HoneyMoon
Ini sepenggal kisah yang tercecer dari pernikahanku dengan Lia. Karena kesibukanku bekerja,akhirnya beberapa waktu kemudian aku baru bisa menyelenggarakan event bulan madu bersama istri baruku itu.
Itupun karena desakan Lina yang melihatku sudah melupakan program wajib ini dari setiap pernikahan. Bagaimana tidak lupa,rumah baru dengan interior yang lebih mewah dan istri baru yang tidak kalah cantiknya. Plus izin dari Lina untuk menambah 'aset' semakin membuatku lupa daratan. Untungnya aku tidak lupa kewajibanku dan alamat kantorku.
Waktu yang terbatas,membuat kami tidak bisa berbulan madu ke paris ataupun paris van java. Pilihan terakhir daerah wisata yang dekat dengan rumah. Syaratnya,harus daerah dingin dan punya room yang romantis. Ajaibnya yang namanya rezeki emang tak kemana. Kecuali Rizeki yang tukang sayur keliling komplek yang jadi idola para pembokat.
Kembali ke 'rezekiku'. Pak Abidin,salah satu owner perusahaan tempatku mengabdi adalah salah satu dari sekian sedikit yang menyayangiku. Prestasi demi prestasi yang kucetak membuatku perhatiannya kepadaku menjadi berlebih. Umurnya nyaris 70 tahun. Bijaksana. Tinggal bersama anak cucunya sejak kematian istrinya. Yang jelas,KAYA!
Pak Abidin sewaktu mendengar aku akan mengambil cuti beberapa hari sempat memanggilku. Dia menanyakan keperluanku. Tak heran,aku yang jarang cuti ini pasti jadi pertanyaan kalau mendadak mengajukan cuti.
Ya aku sampaikan saja kalau aku ingin berlibur dengan istriku. Lagipula aku sedikit lelah dan jenuh. Pembicaraan mengalir sampai kemana daerah tujuan wisataku. Yang kusyukuri, izin cutiku langsung di approved plus bonus dapat pinjaman villa di perkebunannya di gunung sana. Hanya informasi mengenai Lia tetap menjadi konsumsi kalangan sendiri. Kira kira kalau di FBI atau CIA udah distempel CLASSIFIED.
Hari yang ditunggu telah tiba. Setelah menurunkan anak2 dan Lina di rumah orang tuanya,aku dan Lia melanjutkan perjalanan ke villa Pak Abidin. Jaraknya lumayan jauh. Kira2 beberapa kali singgah pipis di SPBU dan sekali makan siang di restoran pinggir jalan. Silakan hitung sendiri berapa kilometer jaraknya dengan deskripsi seperti itu. Hahaha...
Dimobil sesekali kupegang tangan Lia dan kuelus lembut pahanya yang dicover oleh celana jeans berwarna biru muda. Serasi dengan kaus putih bertuliskan Don't Touch Me. Jangan berharap oral atau acara remes tete. Jalan gunung yang berkelok dan menanjak membuatku harus konsentrasi penuh kalau tidak mau terjun bebas ke dalam jurang.
Tibalah kami didepan gerbang perkebunan pak Abidin. Pak Sunardi,salah satu pegawai perkebunan menjemput kami di gerbang yang selalu tertutup. Diarahkannya kami ke villa utama di tengah2 kebun. Villanya sendiri cukup besar dan terpisah jauh dari perumahan pegawai. Villanya didesain dengan style modern. Lantai 2 nya dikelilingi kaca yang bisa melihat ke seluruh penjuru perkebunan. Kamar tidur yang berjumlah 5 hanya ada di lantai 1. Lantai 2 merupakan gabungan dari dapur,ruang makan dan ruang keluarga.
Lina pernah memasak didapur villa ini bersama almarhumah istri Pak Abidin. Waktu itu Robert masih berusia 7 bulan ketika kami diajak Pak Abidin menginap di villa ini sewaktu weekend. Masakan itik gulai khas Bu Abidin begitu nikmat disantap ditengah hawa sejuk dan suara tangisan bayiku,Robert.
1 lagi,dibelakang villa ini juga tersedia kolam renang yang dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Otak JAV ku segera liar berfantasi.
Dibantu Pak Nardi,kami menurunkan tas dan bahan makanan untuk konsumsi kami selama disini. Restoran terdekat berjarak belasan kilometer dari villa ini. Dan aku berniat memanfaatkan setiap detik yang ada bersama Lia,istriku.
Selesai acara unloading muatan dari mobil,aku dan Lia memasuki kamar. Seketika kupeluk dan kucium Lia begitu pintu kamar tertutup. Rawon yang kami santap tadi siang masih terasa aromanya di mulut kami. Kami saling meraba dan melepaskan pakaian kami. Yang masih melekat hanya tinggal celana dalam Lia yang berwarna merah muda dan celana dalamku. Sambil berdiri kuusap dan kulumat payudaranya.
"Papa masih capek ya? Mau mami pijitin?"Lia menawarkan sambil tersenyum nakal.
Tawaran yang sayang untuk dilewatkan. Tidak perlu ditanya 2x,aku langsung menerjang tempat tidur dan merebahkan tubuhku.
Pijatan Lia begitu nyaman. Dimulai dari kepala,turun ke pundak dan aku akhirnya tertidur. Aku terbangun dengan Lia tertidur memelukku. Diluar sudah gelap.
Kucium kening istriku. Lia terbangun. Masih memelukku,dia mencium dadaku.
"Mami,papa lapar. Mami lapar gak?"
"Lapar juga,Pa. emang papa mau makan apa? biar mami masakkin"
Berdua dengan memakai kimono mandi yang dibawa dari rumah kami naik ke lantai 2 sambil membawa beberapa bungkus mi instan. Aku memilih mi instan karena selain waktu sudah malam,aku pun tidak mau menunggu terlalu lama. Masih ada yang mau 'kukerjakan' setelah ini. Kuhidupkan lampu di dapur dan ruang makan. Sambil menunggu Lia memasak mie instan dengan tambahan telur,aku melihat sekeliling. Suasana hening dan gelap khas pegunungan begitu terasa. Beberapa titik lampu dan obor menambah suasana tenang dan romantis. Di kejauhan cahaya lampu yang ramai menerangi perumahan pegawai.
Sambil menyantap mie instan,aku dan Lia mengobrol.
"Pa,mami kemaren udah diskusi sama mama (Lina maksudnya). Kami berdua kepengen bikin cafe aja dirumah yang didekat mall itu."
Rumah yang dimaksud Lia adalah rumah warisan dari Irwan,sahabatku sekaligus suami Lia terdahulu.
"Papa agak keberatan,Mi. Anak2 kan masih kecil. Lagian papa gak suka kalau anak2 diurus pembantu. Iya kalau pembantunya bisa ngedidik anak2. If not?" ujarku sok keren pakai bahasa dari kampungku.
"Yah,Pa" ada nada kecewa dari mulut Lia.
"Kan mama dan mami bisa bergantian ngejagain anak2"
"Bisa aja,Mi. Cuma gimana kalau kita nunggu anak2 mulai bersekolah?"
"Selain waktu kalian berdua lebih banyak juga gak gitu repot mengurus bisnis berdua"
Ujarku sambil bangkit dari kursi dan menuju ke arah Lia.
Kubelai bahunya. Lia bangkit dan menjatuhkan kimononya. Dilolosinya cd hingga jatuh kebawah kaki.
Tubuh Lia yang telanjang begitu sempurna. Walau remang remang karena semua lampu yang sudah kupadamkan tadi. Aku tidak mau ada mata yang menyaksikan konser kami berdua.
Tanganku memeluk pinggangnya. Payudaranya yang membulat kencang menekan tubuhku yang masih berbalut kimono. Lia mendesah ketika aku mencumbu leher dan tengkuknya.
Tali kimono disentak Lia. Kemudian dibukanya dan dilemparkannya kimonoku. Penisku yang masih disimpan didalam cd ku dirogoh Lia. Jari tangannya yang halus membelai lembut 2 butir mutiara hitamku dikegelapan malam. Seiring waktu penisku mulai menampakkan tabiat aslinya. Berdiri tegak seakan menantang. "Lubang sedalam apapun kan kuterjang,"seolah penisku bisa berbicara dengan pongahnya.
Elusan,remasan,belaian dan entah apalagi sebutannya terus menerus jatuh di tubuh kami berdua. Seolah tidak ada puasnya kami saling menyentuh tubuh polos kami.
Sejenak kutatap mata Lia. Matanya membalas tatapanku. "Berikanlah dirimu padaku seutuhnya,"matanya seakan berkata menembus pikiranku.
Kubaringkan Lia di permadani dibawah kami. Terlentang. Hembusan nafasnya menerpa wajahku ketika aku memberikan dia ciuman dari seorang pria yang begitu mengasihinya. "Lupakan dukamu. Bahagiamu kan kuantar sampai di dalam relung hatimu,"bisikan dari jariku ketika menyentuh kulit tubuhnya.
Kejantananku kudorong sampai didepan kemaluannya. Kupegang erat pinggangnya dengan tanganku. Kami akan kembali mereguk cinta di tengah dinginnya malam.
Kedua tangannya memeluk leherku. Kakinya mengait di pinggangku begitu eratnya. Seolah tidak rela melepaskan kenikmatan dan kebahagiaan yang sedang kami arungi.
Layarku jatuh,aku dan Lia hilang kendali. Kami tiba di pelabuhan yang kami impikan. Tubuhnya menegang. Aku sendiri mematung. Menikmati saat saat kami jatuh dari langit. Kami begitu terbuai dihempaskan dengan begitu kuatnya ke tanah.
"Aku selalu dan akan selalu mencintaimu..."bisikku mesra ke telinganya.
Lia memejamkan mata dan meresapi untaian kata yang terdengar memasuki setiap jengkal didalam tubuhnya.
Paginya Lia membuat roti bakar dengan selai coklat untuk sarapan. Rencananya sehabis sarapan kami akan berkeliling perkebunan dengan motor yang sudah disiapkan pak Nardi.
Hembusan angin dan pelukan hangat Lia yang duduk di belakang motor membuat perjalanan kami berkeliling perkebunan begitu mengasyikkan. Sesekali kami berhenti untuk berfoto dan berselfie ria. Walau berhawa sejuk tapi terang dan teriknya matahari memaksa kami berdua kembali ke villa. Paling kalau kami ingin kembali 'berpetualang' kami memilih sore hari dikala sang surya sudah mulai kembali ke peraduannya. Seingatku view dari lantai 2 saat matahari terbenam pun tidak kalah indahnya dibandingkan dengan view sunset di pegunungan Alpen. Btw,pegunungan Alpen dimana aku kurang jelas. Sunsetnya seperti apa aku juga kurang paham.
Menu makan siang kali ini,telur steam dengan jahe,ayam goreng saus bangkok dan sup bening. Masakan Lia lebih berasa manis. Sedangkan masakan Lina lebih cenderung asin. Tapi apapun rasanya,makan masakan kedua istriku plus disuapin tetap lebih baik daripada makan di warteg. Mau disuapin mas mas kang ojek yang nongkrong di warteg penghujung jalan?
Selesai makan aku membantu Lia mencuci dan membereskan peralatan dapur.
Kemudian kami bersantai diruang keluarga. Aku duduk di sofa bed ditemani Lia yang ngelendot di pundakku.
Pengumuman-pengumuman
Siapa yang mau bantu
Tolong aku kasihani aku
Tolong carikan diriku kekasih hatiku
Siapa yang mau...
Kunyanyikan lagu Cari Jodohnya Wali dengan gaya Luciano Pavarotti.
Lia terbahak melihat cara bernyanyiku. Sisa waktu kami terus bernyanyi dengan karaoke set yang tersedia di ruang keluarga ini.
Lia mencium bibirku. Kebahagiaan sekali lagi tergambar di wajahnya. Rasa bahagia yang sama ketika Irwan melamarnya. Irwan,sang negosiator ulung. Irwan sahabatku yang kini telah tiada.
Selesai menyumbangkan suara emas ku,kuajak Lia berenang. Dengan antusias kami berganti pakaian renang didalam kamar.
Beruntung,sore ini cuaca agak sedikit panas. Aku dan Lia segera menceburkan diri kedalam kolam. Lia yang memang mahir,berenang dengan berbagai gaya. Gaya bebas,kupu-kupu dan gaya dada. Aku yang cuma bisa gaya ikan sapu-sapu menempel di pinggir kolam sambil memperhatikan Lia. Iseng,aku menyelam.
Disaat dia melewatiku,kuraih dan kutarik tali pengikat cd renang nya hingga terlepas. Refleks Lia menjerit dan gelagapan mulutnya kemasukan air. Segera kutangkap dan kupeluk dia.
Lia berontak. Tubuhnya kembali tenggelam kedalam air yang setinggi dada kami berdua.
Aku cemas,
Aku khawatir.
Dan aku salah!
Mendadak anuku terasa ngilu.refleks kedua tanganku membekap anuku didalam air. Tubuhku terbungkuk.
Lia keluar dari dalam air sambil menjulurkan lidahnya. Aku meringis,anuku disentilnya.
Kurasakan pandanganku semakin gelap. Tiba2 aku terjembab kedalam air. Lia panik. Dia berusaha menangkap tubuhku. Tiba2 Aku menyeringai. Aku berbalik. Kupeluk tubuhnya erat dan kusandarkan Lia di tembok kolam.
Aku kembali menyelam. Kali ini kucumbu kemaluannya didalam air. Sesekali aku naik ke permukaan untuk mengambil nafas. Disaat aku di permukaan,Lia tersenyum kepadaku. Kakinya semakin direnggangkan agar aku mudah mengoralnya.
Kemudian kuangkat kedua kaki Lia dan kukaitkan di pinggangku. Tubuh Lia masih bersandar di tembok kolam. Kudorong penisku memasuki liang vaginanya. Air kolam ikut menerobos masuk seiring penisku masuk dan mentok didalamnya.
Lia yang berpegangan ke tepi kolam menyodorkan bibirnya. Kucium dan kulumat bibirnya seiring kemaluanku yang di dalam air terus menerus memompa kemaluannya. Air yang masuk kedalam rongga vaginanya menggelitik kepala penisku. Membuatku semakin bernafsu menggenjot vaginanya.
Payudara Lia yang sebagian besar terendam air, berguncang menimbulkan ombak di permukaan. Lia terus mendesah. Namun aku terus melumat bibirnya. Aku tak ingin desahan terdengar sampai keluar villa.
Tiba2 tangan Lia mendekapku erat. Dagunya menopang di bahuku. Nafasnya terengah engah. Aku merasakan sensasi hangat di penisku bercampur dengan dinginnya air kolam. Lia sudah sampai di 'puncak'.
Kuteruskan pendakianku dengan kejantananku masih dalam cengkraman kemaluannya. Dan akhirnya penisku menumpahkan semua lahar putih didalam rongga vaginanya. Kubiarkan penisku tertanam disana hingga akhirnya melayu dan terlepas sendiri.
Hari sudah sore. Kugendong Lia kedalam kamar. Kami saling mengeringkan badan kami. Dengan kembali memakai kimono kami naik ke ruang keluarga di lantai 2.
Saatnya kami menikmati indahnya sunset di penghujung hari. Aku bersandar di sofa bed. Lia merebahkan kepalanya di dadaku. Kepeluk dia. Kuberikan dia kehangatan di saat dingin mulai merasuk.
Tak bisa hatiku menafikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnya