 34 Meet my cousin



Titien



Doni



Vicka



Chicka



Brenda


POV Titien


“Mama.. Papa… Titien ke kamar dulu yah, cape tadi di jalan!”



“Tumben, jam segini…” Kata mama. “Gak tunggu makan malam dulu?”



“Panggil yah… aku baring-baring dulu sebentar.”



Entah kenapa aku merasa capek sekali. Terlalu banyak yang terjadi pada minggu ini, dan aku kurang tidur. Tapi bukan itu alasan aku ke kamar…



“Udah ketemu Doni?” Papa tanya lagi.



“Iya, aku panggil dia ke kamar… aku masih mau bercakap-cakap sebentar!”



Aku sengaja memanggil Doni ke kamar denganku, kita ngobrol tentang apa aja. Doni malah minta tidur di kamarku, eh. Tempat tidurku dua susun, jadi Doni di atas, dan aku dibawah. Sudah lama aku gak ngomong dengan dia. Sekarang sudah rindu… Doni biasanya ku suruh hapal kosa kata Bahasa Inggris, tapi kali ini aku ajak ngomong aja, tanya-tanya apa kegiatannya.



Iseng-iseng sementara ngomong, aku membuka hapeku... dan melihat ada notifikasi di twit**ter.



Wah, pemusik idolaku Ryno Marcello update status… sudah lama sekali aku gak dengar tentang dia. Aku buka tweetnya, bunyinya: "Hidup lagi! Aku kira aku sudah di kubur, just finish my new song.”



Eh, kalo begitu aku tanya Ryno aja…



Aku segera reply dia “Apa yg kau buat ketika mau membenahi hati, terlalu banyak terjadi dan sehingga cinta menjadi kabur?”



“Aku ke kubur orang yang aku tahu mencintaiku apa adanya” Cepat sekali dijawab.



Benar juga kata Ryno, besok aku harus ke kuburnya Nando. Eh, di mana yah? Aku ingat Nando itu satu kampung dengan Anita, sepupuku. Anita yang kenalkan aku dengan Nando, yang katanya teman sekampung.



Kubur Anita ada di kampung tetangga, sekitar 6 km dari kampungku. Ah, besok aku kesana. Aku akan cerita kepada Nando soal Brian.



Tadi waktu makan siang, aku juga sempat ngomong dengan papa dan mama, bilang kalau aku pacaran dengan seorang cowok bule. Mereka hanya tertawa. Mama dan Papa selalu menurutiku, menurut mereka aku anak yang udah dewasa, udah mampu mandiri. Apa karena aku gak minta uang lagi dari mereka?



“Akhirnya…. kirain mau jadi perawan tua gara-gara Nando. Eh, Kamu itu dekat sekali dengan sepupumu, Anita. Udah tertular dapat cowok bule! hehehe” Itu kata Papa.



“Iya, mama juga senang, anak Mama udah pacaran lagi. Eh, teman-teman kamu udah pada kawin semua…”



Aku jadi tersipu dengan kata-kata mereka. Mungkin aja mereka udah pingin gendong cucu… apa aku kasih aja? Hihihi



“Kak… cowoknya nama apa?” Doni tiba-tina bertanya.



Ia pasti bingung lihat aku melamun. Aku menatapnya sambil menarik tangannya…



“Brian!” Aku menjawab mantap.



“Kak, kontolnya besar, yah?”



“Iyah dong! Eh... maksudnya…” Aku keceplos.



“Hahahaha… ketahuan udah ngaku! Berarti udah sempong, yah?”



“Sirik ihhhh!” Aku hanya senyum. Kontol Brian sih bukan hanya besar… tapi raksasa, hehe.



“Wah… pasti cowoknya sudah dapat toketmu, kayaknya tambah besar, tuh!” Doni meledek lagi.



“Ihhhh... mesum, kamu belajar dari siapa?” Anak SMA ini udah nakal.



“Kakak kan cantik, seksi juga, pasti banyak cowok suka. Ada teman kakak yang bilang kalo kakak pernah jadi noni kampus, terus banyak cowok yang kejar-kejar!” Kata Doni.



Aku hanya tersenyum.



“Kakak masih perawan?” Doni mengejar terus… ih…



“Eh… kok tanya gitu? gak boleh!”



“Kenalin dong dengan teman-teman cewek mu yang seksi-seksi. Cewek-cewek di kampung sini, payah! Kuno. Gak ada yang pake baju gaul dikit.” Aku baru sadar adikku sudah besar.



“Eh... nanti aku kenalin sama Chika! Pasti kamu mau... cantik loh, eh mungkin aku ada fotonya lho...” Aku tertawa mengingat gadis yang terkebelakang mental itu.



Eh lupa. Astaga... aku baru ingat Chika selalu bilang ia pacarnya Brian, jangan-jangan ia yang dibunuh. OMG!



“Eh, tunggu Doni. Kakak mau telpon teman dulu…” Aku lompat dari tempat tidur dan pergi keluar untuk telpon.



Aku menghidupkan telpon yang sengaja aku matikan dari tadi subuh. Udah banyak miscall… udah pasti dari Brian dan Naya. Aku tidak memperdulikan sms mereka, ada yang lebih penting. Ku dial nomor Vicka.



“Hallooo”



“Hallo Vicka, ini aku Titien!”



“Oh gimana Tien?” Suara Vicka seperti barusan nangis.



“Aku mau tanya kalo Chicka ada di situ?”



“Chicka? Ahhh… gak ada Tien. Dari kemarin Chicka belum pulang, aku takut jangan ia kesasar…!”



“Astaga jadi Chicka belum pulang? Gak ada berita?” Aku mulai nangis.



“Gak, kami juga bingung, takut dia kenapa-kenapa!”



“Astaga…!” Tangisanku terdengar…



“Kenapa Tien, kamu dengar kabar tentang Chicka?”



Aku terus menangis, Vicka langsung tahu. Ia menangis juga…



“Nanti ku telpon lagi yah, aku tanya Brenda. Nanti aku suruh ia menelponmu…!” Aku tak sampai hati menyampaikannya.



“Tidak Tien, bilang aja… aku kuat kok!”



“Kak, yang sabar yah…”



“Titien, bilang aja… aku butuh kabar darinya.”



Ketika aku menceritakan kejadiannya, mengenai seorang gadis yang terbunuh oleh penjahat… Kak Vicka yakin kalo itu Chika … Apa lagi mereka tinggal dekat tempat kos lama. Vicka pun langsung menangis histeris meratapi gadis malang itu.



Pasti Vicka sedih sekali... lama aku merenung, meratapi nasib gadis itu.



Setelah aku pikir-pikir, mungkin ini jalan terbaik. Vicka kini bisa ikut suaminya... tanpa terbebani dengan Chika lagi, dan Chika membawa aibnya sampai mati, gak perlu ada yang tahu.



Aku segera menelpon Brenda dan menceritakan kepadanya soal Chicka. Brenda terkejut, dan kini menyadari kebenaran kata-kataku. Ia tanya-tanya aku di mana, tapi aku gak mau bilang… yang pasti aku ada baik-baik saja.



Brenda kedengarannya lagi sibuk, aku mendengar ada beberapa orang melapor kepadanya. Aku gak boleh menganggunya, apalagi ia sementara melindungi Brian kekasihku.



Aku hanya bisa berdoa semoga cowok itu baik-baik aja…



-----


Brian



Naya



Shaun



Edo



POV Brian



Aku langsung dibantu oleh salah seorang mariner lainnya untuk keluar dari tempat ini, dipapa oleh dua orang ini. Setelah di mobil serta dikasih air untuk mengelap muka dan tanganku. Ternyata orang itu adalah salah satu pasukan TNI-AL yang menyusup menjadi anak buah Mr. Logan. Ia mohon maaf karena sempat menakutiku dengan pisau di jari.



Untung tadi pagi sebelum keluar rumah, Brenda memaksaku memakai rompi anti peluru. Kalau tidak, entalah bagaimana nasibku. Rompi itu sangat tipis, dan memiliki sebuah pemancar GPS tersembunyi sehingga keberadaanku dapat dipantau dengan mudah.



Tak lama kemudian tim gabungan Marinir dan TNI-AL segera keluar, membawa beberapa tawanan. Juga ada beberapa kantong mayat, salah satunya berisi Mr. Logan. Operasi yang berhasil ini justru tidak menimbulkan korban jiwa di pihak kami.



Aku segera diantar ke kos, tapi sebelumnya mengambil kembali biolaku yang ditinggalkan di batu-batu di Boulevard.



----



Begitu tiba di kos, aku segera ke dapur minta makan malam dari Bang Jaya. Brenda masih sibuk dengan anak-buahnya. Mungkin nanti subuh baru pulang, ia harus buat laporan lengkap.



Sesudah mandi aku merasa sunyi sendiri di kos. Ah… pantesin, Shaun dan Naya lagi asik em el. Kedua orang itu gak ada puas-puasnya, siang malam ML terus… bagus juga yah, supaya kontol Shaun di kontrol, jangan nyebar pesona ke mana-mana.



Eh, dari pada sepi, aku samperin aja. Mereka pasti gak akan keluar lagi malam ini. Aku membuka pintu secara tiba-tiba, membuat Naya berteriak kaget. Lucu juga gayanya… tapi gadis itu tak bisa lari, tubuhnya sementara disodok dari bawah, dan tangan dan kaki Shaun mengancing tubuh Naya. Posisi gadis itu sementara tidur terlentang diatas tubuh Shaun, dan menikmati gedoran Shaun dari belakang. Gadis itu pasti malu, tubuhnya terekspos jelas.



Aku cuek aja mendekat.



“Romeo, gimana udah dapat pacar mu?” Kata Shaun masih sementara memompa.



“Belum sih! Justru aku mau tanya kalo Titien gak kesini dari tadi?”



“Gak… Eh, aku tahu kenapa ia lari… pasti karena kontolmu gak becus! ia pasti kecewa dan lari!” Shaun mulai lagi dengan ledekannya. Tapi aku malas melayaninya.



“Dickhead, tauh gak? Aku tadi justru bertemu dengan orang tua Deyana… mereka kasih tunjuk di mana kubur Deyana!”



“Huh bisa ketemu?” Shaun kaget.



“Ia Dickhead, semuanya serba gak sengaja. Besok aku ke kuburnya…!” Aku berkata mantap.



“Emangnya jauh?”



“Ia… sekitar 6 jam dari sini, naik bus!” Aku berkata yakin.



“Gak takut ditangkap si Logan?” Kata Shaun



“Eh, iya. Ada kabar baik… Si Logan udah tewas, anak buahnya juga ditangkap semua!” Aku kasih info.



“Oh baguslah… eh, tapi kita kan gak langsung pulang? Aku masih mau lama-lama disini…” Kata Shaun.



“Kemarin kamu yang minta-minta ke Bangkok?” Aku meledek.



“Iya sih… tapi bagaimana lagi… kontolku sudah kecantol memek disini!” Kata Shaun sambil menunjuk ke kemaluan Naya. Gadis itu dari tadi diam aja… kali ini ia hanya tertawa. Naya sudah gak malu seperti tadi… mungkin sudah nafsu.



“Nanti kita pulang kalo udah dekat persidangan!”



“Oh baguslah…”



“Eh itu Edo datang! Edo, sini….” Aku memanggilnya…



Edo terkejut begitu memasuki kamar, ia melihat Naya masih dientot ketika kami bercakap-cakap…



“Astaga, Nay?” Edo tertawa… Tapi tak lama kemudian ia terkesiap memandang tubuh bugil Naya yang padat. Edo tidak dapat memalingkan matanya.



“Ih… Edo, keluar dong!” Naya malu sekali, tetapi gak bisa bergerak. Ia pasrah aja menerima tusukan kontol Shaun yang semakin cepat.



“Gimana perkembangannya soal Della?” Aku bertanya.



“Jenazah Della sudah dibawah ke kampung, penguburan nanti minggu depan. Lagi tunggu saudaranya di Papua!” Edo mencoba jelaskan.



“Terus Landa?” Aku bertanya.



“Yah, biasa aja… udah bertobat kayaknya…”



“Oh, baguslah. Akhirnya semuanya berakhir seperti yang kita harapkan…”



“Ahhhhhh…” Naya mulai gelisah. Ia gak bisa tahan desahannya… Kayaknya sudah hampir orgasme…



“Eh, Shaun… butuh bantuan?” Aku meremas toket kiri Naya dan langsung mengenjet putingnya… gadis itu tambah bergelinjang…



“Aku juga dong bantu…” Edo segera meraih toket yang satunya… Naya tambah kepayahan… Serangan kami membuat gadis itu kelabakan. Kini ia mengerang kuat… tubuhnya terangkat menahan geli… bergetar… dan berkelojotan.



“Ahhhhhhh….! Ahhhhh……” Naya orgasme juga, sementara Shaun memberi kesempatan ia menarik nafas.



“Eh, Nay… tunggu… tahan dulu… Selfie dulu yah, cheese!!!” Aku mengambil beberapa gambar selfie dengan Naya yang lagi orgasme. Edo hanya tertawa-tawa dan ikut berpose. Sedangkan Shaun juga itu senyum….



Naya sampai ngamuk-ngamuk melihat kelakuan kami.



“Gimana Nay, enak? Atau sama aja sama mentimun?” Aku meledek Shaun lagi. Edo sampe tertawa terbahak-bahak.



Naya gak tahan lagi. Selesai menarik nafas panjang, Ia segera bangun dan tarik aku dan Edo ke pintu dan mengusir kami keluar.



“Bruk!” Pintu ditutup kuat-kuat dan langsung dikunci.



Aku dan Edo berpandangan sambil tertawa-tawa.



----



Malam ini aku tidur pulas penuh rasa damai… ini malam pertama aku bisa tidur nyenyak tanpa Titien. Aku punya keyakinan besar kalo kita akan segera bersatu.



Aku bangun pagi-pagi, masih sekitar jam empat subuh. Jariku mulai memainkan piano dan menghasilkan nada-nada indah. Pelan-pelan supaya gak menganggu seisi rumah. Kemarin sore Brenda menyuruh anak buahnya membawa piano pindah di tempat kos ini. Ia tahu aku butuh piano.



Akhirnya selesai juga… sebuah karya musik yang indah sudah lengkap ku tulis dan kumainkan di piano. Aku sempat rekam, dan tulis catatan penting. Sekarang waktunya upload dan kirim ke studioku di LA… supaya begitu aku pulang sudah akan di mulai proses rekaman. Sekarang waktunya memberikan kesempatan kepada oskestra dan choreographer bekerja, juga pemain latarku untuk latihan.



Masih pagi-pagi sekali, aku langsung mandi dan siap-siap pergi ke suatu tempat penting. Suatu tempat yang telah lama dicari-cari. Tempat yang seharusnya menjadi yang pertama kali aku datangi. Aku akan mengunjungi Deyana untuk terakhir kalinya… dan menceritakan tentang Titien. Eh, juga minta maaf gak sempat kenalan dengan sepupunya.



-----



Aku dapat bis pertama menuju ke terminal Modoinding. Mujur dapat bis yang masih baru dan tempat duduk di depan, dekat sopir. Aku menyukai pemandangan pegunungan dan jalan yang berkelok-kelok. Ternyata jalan ke kampungnya Deyana sangat berliku-liku.



Begitu indah… nanti aku akan kesini lagi dengan Titien naik sepeda.



Sampai di terminal Modoinding, aku mulai tanya-tanya cara ke kampungnya Deyana. Mujurlah banyak yang mengerti bahasa Inggris sedikit-sedikit. Beberapa menit kemudian aku diperkenalkan dengan seorang preman stasiun. Menurut orang-orang, anak ini jago bahasa Inggris. Ia membantuku menyewa motor untuk pergi ke kampung… Eh, ternyata ia mau menemaniku satu atau dua hari menjadi guide… tentu saja dengan bayaran 1 juta. Ia juga dapat bonus belajar Bahasa Inggris gratis.



Namanya Doni…



-----


POV Titien



Hmmmm pagi yang indah…. Tadi malam aku sudah menetapkan hatiku. Aku akan pergi ke kubur Nando dan minta restu soal hubunganku dengan Brian. Aku gak akan ragu-ragu lagi… cowok itu masa depanku.



Tadi malam, sebuah tweet dari idolaku Ryno membuat aku makin menetapkan hati, aku harus mengunjungi kubur Nando. Dengan cara ini aku bisa menerima kalo Nando sudah tidak ada. Aku ingat aku juga sempat janji ke Edo untuk mengunjungi kubur Nando. Aku akan membereskan semua, menyelesaikan hubungan lama, baru bisa membuka yang baru. Ini yang seharusnya aku buat sebelum menerima Brian…. Membenahi hatiku.



Pagi-pagi aku langsung menyembunyikan kunci motor Doni… biar aja anak itu ngamuk-ngamuk. Eh, ini kan sebenarnya motorku… aku yang beli, Doni hanya pinjam. Padahal aku sih nanti berangkat sesudah makan pagi… aku juga bawa bekal sekedar makanan ringan dan air aqua.



Pas keluar rumah aku bertemu dengan Santi… sahabat lamaku. Santi baru saja menikah, lagi bulan madu. Santi juga naik scooter, sedangkan motorku Suzuki Shogun. Aku bercanda dikit dengannya, sambil berkendara barengan ke kampung tetangga.



“Gimana Santi… perutmu sudah terisi?” Aku bertanya…



“Belum sih… padahal mantuku sudah pingin cepat-cepat punya cucu!” Santi menjawab malu.



“Yah, berarti harus lebih rajin lagi….”



“Iya sih... eh, rajin apa? Astaga…ihhhhh….” Santi baru sadar udah keceplos.



"Hahahaha… Biasanya tiap hari, yah?"



"Iyah... eh ngomong apaan sih?" Santi jadi malu keceplos lagi.



"Kamu tampaknya bahagia, pasti kontolnya besar, yah ?"



"Iyalah… Ihhh, kok tanya gitu?"



“Hahaha… dasar pengantin baru.”



“Pertanyaannya aneh-aneh!” Santi tertawa juga



“Emangnya kamu suka gaya apa sih?” Aku meledeknya lagi.



“Ih, mau tahu aja!” Santi malu-malu, kali ini gak mau terjebak lagi.



“Penasaran… yang paling enak gaya apa?” Aku mendesak lagi.



“Semuanya enak sih! Hehehehe…” Ia mengeluarkan lidahnya… kami memang sangat dekat.



“Eh, waktu pertama gimana sih… kata orang sakit, yang lain bilang enak!”



“Ih… rahasia dapur, nona manis… gak boleh dibilang!” Santi senyum-senyum.



"Yang pada senyum-senyum, apa baru dikasih happy tadi malam, yah?"



"Eh, suamiku baru tiba, kok. Ada ke Manado dari dua hari lalu. Hehehe…" Santi terkekeh.



"Wah, jadi dua malam dipendam dong?"



"Iya, eh maksudnya apa yang dipendam?" Kena lagi, haha.



"Yah pendam rindu dong!" Aku meledeknya lagi. "Berarti malam ini jatah tiga hari yah?"



"Ih, gadis perawan belum boleh pikir-pikir gitu!" Santi balas meledek.



"Biasanya mainnya malam ato subuh?" Aku bertanya lagi.



"Rahasia dapur nona manis!"



“Hehehe… payah dong, gak mau bagi!” Aku pura-pura merajuk.



“Sana, punya pacar cepat!” kata Santi memotivasiku. Hehehe, belum tahu dia.



Astaga, sudah jam sepuluh lewat… aku kelamaan ngomong dengan Santi. Udah rindu sih.



-----



Akhirnya aku tiba juga di kampung Nando, aku baru ingat, kubur Anita di sebelah sini…. Pasti kubur Nando juga dekat situ. Akhirnya aku menemukan kubur Nando hanya sekitar 80 meter dari kubur Anita.



“Nando, ini aku!” Baru sekarang aku kesini. Ternyata kuburnya sangat megah, ada bangunannya, maklum orang kaya.



Begitu tiba di kubur, aku mulai mengingat memoriku dengan Nando… ingat waktu kenalan dan jadian. Aku juga ingat waktu bermesraan dengannya… termasuk malam terakhir aku menyekapnya di kosku… minta diperawani tapi ia gak mau. Nando sangat baik, ia ingin aku memiliki masa depan yang bahagia.



Aku mulai menangis di makam Nando… aku curahkan semua ikatan dengannya agar aku kini bisa move on… Cukup banyak yang aku ceritakan, semua yang selama ini tidak mampu kuungkapkan.



Akhirnya aku merasa lega… hilang semua beban yang selama ini menghantuiku. Aku sudah berdamai dengan kepergiannya.



Kali ini aku mulai cerita tentang Brian. Sekalian minta restu Nando supaya aku bisa jadian dengan Brian. Aku mau cerita sedetail mungkin… kalau perlu hari ini aku disini seharian.



-----




POV Brian.



“Do you know this place? can you take me there?”



“I can take you for a fee, but now I need to rent a motorcycle for us!”



“Will this be enough?”
Aku menyerahkan uang sejuta.



“Ok, I will accompany you this whole day, and take you anywhere you want!”



“Oh, that sounds good!”



Senang juga mendapatkan guide yang lancar berbahasa Inggris, ini masalahnya kalo Bahasa Indonesiaku terbatas.



"Brurrrrr!" Aku kedinginan waktu keluar dari gedung terminal. Angin yang berhembus benar-benar dingin.



Astaga benar juga Naya, aku harus pake jaket di tempat ini. Aku minta aja Doni mengantarku membeli jaket dulu, dan ia menyanggupiku.



Setelah kami juga menyewa motor, Doni segera mengantarku ke makam Deyana. Ia sempat bingung soal aku mencari kubur orang yang dikenalnya.

Tapi aku diam aja… aku terlalu terharu bisa menemukan tempat ini.



Begitu tiba, aku langsung menangis meluk kuburnya… aku melepas rindu dengan menceritakan tentang kehidupanku. Sementara Doni hanya membayangiku dari jauh.



Eh, iya…. Aku cerita tentang Titien kepada Deyana. Sekalian minta maaf, gak sempat kenalan dengan sepupunya. Aku berjanji akan membawa Titien ke tempat ini, dan perkenalkan kepada Deyana.



Aku membuka hape… mencari foto Titien. Wah, di mana yah? Yang ada hanyalah video Titien menari sensual… gak masalah sih, hehehe… Aku kini duduk di makamnya menonton video itu sampai selesai. Sebelum aku menutup hape, muncul juga video lain, yang belum pernah ku nonton. Astaga video apa ini…



Settingnya di kamar, seorang gadis sementara tidur, kemudian tidak sadar ia sudah diikat dan ditelanjangi… yang tersisa hanyalah CD-nya.



Astaga, itu Titien… ini video Boy waktu memerkosa Titien di pantai… Aku penasaran dan menonton terus.



Titien sementara tidur, Boy mulai mengrepe badan dan toketnya… gadis itu terbangun. Boy sibuk merangsang Titien, sehingga gadis itu mendesah… tapi ia bilang tidak… Titien gak mau.



Boy terus merangsang, bahkan sampai jilmek, Titien meronta dan menolak… mulutnya terus bilang tidak. Boy terus membelai titik-titik rangsang, tapi Titien tolak walaupun tubuhnya mulai terbuai. Ia terus-terusan bilang tidak…



Kali ini Boy membuka pakaiannya, dan kontol yang besar digesek ke memek Titien. Gadis itu meronta dan memberontak… Boy gak bisa masuk karena rontaan Titien. Dan Boy pun memaksa kakinya terkangkang, sementara posisi tubuhnya berada di antara kaki Titien… Boy menguncinya supaya tidak meronta lagi, tapi Titien terus melawan walau posisinya tidak menguntungkan.



Aku melihat Boy mulai menusuk dan Titien terus menghindar dan berusaha membuka ikatannya… Tapi Boy terus memaksa! Pada saat itu pintu terbuka dan akupun masuk…



Astaga! Titien benar diperkosa… ia melawan, teriakannya jelas bilang tidak! Aku bodoh sekali sempat meragukannya. Ia gak bersalah…



Aku menuduh Titien! Kembali aku menangis minta kesempatan bertemu dengan Titien… aku harus minta maaf, aku telah menyinggung harga dirinya.



Aku kini berdiri dan membuka biolaku… aku memainkannya dengan sepenuh hati sampai laguku selesai.



Eh! Siapa itu? Ada suaraborang menangis terseduh di kubur besar sana. Aku memperhatiknnya, jangan-jangan ia butuh pertolongan. Aku melihat seorang gadis menangis memeluk sebuah kuburan lain… letaknya hanya sekitar 70 meter dari ku… ia kelihatan jatuh, aku harus menolongnya…



Aku mulai mendekat… Doni mengikutiku dari belakang, tapi ia segera bersembunyi. Mungkin ia mengenal gadis itu… Aku semakin dekat…



Astaga, itukan Titien!



Aku bingung gak percaya…. Ini beneran Titien?



Aku mendekat perlahan-lahan supaya jangan mengganggunya. Gadis sementara berbicara kepada batu nisan satunya… ia kayaknya lagi curhat, lagi sedih.



Aku sudah dibelakangnya, mencuri dengar kata-katanya. Benar sekali, itu kekasihku.



“Nando, buat aku percaya pada cinta...! hik… hik… Aku mencintai seorang cowok, ia juga pernah ditinggalkan orang yang dicintai. Tolong aku supaya menemukannya… Brian satu-satunya pria yang aku cintai. Tolong aku Nando… tolong aku menemukan cinta kembali. Dia satu-satunya alasan aku bisa move on! Aku janji akan bawa dia ke tempat ini dan kenalkan ke kamu…”



Titien masih menangis.



Melihat tangisan itu, aku gak tahan lagi. Aku segera bertelut dan memeluknya dari belakang… kedua tanganku mendekapnya erat.



Titien terkaget, tapi begitu melihatku ia hanya tersenyum…



“Romeo?”



“Iya sayang, ini aku!”



“Astaga Nando, kok cepat sekali!” Titien kaget doanya langsung dijawab. Aku sampe ketawa mendengarnya. Anak ini lucu sekali, gemes jadinya. Aku masih memeluknya makin erat…



“Titien, aku mencintaimu… maafkan aku selama ini. Aku banyak salah, malah sudah tuduh kamu macam-macam. Padahal aku yang cemburu, gak terima kalo itu terjadi padamu. Aku minta maaf yah, kau mau menerima ku kembali? Aku janji akan membahagiakanmu!” Aku menumpahkan isi hatiku.



Titien hanya tersenyum… “Jangan bilang begitu sayang, aku ngerti kok. Semua itu bukan salahmu… engkau hanya terjebak, aku juga salah gak terus terang! Kita saling terbuka yah… Aku mencintaimu!”



Kata-kata Titien membuat aku bahagia. Aku sudah temukan cinta…



“Eh tunggu, Brian duduk sini….!”



“Kenapa?” Aku bertanya, tapi Titien menyuruhku diam.



“Nando… ini Brian. Orang yang juga sangat mencintaiku. Ganteng kan? Ini pacar baru ku, dan aku juga mencintainya. Restuin kami yah?”



“Nando, aku tidak mengenalmu, tapi aku tahu kamu mencintai Titien, dan mau ia bahagia. Aku janji akan berusaha membahagiakan Titien, karena aku juga mencintainya..!” Aku juga janji ke Nando.



Kami berdiri dan berpelukan lagi.



"Eh tunggu, kamu yang main biola tadi?" Titien bertanya ketika ia melihat biolaku.



"Iya.... tadi aku main di sana!"



"Ih, bikin nangis orang. Kirain tadi mahluk halus, ini kuburan tauh!" Titien pura-pura marah tapi terus memelukku. Aku tambah gemes mendengar kata-katanya yang lucu dan sukar ditebak. Ini yang aku rindukan selama ini.



“Eh…. Tunggu, Brian ngapain ke sini? Kamu cari aku sampai di sini?” Tanya Titien.



“Hehehe…!” Aku hanya tertawa gak menjawab, biar ia kesenangan dulu.



“Wah, Romeo… aku terharu lho!”



“Aku kesini untuk ziarah ke kubur-nya Deyana… ihhhh ge-er amat?” Aku membuat gadis itu tersipu malu... sambil menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jariku. Tapi kali ini ia tidak mencubitku, malah memelukku erat.



“Huh? Deyana juga dikubur di sini?”



“Iya… kamu ikut yuk, akan ku perkenalkan!” Kami berjalan kembali ke kubur Deyana, dan aku duduk di situ.



“Eh, itu kubur sepupuku Anita…?”



“Hah? Maksudmu?” Aku kaget.



“Itu kubur dari Anita, sepupuku… anaknya Om Agus, pemilik piano. Yang dulu kuliah di Aussie” Titien menjelaskan lebih detail.



“Eh, kamu baca sendiri… itu namanya Deyana!” Aku menunjuk ke tulisan di kubur.



“Eh iya… Anita nama panggilannya sih, dari kecil. Benar Anita dan Deyana orang yang sama. Eh? Astaga? Jadi kamu pacarnya Anita waktu di Australia dulu?” Titien menatapku kaget.



“Tunggu… jadi kamu ini sepupunya pacarku? Deyana suruh aku kenalan dengan sepupunya! Eh, jadi selama ini yang Deyana mati-matian suruh aku kenalan berarti kamu dong?” Giliran aku yang kaget… Astaga dunia ini sempit yah!



Titien mengulurkan tangannya… “Kenalan, yuk… Aku Titien! Gadis sederhana asal kampung kecil. Mahasiswa di Manado dan kerja sambilan jadi tour guide!”



“Aku Romeo, seorang musisi, baru tamat kuliah. Passionku musik klasik. Eh, Brian itu nama samaranku waktu kemari.” Aku memperkenalkan diri.



“Oh?”



“Deyana… Aku sudah penuhi lho permohonanmu… aku sudah kenalan malah kini pacaran dengan sepupumu.. kamu sih gak bilang-bilang kalau ia cantik gini, eh jago bergoyang seksi di tempat tidur…” Akhirnya cubitan yang kutunggu itupun datang juga.



“Aku janji akan membahagiakannya dan tak akan lagi mengkhianatinya.”



“Eh, Romeo… kalau kita jadian, kamu sudah beresin soal Devi?” Titien tanya lagi. Ia gak mau lagi menderita.



“Titien, Devi itu penipu. Tahu gak? Ternyata selama ini bukan aku yang perawanin dia. Dan ia hanya mendekatiku untuk cari informasi buat Mr. Logan. Kok bisanya aku jatuh sama cewek model gitu!” Aku menjelaskan…



Titien terkejut.



“Jadi dia?”



“Iya, dia itu pengkhianat yang dengan actingnya membuat aku kasian padanya!” ku jengkel kalo bicara mengenai cewek itu.



Titien kini tersenyum, ia gak ada beban lagi.



"Tapi, Brian masih mau menerimaku kalo aku tidak perawan lagi?" Titien tanya lagi sambil tersenyum misterius.



“Aku tak perduli tetap cinta dan terima kamu, Titien gak salah, kok!” Jawaban ku kini sangat mantap.



“Terus soal Brenda?”



“Brenda itu teman… Aku minta maaf soal kemarin malam, aku lagi stress! Aku pikir kamu sudah meninggal” Aku teringat lagi kegilaan itu.



“Iya… aku tahu, kamu panggil terus namaku waktu dengannya! Eh, tapi vow-mu ke Brenda sudah dipenuhi kan? hehehe”



"Astaga, iya yah!”



Pelukan kami makin erat, sementara berjalan kembali ke parkiran motor sewaanku.



“Eh… sekarang giliranku bertanya! Kenapa selama ini kamu menghidariku?” Aku bertanya.



“Gak kok, aku mau membenahi hati dulu…”



Ketika kami tiba di motor, aku mencium Titien dengan mesra…



“Eh, kamu beneran cium aku kan kemarin subuh di sofa?” Titien hanya mengangguk membenarkan.



Aku menciumnya kembali… kali ini mulai panas, Aku memeluknya dari belakang, sementara tanganku mengrepe toket bulat itu. Titien hanya pasrah membiarkan tubuhnya dibelai terus.



Mendapat angin segar, tanganku kini menyusup di balik kaosnya… terus menyentuh toketnya yang masih dilindungi oleh bra tipis. Putingnya sudah menonjol di balik bra… sementara tangan Titien menyelinap di balik celana basketku dan mengeluarkan kontolku… serta menggenggamnya. Kali ini tangannya mulai nakal mengocok batangku.



“Kak Titien? Lagi ngapain?” Doni ternyata sudah dekat.



“Eh... Doni?”



“Jangan disini dong! Nanti dilihat orang…!” Doni meledek membuat kakaknya malu.



“Eh, gak kok… kita gak ngapa-ngapain…kakak hanya terlanjur senang ketemu teman!” Titien masih malu, aku hanya tertawa dengar alasannya yang gak masuk akal.



“Terus tangan kakak lagi pegang apa?” Doni lagi…



“Hehehe…!” Titien baru sadar sementara memegang kontolku. Ia langsung meremasnya kuat.



“Auhhh Sakit. Hati-hati dong, nanti gak bisa lagi ngentot kamu!” Aku berseru sambil balas meremas toketnya…



“Ahhhh… Eh, Doni, jangan bilang orang yah...Hehehe.” Titien masih malu.



“Sip rahasia kakak terjamin!”



-----




POV Titien



Aku menggandeng tangan Brian dan melangkah di sampingnya. Kali ini penuh kebahagiaan… Makasih Nando dan Anita, ternyata kalian merestui hubunganku dengan Brian… eh Romeo. Aku harus belajar memanggil Romeo, tapi tampaknya cowok itu oke-oke aja tetap dipanggil Brian.



Ia memanggil Doni kembali, sempat bisik-bisik tapi aku mendengar apa yang dia minta… intinya ia suruh Doni mencari tempat untuk menginap. Ih, cowok ini pikiran ranjang lagi…



“Doni, cari tempat yang indah dan romantis, gitu… agak sunyi, cocok untuk em el!” Brian menyuruh Doni!



“Ok boss!” Jawab anak itu.



Doni senyum-senyum mengejekku. Astaga? Brian suruh apa? Aku baru sadar…



“Kak, mau ngentotnya dekat danau atau gunung?” Doni main mata meledekku lagi.



Aku malu sekali. Romeo sih bocor mulutnya, gak cek-cek kalo dia adikku. Aku hanya terdiam malu… Doni masih senyum-senyum.



“Eh, kita pergi aja ke villa milik ortu Naya di dekat danau Moat....!” Aku langsung mengajak Brian naik motor.



Brian masih sempat lagi berbisik kepada Doni, menyuruh ia membeli sesuatu dan nanti ketemu di villa milik Naya.



Villa yang luas ini dibangun di pinggiran danau Moat, memiliki empat kamar yang besar-besar, dan halaman yang luas berpagar tinggi. Pemandangan danau yang begitu indah tersaji disana. Nando dan Naya berulang kali mengajakku, dan orang tuanya juga sempat bilang kalo aku bebas datang kapan saja aku mau. Eh, gini-gini aku sudah dianggap anak mereka sendiri.



Betul juga pikiranku, semua penjaga villa masih kenal kepadaku dan dianggap ‘orang dalam’ sehingga dengan senang menerima kami nginap. Malah kami dapat kamar milik Naya yang luas dengan teras pribadi dan pemandangan mengarah ke danau.



Tak lama kemudian kami duduk-duduk dekat danau, dan aku menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang, menghirup keharuman tubuhnya yang barusan mandi. Aku juga baru selesai mandi setelah pakaianku sempat kotor di kuburan.



“Sayang, aku gak tahan mau tunggu malam” Brian berbisik.



“Kenapa emangnya?”



“Kita akan tidur bersama… dan malam ini akan jadi malam pertama kita!”



Dasar perayu…



“Maaf, aku gak mau, sayang!” Aku berkata tegas sambil menatapnya. Ia kelabakan mendengar penolakanku, dan aku harus menahan tawaku.



“Sayang, ayolah! Apalagi yang kurang? Kamu kan bilang kalo sudah siap…” Romeo kayak kecewa… Ia sudah mengharapkan sekali, dan dari tadi aku memberikan singal-signal positif.



“Sudah ku bilang aku tak mau…” Aku berkeras lalu berdiri…



“Tapi?”



“Aku gak mau tunggu malam… kelamaan!” Akhirnya tawa ku pecah juga. Aku mengejeknya.



“Apa katamu…?” Romeo baru sadar maksudku. Ia juga berdiri…



“Hahaha… tangkap aku dulu kalo bisa…” Aku segera berlari menghindar, sementara cowok itu mengejarku.



“Awas kamu yah kalo aku dapat…!”



“Iiiihhhh, hahaha…! Bisanya hanya segitu?”



“Eh… “



“Hahaha… ampun sayang…”



“Eh, tidak ada ampun bagimu…”



“Kreeekkk!”



“Eh..? Hahaha… sayang? Ihhh… dasar… masak aku ditelanjangi disini! Ampun deh… kita ke kamar sekarang. Hahaha”



“Aaaaahhhh…”



-----



Aku masih berada di kamar mandi ketika mendengar ketukan di pintu kamar, dan bunyi pintu dibuka orang. Aku cepat-cepat keluar untuk mencegah, tapi orang itu keburu masuk. Astaga itu Doni, ihhhhh… pasti ia sudah lihat semua.



Doni kaget melihat Brian lagi telanjang bulat dengan kontol yang sudah tegang mengancung. Tangan Brian lagi terikat di bagian atas tempat tidur, sedangkan matanya tertutup kain hitam.



Sementara Doni bertanya-tanya, ia juga melihat aku keluar dari kamar mandi menggunakan lingerie yang transparan dan sangat seksi.



“Kakak, mau ngapain?”



“Astaga Doni...!” Aku mencoba menutup toket dan memekku dari santapan mata jalangnya. Ihhh, adikku ternyata mesum juga.



“Kak, ini pesanannya!” Doni menaruh satu dos besar kondom yang isinya sampe 50 buah. Astaga, Romeo! Aku jadi malu sekali.



“Kak Titien… pake dua lapis supaya aman!” Katanya sambil tertawa-tertawa keluar dari kamar. Aku gak sempat buat apa-apa…



“Astaga kamu suruh Doni beli kondom?” Aku bertanya kepada Brian.



“Iya… kenapa emangnya?”



“Huhhh…!” Aku mencubit cowok itu, masak sih dia gak ngerti juga. “Doni itu adik kandungku, nanti ia lapor ortu…”



“Huh? Adikmu? Kenapa gak bilang-bilang? Hehehe” Brian hanya tertawa.



Terpaksa aku cepat memakai handuk lalu keluar sebentar dan mengejar Doni. Aku menyuruhnya pergi belanja dan pulang rumah, sambil bilang mama papa aku nginap di sini sama teman-teman. Besok aku bawa mereka ke rumah.



“Doni… awas, jangan bilang papa mama yah! Nanti kakak kenalin sama Brenda!” Aku ingat Doni suka diperkenalkan dengan teman-temanku.



“Siapa itu, Brenda?”



“Cewek bule, cantik sekali... lebih cantik dari model bugil yang buat kamu onani tiap malam!” Aku meledeknya.



“Bisa dientot, kak?”



“Tergantung kontolmu, cewek itu rada selektif, cuma suka yang besar gitu!” Aku membuat ia penasaran.



“Eh, pandang enteng sama senjataku...” Doni terpancing juga.



“Hahaha” Aku langsung berbalik menuju kamar.



“Eh kak, aku mau tanya?”



“Apa?”



“Kontol cowok itu besar sekali, yakin bisa masuk?”



“iiihhhhh! Nakal!” Aku mengunci pintu kamar sambil menjulurkan lidah kepada adikku…



-----



Bersambung
 
Episode 34 Meet my cousin



Titien



Doni



Vicka



Chicka



Brenda


POV Titien


“Mama.. Papa… Titien ke kamar dulu yah, cape tadi di jalan!”



“Tumben, jam segini…” Kata mama. “Gak tunggu makan malam dulu?”



“Panggil yah… aku baring-baring dulu sebentar.”



Entah kenapa aku merasa capek sekali. Terlalu banyak yang terjadi pada minggu ini, dan aku kurang tidur. Tapi bukan itu alasan aku ke kamar…



“Udah ketemu Doni?” Papa tanya lagi.



“Iya, aku panggil dia ke kamar… aku masih mau bercakap-cakap sebentar!”



Aku sengaja memanggil Doni ke kamar denganku, kita ngobrol tentang apa aja. Doni malah minta tidur di kamarku, eh. Tempat tidurku dua susun, jadi Doni di atas, dan aku dibawah. Sudah lama aku gak ngomong dengan dia. Sekarang sudah rindu… Doni biasanya ku suruh hapal kosa kata Bahasa Inggris, tapi kali ini aku ajak ngomong aja, tanya-tanya apa kegiatannya.



Iseng-iseng sementara ngomong, aku membuka hapeku... dan melihat ada notifikasi di twit**ter.



Wah, pemusik idolaku Ryno Marcello update status… sudah lama sekali aku gak dengar tentang dia. Aku buka tweetnya, bunyinya: "Hidup lagi! Aku kira aku sudah di kubur, just finish my new song.”



Eh, kalo begitu aku tanya Ryno aja…



Aku segera reply dia “Apa yg kau buat ketika mau membenahi hati, terlalu banyak terjadi dan sehingga cinta menjadi kabur?”



“Aku ke kubur orang yang aku tahu mencintaiku apa adanya” Cepat sekali dijawab.



Benar juga kata Ryno, besok aku harus ke kuburnya Nando. Eh, di mana yah? Aku ingat Nando itu satu kampung dengan Anita, sepupuku. Anita yang kenalkan aku dengan Nando, yang katanya teman sekampung.



Kubur Anita ada di kampung tetangga, sekitar 6 km dari kampungku. Ah, besok aku kesana. Aku akan cerita kepada Nando soal Brian.



Tadi waktu makan siang, aku juga sempat ngomong dengan papa dan mama, bilang kalau aku pacaran dengan seorang cowok bule. Mereka hanya tertawa. Mama dan Papa selalu menurutiku, menurut mereka aku anak yang udah dewasa, udah mampu mandiri. Apa karena aku gak minta uang lagi dari mereka?



“Akhirnya…. kirain mau jadi perawan tua gara-gara Nando. Eh, Kamu itu dekat sekali dengan sepupumu, Anita. Udah tertular dapat cowok bule! hehehe” Itu kata Papa.



“Iya, mama juga senang, anak Mama udah pacaran lagi. Eh, teman-teman kamu udah pada kawin semua…”



Aku jadi tersipu dengan kata-kata mereka. Mungkin aja mereka udah pingin gendong cucu… apa aku kasih aja? Hihihi



“Kak… cowoknya nama apa?” Doni tiba-tina bertanya.



Ia pasti bingung lihat aku melamun. Aku menatapnya sambil menarik tangannya…



“Brian!” Aku menjawab mantap.



“Kak, kontolnya besar, yah?”



“Iyah dong! Eh... maksudnya…” Aku keceplos.



“Hahahaha… ketahuan udah ngaku! Berarti udah sempong, yah?”



“Sirik ihhhh!” Aku hanya senyum. Kontol Brian sih bukan hanya besar… tapi raksasa, hehe.



“Wah… pasti cowoknya sudah dapat toketmu, kayaknya tambah besar, tuh!” Doni meledek lagi.



“Ihhhh... mesum, kamu belajar dari siapa?” Anak SMA ini udah nakal.



“Kakak kan cantik, seksi juga, pasti banyak cowok suka. Ada teman kakak yang bilang kalo kakak pernah jadi noni kampus, terus banyak cowok yang kejar-kejar!” Kata Doni.



Aku hanya tersenyum.



“Kakak masih perawan?” Doni mengejar terus… ih…



“Eh… kok tanya gitu? gak boleh!”



“Kenalin dong dengan teman-teman cewek mu yang seksi-seksi. Cewek-cewek di kampung sini, payah! Kuno. Gak ada yang pake baju gaul dikit.” Aku baru sadar adikku sudah besar.



“Eh... nanti aku kenalin sama Chika! Pasti kamu mau... cantik loh, eh mungkin aku ada fotonya lho...” Aku tertawa mengingat gadis yang terkebelakang mental itu.



Eh lupa. Astaga... aku baru ingat Chika selalu bilang ia pacarnya Brian, jangan-jangan ia yang dibunuh. OMG!



“Eh, tunggu Doni. Kakak mau telpon teman dulu…” Aku lompat dari tempat tidur dan pergi keluar untuk telpon.



Aku menghidupkan telpon yang sengaja aku matikan dari tadi subuh. Udah banyak miscall… udah pasti dari Brian dan Naya. Aku tidak memperdulikan sms mereka, ada yang lebih penting. Ku dial nomor Vicka.



“Hallooo”



“Hallo Vicka, ini aku Titien!”



“Oh gimana Tien?” Suara Vicka seperti barusan nangis.



“Aku mau tanya kalo Chicka ada di situ?”



“Chicka? Ahhh… gak ada Tien. Dari kemarin Chicka belum pulang, aku takut jangan ia kesasar…!”



“Astaga jadi Chicka belum pulang? Gak ada berita?” Aku mulai nangis.



“Gak, kami juga bingung, takut dia kenapa-kenapa!”



“Astaga…!” Tangisanku terdengar…



“Kenapa Tien, kamu dengar kabar tentang Chicka?”



Aku terus menangis, Vicka langsung tahu. Ia menangis juga…



“Nanti ku telpon lagi yah, aku tanya Brenda. Nanti aku suruh ia menelponmu…!” Aku tak sampai hati menyampaikannya.



“Tidak Tien, bilang aja… aku kuat kok!”



“Kak, yang sabar yah…”



“Titien, bilang aja… aku butuh kabar darinya.”



Ketika aku menceritakan kejadiannya, mengenai seorang gadis yang terbunuh oleh penjahat… Kak Vicka yakin kalo itu Chika … Apa lagi mereka tinggal dekat tempat kos lama. Vicka pun langsung menangis histeris meratapi gadis malang itu.



Pasti Vicka sedih sekali... lama aku merenung, meratapi nasib gadis itu.



Setelah aku pikir-pikir, mungkin ini jalan terbaik. Vicka kini bisa ikut suaminya... tanpa terbebani dengan Chika lagi, dan Chika membawa aibnya sampai mati, gak perlu ada yang tahu.



Aku segera menelpon Brenda dan menceritakan kepadanya soal Chicka. Brenda terkejut, dan kini menyadari kebenaran kata-kataku. Ia tanya-tanya aku di mana, tapi aku gak mau bilang… yang pasti aku ada baik-baik saja.



Brenda kedengarannya lagi sibuk, aku mendengar ada beberapa orang melapor kepadanya. Aku gak boleh menganggunya, apalagi ia sementara melindungi Brian kekasihku.



Aku hanya bisa berdoa semoga cowok itu baik-baik aja…



-----


Brian



Naya



Shaun



Edo



POV Brian



Aku langsung dibantu oleh salah seorang mariner lainnya untuk keluar dari tempat ini, dipapa oleh dua orang ini. Setelah di mobil serta dikasih air untuk mengelap muka dan tanganku. Ternyata orang itu adalah salah satu pasukan TNI-AL yang menyusup menjadi anak buah Mr. Logan. Ia mohon maaf karena sempat menakutiku dengan pisau di jari.



Untung tadi pagi sebelum keluar rumah, Brenda memaksaku memakai rompi anti peluru. Kalau tidak, entalah bagaimana nasibku. Rompi itu sangat tipis, dan memiliki sebuah pemancar GPS tersembunyi sehingga keberadaanku dapat dipantau dengan mudah.



Tak lama kemudian tim gabungan Marinir dan TNI-AL segera keluar, membawa beberapa tawanan. Juga ada beberapa kantong mayat, salah satunya berisi Mr. Logan. Operasi yang berhasil ini justru tidak menimbulkan korban jiwa di pihak kami.



Aku segera diantar ke kos, tapi sebelumnya mengambil kembali biolaku yang ditinggalkan di batu-batu di Boulevard.



----



Begitu tiba di kos, aku segera ke dapur minta makan malam dari Bang Jaya. Brenda masih sibuk dengan anak-buahnya. Mungkin nanti subuh baru pulang, ia harus buat laporan lengkap.



Sesudah mandi aku merasa sunyi sendiri di kos. Ah… pantesin, Shaun dan Naya lagi asik em el. Kedua orang itu gak ada puas-puasnya, siang malam ML terus… bagus juga yah, supaya kontol Shaun di kontrol, jangan nyebar pesona ke mana-mana.



Eh, dari pada sepi, aku samperin aja. Mereka pasti gak akan keluar lagi malam ini. Aku membuka pintu secara tiba-tiba, membuat Naya berteriak kaget. Lucu juga gayanya… tapi gadis itu tak bisa lari, tubuhnya sementara disodok dari bawah, dan tangan dan kaki Shaun mengancing tubuh Naya. Posisi gadis itu sementara tidur terlentang diatas tubuh Shaun, dan menikmati gedoran Shaun dari belakang. Gadis itu pasti malu, tubuhnya terekspos jelas.



Aku cuek aja mendekat.



“Romeo, gimana udah dapat pacar mu?” Kata Shaun masih sementara memompa.



“Belum sih! Justru aku mau tanya kalo Titien gak kesini dari tadi?”



“Gak… Eh, aku tahu kenapa ia lari… pasti karena kontolmu gak becus! ia pasti kecewa dan lari!” Shaun mulai lagi dengan ledekannya. Tapi aku malas melayaninya.



“Dickhead, tauh gak? Aku tadi justru bertemu dengan orang tua Deyana… mereka kasih tunjuk di mana kubur Deyana!”



“Huh bisa ketemu?” Shaun kaget.



“Ia Dickhead, semuanya serba gak sengaja. Besok aku ke kuburnya…!” Aku berkata mantap.



“Emangnya jauh?”



“Ia… sekitar 6 jam dari sini, naik bus!” Aku berkata yakin.



“Gak takut ditangkap si Logan?” Kata Shaun



“Eh, iya. Ada kabar baik… Si Logan udah tewas, anak buahnya juga ditangkap semua!” Aku kasih info.



“Oh baguslah… eh, tapi kita kan gak langsung pulang? Aku masih mau lama-lama disini…” Kata Shaun.



“Kemarin kamu yang minta-minta ke Bangkok?” Aku meledek.



“Iya sih… tapi bagaimana lagi… kontolku sudah kecantol memek disini!” Kata Shaun sambil menunjuk ke kemaluan Naya. Gadis itu dari tadi diam aja… kali ini ia hanya tertawa. Naya sudah gak malu seperti tadi… mungkin sudah nafsu.



“Nanti kita pulang kalo udah dekat persidangan!”



“Oh baguslah…”



“Eh itu Edo datang! Edo, sini….” Aku memanggilnya…



Edo terkejut begitu memasuki kamar, ia melihat Naya masih dientot ketika kami bercakap-cakap…



“Astaga, Nay?” Edo tertawa… Tapi tak lama kemudian ia terkesiap memandang tubuh bugil Naya yang padat. Edo tidak dapat memalingkan matanya.



“Ih… Edo, keluar dong!” Naya malu sekali, tetapi gak bisa bergerak. Ia pasrah aja menerima tusukan kontol Shaun yang semakin cepat.



“Gimana perkembangannya soal Della?” Aku bertanya.



“Jenazah Della sudah dibawah ke kampung, penguburan nanti minggu depan. Lagi tunggu saudaranya di Papua!” Edo mencoba jelaskan.



“Terus Landa?” Aku bertanya.



“Yah, biasa aja… udah bertobat kayaknya…”



“Oh, baguslah. Akhirnya semuanya berakhir seperti yang kita harapkan…”



“Ahhhhhh…” Naya mulai gelisah. Ia gak bisa tahan desahannya… Kayaknya sudah hampir orgasme…



“Eh, Shaun… butuh bantuan?” Aku meremas toket kiri Naya dan langsung mengenjet putingnya… gadis itu tambah bergelinjang…



“Aku juga dong bantu…” Edo segera meraih toket yang satunya… Naya tambah kepayahan… Serangan kami membuat gadis itu kelabakan. Kini ia mengerang kuat… tubuhnya terangkat menahan geli… bergetar… dan berkelojotan.



“Ahhhhhhh….! Ahhhhh……” Naya orgasme juga, sementara Shaun memberi kesempatan ia menarik nafas.



“Eh, Nay… tunggu… tahan dulu… Selfie dulu yah, cheese!!!” Aku mengambil beberapa gambar selfie dengan Naya yang lagi orgasme. Edo hanya tertawa-tawa dan ikut berpose. Sedangkan Shaun juga itu senyum….



Naya sampai ngamuk-ngamuk melihat kelakuan kami.



“Gimana Nay, enak? Atau sama aja sama mentimun?” Aku meledek Shaun lagi. Edo sampe tertawa terbahak-bahak.



Naya gak tahan lagi. Selesai menarik nafas panjang, Ia segera bangun dan tarik aku dan Edo ke pintu dan mengusir kami keluar.



“Bruk!” Pintu ditutup kuat-kuat dan langsung dikunci.



Aku dan Edo berpandangan sambil tertawa-tawa.



----



Malam ini aku tidur pulas penuh rasa damai… ini malam pertama aku bisa tidur nyenyak tanpa Titien. Aku punya keyakinan besar kalo kita akan segera bersatu.



Aku bangun pagi-pagi, masih sekitar jam empat subuh. Jariku mulai memainkan piano dan menghasilkan nada-nada indah. Pelan-pelan supaya gak menganggu seisi rumah. Kemarin sore Brenda menyuruh anak buahnya membawa piano pindah di tempat kos ini. Ia tahu aku butuh piano.



Akhirnya selesai juga… sebuah karya musik yang indah sudah lengkap ku tulis dan kumainkan di piano. Aku sempat rekam, dan tulis catatan penting. Sekarang waktunya upload dan kirim ke studioku di LA… supaya begitu aku pulang sudah akan di mulai proses rekaman. Sekarang waktunya memberikan kesempatan kepada oskestra dan choreographer bekerja, juga pemain latarku untuk latihan.



Masih pagi-pagi sekali, aku langsung mandi dan siap-siap pergi ke suatu tempat penting. Suatu tempat yang telah lama dicari-cari. Tempat yang seharusnya menjadi yang pertama kali aku datangi. Aku akan mengunjungi Deyana untuk terakhir kalinya… dan menceritakan tentang Titien. Eh, juga minta maaf gak sempat kenalan dengan sepupunya.



-----



Aku dapat bis pertama menuju ke terminal Modoinding. Mujur dapat bis yang masih baru dan tempat duduk di depan, dekat sopir. Aku menyukai pemandangan pegunungan dan jalan yang berkelok-kelok. Ternyata jalan ke kampungnya Deyana sangat berliku-liku.



Begitu indah… nanti aku akan kesini lagi dengan Titien naik sepeda.



Sampai di terminal Modoinding, aku mulai tanya-tanya cara ke kampungnya Deyana. Mujurlah banyak yang mengerti bahasa Inggris sedikit-sedikit. Beberapa menit kemudian aku diperkenalkan dengan seorang preman stasiun. Menurut orang-orang, anak ini jago bahasa Inggris. Ia membantuku menyewa motor untuk pergi ke kampung… Eh, ternyata ia mau menemaniku satu atau dua hari menjadi guide… tentu saja dengan bayaran 1 juta. Ia juga dapat bonus belajar Bahasa Inggris gratis.



Namanya Doni…



-----


POV Titien



Hmmmm pagi yang indah…. Tadi malam aku sudah menetapkan hatiku. Aku akan pergi ke kubur Nando dan minta restu soal hubunganku dengan Brian. Aku gak akan ragu-ragu lagi… cowok itu masa depanku.



Tadi malam, sebuah tweet dari idolaku Ryno membuat aku makin menetapkan hati, aku harus mengunjungi kubur Nando. Dengan cara ini aku bisa menerima kalo Nando sudah tidak ada. Aku ingat aku juga sempat janji ke Edo untuk mengunjungi kubur Nando. Aku akan membereskan semua, menyelesaikan hubungan lama, baru bisa membuka yang baru. Ini yang seharusnya aku buat sebelum menerima Brian…. Membenahi hatiku.



Pagi-pagi aku langsung menyembunyikan kunci motor Doni… biar aja anak itu ngamuk-ngamuk. Eh, ini kan sebenarnya motorku… aku yang beli, Doni hanya pinjam. Padahal aku sih nanti berangkat sesudah makan pagi… aku juga bawa bekal sekedar makanan ringan dan air aqua.



Pas keluar rumah aku bertemu dengan Santi… sahabat lamaku. Santi baru saja menikah, lagi bulan madu. Santi juga naik scooter, sedangkan motorku Suzuki Shogun. Aku bercanda dikit dengannya, sambil berkendara barengan ke kampung tetangga.



“Gimana Santi… perutmu sudah terisi?” Aku bertanya…



“Belum sih… padahal mantuku sudah pingin cepat-cepat punya cucu!” Santi menjawab malu.



“Yah, berarti harus lebih rajin lagi….”



“Iya sih... eh, rajin apa? Astaga…ihhhhh….” Santi baru sadar udah keceplos.



"Hahahaha… Biasanya tiap hari, yah?"



"Iyah... eh ngomong apaan sih?" Santi jadi malu keceplos lagi.



"Kamu tampaknya bahagia, pasti kontolnya besar, yah ?"



"Iyalah… Ihhh, kok tanya gitu?"



“Hahaha… dasar pengantin baru.”



“Pertanyaannya aneh-aneh!” Santi tertawa juga



“Emangnya kamu suka gaya apa sih?” Aku meledeknya lagi.



“Ih, mau tahu aja!” Santi malu-malu, kali ini gak mau terjebak lagi.



“Penasaran… yang paling enak gaya apa?” Aku mendesak lagi.



“Semuanya enak sih! Hehehehe…” Ia mengeluarkan lidahnya… kami memang sangat dekat.



“Eh, waktu pertama gimana sih… kata orang sakit, yang lain bilang enak!”



“Ih… rahasia dapur, nona manis… gak boleh dibilang!” Santi senyum-senyum.



"Yang pada senyum-senyum, apa baru dikasih happy tadi malam, yah?"



"Eh, suamiku baru tiba, kok. Ada ke Manado dari dua hari lalu. Hehehe…" Santi terkekeh.



"Wah, jadi dua malam dipendam dong?"



"Iya, eh maksudnya apa yang dipendam?" Kena lagi, haha.



"Yah pendam rindu dong!" Aku meledeknya lagi. "Berarti malam ini jatah tiga hari yah?"



"Ih, gadis perawan belum boleh pikir-pikir gitu!" Santi balas meledek.



"Biasanya mainnya malam ato subuh?" Aku bertanya lagi.



"Rahasia dapur nona manis!"



“Hehehe… payah dong, gak mau bagi!” Aku pura-pura merajuk.



“Sana, punya pacar cepat!” kata Santi memotivasiku. Hehehe, belum tahu dia.



Astaga, sudah jam sepuluh lewat… aku kelamaan ngomong dengan Santi. Udah rindu sih.



-----



Akhirnya aku tiba juga di kampung Nando, aku baru ingat, kubur Anita di sebelah sini…. Pasti kubur Nando juga dekat situ. Akhirnya aku menemukan kubur Nando hanya sekitar 80 meter dari kubur Anita.



“Nando, ini aku!” Baru sekarang aku kesini. Ternyata kuburnya sangat megah, ada bangunannya, maklum orang kaya.



Begitu tiba di kubur, aku mulai mengingat memoriku dengan Nando… ingat waktu kenalan dan jadian. Aku juga ingat waktu bermesraan dengannya… termasuk malam terakhir aku menyekapnya di kosku… minta diperawani tapi ia gak mau. Nando sangat baik, ia ingin aku memiliki masa depan yang bahagia.



Aku mulai menangis di makam Nando… aku curahkan semua ikatan dengannya agar aku kini bisa move on… Cukup banyak yang aku ceritakan, semua yang selama ini tidak mampu kuungkapkan.



Akhirnya aku merasa lega… hilang semua beban yang selama ini menghantuiku. Aku sudah berdamai dengan kepergiannya.



Kali ini aku mulai cerita tentang Brian. Sekalian minta restu Nando supaya aku bisa jadian dengan Brian. Aku mau cerita sedetail mungkin… kalau perlu hari ini aku disini seharian.



-----




POV Brian.



“Do you know this place? can you take me there?”



“I can take you for a fee, but now I need to rent a motorcycle for us!”



“Will this be enough?”
Aku menyerahkan uang sejuta.



“Ok, I will accompany you this whole day, and take you anywhere you want!”



“Oh, that sounds good!”



Senang juga mendapatkan guide yang lancar berbahasa Inggris, ini masalahnya kalo Bahasa Indonesiaku terbatas.



"Brurrrrr!" Aku kedinginan waktu keluar dari gedung terminal. Angin yang berhembus benar-benar dingin.



Astaga benar juga Naya, aku harus pake jaket di tempat ini. Aku minta aja Doni mengantarku membeli jaket dulu, dan ia menyanggupiku.



Setelah kami juga menyewa motor, Doni segera mengantarku ke makam Deyana. Ia sempat bingung soal aku mencari kubur orang yang dikenalnya.

Tapi aku diam aja… aku terlalu terharu bisa menemukan tempat ini.



Begitu tiba, aku langsung menangis meluk kuburnya… aku melepas rindu dengan menceritakan tentang kehidupanku. Sementara Doni hanya membayangiku dari jauh.



Eh, iya…. Aku cerita tentang Titien kepada Deyana. Sekalian minta maaf, gak sempat kenalan dengan sepupunya. Aku berjanji akan membawa Titien ke tempat ini, dan perkenalkan kepada Deyana.



Aku membuka hape… mencari foto Titien. Wah, di mana yah? Yang ada hanyalah video Titien menari sensual… gak masalah sih, hehehe… Aku kini duduk di makamnya menonton video itu sampai selesai. Sebelum aku menutup hape, muncul juga video lain, yang belum pernah ku nonton. Astaga video apa ini…



Settingnya di kamar, seorang gadis sementara tidur, kemudian tidak sadar ia sudah diikat dan ditelanjangi… yang tersisa hanyalah CD-nya.



Astaga, itu Titien… ini video Boy waktu memerkosa Titien di pantai… Aku penasaran dan menonton terus.



Titien sementara tidur, Boy mulai mengrepe badan dan toketnya… gadis itu terbangun. Boy sibuk merangsang Titien, sehingga gadis itu mendesah… tapi ia bilang tidak… Titien gak mau.



Boy terus merangsang, bahkan sampai jilmek, Titien meronta dan menolak… mulutnya terus bilang tidak. Boy terus membelai titik-titik rangsang, tapi Titien tolak walaupun tubuhnya mulai terbuai. Ia terus-terusan bilang tidak…



Kali ini Boy membuka pakaiannya, dan kontol yang besar digesek ke memek Titien. Gadis itu meronta dan memberontak… Boy gak bisa masuk karena rontaan Titien. Dan Boy pun memaksa kakinya terkangkang, sementara posisi tubuhnya berada di antara kaki Titien… Boy menguncinya supaya tidak meronta lagi, tapi Titien terus melawan walau posisinya tidak menguntungkan.



Aku melihat Boy mulai menusuk dan Titien terus menghindar dan berusaha membuka ikatannya… Tapi Boy terus memaksa! Pada saat itu pintu terbuka dan akupun masuk…



Astaga! Titien benar diperkosa… ia melawan, teriakannya jelas bilang tidak! Aku bodoh sekali sempat meragukannya. Ia gak bersalah…



Aku menuduh Titien! Kembali aku menangis minta kesempatan bertemu dengan Titien… aku harus minta maaf, aku telah menyinggung harga dirinya.



Aku kini berdiri dan membuka biolaku… aku memainkannya dengan sepenuh hati sampai laguku selesai.



Eh! Siapa itu? Ada suaraborang menangis terseduh di kubur besar sana. Aku memperhatiknnya, jangan-jangan ia butuh pertolongan. Aku melihat seorang gadis menangis memeluk sebuah kuburan lain… letaknya hanya sekitar 70 meter dari ku… ia kelihatan jatuh, aku harus menolongnya…



Aku mulai mendekat… Doni mengikutiku dari belakang, tapi ia segera bersembunyi. Mungkin ia mengenal gadis itu… Aku semakin dekat…



Astaga, itukan Titien!



Aku bingung gak percaya…. Ini beneran Titien?



Aku mendekat perlahan-lahan supaya jangan mengganggunya. Gadis sementara berbicara kepada batu nisan satunya… ia kayaknya lagi curhat, lagi sedih.



Aku sudah dibelakangnya, mencuri dengar kata-katanya. Benar sekali, itu kekasihku.



“Nando, buat aku percaya pada cinta...! hik… hik… Aku mencintai seorang cowok, ia juga pernah ditinggalkan orang yang dicintai. Tolong aku supaya menemukannya… Brian satu-satunya pria yang aku cintai. Tolong aku Nando… tolong aku menemukan cinta kembali. Dia satu-satunya alasan aku bisa move on! Aku janji akan bawa dia ke tempat ini dan kenalkan ke kamu…”



Titien masih menangis.



Melihat tangisan itu, aku gak tahan lagi. Aku segera bertelut dan memeluknya dari belakang… kedua tanganku mendekapnya erat.



Titien terkaget, tapi begitu melihatku ia hanya tersenyum…



“Romeo?”



“Iya sayang, ini aku!”



“Astaga Nando, kok cepat sekali!” Titien kaget doanya langsung dijawab. Aku sampe ketawa mendengarnya. Anak ini lucu sekali, gemes jadinya. Aku masih memeluknya makin erat…



“Titien, aku mencintaimu… maafkan aku selama ini. Aku banyak salah, malah sudah tuduh kamu macam-macam. Padahal aku yang cemburu, gak terima kalo itu terjadi padamu. Aku minta maaf yah, kau mau menerima ku kembali? Aku janji akan membahagiakanmu!” Aku menumpahkan isi hatiku.



Titien hanya tersenyum… “Jangan bilang begitu sayang, aku ngerti kok. Semua itu bukan salahmu… engkau hanya terjebak, aku juga salah gak terus terang! Kita saling terbuka yah… Aku mencintaimu!”



Kata-kata Titien membuat aku bahagia. Aku sudah temukan cinta…



“Eh tunggu, Brian duduk sini….!”



“Kenapa?” Aku bertanya, tapi Titien menyuruhku diam.



“Nando… ini Brian. Orang yang juga sangat mencintaiku. Ganteng kan? Ini pacar baru ku, dan aku juga mencintainya. Restuin kami yah?”



“Nando, aku tidak mengenalmu, tapi aku tahu kamu mencintai Titien, dan mau ia bahagia. Aku janji akan berusaha membahagiakan Titien, karena aku juga mencintainya..!” Aku juga janji ke Nando.



Kami berdiri dan berpelukan lagi.



"Eh tunggu, kamu yang main biola tadi?" Titien bertanya ketika ia melihat biolaku.



"Iya.... tadi aku main di sana!"



"Ih, bikin nangis orang. Kirain tadi mahluk halus, ini kuburan tauh!" Titien pura-pura marah tapi terus memelukku. Aku tambah gemes mendengar kata-katanya yang lucu dan sukar ditebak. Ini yang aku rindukan selama ini.



“Eh…. Tunggu, Brian ngapain ke sini? Kamu cari aku sampai di sini?” Tanya Titien.



“Hehehe…!” Aku hanya tertawa gak menjawab, biar ia kesenangan dulu.



“Wah, Romeo… aku terharu lho!”



“Aku kesini untuk ziarah ke kubur-nya Deyana… ihhhh ge-er amat?” Aku membuat gadis itu tersipu malu... sambil menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jariku. Tapi kali ini ia tidak mencubitku, malah memelukku erat.



“Huh? Deyana juga dikubur di sini?”



“Iya… kamu ikut yuk, akan ku perkenalkan!” Kami berjalan kembali ke kubur Deyana, dan aku duduk di situ.



“Eh, itu kubur sepupuku Anita…?”



“Hah? Maksudmu?” Aku kaget.



“Itu kubur dari Anita, sepupuku… anaknya Om Agus, pemilik piano. Yang dulu kuliah di Aussie” Titien menjelaskan lebih detail.



“Eh, kamu baca sendiri… itu namanya Deyana!” Aku menunjuk ke tulisan di kubur.



“Eh iya… Anita nama panggilannya sih, dari kecil. Benar Anita dan Deyana orang yang sama. Eh? Astaga? Jadi kamu pacarnya Anita waktu di Australia dulu?” Titien menatapku kaget.



“Tunggu… jadi kamu ini sepupunya pacarku? Deyana suruh aku kenalan dengan sepupunya! Eh, jadi selama ini yang Deyana mati-matian suruh aku kenalan berarti kamu dong?” Giliran aku yang kaget… Astaga dunia ini sempit yah!



Titien mengulurkan tangannya… “Kenalan, yuk… Aku Titien! Gadis sederhana asal kampung kecil. Mahasiswa di Manado dan kerja sambilan jadi tour guide!”



“Aku Romeo, seorang musisi, baru tamat kuliah. Passionku musik klasik. Eh, Brian itu nama samaranku waktu kemari.” Aku memperkenalkan diri.



“Oh?”



“Deyana… Aku sudah penuhi lho permohonanmu… aku sudah kenalan malah kini pacaran dengan sepupumu.. kamu sih gak bilang-bilang kalau ia cantik gini, eh jago bergoyang seksi di tempat tidur…” Akhirnya cubitan yang kutunggu itupun datang juga.



“Aku janji akan membahagiakannya dan tak akan lagi mengkhianatinya.”



“Eh, Romeo… kalau kita jadian, kamu sudah beresin soal Devi?” Titien tanya lagi. Ia gak mau lagi menderita.



“Titien, Devi itu penipu. Tahu gak? Ternyata selama ini bukan aku yang perawanin dia. Dan ia hanya mendekatiku untuk cari informasi buat Mr. Logan. Kok bisanya aku jatuh sama cewek model gitu!” Aku menjelaskan…



Titien terkejut.



“Jadi dia?”



“Iya, dia itu pengkhianat yang dengan actingnya membuat aku kasian padanya!” ku jengkel kalo bicara mengenai cewek itu.



Titien kini tersenyum, ia gak ada beban lagi.



"Tapi, Brian masih mau menerimaku kalo aku tidak perawan lagi?" Titien tanya lagi sambil tersenyum misterius.



“Aku tak perduli tetap cinta dan terima kamu, Titien gak salah, kok!” Jawaban ku kini sangat mantap.



“Terus soal Brenda?”



“Brenda itu teman… Aku minta maaf soal kemarin malam, aku lagi stress! Aku pikir kamu sudah meninggal” Aku teringat lagi kegilaan itu.



“Iya… aku tahu, kamu panggil terus namaku waktu dengannya! Eh, tapi vow-mu ke Brenda sudah dipenuhi kan? hehehe”



"Astaga, iya yah!”



Pelukan kami makin erat, sementara berjalan kembali ke parkiran motor sewaanku.



“Eh… sekarang giliranku bertanya! Kenapa selama ini kamu menghidariku?” Aku bertanya.



“Gak kok, aku mau membenahi hati dulu…”



Ketika kami tiba di motor, aku mencium Titien dengan mesra…



“Eh, kamu beneran cium aku kan kemarin subuh di sofa?” Titien hanya mengangguk membenarkan.



Aku menciumnya kembali… kali ini mulai panas, Aku memeluknya dari belakang, sementara tanganku mengrepe toket bulat itu. Titien hanya pasrah membiarkan tubuhnya dibelai terus.



Mendapat angin segar, tanganku kini menyusup di balik kaosnya… terus menyentuh toketnya yang masih dilindungi oleh bra tipis. Putingnya sudah menonjol di balik bra… sementara tangan Titien menyelinap di balik celana basketku dan mengeluarkan kontolku… serta menggenggamnya. Kali ini tangannya mulai nakal mengocok batangku.



“Kak Titien? Lagi ngapain?” Doni ternyata sudah dekat.



“Eh... Doni?”



“Jangan disini dong! Nanti dilihat orang…!” Doni meledek membuat kakaknya malu.



“Eh, gak kok… kita gak ngapa-ngapain…kakak hanya terlanjur senang ketemu teman!” Titien masih malu, aku hanya tertawa dengar alasannya yang gak masuk akal.



“Terus tangan kakak lagi pegang apa?” Doni lagi…



“Hehehe…!” Titien baru sadar sementara memegang kontolku. Ia langsung meremasnya kuat.



“Auhhh Sakit. Hati-hati dong, nanti gak bisa lagi ngentot kamu!” Aku berseru sambil balas meremas toketnya…



“Ahhhh… Eh, Doni, jangan bilang orang yah...Hehehe.” Titien masih malu.



“Sip rahasia kakak terjamin!”



-----




POV Titien



Aku menggandeng tangan Brian dan melangkah di sampingnya. Kali ini penuh kebahagiaan… Makasih Nando dan Anita, ternyata kalian merestui hubunganku dengan Brian… eh Romeo. Aku harus belajar memanggil Romeo, tapi tampaknya cowok itu oke-oke aja tetap dipanggil Brian.



Ia memanggil Doni kembali, sempat bisik-bisik tapi aku mendengar apa yang dia minta… intinya ia suruh Doni mencari tempat untuk menginap. Ih, cowok ini pikiran ranjang lagi…



“Doni, cari tempat yang indah dan romantis, gitu… agak sunyi, cocok untuk em el!” Brian menyuruh Doni!



“Ok boss!” Jawab anak itu.



Doni senyum-senyum mengejekku. Astaga? Brian suruh apa? Aku baru sadar…



“Kak, mau ngentotnya dekat danau atau gunung?” Doni main mata meledekku lagi.



Aku malu sekali. Romeo sih bocor mulutnya, gak cek-cek kalo dia adikku. Aku hanya terdiam malu… Doni masih senyum-senyum.



“Eh, kita pergi aja ke villa milik ortu Naya di dekat danau Moat....!” Aku langsung mengajak Brian naik motor.



Brian masih sempat lagi berbisik kepada Doni, menyuruh ia membeli sesuatu dan nanti ketemu di villa milik Naya.



Villa yang luas ini dibangun di pinggiran danau Moat, memiliki empat kamar yang besar-besar, dan halaman yang luas berpagar tinggi. Pemandangan danau yang begitu indah tersaji disana. Nando dan Naya berulang kali mengajakku, dan orang tuanya juga sempat bilang kalo aku bebas datang kapan saja aku mau. Eh, gini-gini aku sudah dianggap anak mereka sendiri.



Betul juga pikiranku, semua penjaga villa masih kenal kepadaku dan dianggap ‘orang dalam’ sehingga dengan senang menerima kami nginap. Malah kami dapat kamar milik Naya yang luas dengan teras pribadi dan pemandangan mengarah ke danau.



Tak lama kemudian kami duduk-duduk dekat danau, dan aku menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang, menghirup keharuman tubuhnya yang barusan mandi. Aku juga baru selesai mandi setelah pakaianku sempat kotor di kuburan.



“Sayang, aku gak tahan mau tunggu malam” Brian berbisik.



“Kenapa emangnya?”



“Kita akan tidur bersama… dan malam ini akan jadi malam pertama kita!”



Dasar perayu…



“Maaf, aku gak mau, sayang!” Aku berkata tegas sambil menatapnya. Ia kelabakan mendengar penolakanku, dan aku harus menahan tawaku.



“Sayang, ayolah! Apalagi yang kurang? Kamu kan bilang kalo sudah siap…” Romeo kayak kecewa… Ia sudah mengharapkan sekali, dan dari tadi aku memberikan singal-signal positif.



“Sudah ku bilang aku tak mau…” Aku berkeras lalu berdiri…



“Tapi?”



“Aku gak mau tunggu malam… kelamaan!” Akhirnya tawa ku pecah juga. Aku mengejeknya.



“Apa katamu…?” Romeo baru sadar maksudku. Ia juga berdiri…



“Hahaha… tangkap aku dulu kalo bisa…” Aku segera berlari menghindar, sementara cowok itu mengejarku.



“Awas kamu yah kalo aku dapat…!”



“Iiiihhhh, hahaha…! Bisanya hanya segitu?”



“Eh… “



“Hahaha… ampun sayang…”



“Eh, tidak ada ampun bagimu…”



“Kreeekkk!”



“Eh..? Hahaha… sayang? Ihhh… dasar… masak aku ditelanjangi disini! Ampun deh… kita ke kamar sekarang. Hahaha”



“Aaaaahhhh…”



-----



Aku masih berada di kamar mandi ketika mendengar ketukan di pintu kamar, dan bunyi pintu dibuka orang. Aku cepat-cepat keluar untuk mencegah, tapi orang itu keburu masuk. Astaga itu Doni, ihhhhh… pasti ia sudah lihat semua.



Doni kaget melihat Brian lagi telanjang bulat dengan kontol yang sudah tegang mengancung. Tangan Brian lagi terikat di bagian atas tempat tidur, sedangkan matanya tertutup kain hitam.



Sementara Doni bertanya-tanya, ia juga melihat aku keluar dari kamar mandi menggunakan lingerie yang transparan dan sangat seksi.



“Kakak, mau ngapain?”



“Astaga Doni...!” Aku mencoba menutup toket dan memekku dari santapan mata jalangnya. Ihhh, adikku ternyata mesum juga.



“Kak, ini pesanannya!” Doni menaruh satu dos besar kondom yang isinya sampe 50 buah. Astaga, Romeo! Aku jadi malu sekali.



“Kak Titien… pake dua lapis supaya aman!” Katanya sambil tertawa-tertawa keluar dari kamar. Aku gak sempat buat apa-apa…



“Astaga kamu suruh Doni beli kondom?” Aku bertanya kepada Brian.



“Iya… kenapa emangnya?”



“Huhhh…!” Aku mencubit cowok itu, masak sih dia gak ngerti juga. “Doni itu adik kandungku, nanti ia lapor ortu…”



“Huh? Adikmu? Kenapa gak bilang-bilang? Hehehe” Brian hanya tertawa.



Terpaksa aku cepat memakai handuk lalu keluar sebentar dan mengejar Doni. Aku menyuruhnya pergi belanja dan pulang rumah, sambil bilang mama papa aku nginap di sini sama teman-teman. Besok aku bawa mereka ke rumah.



“Doni… awas, jangan bilang papa mama yah! Nanti kakak kenalin sama Brenda!” Aku ingat Doni suka diperkenalkan dengan teman-temanku.



“Siapa itu, Brenda?”



“Cewek bule, cantik sekali... lebih cantik dari model bugil yang buat kamu onani tiap malam!” Aku meledeknya.



“Bisa dientot, kak?”



“Tergantung kontolmu, cewek itu rada selektif, cuma suka yang besar gitu!” Aku membuat ia penasaran.



“Eh, pandang enteng sama senjataku...” Doni terpancing juga.



“Hahaha” Aku langsung berbalik menuju kamar.



“Eh kak, aku mau tanya?”



“Apa?”



“Kontol cowok itu besar sekali, yakin bisa masuk?”



“iiihhhhh! Nakal!” Aku mengunci pintu kamar sambil menjulurkan lidah kepada adikku…



-----



Bersambung
mantap suhu,, semoga lancarrr
 
Episode 35 Kau tercipta hanya untukku





Brenda



Gina



Noula



Kesha



Amanda

POV Brenda


Karena keberhasilan dalam menjalankan tugas, maka semua pasukan mariner mengajakku untuk party di night club. Kami booking private room seperti biasa, tapi masih mereka cari mangsa dulu baru bawah ke atas. Eh, ini kayaknya yang aku datangi bersama Boy, Brian dan Shaun.

Ada 6 agen yang ikut, yang lain gak mau. Aku terpaksa ikut karena kalah taruhan dengan mereka. Oke lah, ini kali pertama aku mengikuti perayaan mereka, jadi penasaran juga setelah sekian lama jaim. Kali ini, aku berhutang kepada mereka. misi ini ada agenda pribadi, Romeo itu temanku jadi dapat penanganan ekstra.

Tak lama kemudian keenam mariner itu kelihatan memboyong 4 cewek lokal keatas. Setelah melihat penampilan gadis-gadis itu, aku mulai berpikir. Kayaknya aku dijebak… ini ujung-ujungnya seks parti. Aku penasaran juga, selama ini aku jaim ke mereka gak pernah mau ikut pesta kayak ini.

Satu jam kemudian kami sudah di ruangan itu asik minum... Astaga? Aku baru sadar ceweknya yg diajak ternyata Gina dan Noula. Wah, dua gadis ini sudah tahu kartuku. Untuk mereka tidak memperhatikanku tadi.

Setelah cukup banyak minum, Gina dan Noula disuruh strip di panggung. Mereka mulai bergoyang mengikuti musik dengan tarian mesum. Gina dan Noula saling membuka baju lawan mereka. Dan setelah lima menit, terpampanglah dua tubuh telanjang yang bikin mata mariner sampe melongo.

Gina dan Noula mencari teman dan menarik keatas 2 cewek lainnya, Kesha dan Amanda. Kesha adalah sahabat Gina yang adalah mantan anggota geng Kobe, jadi sudah biasa stripping, sedangkan Amanda masih sangat muda. Kayaknya anak SMA yang malu-malu tapi mau juga strip setelah diledek dan ditantang oleh tiga temannya. Untung mereka tidak melihatku.

Tak lama kemudian empat cewek itu mulai ditarik satu-satu oleh para mariner, yang langsung menyerang memek mereka. Jilatan demi jilatan membelai keempat memek lokal itu membuat suara desahan gadis-gadis itu semakin kuat.

Astaga, mereka lagi taruhan memek siapa yang duluan keluar. Dasar mariner! Akhirnya satu per satu mulai kelojotan dan orgasme, dimulai dari Noula, baru Kesha, kemudian Amanda dan terakhir Gina. Aku sampe merinding melihat memek-memek itu jadi basah… malah ada yang squirt.

Kembali satu sloki Chivas ku lahap habis sambil memandang mereka. Astaga, kenapa ada pil yang ku telan? Pil apa itu? Jangan-jangan...

Tubuhku mulai terasa ringan, dan tiap sentuhan membuat aku sangat terangsang... Sementara para mariner hanya tertawa melihat perubahan mimik wajahku. Tiba-tiba Gina dan Kesha minta ijin sejenak keluar bersama dua orang agen. Ketika mereka masuk, masing-masing membawa sebuah kursi. Astaga! Itu kursi inisiasi genk Kobe.

Tubuhku makin ringan dan bergairah. Dan aku gak bisa menolak ketika anak buahku mulai preteli bajuku sampai bugil. Kini mereka mengangkatku duduk di kursi tersebut. Astaga kayaknya ini sudah direncanakan. Apa akal? Aku dijebak anak buahku... aku hanya bisa pasrah... eh juga penasaran bagaimana rasanya.

Aku hanya bisa menatap dengan merinding melihat kontol-kontol yang besar siap mengerjaiku. Amanda juga duduk dikursi satunya... kayaknya ia belum mengerti bahaya didepannya. Sementara keenam anak buahku sudah mulai mengocok enam kontol yang besar-besar. Ih… ngeri.

Amanda duluan dikerjain. Memeknya yang sudah basah dengan jilatan kini mulai disidik dari bawah. Gadis itu mulai mendesah kuat.. tubuhnya langsung melayang ketika kontol yang menusuknya memasuki RPM maksimal... gak sampe 5 menit ia sudah keluar!

"Agggghhhhhhhhh" Suara Amanda menjerit nikmat membuat mariner lainnya makin bersemangat. Dan aku pun sudah terbakar dengan gairah.

Agen J mulai melumat memekku hingga basah kuyup. Sementara agen-agen lainnya mulai siap-siap dibawah tubuhku. Dan aku hanya bisa menutup mata ketika sebuah kontol gemuk membelah liang kenikmatanku.

“Ahhhhhhhhh!”

-----


Titien


Brian

POV Titien

Kembali ke kamar aku makin deg-degan, melihat Brian lagi tidur telanjang bulat dengan kontol yang sudah tegang mengancung. Tangan Brian lagi terikat di bagian atas tempat tidur, dan matanya ditutup.

Aku sengaja buat itu sebagai syarat utama, dan Brian mengerti. Ia tahu ini kali pertama bagiku, jadi ia ijinkan aku buat sesukaku… tentunya dengan permintaan, besok balas dendam… aku akan ijinkan dia buat apa saja yang ia mau dengan tubuhku.

‘Ah, besok masih lama… gampang, nanti aku bujuk! Hihihi…’

“Udah siap sayang?”

“Kamu gak lihat udah kayak gini dari tadi…”

‘Kalo gitu aku gak lama yah?”

“Heh?”

“Aku mau ke pasar dulu, belanja perlengkapan…” Aku pura-pura berangkat.

“Astaga…!”

“Hahahaha… aku tidak akan meninggalkanmu sayang…” Aku berbisik.

Aku naik keatas tubuh cowok itu dan mulai memeluk dan menciumkan, serta menggesek-gesekkan toketku di dadanya… Brian sudah sangat terangsang.

“Sayang, pakein dong kondomnya!” Ujar Brian.

“Gak mau, ah!” Aku meledeknya lagi…

“Ayo dong sayang…!” Brian merayu lagi.

“Aku mau rasa kamu nyiram di rahim… aku gak masa subur kok” Aku berbisik lagi kepadanya, kali ini pake desahan. Aku membuka penutup matanya, supaya dia bisa melihat tubuhku yang hanya berbalutkan lingerie yang transparan.

“Kamu yakin?" Brian rasanya gak percaya, ia sampe berbinar-binar matanya.

“Iya dong!” Aku menatapnya dengan pandangan binal.

“Wah rugi dong aku sudah beli banyak-banyak. Hehehe…!”

Tak lama kemudian cowok itu langsung mengap-mengap ketika tanganku mulai bermain-main di kontol dewa itu. Dan kemudian serangan oralku membuat Brian mendesah kuat.

“Aaawwwuuuuu!” Cowok itu melolong keenakan, kayak serigala aja.

Dan ketika aku memainkan jurus deeptroathku ia gak tahan lagi.

"Eh, jangan di keluarin! Aduhhhh..."

Aku hanya tersenyum melihat efek kulumanku.

“Gimana enak?”

“Hampir aja… kamu makin jago sayang! Ayo dong, aku gak tahan lagi…”

“Sabar yah, kamu belum pernah merasakan pijatan toketku kan?” Aku main mata sambil bergaya binal dihadapannya.

Brian diam aja, menanti kenakalanku…

“Aaahhhhhh…!” Geli juga menempelkan dan memijit tubuhnya dengan kedua toketku. Brian terengah-engah menahan rangsangan. ‘Apa ia tahu kalo aku juga hampir gak tahan?’

Setelah mempermainkan tubuh telanjang Brian dengan toketku, aku merasa memekku juga sudah mulai mengeluarkan cairan. Kayaknya sudah saatnya… aku membuka kakiku dan menyodorkan memek kebanggaanku ke mulutnya untuk dijilat sampai basah benar. Untung Romeo mengerti dan langsung menggunakan lidahnya bermain-main di atas belahan memekku.

“Eh, sayang? mana jembutmu?” Ia bertanya kaget kayak baru sadar.

“Hehehe… sayang gak mau seperti ini?”

“Mau sekali… wah, sudah persiapan yah!” Brian masih meledekku.

“Shut up, babe!” aku mencubitnya lagi. Kali ini lidahnya menjelajah sampai ke pangkal paha, dan kemudian menyerang memekku dengan permainan lidahnya. Aku langsung mendesah ketika ujungnya menyentuh klitorisku… ahhhh

Kali ini aku yang tidak mau keterusan. Setelah ku rasa cukup banyak pelumas yang meluber di vagina, aku langsung menariknya kembali. Memekku mengesek kulitnya ketika aku perlahan-lahan merayap turun ke bawah … kali ini memekku tersangkut ke kontolnya yang sudah tegang… aku menatapnya dengan mata binal, dan Brian balas tersenyum.

Aku kembali mencium kontol dewa itu dan membasahi ujungnya dengan air ludah… Cowok itu jadi keenakan…

“Gimana? Udah siap?” Aku bertanya

“Iya… udah!” Brian menjawab tegang.

“Hush kok kamu jadi tegang gitu… santai aja… cukup kontolmu aja yang tegang….!” Aku meledeknya lagi…

“Sayang, ayo dong! Aku gak kuat lagi…” Kata Brian… aku tertawa. Untung tangannya ku ikat, dan sengaja aku buat lama-lama. Pasti sudah nafsu banget.

Kali ini aku berjongkok dengan memek di atas kontolnya dan mengarahkannya ke liang senggamaku… posisi cowgirl. Aku menggoyang-goyang pinggulku supaya palkonnya pas, tetapi ketika menurunkan tubuhku, kontolnya tergenjet kedepan gak mau ma

Aku kembali naik lagi… dan menurunkan pinggulku… kali ini posisinya sudah tepat. Ujung kontol itu menyentuh muara vaginaku… namun saking sempitnya, kontol itu terus tergencet kedepan. Ihhhh, bikin geli aja.

“Sayang, kalo satu kali lagi gak masuk, apes deh kamu….” Aku meledeknya… dan kali ini aku mengesek-gesek dulu kontolnya.

“Tien, pegang dong kontolku!” Brian memberi instruksi.

Kembali pinggulku naik dan mulai turun perlahan-lahan. Kali ini aku memegang kontolnya supaya tidak tergencet. Kini aku semakin turun… kepala kontol itu sudah masuk ke memekku… ih, rasanya enak…aku merenggangkan otot vaginaku membuka akses selebar-lebarnya, dan terus menurunkan pinggulku.

Aku merasa kepala kontol itu mulai menyibak masuk ke celah memek… aku memegang terus kontol itu dan merasa tusukannya sudah di jalur. Kontolnya terus masuk senti demi senti, dan berhenti tepat ketika membentur sebuah selaput tipis yang elastis… aku tahu tak lama lagi aku akan melepaskan kegadisanku. Aku memandang ke wajah cowok itu dan Brian menatapku mesra.

"I love you..." aku berbisik.

I love you, too” Brian membalas berbisik penuh nafsu.

Aku menutup mataku mengantisipasi rasa sakit, dan dengan sekuat tenaga menghujamkan pinggulku kebawah…

“Ahhhhhhh…” terasa ada sebuah selaput yang robek ditembusi kontol dewa ini. Aku menahan rasa perih sambil menggigit jariku. Kontol itu terus masuk menyentuh bagian dalam memekku, sebelum diangkat lagi. Aku kembali menghujamkan tubuhku agar kontolnya bisa sampai mentok sampai ke pangkal.

“Ahhhhhh….” Tusukan kali ini menghentar kontol Brian menyentuh lembut dinding rahimku… terasa sensitif sekali. Memekku masih terasa ngilu dan dinding-dinding memekku merasa tergencet… aku merasa memekku sangat penuh, dan otot-otot vaginaku masih membuka. Agak perih sih... kontolnya besar.

Aku kesakitan.

Aku membuka mataku dan menatap cowok itu… ia masih menatapku dengan cinta. Kali ini aku merebahkan tubuhku keatas tubuhnya minta dipeluk. Wajah kami kembali bertemu dalam suatu ciuman… Aku membuka ikatan tangannya, dan membiarkan kini tangannya melingkar memelukku.

“Sayang… ternyata kamu masih perawan… ih, memek mu sempit sekali!” Brian berkata disela-sela ciumannya. Kontolnya terus mengoyang dengan perlahan-lahan.

“Satu menit yang lalu iya, tapi sekarang tidak perawan lagi, kok!” Aku mengoreksinya sambil mencoba tersenyum. Aku bangga bisa memberikan kegadisanku kepada

“OMG! Indah sekali Titien sayang, kamu memang gadis yang istimewa…” Brian gombal lagi, tapi aku terus tersenyum.

Kali ini Brian berguling membalikkan badanku, sehingga kini aku yang ditindih terlentang di tempat tidur. Brian mencabut kontolnya pelan-pelan. Ketika kontolnya keluar aku merasa lega…

Brian memperlihatkan kepadaku di ujung kontolnya ada darah… dan darah yang sama juga menetes dari memekku… cowok itu mengambil tissue basah dan membersihkan vaginaku dengan lembut. Aku hanya menatapnya sendu

“Sayang… I love you…! Sayang gak nyesalkan sudah ku perawani!” Kata Brian.

“Aku gak akan nyesal asal Brian gak akan tinggalkan aku…!” Kataku kembali.

“Tadinya aku pikir waktu di kora-kora, Boy kamu sudah sempat… eh!” Brian tersenyum kepadaku.

“Gak dong, aku melawan. Aku memberontak demi kamu…!” Aku masih menatapnya tersenyum.

“Aku bilang begitu karena aku melihat ada darah di suprei dan memekmu waktu itu…!” Brian masih bertanya-tanya.

“Hehehe... ternyata kamu perhatikan!” Aku malu.

“Jadi?” Ih… penasaran banget.

“Eh… ceritanya gini, waktu itu aku lagi haid… terus Boy kayaknya membuka CD-ku cepat-cepat tanpa perhatikan kalo aku pake pembalut, hehehe” Aku malu-malu mengaku.

“Jadi Boy jilmek darah haidmu?” Brian tertawa, dan aku hanya menangguk membenarkan.

“Mungkin karena jembut tebalmu jadi ia gak lihat apa-apa!” Brian meledekku.

“Iiiiihhhhhh” Aku amerajuk.

“Sudah ah…” Ia memeluk ku, aku ikut tertawa.

“Kamu kok gak bilang-bilang kalo lagi haid…” Brian masih tertawa kecil.

“Eh rahasia perempuan, dong!” Aku nyengir juga.

“Sejak kapan?” Ih, tanya lagi. Tapi aku tahu hari ini gak boleh lagi ada rahasia antara kita.

“Ingat malam kita taruhan, aku mulai merasa akan haid. Eh betul besok harinya langsung palang merah! Tapi ini sekarang sudah bersih kok. Sudah bisa...” Aku menjelaskan.

“Eh tunggu, jadi selama ini kamu menghindariku, cari-cari alasan gak mau ngentot karena lagi haid?” Brian menebaknya….

Aku tertaws malu- malu.

“Dasar, gadis nakal. Jadi sebenarnya kamu gak beneran putusin aku, tapi pura-pura karena masih haid, kan?

“Udah dong sayang, itukan masa lalu…!” Aku memeluknya dan menciumnya lagi.
“Ihhh, kenapa aku bodoh sekali?” Brian menyalahkan diri.

“Yang penting Brian sudah percaya kan sekarang?” Aku menatapnya.

“Dalam hatiku, aku tidak pernah meragukan kamu!” Brian balas menatapku mesra.

“Sudah yah sayang, aku mau mandi dulu!” Aku pura-pura beranjak. Tubuhku segera di tahan Brian.

“Eits… tidak boleh… Titien harus memuaskan aku dulu!”

Aku hanya tertawa pasrah ketika cowok itu mulai merangsangku kembali dan memasukan lagi kontolnya. Kali ini sudah merasa enakan, tinggal ngilu dikit… Aku menutup mata ketika kontolnya kembali menyentuh bagian-bagian terdalam memekku yang belum pernah berkenalan dengan benda asing. Aku mulai merasa geli dan nikmat.

Brian mulai memompa, awalnya pelan-pelan tapi lama-lama semakin cepat. Aku mulai merasa enak. Ternyata bercinta itu enak sekali.

-----




POV Brian


Menggagahi gadis yang masih perawan adalah pengalaman yang tidak dapat dilupakan dalam dunia perlendiran. Dan kembali aku merasakan kebenarannya. Kali ini aku harus membuat gadis itu orgasme... karena biasanya persetubuhan yang pertama akan menentukan kelanjutannya.

Titien masih menahan sakit… wajahnya masih agak tegang dengan dahi dan dikerenyitkan. Gadis ini, Ihhhh… udah ekspresi nahan sakit tetap saja sangat cantik. Tapi ia terus pasrah menahan gempuran kontolku yang kini sudah keluar masuk dengan bebas sampai mentok. Gadis itu membalas dengan cengkraman otot memeknya yang kuat menjepit dan menyedot. Ternyata bukan hanya toketnya yang mantap, memeknya juga jempolan.

Titien masih terlentang dengan kaki yang terkangkang lebar. Kontolku kini mengambil alih, terus memompa masuk dan tertanam di dalam liang senggama gadis itu. Kali ini ia mulai mendesah… ia sudah merasa nikmat walaupun masih agak ngilu.

Setelah dipompa selama 15 menit, Titien mulai menunjukkan reaksi yag positif. Kalau tadi ia hanya pasrah menerima tusukan, kali ini pinggulnya segera belajar menggoyang sesuai arahanku. Gerakan pinggulnya menyebabkan jepitannya semakin terasa membetot dengan otot-otot vagina mampu mencengkram kuat kontol ku. Gadis ini punya bakat…

Aku terus menusuk keluar masuk dari lorong senggama yang sangat sempit milik Titien. Dari tadi aku sudah mengganti gaya tiga kali walaupun posisi masih tetap. Pertama kaki kanannya yang aku angkat tinggi, terus kedua kakinya ditaruh di bahuku. Kali ini kedua kakinya sudah menjepit pingangku. Aku terus mengedor dengan tusukan yang bervariasi dan dengan RPM yang semakin cepat. Aku memaksa menguras stamina memberikan kesempatan kepada gadis itu untuk keluar duluan. Padahal nafsuku sudah diubun-ubun. Memek ini benar-benar nikmat... gak ada bandingannya.

Eh kayaknya ia sudah mau sampai... kuat juga lho, padahal baru pertama. Memang sih dia rutin jogging juga senam, sehingga mempunyai stamina untuk mengimbangiku.

Desahannya tambah kuat dan cengkramannya tambah ketat. Gadis itu tak sadar sudah meronta dengan kakinya yang menendang-nendang. Ihhh lucu juga. Tangannya kini memeluk tubuhku kuat-kuat tapi kemudian meramas dan mencakar punggungku menahan geli. Tubuhnya bergetar, dan kini memeknya ikut berkedut, sehingga cengkramannya membuat kontolku disedot.

"Oh ahhhh aduhhh... aaaarrrrgggggggghhhhh!!!" Titien nyampe juga.

Dashyat sekali kayaknya orgasme dalam pertamanya. Aku menatapnya tersenyum... misiku berhasil.

Tubuh gadis itu sempat mengerang dan menghentak. Terasa sekali memeknya berkontraksi. Seiring desahannya, ia mengejan dan menghamburkan cairan kenikmatan yang kembali melumuri helm bajaku disertai dengan jeritan nikmat. Tubuh yang seksi itu mengejang kuat dibawah tindihanku, bahkan hampir mengangkat tubuhku keatas.

Tapi aku belum puas dan ingin melihat sampai di mana ia sanggup bertahan. Aku tak memberi ia waktu istirahat, segera menarik Titien menyamping, dan kontolku masuk dari belakang. Posisi ini memungkinkan aku menusuk dalam dan cepat. Titien sudah pasrah dari tadi membiarkan kontolku terus memompa.

Bunyi keciprat kini mengiringi setiap genjotanku, liangnya masih banjir dengan pejuhku. Memeknya masih terus berdenyut lemah tapi kini sudah pasrah menerima perlakuanku. Titien agaknya sudah lunglai mau cepat istirahat, pinggulnya meliuk-liuk mencoba menghindarkan memeknya yang pasti sudah kegelian. Pantatnya sampai terangkat tinggi mau menghindar tetapi terus ku kejar dengan tusukanku… rasain!

Akhirnya bangkit lagi gairahnya dan menunjukkan tanda-tanda akan klimaks lagi. Mungkin tidak seheboh yang pertama. Kembali aku merasakan denyutan bagian dalam memek yang rasanya memijat kontolku.

“Aaaarrrrrggggggghhhhhh…” Orgasmenya panjang sekali.

Matanya tertutup membayangkan kenikmatan dan kepasrahan… gadis itu merem-merem kenikmatan dengan tubuh kembali berkelojotan.

“Sayang… aku juga mau keluar!” kata ku sambil mengerang kenikmatan. Aku merasa tak mampu lagi lebih lama membendung, aliran di biji zakarku.

"Cepet... aku udah cape!" Titien pasti komplain, bagi pemula bercinta selama satu jam itu melelahkan.

“Huhhh…huh…!” Aku mengerang, udah dekat sekali.

“Sayang… ahhh….semprot di dalam… ahhh, aku mau….” Titien menatapku dengan mata yang penuh cinta.

Aku tidak tahan lagi… ku masukkan kontolku sedalam-dalamnya dan membiarkan empotan memeknya memijit kontolku… sungguh nikmat, aku sampe melayang. Ini orgasme terdashyatku...

“Aaarrrrgggggghhh” Aku berteriak keenakan.

Kontolku berkedut dan menyemprot kuat menyiram rahim yang baru sekarang menerima tamu. Lebih dari enam semprotan telah dilontarkan sampai aku harus mengejan memaksa keluar sisa-sisa cairan. Kantung spermaku rasanya diremas kuat …. Sungguh kenikmatan tinggat tinggi….

Indah sekali… aku memejamkan mataku… astaga, ini seperti di surga. Sesaat setelah menyembur aku menatap wajah Titien yang juga menatapku mesra.

Kali ini ada perubahan di wajahnya, Titien seakan membuang muka, seperti menahan sesuatu… aku kembali menarik wajahnya, memaksanya menatapku… Mata ku penuh pertanyaan seakan ada sesuatu yang kurang… apa, yah? Titien menatapku sambil melepaskan tawa yang tertahan.

“Tuuuuutt Tuuuuuuut Tuuuuuuuut!”

Aku kini tertawa mendengar kentutnya yang khas, tanpa perlu kata-kata ia sudah mengerti dan menyembunyikan wajahku di dadanya seperti biasa. Dan kini aku memeluk tubuhnya sambil tidur... indah sekali... pengalaman yang sampe terbawa mimpi.

-----

Aku terbangun pada waktu tengah malam, eh salah baru jam 9 malam sih. Aku dan Titien sempat tertidur lebih 4 jam. Titien juga membuka matanya setelah merasakan pergerakan di tubuhku. Aku bangun dan mengambil minum serta memberi satu botol aqua kepada cewekku.

Ia segera mandi, dan mengganti baju tidur yang juga cukup seksi. Ternyata ada banyak pakaian miliknya di villa ini. Aku juga mandi, dan hanya mengenakan boxer.

Titien mengambil makanan dan membawa ke kamar, di mana kami makan berdua. Kami menikmati kebersamaan…

Setelah itu kami duduk-duduk di teras melihat danau pada waktu malam. Tentu saja kami mengenakan kimono yang tebal yang dapat menahan udara dingin. Gak cukup hanya kimono, Titien mengambil selimut dari kamar. Dan di atas sofa itu, kami berdua masih tidur-tiduran dan bermesraan setelah menikmati indahnya persetubuhan dengan pacarku. Kali ini aku merasakan romantisnya em el… karena melakukannya dengan orang yang aku cintai. Penuh dengan romansa cinta.

“Sayang, ada apa sih hingga geng Kobe dendam kepadamu?” Aku bertanya, suka mendengar ia cerita pengalaman.

Titien pun menceritakan apa yang terjadi, yang ternyata juga menyangkut Edo. Ia menceritakan keberhasilannya menutup geng itu di kampus beberapa bulan lalu, dan menyebabkan ia di cari-cari untuk balas dendam. Untung ia bisa lolos…

Setelah itu, gantian aku menceritakan kepadanya tentang geng Kobe yang aku lihat, dan bagaimana kami menangkap mereka hingga masuk penjara. Akhirnya aku juga menceritakan tentang kematian Della karena membelaku.

“Menurut kamu, kenapa Della mau menolongku? Bahkan rela mati demi aku?” Tanyaku.

“Apa Della juga mencintaiku?” Aku masih belum mengerti.

“Ihh geer… Della menyayangiku, dan ia tahu aku akan bersedih kalo jadi apa-apa dengan kamu. Jadi ia buat itu…” Jawab Titien sambil menatapku tersenyum.

Aku masih gak ngerti.

“Gini sayang, Della tahu kalo nama-nya sudah tercemar, perbuatannya itu akan membuat masa depannya hilang. Ia juga gak yakin kalo Edo masih akan menerimanya setelah udah dipake cowok-cowok. Dia juga akan dianggap aib bagi keluarga, jadi Della memilih untuk mengorbankan dirinya, sekaligus menyelamatkan kamu. Dengan demikian ia akan terus dianggap pahlawan. Tak akan ada orang yang membicarakan aibnya, mereka tahu kalo ia melakukannya karena terpaksa”

Kata-kata Titien sangat dalam, dan aku pun merasakan kebenarannya.

“Kalo kamu siap berkorban demi aku?” Aku bertanya penasaran.

“Menurutmu aku pergi menyusul kamu ke rumah kos itu, untuk apa?” Titien balas bertanya.

Benar juga…

“Kamu tahu gak, Brenda sempat bilang kalo aku gak boleh ketangkap. Karena kalo aku ketangkap, kamu pasti akan menyerahkan diri untuku… Jadi aku sudah siap mati… kalau aku ketangkap, aku lebih baik bunuh diri daripada membiarkan kamu jadi apa-apa!” Titien berkata pelan.

“Sayang…!” Aku terharu, cintanya padaku sangat besar. Titien hanya menatapku dengan tersenyum.

Titien meminta aku masuk kamar lagi, udah malam sih. Kembali di atas tempat tidur kami saling berpelukan sambil menikmati kebersamaan kami.

Aku menceritakan kepada Titien soal video yang dikasih Brenda.

“Kamu hebat sayang, terus meronta gak mau diperkosa... padahal sudah dirangsang habis-habisan! Aku bangga banget!”

“Maafkan aku, aku marah karena mengira Boy sudah memerawanimu... eh, aku juga terpengaruh orang yang bilang kamu malah gak diperkosa, tapi asik ngentot kamudian baru sadar ingat aku!” Aku bicara terus terang dan mengakui kesalahanku.

“Eh gak kok!” Kata Titien, “kan sudah dibuktikan. Kalo aku sudah gak perawan lagi, mungkin aku akan mengurung diri dan meratapi nasibku selama sebulan. Mana mungkin aku bisa secepat itu bicara sama kamu lagi..."

Aku makin mengerti kedalaman hati seorang wanita.

“Iya, sayang. Aku lihat sendiri di video ini terus melawan! Kamu kuat sekali...”

"Awalnya aku sempat merayu dia, kamu tahukan... pura-pura mengocok kontolnya, tapi akan meremasnya sampai ia kesakitan. Tapi ia mengikat tanganku kuat-kuat... ia sudah tahu." Jelas Titien.

"Aku mengerti, itu kan cara kamu bisa lolos dari geng Kobe? Kamu hebat sekali... tapi mungkin juga Boy sudah belajar dari situ."

“Aku harus berterima kasih, Brian datang menyelamatkanku… padahal ada cewek lain lagi stripping, lho!” Titien tertawa.

Aku menciumnya lagi… Titien memandangku, kali ini matanya berbinar nakal. Apa lagi ini...

"Kamu gak cemburu sama Boy kan?" Aku menggeleng... Tapi aku rasa gadis itu pasti udah tahu kalo aku sempat cemburu berat kepada si bangsat itu.

“Eh, ternyata Boy jago loh jilmek! aku sampe hampir gak tahan loh. Lidahnya mantap sekali lho, bisa korek-korek sampai dalam... huh geli sekali” Titien meledek ku dengan nakalnya.

“Apa kamu bilang?”

“Hehehe…”

“Kamu belum rasa permainan jilmek ku?”

“Sudah sih... tapi.... kayaknya masih kalah!” Titien meledekku lagi dengan pandangan binal dan menantang.

Eh...., kayaknya Titien sudah tahu titik lemah ku, gak ada yang boleh saingi. Aku langsung membalasnya dengan membelai memeknya…

"Apa katamu?" Dua jariku mulai bermain diatas liang nikmatnya menggoda gadis nakal itu.

“Eh sayang, ngapain?”

"Coba bilang lagi jilmek siapa lebih enak?" Kedua jariku semakin bermain tapi gadis itu masih jahil aja.

"Ehmm, siapa yah?" Ia menatapku nakal.

Jariku makin masuk mengorek-ngorek dinding memek nya, tapi ia tidak berkedip.

"Kayaknya Boy tuh! Hehe... Ahhhh!" Gadis itu nakal sekali... berani- beraninya menantangku.

Ini keterlaluan! Aku langsung bangun dan mengangkangkan pahanya kembali. Kembali mulutku bermain diatas memek itu mengeluarkan jurus-jurus terbaikku… dua jariku turut membantu menusuk memeknya, sedangkan lidahku bergerak dengan cepat dan nakal.

Gadis itu mudah mengerang menahan geli…

“Ahhhh…. Ehhhh …. Aduhhh… arrrgggghhhhhhh!” Titien kini merintih .. tubuhnya sampe gemetaran menahan nafsu.

“Aduh ampun nyerah...” Gadis itu sudah hampir orgasme, ketika aku menghentikan serangan. Nafasnya sudah terengah-engah.

“Siapa lebih hebat?” Aku bertanya.

“Kayaknya sama deh, mungkin Boy menang, tapi cuma dikit..!” Titien masih meledek, tapi memeknya semakin dekat disodor ke mulutku.

“Kalo gitu minta aja sama Boy!” Aku pura-pura merajuk dan menjauh. Titien menahan kepalaku...

“Eh, sayang, ayo dong!” Titien meminta. Aku hanya menatapnya cuek. Titien sampai mengangkat pinggulnya mengejar mulutku. Memeknya sudah didepan mata.

"Ok, aku nyerah ... iya, kamu menang!"

Aku jadi gak tega memandang ia yang sudah sangat gelisah karena nafsu, dan kembali menggempur memeknya dengan jilmek dan dua jariku.

“Apa? Ini rasa baik-baik...” Aku kembali mengoralnya.

“Ampun iya...!” Titien langsung terhentak-hentak… pinggulnya kelojotan. Ia kembali orgasme sambil mengejang kuat. Phew! Cepat sekali... pangkal lenganku di remas kuat-kuat.

“Aggghhhh.... Tuuuttt” Kembali kentut khasnya keluar setelah orgasme. Gadis itu masih sibuk mengatur nafasnya yang memburu.

Aku memberinya waktu istirahat.

“Gimana? Siapa lebih hebat?” Aku bertanya sambil tertawa. Titien menyerah dan menciumku. “Hehehehe... Kamu kok!”

“Eh, kontol Boy hangat lho, terus keras lagi!” Astaga, masih ngejek lagi.

“Huh?” Aku kaget, belum kapok?

“Waktu digesek geli sekali lho... ihhhh!” Titien pura-pura menghayal…

“Ehhh... ketahuan mau ledek orang. Dengar baik-baik... kontol yang kamu bilang-bilang itu tak mampu memerawani memek mu! Gak sama kontol ini buat kamu bolong.” Aku mengejeknya balik.

“Iya yah.. hehehe…” Titien hanya tertawa kalah lalu memegang kontolku.

"Sayang!"

"Kenapa? Mau?" Kaget juga sih... Tumben ia yang minta. Apa orgasme tadi belum cukup?

"Emangnya masih mampu? Tuh udah loyo..." Titiem mengejekku lagi. Benar-benar nakal.

“Sekarang Titien harus tanggung jawab, kontol ini akan buat kamu tahu apa itu squirt!”

Gadis itu masih tertawa ketika tiba-tiba kontolku langsung mendekat dan mengesek belahan nikmat itu. Titien masih tercekat ketika aku mengesek memek yang masih basah dengan cairan orgasmenya. Dan gadis itu tetap menatapku dengan binal ketika kontolku menyodok langsung ke dinding dalam memeknya dengan cepat.

"Ahhhh aduh.... eh ampun! Romeo, pelan-pelan dong!" Gadis itu mendesah sambil pinggulnya mengikuti irama goyanganku.

------



POV Titien

“Selamat pagi sayang!” Brian mengecupku ketika kami bangun pagi hari. Aku merasa segar… sangat segar, padahal tadi malam cape sekali. Pasti wajahku bercahaya, cowok itu menatapku sampai terpesona.

Brian mengambil hape dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Ia menyuruhku memandang ke hape. Aku belum sadar ia mau buat apa. Aku kaget Brian sudah selesai ambil foto. Selfie pertamaku dengannya…

“Aku mau seluruh dunia tahu ini gadisku!” Brian menatapku tersenyum.

“Mau dipublish? Astaga Brian! Aku belum bercermin, pasti rambutku urakan. Mana belum make-up lagi, ihhhh... hapus dong fotonya!” Aku baru sadar apa yang ia lakukan.

“Sayang, justru kamu sangat cantik pagi ini. Dari tadi aku sudah menunggu kamu bangun untuk selfie. Eh betul loh kata orang, gadis yang dipuaskan malamnya pasti paginya waktu bangun kelihatan cantik sekali… kamu kayak bercahaya lho… ada aura tersendiri!” Brian memuji penampilanku. Eh, kalo cowok itu sampe terpesona aku gak perduli lagi apa kata dunia… hehehe.

Tak lama kemudian Brian langsung update status di tweeter, dan upload foto kami. Astaga aku baru sadar, aku masih telanjang… terus fotonya masih latar di tempat tidur! Ihhhhh…

-----

Setelah sarapan pagi aku jalan-jalan dengan Brian ke keliling villa yang indah itu. Ia merasa kagum dengan keindahan Danau Moat yang terletak diatas pegunungan yang tinggi. Pagi-pagi dingin sekali, tapi aku dan Brian sudah dipanaskan dengan cinta…

Aku ingat kejadian ketika ia pura-pura pingsan karena kedinginan di Sumaro Endo, dan membuat aku mengocok kontolnya. Kami tertawa-tawa mengingat hal itu.

“Sayang, masuk kamar lagi dong! Aku sudah dingin!” Brian bermohon sambil pura-pura kedinginan. Ah, itu hanya akal-akalnya saja. Pasti ada maunya.

Aku memeluknya sambil meledek, “Nih, aku panasin!”

“Ayo dong, ada sesuatu yang ku ingin tunjukan padamu!” Ih alasan lagi.

“Tunjukan aja di sini!” Aku mengejeknya lagi.

“Eh, ayo dong ke kamar, aku mau ke toilet!”

“Kok ke toilet ngajak-ngajak!” Aku hanya tersenyum.

Cowok itu diam lagi. Padahal bilang mau ke toilet. Pasti cari ide lain untuk mengajarku ngamar. Kalo mau ngentot bilang aja, gak usah pake alasan-alasan.

“Sayang?” Ia menatapku sambil tertawa.

“Kenapa?” Aku juga balas tertawa.

Brian pura-pura mendekatkan wajahnya… dan ketika aku menutup mata, toketku yang diremas kuat.

“Auhhhh!” Aku kaget… ih, sebel.

Brian segera lari menjauh, dan aku mengejarnya. Aku harus mencubitnya! Brian terus lari sampai tersudut di kamar. Aku merasa selangkanganku agak sakit ketika berlari… apa karena sudah bolong?

Ketika aku mencubitnya ia membiarkan saja sambil kemudian mengangkat badanku dan membaringkannya di ranjang. Astaga, aku terjebak! Brian tertawa-tawa.

“Hehehe… aku dapat juga kau di ranjang, honey!” Ia mulai membuka celanaku dan menariknya kebawah sekaligus dengan CD-ku.

Aku masih kaget ketika merasakan ciumannya menyeruput memekku. Ihhh, geli. Aku masih diam aja, sementara merasa memekku mulai dimasuki kontolnya lagi… ahhhhhh! Dan pengalaman kemarin terulang lagi. Agaknya satu hari ini aku akan di kurungnya di kamar. Ihhhhh.... nikmatnya! Hehehe

-----

Sehabis makan siang aku tertidur di sofa, kecapean. Ini gara-gara cowok itu, tidak biarkan aku tidur tadi malam, eh tapi pagi lagi masih sempat lagi. Auw… aku terkejut merasa tubuhku diangkat. Astaga, Brian memelukku dan mengangkat tubuhku ke ranjang.

Eh… mau lagi? Ihhhh… cowok ini gak ada puas-puasnya. Hitung-hitung dari kemarin sudah 20 kali aku orgasme. Kayaknya ini seperti honeymoon aja…

Kali ini aku dientotnya sementara tutup mata hampir tertidur kecapean. Dan aku masih cuek ketika bajuku dipetreli sehingga aku telanjang bulat. Aku pasrah aja ketika kontol besarnya sekali lagi menorobos memekku yang rasanya semakin bengkak saja.

Gerakan Brian semakin cepat… membuat tubuhku kembali bergelinjang nikmat. Aku merasa tidak lama lagi akan keluar. Tubuhku mulai kelojotan, kontol Brian rasanya makin perkasa.

“Terus Brian… tusuk terus… ahhhhhh!” Aku sampai berteriak-teriak mengejar orgasmeku. “Eh, pelan dikit, punyamu panjang… sudah hampir jantung!” Aku sudah merocos nikmat.

Hampir setengah jam kontol besar itu terus membombardir memek tembemku. Aku dibuatnya berteriak nikmat... nafsuku udah diubun-ubun, aku harus mendapatkan "O" kembali.

Tiba-tiba aku kaget ada tiga orang masuk kamar menggebrek! Astaga? Naya? Brenda? Shaun? Doni? Ihhhhh.... Brenda dan Naya tertawa meledek sementara aku dientot, sedangkan Shaun masih melongo melihat tubuh telanjangku. Untung Doni segera keluar, kayaknya ia malu. Hehehe...

Menyadari keberadaan mereka, aku terus merem karena malu, tapi Brian terus memompaku! Ih... mana udah stengah mati tahan-tahan lagi.

Mereka menonton pergumulan kami, menyuruh Brian tambah semangat. Dasar...

“Eh, ayo semua kita selfie dulu… Kak Titien, lihat kamera dong… Cheese!” Ih, Naya iseng banget. Aku hanya bisa menutup toket dan memekku dengan tangan seadanya.

Brian sampe berhenti memompa karena perbuatan anak jahil itu. Ih.. nanggung banget, padahal satu menit lagi sampe. Aku menahan pinggul Brian yang mau mencabut kontolnya, dan memaksanya tetap didalam.

“Eh, Romeo? Kenapa berhenti… tuh Titiennya masih mau!” Ledek Brenda.

“Udah loyo, Bro. Sini aku gantikan!” Kata Shaun kembali mengejek temannya.

Aku gak tahan lagi… tiba-tiba tanpa aba-aba, kugerakkan pinggulku dengan gerakan mengulek, Brian sampe tercekat kaget. Aku masih menutup mata menahan malu, tapi mempercepat gerakanku membuat kontol besar itu kembali mengesek dinding memekku.

“Ahhhhhh…” Brian membalas gerakanku dengan tusukan tajam dan menghentak. Kali ini ia mengedorku kuat dan sangat cepat…. Membuat aku melayang tinggi. Tubuhku kelojotan lagi...

“Ahhhhhh… aaaahhhhhhhhhhhh!” Akhirnya orgasme yang sangat dashyat aku dapatkan. Tubuhku sampai terangkat melengkung dan terhentak-hentak karena nikmatnya. Sementara Brian menyemprot ke dalam rahimku …

“Huhh?” Naya dan Brenda sampe tercekat menahan birahi.

Mereka terus tertawa menyaksikan aku lunglai tertidur dengan wajah tersenyum puas, dan memek yang masih berdenyut lemah. Mungkin juga mereka sempat melihat pejuh Brian yang kini mengalir keluar dari memek sempitku. Aku hanya bisa pasrah.

“Udah… udah… ayo keluar dong, cukup gangguannya!” Naya menyuruh mereka keluar. Semuanya segera keluar, kecuali Shaun yang sempat-sempat meremas toketku. Aku cuek aja karena sudah kelelahan hingga tak mampu menghindar ataupun menangkis.

“Toketnya mantap, terus perut rata dan memek tembem. Ihhh bikin ingin aja!” Terdengar suara Shaun memujiku. Ihhhh… mesum.

“Dickhead! Ayo dong! Kayak tidak pengertian saja!” Naya menarik pacarnya yang masih menatapku melongo.

Naya masih di pintu ketika terdengar kentut yang kuat dan panjang. “Tuuuuuttttt… tuuuuuuuttttttt… tuuuuuuttttttt!”

Naya terus tertawa ketika mendengar Brenda bertanya-tanya bunyi apa itu.

-----

Ketika aku dan Brian keluar kamar setelah habis mandi bersama, kami disambut dengan tepuk tangan meriah. Wajahku masih merah mengingat tadi sempat show ke semua orang.

“Kak Tien, harus tanggung jawab ini, pembantu semua pada bingung. Katanya ada seks maniak yang di kamar… dari kemarin teriak-teriak terus! Dasar pengantin baru.” Naya meledekku.

Aku langsung memeluk gadis mungil itu, sekaligus dengan Brenda saking rindunya. Mereka balas memelukku dengan erat.

Brenda berbisik kepadaku minta maaf karena ia ngentot dengan Brian kemarin dulu. Aku hanya tersenyum dan menarik gadis itu sambil berbisik memberitahukan rencanaku untuk menyogok adikku. Mau gak mau ia harus setuju, hehehe.

“Doni udah kenalan? ini Brenda... yang kamu tanya-tanya dari kemarin!” Aku memperkenalkan Brenda… ia hanya tertawa-tawa mendengar rencanaku, sedangkan Doni menatapnya berbinar-binar penuh kekaguman.

“Hush… kayak gak pernah lihat cewek cantik!” Aku melabrak Doni.

“Wah Titien adikmu ok juga tuh, bisa dipakai gak?” Brenda tersenyum mesum sambil memegang tangan Doni yang masih terpana.

“Eh terserah dia, kok!”

“Hmmm Doni, awas kalo cuma wajahmu aja yang bisa garang, kontolmu tidak!” Brenda menebar ancaman.

“Makanya ditest dulu, Nerdho!” Aku tertawa… Nerdho gitu lho.

Doni hanya nyengir malu-malu.

-----

Tak lama kemudian mereka berdua sudah akrab masak di dapur. Doni sementara mencuci piring ketika Brenda mencolek pantatnya, dan Doni membalas pada waktu Brenda sementara mengangkat belanga. Tak lama kemudian setelah beberapa kali serangan Brenda di kontolnya, Doni sudah berani mencolek dan meremas toket gadis itu. Brenda hanya tertawa melihat kelakuannya dan membiarkan saja penistaan itu berlangsung.

“Huh? Au….!” Brenda cepat menutup mulut Doni yang hampir teriak ketika tangannya masuk ke dalam celana Doni. Setelah memegang meraba-raba kontolnya yang langsung tegang, Brenda memberikan kocokan kecil sambil senyum-senyum.

“Nanti yah?”

Wah! Adikku sudah siap-siap lepas perjaka ini…

-----

“Romeo! Kamu langsung upload foto dengan Titien? Wah, langsung heboh lho di tweeter. Sampe di retweet ribuan kali!” Kata Brenda.

“Apaa?” Aku kaget gak nyangka.

Segera aku buka tweeter, eh account-nya Brian apa yah? Belum sempat ku tanya, aku melihat ada satu notifikasi tentang tweetnya Ryno Marcello, musisi klasik idolaku. Wah, akhirnya muncul juga tweet dari orang yang sangat kukagumi. Udah cukup lama lho. Buka dulu ah...

Begitu aku buka, aku kaget ada fotoku dan Brian. Eh, dari mana Ryno dapat fotoku? Lebih bingung lagi ketika aku membaca tulisan di bawahnya.

World, meet my girlfriend! Titien from Manado, Indonesia!” Aku masih bingung… apa ini artinya… Aku bertanya kepada Brenda.

“Kasih tauh gak?”

“Kasih tauh apa?” Brian mendekati kami.

“Kasih tauh kalau nama asli Brian itu Ryno Marcello!” Brenda akhirnya buka rahasia… Brian hanya tersenyum lebar.

“Astaga, kamu sungguhan Ryno Marcello?” Aku menatapnya terkejut.

Aku sempat pikir sih karena mereka sangat mirip, apa lagi keduanya hobi musik klasik. Tapi, tadinya aku pikir gak mungkin lah! Eh... ternyata!

"Kenapa kamu bilang namamu Romeo?" Aku bertanya setelah merangkulnya kuat. Rasanya mau melayang... pacarku itu musisi idolaku.

"Romeo itu kependekan namaku, Ryno Marcello!" Brian menjelaskan.

"Wah... tag ke aku dong tweet-nya!" Aku senang sekali. Ini sih harus dipamerin ke semua temanku.

"Apa username mu?"

"@Timoint"

"Eh itukan fans beratku yang selalu kasi dukungan! Eh... ternyata kamu yah?" Brian kaget.

Aku hanya memeluk punggungnya erat menyadari dunia ini sempit. Cowok ini memang tercipta hanya untukku... dan aku untuknya

-----

Nantikan episode finale-nya
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Episode 36 Striptease terindah ku




Titien




Brian




Naya




Shaun




Brenda




Doni

POV Titien



Sore itu kami semua kembali jalan-jalan mengelilingi kebun sayuran naik motor... Aku membawa tamu-tamu kami melewati lorong-lorong kebun yang belum diaspal. Seperti biasa, aku dibonceng Brian, dan Brenda dibonceng Doni, adikku. Sedangkan Naya membonceng Shaun yang gak tahu bawa motor.



Pemandangan di kampung begitu indahnya, membuat kami benar-benar bahagia. Bahkan kami semua sempat ikutan panen kacang di salah satu ladang penduduk, yang dengan senang hati mengijinkan kami bergabung.



Masih sore kami cepat-cepat pulang, karena cuaca cepat berubah tidak bersahabat. Udara cepat sekali menjadi dingin kembali. Selesai mandi, kami kembali kumpul di di ruang game untuk main bilyar sementara minum kopi. Rame juga ketika cewek-cewek menantang cowok-cowok main nine-ball. Titien dan Brian di daulat untuk main pertama.



“Sayang, pake taruhan dong supaya seru….” Brian menantang ku.



“Boleh, kalu aku menang kamu mandi bugil malam ini di danau! Berani?” Aku terima tantangannya.



“Ok, tapi kalo aku menang kamu striping naked sambil menari seksi, yah!” Brian menuntut.



‘Striptease? Wah, kayaknya menarik. Sayang, Romeo gak tauh kalo aku juaranya main bilyar nine-ball.’



Awalnya aku pura-pura mengalah supaya Romeo agak girang dengan kemenangan di depan mata. Tapi ketika ketika aku menunjukan kebolehanku. Romeo jadi kaget. Wajahnya udah mulai stress… hehehe.



“Sayang… siap-siap tuh mandi bugil!” Aku meledeknya ketika melihat tinggal 3 bola dan aku melaju terus. Aku sengaja pamer kebolehanku dihadapan mereka.



Brian mulai batuk-batuk, ia makin kepayahan. Astaga…! Aku jadi gak tega membuat ia sakit. Pasti kalau cowok itu kalah, ia gengsi mau mundur.



Aku mulai berpikir, hukumanku sih gak berat, aku jadi penasaran gimana striptease di muka cowok ku. Tapi kalau mandi malam, terus ia sakit? Aku sendiri yang stress. Mana dokter jauh lagi…



Terpaksa aku sengaja salah sodok di ball terakhir, dan Brian mendapatkan giliran. Awalnya ia gak masuk, dan kemenangan mudah sudah didepan mataku, tapi aku kembali membuat kesalahan di ball terakhir. Akhirnya Brian berhasil menang dengan bangganya. Naya sampe memelukku, ia tahu aku mengalah.



"Hehehe... aku tahu kok aku menang karena batuk! Hehehe...!" Kata Brian tertawa.



“Kamu terlalu baik sayang!” Kata Brian meledekku, pasti batuknya hanya dibuat-buat.



“Eh, taruhannya batal yah?” Aku protes karena ditipunya.



Brian hanya menggeleng dan menuntut. "Deal is deal, no backing off honey... aku siap-siap dapat show loh!"



Ihhhh kok aku dikerjain lagi, bego amat. Tapi aku sendiri kok yang kasihan, dan cowok itu memanfaatkanku lagi. Ihh sebel.



“Hehehe… aku curiga Kak Titien sengaja mau stripping, yah!” Kata Naya. Gadis itu tahu kemampuanku, dan yakin aku mengalah. Aku hanya balas nyengir menyadari kebodohanku.



-----



Akhirnya permainan usai ketika Doni mengalahkan Brenda setelah pertarungan yang ketat. Jadi hasilnya dari pihak cewek hanya Naya aja yang menang, mengalahkan Shaun dengan sangat telaknya. Dickhead banyak protes, tapi jelas kelihatan permainannya masih jauh di bawah Naya. Sayang aku gak tahu apa taruhan mereka, palingan ngentot.



Kayaknya mereka gak nyangka kalo meja bilyar ini adalah permainan kami tiap libur. Apalagi waktu ada Nando.



“Sayang, tunggu di kamar aja yah… eh lampunya buat remang-remang!” Kok aku jadi bergairah memancing pacarku. Akan ku buat Brian jadi klepek-klepek melihat tarianku, hehehe...



Setelah menggunakan lingerie yang transparan, aku membalut tubuhku dengan kimono dan pergi keluar. Aku harus menelpon orang tuaku dulu, karena menurut Doni mereka akan datang mengunjungi kami besok. Pasti mau ketemu dikenalin dengan Romeo. Sebenarnya aku sudah bilang nanti kami yang datang, tapi Mama dan Papa memaksa mereka yang datang. Sama aja, soalnya Villa Naya itu juga udah dianggap rumahku sendiri.



Wah gawat, harus ku atur dulu semua disini supaya gak pake acara mesum waktu mereka datang.



Setelah cukup lama menelepon melepas rindu, aku menyadari hari cepat sekali berlalu. Baru jam 6 sore, tapi sudah cukup gelap. Eh, bagus juga sih, karena tarian erotisku lebih cocok kalo suasana agak gelap.



Saatnya membuat show kepada pacarku! Ihhh...



Aku masuk kamar dan segera menguncinya… wah, Brian sudah siap tampaknya. Cowok itu asik berbaring di tempat tidur dengan kontol yang sudah tegang mengacung. Aku melihatnya sekilas… Kamarnya sudah di set remang-remang, bagian ranjang cukup gelap sedangkan tempat aku berdiri agak terang sehingga ia bisa melihat jelas setiap gerakanku.



Cowok itu tercekat memandang ke arahku tanpa bersuara… Aku sempat mendengar ia terkejut memandangku... sampe tarik-tarik nafas panjang segala. Sayang ekspresi wajahnya gak kelihatan karena gelap. Tapi pasti ia sudah gak sabar menunggu tarianku.



Aku memutar musik yang menggoda lewat hape-ku dan disetel kuat-kuat, hehehe.. udah dipersiapkan. Dan ketika lagu dimulai, aku membuka kimonoku dan menampilkan tubuh yang seksi yang hanya terbalut lingerie yang transparan. Toket dan memek ku yang gundul tentu saja cukup terekspos dibalik lingerie itu.



Dan akupun mulai bergoyang dengan gerakan-gerakan menggoda. Dalam lima menit potongan kain di tubuhku satu-persatu mulai melucur ke lantai. Aku tambah mendekat dan menyaksikan bagaimana cowok itu kini sudah sangat nafsu dengan nafas memburu. Ia sementara mengocok kontolnya yang sudah terangsang. Hehehe… salah sendiri suruh aku striptease.



Aku mulai naik ke tempat tidur dengan gaya menggoda… walaupun mataku tak berani menatapnya karena malu... ihhh. tanganku bergerak gemulai membayangkan akan memegang kontolnya untuk diisap… tapi setelah dekat aku menarik kembali. Aku terus membuat cowok itu penasaran. Kontolnya semakin naik menyambut bibirku. Akhirnya mulutku mendarat juga di kontolnya, dan langsung mengoralnya dengan penuh penghayatan. Ihhh kontolnya bikin gemes…



Ternyata dengan menari sensual dan menggoda cowok, aku juga jadi terangsang hebat. Aku merasakan memekku sudah basah dan putingku sudah mengeras minta dibelai. Gak masalah sih. Yang utama aku sudah berhasil membuat cowok itu klepek-klepek, hehehe.



Cowok itu segera menarik aku mendekat… dan masih menutup mata aku membiarkan sebuah ciuman yang sangat panas melumat bibirku… tangannya langsung mendarat ke toketku dan meramasnya kuat-kuat. Aku tertawa… pasti ia sudah terpancing.



Kali ini aku merasa toketku sudah diserang dengan kulumannya, sementara tangannya mulai membelai memekku… ih, gak sabaran. Aku juga langsung mendesah panas… nafsuku udah di ubun-ubun.



Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan seorang gadis yang sementara telanjang keluar dan menyalakan lampu!



Aku terkejut... itu Naya!



“Astaga?!”



“Kak Titien…!” Naya balas menatapku dengan tatapan kaget, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.



“Naya? Ngapain telanjang di sini?” Aku bertanya-tanya ada apa ini?



“Justru aku yang harus tanya, ngapain Kak Titien di sini?” Naya mendekatiku. Aku bingung… tetapi kebingunganku terjawab ketika aku melihat cowok yang sementara mempermainkan toket dan memekku.



“Ahhh Shaun? Astaga!” Aku kaget sekali… jadi aku tadi stripping ke Shaun?



Aku masih menatap dengan begong ketika Shaun menarik tubuhku jatuh terlentang di tempat tidur dan kembali mengemut puting ku yang sensitif. Tangannya terus meremas dan memilin-milin toketku… Aku mendesah hebat. Serangan Shaun sungguh ganas…



Mulut Shaun terus menjilat perutku dan perlahan-lahan kebawah… tubuhnya sudah ditaruh di antara selangkanganku dan memaksa kakikku mengangkang. Lidah yang basah terasa geli melewati pusarku dan terus kebawah menuju pusat kenikmatan. Astaga… aku gak mampu melawan.



“Nay… tolong… Aduh, Dickhead jangan…. Ohhhhh!” Aku coba menolak tapi lebih banyak desahan yang keluar.



Aku meronta dan kini tanganku mendorong kepalanya, mencegah cowok itu menjilat memekku. Shaun terus merangsangku, dan aku merasa tanganku semakin berat.



“Nay! Aduh…. Tolong dong!” Aku menatap gadis itu yang kini sudah mendekatku.



Naya ikut naik ke tempat tidur dan memposisikan tubuh telanjangnya dekat sekali kepalaku. Ia memeluk leherku dan menarik tanganku… ‘Astaga, apa maunya?’



“Kak Titien… gak apa-apa. Nikmati aja!” Naya mengijinkan cowoknya mengoral memekku.



Begitu mendengar kata-kata Naya, segala perlawananku langsung lunglai dan dengan pasrah aku menantikan kepuasan yang akan diberikan cowok ini. Naya terus memelukku dan meremas toketku membuat aku tambah bergairah, sedangkan mulut dan lidah Shaun terus menodai memekku.



Eh, kali ini satu jarinya sudah masuk… tubuhku yang sudah penuh gairah kini mulai bergetar… dan ketika mulutnya menyeruput cairan-cairan memekku seperti minum air, tubuh ku langsung merespon dengan hentakan-hentakan yang membawa tubuhku melayang, melengkung dan berkelojotan terus. Cepat sekali…



“Aaaarrrggggghhhhhh!” Sekali lagi desahanku yang kuat menandai orgasmeku yang dahsyat.



“Tuutttttt… tuuuuuuttttt!” Suatu tanda aku sudah klimaks dan menyerah dalam kenikmatan.



“Hehehe… rasain, siapa suruh striping-striping di sini, bikin nafsu orang!” Naya memeluk kepalaku dan tertawa. Aku membalasnya dengan pelukan yang kuat mencurahkan semua gairahku.



Aku menatap Naya dalam-dalam, mencoba mengartikan tatapannya padaku. Aku membelai pipinya dan ia menutup mata. Dan ketika dengusku mulai reda dan aku dapat mengambil nafas biasa kembali, aku segera minta maaf.



“Nay! Maafkan kakak, yah?”



“Hehehe… gak apa-apa kak! Sering-sering yah kasih show ke Shaun!” Naya meledekku.



“Kok bisa yah!”



“Aku tahu, pasti kakak salah masuk kamar. Kakak lupa kan tadi sore Kak Tien sama Brian sudah pindah ke kemar Nando… hehehe!” Naya menjelaskan. Astaga ia… bodoh sekali. Memang tadi malam aku tidur di kamar ini, tapi sejak Naya ada, aku dan Brian harus pindah di kamar yang satu. Malu dong ambil tempatnya Naya.



“Ihhhh bego banget. Kenapa aku sampai lupa!” Aku meneput jidatku.



“Gak apa-apa, kak. Anggaplah kakak lagi beruntung!” Naya meledekku…



“Eh, enak aja! Aku yang rugi… Shaun yang beruntung! Hehehe.” Shaun bukan hanya beruntung, ini sih durian runtuh, kapan lagi bisa melumat toket terindah sejagat dan mengemut memek yang seranum dan seindah ini.



“Ahhhh… Astaga Shaun… ngapain?” Aku memandang ke bawah dan terkejut.



Shaun sudah jongkok dan mengesek-gesek kontolnya di memekku… posisinya sudah pas untuk menyetubuhiku. Dan kontol itupun mulai maju mundur menusuk bagian luar memekku.



“Astaga… ampun!” Aku segera mengelak dan bangun dari tempat tidur. Segera ku raih kimono ku dan lari keluar. Hampir aja! Aku bergidik membayangkan kalau saja kontol besar yang ganas dan bergerigi itu sampai masuk ke memekku. Bisa-bisa aku gak bangun-bangun sampe besok pagi. Ihhhh



“Nay, nanti aku balas dendam yah, awas kamu kalo ketangkap, aku suruh Brian balas sampe Naya minta ampun!” Aku langsung menutup pintu dan lari keluar.



Untunglah begitu tiba di kamar, aku mendapati Brian sudah tidur ngorok di ranjang. Hehehe… artinya striptease ku bisa ditunda besok. Aku cepat-cepat masuk ke kamar mandi dan membenamkan tubuhku ke bathtub. Aku butuh berpikir… yang tadi itu bahaya banget. Hampir aja.



-----



Ketika kami makan malam bersama, aku dan Romeo duduk berdampingan banyak diamnya. Romeo merasa tertipu ketika aku membangunkannya 2 menit sebelum jam makan. Ia juga menuntut janjiku stripping. Aku menjawab secara klise… tadi aku sudah striping, kamu salah siapa suruh tidur. Brian gak terima, tapi aku hanya tertawa. ‘Don’t worry my love, I’ll make it up for you!’



Naya dan Shaun juga makan sambil matanya jalang melihat-lihat kearah kami. Ketika aku meliriknya, Naya tersenyum dan main mata kepadaku.



“Kak Tien, waktu cowok-cowok minum-minum, kakak datang yah ke kamarku. Aku mau perlihatkan sesuatu!” Naya menatapku, dan ketika aku berpaling kepadanya, ia melotot sambil mengancamku.



“Nay… kamu aja yang ke kamarku, yah! Kakak masih capek!” Aku menatapnya penuh permohonan. Untunglah Naya mengerti dan mengangguk setuju… hehehe! Sekarang tinggal buat Brian ikut rencanaku. Aku harus balas dendam ke gadis jahil itu, kalau tidak pasti aku akan terus dikerjain.



-----



“Kak Tien… buka pintu dong!”



“Nay… masuk!” Ketiga gadis itu masuk, aku langsung mengunci pintu dan menyimpan kunci.



“Romeo udah pergi?”



“Iya… katanya Doni bawa minuman yah?” Jari ku sementara menyilang… maaf Nay, tapi kamu itu harus dikerjain lho.



Tak lama kemudian kita berdua sudah baring-baring di ranjang. Naya kayaknya sangat antusias bicara berdua denganku. Pasti ia mau pancing-pancing soal bagaimana aku em el, aku tahu banget anak jahil itu. Pasti ujung-ujungnya ke situ.



“Nay… apa sih yang mau diperlihatkan sama kakak?” Aku penasaran.



“Hehehe… justru Naya yang ingin lihat!” Naya tersenyum jahil.



“Apa itu?”



“Mau lihat memek gundul Kak Titien! Dicukur Brian yah?” Astaga, anak ini betul-betul jahil.



Aku coba-coba cari alasan untuk nolak, tapi akhirnya membuka bagian private-ku setelah diancaman akan bilang ke Brian soal stripping tadi. Ihhhh….. jahil banget. Terpaksalah aku telanjang didepannya. Dan kembali tanpa diminta tangannya mengelus dan meremas toketku, sementara jari telunjuknya mengecek permukaan memekku secara detail.



“Jadi Brian beruntung dong dapat perawan, Kak Tien?” Naya meledekku masih membelai milikku. Aku hanya mengangguk lemah… gairahku sudah mulai terpancing tapi aku malu menunjukkannya dihadapan gadis ini.



“Eh, tadi bilang hanya lihat, gak boleh macam-macam!” Aku mulai panik ketika jarinya secara nakal mengelus klitorisku.



“Hehehehe… Kak Tien, seksi banget! Mana ada orang bisa tahan!” Naya nyengir meledekku.



Terpaksa aku biarkan jarinya menggodaku. Tapi kali ini tanganku mulai nakal menyelip di bajunya dan mulai menyerang balik. hehehe, Naya tidak memakai bra… eh nakal juga. Sudah itu ia pake g-string…



“Kak, ceritain dong waktu pertama kali…!” Naya nakal lagi, sambil terus mempermainkan memekku.



“Boleh, tapi ada syaratnya…!” Aku mendesah.



“Apa itu?”



“Naya harus telanjang bulat dulu!” Aku menatap gadis itu, dianya tertawa..



“He-eh, oke deh, tapi ceritanya yang detail yah!” Naya terus tertawa ketika aku membuka baju dan dalamannya.



Setelah gadis itu bugil aku mulai bercerita, tapi diam-diam sudah mengatur posisinya terlentang. Naya masih tidak sadar sudah dijebak.



“Nay, Kakak ke kamar kecil dulu yah!” Aku cepat-cepat bangun dan pergi, sambil membawa pakaian Naya ke kamar mandi.



Naya masih tidur terlentang ketika Brian keluar dari kamar mandi. Cowok itu sudah telanjang bulat, kontolnya sudah tegang. Pasti dia ngintip kami dari tadi. Aku hanya tertawa melihatnya.



“Brian? Astaga! Aduh…. Eh mana bajuku?” Naya teriak-teriak. Pasti ia malu sekali kedapatan telanjang bulat.



“Hehehe… Naya tidak bisa lari lagi, tidak akan lolos sebelum aku buat orgasme!” Brian tertawa-tawa.



“Aduh… ampun… Kak Titien, tolong!” Naya teriak lagi.



“Hehehe… Naya sudah lupa tadi Kak Tien bilang akan balas dendam?” Aku keluar setelah menyembunyikan pakaiannya.



“Ihhhhh, Kak Tien jahat! Ini sih penipuan namanya…. Ahhhhhhh!”



"Sudah Nay menyerah aja... bajumu sudah kakak simpan bersama kunci kamar. Naya gak bisa lolos lagi!" Aku mengancamnya.



"Iya-iya aku menyerah tapi gak pake macam-macam yah!" Naya hanya bisa protes tapi tidak melarang ketika toketnya mulai diramas dan diemut oleh Brian. Tak lama kemudian Brian menyerang memek yang sempit itu dengan emutan dan permainan lidahnya, dan dibantu dengan dua jari menusuk dalam.



Naya begelinjang kenikmatan. Hebat juga pacarku mempermainkan tubuh gadis kecil itu.



“Ahhhhh… ahhhhhh… udah dong… aduh!..... Ahhhh….!” Naya ternyata ribut sekali. Aku ingat kembali waktu ia teriak-teriak di kamar dengan Shaun sehingga aku bingung apa ia kesakitan atau keenakan.



Dan kembali Brian menunjukkan kepiawaiannya jari dan lidahnya dalam mempermainkan wanita. Tepat ketika Naya hampir keluar dan sudah sangat nafsu, Brian menghentikan permainannya, dan diganti dengan kontolnya yang menggesek-gesek kecil.



“Aduh… Eh, Brian… ayo dong!” Naya sudah terbakar. Aku hanya bisa tertawa melihat bagaimana gadis itu mengap-mengap minta dioral.



“Kenapa Nay?” Brian bertanya sambil kontolnya terus didekatkan dengan memek gadis itu.



“Eh… Brian, lanjut dong!”



“Lanjut apa?” Brian terus meledeknya. Aku juga tertawa.



“Ini! Ahhhhhh….. ahhhhhhh…..!” Saking maunya, tiba-tiba Naya menyambar kontol Brian dan memasukkannya ke memeknya yang sempit. Aku dan Brian sampe terkejut… ih, berani sekali.



Naya mulai mendesah ketika kontol itu masuk ke memek sempitnya. Brian juga sampe meringis, tapi cowok itu keenakan. Pinggul Naya maju mundur mengejar kontol dewa itu dan memijatnya dengan dinding memeknya.



“Eh… gimana?” Brian juga sampe gugup. Padahal aku tahu ia pura-pura gak mau, padahal sudah keenakan. Aku hanya tersenyum sambil menganguk kecil.



“Ahh…. Ahh!” Kontol dewa itu kini bergerak bertenaga, menggepur memek kecil itu dengan RPM yang tinggi dan nafsu yang membara. Dari tadi ia sudah menahan diri…



Tak sampaI 10 menit kemudian, tubuh Naya berkelojotan dalam nikmat dan tenggelam dalam badai orgasme yang dashyat. Tubuhnya terangkat ketika seluruh ototnya meregang menyambut kenikmatan….



“Ahhhhhhhhhhhhhhh… ampunnnnnnn!” Naya masih berkedut ketika Brian terus memompa mengejar orgasmenya. Ia agak terburu-buru takut Naya gak mau lanjut. Tubuh gadis itu sudah lunglai dan pasrah, tapi cowok itu tidak membiarkan ia menikmati. Kontol dewa itu terus keluar masuk memompa dengan kecepatan tinggi… tak lama kemudian Naya orgasme lagi… ia mengalami multiple orgasme!



Akhirnya Brian sampai juga pada ujung nafsunya, gerakan cepat benar-benar menguras stamina.



“Eh… keluar di mana?” Brian gak tahu harus tanya ke aku atau Naya…



Aku segera tidur disamping Naya dengan wajah menempel di wajah gadis itu. Aku membuka mulut, dan memberikan kode kepada Brian untuk semprot di wajah.



“Agh… ughhh… ugh!” Terasa kontol itu menyemprot wajah kami berulang kali sementara aku dan Naya hanya memandang dengan penuh gairah menyambut semburan pejuh yang kental dan hangat itu…



“Gimana sayang? enak kan balas dendamnya!” Aku bertanya kepada Brian.



Cowok itu memberikan sebuah ciuman yang indah kepadaku, sambil tersenyum. “Memek Naya sempit sekali… mantap, tapi ada satu yang kurang!”



“Apa itu?” Aku bertanya, Naya juga penasaran kayaknya.



“Gak ada kentutnya….!”



“Huh? Hehehehe….! Aku dan Naya tertawa kuat-kuat. Ihhhh nakal banget!



Brian sempat memeluk kami sekali lagi sebelum masuk kamar mandi untuk ganti baju. Ia minta ijin ke atas untuk join mereka yang lagi minum-minum, meninggalkan aku dan Naya ditempat tidur. Aku mengijinkannya, setelah mission accomplished. Gadis itu masih mendengus menarik nafas… terengah-engah karena hebatnya orgasme yang ia rasakan tadi.



“Naya, gimana? Enakkan punyanya Brian?” Aku menatapnya nakal.



“Ihhh.. gile kak. Enak sekali kontolnya… eh, maaf yah, Naya udah gak tahan!” Ia memelukku.



“Ia gak apa2 kok. Eh, Della juga loh pernah dipuaskan Brian.” Aku bicara jujur.



“Ih, ternyata kak Tien nakal banget! Suka jebak adik-adiknya” Naya mencubitku... Kami berdua hanya tertawa-tawa nikmat.



-----



Setelah makan pagi, aku kami bermesra-mesraan di atas sofa. Brian memelukku dari belakang, sementara Naya lagi diurut punggungnya oleh Shaun. Gadis itu kayak kecapean… apa karena tadi malam. Brenda juga ada bersama kami sementara buka-buka hapenya. Kami sementara menunggu mobil yang akan membawa kami jalan-jalan hari itu.



Iseng-iseng aku sharing dengan Naya, malah sampai nyerempet ke hal-hal berbau seks, tapi supaya gak malu kami pake bahasa Indonesia. Naya secara terbuka bercerita dengan vulgar soal tadi malam ia sudah kelelahan… ia sampe tiga atau empat kali orgasme dihajar kontol Brian yang menurutnya masih kalah beringas dari kontol Shaun, tapi menang teknik dan gaya bercinta. Kami berdua tertawa-tawa ketika membandingkan kedua kontol itu.



Aku memancing gadis itu kalau ia mau lagi aku ijinkan main dengan Brian, dan gadis itu merespons dengan semangat. Katanya ia ingat terus kontol Brian tadi malam sampe kebawa mimpi!



“Astaga Naya? Kamu sampe mimpi kontolku?” Brian tiba-tiba berteriak dalam Bahasa Inggris! Naya memandang kaget sampe melongo… Shaun dan Brenda menatap gadis itu kebingungan.



“Eh, maaf Nay, aku lupa bilang kalau Brian jago bahasa Indonesia!” Aku meledeknya sambil tertawa-tawa.



“Astaga? Ihhhhhhh…..Kak Titien jahili aku lagi…..!” Naya segera mencubit tubuhku saking malunya.



Brian, Shaun dan Brenda sampe tertawa terbahak-bahak... Naia malu sekali. Shaun masih kaget! Jelas-jelas Brian meledeknya lewat pengakuan Naya..



“Eh… dengar baik-baik Romeo, justru gadismu yang suka-suka kontolku, kemarin sampai striping didepanku dan mengoralku!” Shaun balas dendam.



“Astaga, Titien?” Brenda kini bertanya minta penjelasan.



Aku segera berdiri mau mencubit Shaun, tapi ditahan oleh Naya…



“Eh apa gak kebalik tuh?” Kata Romeo balik meledek Shaun.



Tanganku kini lolos dan langsung mencubit Shaun kuat-kuat. Naya hanya bisa tertawa…. “Rasain!”



Tapi Shaun tidak mau berhenti, ia terus meledek Romeo.



“Brian apa sih yang membuatmu jatuh cinta kepada gadis ini, apa karena putingnya yang menonjol atau karena goyangannya yang seksi? Eh… tunggu… apa karena ia sudah mencukur memeknya sampai gundul yah?”



Brenda dan Naya hampir pingsan tertawa… sementara aku terus mencubit Shaun. Ihhhh, nakal sekali. Brian hanya memandangku sambil ikutan tertawa… ihhhhh



-----



Bersambung di bawah
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd