Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Bimabet
Mantap suhu..
Nubie pernah baca cerita Anto ini juga suhu jaman msh SR dulu..Lanjutin suhu dengan kisah Anto yg lain..

:jempol: Wuiihh.. cakep tuh brada..

Hehe.. iya sih.. Nubi juga sempat saving Cerita2 'Anto Sang Petualang Birahi'.
Lumayan lengkap.
Cuma memang banyak CerPan yang menggunakan nama 'Anto' sebagai tokoh utamanya..
Jadi mau ngga mau harus 'dicari' dulu benang merah antar cerita..
apakah memang tokoh yang sama.
Yang Nubi ambil untuk dimasukkan di trit ini hanya yang sesuai dengan 'tema' aja, brada..

Tapi ntar deh..
Mungkin di lain kesempatan Nubi akan coba sharing di Forum kita tercinta ini..
 
Cerita 41 – Bu Mumun, Tetanggaku

Ketika aku mulai menempati rumah yang baru kubeli.. sejumlah warga mengingatkan bahwa Pak Rasjo tetangga terdekat rumahku berperilaku kasar.
Pria yang berprofesi sebagai penarik becak itu.. kata para tetangga.. di samping suka berjudi dan mabuk-mabukan juga sering melakukan tindak kekerasan pada istri dan anaknya.

"Mendingan Mas Anto pura-pura tidak dengar deh kalau dia lagi bertengkar dengan istrinya..” kata Pak Samiun.. yang menjabat selaku RT di lingkungan tempat tinggalku suatu hari ketika aku menyelenggarakan acara syukuran dan perkenalan dengan warga sekitar.

Sebab kalau urusan rumah tangganya dicampuri.. kata Pak Samiun.. Pak Rasjo yang mengaku pernah menjadi preman di Jakarta juga tak segan main kasar. Sedikit-sedikit ia membawa golok dan mengancam. Hingga warga sekitar malas berurusan dengan Pak Rasjo.

"Sebenarnya kasihan sama Bu Mumun –istri Pak Rasjo..– Ia orangnya baik tetapi sering menjadi korban kekasaran suaminya.
Tetapi karena orang-orang sungkan berurusan dengan suaminya.. maka warga tidak dapat berbuat banyak..” ujar Pak Samiun lagi.

Usia Pak Rasjo.. sekitar 53 tahun sedangkan Bu Mumun mungkin sekitar 50 atau 51 tahun.
Kehidupan keluarga dengan dua anak yang menginjak remaja itu.. dengan hanya mengandalkan pendapatan Pak Rasjo dari menarik becak tentu saja hidup mereka pas-pasan.
Apalagi dengan perilaku buruk Pak Rasjo yang gemar berjudi dan mabuk minum arak.

Menurut para tetangga.. sewaktu Bu Mumun masih melayani jasa pijat dari orang-orang yang membutuhkan pijatannya kehidupan ekonomi keluarga Pak Rasjo lumayan baik.
Pijatan Bu Mumun dikenal enak hingga banyak pelanggannya bahkan sampai ke luar kampung.

"Tetapi Pak Rasjo orangnya sangat cemburuan banget..” kata Bu Salamah.. istri Pak Samiun.

Apalagi kalau tahu Bu Mumun baru memijat pasien laki-laki.. perasaan cemburu Pak Rasjo meninggi.
Ia mencari-cari alasan untuk bertengkar dengan sang istri yang berlanjut dengan berbagai tindak kekerasan.

Bu Mumun sangat sering mendapat tempelengan.. pukulan dan tendangan dari suaminya.
Bahkan pernah ia disundut rokok hingga beberapa bagian tubuhnya melepuh.

"Bu Mumum bukan hanya kesulitan menghadapi masalah ekonomi keluarga tetapi ia tidak bisa melawan.
Orang-orang juga takut menolong saat mereka lagi bertengkar karena kekasaran Pak Rasjo..” ujar Bu Salamah.

Karena kekasaran suaminya itu Bu Mumun sudah setengah tahun lebih tidak memijat lagi.
Ia lebih memilih berhadapan dengan masalah sulitnya ekonomi ketimbang harus menghadapi tindak kekerasan yang dilakukan sang suami.

Menurut versi Bu Salamah dan beberapa tetangga.. sebelum menjadi istri Pak Rasjo.. Bu Mumun bekerja sebagai pembantu di sebuah keluarga kaya di Jakarta.
Pak Rasjo adalah tukang becak yang biasa mangkal di dekat rumah majikan Bu Mumun.

Di masa muda.. Bu Mumun terbilang cantik dengan tubuh montok dan berkulit bersih. Karenanya sang majikan tergiur dan terjadi skandal.
Saat hamil.. untuk menutupi aib.. keluarga majikan tersebut mendekati Pak Rasjo.
Tukang becak itu ditawari uang sangat besar untuk bisa beli rumah dan modal usaha asal mau mengawini Bu Mumun.
Maka jadilan ia menjadi istri Pak Rasjo sampai sekarang.

"Dewi anak Bu Mumun dengan majikannya kini sudah berkeluarga dan tinggal di Surabaya.
Ia jarang pulang karena perlakuan Pak Rasjo yang kasar..” ungkap Bu Salamah menambahkan.

Mungkin karena persoalan masa lalu itulah kecemburuan Pak Rasjo sangat berlebihan.
Apalagi katanya Pak Rasjo memang sangat mencintai Bu Mumun sebelum wanita itu dihamili oleh majikannya.
Bawaannya menjadi selalu curiga setiap istrinya berdekatan dengan laki-laki lain.

Aku mempercayai cerita versi warga sekitar terkait masalah keluarga Pak Rasjo di masa lalu.
Di masa lalu.. Bu Mumun pasti tergolong wanita menarik. Sebab di usianya sekarang ini.. wanita yang selalu berpakaian sederhana itu masih memancarkan sisa-sisa kecantikannya. Kalau ekonominya cukup dan mau berdandan.. aku kira ia cukup pantas menjadi istri pejabat.

Dibanding rumah-rumah warga lainnya.. rumahku bisa dibilang terpisah.
Rumahku dan rumah Pak Rasjo terpisah oleh kebun singkong lumayan luas dengan rumah-rumah warga lainnya.
Praktis aku menjadi tetangga paling dekat keluarga Pak Rasjo dan selalu mendengar setiap pertengakaran di rumah keluarga itu yang memang sering terjadi.

Kalau sedang bertengkar.. suaranya sangat ribut. Sepertinya semua benda yang ada menjadi sasaran kemarahan Pak Rasjo.
Kerap dibarengi suara tangis Lasmi dan Rio.. dua anak mereka yang masih berusia belasan tahun.
Bahkan terkadang Bu Mumun terdengar menangis dan seperti meminta belas kasihan suaminya.

Awalnya.. seperti yang disarankan para tetangga.. aku tak terlalu peduli. Tetapi lama kelamaan aku tak bisa tinggal diam.
Apalagi istriku selalu mendorong agar aku bertindak karena merasa tidak tega mendengar Bu Mumun dan dua anaknya dikasari oleh Pak Rasjo.

"Kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan tindak pidana mas. Kita tidak salah kalau ikut menegur Pak Rasjo karena demi keselamatan Bu Mumun dan ana-anaknya..” kata Nuning.. istriku suatu malam saat mendengar keributan dan tangis Bu Mumun.
Nuning memang sering menyempatkan ngobrol dengan wanita itu. Bahkan ia sering sengaja masak banyak agar bisa berbagai dengan keluarga itu.

Aku pun demikian. Saat mereka kesulitan membayar biaya sekolah anak-anaknya atau aliran listriknya terancam dicabut akibat menunggak beberapa bulan.. kuulurkan sejumlah uang untuk membantunya.

Pak Rasjo sendiri sebenarnya baik saat tidak mabuk.. meski memang agak kasar. Tetapi saat dipengaruhi alkohol.. ia benar-benar di luar kontrol.
Sangat congkak dan menyebalkan. Mungkin karena itulah para tetangga menjadi menjauh.
Aku menjadi nekad bertindak untuk melawan kekasaran Pak Rasjo ketika kekerasannya kepada keluarganya dirasa tak dapat ditolerir.

Pagi itu setelah mengantar istri ke kantornya di sebuah perusahaan swasta.. aku kembali ke rumah karena ada beberapa berkas penting yang tertinggal.
Setelah sampai di depan rumah dan tengah mematikan mesin motor.. kudengar suara Pak Rasjo marah-marah. Juga suara Bu Mumun terdengar terisak.
Dua anaknya mungkin sudah berangkat ke sekolah hingga tidak terdengar tangisannya.

Karena sudah sering terjadi.. aku tidak terlalu peduli. Namun lama-kelamaan.. saat aku tengah mencari-cari berkas yang hendak kuambil.. bukan hanya barang pecah belah yang terdengar dibanting dari arah rumah Pak Rasjo. Tetapi suara tangis Bu Mumun terdengar kian keras dan memelas.

Aku merasa terpanggil untuk segera mengambil tindakan ketika kudengar tangis Bu Mumum berubah menjadi jerit kesakitan dan berteriak meminta tolong.
Aku langsung keluar dan mengetuk pintu rumah Pak Rasjo yang terkunci dari dalam sambil meminta agar dia berhenti menganiaya istrinya.

Namun dalam nada tinggi ia memintaku untuk tidak turut campur dalam persoalan keluarganya.
Bahkan ketika aku kembali mengetuk pintu dan memintanya untuk berhenti dari tindakan kasarnya.. Pak Rasjo mulai mengeluarkan ancaman.

"Kalau mau berurusan dengan Rasjo jangan sendirian. Panggil seluruh warga kampung sekalian..” ujar pria itu dengan congkak.

Mendengar jawabannya yang bikin merah telinga.. aku yang pernah ikut olahraga karate dengan sabuk hitam menjadi tertantang.
Pintu rumah Pak Rasjo yang memang sudah reot.. tanpa banyak kesulitan dengan duakali tendangan berhasil kujebol.

Di dalam rumah.. kulihat Bu Mumun yang berpakaian setengah bugil terikat di tiang ranjang tempat tidur yang terbuat dari besi.
Rupanya ia menjerit meminta tolong akibat tak tahan disiksa suaminya.

Pak Rasjo ternyata menyiksa istrinya dengan cara menyundutkan bara pada rokok yang dipegangnya ke tubuh Bu Mumun.
Melihat kenekadanku menjebol pintu dan masuk ke dalam rumah.. Pak Rasjo naik pitam.
Ia meloncat dan meraih sebuah golok yang terselip di dinding bambu rumahnya.

Bilah golok yang telah terhunus itu berkali-kali ditebaskannya ke arahku hingga membuat Bu Mumun panik dan meminta suaminya meminta menghentikan tindakan brutalnya itu.

Untung olahraga bela diri yang pernah kuikuti menjadikanku mampu bersikap sigap untuk menghindakan diri dari serangan mendadak yang kuhadapi.
Bahkan di satu kesempatan aku berhasil menyarangkan tendangan telak ke tubuh Pak Rasjo.

Ia terhuyung dan kesempatan tersebut kumanfaatkan melakukan beberapa serangan berikutnya hingga akhirnya menjadi tak berdaya setelah aku berhasil mengambil alih senjatanya.

Kepada Pak Rasjo kuperingatkan.. meskipun Bu Mumun istrinya ia tidak bisa berbuat seenaknya.
Kalau dilaporkan ia bisa berurusan dengan pihak berwajib karena melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang juga merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman cukup berat.

Mungkin karena malu.. tanpa banyak cakap Pak Rasjo akhirnya pergi meninggalkan rumah.
Saat itu baru kusadari bahwa Bu Mumun juga memerlukan pertolongan.

Wanita yang busananya nyaris telanjang karena hanya melilit tubuh dengan kain panjang yang telah acak-acakan.. terlihat tidak beradaya.
Ia telentang di bibir ranjang dengan dua tangannya terikat tali rafia pada tiang ranjang.

Dari kainnya yang tersingkap.. pada paha wanita itu terlihat dua luka bakar bekas sundutan api rokok. Warnanya merah kehitaman dan tampak melepuh.

Aku ingat semasa kecil kalau mengalami luka bakar oleh ibu disiram atau dibalur dengan kecap sebagai upaya pertolongan pertama.
Katanya agar tidak menjadi koreng dan tidak membekas kalau sudah sembuh.

"Bu Mumun punya kecap..?” Ujarku pada Bu Mumun.

"A.. aa.. ada di dapur..” Bu Mumun tergagap.

Kuambil botol kecap yang isinya sudah hampir habis dari dapur dan kembali ke tempat Bu Mumun.
Sedikit kecap kutumpahkan dari botol dan kubalurkan ke paha wanita itu terutama pada kedua luka bakar sundutan rokok yang nampak mulai bengkak memerah.

Mungkin karena perih akibat lukanya dilumuri kecap.. kedua kaki Bu Mumun beringsut.
Akibatnya.. kain panjang yang melilit tubuhnya dan ikatannya kendur itu makin terbuka.

Bukan hanya pahanya yang menyembul tetapi memek wanita itu juga terlihat karena Bu Mumun ternyata tidak memakai celana dalam.
Saat itu baru kusadari bahwa Bu Mumun adalah bukan istri atau saudaraku dan tidak sepantasnya aku sampai melihat kemaluannya.

Kesadaran lain yang juga timbul saat itu.. ternyata wanita yang usianya sudah setengah abad itu benar-benar masih menawan.
Sepasang pahanya yang membulat terlihat masih cukup mulus hanya ada beberapa belang yang nampaknya bekas sundutan api rokok yang sudah sembuh.

Namun yang membuat mataku tambah melotot dan enggan mengalihkan pandangan adalah bagian memeknya.
Memek Bu Mumun yang dihiasi bulu-bulu jembut tipis terlihat besar ukurannya. Tebal, gembung dan membusung.
Berbeda dengan bentuk memek istriku yang tipis dengan jembut lebat dan kasar yang terkesan kurang menarik.

Entah sudah berapa lama tatapanku terpaku pada memek wanita itu.
Aku menjadi jengah dan merasa tidak enak ketika kulihat wajah Bu Mumun menjadi risih karena aku telah menatapi tubuh telanjangnya.

Ia tidak berdaya dan tidak segera menutupi tubuh bagian bawahnya yang terbuka karena tangannya terikat tali rafia yang dilakukan Pak Rasjo sebelum menyiksanya.

"Ee.. ee.. maaf Bu.. saya tidak tahu tangan ibu masih terikat..” ujarku tergagap dan segera berusaha melepaskan ikatan tangan wanita itu.

Pak Rasjo benar-benar keterlaluan. Ikatan tali rafia yang dilakukan pada kedua tangan istrinya benar-benar sangat kuat.
Cukup repot juga untuk membukanya.

Sambil terus berusaha membuka ikatan tali rafia di tangan Bu Mumun.. sesekali kesempatan itu kugunakan untuk menatapi tubuh wanita yang menurutku masih cukup merangsang itu.

Tetek Bu Mumun juga terlihat masih montok dan besar. Buah dadanya yang hanya tertutup oleh kutang hitamnya yang kekecilan tampak membusung. Berbeda dengan tetek istriku yang tipis dan terkesan peot.
Tanpa kusadari kontolku jadi mengeras di balik celana yang kupakai.

Meski tidak bisa menutupi perasaan malunya karena telah bertelanjang di hadapanku.. Bu Mumun segera merapikan kain panjang yang dipakainya setelah aku berhasil melepaskan ikatan pada kedua tangannya.

"Terimakasih Pak Anto. Entah bagaimana jadinya tadi kalau tidak ada Pak Anto..” ujarnya.

Dari cerita wanita itu.. Pak Rasjo suaminya marah-marah dan menyiksanya karena ia meminta ijin agar diperbolehkan kembali memijat.
Ia nekad menyampaikan itu karena sudah beberapa hari suaminya tidak pernah pulang membawa uang hingga untuk makan terpaksa berhutang ke sana kemari.. termasuk pada istriku.
Menurut Bu Mumun.. suaminya makin keranjingan judi dan mabuk-mabukan.

"Suami saya sangat cemburuan Pak Anto. Apalagi kalau yang dipijatnya laki-laki meskipun sudah saya katakan kalau saya hanya memijat dan tidak melakukan apa-apa. Lagian apa yang harus dicemburukan pada orang yang sudah setua saya ya Pak Anto..?”

"Pak Rasjo tidak salah Bu. Soalnya tubuh Bu Mumun memang mas ..”
Aku menghentikan ucapanku karena merasa apa yang ingin kusampaikan tidak pantas diucapkan.

Tetapi Bu Mumun mengejar. "Soalnya apa Pak Anto..? Kok tidak diteruskan..?” Ujarnya.

"Soalnya Bu Mumun masih cantik dan terus terang tubuh ibu masih sangat menggoda.
Saya saja tadi sangat terangsang kok melihatnya..” kataku akhirnya jujur.

"Ah.. sudah tuwek begini kok dibilang merangsang..? Ibu jadi malu lho sama Pak Anto..”

"Kok malu Bu..?”

"Iya.. soalnya punya ibu sudah dilihat sama Pak Anto..” ujarnya.

"Kalau saya sih sangat seneng. Seperti dapat rejeki nomplok. Soalnya bisa melihat bagian yang paling indah punya ibu. Sungguh.. me .. eh, punya ibu merangsang banget..” kataku.
Tadinya aku mau bilang memek.. tapi aku segera meralatnya karena merasa tidak etis.

Sebelum meninggalkan rumah Bu Mumun aku sempat berpesan agar tidak sungkan-sungkan menyampaikan kesulitan yang dihadapinya.. terutama masalah keuangan dan berjanji akan membantunya semampu yang bisa kubantu.

Sebab aku takut gara-gara ulahku Pak Rasjo makin nekad dan tidak memberikan uang belanja. Bahkan saat itu aku sempat mengulurkan sejumlah uang

Dugaanku ternyata tidak meleset. Dua minggu setelah kejadian itu Bu Mumun bercerita bahwa Pak Rasjo tidak pernah kembali.
Menurutnya.. pada malam hari setelah kejadian memang sempat pulang tetapi hanya mengemasi baju-bajunya dan langsung pergi lagi.

Dicari ke tempat biasa mangkal dengan becaknya.. teman-temannya sesama tukang becak memberi informasi bahwa Pak Rasjo merantau ke Sumatera karena ada yang mengajak bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit.

Aku jadi merasa bersalah pada wanita itu. "Maafkan saya Bu. Saya tidak mengira kalau gara-gara ulah saya Pak Rasjo jadi pergi ke Sumatera..” ujarku kepada Bu Mumun yang sepertinya sengaja mencegatku saat aku hendak berangkat ke kantor setelah mengantar putriku ke sekolah.

"Oh bukan.. bukan maksud saya hendak menyalahkan Pak Anto. Dengan perginya Kang Rasjo malah membuat hidup saya dan anak-anak merasa lebih tenang karena selama ini kami selalu ketakutan dengan tindakan-tindakan kasarnya..”

Hanya.. kata Bu Mumun.. dengan perginya Pak Rasjo berarti kini ia harus menghidupi sendiri kedua anaknya.
Untuk itu ia berniat kembali memijat dan membuka warung kecil-kecilan kalau sudah memiliki modal.
Ia meminta.. bila di kantorku ada yang pengin dipijat aku diminta untuk mengajukan dirinya.

"Oh kalau soal itu.. beres deh Bu. Pasti akan saya promosikan. Soalnya banyak temen-temen di kantor yang suka dipijat.
Saya juga mau jadi pasien pertamanya..” kataku bergurau.

Selorohku ternyata ditanggapi serius oleh Bu Mumun.
"Pak Anto pengin saya pijat..? Kapan..? Kalau di kantor lagi tidak banyak kerjaan sekarang juga boleh. Biar nanti kalau ke kantor udah seger..”

Sebenarnya aku tidak begitu suka dipijat. Tetapi pagi itu.. penampilan Bu Mumun tampak menggoda.
Daster tipis bermotif bunga-bunga yang dipakainya.. tampak kekecilan.

Kedua pahanya yang membulat mulus tampak menyembul karena dasternya terlalu pendek tak mampu menutupinya.
Bahkan karena kelewat tipisnya daster yang dipakai.. CD warna hitam yang dikenakan wanita itu tampak menerawang.

Aku jadi teringat pada kejadian saat menolongnya dari tindakan kasar suaminya.
Saat aku berkesempatan melihat bagian tubuhnya yang paling pribadi dan menjadikanku sangat terangsang.

"Pijatnya di rumah saya atau di tempat ibu..?”

"Di tempat saya juga boleh karena anak-anak sudah ke sekolah. Tetapi tempatnya agak kotor.
Atau kalau Pak Anto mau saya bisa memijat di rumah bapak..” kata Bu Mumun.

Karena rumahku juga sepi.. akhirnya kuputuskan untuk pijat di tempatku. Motor kembali kumasukkan ke dalam rumah.
Sementara Bu Mumun pulang mengambil minyak urut dan peralatan lain untuk memijat.
Mudah-mudahan ia tidak mengganti dasternya yang seronok agar aku bisa menikmati paha mulusnya saat dipijat.. ujarku membathin.

Harapanku tampaknya terkabul.. sebab saat datang dan kuminta masuk Bu Mumun tetap memakai daster tipis itu.
Ia membawa botol minyak urut dan botol body lotion dari merek murahan.

Tatapanku terpaku pada goyangan pantat besarnya yang aduhai saat Bu Mumun melangkah di depanku setelah aku menutup pintu.
Kontolku jadi menggeliat dan terbangun.

Setelah berada di dalam kamar.. seperti layaknya pemijat profesional.. Bu Mumun memintaku menanggalkan pakaian yang kukenakan serta memintaku berbaring di ranjang.

Tetapi sebelumnya ia memintaku memilih dipijat dengan minyak urut atau body lotion.
Menurut Bu Mumun kalau agak meriang enaknya dipijat dengan minyak urut karena memberi efek hangat pada tubuh.

Tetapi kalau dipijat hanya agar terasa rileks dan fresh.. enaknya pakai body lotion karena hanya berfungsi sebagai pelicin saat diurut.
Tentu saja aku memilih menggunakan body lotion karena memang tidak meriang dan aku kurang suka bau minyak urut.

Namun aku juga sempat ragu saat hendak menanggalkan pakaian seperti yang dimintanya.
Sebab bila hanya bercelana dalam.. pasti Bu Mumun akan melihat tonjolan batang penisku yang sudah mengeras.

Tapi.. ah kenapa harus malu..? Malah lebih bagus biar gampang ngomongin hal-hal yang menjurus kalau sampai Bu Mumun menanyakannya.. pikirku.
Akhirnya langsung kulolosi semua pakaian yang kukenakan dengan hanya menyisakan celana dalamku.

Benar saja Bu Mumun berkali-kali melirik ke tonjolan celana dalamku yang mencetak bentuk penisku yang tegak mengeras.
Hanya ia tidak berkomentar. Bahkan seolah tak acuh.

Ia memintaku tiduran menelentang di kasur dan memulai pijatannya setelah membalurkan body lotion ke bagian-bagian tubuhku yang hendak dipijat.

Menurutnya.. ia memeriksa bagian perutku lebih dulu sebelum mulai memijat.
Sebab kalau aku menderita penyakit tertentu bisa berbahaya bila dipijat. Setelah membalurkan body lotion.. tangan Bu Mumun mulai beraksi.
Seperti dokter yang tengah memeriksa pasiennya.. lambung kiri dan kanan perutku diusap dan ditekan-tekan perlahan.

"Sakit Pak Anto..?”

"Nggak tuh. Emangnya kenapa Bu..?”

"Kalau terasa sakit berarti ada penyakit dan saya tidak berani memijat. Tapi Pak Anto sih kayaknya benar-benar sehat..” ujarnya sambil kembali mencuri pandang ke tonjolan yang tercetak di celana dalamku.

Kontolku memang makin mengeras hingga batangnya pasti kian tercetak jelas di balik CD yang kupakai.
Ke arah itulah tatap mata Bu Mumun melirik. Tetapi hanya sesaat karena ia kembali mulai memijat. Mungkin takut dipergoki olehku.

Pijatan tangan Bu Mumun benar-benar enak. Pantas banyak yang menyukai pijatannya.
Tetapi yang lebih menarik bagiku.. adalah menatapi sosok tubuh pemijatnya. Terutama kebusungan buah dadanya yang montok.

Mungkin karena ukurannya yang kelewat besar atau karena sudah agak kendur.. susu Bu Mumun ikut berguncang-guncang lembut saat pemiliknya melakukan aktivitas memijat. Padahal.. buah dadanya itu telah disangga oleh BH yang dipakainya.

Bagian lainnya yang juga menarik perhatianku sambil menikmati pijatannya adalah paha mulus wanita itu.
Paha Bu Mumun memang menjadi terbuka karena dasternya yang dikenakan kelewat pendek.
Bahkan sesekali celana dalam hitamnya tampak mengintip.

Aku menelan ludah disuguhi pemandangan yang merangsang itu dan membuat kontolku makin tegang memacak.
Tak kuat menahan gairah.. aku nekad memberanikan diri untuk merayunya.

Tangan Bu Mumun yang tengah mengurut perutku kugenggam. "Kenapa Pak Anto..? Sakit..” katanya.

"Ti..tidak Bu. Di.. di.. di bawah ini yang sakit. Kalau dipijat sama ibu kayaknya bakal sembuh deh..” ujarku sambil menggeser tangganya ke gundukan yang membonggol di celana dalamku.

Tadinya kukira Bu Mumun akan kembali menarik tangannya dan menghentikan pijatannya karena dilecehkan.
Ternyata tidak. Seperti yang kuharapkan.. ia mengelus dan meraba kontolku meski masih dari luar celana dalam.

"Iihh.. pagi-pagi kok sudah keras begini..? Memang Bu Ning –panggilan istriku..– semalam tidak memberi jatah..?”

"Bukan soal tidak diberi jatah. Tapi tubuh ibu sangat seksi jadi saya menjadi terangsang..”

"Ah.. Pak Anto bisa saja. Saya sudah tuwek lho.. kok dibilang seksi..” ujarnya mengelak namun tidak menyembunyikan perasaan bangganya atas pujianku.

Ah.. wanita mana sih yang tidak suka dipuji.
Apalagi wanita seusia Bu Mumun dan yang memberi pujian adalah laki-laki yang usianya jauh lebih muda.

Aku jadi makin berani untuk mencoba bertindak lebih jauh.
Kugenggam telapak tangan Bu Mumun yang tengah memijat perutku lalu kugeser agar memasuki bagian dalam celana dalamku hingga menyentuh kontolku yang telah mengeras.

Bu Mumun ternyata juga tidak menolak dan menarik keluar tangannya.
Batang rudalku digengamnya dan dikocok-kocoknya perlahan hingga membuatku merintih tertahan menahan kenikmatan.

"Pak Anto pengin dikocok..? Biar gampang celana dalamnya dibuka saja ya..?”

"Sshh.. ahh.. sshhh aahh terserah ibu. Diapakan saja saya mau..”

Akhirnya aku benar-benar telanjang karena Bu Mumun melepas celana dalam yang kupakai.
Batang kontolku yang tegak terpacak dan mengeras dibelai-belainya. Tampaknya ia mengagumi ukuran senjataku yang memang lumayan besar.

"Punya saya kecil ya Bu..? Ujarku mencoba meminta pendapatnya.

"Iihh.. segini kok kecil. Nggilani.. ihhh gede banget..”

"Sama punya Pak Rasjo gedean mana Bu..?”

"Punya Kang Rasjo sih biasa saja. Malah sudah loyo karena dia banyak minum.
Bu Ning pasti seneng ya Pak Anto karena punya bapak marem banget..” kata Bu Mumun sambil mengocok perlahan batang zakarku.

Baru kusadari Bu Mumun yang semula duduk di tepian ranjang.. sudah berganti posisi merebahkan tubuh di sisiku.
Bagian bawah tubuhnya menghadap ke arahku. Dasternya yang terlalu pendek makin tertarik ke atas.. hingga pahanya menjadi terbuka terpampang di hadapanku.

Sepasang pahanya membulat padat dan lumayan mulus untuk ukuran wanita seusia dirinya.
Namun lebih mengundang gairah untuk diraba dibanding paha istriku yang kecil dan agak kasar kulitnya.

Bahkan dengan hanya sedikit menyingkap ujung dasternya.. aku bisa melihat busungan memeknya yang membukit.
Memang masih terbungkus CD warna hitam yang dipakainya. Tetapi dapat kubayangkan besarnya memek Bu Mumun itu.
Tanpa membuang kesempatan dan karena memang sudah lama ingin merabanya.. tanganku langsung mengusap-usap paha Bu Mumun.

Kulitnya benar-benar lembut. Sayang Pak Rasjo suka mengasarinya saat bertengkar dengan menyundutkan rokok ke pahanya hingga ada beberapa bekas luka di paha mulusnya yang tak bisa hilang.

Diraba dan diremas-remas gemas pada pahanya.. awalnya Bu Mumun tidak bereaksi.
Hingga aku bisa menjelajahi setiap inchi kehalusan kulitnya dan mengagumi keindahan kakinya yang kekar itu.

Namun saat telapak tanganku mulai menyentuh dan mengusap busungan memeknya ia menggelinjang dan berusaha mencegah.
"Pak.. ja ..” ujarnya tanpa menyelesaikan kalimatnya sambil berusaha menurunkan ujung dasternya yang tersingkap.

"Saya ingin melihat dan memegang punya ibu. Tidak boleh..?” Kataku.

"Bukan begitu Pak. Saya malu..”

"Kok malu..?”

"Saya sudah tua dan jelek..” ujar Bu Mumun lirih.

"Sejak kejadian dengan Pak Rasjo dan melihat tubuh telanjang ibu.. saya benar-benar terangsang dan suka pada ibu. Saya suka membayangkan dan mengangankan ibu..” kataku meyakinkannya.

Entah karena percaya dengan penjelasanku atau karena ia sendiri menjadi terangsang karena melihat kerasnya batang kontolku..
Bu Mumun tak lagi memprotes ketika aku kembali mengusap-usap busungan memeknya.

Bahkan ia kini merenggangkan sedemikian rupa posisi pahanya..
hingga memudahkanku untuk melihat seluruh permukaan memeknya dari luar CD yang dipakai dan sekaligus merabainya.

Rupanya soal usia hanya sekadar alasan. Sebab ternyata CD warna hitam berharga murahan yang dipakai Bu Mumun..
bentuknya sudah mengenaskan. Warnanya kusam.. kendor dan berlubang di jahitannya yang terlepas.
Kasihan.. mungkin ia tak cukup punya uang untuk sekadar membeli CD karena penghasilan suaminya yang pas-pasan.. ditambah suka judi dan mabuk.

Mungkin karena bentuk CD nya yang sudah tidak layak pakai itulah ia jadi malu dan sempat berusaha menolak ketika kuraba memeknya.
Bagiku CD kendor yang dipakainya justru membuatku makin terangsang.
Sebab membuat rambut-rambut hitam jembut memeknya mencuat keluar dari bagian yang berlubang.

Sambil menikmati kocokan yang dilakukan Bu Mumun pada penisku.. cukup lama kuusap-usap memeknya yang membusung.
Bahkan sesekali.. masih dari luar CD yang dipakainya.. kumasukkan jariku untuk masuk ke lubang nikmatnya melalui lubang pada CD yang dipakainya.

Bu Mumun rupanya juga mulai terangsang. Aku tahu karena CD nya mulai basah akibat cairan yang keluar dari vaginanya.
Nampaknya wanita yang usianya sudah memasuki kepala lima itu belum kehilangan gairahnya.

Karena sudah sangat ingin melihat bentuk lubang nikmatnya.. kucoba melepaskan CD yang dipakainya.
Tetapi melepaskan CD nya dalam posisi tiduran ternyata tidak mudah.

Mungkin takut CD yang dipakainya robek karena sudah usang.. Bu Mumun langsung berdiri dan membantu membukai sendiri CD yang dipakai.

"Saya malu Pak Anto. Celana dalam saya jelek dan sudah robek..” ujarnya sambil tersenyum.

Aku tersenyum.
"Tetapi yang penting kan isinya Bu. Sungguh saya suka banget tubuh ibu yang merangsang. Ayolah buka semua.. saya ingin melihatnya lagi..” kataku meyakinkannya.

Memek wanita bertubuh tinggi besar itu benar-benar wah. Besar dan membusung dengan bulu-bulu jembut tipis menghiasi permukannya.
Terlihat sangat merangsang terjepit di antara pangkal pahanya yang membulat kekar.

Saat ia melepas BH.. satu-satunya penutup tubuh yang masih tersisa.. aku makin tak tahan oleh gairan yang kian membakar.
Sebab meskipun sudah agak kendur.. ukuran payudaranya tergolong maxi.
Besar menggantung mirip buah pepaya ranum dengan hiasan warna coklat kehitaman pada putingnya yang terlihat mencuat.

Tanpa membuang kesempatan dan juga karena sudah sangat ingin menikmati tubuh montoknya aku langsung menariknya dan menelentangkannya di ranjangku. Ranjang yang biasa kupakai tidur bersama istriku.

Tanpa melakukan pemanasan lebih dulu.. tubuh Bu Mumun yang mengangkang langsung kutindih.
Langsung berusaha memasukkan kontoku ke lubang memeknya.

Namun karena tergesa-gesa.. berkali-kali tidak berhasil menembus lubang nikmatnya. Untung Bu Mumun segera membantunya.
Dengan tangannya.. ia mengarahkan rudalku ke liang memeknya.

Hingga akhirnya.. blessep..! Batang kontolku sukses melesak ke kehangatan lubang kemaluannya.

"Ma.. maaf Bu saya sudah pengen banget merasakan memek ibu..” kataku berbisik dekat telinganya.

Ia tersenyum. "Nggak apa-apa Pak Anto..” ujarnya.

Ternyata Bu Mumun juga sudah horny. Bagian dalam liang senggamanya sudah basah.
Juga sudah longgar.. mungkin karena sering disetubuhi Pak Rasjo atau karena sudah ada tiga bayi yang penah melewatinya.
Namun.. meskipun liang senggamanya sudah longgar tetap tidak mengurangi rasa nikmat.

Benar juga yang disampaikan para pakar seks dalam sebuah majalah yang pernah kubaca.
Bahwa besar pendeknya penis atau sempit lebarnya memek tidak terlalu memberi pengaruh terhadap kenikmatan seks.

Bahkan bagiku.. banyaknya cairan yang melumuri batang kontolku di memek Bu Mumun serasa memberi sensasi tersendiri.
Hangat dan serasa berenang di surga kenikmatan.

Sambil meremasi tetek besarnya dan memilin gemas puting-putingnya.. kuayun perlahan bagian bawah tubuhku.
Bu Mumun mendesah. Rupanya ia mulai merasakan nikmatannya tusukan batang kontolku di lubang memeknya.

"Sshh.. aaahh.. sshh.. aakkhh.. enak bangat Pak Anto..”

"Iya Bu.. saya juga enak. Memek tembem ibu enak banget. Akkhhh.. ahh.. ssshhh.. sa.. saya suka memek ibu..”

"Bener Pak Anto..? Aaahhhh.. sshhh.. aaahhhh.. aauww.. kontol bapak juga marem banget. Besar dan panjang..”

Dari tempo permainan yang semula perlahan.. seiring dengan kenikmatan dan gairah yang kian meninggi aku mulai meningkatkan irama.
Sodokan dan tusukan batang zakarku meningkat cepat temponya.

Membuat tubuh Bu Mumun menggelinjang dan mulai mengimbangi dengan menggoyang-goyangkan pinggul dan pantat besarnya.
Ia menjambak dan meremas gemas kepalaku yang juga tiada henti mengisapi puting susunya.

Bahkan tidak sekadar mendesah.. sesekali Bu Mumun memekik dan mengeluarkan kata-kata jorok.
"Ssshhh.. aaakhhhh.. sshhh.. enak banget.. aahhh.. aaauuuuwww.. terus entot memek saya Pak Anto.. aaahhhh.. enak banget.. sshhh.. aakkkhhh..”

Wajah wanita paro baya yang mulutnya tak berhenti mendesah dan mendesis itu makin cantik di mataku.
Kata-kata jorok dan desahannya bahkan seolah menyemangatiku untuk lebih memacu hujaman kontolku di liang memeknya.

"Ssshhhh aahhh.. ahhh.. saya juga suka memek ibu. Memek ibu legit banget.. aahhh.. saya akan jebolkan memek ibu.. sshhhh.. sshh..”

Karena sama-sama bernafsu dan tak mampu mengontrol tempo permainan.. tak lebih dari sepuluh menit kami telah sama-sama mendekati puncak.
Goyangan pantat Bu Mumun semakin kencang. Ia berkali-kali mengangkat pinggulnya dan desahan yang keluar dari mulutnya makin menjadi.

Saat itu.. sesuatu yang tidak pernah kurasakan kudapatkan dari Bu Mumun.
Tidak hanya mengedut-edut.. otot-otot yang berada di sekitar lubang memeknya juga seolah mampu bergerak.
Meremas dan mengisap batang kontolku hingga mengantarkanku kepada kenikmatan yang tidak pernah kurasakan.

Aahh.. ternyata ada memek wanita yang seenak ini.. pikirku membatin.

Saat kedua kaki Bu Mumun melingkar dan membelit pinggangku.
Menekan pantatku dan menghujamkan batang kontolku ke kedalaman memeknya sampai ke dasarnya.
Aku tahu ia telah hampir sampai dan mendapatkan orgasmenya.

Tanpa membuang kesempatan.. karena aku pun sudah tidak mampu membendung gairah yang telah cukup lama kutahan.. aku pun mulai mengimbanginya.

Berkali-kali kugenjot dan kusentakkan sekeras-kerasnya batang kontolku di lubang nikmatnya.
Akibatnya Bu Mumun mengerang-erang dan mendekap erat tubuhku.
Puncaknya Bu Mumun mengelojot dan ambruk terkapar setelah sebelumnya kurasakan semburan hangat memancar di dalam vaginanya.

Dalam tempo yang hampir bersamaan.. aku pun mendapatkan puncak kenikmatan dari persetubuhan yang kulakukan bersamanya.
Setelah menyemprotkan cukup banyak air mani ke rahimnya.. tubuhku ambruk di atas tubuh montok wanita tetanggaku.

Rupanya cukup lama aku tertidur setelah meniku tertumpah. Bu Mumun juga sudah tidak ada di ranjangku hingga aku keluar mencarinya.
Di dapur kutemui wanita tengah menjerang air. Nampaknya dia habis mandi dan hanya melilit tubuhnya dengan handuk.

"Eeh Pak Anto maaf saya pakai handuk ini. Bapak mau minum teh apa kopi.. airnya hampir mendidih..” ujarnya.

Aku tidak menjawab tapi langsung mendekap dan memeluknya dari belakang. Bau wangi sabun mandi meruap dari tubuhnya.
Susunya kuremas dan tanganku yang lain menyelinap ke pahanya.. merambat dan mengusap-usap memeknya yang masih basah.

"Saya hanya pengin memek ibu yang nikmat ini..” ujarku sambil menekan-nekan memek tembemnya.

"Iihh.. Pak Anto doyanan ya..” kata Bu Mumun tanpa mencoba menepis tangan nakalku.

"Soalnya memek ibu enak banget. Saya suka memek ibu..”

"Kan sudah ada Bu Ning..”

"Punya istri saya tipis dan bulu jembutnya kasar jadi tidak merangsang. Teteknya juga kecil.
Tidak seperti punya ibu.. mantep..” kataku lagi sambil meremas dan merabai pantatnya yang membusung.

"Punya Pak Anto juga marem lho. Sampai mentok. Saya tadi keluar banyak Pak..”

Bu Mumun agaknya terpancing oleh tangan nakalku. Ia hendak meraih kontolku yang mulai agak menegang.
Namun karena merasa masih kotor dan lengket oleh keringat.. kulepaskan pelukanku dan melangkah ke kamar mandi.

"Saya mandi dulu ya Bu. Nanti kita lanjutkan. Oh ya saya minta dibuatkan teh manis saja..” ujarku sebelum masuk ke kamar mandi.

Usai mandi.. teh panas buatan Bu Mumun yang terhidang kureguk.
Wanita itu kulihat duduk di sofa.. di ruang tengah tempat keluargaku menonton televisi.
Seperti semula.. ia hanya membalut tubuhnya dengan handuk warna krem yang sebenarnya milik istriku.

Aku menghampiri dan duduk menjejerinya.Ia melirik ke arahku yang tetap telanjang bulat dan menatap ke selangkanganku.
Melihat kontolku yang mengecil akibat kedinginan saat mandi.

Dengan menggelung rambutnya.. wanita sederhana itu terlihat cukup cantik. Kulitnya benar-benar bersih dan tampak anggun.
Di wajahnya.. ketuaan hanya terlihat pada beberapa kerutan yang ada di kelopak matanya.

Kalau ekonominya menunjang.. aku yakin ia pantas menjadi istri pejabat.
Bahkan Bu Marmo.. Istri atasanku yang sudah berusia 53 tahun tapi masih suka dandan kalah penampilan.

Kulingkarkan tanganku ke pundak Bu Mumun yang terbuka lalu kucium pipinya. Ada bau sabun mandi yang biasa dipakai istriku.

"Pak Anto nggak malu..?”

"Kok ibu nanya begitu..?”

"Saya kan sudah tua dan cuma istri seorang tukang becak. Malah sebelumnya saya cuma babu..” ujarnya. Agaknya dia masih tidak percaya diri.

"Ibu nggak percaya ya. Ibu benar-benar sangat cantik dan saya sangat suka. Tubuh indah dan membuat saya sangat terangsang..” kataku.

Untuk lebih meyakinkan.. aku mendaratkan ciuman di bibirnya. Kulumat dan kujulurkan lidahku ke rongga mulutnya. Mulanya tidak bereaksi.
Baru setelah lidahnya berkali-kali kugelitik menggunakan lidahku dan mengisapnya.. ia mulai memberikan perlawanan.

Ia merapatkan tubuhnya dan memelukukku. Ia juga mulai melumat dan mengisap bibirku.
Kami saling isap dan saling lumat dan baru berhenti setelah sama-sama sulit bernafas.

Bu Mumun menjadi lebih santai setelah sempat saling lumat bibir. Mungkin ia menjadi makin percaya kalau aku benar-benar menyukainya.
Buktinya.. saat kuminta melepas handuk yang masih membalut tubuhnya karena aku ingin melihat seluruh tubuhnya.. tanpa sungkan ia segera melepasnya.

Bahkan ia langsung menyandar di sofa dan membuka kakinya.
Memamerkan semua miliknya layaknya istri setia yang hendak melayani suaminya.

Kini aku bisa benar-benar puas melihat semua perangkat kewanitaan Bu Mumun.
Seperti kebanyakan wanita seusia dirinya.. perut wanita tetanggaku itu sudah tidak rata.
Bahkan ada lipatan-lipatan daging yang bagi sementara pria dianggap mengganggu dan kurang menarik.

Sepasang buah dadanya yang besar mirip buah pepaya.. juga tampak kendur.
Namun puting-puting susunya yang nyaris sebesar ujung kelingking jariku benar-benar menggodaku.
Warnanya coklat kehitaman dan bentuknya mencuat.. kontras dengan bagian tubuh lainnya yang langsat.

Kalau kubilang memek istriku kurang menarik.. karena begitulah memang adanya.
Memek istriku kecil dan tipis.. dengan rambut-rambut keriting yang kasar mendekati lubangnya.
Karenanya aku hanya beberapakali mengoral dan menjilatnya sepanjang 8 tahun perkawinanku. Itu pun di saat masih pengantin baru.

Namun melihat memek Bu Mumun.. sungguh jauh berbeda. Memek yang lebar dan besar itu.. busungannya sudah terbangun sejak di bawah pusar dan makin ke bawah makin menggunung dan tebal. Rambut-rambut yang tumbuh di atasnya juga sangat halus.

Terdorong keinginan untuk melihat lebih dekat bentuk vaginanya.. aku turun dari sofa dan jongkok persis di antara kedua paha mulusnya yang mengangkang.

Saat kuraba.. memek Bu Mumun benar-benar tebal. Pantas enak banget saat kuentot.
Bulu-bulu jembutnya juga lembut.. beda benar dengan jembut istriku yang kasar. Hanya.. celah di lubang vaginanya tidak semulus gundukannya.

Bibir luar memeknya yang juga tebal.. nyaris sudah tidak berbentuk. Agak kehitaman dan banyak sekali kerutan. Membuatku penasaran untuk merabanya.

Mungkin karena Pak Rasjo suka main kasar kalau sedang menyetubuhi.
Atau bisa jadi begitulah memek wanita kalau usianya sudah kepala lima dan sering disodok penis pria.

Bu Mumun berusaha menepis dan menarik tanganku saat telapak tanganku berkali-kali mengusap bibir memeknya yang sudah kapalan itu.
"Malu ah Pak Anto.. punya ibu sudah jelek. Makanya.. ibu kan sudah tua..” ujarnya.

Bu Mumun salah duga. Padahal.. entah kenapa.. melihat memeknya yang sudah kapalan aku makin terangsang.
Tonggak daging di selangkanganku jadi menggeliat dan mulai bangkit.
Apalagi melihat itilnya yang mecuat diujung bagian atas belahan memeknya. Ah benar-benar menggoda untuk dijilat.

Tak puas hanya sekedar mengusap.. aku mulai menggunakan mulutku. Memek Bu Mumun benar-benar tidak berbau.
Kujilat dan kusapu-sapukan lidahku pada kerut-kerut di bibir memeknya. Juga di itilnya yang kemerahan.
Bahkan.. akhirnya seluruh mulutku kubenamkan ke lubang vaginanya sambil kuisap-isap itilnya.

Bu Mumun tersentak. Mungkin ia tidak mengira aku akan mengoralnya. Kepalaku dipegangnya dan ditariknya agar menjauhi memeknya.
"Ja.. jangan Pak Anto. Kotor.. ah.. ja.. jangan..”

Tetapi aku tidak peduli.
Bahkan.. sambil menjulur-julurkan lidahku ke lubang nikmatnya.. tanganku menggerayang ke perutnya dan berhenti di payudaranya.

Susunya yang bak buah pepaya menggelantung itu.. tak luput dari remasan tanganku.
Aku seperti bocah yang tengah asyik dengan mainan baru dan sulit diminta berhenti.

Rupanya.. Bu Mumun akhirnya mendapatkan kenikmatan dari yang kulakukan. Akhirnya ia pun menyerah.
Membiarkan segala yang ingin kulakukan pada tubuhnya.

Bahkan ia makin mengangkang.. membuka lebar pahanya agar lidahku bisa menjangkau sudut terdalam lubang nikmatnya.
Ia juga mulai merintih dan mendesah.

Jilatan dan sogokan lidahku pada kelentit dan lubang memeknya.. membuat tubuh Bu Mumun menggelinjang.
Cairan vaginanya juga mulai keluar.. terasa asin di mulut dan lidahku. Aku tak peduli.
Bahkan makin bersemangat karena membuat wanita istri tetanggaku itu terangsang berat.

"SShhhh.. aahhh.. sshhh.. aahhh.. ooohhh.. oooohhhh.. ssshhh.. enak banget.. aaahhh. Saya diapakan Paakkk.. aahhh enak banget..” erangnya.
Erangan kenikmatan Bu Mumun cukup keras.

Sebenarnya takut juga kalau ada tetangga yang mendengar dan mengintip. Namun rumahku dan rumah Bu Mumun lumayan terpencil..
terpisah agak jauh dari rumah warga lainnya. Jadi tidak bakalan ada yang mendengar dan menjadi curiga.

"Sekarang ibu berdiri dan nungging ya. Saya pengin lihat pantat ibu. Juga memek ibu dari belakang..” kataku setelah puas mengobok-obok memeknya dengan mulutku dan menjadian lubang kewanitannya dibanjiri cairan yang bercampur ludahku.

"Pak Anto ada-ada saja ih. Wong bokong wanita tuwek saja mau dilihat..” katanya merajuk.

Tetapi ucapannya itu bukan untuk membantah. Seperti yang kuminta ia langsung nungging di depanku.
Kedua tangannya bertumpu pada kursi sofa.

Melihat sosoknya dari belakang.. aku jadi berpikir bahwa Pak Rasjo suaminya benar-benar pria tak tahu diuntung.
Profesinya yang hanya sebagai penarik becak menyia-nyiakan istrinya yang masih merangsang di usianya yang sudah tidak muda.

Ditopang dua kakinya yang kekar dan panjang.. bentuk pantat Bu Mumun benar-benar serasi.
Besar.. lebar dan membusung. Lubang duburnya berwarna coklat kehitaman tetapi terlihat bersih.

Kukira saat mandi tadi ia tak lupa menyabuni sampai pada anusnya itu.
Dan kuyakin dari bentuk lubangnya yang masih sangat rapat.. ia belum pernah melakukan hubungan seks melalui duburnya.

Setelah mengusap dan meremasi pantatnya yang menggemaskan.. kembali memeknya kucerucupi dan kujilati.
Bahkan sesekali tanganku meraih susunya yang berayun-ayun untuk meremas-remasnya.
Tindakanku membuat Bu Mumun kembali merintih dan mengerang.

Hanya.. ketika jilatan lidahku merambat makin ke atas mendekati lubang duburnya.. ia menjadi tersentak dan berdiri.
"Jangan ah Pak Anto. Bapak nggak jijik..!?” Ujarnya memekik.

Tetapi aku tak peduli. Ia kembali kupaksa untuk nungging seperti semula.
Hingga tanpa bisa menolak.. ia kembali menyodorkan pantatnya ke wajahku dan kembali aku menjilatinya.
Kali ini di lubang duburnya. Ujung lidangku kusapukan di sekitar lubang anusnya.

Reaksinya benar-benar dahsyat. Bu Mumun mengerang dan merintih perlahan.
Mungkin ia merasakan perpaduan antara nikmat dan risih karena bagian tubuh yang oleh banyak orang dianggap kotor malah dijilati olehku.

Aku juga makin yakin Bu Mumun belum pernah mendapat jilatan di bagian anusnya itu.
Sebenarnya aku belum pernah melakukan itu terhadap istriku maupun perempuan lain yang pernah tidur denganku.

Tetapi dengan Bu Mumun.. sepertinya aku ingin melakukan semuanya. Semua yang pernah kulihat dalam adegan film-film mesum.
Entahlah.. di mataku Bu Mumun memiliki pesona tersendiri.

Di samping erangannya yang kian keras takut didengar orang akibat kenikmatan jilatan yang kuberikan pada duburnya.. aku juga kasihan ia menjadi terpanggang oleh nafsunya yang segera membutuhkan penuntasan.

Maka sambil memeluknya dari belakang.. kuarahkan kontolku d lubang memeknya.
Dengan sentakan lumayan bertenaga.. Jlebb..! Kontolku langsung amblas. Masuk ke kehangatan liang vaginanya yang yang basah.

"Enak Bu..?” kataku lirih berbisik di telinganya.

"Iya Pak Anto. Enak dan marem banget..”

Sambil mengayun keluar masuk kontolku di liang senggamanya.. kucium punggung Bu Mumun yang terbuka.
Merambat ke atas ke tengkuknya. Di tengkuknya.. di anak-anak rambutnya karena rambut Bu Mumun disanggul..
lidahku kembali menjalar terus menggelitik telinganya.

Bu Mumun kembali menggelinjang. Wanita yang sudah dikaruniai dua orang cucu itu juga mengerang-erang.
Nampaknya menahan kenikmatan dari yang kuberikan.

Suara rintihan dan erangannya membuatku makin bernafsu untuk menyetubuhinya.
Maka sambil meremasi susu-susunya.. sodokan sodokan kontolku pada memeknya makin kupercepat.

Bunyi bleep.. bleep.. bleep yang timbul dari benturan pantat besarnya dengan bagian depan pinggangku saat aku menghujamkan zakarku.. juga makin membangkitkan gairahku.

Namun baru saja aku hendak mempercepat sogokan kontolku.. otot bagian dalam memek Bu Mumun berkontraksi.
Berdenyut.. menjepit dan meremas. Rupanya ia akan kembali mendapat orgasmenya.

Maka sogokan batang kontolku di liang senggamanya kuubah menjadi sentakan-sentakan bertenaga.
Pada tiap sentakan yang kulakukan kudengar ia melolong dan merintih panjang.

Dan akhirnya semburan hangat kurasakan menyembur ke sekujur batang penisku setelah sebelumnya kulihat Bu Mumun mencengkeram sofa tempat kedua tangannya bertumpu.

"Sa.. saya dapat Pak Anto. Sshhh.. ssshhhh.. aahh.. aahhh.. enak banget.. ssshhh.. aaahhh.. aakkhhh..” ujarnya dengan nafas memburu.

Permainan kembali dilanjutkan setelah beristirahat sejenak dan sama-sama membersihkan diri di kamar mandi.

"Pak Anto nggak apa-apa terlambat ke kantor..” ujarnya setelah kembali sama-sama duduk di kursi sofa.

"Ah beres Bu. Hari ini nggak ada yang terlalu penting untuk dikerjakan di kantor..”

"Kalau begitu saya juga ingin membuat Pak Anto puas..” ujarnya sambil turun dari sofa dan mengambil posisi berjongkok di hadapanku.

Sebagai istri Pak Rasjo.. kurasa ia tidak banyak memiliki pengalaman melakukan hubungan seks yang aneh-aneh.
Tetapi sebagai wanita yang telah matang dari segi usia.. ternyata telah matang pula dalam urusan ranjang.

Setelah diciumi sepenuh nikmat.. Bu Mumun mengcok kontolku perlahan dengan gerakan seperti tengah mengurut.
Hasilnya.. rudalku yang sebelumnya agak layu karena kedinginan di kamar mandi kembali tegak mengacung.

Saat itulah.. sambil mengelus-elus dan mempermainkan kedua bijinya.. Bu Mumun mulai mengulum penisku.
Kuluman dan isapannya benar-benar mantap.
Batang kontolku yang lumayan panjang seperti ditelannya sampai ke pangkalnya.. lalu diisap dan ditariknya dengan mulutnya.

"Aaakkkkhhhh.. sshhh.. aaakkkhhhh.. eennnakk banget..” aku mendesah.

Saat kontolku berada di rongga mulutnya.. lidah Bu Mumun juga sepertinya tak mau diam.
Kepala penisku diusap-usapnya dengan lidahnya hingga memberi sensasi kenikmatan tersendiri.

Bu Mumun dengan tubuh montoknya yang telanjang.. terlihat bersungguh-sungguh ingin memberikan kenikmatan padaku.
Matanya terpejam dan ekspresinya sangat menggoda hingga aku berkali-kali mendesis menahan gairah yang kian membuncah.

Selain memberikan layanan oral pada penisku dengan sentuhan yang memabukkan.. lidah Bu Mumun juga lincah merayap.
Melata ke berbagai penjuru. Ke selangkanganku.. perutku dan juga pusarku. Bahkan ke dadaku dan mengisap puting susuku.
Saat ia melakukan itu.. aku dengan gemas meremas-remas teteknya dan meraba memeknya yang juga kembali basah.

"Ah.. ahhh.. sshhhh enak banget Bu. Saya suka banget ngentot dengan ibu..”

"Bener Pak Anto..?” Ujarnya berbisik di telingaku.

"Ii.. iiya Bu. Aahhh.. saya baru merasakan enaknya ngentot seperti ini..”

Aku sangat kaget ketika Bu Mumun memaksa agar aku menarik ke atas dan menekuk kedua kakiku.
Ternyata ia memintaku melakukan itu karena hendak mengerjai lubang duburku.

Dimulai dengan mencerucupi lubang anusku.. lalu lidahnya yang lincah menyapu-nyapu di seputar anusku.
Aku jadi terlonjak dan tubuhku menjadi merinding dibuai sensasi kenikmatan yang diberikan.

Untung aku telah membersihkan anusku dengan sabun saat mandi dan membersihkan badan.
Hingga kuyakin tak ada lagi bau tak sedap di lubang duburku.
Hanya.. aku tak mampu menahannya lebih lama atas permainan balasannya itu.

Akhirnya aku menarik tubuh Bu Mumun naik ke atas sofa dan memintanya untuk mengerjai kontolku dengan memeknya sambil berjongkok.
Blessep..! Kontolko kembali melesak ke kehangatan lubang vaginanya saat pantat besar Bu Mumun diturunkan persis di selangkanganku.
Lubang memeknya yang lebar tampak memerah dihiasi oleh kerut-kerut bibir kemaluannya.

Untuk urusan main di atas.. Bu Mumun bahkan tak kalah handal. itu kubuktikan saat ia mulai melakukan goyangan.
Pantatnya yang sedikit diangkat.. digoyang-goyangkan dengan hebatnya dan dengan kontolku masih berada di jepitan lubang nikmatnya.

Aku menjadi tersentak. Tak tahan oleh kenikmatan goyangan yang diberikan.. dua tanganku mencengkeram gemas buah dadanya.

"Aauuww.. sshhh.. aahhhh.. shhh.. aahhh.. enak.. enak .. banget memek ibu. Ya.. ya.. sshhh.. sshhh enak anget. Memek ibuu eennnakkk banget..” kali aku yang tidak bisa mengontrol suaraku akibat sensasi dan kenikmatan yang disuguhkan wanita istri tetanggaku itu.

Sebetulnya pertahananku nyaris jebol oleh goyangannya yang tak kalah dengan goyang ngebor Inul Daratista itu.
Namun karena ingin menikmati sensasi kenikmatan yang diberikan olehnya.. dengan kemampuan olah nafasku aku mencobanya bertahan.
Bahkan akhirnya Bu Mumun yang menjadi kelabakan terpanggang oleh nafsu dan gairahnya sendiri.

Puncaknya.. karena kuyakin Bu Mumun juga sudah dekat dengan orgasmenya.. sambil memeluk tubuh montoknya aku berdiri sambil menggendongnya.
Aku juga heran tubuh tinggi besarnya serasa ringan dalam gendonganku.

Lalu perlahan kurebahkan di lantai berkarpet di ruang keluargaku. Saat itulah kami menuntaskan hasrat yang sama-sama menggelegak.
Tubuh Bu Mumun yang telentang mengangkang kembali kugenjot.
Memeknya kusogok-sogok dengan batang kontolku yang tengah dalam posisi mengembang sempurna.

Bahkan tak puas hanya dengan memasukkan kontol ke lubang nikmatnya.. jari-jari tanganku ikut bermain disana.
Menjentik-jentik dan mengusap itilnya.
Akhirnya kami sama-sama merintih dan setelah mengerang panjang.. kontolku menyemprotkan mani cukup banyak membanjir di rahimnya.

Bercampur dengan cairan hangat yang juga muncrat entah dari bagian mana di lubang nikmat wanita itu.
Tubuhku ambruk dan hampir kehabisan nafas di atas tubuh montok Bu Mumun yang terangah-engah.

Seperti pasangan suami istri yang kelaparan sehabis bersetubuh.. aku dan Bu Mumun makan di ruang dapur rumahku setelah sama-sama membersihkan diri.

Telor ceplok.. tahu goreng dan sambal yang dibuatnya memang menggugah selera.
Saat itulah Bu Mumun mengingatkanku kalau-kalau ada teman di kantorku yang ingin dipijat.
Menurutnya.. saat ini ia hanya mengandalkan dari pekerjaan itu.

"Beres Bu. Tapi ..” ujarku.

"Tapi apa Pak Anto..?”

"Tapi ibu tidak memberikan layanan yang seperti tadi ke orang lain kan..?” Kataku cemburu.

"Ih.. ya tidaklah. Lagian yang doyan sama wanita tuwek seperti saya kan cuma Pak Anto..” ujarnya.

"Eh.. jangan salah. Tubuh ibu masih sangat merangsang lho. Bener kan ibu cuma memijat..?”

"Pak Anto jadi seperti Kang Rasjo tuh. Percayalah Pak.. saya akan nurut sama Pak Anto. Apalagi kalau ..” ujarnya tanpa meneruskan kata-katanya.

"Kalau apa bu..?”

"Kalau sesekali Pak Anto masih mau melakukan yang seperti tadi dengan saya..” katanya lirih.

"Tentu bu tentu. Saya suka dan puas banget sama ibu..”

Selain akan membantunya berpromosi soal pijatannya kepada teman sekantor.. aku juga berjanji akan membantunya dengan sejumlah uang setiap bulan bila Pak Rasjo sampai tidak kembali datang.

Bahkan sebelum kembali ke kantor.. aku dan dia sempat saling peluk dan raba hingga nyaris kembali telanjang dan terpancing untuk mengulang kembali persetubuhan.

Untung Bu Mumun mengingatkan bahwa aku harus menjemput Ratri putriku dari sekolah.. hingga kubatalkan niatku untuk kembali menikmati kehangatan tubuhnya.

Sejak itu kami terus mengulang dan mengulang persetubuhan nikmat bersamanya.
Bu Mumun.. benar-benar menjadi istri gelapku. (. ) ( .)
-------------------------------------------------------
 
:jempol: Wuiihh.. cakep tuh brada..

Hehe.. iya sih.. Nubi juga sempat saving Cerita2 'Anto Sang Petualang Birahi'.
Lumayan lengkap.
Cuma memang banyak CerPan yang menggunakan nama 'Anto' sebagai tokoh utamanya..
Jadi mau ngga mau harus 'dicari' dulu benang merah antar cerita..
apakah memang tokoh yang sama.
Yang Nubi ambil untuk dimasukkan di trit ini hanya yang sesuai dengan 'tema' aja, brada..

Tapi ntar deh..
Mungkin di lain kesempatan Nubi akan coba sharing di Forum kita tercinta ini..

Oke siap suhu..Soalnya nubie jd SR jaman forum tercinta kita masih dalam format lama suhu yang ada istilah "cek kulkas,ada kiriman cendol ijo"..:ampun:
 
Cerita 42 – Hanya Sekedar Iseng

Mbak Anie


Pengalaman pertamaku inilah yang membawaku kadang-kadang ingin menikmati kembali.. tapi hingga kini aku belum menemukan pengganti Anieku sayang.. Anieku yang hilang.

Pada waktu itu kami menempati kontakan bersama adikku yang sedang kuliah di kota S.
Aku sendiri sudah bekerja apa adanya sambil kuliah di perguruan tinggi swasta pada sore harinya.

Kami mempunyai tetangga.. yang biasa dipanggil Bu Anie.. namun atas kesepakatan bersama.. aku memanggil Bu Anie dengan sebutan Mbak.. karena dia lebih muda.. dan dia memanggilku Mas..
Tapi kalau di depan banyak orang aku tetap memanggilnya Bu..! Dan dia memanggilku Om Feby.. menirukan panggilan anak-anak.

Mbak Anie orangnya masih muda dan cantik.. walaupun sudah mempunyai seorang anak.
Waktu itu anaknya ikut di rumah neneknya.. sehingga Mbak Anie hanya tinggal berdua dengan suaminya yang sering dinas di luar kota.

Suatu saat Mbak Anie memintaku mengajari komputer karena alasan dia sedang ikut kursus untuk bekal bekerja.. –Mbak Anie sedang melamar di Perusahaan Swasta..– dan sebentar lagi ada ujian komputer. Aku menyanggupinya tapi hanya pada saat aku tidak ada kegiatan kuliah.

Hari pertama Mbak Anie belajar komputer tidak ada yang perlu diceritakan.. namun pada hari-hari berikutnya terjadilah cerita-cerita erotis ini.
Saat itu Anie sedang mencoba belajar Excel.. – tau kan pada zaman kapan..? Hehe..aku duduk di kursi tamu yang jaraknya kira-kira 3 meter dari jarak meja komputer.

“Mbak.. kapan ujiannya..?” Tanyaku.
"Besok. Mas.. Sini dong..”

"Ada apa Mbak..?” Sahutku.
"Ini lho.. cara ngasih blok ini gimana toch..?”

"Ochh.. itu toch.. gini klick mouse kiri.. tekan terus dan geser sampai cell yang dikehendaki.. kemudian lepaskan..” begitu kataku sambil memberikan contoh.

Selanjutnya Mbak Anie segera mencoba.. namun berkali-kali gagal.
Aku membimbing dengan memegang tangan Mbak Anie.. tangan Mbak Anie memegang mouse sementara tanganku di atas tangannya.

Tanpa terasa perutku menempel di bahu Mbak Anie.
Aku lihat tidak ada perubahan apapun di wajah Mbak Anie.. dan akupun pura-pura tidak tau.

Agar lebih leluasa aku ambil kursi dan duduk di sebelahnya.
Sambil mengajar.. kedua tanganku ikut main.. tangan kanan mainkan mouse dan tangan kiri memegang pantat Mbak Anie.

Melihat tidak ada reaksi dari Mbak Anie.. aku mulai berani lebih jauh.. tanganku mulai meraba pinggangnya.
Ia diam saja. Sambil meremas-remas pinggangnya.. aku mendekatkan hidungku ke tengkuknya.

Sampai akhirnya hidungku menempel di belakang telinga kanannya.
Sementara tanganku mulai merayap naik dari pinggangnya.

Jari-jemariku menyusupkan ke dalam celah di bawah kemeja pendeknya.. memberikan kehangatan pada pinggang dan perutnya yang langsing dan kencang.. terus perlahan-lahan merayap ke atas.

Mbak Aniek menarik nafas dalam-dalam hingga kedua bukit di dadanya makin membusung dan memenuhi kemeja ketatnya..
Pada saat itu pula tangan kananku tiba di bukit halus di dada kanannya.. mengusap.. memijit dan meremas pelan.. membuat nafas Mbak Anie kian memburu.. ia memutar wajahnya ke kanan.

"Uhh..n Mass jangan..!” Desahnya.

"Kenapa Mbak..? Mumpung sepi.. nggak ada yang lihat..”

"Jangan ach.. saru..! Aku pulang dulu yach..” Kata Mbak Anie sambil membereskan buku excel yang dibawanya.

"Mbak.. boleh nggak kalau aku minta punyanya Mbak Anie..?”

"Minta apa..?” Tanyanya penasaran.

"Aku ingin merasakan punya Mbak Anie.. Kalau boleh Mbak ke sini hari Rabu.. kira-kira jam 10.00 pagi.. Kutunggu..”

Aku sengaja memilih jam tersebut.. karena saat-saat seperti itu di lingkungan kami relatif sepi.. karena ditinggal sekolah anak-anak.. sementara ibu-ibu sibuk di dapur.

Tak ada jawaban dari bibirnya yang aduhai.. maka kuulangi lagi.
"Bagaimana Mbak..?”

"Ach.. Aku pulang dulu yach..” hanya itu jawaban darinya.

Hari Rabu yang kutunggu datang juga.. aku minta ijin pada boss seolah-olah ada keperluan keluarga.
Hatiku rasanya berdebar-debar menunggu kedatangan Mbak Anie.. ada rasa was-was kalau ternyata yang ditunggu-tunggu ternyata tidak datang.
Berkali-kali aku lihat keluar.. dia belum juga keluar dari rumahnya.

Kulihat lagi.. uch dia keluar.. hatiku berdebar.. jantungku berdetak lebih cepat..
Semakin dekat jarak kami rasanya detak jantung ini makin cepat pula.

"Masuk Mbak..” bisikku mempersilakan.

"Mass.. a-aku geemetaar..”

"Aaakuuu juga..” sambil kutarik tangan Mbak Anie ke kamarku.

"Mass ..”

Tiba-tiba kata-katanya terhenti dan nafasnya tertahan.. saat kupeluk dan kuciumi lehernya yang jenjang itu.

Dan selang beberapa detik kamipun tenggelam dalam ciuman yang sangat bernafsu itu beberapa menit.
Tanpa dikomandoi lagi tangankupun mulai menggerayangi seluruh tubuhnya.

Sambil berdiri kami berdua masih saling melumat dan tangankupun mulai menggerayangi dari leher.. ke bahu dan pada akhirnya bertumpu di dua gunung kembar milik Mbak Anie.

Kini jari-jariku telah menemukan puting kecil di puncak bukit kenyal di dada kanannya dan mulai mengusap-usapnya.
Ibu jariku mengusap puting dadanya yang kanan.. sementara jari tengah aku melakukan hal yang serupa di dadanya yang kiri.
Tangan kiriku membuka kancing dan ritsluiting celana kulotnya.. menyusup ke dalam.. menemukan rambut-rambut ikal.

Mbak Anie memejamkan matanya dan menahan nafas.. ekspresinya menunjukkan rasa geli dan birahi.
Secara refleks.. tangannya membuka kancing-kancing kemejanya.. hingga dua bukit yang daritadi berdesakan dalam ruang sempit itu terbebas.

Indah sekali.. aku dapat melihat bahwa ibu jari dan jari tengah tangan kananku kini sedang memijit-mijit dua buah puting yang tegang.. berwarna coklat muda.

Kemejanya tersingkap di sebelah kanan.. menunjukkan pundak yang sangat halus dan indah.. aku langsung mengoleskan lidahku di situ berkali-kali.

Tangan kiriku terus menggali ke dalam rambut-rambut ikat itu hingga celana Mbak Anie melorot sedikit demi sedikit dan akhirnya jatuh di bawah kakinya.
Jari tengah tangan kiriku pun langsung menyentuh sesuatu yang hangat dan lembab.. mengusapnya.. menjentik-jentikkannya.

Membuat tubuh Mbak Anie yang cukup jangkung itu bergetar.. sulit berdiri tegak.. kakinya goyah..
dadanya naik-turun mengikuti nafasnya yang terengah.. keringat membasahi keningnya..
dan sesuatu mulai membasahi jari tangan kiriku di tengah selangkangannya..

Berdirinya semakin goyah.. tangan tangan dan mulutku makin giat bekerja.. tungkai indahnya makin gemetar.

"Ohhh.. Massss.. ohhh.. aku nggak tahan geli..” rintihnya sambil terengah.

Aku segera menelentangkan tubuhnya di atas ranjang. Kuulangi mengisap putingnya bergantian. Tangan kananku menggosok-gosok vaginanya.
Kuciumi.. kujilati dan kuisap-isap semua bagian yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya.

Bibir.. lidah.. telinga.. kuping leher.. dada.. perut.. pusar.. paha.. vagina.. betis sampai ke jari dan telapak kakinya.
Tubuh Mbak Anie bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan.

Mulutku naik lagi ke atas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti di vaginanya.
Dengan kedua tanganku kusibak pelan bulu vaginanya.

Kulihat belahan vaginanya yang memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut.
Kuciumi dengan lembut.. bau vaginanya membuat sensasi yang aneh.

Dengan hidung kugesek-gesek belahan vagina Mbak Anie sambil menikmati aroma bahunya.
Erangan dan gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah menggairahkan.

"Aaahhk.. eeekhh.. enak sekali Mass.. Teruuuss..” rintih Mbak Anie.

Kujulurkan lidahku.. kujilat sedikit vaginanya.. ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan vaginanya.
Begitu seterusnya naik-turun sambil melihat reaksi Mbak Anie.

"Akkhhh.. akkkhh.. akkkhh.. ngghhh..”

Mbak Anie terus merintih nikmat.. tangannya mencari tangan kananku.. meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya.
Aku tau dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku.

Begitu kulakukan terus.. tangan kananku meremas payudaranya.. mulutku menjilati dan mengisap-isap.. menyedot vaginanya..
sementara tangan kiriku menyentik-nyentik clitorisnya.

Dia pun bergelinjang-gelinjang kenikmatan. "Masss aduuh.. enaak sekalii..” erang Mbak Anie.

"Nggghh.. nggghh..” Aku hanya bisa mendesah..

Kakinya yang tadinya belum terbuka lebar.. tanpa dia sadari dia telah merenggangkan kedua pahanya sambil kakinya ditekuk.
Maka semakin lebar kemaluannya terbuka aku semakin leluasa memainkan vaginanya.

Setelah menyedot bibir vagina milik Mbak Anie.. lalu aku mulai menjulurkan lidahku ke dalam vaginanya yang mulai basah itu.
Kujilati clitoris milik Mbak Anie yang merah itu.. terkadang lidahku kujulurkan masuk ke dalam lubang vaginanya.

Dia pun mendesah terus menerus.. "Aaaccch.. oooccchh.. aaaccchh.. oooccchh..”

Mendengar desahan Mbak Anie aku semakin beringas menjilatinya hingga vaginanya basah.
"Masss.. nggghh..” Mbak Anie mendesah sambil tangannya menggapai mencari-cari penisku.

Aku bangkit dan kuletakkan penisku di lembah diantara dua bukit yang kenyal itu.. lalu kugesek-gesekkan penisku..
sementara Mbak Anie menggeliat-liat sambil tangannya ikut mengusap-usap kepala penisku.

"Masss.. nggghh..” desah Mbak Anie.

Tangannya menarik penisku.. sementara lidahnya menjilat-jilat bibirnya yang sensual. Kusorongkan penisku ke bibir Mbak Anie..
Dia mulai mengelus-elus.. menjilati dari kantung yang berisikan dua biji pelir hingga sampai pada kepala penisku.

Setelah puas dia menjilati lalu dia memasukan penisku ke mulutnya.. mengisap dan mengocok-ngocok dengan mulutnya seirama dengan desahan Mbak Anie.

Lama sekali dia mempermaikan penisku hingga aku secara tidak sadar menggeliat-geliat sambil mendesah.. "Ooohh.. ooohh.. yaaacch.. yaaacch..”
Aku sudah tidak tahan.. penisku yang sedang dikulum-kulum di mulut Mbak Anie.. kucabut.

Kuangkat kedua tungkainya.. meletakkannya di bahuku.. dan perlahan-lahan dengan hati-hati kupegang penisku..
Plepp.. slepp.. kugesek-gesekkan di belahan bibir vaginanya beberapakali.. kemudian kutekan ke dalam..

Bleessepp..! Penisku memasuki vaginanya dan segera kusodokkan dalam-dalam dengan kencang. "Aughh..!” Mbak Anie menjerit pelan.

"Sakit Mbak..?” Tanyaku.. Mbak Anie kulihat hanya menggelengkan kepalanya sedikit..

Dan ketika dia menciumi di sekitar telingaku kudengar dia malah berbisik.. "Enaaak.. Maaas..”

Kuciumi wajahnya dan sesekali kuisap bibirnya sambil kumulai menggerakkan pantatku naik-turun pelan-pelan.. dan makin lama semakin cepat.
Tangan Mbak Anie mencengkeram dan menekan pantatku.

Wajahnya tampak memelas.. matanya terkatup rapat.. bibir tipisnya terbuka..
Namun giginya terkatup.. keringat membasahi sekujur tubuhnya yang kini bergerak terkocok dalam kecepatan tinggi.

Ughhh.. Aku merasakan jepitan vaginanya sungguh luar biasa.
Begitu lembab.. lengket.. licin.. namun ketat mencengkeram mengurut-ngurut kejantananku.

Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa.. vaginanya terjejali dengan benda yang keras dan hangat dengan ukuran yang tepat..
menggesek dinding liang vaginanya.. tiap gesekan makin membuatnya melayang-layang.

Aku menurunkan kaki kanannya dari bahu kiriku.. dan memutar tubuhnya ke kiri.. sehingga posisi kami jadi menyilang..
Batang penisku kini menyentuh bagian yang lebih dalam dari liang vaginanya.

Mbak Anie kian histeris.. menggeliat-geliat.. punggungnya terangkat-angkat dari kasur..
Matanya terpejam makin rapat.. dan mulutnya mendesis.. mengerang.. dan mengaduh tidak menentu.
Tangan kanannya kini memegangi tanganku yang sedang mencengkeram pinggulnya.

Aku membungkukkan badan.. dan mulutku menangkap puting kanan Anie.. mengolesinya dengan lidahku.. mengisap-isapnya..
namun puting itu tidak dapat menjadi lebih tegang lagi karena sudah begitu tegang.

Tubuh kami terus saling berhempasan.. ujung penisku terasa menyodok-nyodok ujung liang vaginanya.

Sampai tiba-tiba kedua tangannya mencengkeram sprei.. wajahnya meringis..
Hingga tiba-tiba tubuhnya meregang sampai punggungnya terangkat tinggi dari ranjang..

"Uggghh.. Masssh.. ohhhh..” rintihnya.

Beberapa detik tubuhnya meregang seperti itu.. otot-otot vaginanya terasa kuat sekali menggenggam penisku.. meremasnya..
Lalu tiba-tiba tubuh langsingnya terkulai lunglai.. seperti tak berenergi.

"Mbak Anie.. bisa tahan sebentar saja..?” Tanyaku.
Ia mengangguk lemah sambil tetap lunglai seperti orang mau pingsan.

Aku segera dengan cepat mengocokkan penisku.. kutekankan dalam-dalam.. dan kutarik dengan cepat.. begitu terus.
Hingga ekspresi Mbak Anie menunjukkan rasa ngilu kesakitan.. namun ia diam saja.. membiarkanku mencapai klimaks.

Dan akhirnya.. aku merasa sesuatu keluar dari penisku.. Crottt.. crottt.. crottt..!
“Aachhh..” mani hangatku muncrat beberapakali di kedalaman liang nikmatnya.

Plop.. Aku mencabut penisku dari vagina Anie dan berbaring di sampingnya. Mendekapnya.. memeluknya.
Ia pun memelukku dengan mesra.. seolah kami merupakan suami istri yang saling memiliki.

Sejak kejadian itu kami jarang ketemu apalagi ngobrol.. karena Mbak Anie sudah lulus kursus..
Apalagi setelah Mbak Anie mulai kerja.. sementara aku disibukkan dengan urusan kuliah dan pekerjaan.. praktis kami tidak sempat ketemu lagi.

Pengalamanku dengan Mbak Anie membuat aku sering tergoda jika melihat ibu-ibu seksi. Aku ingin pengalamanku terulang.. tapi tidak bisa.
Mbak Anie sudah pindah menempati rumah sendiri bersama suaminya yang kebetulan belum ada jaringan telepon.
Aku ingin nekat ke rumahnya.. namun tidak berani.. malu kalau tidak ada alasan yang jelas.

Suatu saat tanpa diduga aku bertemu dengan suami Mbak Anie.. kami ngobrol..
Dengan basa-basi kutanyakan apa sudah ada jaringan telepon di rumahnya.. ternyata sudah ada dan di rumahnya juga sudah dipasang.

Dengan berbekal nomor yang diberikan.. aku mencoba menghubungi Mbak Anie.. berdebar juga rasanya jantung ini.

"Hallooo..” terdengar suara yang sudah saya kenal baik itu.
"Ini Mbak Anie.. yaa..?” Tanyaku.
"Och.. Mas Feby toch..” sahut Mbak Anie dengan nadanya yang renyah.

Kami ngobrol lama.. aku gunakan kesempatan ini untuk membangkitkan kenangan masa lalu.
Aku rayu dia.. supaya sewaktu-waktu ada kesempatan kami bisa mengulang masa laku kami.
Namun sayang Mbak Anie mengaku sudah insyaf.. dan dulu merupakan kekhilafan yang jangan sampai diulang.

Akhirnya aku menyerah.. tapi sudah kepalang basah.. aku menceritakan terus terang dan minta tolong pada Mbak Anie.
"Mbak.. kalau toch Mbak Anie nggak mau lagi.. baiklah nggak apa-apa.. tapi aku minta tolong.. tolong bantu aku Mbak..!”

"Apa yang bisa kubantu Masss..?”

"Begini Mbak.. terus terang sejak kejadian itu.. aku sering melamun dan sering tergoda jika melihat ibu-ibu yang kelihatan seksi.. aku akhirnya hanya bisa menahan dan kalau toch terpaksa kuambil sabun dan main sendiri. Mbak tolonglah aku.. jika Mbak punya kenalan yang kebetulan kesepian dan menginginkan kenikmatan.. kenalkan padaku yaach.. aku ingin memberikan kenikmatan seperti yang pernah aku berikan kepada Mbak Anie..”

"Mas.. kok jadi begini..? Tapi yach.. akan aku usahakan.. tapi aku nggak berani menjanjikan lho..”

Sampai sekarang Mbak Anie tidak pernah memberi kabar.
Aku juga tau diri mungkin Mbak Anie tidak setuju apa yang akan aku perbuat.. sehingga dia tidak pernah memberi kabar apapun.

Akhirnya akupun sampai sekarang tidak pernah menghubungi lagi Mbak Anie.
Aku menganggap Mbak Anieku hilang.. yah Mbak Anieku sayang.. Mbak Anieku yang hilang.
Namun aku masih tetap mengharap menemukan Mbak Anie yang lain. (. ) ( .)
-----------------------------------------------------
 
Cerita 43 - Selingkuh dengan Ketua RT

Marini


Aku tinggal di kompleks perumahan BTN di Jakarta. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk.
Sebagai arsitek swasta, tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu.
Walaupun dia sangat mencintaiku, bahkan mungkin memujaku, aku sering kesepian.

Aku sering sendirian dan banyak melamun membayangkan betapa hangatnya dalam sepi itu Mas Adit, begitu nama suamiku, ngeloni aku.
Saat-saat seperti itu membuat libidoku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah seksualku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur.

Aku melakukan masturbasi membayangkan dientot oleh seorang lelaki.. yang tidak selalu suamiku sendiri.. hingga meraih kepuasan.
Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru Pak Parno.. Pak RT di kompleks itu.

Walaupun usianya sudah di atas 55 tahun, 20 tahun di atas suamiku dan 27 tahun di atas umurku.. kalau membayangkan Pak Parno ini aku bisa cepat meraih orgasmeku.

Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan Mas Aditpun tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak Parnolah yang sedang menggeluti aku.
Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui.. selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gedee banget.
Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana.

Dari tampilan tubuhnya yang tetap kekar walaupun tua.. aku bayangkan kontol Pak Parno juga kekar. Gede.. panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya. Ooohh.. betapa nikmatnya dientot kontol macam itu..

Di kompleks itu.. di antara ibu-ibu atau istri-istri.. aku merasa akulah yang paling cantik.
Dengan usiaku yang 28 tahun.. tinggi 158 cm dan berat 46 kg.. orang-orang bilang tubuhku sintal banget.
Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron.

Apalagi kalau aku sedang memakai celana jins dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang cukup besar membayang.
Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini..

Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan, menyunatkan anaknya.
Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan.. kami se-RT rame-rame membantu.
Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya.

Aku biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu.
Mereka selalu puas dengan hasil karyaku. Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya aku beli di Pasar Senen.

Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum tersedia.
Di tengah banyak orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Surti.. yang punya hajatan untuk membeli kekurangan itu.

“Kebetulan Bu Mar.. tuh Pak Parno mau ke Senen.. mbonceng saja sama dia..”
Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Pak Parno yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.

“Emangnya Pak Parno mau cari apaan..?” Aku nanya.

“Inii.. mau ke tukang tenda.. milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya..”
Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku.

“Iyaa deh.. aku pulang bentar ya Pak Parno.. biar aku titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti..”
Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir di situ.

Sekitar 10 menit kemudian.. dengan celana jins dan blus kesukaanku aku sudah duduk di bangku depan.. mendampingi Pak Parno yang nyopirin Kijangnya.
Udara AC di mobil Pak Parno nyaman banget sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta.
Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu.

Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan Pak Parno yang sering hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan seksual.

Tak bisa kutahan.. mataku melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya.
Dia pakai celana drill coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak menggunung.
Aku nggak tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan panjang.

Saat aku menelan ludahku membayangkan apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan Pak Parno nyelonong menepuk pahaku.
“Dik Marini mau beli apaan..? Di Senen sebelah mana..?” Sambil dia sertai pertanyaan ini dengan nada ke-bapak-an.
Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang diajak ngomong.

“Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..” walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.

Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik..
“Ooo, yyaa.. aku tahu..” tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya.

Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang sangat, aku merasakan desakan erotik.. mengingat dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku.

Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih ke atas menuju pangkal pahaku.. reaksi spontanku adalah menurunkan kembali ke bawah.

Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia ulangi lagi dan aku kembali menurunkan.
Anehnya aku hanya menurunkan.. bukan menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak diangkat dari pahaku.

Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.

Pak Parno mengalah. Tetapi bukan mengalah bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia ubah.

Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergap aku.
Aku mendesah tertahan. Aku lemes.. tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Parno meremas pahaku.

“Dik Maarr..” dia berbisik sambil menengok ke aku.

Tiba-tiba di depan melintas bajaj.. memotong jalan. Pak Parno sedikit kaget.
Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas.
Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan.

Selepas itu tangan Pak Parno dikonsentrasikan pada kemudi.
Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah presnelling.. mengerem.. menginjak gas dan mengatur kemudi.

Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi.
Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan.

Aku menjadi penuh disesaki dengan birahi.
Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal.

Benar. Sesudah jalanan agak lancar.. tangan Pak Parno kembali ke pahaku.
Aku benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan birahi.

Langsung tangan Pak Parno meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku.
Tanganku menahan tangannya. Eeeii.. malahan ditangkapnya dan diremasinya. Dan aku pasrah.

Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Pak Parno.
Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung.

Sekali aku nyeletuk.. “N'tar dilihat orang Pak..”

"Ah, nggaakk mungkin.. kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam..” aku percaya dia.

Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora..

“Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak..?” Dia berbisik.

“Ke mana..?” Pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku.

“Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..?”

“Terserah Pak Parno.. Tapinya n'tar ditungguin orang-orang.. n'tar orang-orang curiga.. lho..”

“Iyaa.. jangan khawatirr.. paling lama sejamlah...” sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik.

Aku nggak mau bertanya.. mau ngapain 'sejam'..??

Persis di bawah jembatan penyeberangan dekat daerah Galur.. Pak Parno membalikkan mobilnya kembali menuju arah Cempaka Putih.
Ah.. Pak Parno ini pasti sudah biasa begini. Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri lainnya.

Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran.
Dengan penuh gelora dan deg-degan jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi..
Mungkin hanya dalam hitungan menit.. akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan.

Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini.. apa kekurangan Mas Adit..? Kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak Parno ini.
Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain.
Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat Pak Parno.

Pasti dia akan menjagaku.. melindungiku. Pasti dia akan menghadapi aku dengan halus dan lembut.
Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami yang selama ini selalu mengayomi warganya.
Pasti dia nggak akan merusak citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka.

Dan rasanya aku ingin banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan seksualku.
Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku.

Aku gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas.
Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap.
Dan semakin ke sana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan 'jalan-jalan dulu' Pak Parno ini.

Tiba-tiba mobil terasa membelok ke sebuah tempat. Ketika aku membuka mata.. aku lihat halaman yang asri penuh pepohonan.
Di depan mobil nampak seorang petugas berlarian menuntun Pak Parno menuju ke sebuah garasi yang terbuka.

Dia acungkan tangannya agar Pak Parno langsung memasuki garasi berpintu rolling door itu.. yang langsung ditutupnya ketika mobil telah yakin berada di dalam garasi itu dengan benar.

Sedikit gelap. Ada cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup.
Woo.. aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Pak Parno mematikan mesin mobilnya.

'Nyampai Dik Mar..”

'Di mana ini Pak..?” Terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini.
Tetapi aku yakin inilah jenis 'motel' yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.

Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku.. tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku.
Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya.

Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan melumat.
Uh uh uh.. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi.

Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya.
Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku.

Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit.
Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit.
Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini..

Sambil melumat, tangan-tangan Pak Parno juga merambah tubuhku.
Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku.

Uuiihh.. tak tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang dahsyat.
Sekali lagi aku merasa edaann.. aku digeluti Pak RT-ku.

Bibir Pak Parno melumatku, dan aku menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total.
Akulah yang sesungguhnya menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku.

Ohh.. Pak Parnoo.. Tolongin akuu Pakee.. Puaskanlah menikmati tubuhkuu.. Paak.. semua ini untuk kamu Paak.. Aku hauss.. Paak.. Tulungi akuu Paakk.

"Kita turun yok Dik Mar.. kita masuk dulu..” Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini.

Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu.
Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar.
Aku terserah Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet pengin kencing.

Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah telentang di ranjang.
Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah melihat sosok tubuh Pak Parno itu.

Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian memanggil.. 'Sini Dik Mar..”
Uh uh.. Omongan seperti itu.. masuk ke telingaku pada saat macam begini.. aku merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku.

Aku.. istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku..
Hari ini dengan edannya berada di kamar motel dengan seseorang.. yaitu Pak Parno.. yang Pak RT kompleks rumahku..
Yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku.. bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri.

Dan panggilanya yang.. “Sini Dik Mar..” itu.. terasa sangat erotis di telingaku. Aku inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah istri yang selingkuh..

Uh uh uh.. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini.
Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya.

Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya.
Uhh.. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar..

Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya..
Aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan selingkuh.. yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng pemula macam aku ini.

“Dik Mar.. Aku sudah lama merindukan Dik Mar ini. Setiapkali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari yang sangat mirip Dik Mar..
Hatiku selalu terbakar.. Kapann aku bisa merangkul Dik Mar macam ini..”

Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan.
Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini.

Pak Parnoo.. Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku. Dia langsung melahap mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas.
Dia masukkan tangannya ke blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi. Disedotnya lidahku.
Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku dijadikan minumannya.

Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini. Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian dilepaskannya pula.
Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan.

Dan yang datang padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta.
Aku nggak mampu menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku..
“Pak’ee.. Pak’ee.. Pak’ee.. ampun nikmattnya Pak’ee..”

Tangannya yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jinsku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka resluitingnya.
Tangannya yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu merogoh celana dalamku.

Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku.

Saat-saat jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku.. aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi.
Kenikmatan.. sejuta kenikmatan.. ah.. Selaksa juta kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu.

Jari-jari itu juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu.
Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu.

Dengan bibir yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku..

Ohh.. kenapa aku ini.. Ooohh.. Mas Adit.. maafkanlah akuu.. Ampunilahh.. istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak bertara ini.. ampunilah Mas Adit.. aku telah menyelewengg.. aku nggak mampuu maass..

Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku.
Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku.
Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku.

Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku.
Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik.. hingga aku serasa kelenger kenikmatan.

Dan tak terbendung lagi.. Srrr.. srrr.. srrr.. srrr.. srrr.. cairan birahiku mengalir dengan derasnya.

Yang semula satu jari.. kini disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah.
Pak Parno tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada G-spotku.

Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik di mana aku nggak mampu lagi membendungnya.
Untuk pertamakali disentuh lelaki yang bukan suamiku.. Pak Parno berhasil membuatku orgasme.

Saat orgasme itu datang.. kurangsek balik Pak Parno.
Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuhujamkan kukuku ke punggungnya.
Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno.

Pahaku menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat.
Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku.

Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku aku berteriak histeris. “Oggkkhhh..!”
Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk.
Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai.

Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan spermaku.
‘Sperma’ perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluannya.

Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, ke bibirku.
Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber AC ini.

Saat telah reda, kurasakan tangan Pak Parno mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang.

Uh.. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan jari-jarinya.

Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu.

“Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat dulu yaa..!? Saya ambilkan minum dulu yaahh..” suara Pak Parno itu terasa menimbulkan rasa yang teduh.
Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini.

Kamar motel ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertamakalinya saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku.. untuk disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno.. Pak RT kampungku.. yang bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang.
Mas Adit.. Ooohh.. maass.. maafkanlah aakuu.. maass..

Sementara aku masih terlena di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi..
Pak Parno terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku.. perutku. Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku.

Tangannya tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam.
Aku perlu mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang.
Kulihat Mas Adit sedang sibuk di depan meja gambarnya.. sebentar-sebentar stip Staedler-nya menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan salah tarik.

Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan.
Hanyalah perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan biologisku.

Lihat saja Pak Parno barusan, hanya dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan ‘kobokan’ jari-jarinya yang menari-nari di kemaluanku.. telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku.

Sementara kamu Mas.. setiapkali kamu menggumuliku segalanya berjalan terlampau cepat.. seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian cepat.

Sementara saat nafsuku tiba dengan menggelegak.. Mas Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang harus diselesaikan..
si anu sudang menunggu.. atau si anu besok mau pergi dan sebagainya.
Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang.

Menunggu Mas Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri.
Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya.. Sepertinya aku menunggu Godotku.. menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku.

“Dik Marni capek ya..?” Bisikan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan.

“Nggak Pak. Lagi narik napas saja.. Tadi koq nikmat banget yaa..? Sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku.. Pak'ee..
Pak Parno juga hebat lhoo.. Baru diutik-utik saja aku sudah kelabakkan.. Hi hi hi..” aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini.

Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari ranjang.
Dia lepasin sendiri kemejanya.. celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya.

Baru pertamakali ini aku melihat lelaki lain telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku.
Wuuiihh.. aku sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno.

Pada usianya yang lebih dari 55 tahun itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita yang memandangnya.
Perutnya nggak nampak membesar, dengan otot-otot perut yang kencang.
Bukit dadanya yang sangat menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal.

Dan yang paling membuatku serasa pingsan adalah.. kontolnya..! Aku belum pernah melihat kontol lelaki lain..
Kontol Pak Parno sungguh-sungguh merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku saat ini.

Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan dan sangat indah.
Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara Nazi, sungguh merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang.
Dengan sobekan lubang kencing yang gede.. kontol itu seakan menunggu mulut atau kemaluan para perempuan yang ingin melahapnya.

Sesudah telanjang Pak Parno juga menarik pakaianku.. celana jinsku yang sedari tadi masih di separoh kakiku.. kemudian blus serta kutangku dilepasnya.
Kini aku dan Pak Parno sama-sama telanjang bulat.

Pak Parno rebah di antara pahaku. Dia langsung nyungsep di selangkanganku.
Lidahnya menjilati kemaluanku. Waduuiihh.. Ampunn..! Kenapa cara begini ini nggak pernah aku dapatkan dari Mas Aditt..!?

Lidah kasar Pak Parno menusuk dan menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya berusaha menembusi lubang vaginaku.

Pelan-pelan nafsuku terpancing kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku merasakan kegatalan yang hebat.
Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir.

Tanganku juga menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang makin dilanda kegatalan birahi yang sangat.
Pantatku juga ikut naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku itu.

Tak lama kemudian, Pak Parno memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya.
Posisi seperti itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Parno maupun bagi aku.

Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Parno..
Dan sebaliknya Pak Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi kemaluanku.

Terdengar bunyi kecipak mulut Pak Parno yang beradu dengan bibir kemaluanku.
Dan desahan Pak Parno dalam merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan.

Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga.. hingga membuat aku menggeliat-geliat tak tertahankan.
Pak Parno sibuk memegang erat-erat kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari pegangannya.

Dan sampai pada akhirnya di mana Pak Parno sendiri juga tidak tahan.
Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku merangsang nafsu birahi Pak Parno tidak bisa terbendung.

Sesudah menurunkan kakiku, Pak Parno langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku.

Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik di mana bagiku untuk pertamakalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku merambah dan menembus memekku.

Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar.. menunggu kontol Pak Parno menembus kemaluanku..

Aku hanya bisa pasrah.. Aku nggak mampu lagi menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini.. Maafin aku Mas Adit..

Slebb..! “Ahhh..!” Aku menjerit kecil saat kepala tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku.

Rasa kejut saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu menegang dan membuat lubang vaginaku menjadi menyempit.
Dan akibatnya seakan tidak mengijinkan kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan itu membuat aku penasaran,

“Santai saja Mar, biar lemesan..” terdengar samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.

“Pak’ee.. Pak’ee.. ayyoo.. Pak’ee tulungi saya Pak’ee.. Puas-puasin ya Pak’ee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pak’ee..” kedengerannya aku mengemis minta dikasihani.

“Iyaa Dik Marr.. Sebentar yaa Dik Marr..” suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.

Jlebh..! Kepala helm tentara itu akhirnya berhasil menguak gerbangnya.
Rrrrtt.. Bibir vaginaku menyerah dan merekah. Menyilakan kontol Pak Parno menembusnya.
Bahkan kini vaginakulah yang aktif menyedotnya.. agar seluruh batang kontol gede itu bisa dilahapnya.

Uugghh.. aku merasakan nikmat desakan batang yang hangat panas memasuki lubang kemaluanku.

Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk.
Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di mulut rahimku.

Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku ngrasain disentuh kontol Mas Adit.
Dengan sisa ruang yang longgar.. kontol suamiku itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya saja.
Saat dia tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau penuh seperti sesak dan penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga vaginaku saat ini.

Tak lama kemudian Pak Parno mulai melakukan pemompaan. Ditariknya pelan kemudian didorongnya.
Slepp.. clebb.. slebb.. clebb.. slepp.. clepp.. slebb.. Ditariknya pelan kembali dan kembali didorongnya.
Begitu dia ulang-ulangi dengan frekewnsi yang makin sering dan makin cepat.

Dan aku mengimbangi secara refleks. Pantatku langsung pintar. Saat Pak Parno menarik kontolnya, pantatku juga menarik kecil sambil sedikit ngebor.
Dan saat Pak Parno menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai goyangan igelnya.

Demikian secara beruntun, semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat, cepat, cepat, cepaatt.. ceppaatt.
Payudaraku bergoncang-goncang.. rambutku terburai.. keringatku.. keringat Pak Parno mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing..
mataku dan mata Pak Parno sama-sama melihat ke atas dengan menyisakan sedikit putih matanya.

Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang kokoh itu ikut berderak-derak.
Lampu-lampu nampak bergoyang.. semakin kabur.. kabur.. kabur.. Sementara rasa nikmat semakin dominan.
Seluruh gerak.. suara.. nafas.. bunyi.. desah dan rintih hanyalah nikmat saja isinya.

“Marinii.. Ayyoo.. Enakk nggak kontol pak’ee Marr..? Enak yaa.. enak Marr..? Ayyoo bilangg enak mana sama kontol si Adit..?
Ayoo dikk Marr.. enak mana sama kontol suamimu..? Ayoo bilangg.. ayyoo enakan manaa..?” Pak Parno meracau.

“Adduhhh pak’ee.. enhaakk.. pak’ee.. Enhakk kontol pak’ee.. Panjangg.. Uhh gedhee bangett pak’ee.. Enakan kontol Pak Parnoo..”
Pada akhirnya aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut.
Itu yang ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn.. hanya dari Pak Parno aku bisa meraih multi orgasmeku inii..

Oohh Pak Parnoo.. terimakasihh.. Pak Parno mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo.. Pakee biar aku yang memuaskan kamuu..

Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya.
Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas.

Crott.. crott.. crott.. crott.. crott.. Sperma Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.
Uhh.. Aku jadi lemess bangett.. Nggak pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat tubuhku serasa di lolosi.

Dengan telanjang bulat kami sama telentang di ranjang motel ini.
Di sinilah akhirnya terjadi untuk pertamakalinya aku serahkan vaginaku beserta seluruh tubuhku kepada lelaki bukan suamiku.. Pak Parno.

Dan aku heran.. pada akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku pada Mas Adit.
Aku sangat ikhlaskan apa yang telah aku serahkan pada Pak Parno tadi.

Dan dalam kenyataan aku mendapatkan imbalan kepuasan dari Pak Parno yang sangat hebat.
Di motel ini aku mengalami 3 kali orgasme. Duakali beruntun aku mengalami orgasme dalam satukali persetubuhan..

Dan yang pertama sebelumnya.. yang hanya dengan gumulan.. ciuman dan jilatan Pak Parno di ketiakku sembari tangannya ngobok-obok kemaluanku.. aku bisa mendapatkan orgasme yang sangat memberikan kepuasan pada libidoku.

Hal itu mungkin disebabkan karena adanya sensasi-sensasi yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru sekali ini aku lakukan.
Yaa.. pada akirnya aku toh berhak mendapatkannya.. tanpa menunggu Mas Adit yang sangat egois.

Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih lama lagi di tempat birahi ini.. namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu bernikmat-nikmat yang pertamakali kami lakukan ini sudah cukup lama.
Pak Parno khawatir orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya.

Pak Parno mengajak selekasnya kami meninggalkan tempat ini.. dan kembali menyelesaikan pekerjaan yang telah kami sanggupi pada Mbak Surti dalam rangka membantu hajatannya.

Setelah kami mandi dan membersihkan tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan.. kami kembali ke jalanan.
Ternyata kemacetan jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari ini.
Dengan adanya pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di Galur.. antrean mobil macet sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih.
Mobil Pak Parno serasa merangkak. Untung AC mobilnya cukup dingin sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami rasakan.

Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu kembali pada peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Parno tadi.
Lelaki tua ini memang hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman menguasai perempuan.

Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan seksual.
Paduan kesabaran.. tampilan yang tegap tubuhnya serta kontol gedenya yang indah membuat aku langsung takluk secara iklas padanya.

Aku telah serahkan seluruh tubuhku padanya. Dan Pak Parno tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya sendiri..
tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual yang sebenar-benarnya adalah apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya bisa mendapatkan kepuasannya secara adil dan setara.

Dan aku merasakannya.. tapi.. Benar adilkah..?

Ah.. pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi.. aku berhasil merasakan orgasmeku hingga 3 kali.
Sementara Pak Parno hanya mengeluarkan spermanya sekali saja.
Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan seksual dengan aku tadi hanya sekali.

Ahh.. adakah hal ini menjadi masalah untuk hubunganku dengan Pak Parno selanjutnya..?
Kenapa dia banyak diam sejak keluar dari motel tadi..?


Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya.
Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah.

Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan..? Apa yang harus aku lakukan..??

“Pak, tadi puas nggak Pak..?” Aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas..” begitu jawabnya.
Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap 'gentlemen’..

Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya.
Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng.

Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu.
“Ininya koq masih ngaceng Pak..? Masih pengin yaa..?? Tadi masih mau lagi yaa..??” Sambil tanganku terus memijiti gundukan itu.
Dan terbukti semakin membesar dan mengeras.

Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi.. mengurut-urut.

“Hheehh.. dik Marr.. enak sekali tangan Dik Marr yaa..”

Biarlah.. biarlah aku akan selalu memberikan yang aku bisa. Dengan berbagai style.. tanganku terus meremasi dan memijit gundukan kontol itu.
Tetapi lama kelamaan justru tanganku sendiri makin menikmati kenikmatan memijit-mijit itu.

Dan semakin lama justru aku yang nyata semakin kelimpungan.
Aku kenang kembali kontol gede ini yang 40 menit yang lalu masih menyesaki kemaluanku.

Yang tanpa meninggalkan celah sedikitpun memenuhi rongga vaginaku.
Dan ujungnya ini yang untuk pertamakalinya bisa mentok ke dinding rahimku.. ah nikmatnya..

“Pak’ee.. Aku pengin lagii..” aku berbisik dengan setengah merintih.

“Kita cari waktu lagi Dik Mar.. gampang.. Dik Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu..”

“Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak..” sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno melihat reaksinya.

“Boleehh..” dia jawab tanpa melihat ke aku.. karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.

Tanganku sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat pinggangnya.
Kemudian kubuka kancing utamanya. Selanjutnya kuraih ritsletingnya hingga nampak celana dalamya yang kebiruan.

Di belakang celana dalam itu membayang alur daging sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan.
Oouu.. ini kali yang namanya stir kanan.. Kalau stir kiri.. mengarahnya ke kiri tentunya.

Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Parno dari sarangnya. Srett..!
Melalui pinggiran kanan celana dalamnya.. kontol Pak Parno mencuat keluar.
Gede.. panjang.. kepalanya yang bulat berkilatan. Dan pada ujung kepala itu ada secercah titik bening.

Oooww.. baru sekarang aku berkesempatan memperhatikan kontol ini dari jarak yang sangat dekat.. bahkan dalam genggamanku.

Rupanya precum Pak Parno telah terbit di ujung kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya.
Uuuhh.. indahnyaa.. bisakah aku nggak bisa menahan diri..??

“Pak Parno pengin khan..??” Kembali aku berbisik.

“He-ehh.. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih..??” Jawaban yang disertai pertanyaan balik.

“Gimana bantunya Pak.. berhenti duluu.. Cari tempat lagii.. Hayoo..” jawabanku enteng.

“Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet nih jalanan. Maksudku, apakah.. eehh.. Dik Mar marah nggak kalau aku bilang ini..??”

“Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak..”

“Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan..?”

“Ooo.. Kk..kaalau ii..ttuu terus terang aku belum pernah Pak.. kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu..”

“Kalau lihat punya saya inii..?” Dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.

Masalahnya aku dihadapkan pada sesuatu hal yang bener-bener belum pernah aku lakukan.. bahkan pun dalam khayalan seksualku.
Pasti yang Pak Parno inginkan adalah aku mau mengisep-isep kontolnya itu.. yaa khan..?

Tapi aku juga berpikir cepat.. Tadi sewaktu di motel.. Pak Parno membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih.
Kemudian dijilatinya vaginaku.. kelentitku.. lubang kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan birahiku.
Aku jadi ingat prinsip adil dan setara yang aku sebutkan di atas tadi.

Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu untuk berlaku mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya.
Dia telah menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati jilatan dahsyatnya.
Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku. Bisakah aku bertindak adil dan setara juga pada dia. Aku membayangkan kontol itu di mulutku..

“Dik Mar.. sperma itu sehat lhoo.. bersih.. steril.. dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong.
Cobalah, kontol Pak Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya..” aku sepertinya mendengar sebuah permohonan.

Aku kasihan juga pada Pak Parno. Mungkin dia sudah mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi.
Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu. Dan kini saat aku sudah berada disampingnya harapan itu nggak terkabul.

Ah, aku jadi iba.. Kulihat kembali kontol indah Pak Parno. Yaa.. benar-benar indah.. apa artinya indah itu..
Kalau memang itu indah.. sudah semestinya kalau aku menyukainya.. dan kalau aku menyukainya.. mestinya aku nggak jijik ataupun geli..

Dan lihat precum itu.. Juga indah khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi.. dan asin..
Dan.. Banyak lho yang sangat menyukainya.. menjilatinya, meminumnya..

Tau-tau aku sudah merunduk.. mendekatkan wajahku.. mendekatkan bibirku ke kontol Pak Parno yang indah itu.
Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah mengambil keputusan..
Ah.. ujung lidahku kini menyentuh, menjilat dan merasakan lendir lembut dan bening milik Pak Parno. Yaahh.. asinnya yang begitu lembutt..

“Dik Maarr.. Uhh enakk bangett sihh..” kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku.

Dan selanjutnya.. dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang sempit itu.
Pak Parno kemudian sedikit memundurkan tempat duduknya.

“Dik Marr.. Terus Dik Marr.. Kamu pinter banget siihh.. uuhh Dik Marr..” aku terus memompa dengan lembut.

Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya..
Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu.
Dan sobekan lubang kencingnya itu.. kujilati habis-habisan..

“Dikk Marr.. enak bangett.. akau mau keluar nihh Dik Marr.. Aku mau keluar nihh..”

Aku tidak menghiraukan kata-katanya.. mungkin maksudnya peringatan untukku.. jangan sampai air maninya tumpah di mulutku.
Dia masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya.

Tetapi apa yang terjadi padaku kini sudah langsung berbalik 180 derajat.
Rasanya justru aku kini yang merindukannya. Dan aku memang merindukannya.

Aku pengin banget merasakan sperma seorang lelaki langsung tumpah dari kontolnya langsung ke mulutku.
Dan lelaki itu adalah Pak Parno, yang bukan suamiku sendiri.

Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya, pangkalnya, pelernya, sejauh bisa bibir atau lidahku meraihnya..
disebabkan tempat yang sempit ini, semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku.

Dan pengalaman pertama itu akhirnya hadir.

Saat mulutku mengkulum batangan gede panjang milik Pak Parno itu.. aku rasakan kembali ada kedutan besar dan kuat.
Crott.. crott.. crott.. crott. Kedutan itu kemudian disusul dengan kedutan-kedutan berikutnya.

Kalau yang aku rasakan di motel tadi kedutan-kedutan kontol Pak Parno dalam lubang vaginaku.. sekarang hal itu aku rasakan di rongga mulutku.
Kontol Pak Parno memuntahkan laharnya. Cairan, atau tepatnya lendir yang hangat panas nyemprot langit-langit rongga mulutku.

Sperma Pak Parno tumpah memenuhi mulutku. Entah berapakali kedutan tadi.
Tetapi sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya karena saking banyaknya.

Sperma Pak Parno berleleran di pipiku.. daguku.. bahkan juga ke kening dan rambut panjangku.
Drrtt.. drrrtt.. Kontol Pak Parno masih berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku.
Dan aku raih kembali untuk kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar. Mulutku langsung menyedotinya.

Sekali lagi.. pengalaman pertama nyeleweng ini benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat sensasional bagiku.
Dan aku makin merasa pasti.. hal-hal itu nggak mungkin aku dapatkan dari Mas Adit.. suamiku tercinta.

Sesuai rencana.. aku diturunkan di Pasar Senen oleh Pak Parno. Sungguh aku keberatan untuk perpisahan ini.
Kugenggam tangannya erat-erat.. untuk menunjukkan betapa besarnya arti Pak Parno bagiku.

Aku berjalan dengan gontai saat menuju toko kertas dekorasi itu.
Saat aku turun dari taksi sesampai di rumah Mbak Surti nampak cemberut. Aku biarkan.
Pada temen yang lain aku bilang banyak bahan yang aku cari stoknya habis.. sehingga aku menunggu cukup lama.

Di ujung jalan sana kulihat mobil Kijang Pak Parno. Mungkin sudah lama lebih dahulu nyampai di kompleks.
Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah mulai melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai.

Aku pamit pulang sebentar, untuk menengok rumah. Mas Adit belum pulang.
Aku mandi lagi sambil mengenang peristiwa indah yang kualami sekitar 2.5 jam yang lalu.

Saat sabunku menyentuh kemaluanku.. masih tersisa rasa pedih pada bibirnya.
Mungkin jembut Pak Parno tersangkut saat kontolnya keluar-masuk menembus memekku.
Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil.. yang terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini. (. ) ( .)
-------------------------------------------------------
 
Bimabet
Cerita 44 – Ketika Badai dan Hujan Datang

Kisah ini terjadi ketika aku masih berumur delapanbelas taun, murid kelas dua sekolah teknik setingkat SMA di sebuah kota kabupaten di Sumatera.
Namaku Didit. Aku lahir di satu keluarga pegawai perkebunan yang memiliki lima orang anak yang semua laki-laki.

Yang tertua adalah aku. Dan ini menjadi akar masalah pada kehidupan remajaku.
Jarang bergaul dengan perempuan selain ibuku, akupun jadi canggung kalau berdekatan dengan perempuan.

Maklumlah di sekolahku umumnya juga cowok semua, jarang perempuan.
Selain itu aku merasa rendahdiri dengan penampilan diriku di hadapan perempuan.

Aku tinggi kurus dan hitam, jauh dari ciri-ciri pemuda ganteng. Wajahku jelek dengan tulang rahang bersegi.
Karena tampangku yang mirip keling, teman-temanku memanggil aku Pele, karena aku suka main sepakbola.

Tapi sekalipun aku jelek dan hitam, otakku cukup encer. Pelajaran ilmu pasti dan fisika tidak terlalu sulit bagiku.
Dan juga aku jagoan di lapangan sepakbola. Posisiku adalah kiri luar.

Jika bola sudah tiba di kakiku penonton akan bersorak-sorai karena itu berarti bola sudah sukar direbut dan tak akan ada yang berani nekad main keras.. karena kalau sampai beradu tulang kering, biasanya merekalah yang jatuh meringkuk kesakitan sementara aku tidak merasa apa-apa.

Dan kalau sudah demikian lawan akan menarik kekuatan ke sekitar kotak penalti membuat pertahanan berlapis.. agar gawang mereka jangan sampai bobol oleh tembakanku atau umpan yang kusodorkan.
Hanya itulah yang bisa kubanggakan.. tak ada yang lain.

Tampang jelek muka bersegi.. tinggi kurus dan hitam ini sangat mengganggu aku.. karena aku sebenarnya ingin sekali punya pacar.
Bukan pacar sembarang pacar.. tetapi pacar yang cantik dan seksi.. yang mau diremas-remas.. dicipoki dan dipeluk-peluk..
bahkan kalau bisa lebih jauh lagi dari itu.

Dan ini masalahnya. Kotaku itu adalah kota yang masih kolot.. apalagi di lingkungan tempat aku tinggal.
Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang sedikit mencolok menjadi sorotan tajam masyarakat.. dan jadi bahan gunjingan ibu-ibu antar tetangga.

Oh, ya.. mungkin ada yang bertanya mengapa kok soal punya pacar atau tidak punya pacar saja begitu penting.
Ya itulah. Rahasianya aku ini punya nafsu syahwat besar sekali.

Entahlah, barangkali aku ini seorang hiperseks. Melihat ayam atau anjing main saja, aku bisa tegang.
Setiap pagi penisku keras seperti kayu.. sehingga harus dikocok sampai muncrat dulu.. baru berkurang kerasnya.
Dan kalau muncrat bukan main banyaknya yang keluar. Mungkin karena ukuranku yang lebih panjang dari ukuran rata-rata.

Dan saban melihat perempuan cantik syahwatku naik ke kepala.
Apalagi kalau kelihatan paha. Aku bisa tak mampu berpikir apa-apa lagi kalau gadis dan perempuan cantik itu lewat di depanku.
Senjataku langsung tegang kalau melihat dia berjalan berlenggak-lenggok dengan panggul yang berayun ke kiri dan ke kanan.
Ngaceng abis.. kayak siap berlaga.

Dia..? Ya dia. Maksudku Lala dan.. Tante Ratih. Lala adalah murid salahsatu SMA di kotaku.
Kecantikannya jadi buah bibir para cowok lanang seantero kota. Dia tinggal dalam jarak beberapa rumah dari rumahku, jadi tetanggaku juga.

Aku sebenarnya ingin sekali seandainya Lala jadi pacarku.. tapi mana bisa.
Cowok-cowok keren termasuk anak-anak penggede pada ngantre ngapelin dia.. mencoba menjadikannya pacar.
Hampir semua bawa mobil.. kadang mobil dinas bapaknya.. mana mampu aku bersaing dengan mereka.

Terkadang kami berpapasan kalau ada kegiatan RK atau kendurian.. tetapi aku tak berani menyapa..
Dia juga tampaknya tidak tertarik hendak berteguran dengan aku yang muka saja bersegi dan hitam pula.
Ya pantaslah.. karena cantik dan dikejar-kejar banyak pemuda.. bahkan orang berumur.. dia jadi sombong.. mentang-mentang.

Atau barangkali itu hanya alasanku saja. Yang benar adalah; aku memang takut sama perempuan cantik.
Berdekatan dengan mereka aku gugup.. mulutku terkatup gagu dan nafasku sesak. Itu Lala.

Dan ada satu lagi perempuan yang juga membuat aku gelisah jika berada di dekatnya. Tante Ratih.
Ya.. Tante Ratih. Beliau tinggal persis di sebelah rumahku.

Suaminya pemasok yang mendatangkan beberapa bahan kebutuhan perkebunan kelapa sawit.
Karena itu dia sering bepergian. Kadang ke Jakarta.. Medan bahkan sampai ke Singapura.

Belum lama mereka menjadi tetangga kami. Entahlah orang dari daerah mana suaminya ini.
Tapi aku tau Tante Ratih dari Bandung.. dan dia ini wuahh mak.. sungguh-sungguh audzubile cantiknya.

Wajah cakep. Putih. Bodinya juga bagus.. dengan panggul berisi.. paha kokoh.. meqi tebal dan pinggang ramping.
Payudaranya juga indah kenceng serasi dengan bentuk badannya.

Pernah di acara pentas terbuka di kampungku kala tujuhbelas agustusan dia menyumbangkan peragaan tari jaipongan.
Wuahh.. aku betul-betul terpesona.

Dan Tante Ratih ini teman ibuku. Walau umur mereka berselisih barangkali 15 taun.. tapi mereka itu cocok satu sama lain.
Kalau bergunjing bisa berjam-jam.. maklum saja.. dia tidak punya anak dan seperti ibuku tidak bekerja.. hanya ibu rumahtangga saja.

Terkadang ibuku datang ke rumahnya.. terkadang dia datang ke rumahku.
Dan satu kebiasaan yang kulihat pada Tante Ratih ini.. dia suka duduk di sofa dengan menaikkan sebelah atau kedua kakinya di lengan sofa.

Satukali.. aku baru pulang dari latihan sepakbola.. saat membuka pintu kudapati Tante Ratih lagi bergunjing dengan ibuku.
Rupanya dia tidak mengira aku akan masuk dan cepat-cepat menurunkan sebelah kakinya dari sandaran lengan sofa..
tapi aku sudah sempat melihat celah kangkangan kedua pahanya yang putih padat..
serta celana dalam merah jambu yang membalut ketat meqinya yang bagus cembung.

Glekk.. Sontak aku mereguk ludah.. kontolku merespon dan kontak berdiri.
Tanpa bicara apapun aku terus ke belakang. Dan sejak itu pemandangan sekilas itu selalu menjadi obsesiku.
Setiap melihat Tante Ratih.. aku ingat kangkangan paha dan meqi tebal dalam pagutan ketat celana dalamnya.

Oh, ya.. mengenai Tante Ratih yang tak punya anak. Saya mendengar ini terkadang jadi keluh-kesahnya pada ibuku.
Aku tak tau benar mengapa dia dan suaminya tak punya anak.. dan entah apa yang dikatakan ibuku mengenai hal itu untuk menghibur dia.

Apalagi..? Oh ya.. ini yang paling penting.. yang menjadi asal-muasal cerita. Kalau bukan karena ini barangkali takkan ada cerita hehehehe ..

Tante Ratih ini.. dia takut sekali sama setan. Tapi anehnya suka nonton film setan alias horor di televisi hehehe.
Terkadang dia nonton di rumah kami kalau suaminya lagi ke kota lain untuk urusan bisnisnya.
Pulangnya dia takut.. lalu ibuku menyuruh aku mengantarnya sampai ke pintu rumahnya.

Dan inilah permulaan cerita..
Pada suatu hari tetangga sebelah kanan rumah Tante Ratih dan suaminya –kami di sebelah kiri..– meninggal.
Perempuan tua ini pernah bertengkar dengan Tante Ratih karena urusan sepele. Kalau tidak salah karena soal ayam masuk rumah.
Sampai si perempuan meninggal karena penyakit bengek.. mereka tidak berteguran.

Tetangga itu sudah tiga hari dikubur tak jauh di belakang rumahnya.. sewaktu suami Tante Ratih.. Om Hendra berangkat ke Singapur untuk urusan bisnis pasokannya.
Sepanjang hari setelah suaminya berangkat.. Tante Ratih uring-uringan sama ibuku di rumahku.

Dia takut sekali.. karena sewaktu masih hidup tetangga itu mengatakan kepada banyak orang bahwa sampai di kuburpun dia tidak akan pernah berbaikan dengan Tante Ratih.

Lanjutannya.. ketika aku pulang dari latihan sepakbola ibu memanggilku.
Katanya Tante Ratih takut tidur sendirian di rumahnya karena suaminya lagi pergi.

Dan pembantunya sudah dua minggu dia berhentikan karena kedapatan mencuri.
Sebab itu dia menyuruhku tidur di ruang tamu di sofa Tante Ratih.

Mula-mula aku keberatan dan bertanya mengapa bukan salah seorang dari adik-adikku. Kukatakan aku mesti sekolah besok pagi.
Yang sebenarnya.. seperti sudah aku katakan sebelumnya.. aku selalu gugup dan tidak tenteram kalau berdekatan dengan Tante Ratih..
–tapi tentu saja ini tak kukatakan pada ibuku..–

Kata ibuku.. adik-adikku yang masih kecil tidak akan membantu membuat Tante Ratih tenteram..
Lagipula adik-adikku itupun takut jangan-jangan didatangi arwah tetangga yang sudah mati itu hehehehe.

Lalu malamnya aku pergi ke rumah Tante Ratih lewat pintu belakang. Tante Ratih tampaknya gembira aku datang.
Saat itu Dia mengenakan daster tipis yang membalut ketat badannya yang sintal padat.

“Mari makan malam Dit..” ajaknya membuka tudung makanan yang sudah terhidang di meja.

“Saya sudah makan, Tante..” kataku.. tapi Tante Ratih memaksa.. sehingga akupun makan juga.

“Didit.. kamu kok pendiam sekali..? Berlainan betul dengan adik-adik dan ibumu..” kata Tante Ratih selagi dia menyendok nasi ke piring.

Aku sulit mencari jawaban karena sebenarnya aku tidak pendiam.
Aku tak banyak bicara hanya kalau dekat Tante Ratih saja.. atau Lala atau perempuan cantik lainnya. Karena gugup.

“Tapi Tante suka orang pendiam..” sambungnya.

Kami makan tanpa banyak bicara, habis itu kami nonton televisi acara panggung musik pop.
Kulihat Tante Ratih berlaku hati-hati agar jangan sampai secara tak sadar menaikkan kakinya ke sofa atau ke lengan sofa.

Selesai acara musik kami lanjutkan mengikuti warta berita lalu filem yang sama sekali tidak menarik.
Karena itu Tante Ratih mematikan televisi dan mengajak aku berbincang menanyakan sekolahku..
kegiatanku sehari-hari dan apakah aku sudah punya pacar atau belum.

Aku menjawab singkat-singkat saja seperti orang blo’on.
Kelihatannya dia memang ingin mengajak aku terus bercakap-cakap karena takut pergi tidur sendirian ke kamarnya.
Namun karena melihat aku menguap.. Tante Ratih pergi ke kamar dan kembali membawa bantal.. selimut dan sarung.

Di rumah aku biasanya memang tidur hanya memakai sarung.. karena penisku sering tidak mau kompromi.
Tertahan celana dalam saja bisa menyebabkan aku merasa tidak enak bahkan kesakitan.

Tante Ratih sudah masuk ke kamarnya dan aku baru menanggalkan baju.. sehingga hanya tinggal singlet dan meloloskan celana blujins dan celana dalamku menggantinya dengan sarung ketika hujan disertai angin kencang terdengar di luar.

Aku membaringkan diri di sofa dan menutupi diri dengan selimut wol tebal itu ketika deru angin dan hujan ditingkah gemuruh guntur dan petir sabung menyabung.

Angin juga semakin kencang dan hujan makin deras.. sehingga rumah itu seperti bergoyang.
Dan tiba-tiba.. Byarr..! Listrik padam.. hingga semua gelap gulita.

Tak lama kudengar suara Tante memanggil di pintu kamarnya. “Ditt.. Didit..!”

“Ya, Tante..?”
“Tolong temani Tante mencari senter..”

“Di mana Tante..?” Aku mendekat meraba-raba dalam gelap ke arah dia.
“Barangkali di laci di dapur. Tante mau ke sana..”

Jblubb..! Tante baru saja menghabiskan kalimatnya saat tanganku menyentuh tubuhnya yang empuk.
Ughh.. Ternyata persis dadanya. Huff.. Cepat kutarik tanganku.

“Saya kira kita tidak memerlukan senter Tante. Bukankah kita sudah mau tidur..? Saya sudah mengantuk sekali..”

“Tante takut tidur dalam gelap Dit..” ujarnya dengan suara sedikit gemetar.

“Gimana kalau saya temani Tante supaya tidak takut..?”
Aku sendiri terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutku, mungkin karena sudah mengantuk sangat.

Tante Ratih diam beberapa saat. “Di kamar tidur Tante..?” Tanyanya.

“Ya.. saya tidur di bawah..” kataku. “Di karpet di lantai..” Seluruh lantai rumahnya memang ditutupi karpet tebal.

“Di tempat tidur Tante saja sekalian asal ..” ujarnya lagi.. menggantung kalimatnya.

Plass..! Aku terkesiap. “A.. asal apa Tante..?”

“Asal kamu jangan bilang sama teman-temanmu.. Tante bisa dapat malu besar. Dan juga jangan sekali-kali bilang sama ibumu..”

“Ah.. buat apa itu saya bilang-bilang..? Tidak akan, Tante..” jawabku cepat.. khawatir dia berubah pikiran.

Dalam hati aku melonjak-lonjak kegirangan.
Tak kusangka aku bakalan dapat durian runtuh, berkesempatan tidur di samping Tante Ratih yang cantik banget.
Siapa tau aku nanti bisa nyenggol-nyenggol dia sedikit-sedikit.. pikirku mulai ngeres.

Meraba-raba seperti orang buta menjaga jangan sampai terantuk ke dinding aku kembali ke sofa mengambil selimut dan bantal..
Lalu bergerak kembali meraba-raba ke arah Tante Ratih di pintu kamarnya.
Cahaya kilat dari kisi-kisi di puncak jendela membantu aku menemukan keberadaannya dan dia membimbing aku masuk.

Badan kami berantuk saat dia menuntun aku ke tempat tidurnya dalam gelap.
Ahhh.. Ingin sekali rasanya aku merangkul tubuh empuknya.. tetapi aku takut dia marah.

Akhirnya kami berdua berbaring berjajar di tempat tidur. Selama proses itu kami sama menjaga agar tidak terlalu banyak bersentuhan badan.
Perasaanku tak karuan. Baru kali inilah aku pernah tidur dengan perempuan.. bahkan dengan ibuku sendiripun tak pernah.
Nah.. kini perempuan cantik dan seksi lagi.

“Kamu itu kurus tapi badanmu kok keras Dit..?” Bisiknya di sampingku dalam gelap. Aku diam.. tak menjawab.

Duhh Tante.. seandainya kau tau betapa kontolkuku lebih keras lagi sekarang ini.. kataku dalam hati.

Aku berbaring miring membelakangi dia. Lama kami berdiam diri. Kukira dia sudah tidur.. yang jelas aku tak bisa tidur.
Bahkan mataku yang tadinya berat mengantuk sekarang terbuka lebar.

“Dit..” kudengar dia memecah keheningan. “Kamu pernah bersetubuh..?”
Nafasku sesak dan mereguk ludah.

“Belum Tante.. bahkan melihat celana dalam perempuanpun baru sekali..” Wah berani sekali aku.

“Celana dalam Tante..?” Katanya lagi berbisik dan mungkin tersenyum dalam gelap itu.

“Hmmh..” balasku dengan malu.

“Kamu mau nanggelin Dit..?” Dalam gelap kudengar dia menahan tawa.

Jderr..!! Aku hampir-hampir tak percaya dia mengatakan itu.

“Nanggelin celana dalam Tante..?” Tanyaku tidak percaya apa yang kudengar.

“Iya. Tapi jangan dibilangin siapapun..” jawabnya lagi, menegaskan.
Aku diam agak lama.

“Takutnya nanti bilah –istilahku untuk menyebut kemaluanku..– saya tidak mau kendor Tante..”

“Nanti Tante kendorin..”

“Sama apa..?”

“Ya.. tanggelin dulu. Nanti bilahmu itu tau sendiri..” Suaranya penuh tantangan.

Dan akupun segera berbalik.. nafsuku menggelegak. Aku tau inilah kesempatan emas untuk melampiaskan hasrat berahiku yang terpendam pada perempuan cantik-seksi selama bertahun-tahun usia remajaku.

Rasanya seperti aku dapat peluang emas di depan gawang lawan dalam satu pertandingan final kejuaraan besar melawan kesebebelasan super kuat.. di mana pertandingan bertahan 0-0 sampai menit ke-85.

Umpan manis disodorkan penyerang tengah ke arah kiri.
Bola menggelinding mendekati kotak penalti.
Semua mengejar, kiper terjatuh dan aku tiba lebih dulu.
Dengan kekuatan penuh kulepaskan tembakan geledek.

GOL..!!

Begitulah rasanya.. ketika aku tergesa melepas sarungku dan menyerbu menanggalkan celana dalam Tante Ratih.
Lalu dalam gelap kuraih kaitan BH di punggungnya.. dia membantuku.

Kukecup mulutnya. Kuremas buah dadanya dan tak sabaran lagi kedua kakiku masuk ke celah kedua pahanya.

Kukuakkan paha itu.. kuselipkan paha kiriku di bawah paha kanannya.. dan dengan satu tikaman mantab..
Jlebb..! Kepala kontolku menerjang tepat akurat ke celah labianya yang ternyata telah membasah.

Crebbb.. kutancapkan terus.. hingga menyeruak.. membelah belahan hangat di selangkangannya.

MASUK..!

Aku menyetubuhi Tante Ratih begitu tergesa-gesa. Clobb-slobb-clopp-slopp-clobb-slobb-cplopp-cplopp..
Sambil menusuk liang vaginanya kedua buah dadanya terus kuremas dan kuisap dan bibirnya kupilin dan kulumat dengan mulutku.

Mataku terbeliak saat penisku kumaju-mundurkan.. kutarik sampai tinggal hanya kepalanya terjepit di bibir vagina..
Lalu.. Blessepp..! Kubenam lagi dalam mereguk nikmat surgawi vaginanya. Kenikmatan yang baru pertamakalinya aku rasakan.

Ohhhhh.. Ohhhhh .. Tetapi malangnya aku..
Barangkali baru delapankali aku menggenjot.. itupun batang kemaluanku baru masuk dua pertiga.. sewaktu dia muntah-muntah dengan hebat.

Crott.. crott.. crott.. crott.. crott..! Spermaku muncrat tumpah ruah dalam liang kewanitaannya. Dan akupun kolaps.

Badanku penuh keringat dan tenagaku rasanya terkuras saat kusadari bahwa aku sudah knocked out.
Aku sadar aku sudah keburu habis.. sementara merasa Tante Ratih masih belum apa-apa.. apalagi puas.

Dan.. Pyarr..! Tiba-tiba listrik menyala. Tanpa kami sadari rupanya hujan badai sudah reda.

Dalam terang kulihat Tante Ratih tersenyum di sampingku. Duhh biyungg..! Aku malu. Rasanya seperti dia menertawakan aku.
Laki-laki loyo. Main beberapa menit saja sudah loyo.

“Lain kali jangan terlampau tergesa-gesa dong sayang..” katanya masih tersenyum.

Lalu dia turun dari ranjang. Hanya dengan kimono yang tadinya tidak sempat kulepas dia pergi ke kamar mandi..
tentunya hendak cebok membersihkan spermaku yang berlepotan di celah selangkangannya.

Keluar dari kamar mandi kulihat dia ke dapur dan akupun gantian masuk ke kamar mandi..
membersihkan penis dan pangkal penisku beserta rambutnya yang juga berlepotan sperma.

Habis itu aku kembali ke ranjang. Apakah akan ada babak berikutnya..? Tanyaku dalam hati.
Atau aku disuruh kembali ke sofa karena lampu sudah nyala..?

Tante Ratih masuk ke kamar membawa cangkir dan sendok teh yang diberikan padaku.
”Apa ini Tante..?” Tanyaku menerima pemberiannya.

“Telor mentah dan madu lebah pengganti yang sudah kamu keluarkan banyak tadi..” katanya tersenyum nakal dan kembali ke dapur.
Akupun tersenyum gembira. Rupanya akan ada babak berikutnya.

Dua butir telur mentah itu beserta madu lebah campurannya kulahap dan lenyap ke dalam perutku dalam waktu singkat.
Dan sebentar kemudian Tante kembali membawa gelas berisi air putih. Selanjutnya kami duduk bersisian di pinggir ranjang.

“Enak sekali Tante..” bisikku dekat telinganya.

“Telor mentah dan madu lebah..?” Tanyanya.

“Bukan. Meqi Tante enak sekali..”

“Mau lagi..?” Tanyanya menggoda.

“Iya Tante.. mau sekali..” kataku antusias.. tak sabar dengan melingkarkan tangan di bahunya.

“Tapi yang slow ya Dit..? Jangan buru-buru seperti tadi..”

“Iya Tante.. janji..”

Dan kamipun melakukannya lagi. Walau di kota kabupaten aku bukannya tidak pernah nonton filem bokep.
Ada temanku yang punya kepingan VCD-nya. Dan aku tau bagaimana foreplay dilakukan.
Sekarang aku coba mempraktekkannya sendiri. Mula-mula kucumbu dada Tante Ratih.. lalu lehernya.

Lalu turun ke pusar lalu kucium dan kujilat ketiaknya.. lalu kukulum dan kugigit-gigit pentilnya..
Lalu jilatanku turun kembali ke bawah seraya tanganku meremas-remas kedua payudaranya.

Lalu kujilat belahan vaginanya. Sampai di sini Tante Ratih mulai merintih.
Kumainkan itilnya dengan ujung lidahku. Tante Ratih mengangkat-angkat panggulnya menahan nikmat.

Dan akupun juga sudah tidak tahan lagi. Penisku kembali tegang penuh dan keras seakan berteriak memaki aku dengan marah..
“Cepatlah ngentot..! Jangan berleha-leha lagi..!!” Teriaknya tak sabar. Penis yang hanya memikirkan mau enaknya sendiri saja.

Perlahan aku merayap di atas tubuh Tante Ratih. Tangannya membantu menempatkan bonggol kepala penisku tepat di mulut liang kemaluannya.

Dan tanpa menunggu lagi.. Jlebb..!
Kutusukkan batang penisku dan membenamkannya sampai dua pertiga batang di liang nikmat vagina Tante Ratih.

Lalu.. clebb-slepp-clobb-slobb-crebb-slebb-crebb-slepp.. kupompa dengan ganas.
“Diiiiiiiit..” rengeknya mereguk nikmat sambil merangkul leher dan punggungku dengan mesra.

Rangkulan Tante Ratih membuat aku semakin bersemangat dan terangsang.
Pompaanku sekarang lebih kuat dan rengekan Tante Ratih juga semakin manja.

Dan.. Jleghh..! Kupurukkan seluruh batangku sampai ujung kepada penisku menyentuh sesuatu di dasar rahim Tante Ratih.

Ternyata sentuhan ini menyebabkan Tante Ratih menggeliat-geliat memutar panggulnya dengan ganas..
Hingga dinding liangnya seolah meremas.. mengemut.. menyedot dan mengisap kontolku yang terbenam nikmat.

Reaksi Tante ini menyebabkan aku kehilangan kendali. Aku bobol lagi. Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..!
Spermaku muncrat tanpa dapat ditahan-tahan lagi. Dan kudengar Tante Ratih merintih kecewa.
Kali ini aku keburu knocked out selagi dia hampir saja mencapai orgasme.

“Maafkan Tante..” bisikku di telinganya.

“Tak apa-apa Dit..” katanya mencoba menenangkan aku. Dihapusnya peluh yang meleleh di pelipisku.

“Dit.. jangan bilang-bilang siapapun ya sayang..? Tante takut sekali kalau ibumu tau.
Dia bakalan marah sekali anaknya Tante makan..” katanya tersenyum masih tersengal-sengal menahan berahi yang belum tuntas penuh.

Kontolku berdenyut lagi mendengar ucapan Tante itu.. apa memang aku yang dia makan..? Bukannya aku yang memakan dia..?
Dan aku teringat pada kekalahanku barusan. Ke-lelakian-ku tersinggung.

Diam-diam aku bertekad untuk menaklukkannya pada kesempatan berikutnya.. sehingga tau rasa..
Bukan dia yang memakan aku.. tetapi akulah yang memakan dia..!
--------------

Aku terbangun pada kokokan ayam pertama. Memang kebiasaanku bangun pagi-pagi sekali.
Karena aku perlu belajar. Otakku lebih terbuka mencerna rumus-rumus ilmu pasti dan fisika kalau pagi.

Kupandang Tante Ratih yang tergolek miring di sampingku. Dia masih tidak ber-celana dalam dan tidak ber-BH.
Sebelah kakinya menjulur dari belahan kimono di selangkangannya membentuk segitiga..

Sehingga aku dapat melihat bagian dalam pahanya yang putih padat sampai ke pangkalnya.
Ujung jembutnya juga kulihat mengintip dari pangkal pahanya itu.. dan aku juga bisa melihat sebelah buah dadanya yang tidak tertutup kimono.

Aku sudah hendak menerkam mau menikmatinya sekali lagi.. sewaktu aku merasa desakan mau buang air kecil.
Karena itu pelan-pelan aku turun dari ranjang terus ke kamar mandi.

Aku sedang membasuh muka dan kumur-kumur sewaktu Tante Ratih mengetuk pintu kamar mandi.
Agak kecewa kubukakan pintu dan Tante Ratih memberikan handuk bersih. Dia sodorkan juga sikat gigi baru dan odol.

“Ini Dit.. mandi saja di sini..” katanya. Barangkali dia kira aku akan pulang ke rumahku untuk mandi..? ****** bener. Hehehe..
Akupun langsung cepat-cepat mandi.

Keluar dari kamar mandi dengan sarung dan singlet dan handuk yang membalut tengkuk.. kedua pundak dan lengan.. kulihat Tante Ratih sudah di dapur menyiapkan sarapan.

“Ayo sarapan Dit. Tante juga mau mandi dulu..” katanya meninggalkan aku.

Kulihat di meja makan terhidang roti mentega dengan botol madu lebah Australia di sampingnya dan semangkok besar cairan kental berbusa.
Aku tau apa itu. Teh telor. Segera saja kuhirup dan rasanya sungguh enak sekali di pagi yang dingin.

Aku yakin paling kurang ada dua butir telor mentah yang dikocokkan Tante Ratih dengan pengocok telur di sana..
lalu dibubuhi susu kental manis cap nona dan bubuk coklat.

Lalu cairan teh pekat yang sudah diseduh untuk kemudian dituang dengan air panas sembari terus dikacau dengan sendok.
Lezat sekali. Dan dua roti mentega berlapis juga segera lenyap ke perutku. Kumakan habis selagi berdiri. Madu lebahnya kusendok lebih banyak.

Tante tidak lama mandinya dan aku sudah menunggu tak sabar. Dengan hanya berbalut handuk Tante keluar dari kamar mandi.

“Tante.. ini teh telornya masih ada..” kataku.

“Kok tidak kamu habiskan Dit..?” Tanyanya.

“Tante kan juga memerlukannya..” kataku tersenyum lebar.

Dia menerima gelas besar itu sambil tersenyum mengerling lalu menghirupnya.

“Saya kan dapat lagi ya.. Tante..?” Tanyaku menggoda.

Dia menghirup lagi dari gelas besar itu.

“Tapi jangan buru-buru lagi, ya..?” Katanya tersenyum dikulum.

Dia menghirup lagi sebelum gelas besar itu dia kembalikan padaku. Dan aku mereguk sisanya sampai habis.

Penuh hasrat aku mengangkat dan memondong Tante Ratih ke kamar tidur.
“Duh.. kamu kuat sekali Dit..” pujinya melekapkan wajah di dadaku.

Kubaringkan dia di ranjang.. handuk yang membalut tubuh telanjangnya segera kulepas.

Duhhh.. cantik sekali. Segalanya indah. Wajah.. toket.. perut.. panggul.. meqi.. paha dan kakinya.
Semuanya putih mulus.. mirip artis filem Jepang di bokep yang pernah kutonton.

Semula aku ragu bagaimana memulainya. Apa yang mesti kuserang dulu, karena semuanya menggiurkan.
Tapi dia mengambil inisiatif. Dilingkarkannya tangannya ke leherku.. dia dekatkan mulutnya ke mulutku dan akupun melumat bibir seksinya itu.

Dia julurkan lidahnya yang aku isap-isap dan perasan airludahnya yang lezat kureguk. Lalu kuciumi seluruh wajah dan lehernya.
Lalu kuulangi lagi apa yang aku lakukan padanya tadi malam.

Meremas-remas payudaranya, menciumi leher, belakang telinga dan ketiaknya.. mengisap dan menggigit sayang pentil susunya.
Sementara itu tangan Tante juga liar merangkul punggung.. mengusap tengkuk dan meremas-remas rambutku.

Lalu sesudah puas menjilat buah dada dan mengulum pentilnya, ciumanku turun ke pusar dan terus ke bawah.
Seperti kemarin aku kembali menciumi jembut di vaginanya yang tebal seperti martabak Bangka..
menjilat klitoris, labia dan tak lupa bagian dalam kedua pahanya yang putih.

Lalu aku mengambil posisi seperti tadi malam untuk menungganginya.
Slebb.. Jlebb..! Tante menyambut penisku di liang vaginanya dengan gairah.

Karena Tante Ratih sudah naik birahi penuh.. setiap tusukan penisku menggesek dinding liangnya tidak hanya dinikmati olehku tetapi dinikmati penuh oleh dia juga.

Setiapkali sambil menahan nikmat dia berbisik di telingaku.. “Jangan buru-buru ya sayang.. jangan buru-buru ya sayang..”

Dan aku memang berusaha mengendalikan diri menghemat tenaga. Kuingat kata-kata pelatih sepakbolaku..
“Kamu itu main duakali 45 menit.. bukannya cuman setengah jam. Karena itu perlu juga latihan lari marathon..!”

Dari pengalaman tadi malam.. kujaga agar penisku yang memang berukuran lebih panjang dari orang kebanyakan itu jangan sampai terbenam seluruhnya.. karena akan memancing reaksi liar tak terkendali dari Tante Ratih.
Jelas aku bisa bobol lagi tanpa bisa kutahan. Aku menjaga hanya masuk dua pertiga atau tiga perempat batang penisku.

Dan kurasakan Tante Ratih juga berusaha mengendalikan dirinya.
Dia hanya menggerakkan panggulnya sekadarnya menyambut kocokan batangku di liang meqinya.

Aihh.. Kerjasama Tante Ratih sangat membantuku.

Untuk lima menit pertama aku menguasai bola dan lapangan sepenuhnya.
Kujelajahi sampai dua pertiga lapangan sambil mengarak dan mendrible bola..
Sementara Tante merapatkan pertahanan.. menunggu serangan sembari melayani dan menghalau tusukan-tusukanku yang mengarah ke jaring gawangnya.

Selama lima menit berikutnya aku semakin meningkatkan tekanan.
Terkadang bola kubuang ke belakang.. lalu kugiring dengan mengilik.. menggocek ke kiri dan ke kanan.. terkadang dengan gerakan berputar.
Kulihat Tante mulai kewalahan dengan taktik-ku.

Lima menit berikutnya Tante mulai melancarkan serangan balasan.
Dia tidak lagi hanya bertahan. Back kiri dan bek kanan bekerjasama dengan gelandang kiri dan gelandang kanan..
Begitupun kiri luar dan kanan luar bekerjasama membuat gerakan menjepit barisan penyerangku yang membuat mereka kewalahan.

Sementara merangkul dan menjepitkan paha dan kakinya ke panggulku.. Tante Ratih berbisik mesra..
“Jangan buru-buru ya sayang.. jangan tergesa-gesa ya, Dit..?” Akupun segera mengendorkan serangan.. menahan diri.

Dan sekira lima menit lagi berlalu.. aku kembali mengambil inisiatif menjajaki mencari titik lemah pertahanan Tante Ratih.
Aku gembira karena aku menguasai permainan.. dan lima menit-an lagi berlalu.
Tante Ratih semakin tersengal-sengal.. rangkulannya di punggung dan kepalaku semakin erat.

Dan aku tidak lagi melakukan penjajakan. Aku sudah tau titik kelemahan pertahanannya.
Sebab itu aku masuk ke tahap serangan yang lebih hebat. Penggerebekan di depan gawang.

Penisku sudah lebih sering masuk tiga perempat menyentuh dasar liang kenikmatan Tante Ratih.
Setiap tersentuh.. Tante Ratih menggelinjang penuh kenikmatan.
Dia pererat rangkulannya.. dan dengan nafas tersengal dia kejar mulutku dengan mulutnya..
hingga mulut dan lidah kamipun kembali berlumatan dan berkecupan.

“Dit..” bisiknya. “Punyamu panjang sekali..!” Ujarnya lagi di sela desah nikmatnya.

“Memek Tante tebal dan enak sekali..” kataku balas memuji dia.

Dan pertempuran sengit dan panas itu berlanjut lima.. lalu sepuluh menit lagi.
Lalu geliat Tante Ratih semakin menggila.. dan ini menyebabkan aku semakin gila pula memompa.

Aku tidak lagi menahan diri. Aku melepaskan kendali syahwat berahiku selepas-lepasnya.

Jlebb.. jlegh..! Kutusuk dan kuhunjamkan kepala kontolku sampai ke pangkalnya berkali-kali dan berulang-ulang ke dasar rahimnya..
Sampai akhirnya Tante Ratih tidak sadar menjerit.. “Ooooohhhhhh..!”

Aku terkejut, cepat kututup mulutnya dengan tanganku, takut kedengaran orang, apalagi kalau kedengaran oleh ibuku di sebelah.
Sekalipun demikian.. pompaanku yang dahsyat tidak berhenti.

Dan saat itulah kurasakan tubuh Tante Ratih berkelojotan.. sementara mulutnya mengeluarkan suara lolongan yang tertahan oleh tanganku.
Dia orgasme hebat sekali.

“Sudah Dit, Tante sudah tidak kuat lagi..” Katanya dengan nafas panjang-singkatan setelah mulutnya kulepas dari bekapanku.
Kulihat ada keringat di hidung, di kening dan pelipisnya. Wajah itu juga kelihatan letih sekali.

Aku memperlambat lalu menghentikan kocokanku. Tapi senjataku masih tertanam mantap di memek tebalnya.

“Enak Tante..?” Bisikku.

“Iya enak sekali Dit. Kamu jantan. Sudah ya..? Tante capek sekali..” katanya membujuk supaya aku melepaskannya.

Tapi.. mana aku mau.. Aku belum keluar.. sementara batang kelelakianku yang masih keras perkasa yang masih tertancap dalam di liang kenikmatannya sudah tidak sabaran hendak melanjutkan pertempuran.

“Sebentar lagi ya Tante..” kataku meminta .. untungnya dia mengangguk mengerti.

Aku lalu melanjutkan melampiaskan kocokanku yang tadi tertunda.
Kusenggamai dia lagi sejadi-jadinya.. dan itu membuat berahinya naik kembali..
Kedua tangannya kembali merangkul dan memiting aku, mulutnya kembali menerkam mulutku.

Lalu sepuluh menit kemudian aku tak dapat lagi mencegah air mani-ku menyemprot berkali-kali dengan hebatnya..
sementara dia kembali berteriak tertahan dalam lumatan mulut dan lidahku.

Liang vaginanya berdenyut-denyut mengisap dan memerah sperma-ku dengan hebatnya seperti tadi.
Kakinya melingkar memiting panggul dan pahaku.

Persetubuhan nikmat di antara kami ternyata berulang dan berulang dan berulang dan berulang lagi saban ada kesempatan..
Atau tepatnya peluang yang dimanfaatkan. Hehe..

Suami Tante Ratih.. Om Hendra.. punya hobbi main catur dengan Bapakku.
Kalau sudah main catur bisa berjam-jam. Kesempatan itulah yang kami gunakan.
Paling mudah kalau mereka main catur di rumahku. Aku datangi terus Tante Ratih yang biasanya berkilah menolak.. tapi akhirnya mau juga.

Aku juga nekad mencoba kalau mereka main catur di rumah Tante Ratih.
Dan biasanya dapat juga.. walau Tante Ratih lebih keras menolaknya mula-mula.
Hehe.. kalau aku tak yakin bakalan dapat juga akhirnya.. manalah aku akan begitu degil mendesak dan membujuk terus.

Tiga bulan kemudian sesudah peristiwa pertama di kala hujan dan badai itu aku ketakutan sendiri.
Tante Ratih yang lama tak kunjung hamil.. ternyata hamil.

Aku khawatir kalau-kalau bayinya nanti hitam. Kalau hitam tentu bisa gempar.
Karena Tante Ratih itu putih. Om Hendra kuning. Lalu kok bayi mereka bisa hitam..? Yang hitam itu kan si Didit..!?

Hehehehe.. tapi itu cerita lain lagilah. Untuk cerita ini cukuplah sekian dulu. Thanks. (. ) ( .)
----------------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd