Cemilan Favoritku? Martabak
Sabtu pagi. Aku dan Helen terbangun setelah memadu kasih. Kucium keningnya. Pikiranku melayang kembali ke saat saat benih benih dari tubuhku tercabut dan menyiram rongga rahimnya. Hari ini merupakan weekend dimana kantor kami tutup. So,seharian ini kami rencanakan untuk 'bersembunyi' di kamar hotel ini.
"Len,aku masih terpikir. Aku rasanya ingin terbuka soal hubungan kita didepan kedua istriku,"aku mengawali pembicaraan yang begitu serius.
"Kamu yakin,Ri?"
"Gak salah?"
"Aku merasa mereka berdua memang sudah memberikan tanda-tanda. Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya kenapa Lia membelikan gaun pesta yang begitu seksi untukmu."
"Masih ingat dengan lingerie yang diberikan Lina?"
"Loh,bisa aja kan mereka berpikir sudah waktunya aku memikat calon suami,"sambil tersenyum Helen menjawab.
"Apa yang kamu harapkan setelah memberi tahu mereka,Ri?"
"Apakah dengan memberitahu mereka,kamu akan selalu disisiku?"
"Atau kamu ingin menyakiti mereka berdua?"
Lama terdiam Helen pun kembali melanjutkan,"Ri,kau tahu. Setiap kedatanganmu aku selalu merasa bersalah kepada Lia dan Lina."
"Aku sudah melakukan hal yang tak pantas kepada mereka."
Pelan Helen mulai terisak. Semakin erat kupeluk Helen.
"Aku menyesal Ri. Andai mobilku tidak rusak. Andai bukan kamu yang datang membantuku."
Airmatanya sedikit membasahi dadaku.
Aku kebingungan. Antara keinginan untuk 'meresmikan' hubunganku dengan Helen dan kekhawatiranku betapa mungkin saja kedua istriku akan tersakiti dengan kenyataan ini.
Helen masih terisak hingga... Ting Tong.. Ting Tong... Bunyi bel menggema di dalam kamar. Aku dan Helen berpandangan. Buru2 aku menyambar pakaianku dan melangkah ke pintu. Melalui lubang intip kulihat siapa yang datang.
Rupanya cuma roomboy yang mengantarkan paket. Aku baru ingat,semalam aku ada meminta Agnes,sekretarisku mengirimkan dokumen penting via kurir.
Selesai menerima dokumen aku kembali ke ranjang. Helen masih berbaring di ranjang. Matanya sembab. Dia berusaha tersenyum padaku. Senyum yang dipaksakan.
Kuraih dagunya. Kulumat bibirnya yang masih menyisakan lipstik berwarna merah. Cinta tak butuh alasan.
Aku menyelinap ke balik selimut yang menutupi tubuhnya. Perut Helen kujilat dan kucium berulangkali sementara tanganku meremas payudaranya.
Ciumanku terus turun hingga ke vaginanya. Vagina yang hanya menerima penisku selama ini. Vagina yang dijaganya selalu harum. Vagina yang selalu membuatku lupa diri. Lupa siapa aku sebenarnya.
Cumbuanku di vaginanya membuat Helen terangsang. Dengan tangannya dijambak rambutku dan kepalaku ditahan di selangkangannya. Berulangkali klitorisnya yang mengacung kujilat dan kusedot. Kaki Helen tertekuk. Tanpa disadarinya kakinya sudah naik menumpang ke punggungku.
Aku masih saja bertahan di vaginanya sementara tanganku aktif meremas payudaranya. Beberapa saat kemudian vagina menyemburkan cairan bening mirip kencing ke wajahku. Aku tidak jijik. Aku bangkit dan naik keatas tubuhnya.
Kutindih Helen dan bibir kami bertemu kembali. Lidah kami berpilin diantara sisa cairan cinta yang jatuh dari wajahku.
Kubaringkan Helen menyamping. Kaki kanannya kuangkat dan kutumpangkan ke bahuku.
Aku mendorong penisku memasuki liang vaginanya. Berulang ulang kutarik dan kudorong penisku. Helen meremas sendiri payudaranya yang berguncang karena tabrakan selangkangan kami.
Bunyi kecipak selangkangan yang basah karena semakin menambah semangatku. Berulangkali kudorong sampe mentok penisku kedalam rongga vagina Helen. Sesekali Helen menjerit tertahan kala penisku mentok didalamnya.
Helen melengkungkan tubuhnya. Sesaat dia memejamkan mata dan menahan nafasnya. Kurasakan vaginanya berdenyut memijat mijat penisku. Kurasakan akibat pijatan vaginanya,keinginanku untuk orgasme semakin memuncak. Aliran sperma terus menekan hingga ke ujung penisku. Tak ayal,berkedut kedut penisku menyemburkan lahar cinta kedalam rongga vaginanya.
Aku menjatuhkan tubuhku disamping Helen. Helen langsung memelukku dan menciumku.
Aku masih berusaha mengatur nafas setelah menguras tenaga mendaki ke puncak kenikmatan.
"Sayang..."lembut Helen membisikkan ke telingaku...
Malamnya kami berkeliling kota dengan mobil dinas Helen. Dia begitu bahagia seolah dia telah melupakan pembicaraan kami tadi pagi. Antusias dia menggamit lenganku dan memberitahuku beberapa spot kekinian di kota ini.
Untungnya mobil ini matik. Kalau manual aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku menyetir dengan lengan kiriku yang terus digandengnya.
"Ri,ntar kamu turunin aku didepan ya. Aku mau belanja sebentar,"pinta Helen.
Setelah mendapatkan posisi parkir yang pas,aku mematikan mesin bermaksud menemaninya belanja. Tapi ditolak oleh Helen.
"Aku bisa kok,Ri. Tenang aja,"tolaknya halus sambil turun dan masuk kedalam gang. Sekitar 21 menit kemudian Helen kembali dengan bungkusan kecil ditangannya. Aku tahu dari bau harun yang tercium,pasti martabak manis kesukaanku.
"Ok,Pak Supir! Antar saya balik ke Hotel ya,"dengan centilnya Helen memerintahku.
"Baik,Bu!"jawab sang supir yang berselingkuh dengan majikannya.
Setibanya di kamar,Helen menolak acara mandi bersama. Aku disuruhnya menunggu. Tebakanku pasti ada kejutan buatku lagi. Ok,kuikutin maumu,Helen.
Helen keluar dari kamar mandi dengan kimono mandi yang tersedia. Dia kemudian menuju ke meja rias untuk mengeringkan rambutnya. Aku bangkit dan ingin memeluknya dan lagi lagi ditolaknya. Dia menolakku sambil tersenyum.
"Ri,janji ya,tidak boleh ada yang tersisa?"
"Emang apa yg gak boleh tersisa,Len?"
"Ada deh. Yang penting kamu berjanji dulu."
"Ok,aku berjanji,"aku tersenyum penasaran.
Helen kemudian melangkah menuju tempat tidur. Dia membuka kimono dan merebahkan tubuh telanjangnya ke tempat tidur. Tidak lupa dia mengambil bungkusan yang dibelinya tadi.
Tebakanku tepat. Martabak. Yang membuatku terpana, Helen mengambil potongan demi potongan kecil martabak dan diletakkan ke tubuhnya. 1 potong masing2 diatas puting payudaranya. 1 potong diatas pusar. 1 potong dilehernya. 1 potong di atas vaginanya. Dan terakhir sebelum diletakkan di mulutnya dia menantangku,"Ayo Ri,bukannya kamu doyan martabak?"Helen tersenyum.
Sekali lagi aku tidak mampu berkata-kata. Nyotaimori ala Helen dengan menu martabak. Aku ingin tertawa tapi rasa kagumku dengan idenya malah berujung aku melepaskan pakaianku.
Jelas,penisku ngaceng. Perutku pun lapar melihat martabak dengan isian kacang dan coklat butir yang sudah meleleh sebagian favoritku.
Kuawali menyantap 'hidangan' didepanku dari mulutnya. Kugigit potongan martabak dan kuangkat dengan mulutku. Dibalik martabak itu tersungging senyuman. Mulutnya terbuka. Kuturunkan sebagian martabak kedalam mulut Helen. Kombinasi antara mengunyah dan berciuman.
Sasaranku selanjutnya martabak yang dileher. Martabaknya sendiri sudah mendingin. Rasanya pun mungkin tidak seenak sewaktu panas. Tapi cara makan yang disajikan Helen menjadi terasa begitu nikmat.
Martabak yang menimpa putingnya semakin nikmat. Lelehan coklat jatuh menutupi puting payudaranya. Perlahan kujilat dan kusedot putingnya hingga bersih. Helen mengerang nikmat.
Sebagai bentuk terima kasih potongan di pusarnya kuakhiri dengan sapuan lidah menggelitik pusarnya. Ludahku yang bercampur dengan coklat kujatuhkan ke pusarnya kemudian kuhisap kuat2.
Tiba di vaginanya,kubongkar semua isi martabak dan kusapukan ke permukaan vaginanya. Kulit martabaknya kumakan. Save The Best For Last. Lidahku kuarahkan 'membersihkan' permukaan vaginanya. Sesekali lidahku menjorok menyentil klitorisnya yang mengacung malu2. Vaginanya yang plontos kini bercampur dengan ludahku,lelehan isian martabak dan cairan birahi Helen.
Vaginanya yang 'martabak flavoured' terus menerus kucumbu hingga bersih. Dan Helen tiba2 merangkul dan membalikkan tubuhku. Dia membaringkan ku ke tempat tidur.
You're the Director,Honey... Kuikuti keinginannya dengan rasa penasaran.
Martabak yang tersisa kini disebar keseluruh tubuhku. Tak ketinggalan 2 potongan martabak diletakkan terjepit di selangkanganku. Tepatnya diantara paha dan buah zakarku. Penisku mengacung tegak diantara 2 potong martabak.
Helen memulai dengan cara yang sama. Dari mulut dan perlahan turun hingga ke perut. Dibuai begini sungguh nikmat kurasakan. Hingga martabak yang tersisa hanya di selangkanganku.
"Ri,bilang bilang ya kalau mau nyampe,"pesan Helen sambil menjilati martabak dengan begitu sensual sebelum menelannya.
Helen meraih batang penisku dan mengocok2nya berulang kali. Dengan mulutnya dikulum dan dijilatnya batang penisku.Terus menerus tanpa henti hingga,"Len,aku mo nyampe nih"seruku ketika kurasakan penisku seakan meledak dalam mulutnya. Dengan santainya Helen mengambil 2 potongan yang tersisa dan membekap penisku dengan martabak tersebut.
Perlahan spermaku melekat di kedua potongan martabak hingga penisku berhenti menembak dan melemah.
Helen mengangkat kedua potongan martabak yang berlumuran spermaku dan dikatupkannya seperti sandwich. Pelan dimasukkan kedalam mulutnya semua martabak itu hingga tak bersisa.
Paginya aku dan Helen turun ke bawah hotel untuk sarapan. Sebelum kami beranjak, Tag yang tergantung di handel pintu sebelah luar kubalik,PLEASE CLEAN UP THE ROOM tulisan yang tercetak disana.