Cerita 28 - Pesona Tetangga
Part 5
Sekarang dia berbaring di depanku dengan tubuh hampir telanjang. Hanya jilbab hitam yang membingkai wajahnya menunjukkan kalau dia sebenarnya adalah istri yang baik.. tapi sayang sudah terjerumus ke dalam godaan setan yang terkutuk.
“Dek Han mau apa..?” Tanyanya tersentak saat aku mulai merangsang bagian depan kemaluannya dengan tanganku.
“Tenang saja, Mbak..” Aku menatap ke dalam matanya sambil terus membelai.
“Sekarang giliran saya untuk menyenangkan Mbak..”
“J-jangan, saya belum pernah..!” Jawabnya terengah-engah.
“Karena itu Mbak harus mencobanya..” bujukku tak menyerah.
Tanpa permisi kusibak semak tebal yang mengelilingi lubang kemaluannya.
Bisa kulihat bibir merah bengkak yang berkedut-kedut pelan saat kusentuh. Segera kujulurkan lidah untuk mencicipinya.
Clupp..! “Ouwhh..” Rissa langsung berteriak.. tubuhnya menggeliat-geliat tak karuan saat aku terus menjilati celahnya yang mungil.
Ia tidak bisa diam, terus saja menjerit dan mengaduh.
Untung saja kran di kamar mandi masih menyala.. sehingga istriku jadi tidak bisa mendengarnya.
Aku tersenyum melihat Rissa yang seperti sangat menikmati.
Penuh semangat terus kugerakkan lidahku melawan arah gerakan pinggulnya.. semakin lama menjadi semakin keras.
Yang terutama kuserang adalah bagian klitorisnya.. di mana benda itu semakin bertambah kaku dan menegang seiring setiap isapanku.
Aku bergeser lebih rendah saat kurasakan cairan jusnya mulai mengalir deras.
Kebanyakan masuk ke dalam mulutku, namun ada juga yang muncrat membasahi bulu-bulu kemaluannya.
Kusambar kedua pahanya yang putih mulus dan kuelus-elus ringan sementara semakin kulajukan lidahku masuk ke dalam liang kemaluannya.
“Hhh.. hhh.. ahh..” Rissa mengerang tak terkendali saat mulutku menemukan biji klitorisnya dan mengisap-isapnya rakus.
“Enak, Mbak..?” Aku tersenyum padanya.
“Oh, geli sekali..! Tapi enak.. Auwh..!”
Dia tersentak begitu kuposisikan satu jari di pintu masuk lubangnya yang basah dan sambil kembali mengisap klitorisnya.. perlahan-lahan aku mendorongnya masuk ke dalam.
“Oh, Dek Han..! Kamu mau apa..? J-jangan..!” Dia mengerang keras.
Namun tidak sesuai dengan kata-katanya.. saat aku meluncurkan jari semakin dalam –juga sambil terus menjilati biji klitorisnya..– dia mendorong pantatnya maju untuk menyambut tusukanku.. lalu mulai menggoyangkannya memutar untuk memenuhi hasrat birahinya yang tampaknya sudah semakin memuncak.
Aku bisa merasakan kalau dia sudah dekat dengan titik orgasme.
“Auww.. apa ini..!?” Jeritnya saat mencapai klimaks.
Tubuhnya terkejang-kejang pelan sementara dari liang vaginanya mengalir cairan bening yang amat banyak.
Aku terus merangsangnya dengan mulut dan jariku, sampai dia terlihat benar-benar puas.
Rissa pasti sangat menyukai tindakanku.. karena ketika dia selesai dia meletakkan tangan di kepalaku dan dengan lembut membelai-belai rambutku.
Kunikmati elusannya sambil memperhatikan dia yang menyebar kakinya semakin lebar.
Sebuah tanda yang cukup jelas bahwa dia benar-benar telah terangsang.. siap untuk kusetubuhi.
Saat melihatku cuma diam.. dia menggoyang-goyangkan pantatnya untuk menarik perhatianku.
Tidak ingin membuang kesempatan.. akupun mengambil tawaran itu dengan mengisap klitorisnya untuk yang terakhirkali.. sebelum kemudian berdiri tegak dan dengan kecepatan yang sangat mengagumkan.. segera melepaskan celana.
“Ahh..!” Rissa sedikit tersentak saat penisku yang sudah menegang dahsyat menampar bibir kewanitaannya.
Kami sama-sama senang.. telanjang.. dan dengan kemaluan sama-sama haus akan belaian.
Aku merangkak di antara kedua kakinya untuk menempatkan ujung penisku yang berbentuk jamur pada celah liang vaginanya yang sudah basah kuyup.
Membungkuk ke depan.. kutaruh semua berat tubuhku pada siku. Kupandangi wajah cantik Rissa yang memandangku dengan penuh gairah.
“Tadi itu nikmat sekali..” bisiknya sambil tersenyum.
“Percayalah.. yang ini akan lebih nikmat..” balasku tak kalah mesra.
Aku tak tahan untuk tidak mencium bibirnya yang merah tipis. Segera kami saling melumat dengan lidah menari-nari di mulut masing-masing.
Suara desahan kami bercampur dengan suara merdu istriku yang masih asyik bersenandung menikmati acara mandinya.. sama sekali tidak menyadari kalau di luar aku dan Rissa sedang sibuk bermain gila.
“Kalau begitu.. cepat lakukan, Dek Han..” kata Rissa dengan senyum sederhana.
Aku membungkuk dan perlahan-lahan mendorong pinggulku ke arah liang vaginanya.
Clebb.. Kutekan penisku yang mengacung sangat tegang dan keras ke dalam celahnya yang mungil.
Rissa menerimanya dengan mulut ternganga, dia mengerang dan tubuhnya menegang.
Aku terus mendorong dan dengan satu tekad yang kuat.. kuhentak secara cepat. Jlebb..
“P-pelan, Dek Han..!” Rengek Rissa saat bibir vaginanya yang tebal terpisah membelah oleh terjangan batang penisku.
Aku berhenti bergerak dan menatap matanya.. “Tahan, Mbak..”
Kami berdiam sejenak.. kubiarkan batang penisku mengisi kelembapan liang senggamanya.
Aku membungkuk untuk menciumnya. Rissa menanggapi sambil mendesah.. ia menekan lidahnya ke dalam mulutku.
Matanya melirik untuk melihat bagaimana batangku yang besar telah memenuhi seluruh lorong kewanitaannya yang mungil dan sempit itu.
“Duh Gusti..!" Rintihnya.. “Pelan-pelan aja Dek Han. Punyamu gede..!”
“I-iya, Mbak..” jawabku senang.
Slebb.. Pelan aku mendorong maju.. kali ini lebih lambat dan halus.. sebelum kemudian kutarik ke belakang hingga sebatas ujung.
Begitu kutusukkan lagi.. Jlebbh.. Rissa tanpa bisa menahan langsung mengeluarkan erangan nikmatnya.
“Ah, Dek Han.. enaknya! Saya belum pernah merasakan yang seperti ini..!”
“Enak, Mbak..?” Tanyaku sambil terus bergerak perlahan.
Ia mengangguk.. “Agak sakit, tapi enak..! Teruskan saja..” pintanya sambil tersenyum malu-malu.
Aku ikut tersenyum. Reaksinya jelas menunjukkan kalau dia sudah benar-benar pasrah.
Rissa melingkarkan lengannya di leherku.. sementara matanya dipenuhi oleh rasa takut sekaligus juga keinginan.
Aku membungkuk dan dengan lembut mencium bibirnya saat mendorong semakin keras.
Dia menerimanya dengan jus kental mulai mengalir deras.
Setiapkali aku menusuk ia melawannya dengan satu putaran pinggul yang membuat alat kelamin kami semakin bertaut erat.
“Ahh.. hah.. hah..” Dia juga tak sungkan-sungkan untuk merintih.
Desahannya memberitahuku bahwa dia sudah benar-benar terangsang sekarang.
Aku terus mendorong.. menikmati bagaimana penis tegangku memenuhi liang di tubuhnya yang sintal.
Rissa menatap mataku saat aku menunduk di antara bulatan payudaranya yang bergoyang-goyang lembut.
Sorot matanya menunjukkan kalau ia tidak percaya telah melakukan ini denganku.
“Ohh Tuhan.. Dek Han. Pelan-pelan..! Geli..!”
Dia menggelinjang, bibirnya jadi agak meringis saat aku terus memakan kedua putingnya dengan rakus.
“Aah..” aku ikut mengerang manakala merasakan himpitan lubang vaginanya yang seperti meremas-remas batang penisku.
Rangsangannya benar-benar tidak memungkinkan bagiku untuk mengendalikan diri.. sekuat tenaga aku harus menahan agar tidak cepat mencapai klimaks.
Aku tidak ingin mengecewakannya untuk yang keduakali.
Saat aku terus mendorong penisku lebih dalam dan lebih dalam lagi.. ia mulai meratap.
Liang vaginanya terasa mencengkeram erat.. sambil sesekali leher rahimnya mendorong balik hingga membuatku jadi tidak bisa bergerak.
Rasanya begitu geli dan ngilu hingga aku pasti akan langsung moncrot kalau tetap berusaha untuk melawan.
Jadi akupun diam dan bernapas pendek-pendek untuk beberapa saat.. sampai kulihat Rissa mulai tersenyum sambil menyampirkan lengannya ke leherku.. disodorkannya tonjolan payudaranya yang bulat ke arah mulutku.
Aku balas tersenyum dan segera mengecupnya secara bergantian.
Untuk sesaat aku menikmati posisi itu; berbaring menindih tubuh mulus perempuan paling cantik yang pernah kukenal.
Aku teringat bagaimana hanya beberapa minggu yang lalu aku mengaguminya sebagai istri tetanggaku.
Sekarang.. hanya dalam beberapa hari.. aku telah dapat membujuknya untuk telentang dan menyetubuhinya.. satu hal telah kuimpikan dalam beberapa hari terakhir.
Satu menit berlalu dengan cepat.. aku pun mulai menarik kembali batang penisku dan menikmati saat mendorongnya balik lagi ke dalam.
Clebb.. slebb.. clepp.. slepp.. clebb.. slebb.. Oughh.. Terasa geli-geli basah di sana.
Kuulangi lagi.. dan tusukan itu membuat Rissa menggelinjang panjang. Aku terus melakukannya dengan irama lembut namun sangat menggoda.
Setiapkali aku mendorong masuk vagina Rissa yang sudah sangat basah membuat bunyi seperti cairan tumpah.
Bisa kulihat kalau cairan jusnya mengalir semakin deras dan kini banjir ke mana-mana.. membuatku jadi semakin merasa nikmat.
Batangku jadi licin dan mengkilap.. basah sepenuhnya oleh cairan yang menetes-netes akibat persetubuhan kami berdua.
Terengah-engah.. Rissa bernapas tegang di telingaku. Aku membungkuk dan mencium bibirnya, lalu berbisik pelan.. “Enak, Mbak..?”
“Oh, Dek Han..” dia merintih.. “Ini bukan enak lagi, tapi sangat nikmat..”
“Mbak suka..?” tanyaku lagi sambil bergerak sedikit lebih cepat.
Dia mengangguk.. “Tapi ingat, jangan keluarin di dalam. Aku nggak pengen hamil..” ingatnya.
Kutingkatkan tempo seranganku saat mendengarnya dan balas berbisik.. “Tentu saja..”
Tapi dalam pikiran aku tidak punya niat sedikitpun untuk melakukannya.
Aku ingin meledak di dalam.. akan kuisi dia dengan kekentalan cairan spermaku.
Maka akupun semakin bergerak cepat. Slebb.. clebb.. slebb.. clepp.. slepp.. clebb.. slebb..
Rissa merintih bercampur menangis di setiap tusukanku.. padahal aku sudah berusaha melakukannya dengan selembut mungkin.
Mungkin ada sedikit kesadaran di hatinya.. namun kulihat dia berusaha untuk menekannya kuat-kuat.
Aku membantu dengan membelai lubang vaginanya semakin dalam.. hingga akhirnya kudengar ia berkata.. ”Goyang lebih cepat, Dek Han.. saya sudah hampir..!”
Mendengar dia mengemis untuk menikmati penisku adalah bagai mimpi yang menjadi kenyataan.
Kupenuhi permintaannya dengan mulai memompa secara sungguh-sungguh.. kecepatan dan kedalamannya juga terus kutambah sedikit demi sedikit..
Sampai akhirnya perempuan cantik yang sudah menikah ini terkejang-kejang pelan sambil melengking panjang.
“Nghhh.. hhhh..” Ia mengerang saat kuku panjangnya menggaruk punggungku.. meninggalkan goresan besar di sana.
Sementara kakinya mengait lebih erat ke pinggangku.. memintaku untuk memutar pinggul semakin cepat, merangsangnya ke titik hasrat yang tertinggi.
Aku jadi ikut berdebar oleh tindakannya.. apalagi saat kulihat ia menggeliat dan menggelinjang bingung di bawah tubuhku.. bagai belum pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya.
Tonjolan payudaranya yang sejak tadi kuciumi kini bergerak naik-turun menggiurkan.. terlihat semakin putih dan mengkilap karena ditutupi oleh keringat.
Benda itu terus memantul bolak-balik seiring dorongan pinggulku.
Menatapnya membuatku jadi kesulitan menahan sperma yang seperti sudah berada di ujung.
Bisa kurasakan kalau cairan pre-cumku sudah keluar.. tinggal menunggu waktu sebelum aku meledak secara tiba-tiba.
Namun sebelum itu terjadi, Rissa sudah keburu menjerit duluan. “Aduh.. aduduh.. aghh..! Dek Han..!!”
Dengan teriakan penuh kegembiraan dia mengangkat kakinya tinggi ke udara.. kaku..
Dan.. srrr.. srr.. crrr.. crrr..! Meledaklah cairan orgasmenya membasahi perut dan penisku.
Bisa kurasakan dinding-dinding vaginanya berdenyut-denyut kuat menyambar batangku yang masih tertancap dalam di sana.
Menutup mata.. Rissa bernapas terengah-engah. Wajah cantiknya memerah.. sementara baju dan jilbabnya sudah basah oleh keringat dan cairan.
Tubuh sintalnya masih sedikit terkejang-kejang akibat sisa-sisa orgasme.
Kesenangan duniawi tampak merobek setiap saraf di dalam tubuhnya meninggalkan seulas senyum di bibirnya yang tipis dan basah.
Menatap wanita cantik berusia subur yang berbaring penuh kepuasan menikmati sentuhanku.. pelan membuat penisku jadi semakin menegang.
Bisa kurasakan kalau aku juga akan sampai dalam hitungan detik.
Maka.. sambil bersandar pada siku aku pun mulai bergerak kembali. Clobb.. slobb.. clebb.. slebb.. clepp..
Rissa menanggapi goyanganku dengan kembali mengerang dan melengkungkan punggungnya ke atas. Itu akibat dari gigitanku pada salahsatu tonjolan putingnya yang terlihat begitu bengkak dan menggemaskan.
Sambil memompa aku terus menggodanya dengan menenggelamkan lidahku di sana.. merasakan betapa licin dan manisnya benda itu akibat air susu yang terus mengalir keluar.
“Auwh.. Dek Han..!” Dia merintih.. menatap bekas gigitan kemerahan di seputar putingnya.
Aku tidak menjawab.. mulutku lebih sibuk menjilati putingnya daripada menanggapi.
Sementara di bawah kurasakan bolaku semakin menegang kencang.. mendorong penisku untuk semakin dekat ke arah klimaks.
Dan seperti yang sudah bisa diduga.. cratt.. crott.. crett.. crett.. crutt..!
Tanpa ampun batangku melepaskan cairannya.. mengisi liang rahim Rissa yang selama ini selalu terlindungi dan tak terjamah.
Dengan lapar aku menyiramnya hingga meluap.. mengisi setiap sudut dan celahnya yang sempit dengan cairan putih kental milikku.
Aku terus menggoyang untuk melepaskan sisa-sisanya.. membuat cairan itu sedikit mengalir keluar menjadi busa yang bercampur dengan cairan orgasme Rissa barusan.
Kami menikmati klimaks yang bagaikan berlangsung selamanya itu secara bersama-sama.. sebelum kemudian sensasinya mulai terkuras habis.. mengalir pelan meninggalkan tubuh kami berdua.. menyisakan sedikit energi yang hanya cukup untuk menarik napas.
Lemas namun sangat puas.. akupun jatuh di atas tubuh Rissa.
Kulihat dia nampaknya juga mengalami hal yang sama.. bernapas berat dan putus-putus seperti aku.. namun juga ikut tersenyum.
Kami berbaring seperti itu selama beberapa menit.. sampai Rissa menyadari apa yang telah kulakukan.
Dia langsung panik.. matanya membelalak tajam menatapku. “Kamu keluar di dalam..?” Tanyanya bingung.
“M-maaf, Mbak. Sudah saya coba untuk menarik keluar, tapi nggak sempat..” Aku berbohong.
Rissa terdiam.. seolah-olah tenggelam dalam pikirannya sendiri sebelum berbisik kemudian..
“Oh, Dek Han. Gimana ini.. aku sedang subur sekarang..!” Kulihat setetes air mata mulai bergulir di wajahnya yang cantik.
Aku membungkuk dan menciumnya.. “Tenang, Mbak. Kita hanya melakukannya satukali..”
“Tapi bisa saja kan terjadi..” Dia mendesis padaku.
“Kalau memang begitu, istriku pasti sudah hamil dari dulu..” aku berkilah.
Dia tampak berpikir.. “Ya, mudah-mudahan saja..” katanya kemudian.
Aku tersenyum padanya sambil mundur untuk menarik keluar batang penisku.
Rissa langsung mengulurkan tangan di antara kedua kakinya.. berusaha mengusap sisa-sisa cairan yang merembes dari celah vaginanya.
“Rasanya seperti banjir. Banyak sekali..!” Dia berbisik. Tapi sekeras apapun usahanya cairan itu tetap mengalir perlahan ke bawah kakinya.
Rissa akhirnya mengangkat bahu dan membiarkannya.
Lekas ia membenahi baju dan jilbabnya karena deru kran di kamar mandi sudah berhenti.. istriku sudah selesai mandi.
Begitu juga denganku.. cepat kupakai celana dan kuantar Rissa keluar sebelum istriku muncul.
“Sampai ketemu lain waktu, Mbak..” kataku sambil membungkuk dan memberinya ciuman ringan di bibir.
Dia tersenyum dan menyelinap pergi lewat pintu depan. Bersamaan dengan itu, istriku keluar dari kamar mandi.
“Siapa, Yah..?” Dia bertanya.. handuk kecil tampak menutupi tubuhnya yang basah.
“Hanya ibu-ibu pencari sumbangan..” jawabku sambil tersenyum dan kututup pintu depan agar dia tidak melihatnya.
Ah.. pagi ini sungguh spesial. Aku akhirnya bisa merasakan tubuh montok perempuan cantik tetanggaku meski harus dengan cepat dan terburu-buru.
Namun justru itu sensasi asyiknya, takut dipergoki malah membuat kami jadi sama-sama bergairah.
Dan buntutnya.. jadi sama-sama puas. Dan aku yakin ini bukan yang terakhir.
Kisah dan petualangan kami masih akan terus berlanjut di tempat dan situasi yang berbeda. Hanya tinggal masalah waktu dan kesempatan saja.
-------------
Tapi.. keberuntungan yang berbeda muncul di malam hari berikutnya.
Saat pulang dari membeli mie rebus untuk lauk makan malam.. kulihat Fenti sedang sibuk di kamar.
“Lho.. Bunda dandan cantik begini mau pergi ke mana..?” Tanyaku kaget.
“Izin pergi reuni bentar ya, Yah. Habis ini Bianti, sobatku, nyamperin..!” Katanya tak ingin dibantah.
Dan belum sempat aku mangap sekali pun, yang namanya Bianti itu sudah nglakson-nglakson di depan rumah, dan Fenti pun langsung ngacir pergi.
Aku bengong. Ingin main ke rumah Rissa, ada suaminya.
Jadi ya, terpaksa kuhabiskan sisa malam itu dengan makan mie rebus sendirian sambil nonton tv.
Tapi lama-lama bosan juga terus nongkrong di rumah. Maka kuputuskan untuk main sebentar ke pos ronda di pertigaan jalan.
Pintu sengaja tidak kugembok karena aku tahu Fenti tadi tidak membawa kunci.
Santai aku berjalan menuju pos ronda, dan sempit melirik ke ruang tamu rumah Rissa yang terang benderang.
Kelihatan ada yang berbeda, tapi aku tak tahu itu apa.
Hampir dua jam aku ngobrol sama bapak-bapak, sempat juga ntraktir mereka bakso dan pisang goreng.
Tapi meski tertawa-tawa, pikiranku tetap tertuju pada tubuh molek Rissa yang sempat kunikmati kemarin pagi.
Bisa merasakannya membuatku jadi terus-terusan terbayang, dan ujung-ujungnya aku jadi tak bisa konsentrasi.
Setelah kalah tigakali main catur dengan Mang Udang, aku pun pamit pulang.
Di depan rumah Rissa, kembali aku menoleh. Lampunya sudah padam. Mungkin dia sudah tidur sekarang. Aku rindu sekali kepadanya.
Kubuka pagar rumahku dan sriing.. begitu masuk ke dalam rumah, aku mencium bau semerbak. Jangan-jangan kuntilanak!
Tapi, ini seperti bau parfum mahal. Kuntilanak tak akan sanggup beli parfum semahal ini, dan ini juga bukan jenis yang biasa dipakai sama istriku. Apalagi Fenti kan masih reunian.. Jadi.. pelan aku melangkah masuk ke ruang tengah, dan kaget.
Di situ ada Sinta, adiknya Bianti, sedang tergolek pulas di sofa ruang tengah.
Aku kontan terkesiap. Dengan jins ketat dan kaos yang juga ketat, pesona ragawi Sinta amatlah luar biasa.
Mana si empunya bodi lagi pulas lagi. Tapi, ini kan mencurigakan!
Okelah.. selama ini aku sering dengar dari Fenti maupun Bianti, kalau Sinta itu memang sering banget ketiduran di sembarang tempat.
Tapi kalau bertamu ke rumahku lantas ketiduran, waduh.. itu namanya memberi ikan asin sama kucing lapar. Benar tidak..?
Enaknya diapain nih..? Aku mulai berpikir.
Kalau Sinta terus dibiarkan tidur di situ dalam keadaan seksi, lantas Fenti pulang, bisa terjadi salah pengertian.
Jadi, niatku akan kuselimuti saja dia, biar aman.
Eh, tapi.. aku berhenti begitu melihat botol yang tergeletak di atas meja.
Kuteliti botol itu. Dan yup, benar! Botol obat bius kucing, rupanya terminum oleh Sinta.
Walah.. pasti gadis itu menyangka itu minuman ringan, karena memang aku taruh di botol bekas Aq*a.
Padahal sama Ustadz Lilik, botol itu sudah diisi cairan pembius kucing. Kalau begini, berarti Sinta sudah terbius..!
“Hahaha..” aku pun lantas ngakak sendiri.
Kejadian tak terduga itu.. terbiusnya si Sinta di rumahku yang lagi sepi, tak urung malah memunculkan ide setan di kepala gundulku.
“Kalo sudah terbius gini, mestinya bisa diapa-apain ‘kan..?” Begitu hasrat kelelakianku ujuk-ujuk menggelegak.
Dan tidak sampai semenit kemudian aku pun langsung melakukan aksi obok-obok ngawur.
“Sinta.. Sinta.. kamu kebius minuman kucing ya..?” Kataku sambil buka sana.. buka sini.
Pegang sana.. pegang sini. Dan tak cuma melihat dan memegang.. ‘melon’ Sinta juga sempat kucucup dan kufoto-foto sepuas hati.
Ups.. tapi saat mau mengakses yang ada di bawah perut.. aku kontan berhenti.
Celana dalamnya kelihatan tebal, ada tampon yang nangkring di sana.
Kalo dibuka lantas bercak merahnya membanjir bakalan ketahuan kalau Sinta sudah kuapa-apain saat dia semaput.
Jadi.. aku pun cuma inspeksi sedikit saja.. sambil terus mengocok-ngocok penis.
Lalu berhenti sambil ngos-ngosan dan terduduk lemas di saat spermaku sudah bermuncratan di perutnya.
Setelah jeda sejenak cepat-cepat kurapihkan bajunya kembali. Dan aku lantas mandi membersihkan diri berlama-lama sampai istriku pulang.
“Maaf ya.. saya tadi ketiduran di sini..” Kata Sinta tanpa curiga. Aku hanya tersenyum-senyum saja.
Kalo adiknya sesempurna itu, kakaknya kayak gimana ya..? Batinku. Tapi langsung terdiam begitu Fenti memberi tatapan galak.
Setelah Sinta dan Bianti pulang Fenti segera mengajakku masuk ke kamar.
“Bener ayah nggak ngapa-ngapain dia..?” Tanya sambil melepas jilbab.
“Ah, Bunda. Dia kan masih kecil..” aku berkilah, padahal tadi sudah foto-foto dan sempat nyucup seenaknya.
Untung istriku tidak meneruskan penyelidikannya dan langsung mengajakku tidur. Dia kecapekan rupanya, dan hari memang sudah malam.
Sementara Sinta pulang ke rumah kayak orang linglung. Yah. Siapa orangnya yang nggak linglung..?
Perasaan cuma nenggak air putih.. eh, tahu-tahu bablas semaput sampai malam menjadi larut.
Mana posisi daleman jadi melintir nggak jelas pula..! Haha..
Paginya.. Fenti membangunkanku dengan sumringah.. “Suamiku tercinta, apa kabar..?” Begitu katanya.
“Oh, Bunda. Tumben..?” Aku nyengir dan mengucek-ucek mata.. tidak biasanya dia begini.
“Iya, dong..” Dia tersenyum manis.
“Tumben Bunda menyambut Ayah dengan tersenyum lebar..?”
“Iya, dong. Ini kan hari ulang tahun Ayah..!” Katanya mengerling.
“Oh..? Iya, ya..? Sampe lupa..”
“Selamat ulang tahun ya, Ayah. Nih, ada hadiah dari Bunda..”
Dia mengangsurkan sebuah jam tangan baru. Benar-benar tak disangka-sangka.
Langsung kupeluk Fenti dengan mesra, lalu berbisik lembut di telinganya.. “Bun, kalau minta hadiah tambahan boleh nggak..?”
“Hihihi.. ini ya..!?” Dia mengerling dan perlahan melepas bajunya.
“Oooh.. terimakasih, Bunda sayang. I love you..” desahku penuh kemesraan dan tanpa membuang waktu lekas kutindih dia yang telah bersiap-siap.
“I love you too, Ayah..” desah Fenti keenakan.
Dunia serasa terang benderang pagi itu.
Apalagi saat malamnya.. Fenti mengundang Rissa dan suaminya agar datang ke rumah untuk merayakan ulang tahunku.
Tapi hanya Rissa dan anak-anaknya yang datang.. karena ternyata Pak Amin sudah balik ke luar kota tadi sore.
Istriku menyambut mereka dengan senang hati.. sementara aku blingsatan sendiri membayangkan bisa berdekatan kembali dengan istri tetanggaku yang cantik itu tanpa perlu takut dipergoki oleh suaminya.
Malam itu Rissa mengenakan baju gamis panjang dan jilbab hitam lebar sepunggung.. wajahnya terlihat semringah dan makin cantik.
Aku yakin itu pasti karena kepuasan yang kuberikan kemarin pagi.
Malu-malu dia menatapku dan berusaha sebaik mungkin tidak menunjukkannya.
Sementara aku hanya menyapa sekedarnya.. pura-pura kalau kedatangannya bukanlah hal yang sangat kuharapkan.
“Undangannya mendadak sih, jadi nggak sempat bawa kado..” begitu dia beralasan kepada istriku.
“Kayak anak kecil aja pake kado..” kata istriku.. “Mbak Rissa mau datang aja, kita udah seneng kok. Bener nggak, Yah..?”
Aku hanya mengangguk saja. Entah kenapa kemunculan Rissa membuatku bingung dan kikuk.
Rissa tersipu malu.. “Maaf ya Dek Han.. besok deh kadonya menyusul..” kilahnya sambil tersenyum melirikku.
“Eh, a-apa.. enggak, nggak usah. J-jangan repot-repot..” aku tergagap, dengan muka memerah.
Bahkan butiran es yang sedang kutuang ke gelas sampai jatuh ke lantai. Kedua wanita itu langsung tertawa melihat kerikuhanku. Huh, dasar..!
Mereka kemudian ngobrol seru. Biasa wanita ketemu wanita.
Bayi Rissa tampak tertidur pulas dan sekarang ditaruh di kursi panjang yang ada di ruang tengah.
Sedang Raka Bagaskara.. anaknya yang sulung asyik menatap layar teve sampai matanya tiba-tiba menemukan mesin PS3 milikku.
“Bun..” dia menarik-narik baju ibunya.
“Apa, sayang..?” Tanya Rissa heran.
“Itu.. maen..” tangannya menunjuk.
“Hush, nggak boleh. Nanti dimarahi om Handoko..” kata Rissa.
“Biar aja, Mbak..” potong istriku.. “Namanya juga anak kecil..”
“Tapi ..” Rissa tampak tak enak hati.
“Nggak apa-apa..” istriku tersenyum.. “Iya kan, Yah..?” Dia menoleh kepadaku.
“Sebentar ya.. habis ini main sama om..” kataku bersemangat.. sadar kalau ini adalah cara terbaik untuk mendekati Rissa tanpa membuat istriku curiga.
Rissa cuma bisa mendesah pasrah dan akhirnya tidak membantah lagi saat aku mulai menghubungkan mesin game itu ke televisi.
“Hati-hati ya, Sayang. Jangan sampai rusak..” Pesannya kepada si sulung.
Bocah yang masih TK itu mengangguk dan dengan tidak sabar menerima stik game dari tanganku.
Kuajak dia main balap mobil, game yang menurutku paling mudah.
Raka nampak senang memainkannya. Rissa menatap kami sambil kembali ngobrol dengan istriku.
Tak kuperhatikan omongannya karena aku memang tidak tertarik dengan urusan wanita.
----
Selama setengah jam berikutnya aku malah lebih sibuk menatap gaun satin merah panjang yang ia kenakan.
Gaun itu ternyata begitu tipis dengan dihiasi renda-renda putih untuk menyamarkan.
Setiapkali Rissa bergerak.. belahan dadanya yang curam terlihat ikut bergoyang. Indah sekali.
Begitu juga dengan kekencangan pinggang dan bokongnya.. bisa kulihat semuanya dengan begitu jelas.
“Emm..” tanpa sadar penisku pun mulai berdenyut pelan. Terus terang saja aku jadi tidak bisa menjaga mata.
Dia terlihat begitu menggoda.. tubuhnya yang indah terus bergoyang memikat pandanganku.
Saat Rissa membungkuk.. hampir seperti gerak lambat.. dia menyajikan pemandangan yang benar-benar membuatku tak tahan.
Bahkan dengan jilbab lebar yang melingkar di seputar wajahnya.. aku masih sanggup membayangkan setiap lekuk dan jengkal dari tubuh mulus yang kemarin sempat kunikmati sebentar.
Selama setengah jam berikutnya aku masih sibuk main video game dengan Raka.
Lamat-lamat kudengar suara istriku menghilang.. dan saat aku menoleh kulihat ia sudah pulas di kursi sofa.
Rissa tersenyum menatapku.. “Mungkin dia kecapekan..” bisiknya.
Aku ikut tersenyum dan mengundangnya untuk mendekat.. “Ayo main sini, daripada sendirian di situ..” ajakku.
Rissa mengangguk.. “Ajari aku ya. Kalau di rumah aku kalah mulu sama Raka..” Raka tersenyum bangga mendengar pengakuan ibunya.
Segera kuberikan stik-ku pada ibu muda cantik itu dan kusuruh dia untuk duduk di depanku.
“Mau main apa..?”
“Terserah deh..” Rissa tampak memandang bingung pada tombol-tombol yang muncul pada stik.
“Balapan yang tadi aja, Om..” Raka usul.
Segera kupasang kaset yang dimintanya dan ku-set pada mode easy.
Sebelum kutekan tombol play.. kuajari Rissa sejenak tentang fungsi-fungsi tombol yang berada di jari-jarinya.
“Gimana, udah ngerti..?” Tanyaku sambil mengelus pelan jari-jarinya yang lentik.
“Sepertinya mudah..” Rissa mengangguk dan tidak berusaha untuk menarik lepas tangannya. Jadi aku terus saja memeganginya.
Permainan dimulai.. dan sebentar saja sudah terlihat kalau Raka lebih unggul.
“Tombolnya banyak banget, aku bingung..” Rissa menggeleng lucu.
“Sudah bagus kok. Terus aja..” Kubantu jari-jarinya untuk memencet tombol yang benar.
Namun aku juga tidak dapat berkonsentrasi.. karena menyadari tubuh montok Rissa yang sekarang duduk tepat di antara kedua kakiku.
Aroma parfumnya yang lembut namun memabukkan.. perlahan membuat penisku mulai mengeras.
Kulirik ke belakang.. istriku masih tetap tertidur pulas.. bahkan ia mulai mendengkur sekarang.
Merasa aman.. aku pun memutuskan untuk sedikit menggoda Rissa. Kuletakkan tanganku di punggungnya dan mulai membelai ringan.
Tubuh Rissa langsung tersentak karena terkejut.. tapi dia cuma melirikku sesaat. “Apaan sih, Dek Han..?” Protesnya ringan.
Aku hanya tersenyum dan menyuruhnya agar berkonsentrasi lagi ke permainan.
“Tuh.. Raka nyalip mobil mbak lagi. Sekarang mbak ketinggalan 1 lap..”
“Iya nih, mama payah..” kata si kecil dengan mata terus terpaku ke layar tivi.. sama sekali tidak mempedulikan keadaan ibunya yang mulai blingsatan karena sentuhanku.
Kini aku sudah sepenuhnya memangku tubuh montok Rissa dengan tangan terus membelai punggungnya.
Rissa tersentak dan memutar kepalanya untuk menatap mataku.. tapi langsung kuberi ia ciuman agar tidak memprotes.
Sementara dia gelagapan.. dengan cepat tanganku mencapai di sekitar dada untuk menangkup dua gundukan payudaranya yang sangat kenyal.
Kuremas dan kugenggam benda itu sambil mulutku terus melumati bibirnya yang tipis.
“Ahh.. Dek Han..!” Rissa mengerang.. permainannya jadi sepenuhnya kacau.
Saat Raka sudah menyentuh garis finish.. mobil Rissa masih terbalik di lap ke dua.
“Lagi, Om..” Raka meminta. Kulepaskan pagutanku sejenak untuk mengeset mesin PS.
Raka tampak tidak curiga menatap ibunya yang terengah-engah dengan wajah memerah di atas pangkuanku.
“Jangan pulang dulu ya, Ma.. Raka masih pingin main..” kata bocah kecil itu.. lugu. Rissa mengangguk bingung.. “I-iya, Sayang..”
Kusetel balapan itu ke mode adventure agar lama finishnya. Trus stik Rissa kuposisikan auto.. tapi Raka tidak kuberi tahu.
Biar aja ia mengira masih main dengan ibunya.. Rissa sengaja tetap kusuruh memencet-mencet tombol stik ketika mulut kami kembali saling berpagutan mesra.
“I-istrimu..” Rissa mengingatkan saat aku membuka bibirnya dan memain-mainkan lidahku di sana.
“Nggak papa, dia kalau tidur pulas banget..” sahutku menenangkan.
“Tapi..” Rissa melengkungkan punggungnya ketika tanganku kembali menangkup di kedua gundukan payudaranya.
“Sshh..” kubelai kembali tubuh sintalnya, dengan tak sabar tanganku memijiti putingnya melalui kain satin tipis yang ia kenakan.
Bahkan dengan beha yang masih menutupi, sama sekali tidak bisa menyembunyikan kenyataan kalau putingnya sudah mengeras kaku seperti besi.
Raka masih sibuk dengan permainannya, sementara aku juga sibuk dengan tubuh sintal ibunya.
Kupindahkan tanganku ke samping untuk menggelitiknya perut Rissa ringan.
Dia tertawa sedikit, tidak berani keras-keras karena takut membangunkan istriku.
Sementara itu pinggulnya mulai bergoyang di pangkuanku, berjuang untuk terus berpura-pura menggerakkan stik.. padahal aku asyik merangsang dirinya.
“Kamu nekad, Dek Han..” bisiknya serak.
“Kalau nggak begini, kapan lagi bisa menikmati tubuh hangat mbak..?”
Sahutku sambil menggunakan kesempatan itu untuk menangkup kembali gundukan payudaranya.
Entahlah, meski tidak padat-padat amat, tapi benda itu terus membuatku tergoda. Mungkin karena ukurannya yang begitu besar.
“Hore, aku menang..!” Teriak Raka saat mencapai finish di stage 1.
Rissa sempat menjatuhkan stik-nya karena terkejut.. tapi aku segera menenangkannya kembali.
“Masih ada 7 stage lagi, kita masih punya banyak waktu..” bisikku di telinganya yang masih terbungkus jilbab.
“K-kamu yakin, Dek Han..?” Desisnya gembira.
“Mbak percaya aja deh..” sahutku riang.
Begitu permainan berikutnya dimulai dan perhatian Raka kembali pada layar teve.. sekali lagi tanganku bergerak untuk meremas-remas bulatan payudara Rissa yang tadi sempat kulepaskan.
Kali ini ia tidak melawan.. dan malah menjatuhkan tubuhnya ke arahku.
Aku tersenyum dan terus membelainya.
Rissa menggeliat di pangkuanku seiring dengan jari-jariku yang terus menari-nari di atas gundukan payudaranya.
Perhatiannya kini sudah sepenuhnya teralihkan.. membuat penisku jadi semakin keras dan kaku di balik celana.
Aku mencondongkan tubuh ke depan.. sehingga bisa melihat ke bagian depan gaun satinnya.
Ritsleting mungil yang ada di sana kulepas dengan hati-hati.
Kukuak sedikit baju gamis itu hingga bisa kulihat bulatan payudara Rissa yang membengkak parah.
Tak berkedip aku menatap kehalusan dan kemulusan kulitnya. Meski masih tertutup beha, namun benda itu selalu sanggup membuatku terpesona.
“Dek Han..” Rissa merintih.. dan sekali lagi melirik ke belakang untuk menatap istriku yang masih tertidur lelap.
Merasa yakin.. ia pun akhirnya membiarkan saja saat tanganku meluncur turun menuju bagian bawah baju gamisnya yang sudah sedikit tersingkap.
Kuminta dia untuk mengangkat pinggulnya sedikit.. sehingga aku bisa menarik kain itu hingga ke pinggang.
Saat dia ingin melepas celana dalamnya.. aku segera melarang. “Jangan, mbak. Cukup diselipin aja..”
Aku merasa cara itu adalah yang paling aman untuk berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu istriku tiba-tiba saja bangun.
Rissa mengangguk dan membantuku untuk menguak ritsleting celana.
Saat melihat penisku yang sudah mengacung keras ia tersenyum.
“Ini nih yang bikin kangen..” bisiknya sambil menggenggam dan mengocoknya sebentar.
“Cepetan, mbak..” bisikku sambil memutar kembali tubuhnya.
Kami memang tidak memiliki banyak waktu.. Raka sudah sampai di stage 3 sekarang.
Rissa segera menempatkan kembali tubuhnya di pangkuanku.
Sementara tanganku sibuk memilin-milin kedua putingnya.. dia dengan mendesah lembut berusaha mendorong pinggulnya agar bisa menduduki batang penisku tepat memasuki liang surganya.
“Sulit, Dek Han..” dia berbisik setelah aku terus meleset.
“Miring dikit, mbak..” aku memberi petunjuk.
Setelah beberapakali mencoba.. Jlegh..!
“Nghhh..” sebuah erangan kecil akhirnya terdengar begitu usaha kami berhasil.
Rissa terengah-engah.. namun nampak gembira karena tubuh sintalnya kembali kupenuhi dengan batang penisku.
Sebelum mulai menggoyang, dia sempat melirik ke arah istriku untuk yang terakhirkali.
Setelah yakin perbuatan kami benar-benar aman.. barulah ia mulai menggeliat di atas pangkuanku.
Pinggulnya bergerak turun-naik untuk mengocok batang kerasku yang terjepit erat di antara kedua bulatan pantatnya.
“Ehm.. terus, Mbak..!”
Kucium pipinya sambil tanganku berpindah untuk mengelus kemulusan kulit pahanya.
Rissa mencoba untuk mengabaikan tindakanku dan terus berkonsentrasi pada kocokannya karena tak jauh di sebelah kami.. Raka sudah sampai di stage 5.
Kami hanya punya waktu 3 stage lagi..!
Untungnya kulihat wajah Rissa yang masih berbalut jilbab kini sudah memerah, tanda kalau ia sudah tidak lama lagi.
Deru napasnya juga semakin berat.. sementara api gairah di matanya juga tambah menyala.
Tidak mau kalah, aku pun mulai merangsang diri sendiri. Kupenceti lagi kedua putingnya yang terasa semakin membesar dengan jari-jariku.
Kugelitik juga benda mungil itu dalam gerakan melingkar hingga kuncupnya yang berwarna coklat kemerahan jadi kelihatan bergetar.
Saat kupegang, rasanya yang kenyal dan lembut semakin membuatku terangsang. “Arghh..”
Rissa menanggapi dengan meremas kuat batang penisku menggunakan dinding-dinding liang vaginanya.
Gerakan ayunannya juga menjadi semakin cepat.. terus naik-turun dan berputar-putar hingga setelah beberapa waktu terasa lubang dalam dalam dirinya itu mulai mengetat kencang.
“Hmm.. mbak..” aku benar-benar tidak bisa menyangka akan senikmat ini.
Bersetubuh dengan diburu waktu.. plus takut dipergoki.. ternyata berlipat-lipat sensasinya. Kapan-kapan kami harus mengulanginya lagi.
“Arghh..” Rissa mulai mengerang.. namun segera kubungkam dengan menggunakan mulutku.
Aku terus menyetubuhinya.. menggerakkan penisku keluar-masuk di liang vaginanya yang sangat basah dengan istriku hanya berjarak 3 meter di belakang kami.
Usaha kami tidak sia-sia.. karena aku tahu Rissa sudah akan klimaks dalam hitungan detik.
Dia bernapas dengan sangat cepat dan tiba-tiba kurasakan jepitan kuat di sekitar batang penisku.
Aku tidak bisa menyembunyikan senyum ketika kulihat bagaimana Rissa yang mencoba untuk menyembunyikan orgasmenya.
Dia ingin berteriak.. tapi takut didengar oleh istriku. Jadi ia hanya bisa mengerang di dalam ciumanku..
“Sshh.. aarggh..!! Rasanya aku mau mati, Dek Han.. Rasanya enak banget..! Nikmat banget..!!” Desisnya muram.
Dia berhenti bergerak.. namun dengan penisku tetap menancap kuat di ke dalaman liang vaginanya yang basah.
Rissa tampak berusaha keras untuk mengendalikan emosi.. dia menghela napas panjang dengan tubuh masih terus gemetar seiring dengan cairan cintanya yang masih mengucur deras.
Penisku terasa berdenyut-denyut saat disiram oleh cairan hangat itu.. membuatku jadi tak tahan untuk segera ikut keluar juga.
“Hore, menang lagi..!” Raka berteriak. Waktuku tinggal 1 stage lagi. Sementara di sofa istriku menggeliat tapi tidak terbangun.
“Lanjutkan, mbak. Aku belum..” bisikku sambil berusaha menusuk lagi.
Di depan.. tanganku melingkar untuk memilin-milin puting Rissa yang menyembul indah melalui belahan baju gamisnya.
Tetanggaku yang cantik itu mulai bergerak kembali.
Payudaranya tampak bergoyang-goyang menggoda di setiap genjotannya, membuatku jadi semakin menggelinjang.
Aku pikir tidak usah lama-lama bersensasi.. tuntaskan saja sekarang.
Maka gerakan pantatku semakin kupercepat.. remasanku juga jadi bertambah kencang.
Rissa mencoba untuk meronta.. yang semua dilakukannya dengan sambil menutup mulut.. sampai tiba-tiba tubuhnya mengejang.
“Ahhh..!” Jeritan tertahannya menandakan dia mencapai puncak kembali. Hmm, cepat juga..!
Aku mempercepat kocokanku di bawah tubuh sintalnya. Dengan diam tanpa banyak reaksi Rissa menerima enjotanku.
Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan sambil napasnya tersengal-sengal akibat diterpa gelombang kenikmatan yang belum mereda.
Terus kupompa pinggulku.. dan sampailah saatnya ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut pelan.
Tanpa perlu repot-repot untuk mencabut.. "Ergghh..!" Kugencetkan batangku lebih dalam lagi sambil kusemburkan spermaku di sana.
Crutt.. crutt.. crett.. crett.. crutt..! Kuhitung ada limakali aku meludah.
Sekujur tubuh Rissa tampak berkeringat.. namun alhasil malah membuatnya semakin cantik.
“Ah..” Aku terkulai lemas penuh kenikmatan.. sementara Rissa berusaha bangkit sambil tergopoh-gopoh menadahi cairan spermaku yang merembes di celah-celah kulit pahanya.
“Banyak banget, Dek Han..” Dia tampak menyekanya dengan menggunakan celana dalam.
Aku tertawa dan lekas berpaling pada Raka yang sudah menyelesaikan seluruh tahap permainannya..
“Anak pintar..” pujiku tulus.. karena sudah memberi waktu dan kesempatan padaku untuk menikmati kehangatan tubuh ibunya.
“Pulang yuk, sayang. Udah malam..” kata Rissa sambil membenahi kembali jilbabnya yang awut-awutan, juga ritsleting baju gamisnya yang terbuka lebar.
“Iya, Bunda. Raka juga dah ngantuk..” Bocah kecil itu menguap.
-----------------------