Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Cepat sudahi arc arween huu, kalo perlu arc arween 1 hari 1 chapter, pengen buru2 ngeliat aya digorok sama ai-chan. Gak kuat ane baca nya :((:((
 
Besok free??
Ya
Same place?
Ok

Anjingg, gampang beud yak mau ngewe, jadi pengen punya yg model begini, :bata: aichan gue ngamuk, kabooor:ngacir::ngacir:
 
MDT SEASON 2 – PART 35

--------------------------------------------

messy-10.jpg

Tempat yang sama. Perempuan yang sama. Pertemuan ke empat ini kami saling tidak membuang waktu lagi. Aku dan Arwen langsung saling melucuti pakaian kami dengan ganasnya saat kami pertama bertemu tadi. Lanjutannya silahkan ditebak sendiri, sudah pasti kami banyak menghabiskan waktu dengan saling bercumbu dengan gila siang ini.

Badannya sungguh terasa ringan dan nikmat untuk kupermainkan.

Rasanya waktu terlalu pendek untuk menggaulinya dalam posisi apapun yang mungkin. Eksplorasi adalah kunci dalam setiap hubungan seks ternyata, dalam situasi dan dalam kondisi seperti apapun. Itulah mengapa sebabnya orang-orang setiap harinya menciptakan posisi bercinta yang macam-macam dan kadang-kadang tidak terpikir oleh otak mesum seorang pria yang sedang menggebu-gebu untuk menggarap tubuh Arwen.

Dan dalam tiap sisi eksplorasi, tiap bentuk berbeda sensasinya. Tiap aksi berbeda reaksinya.

Dalam waktu dua jam ini, aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk menjelajahi tubuh Arwen. Rasanya jantung ini, aliran darah ini, berfungsi dengan hiperbolis. Semangatku untuk membugilinya, mempermainkan setiap organ seks sekundernya dan menyetubuhinya dengan ganas seperti tidak habis-habis. Ini mungkin artinya aku sudah gelap mata. Aku sudah diperbudak oleh hal ini. Diperbudak oleh hal tolol dan bodoh, meniduri temanmu sendiri, tapi semakin aku menahannya dan semakin aku merasa bahwa ini salah, semakin gila juga aku di ranjang.

Arwen sedang berbaring telungkup, membelakangi diriku. Aku memeluknya dari samping, menciumi punggung dan tengkuknya perlahan. Matanya memandang ke arah tumpukan baju kami yang berserakan begitu saja di lantai hotel.

“Nanti latihan pertama untuk project yang sama orkestra itu?” tanyanya pelan, sambil malu-malu berusaha melirik ke arahku.

“Iya”
“Jam berapa?”
“Jam 4”

“Sekarang masih jam 2-an” bisiknya, dengan nada yang menggoda.
“I know” balasku sambil tetap menjelajahi tengkuknya sambil menyingkap rambutnya yang sebahu itu.

“Dari sini ke sana kan lumayan deket....”

Aku mengangguk, tapi kepalaku terus tertaut ke adegan tadi. Adegan pergumulan kami, pertukaran ciuman, saling meremas, saling jilat menjilat, dan tentunya petualangan penisku di dalam mulut dan lubang kewanitaannya. Arwen menatapku dari sudut matanya. Dia pasti merasakan ada benda tumpul yang perlahan-lahan naik lagi, menyentuh pahanya.

“Boleh aku....”

“Ngapain?” aku bertanya langsung di ujung telinganya, sambil mencium harum feromon yang sepertinya ada dimana-mana itu. Dia lantas berbalik dan mencium bibirku sejenak, sambil menutup matanya, menikmati setiap inci bibirku yang bisa dia cium. Dia lantas melepas ciumannya dan mendorong badanku agar aku berbaring.

Aku diam saja, karena memang tenagaku sepertinya menguap setelah kupakai habis-habisan untuk menghantam dirinya sesiangan tadi.

Arwen memperhatikan penisku yang berdiri tegak, sambil menggenggamnya perlahan. Dia beringsut dan mulai memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya. Aku memejamkan mataku, mulai merasakan kenikmatan yang menjalar di penisku, akibat tingkah lakunya.

Pelan tapi pasti, dia mengocok batang penisku sambil mengulumnya. Tanpa henti dia melakukannya dan sepertinya dia menikmatinya. Aku membuka mataku dan melihat pemandangan yang memacu adrenalinku. Seorang penyiar radio, yang lucunya berawal dari hanya sekedar kenalan, kini sedang menghisap penisku, berusaha memberikanku kenikmatan terakhir sebelum aku berangkat berlatih bersama Hantaman.

Aku menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Dia menatapku dengan tatapan yang sama, dengan penisku berada di dalam mulutnya. Makin lama tangannya bergerak makin cepat. Aku tak peduli. Aku hanya ingin dipuaskan olehnya.

Dan mendadak aku teringat salah satu bercandaan Stefan yang dulu sempat membuatku tertawa. “Cewek tuh paling cakep cuma pas dalam dua kondisi Ya…”.

“Apaan aja?” tanyaku waktu itu.
“Yang pertama pas dia bugil, dan yang kedua itu pas dia lagi ngemut kontol…” jawabnya penuh tawa beraroma setan dan iblis yang sedang turun ke bumi.

Pemandangan yang “cakep” menurut Stefan ini berlangsung selama beberapa menit, sebelum penisku meledak di dalam mulutnya. Dia melirikku, tersenyum simpul dengan bibir basah dan spermaku menetes. Keluarnya tidak banyak, karena memang yang sekarang adalah yang kedua. Tapi sensasinya luar biasa. Tanpa membersihkan cairan putih yang menempel di bibirnya, dia merayap ke arahku dan membenamkan kepalanya di dadaku, memelukku sebagai perpisahan untuk pertemuan kami siang itu.

Adrenalinku semakin hari naik semakin tinggi dan Arwen berhasil menaikkan level ketegangan kenikmatan adrenalin yang kurasakan.

Sudah keempat kalinya kami melakukannya, dan sepertinya ini tidak akan berhenti untuk waktu yang lama.

--------------------------------------------

5a8e7910.png

“Cakep-cakep string orchestranya” bisik Stefan.

“Termasuk yang cowok?” tanyaku balik sambil konsentrasi menyetem gitar. Mereka pun sedang menyetem alat musik gesek mereka. Beberapa dari mereka memang cantik, dan ada satu-dua yang luar biasa cantik. Stefan dari tadi tidak bisa diam di sebelahku, tanduk setannya langsung keluar.

“Bangke”
“Lagian….”
“Edan ini sih, jadi pengen gue ngentotin satu-satu yang cewek-ceweknya….” bisik Stefan lagi, tapi tanpa malu-malu suaranya terdengar. Untung saja tidak ada yang mendengar selain aku.

“Katanya gak mau lagi nidurin yang satu lingkungan kerjaan?” tanyaku pelan-pelan.
“Ntar abis kita beres perform dong, baru gue modusin satu-satu…”

“Satu-satu?” tawaku. “Ntar keburu lo mati Fan, gak cukup kayaknya masa hidup lo untuk mereka semua, lagian, orang-orang kayak mereka gini bisa gitu lo spik-spik iblis biasa?” Ya, mereka semua terlihat anggun dan berkelas, tipe yang tampaknya serius dalam memandang apapun dalam hidup.

“Kan ada si ganteng yang baru belajar nakal kalo gue mentok” dia menepuk bahuku dan dia lantas mengalihkan perhatiannya ke microphone untuk vocal yang ada di tengah-tengah ruangan. Stefan lalu berjalan menjauhiku.

Aku menggelengkan kepalaku dan menyelesaikan urusanku menyetem gitar, lantas mengatur partitur yang ada di depanku. Aku sejenak melirik ke Karina yang mencoba mengobrol dengan Bagas, namun sepertinya Bagas hanya mau bicara sepatah dua patah kata sambil menyetel drumset minimalis yang akan dia gunakan untuk latihan hari ini. Sejak Bagas aktif, Karina mendadak jadi kalem dan tidak berani untuk mencari-cari kesalahan kami lagi. Hal ini membuatku bertanya-tanya apakah yang sebenarnya terjadi sewaktu aku, Anin dan Stefan memutuskan untuk tidak datang.

Dan tampaknya kami tidak akan pernah tahu. Bagas tidak pernah menjawab dengan jelas setiap kami tanya. Bertanya pada Karina? Malas. Tidak hanya aku yang malas. Anin dan Stefan pun malas.

Tapi sekarang, di mata kami, pemandangan aneh itu terus berlanjut. Pemandangan Karina yang mendadak ramah. Dan ramahnya malah ke Bagas. Dan respon Bagas tidak berbeda. Tetap dingin kepada sesama manusia, bicara seperlunya dan tatapannya tetap lurus ke depan seperti biasa.

"Selamat Sore semuanya..." Karina berdiri di tengah-tengah kami semua. "Hari ini latihan pertama, dan kalau sesuai jadwal, kita bakal perform di Bulan September... Tanggalnya kalian semua udah tahu.... Jadi sekarang, selamat latihan. Temen-temen dari Hantaman bakal ambil alih...." lanjutnya.

Teman-teman dari Hantaman, senyumku dalam hati. Stefan malah tersenyum lebar, dan seperti biasa, dia bakal menjadi frontman yang mengomandoi latihan dan lain sebagainya. Aku, Anin, Bagas dan para pemain string orchestra sudah siap di pos nya masing-masing, siap untuk bermain musik.

"Sore" bisik Stefan di microphone setelah memeriksa apakah microphone tersebut menyala atau tidak. "Kita mulai aja, partitur masing-masing udah pegang kan? Ada yang mau ditanya ke kita atau Karina sebelum mulai?"

Para pemain string orchestra saling lihat-lihatan dan beberapa di antara mereka menggelengkan kepala ke arah Stefan. Stefan lantas mengangguk dan kembali berbicara.

"Oke, mohon kerjasamanya.... Let's Rock!!!!"

--------------------------------------------

"Stefan biasa deh, pasti ga kuat liat cewe cakep dikit" bisik Anin, dengan rokok di tangannya. Aku menemaninya di luar gedung.

"Biasa lah dia mah...."
"Dan gue juga aneh sama Karina, gara-gara Bagas dia kok bisa ya jadi jinak gitu"
"Jangan jangan ama Bagas dipukul pas kemaren" tawaku.

Kami berdua menertawakan kondisi yang terjadi saat istirahat latihan ini. Stefan tampak sedang mengobrol “akrab” dengan salah seorang pemain string orchestra. Aku lupa siapa namanya, tapi kalau tidak salah entahlah, nama-nama baptis gitu. Dari tampangnya terlihat seperti anak baik-baik, atau anak yang rajin ke gereja. Tapi itu sepertinya bukan halangan untuk Stefan. Seperti biasa dia selalu tampak seperti malaikat ke korbannya.

Sedangkan Bagas, dia tetap cuek duduk di pojok tempat latihan seperti biasa, fokus pada layar handphonenya. Tadi Karina sepertinya mencoba untuk berdiskusi musik dengannya, tapi dia tidak responsif dan hanya menjawab sepatah dua patah kata. Sukurin.

"Tapi lumayan sih, enak latihannya dan gue gak sangka setelah lagu kita dirubah aransemennya, nambah alat musik gesek kayak gitu, musik kita jadi kerasa lebih megah dan gimanaaaa gitu"
"Setuju. Gue gak nyangka juga sih, beda soalnya kalo baca dari partitur sama pas dimaenin beneran" balasku.

"Ah, gue malah gak konsen. Gak sabar September"
"September yang mana? Yang kita performnya atau kawinan lo?"
"Dua-duanya" jawab Anin. "Tapi buat gue lebih deg-degan pas kawin..."

"Gila juga ya lo berani ngajakin dia kawin.... Dalam waktu cepat lagi... Pertamanya gue kaget. Lama-lama malah jadi salut..” Yang dipuji Cuma nyengir kuda. Lucu. Kingkong nyengir kuda.

“Gue terinspirasi dari elo kayaknya Ya” balas Anin, dengan kalimat yang tak kusangka-sangka.
“Inspirasi? Inspirasi apaan?”

“Soal Zee…. Gue ngeliat elo dan Kyoko tuh kayak gimana, gitu…. Buat gue walau kalian dulu LDR, dan segala macemnya, kalian tetep bisa ngejaga kemesraan kalian, sampe sekarang nikah” senyum Anin sumringah, menatapku bagaikan aku guru besar yang mengajarkan rahasia pernikahan bahagia.

Aku hanya bisa tersenyum. Tersenyum kecut tapi. Andai Anin tahu kondisiku sekarang. Tidak, dengan Kyoko tak ada masalah. Kyoko tetap seperti biasa, ceria, setia, dan selalu berusaha untuk membahagiakanku setiap waktu.

Masalahnya ada di dalam diriku, yang terjebak ke permainan kotor yang luar biasa membius ini. Terjebak pada kisah lama ayahku, walau mungkin kalau kita coba banding-bandingan dosa, lebih banyak dosanya dia daripada aku. Tapi tetap saja. Aku bukan Arya yang seperti Anin sangkakan lagi.

“Kok mendadak diem Ya?” Anin menangkap responku dengan tatapan khawatir.
“Eh… Gapapa”

“Ada masalah sama Kyoko? Ya wajar sih, dulu juga masalah yang dia stress karena ga punya kegiatan kan? Apa sekarang dia jadi terlalu sibuk jadi kurang waktu buat elo?” tanya Anin, menyelidik, dengan tatapan penuh kepedulian.

Gue sekarang suka ngewe sama Arwen Nin, di belakang Kyoko, enggak, ini bukan affair, gue gak sayang-sayangan sama dia dan gak ngasih nafkah batin apapun. Kita cuman suka ngewe satu sama lain. And we enjoy it very much.

“Gapapa kok… Mungkin karena kita lagi sama-sama capek aja dan jadi jarang ketemu, gue jadi kadang suka kangen banget sama dia…” jawabku, menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya. “Tapi sebelum tidur ya pasti ada quality time lah, most of the time dia cerita soal tamu-tamu yang lucu dan menurut dia unik”

“Nah, makanya gue iri sama kalian, dan gue langsung ngajak Zee kawin juga, karena gue gak mau dia lepas gitu aja dari depan gue, dia pacar pertama gue dan perempuan pertama yang akhirnya mau peduli sama gue….” balasnya.

“Dan dia mau ya” senyumku.
“Tentunya, dia mau banget….. Tapi kadang lucu sih, kalo kita chatting biasa aja, ya mungkin kayak elo chattingan ama Kyoko, tapi kalo kita video call, dia masih suka sok cuek dan sok judes gitu” tawanya, terbawa euforia pernikahannya yang akan terjadi sebentar lagi itu.

“Good for you”
“Hehehehe”

Anin berjalan sejenak untuk membuang puntung rokok ke tong sampah. Aku membuka handphoneku untuk membunuh waktu jeda itu. Tumben. Lagi-lagi ada direct message di instagramku, dan tampak menggoda untuk diperiksa, karena jarang-jarang ada.

“<3” sebuah caption super pendek yang membuat jantungku berhenti mendadak. Lagi-lagi foto. Foto tadi siang menuju sore. Foto Arwen yang tampak baru selesai mandi, mengambil foto di depan cermin, telanjang bulat dengan kulit yang basah bercahaya. Aku memang pergi terlebih dahulu dan dia baru membersihkan dirinya setelah aku pergi ke tempat ini.

Sadar tak sadar, aliran darah dan dorongan hormonal secara alami lari ke kelaminku dan menyebabkan dia berdiri di balik celana. Aku menelan ludahku dan segera menutup layar handphoneku.

--------------------------------------------

guitar10.jpg

Aku terbaring di kasurku, menerawang arah langit-langit, sambil memperhatikan gerak-gerik Kyoko yang sedang melakukan urusan-urusan yang biasanya dilakukan oleh perempuan sehabis mandi di depan cermin. Aku kelelahan hari ini. Bukan hanya karena urusan pekerjaan, tapi juga oleh urusan lain yang tidak pantas kuceritakan di depan Kyoko.

Bukan hanya tidak pantas, tapi juga jangan sampai urusan lain ini sampai ke telinga Kyoko.

Selesai dengan urusannya, Kyoko lalu menyalakan lampu tidur, dan mematikan lampu, lalu berjalan dan mulai naik ke atas kasur.

“Aya tampak capai” bisiknya.
“Banget” jawabku.

Kami lantas berpelukan dan berciuman di atas kasur. Aku memeluknya dan dia memelukku. Lembut bibirnya menghiasi waktu sebelum tidurku. Aku menyentuh rambutnya yang sudah ia keringkan tadi.

“Ada cerita-cerita aneh dari Mitaka?” tanyaku setengah berbisik.
“Mitaka kemang atau Mitaka yang sebenarnya Aya?” candanya.
“Kemang…. Kalo yang beneran aku bisa nanya ke kakak kamu” balasku sambil mengacak rambutnya.

“Hari ini tidak terlalu banyak yang datang Aya, dan tidak ada tamu yang aneh-aneh”
“Masa gak ada yang aneh?”
“Bentar Kyoko coba-coba ingat dulu” dia malah membenamkan kepalanya di dalam pelukanku, dan tampaknya tidak berminat untuk mengingat hari yang sudah dia lewati tadi. Dia lebih berminat untuk melepas lelahnya dengan bermesraan denganku.

“Kalau Aya sendiri bagaimana? Aya bilang kan Karina jadi tenang karena Bagas? Seperti apa tenangnya?” tanya Kyoko.
“Jadi orang baik” tawaku.
“Berarti selama ini bukan orang baik ya Aya?”

“Bukan…”

“Kalau Aya orang baik” Kyoko menatapku dan mencium daguku dengan bermain main. Lagi-lagi aku tersenyum kecut dalam hati. Baik dari mana? Setelah semua yang terjadi sejak Jogja, aku baik dari mana sayang?

“Masa?” tanyaku sambil diam saja.
“Iya Aya. Karena Aya sudah sayang sama Kyoko dan membuat Kyoko nyaman tinggal di Indonesia…. Juga beri jalan Kyoko untuk bisa bekerja dengan baik di Indonesia” senyumnya terlihat sangat tulus.

Aku hanya terdiam, termangu dalam gelapnya kamar kami berdua. Tidak bisa rasanya aku menerima disebut sebagai orang baik detik ini. Dulu mungkin iya. Tapi sekarang aku sudah tidak seperti itu lagi. Telat nakal, kata Stefan. Dan aku tidak bisa berkelit dari status baruku ini. Rasanya sungguh menyebalkan. Ingin aku berteriak bercerita yang sejujur-jujurnya pada Kyoko, tapi bagaimana efeknya nanti? Pasti sangat pedih dan merusak tatanan keluarga kami.

Dan aku tak bisa menghindar saat Kyoko memelukku makin erat dan berusaha menciumku. Aku menyambut ciumannya dan kami bercumbu dengan lembut. Saling melumat dalam diam, dan bisa kurasakan wangi tubuhnya tercium. Penisku secara otomatis berdiri, walau ada sedikit rasa tak nyaman karena tadi siang sampai sore, aku sudah habis-habisan menggarap ARwen.

Mengetahui organ seksualku bereaksi, Kyoko melepas ciumannya dan dia tersenyum padaku. Dia lantas bangkit, duduk dan melepas dasternya. Tubuhnya terlihat sungguh indah di tengah cahaya temaram. Kulitnya yang halus dan bersih terlihat bercahaya di tengah gelap. Dia tidak mengenakan BH, hanya celana dalam berwarna biru muda yang menutupi area kewanitaannya.

Apakah aku beruntung malam ini? Tidak.

Aku sudah habis oleh Arwen dan latihan tadi. Energiku sudah tidak ada, walau penisku berdiri secara alami, tanpa dipaksa.

Kyoko tampak berusaha ingin menciumku lagi. Karena kelelahan, mendadak tanganku bergerak menolak Kyoko.

Shit. Refleks yang aneh.

“Kenapa Aya?” senyum Kyoko dalam gelap.
“Mungkin aku kecapekan habis latihan tadi….” balasku sambil senyum tipis. Entah itu senyum apa. Senyum berdosa mungkin.

“Kasihan Aya….” Kyoko menghela napas. Sumpah, rasanya sangat tak nyaman. Aku sayang kepada istriku dan pasti tidak menolak jika dia ingin mengajakku bercinta. Tapi energiku sudah benar-benar habis. Pernah merasakan penismu berdiri sehabis ejakulasi atau sehabis berhubungan seks? Ya, begitulah rasanya. Tidak nyaman dan rasanya agak enggan untuk bersetubuh lagi.

“Kalau begitu….” Kyoko mendadak tersenyum nakal. Dia langsung menarik celanaku, tanpa bisa kuhentikan. Dan disana dia melihat penisku berdiri tegak dan tanpa aba-aba dia langsung duduk bersimpuh di sampingku dan langsung melumat penisku.

Mungkin dalam pemikirannya, staminaku habis, jadi dia ingin melayaniku dan memuaskanku agar aku bisa tidur dengan tenang. Sesungguhnya sayang, staminaku sudah benar-benar tidak ada. Permainan kotorku tadi siang dan latihan dengan orkestra sudah menyita seluruh energiku, dan kini aku bisa merasakan sensasi geli yang aneh di penisku.

Aku tak bisa melawan keinginan Kyoko, dan aku dengan terpaksa akan ejakulasi yang ketiga kalinya hari ini. Dan sudah bisa dipastikan aku akan langsung tertidur lelap saat nanti menutup mata.

Pasrah. Aku hanya bisa pasrah, melihat istriku dengan sabarnya mengulum penisku. Istriku yang sedang kukecewakan ini. Istriku yang tidak tahu kalau tadi siang sudah ada yang melakukannya. Sudah ada yang melakukan hal yang sama, sebagai tanda perpisahan, katanya.

“Nggh…” Aku mendadak keluar dengan cepat dan tanpa aba-aba. Rasanya ngilu dan agak mati rasa.

Untung Kyoko segera melepaskan penisku dari mulutnya dan dia melihat sesuatu yang mungkin janggal.

“Sedikit, Aya” bingungnya. Ya. No shit. Pasti sedikit keluarnya. Tidak seperti biasanya karena hari ini sebelumnya sudah keluar dua kali. Rasanya tak nyaman dan otakku sedang berputar-putar mencari jawaban yang masuk akal.

“Itu…”
“Kasihan, pasti ketika siang tidak ada Kyoko, Aya kesepian ya? Biasanya kalau Aya sedang ingin selalu ada Kyoko…..” dia tersenyum simpul, menunjukkan simpatinya.
“Ya….”
“Hehehe…. Tidak apa Aya, kalau memang ingin dan Kyoko sedang tidak ada, sendiri tak apa…” lanjutnya.

Aku hanya bisa mengangguk, mendengar sangka baiknya padaku. Bisa-bisanya dia menyangka aku self service siang tadi. Kyoko bangkit, mencari tisu yang ingin dia gunakan untuk membersihkanku. Aku diam, sambil meringis dalam hati. Tega. Tega lo Ya boong sama bini lo…. Di kepalaku seperti berkecamuk perang antara si jahat lawan si baik. Si jahat berbisik, hebat banget bini lo gak curiga. Si baik mengutuk, mengecam diamku dan berusaha membuatku lupa akan Arwen dan tidak mengulangi apapun yang terjadi siang tadi.

Kyoko berusaha membersihkannya, dan aku meraih tisu dari tangannya, sambil memberi tanda bahwa aku bisa melakukannya sendiri. Kyoko mengangguk dan memakai pakaiannya lagi, sambil menungguku selesai bersih-bersih.

Dan malam ini ditutup dengan pelukan mesra dari seorang istri yang luar biasa kepada suami yang kurang ajar.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd