Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Cerita 25 – Maaf Mbak, Kupinjam Suamimu..

Pagi itu seperti pagi pagi biasanya. Awan berarak rapi di atas langit yang cerah.
Matahari tidaklah terik benar. Waktu baru menunjukan pukul sepuluh pagi.
Sabtu itu aku baru saja selesai bertemu client untuk urusan bisnisku yang semakin berkembang.

Masih dengan berpakaian necis dengan setelan kemeja lengan pendek dan celana bahan sambil mendengarkan lagu-lagu dari strereo set mobilku aku perlahan memasuki kompleks perumahan tempat tinggalku.

Tampak di depan telah ramai bapak-bapak dan anak-anak muda yang sibuk bekerja bakti di depan jalanan kompleks rumahku.
Salah seorang dari mereka yang juga menjabat sebagai bapak RT di lingkunganku menyapaku dengan lantang hingga dapat terdengar oleh yang lain.

“Waduuuhhh.. gagah banget pak Adi, baru pulang nih..? Ko libur-libur gini rapi pak..?” Pak RT menyapaku dengan senyuman lebar yang selalu tersungging di bibir hitamnya yang dipengaruhi banyaknya dia mengonsumsi rokok kretek.

“Gak Pak Erte, abis ketemuan sama Client Pak. Waduh jadi telat deh saya nih ikutan kerja baktinya..” aku berkata sambil turun dari mobil yang kuparkir tepat di samping lahan kosong hingga tidak mengganggu aktifitas kerja bakti tersebut.
Sepatu telah kutanggalkan dan kuletakkan di bawah bangku depan, celana panjang kuangkat hingga mencapai lututku.

Aku turun ke got yang tak seberapa dalam tepat di samping pak erte yang sedang menggali lumpur-lumpur hitam yang memenuhi salurannya.. sehingga membuat air yang mengalir menjadi terhambat di iringi dengan tatapan hampir semua orang yang tengah bekerja bakti membersihkan saluran-saluran air yang mengelililngi kompleks perumahanku..

”Gak ganti dulu pak Adi..? Sayang kan baju keren-keren gitu jadi kena lumpur..” Pak erte bertanya dengan suara yang kurang jelas dikarenakan di mulutnya terselipi sebatang rokok kretek kegemarannya.. ” Tanggung Pak, nanti juga dicuci..”
Tanganku meraih sebuah pengki yang terletak di sebelahku untuk mengangkut lumpur-lumpur hitam yang memenuhi got.

Diselingi dengan canda dan tawa baik yang tua maupun yang muda.
Hhhmmm.. Sungguh rasa gotong royong yang menjadi semboyan para leluhur dapat mempererat hubungan sosial antar penghuni perumahan ini.

Setelah hampir satu jam lamanya berkutat di satu got ke got lainnya, para pekerja dadakan itupun beristirahat sambil menikmati makanan ringan yang telah disediakan oleh para ibu-ibu dan remaja putri. Di antara ibu-ibu muda tersebut terlihat sebuah pemandangan manis di hadapanku yang hanya berjarak kurang dari 10 meter.

Ibu Rina yang masih tetangga seberang blok dengan rumahku tampak begitu mempesona dengan balutan celana jins ketat sedengkul dan baju kaos ketat hingga menampakkan lekuk tubuhnya yang masih kencang karena rajin berolah raga.. walaupun telah mempunyai anak namun tetap saja pancaran pesona wanita dewasa begitu melekat di tubuhnya.

Aku yakin bukan saja aku yang tertarik dengan pesona dari Ibu Rina ini.

Sempat juga kutangkap lirikan mata pemuda-pemuda tanggung yang sering mencuri pandang ke arah Ibu Rina sambil tertawa kecil dengan rekan di sebelahnya.
Mungkin mereka juga sedang membicarakan sosok Ibu Rina yang menggairahkan dan penuh dengan seks appeal.

Saat tatapan mata kami bertemu.. mengembang senyum manisnya padaku yang aku balas pula dengan senyum terbaikku yang dulu membuat istriku mabuk kepayang.
Hehehehe.. aku adalah seorang suami dari istri yang cantik dan telah mempunyai anak 4 orang.

Mungkin dikarenakan nafsu seksku yang terbilang tinggi sehingga kami tak mempedulikan program KB dari pemerintah.
Istriku seorang yang begitu penurut dan selalu mengikuti kemauan suaminya.

Sempat juga kudengar selentingan-selentingan dari ibu-ibu di kompleksku yang berkata bahwa aku sungguh jantan dengan produksi super.. sehingga anakku banyak.
Hahahahaha.. Hal itu aku dengar sendiri dari istriku pada suatu malam selepas kami bercinta.

Tinggiku terbilang sedang.. sekitar 175 lebih dengan berat yang ideal.. hanya saja memang bodyku sedikit kekar laksana seorang tentara.
Kulit tubuhku sawo matang dengan rahang yang kokoh.. sehingga tampak jantan.
Apalagi hobiku mengendarai motor besar sudah menjadi pembicaraan hangat di lingkungan kompleks.

Seminggu kemudian Ibu Rina bertandang ke rumahku membawa buah tangan kepada istriku.
Perilaku mereka jika sedang berbincang-bincang di kamar kami laksana remaja putri yang sedang membicarakan kekasih-kekasihnya.

Aku tidak dapat mendengar apa cerita mereka.. hanya terkadang kutangkap suara berbisik saat aku sedang berada di ruangan depan sambil menonton televisi.. dan mereka di dalam kamarku berdua-duaan kemudian mereka tertawa terbahak-bahak.

Akhirnya Ibu Rina pun menjadi kawan baik istriku. Semakin sering dia bertamu ke rumahku membuat aku pun semakin akrab dengannya walaupun hanya sebatas bertegur sapa yang bersifat formalitas.

Suatu siang yang terik istriku sedang keluar sebentar membeli keperluan rumah tangga bersama anak sulungku.
Aku sedang santai sambil menonton acara televisi di hari libur itu.
Ibu Rina datang sambil berjalan masuk ke dalam rumahku dan memanggil-manggil nama istriku.

“Loh, Mba’nya ke mana mas Ady..?”

“Oh, lagi ke depan sebentar Bu. Paling sebentar lagi pulang..” aku sedikit terperangah dengan pakaian yang dikenakan oleh Ibu Rina ini.

Kostum khas bagi wanita yang habis aerobic menampakkan lekuk tubuhnya yang masih sintal dibalut dengan kulit yang kuning langsat.
Aku menelan ludah sambil membuang jauh pikiranku yang mulai menerawang mengikuti hasratku yang mulai terusik.

Pucuk dicinta ulam pun tiba.. bu Rina malah duduk di sebelahku sambil menghadap ke layar televisi dan tangannya menjumput kue yang terletak di depan meja tepat di depanku.
Sempat kutangkap lekuk belahan pantatnya yang padat saat dia mengambil kue di meja depan kami.

“Ya udah, aku tunggu di sini deh..” bu Rina menyilangkan kakinya sambil menyuapkan potongan kue ke bibirnya yang merah merekah.
Dengan wajah yang menampilkan pesona seksual dan wangi tubunya yang mengundang hasrat kelaki-lakianku.
Aku semakin salah tingkah duduk di sebelahnya. Aku berusaha untuk menguasai diriku dan bertindak sewajarnya.

“Eh, Mas Ady. Minta Pin BB-nya dong. Kan kita bisa BBM-an..” Ibu Rina berkata sambil mencuil lenganku.

Uuuhhhhh.. Setan-setan mulai menari di kepalaku.
Seolah mendapatkan durian runtuh.. aku segera memberikan Pin BB-ku kepadanya dan dia pun langsung memasukkan aku di kontak BB-nya.

Tak banyak yang terjadi saat itu, apalagi anak-anakku masih sering mondar-mandir di hadapan kami.
Tak lama kemudian istriku pulang dengan anak sulungku dan mereka pun melanjutkan rutinitas cekakak cekikik di kamar tidurku.

Memang kecanggihan teknologi semakin mempermudah setan menggoda manusia.
Dengan fasilitas BBM -- pada masa itu sedang tren..-- yang tersedia di BB, kami pun mulai sering berkomunikasi melalui pesan BBM.

Awalnya hanya bersenda gurau biasa. Aku pun berusaha untuk menjaga citraku di matanya.
Apalagi dia adalah teman baik istriku.. sehingga aku harus lebih berhati-hati menuliskan pesan-pesan lewat BBM itu.

Entah kenapa dia terkadang menggodaku lewat pesan-pesan yang dia kirimkan.
Sebagai lelaki normal yang memiliki hasrat seksual yang besar, aku pun dengan senang hati menanggapinya dan tentu saja hal ini tanpa sepengetahuan istriku.
Apalagi itu adalah permintaanya untuk merahasiakan percakapan kami melalui pesan-pesan di BBM tersebut.

Semakin lama perbincangan kami semakin menjurus kepada sebuah perselingkuhan.
Dia telah memintaku untuk memanggilnya dengan namanya saja tanpa embel-embel ‘Ibu’ seperti yang selama ini aku lakukan.

Mulailah cerita-cerita tentang seks dikirimkan olehnya.. bahkan dia pernah menanyakan seberapa besar ukuran kejantananku.. karena menurut dia aku adalah tipikal lelaki yang kuat dalam berhubungan seks.

Itu pun dia ketahui dari cerita istriku yang sering menjadi bahan perbincangan mereka berdua.
Aku jadi mengerti kenapa mereka sering tertawa hingga terbahak-bahak jika sedang berdua di kamar tidur aku dan istriku.

Siang itu Rina memintaku untuk menemuinya di salahsatu Mall yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami.
Aku pun menyanggupinya dan mulai bertanya-tanya ada apa gerangan yang membuatnya ingin bertemu di luar.

Sebenarnya sebagai lelaki yang telah banyak makan asam garam percintaan.. aku telah merasakan ada hasrat yang tersembunyi dari Rina.
Apalagi pesan BBM yang dikirimkan terakhir sudah sampai kepada tahap mengirimkan foto-foto dia tanpa busana.. meskipun bagian vitalnya masih ditutupi oleh tangannya.. tetapi justru membuat fantasiku semakin tinggi.

Aku duduk di sebuah tempat makan di mana dia memintaku untuk menemuinya di tempat tersebut.
Tak berapa lama Rina tiba dengan masih menggunakan seragam PNS-nya dan kerudung dengan warna senada.

Pikiranku mulai mengatur rencana untuk menentukan tempat kami kencan karena hampir dipastikan pertemuan ini akan menuju ke arah sana.

“Sorry yah Mas, udah nunggu lama yah..? Tadi jalanan agak macet sih jadi rada telat deh nyampenya..” Rina berkata sambil mengambil posisi duduk tepat di sebelahku sambil tangannya memegang pahaku di bawah meja.
Semerbak harum parfumnya menambah tinggi khayalanku untuk dapat mereguk kenikmatan dunia bersamanya.

“Kamu udah makan belom Rin..? Kalo belom makan dulu deh, mau makan apa..? Biar aku pesenin yah..” Aku bergegas hendak memanggil pelayan tempat makan tersebut namun segera disanggah olehnya..

”Loh..mas udah makan belum..? Aku sih udah makan tadi di kantor sebelum ke sini..” dia berkata sambil memegang tanganku yang hendak melambai memanggil pelayan.
Tanganku digenggamnya dengan erat.. seolah ingin menyalurkan hasratnya yang terpendam.

“Aku sih udah makan juga.. ya udah kamu mau ke mana dari sini..?” Aku berkata sambil memandang lekat bola matanya yang terlihat mulai sayu dipenuhi dengan gejolak hasrat yang membuat pandangannya menantang naluri kelelakianku.

“Kita cari tempat istirahat aja mas. Aku cape’ banget nih.. hari ini kerjaan lagi numpuk..” tanganku kembali diremas-remas sambil menatapku dalam-dalam.

Singkat cerita dengan mengendarai jeepku.. kemudi aku arahkan ke sebuah motel jam-jam-an yang letaknya sedikit di dalam.. sehingga parkirannya aman dari pandangan jalan besar.

Sepanjang perjalanan Rina mulai percakapan yang biasa tanpa mengarah kepada hal-hal yang berbau seks.
Mungkin dia juga masih canggung sama sepertiku.. karena dia adalah teman baik istriku sendiri.
Batinku mulai berkecamuk antara nafsu dan sungkan.

Setelah aku menyelesaikan administrasinya kami berjalan beriringan ke dalam kamar yang terletak di pojok dalam lantai dua Motel tersebut.

Begitu di dalam kamar aku segera merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk dengan dipenuhi pikiran-pikiran yang masih berperang antara iya dan tidak.

Aku bingung harus memulai dari mana, padahal kami telah berdua di dalam kamar dan semuanya telah mendukung ke arah peselingkuhan yang indah.

Aku tak tahu harus bagaimana dan berkata apa, akhirnya kupejamkan mataku sambil berlagak seolah-olah aku hendak tidur di atas kasur itu, menunggu reaksi lebih lanjut darinya.

“Loh, mas cape ya..? Emang kita ke sini mo tidur..? Aku pijetin yah..?”

Terasa kasur sebelahku tertimpa badannya dengan tangan yang mulai memeluk tubuhku yang terlentang dengan mata yang setengah terpejam.

Dadaku yang masih terbalut kemeja lengan pendek perlahan dielus-elus oleh tangannya dan jemarinya dengan lincah mulai mencari-cari puting dadaku dan terasa usapan-usapan halus di daerah itu.

Nafsuku yang masih kutahan terasa berontak diiringi dengan rasa geli pada puting dadaku akibat ulahnya.
Mungkin istilah ‘sedikit berkata banyak bekerja’ adalah istilah yang pas pada saat itu.. kami tidak banyak berkata-kata hanya hasrat birahi yang menuntun kami meminta untuk dipenuhi.

Wajahnya mulai mendekati wajahku hingga dengusan nafasnya terasa di pipi dan telingan kiriku.
Tak tahan dengan perlakuannya yang mulai mencium pipi dan menjilat-jilat kecil telinga kiriku aku segera membalikkan wajahku menghadap wajahnya dan bibirku langsung melumat bibir merahnya yang merekah.

Kami telibat ciuman panjang dan tangannya tergesa membuka kancing kemejaku.

Tanganku pun tidak mau tinggal diam melainkan ikut membuka baju kerja PNS-nya.
Tangan kananku menyelusup ke dalam baju kerja yang baru terbuka sebagian untuk segera meraih payudara yang selama ini memenuhi hasrat dalam khayalku.

Kuremas-remas payudara yang masih terbungkus dengan Bra nya sambil bibirku terus melumat bibir merahnya.

“Aaaahhhh..” desahanya tertahan oleh bibir kami yang masih bergelut diselingi lidah yang saling kait mengait.

Tangan kirinya perlahan menggenggam kemaluanku yang telah berdiri tegak masih di bungkus oleh jins dan CDku.

Tak tahan hanya meremas dari luar tangan kirinya pun menyelusup ke dalam melewati celah atas celana jinsku.

Mendapatkan serangan seperti itu, tangan kananku mulai membuka baju atasnya yang berupa kemeja dan menaikkan branya ke atas.

Rina mulai melenguh saat bibirnya kutinggalkan dan ciumanku kuarahkan ke lehernya yang jenjang dan menggairahkan kemudian bibirku mulai merambat turun ke payudara yang telah terbuka dihiasi dengan puting yang coklat kemerahan.

Kuisap-isap sambil sesekali kuberikan gigitan kecil pada puting payudaranya yang telah menegang dalam kulumanku.

Sambil tangan kanan ku mulai turun menyusup melalui celah atas celana panjangnya.

Masih dalam posisi menyamping aku buka kaitan dan ritsleting celananya.. sehingga tanganku lebih leluasa meraih bukit kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, sepertinya dia rajin mencukur daerah kewanitaanya.

“Aaaaaahhhhh.. gigit lagi maaaassss.. aaaahhhh.. geli maaassss..” Rina kembali mendesah karena kuserang dari dua titik yang peka rangsangan.

Bibirku masih mengulum puting payudaranya dan tangan kananku bermain di bukit kemaluannya yang telah berasa lembab dan berair pertanda bahwa nafsunya telah mencapai tahap untuk serangan lebih lanjut.
Tangannya sudah telepas dari kemaluanku karena posisi kami saat itu agak susah untuknya menggenggam kamaluanku.

Tak membutuhkan waktu lama aku telah melolosi celana jins dan CD ku dan dia sendiri telah aku lolosi semuanya dibantu dengan gerakan mengangkat pinggulnya dan badanya.
Lepaslah sudah semua penutup tubuh kami di atas kasur motel itu.

Mendapat serangan yang bertubi-tubi dariku tanpa dapat melakukan pembalasan, birahinya mulai terusik hingga aku didorong terlentang olehnya dan mulai tubuhku ditindih oleh tubuh motoknya.

Dimulai dengan menciumi bibirku ganas lidahnya mulai turun hingga melumat-lumat puting dadaku. Uuuhhh.. rasanya sungguh nikmat.
Dengan lincah lidahnya turun menuju perutku yang terbilang sedikit berotot dan dia mengecupnya dengan sedikit memberikan gigitan-gigitan halus di sana.
Seluruh bulu kudukku meremang mendapatkan perlakuan seperti itu.

Akhirnya kepala kemaluanku yang telah mengkilap dibasahi cairan precumku mulai dijilat-jilat dan dikulum-kulum oleh mulutnya.
Rasanya bagaikan terbang di awang-awang.
Begitu lihai lidahnya dan mulutnya menari di batang kejantananku yang telah mengeras menimbulkan rasa yang sulit kulukiskan dengan kata-kata.

Sambil mengulum kejantananku matanya menatap mataku yang sedang melihat aksinya.
Hal itu terasa sangat menggairahkan dan membangkitkan birahiku sebagai lelaki yang telah banyak menaklukan wanita.

Hhhmmm.. tepat seperti dugaanku, Rina memang memiliki nafsu seks yang besar dan liar di ranjang.
Mungkin dia kurang puas dengan suaminya yang kerempeng dan terlihat kurang perkasa dalam kesehariannya.

Hanya sekira 5 menitan dia mengulum kejantananku Rina langsung mengambil posisi mengangkangiku layaknya seorang joki berkuda yang professional.
Tanpa basa basi Rina langsung memasukan kejantananku yang berdiri dengan gagahnya dan memiliki ukuran di atas ukuran rata-rata orang asia ke liang nikmatnya.

Slebbh.. “Aaaaahhhh.. gede banget sih Maaaasss..”
Perlahan sekali Rina menurunkan pantatnya.. sehingga gesekan antara kelamin kami bergitu terasa.

Centi demi centi kejantananku menembus gua kenikmatan miliknya..
Urghh.. sensasinya sungguh lain jika dibandingkan dengan saat aku berhubungan intim dengan istriku.

Mungkin ini yang dikatakan nikmatnya perselingkuhan.. ada rasa was-was, rasa bersalah.. rasa khawatir dan rasa yang bercampur-aduk membuat persetubuhan ini terasa begitu melenakan.

Setelah kejantananku masuk seluruhnya ke dalam kemaluannya.. Rina perlahan menggoyangkan pantatnya naik-turun seperti sedang menaiki kuda tunggangan yang berjalan pelan.

Kemaluannya memang berbeda dari kemaluan istriku.. ada rasa seperti denyutan-denyutan halus yang menyelimuti kepala hingga batang kejantananku.
Denyutan itu semakin terasa ketika dia mulai menaik-turunkan pantatnya yang montok.

Tanganku tidak tinggal diam.
Kedua tanganku meraih masing-masing payudaranya dan melakukan remasan-remasan disertai cubitan kecil di puting payudaranya.

Rina mulai memperbesar suara desahannya dengan iringan bunyi pertemuan paha depanku dan pantatnya.
Semakin cepat goyangannya semakin membubung tinggi rasa nikmat itu aku rasakan.
Cengkraman vaginanya begitu ketat dan erat seolah hendak melumat habis kemaluanku yang bersarang di dalamnya.

Terlintas dalam pikiranku mungkin kemaluan suaminya tidaklah sebesar punyaku.. sehingga vagina istrinya yang sedang menaikiku begitu sempit dan menggigit.

Ekspresi wajahnya saat dia memacu di atasku sungguh mempesona.. ditunjang dengan struktur wajahnya yang menarik dan potongan tubuhnya yang sekal membuat nafsuku semakin memuncak.

Apalagi Rina menggoyangkan pinggulnya dengan begitu hebat. Terkadang dia memaju-mundurkan pantatnya.. terkadang dia bergerak memutar sehingga kejantananku serasa terpelintir di dalam ruang surgawinya.
Uuuhhhh.. begitu nikmat persetubuhan ini.

Goyangannya semakin cepat dengan irama yang menghentak-hentak.. sepertinya dia hendak mencapai puncak kenikmatan dunia tidak lama lagi.
Aku segera mengimbangi dengan kocokan dari bawah.. sehingga pantatku terangkat-angkat dari kasur Motel yang empuk itu.

Tiba-tiba saja dia menerkam mulutku sambil memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulutku.. dengan goyangan pinggul yang semakin cepat dan suara geraman laksana singa betina yang kehilangan anaknya.

“Aarrrrgggghhhhh..!”
Dia melepaskan kulumannya dan mendesah sedikit histeris mengiringi denyutan-denyutan di dalam vaginanya yang terasa semakin berair.
Badannya tersentak-sentak sambil memelukku erat dan mulutnya singgah di telingaku sambil menggigit pelan.

Aku mendiamkan badanku menunggu hingga Rina selesai menikmati puncaknya.
Kejantananku masih tertancap lekat dalam rongga vaginaya yang terasa becek.. tidak mau tinggal diam untuk mengejar puncak kenikmatanku.. aku segera membalikkan tubuhnya dan mengambil posisi di atasnya.

Kembali kugenjot Rina dengan perlahan agar dia mampu beradaptasi setelah selesai masa orgasmenya berlangsung.
Semakin lama semakin cepat aku menggoyangkan tubuhku yang gempal di atas tubuhnya sambil kujulurkan lidahku di sela-sela telinganya.

Rina mulai ikut menggoyangkan pinggulnya pertanda nafsunya telah mulai bangkit lagi.
Terkadang digoyangkan pinggulnya ke samping dan memutar menambah nikmatnya percintaan kami.
Semua urusan di rumah dan pekerjaan sudah tak lagi terpikirkan yang ada hanya kenikmatan yang terus merambah mendekati puncaknya.

Terasa olehku puncakku sebentar lagi akan tiba.. aku harus mengurangi tegangan karena masih ada gaya yang ingin aku lakukan dengannya.
Kucabut batang pejalku dari vaginanya yang merah merekah.. kedua tanganku mengangkat pinggulnya dan memutar hingga sekarang pantatnya yang padat, bundar, sekal dan besar menghadap ke arah kejantananku.

Hhhmmm.. Bokong yang menjadi impianku kini tersaji di hadapanku.
Vagina yang telah mekar seolah memanggil-manggil kejantananku untuk segera memasukinya.
Bulu-bulu hitam yang tercukur rapi semakin memperindah perabotan vital milik wanita yang tengah kusetubuhi ini.

Langsung saja kutusukkan batang kebangganku ke dalam kemaluan yang telah basah dan siap menerima tusukan mautku.
“Aaarrrhhh..” Rina mendesah saat kejantananku tanpa tedeng aling-aling memasuki vaginanya dari belakang.

Posisi doggy style ini memang sangat nikmat jika dilakukan dengan wanita yang memiliki bokong padat dan besar seperti Rina ini.
Tempo kocokanku segera kupercepat diselingi dengan desahan-desahan kenikmatan dari Rina.

Sepuluh menit kemudian tampak desahan rina semakin besar dan goyangan pantatnya semakin tak karuan.

“Maaaasssss.. Aku keluaaaarrrrrr..” badannya tersentak-sentak dengan vagina yang berdenyut-denyut membuat aku tidak dapat menahan pancaran maniku yang sudah akan menyembur.

“Riiinnnn.. aku mo keluar juga nih. Di maanaaaa..?” Denyutan di kepala penisku semakin terasa.

Rina segera membalikkan badannya.. sehingga kejantananku yang masih tertancap menjadi tercabut dari vaginanya.

Segera disambarnya kemaluanku dan dikulum dengan penuh gairah.
Aku pun tak tahan lagi mendapatkan serangan mendadak seperti itu.. apalagi memang puncakku sudah di depan mata.

“Aaaarrrggghhhh.. Enak banget Riiiinnn..” Crett.. cratt.. cratt.. crett.. crett.. spermaku memancur sebanyak lima kedutan.. dan tanpa membiarkan kejantananku keluar dari mulutnya semua cairan kenikmatanku diisap dan ditelan olehnya.
Badanku terasa begitu ringan bagai melayang di awang-awang.

Rasa kenikmatan yang menyelimuti tubuhku berangsur-angsur menghilang menyisakan rasa kepuasan yang tersungging di bibirku.
Rina masih menjilati kepala kemaluanku hingga bersih dari cairan kenikmatanku.

Aku terlentang penuh kepuasan di sebelahnya dengan memejamkan mata menikmati orgasme yang baru saja berlalu.
Dia terbaring di sebelahku dengan posisi menyamping sambil memeluk erat tubuhku.. dan terkadang jemarinya bermain di puting dadaku yang masih tersisa ketegangannya.

“Hhhhmmmm.. ga salah penilaianku. Mas memang lelaki sejati. Tahu gak Mas, kenapa aku sampe pengen banget ngerasain berhubungan badan sama mas..?” Rina berbisik di telinga kananku dengan tangan yang masih mengusap usap dadaku.

“Ga tau. Emang kenapa sih Rin..?” Aku kembali bertanya dengan mata yang masih terpejam.

“Soalnya aku sering denger cerita dari si Mba kalo Mas itu orangnya jantan banget and jago banget kalo maen seks. Setiap aku ketemu Mas, aku jadi menghayal gituan mas. Kaya gimana sih jantannya mas. Jadinya aku berani-beraniin aja minta Pin BB-nya mas. Cuman nunggu kesempatan yang pas..” ceritanya sembari mengelus-elus dadaku.

“Sebenarnya waktu aku datang ke rumah dan minta nomer Pin BB mas, aku tahu kalo si Mba’ lagi enggak ada di rumah. Soalnya, sebelumnya aku liat dia keluar sama si sulung pake motor. Jadi aku langsung ke rumah mas. Ternyata bener kesampean juga. Kapan-kapan kita ulangin lagi ya Mas..” Rina berkata yang menyerupai berbisik karena bibirnya tepat di telinga kananku.

Setelah berbincang-bincang pasca hubungan intim kami, kamipun bergegas pulang tentu saja saat mendekati kompleks kami.. dia turun kebih dulu agar menghindari kepergok tetangga atau orang-orang yang mengenali kami.

Sepertinya percintaan ini akan berlanjut.. karena Rina begitu terkesan dengan pegumulan kami tadi.
Hhhmmm.. aku menghela nafasku panjang-panjang sambil keningku berkerut dan terpikirkan olehku.

Bakalan BBM-an lagi nih. Gaaaassss ppppooooollllll..!! (. ) ( .)
-------------------------------------------
 
Cerita 26 – Nathalie.. Tetangga Kostku

Perkenalkan nama saya Rizky.. nama istri saya Linda.. tinggal di kota S di pulau Surga Lendir kata orang-orang.
Saya tinggal di kost-kostan yang kumpulannya keluarga aja semua.
Sengaja saya milih kost-kostan karena selain kerja saya yang gak pasti kapan akan dipindahnya juga karena di sana berkumpul keluarga-keluarga yang punya anak.
Bayangan saya pikir nanti bisa jadi temen main anak saya.

Oh iya.. saya sudah punya anak satu. Di mana keluarga kami termasuk keluarga idaman di kos-kosan tersebut.
Ya.. jarang berantemlah katanya.. yang anaknya cantik banget lah ato apalah. Yang pasti saya mencintai anak dan istri saya lebih dari apapun..

Namun ada kejadian yang sampai saat ini masih terngiang dalam benak saya.
Kejadian ini terjadi beberapa bulan yang lalu.. di mana saat itu mau masuk bulan puasa.

Karena memang kampung halaman saya dan istri saya jauh. Makanya jauh hari sebelum lebaran saya antar istri pulang duluan ke kampung halaman.
Meski dalam hati gak rela karena jatah ranjang jadinya hilang sampe setelah lebaran.

Suatu hari pas saya sendiri di kostan lagi nonton Tv malem-malem sambil ngebayangin ngelonin istri.. –onani..! Bhuff..– eh ada suara rame di depan kosan.. yang gak bikin kaget sich..
Ehm berantem lagi tu tetangga.. pikir gue dalam hati.

Tetangga saya itu namanya Iwan dan istrinya Nathalie –nama samaran..– Memang tetangga saya yang satu ini sering berantem.
Dan yang anehnya gak pernah ngerasa malu ma tetangga-tetangga. Kalo berantem hebat kadang sampe teriak-teriak gitu dah.

Huff ilang ni horny..! Kampret..! Rutuk saya dalam hati.

Pas saya intip dari jendela.. eh mereka berantem di teras rumah. Mana sampe istrinya dipukuli lagi.
Huff.. jadi iba sendiri saya melihatnya. Pikir-pikir.. kok segitunya suami tega ma istrinya..?
Eh.. anehnya pas habis mukulin istrinya dia langsung ngeloyor aja naek motor langsung pergi..

Ini bisa gak pulang sampe pagi ni.. batin saya. Ya.. karena mereka itu memang orang asli daerah sini.
Cuma dulu alasannya mereka kos karena gak enak sama orangtua kalo tinggal serumah.
Ya.. bisa jadi alasan juga kalo berantem gini biar gak malu kali ya. Hehehehe..

Nah.. ngelihat istrinya masih duduk sambil menangis sejadinya. Saya merasa iba sekali.
Pengen bantuin tapi itu urusan keluarga mereka. Tapi tengok kanan-kiri eh tetangga yang laen juga gak ada..
Kan mereka pulang semua ke kampung halaman.. pikir saya teringat.

Waduh kasihan juga. memang waktu itu para tetangga dah pada pulang kampung karena pengen puasa awal di kampung katanya.
Tinggal saya sama tetangga nih dah yang notabene mereka kan orang lokal. Hehehe..

Dag dig dug.. nih hati karena pengen bantuin tapi takut ntar ditolak atau malah ganti kena marah.. karena imbasnya.
Haduh.. akhirnya saya beranikan diri keluar sambil nenteng rokok ma korek. Pura-puranya mau ngerokok. hehehe..

Pas di depan pintu.. eh dianya kaget ngelihat saya keluar.. trus sambil nunduk malu mungkin.

Saya beraniin aja buat nanya.. ”Mbak gak papa..?” Kata saya.

”Gak papa mas..” kata Nathalie.. ”Dah biasa kok..” lanjutnya.

“Kalo buat saya itu gak biasa mah..” kata saya.

”Biasa.. si Iwan kalo marah mang gitu kok mas. Ujung-ujungnya pasti mukul..!” Katanya.

”Waduh.. gak kasihan apa ya istri sendiri dipukulin..?” Kata saya.. dia cuma tersenyum saja.

Ga sampe agak lama sekitar 5 menitan diem.. saya buka percakapan lagi biar gak canggung.

”Memang cowok tu gitu mbak. Kalo waktu pacaran ni.. ceweknya kesandung pasti bilang.. ‘gak papa sayang..? Sakit..? Kurang ajar nih. Sapa yang naruh batu di tengah jalan gini..?’ Coba kalo dah nikah.. istrinya kesandung.. eh gimana sih jalan..!? Mata tuh taruh di mana..!?” Canda saya.

Sambil senyum-senyum dia bilang.. ”Mang mas Rizky juga gitu ke mbak Linda..?” Jawabnya.

”Hehehe.. gak dunk mbak. Gak tega..” kata saya.

”Ehm kan kalo cowok tuh gitu kalo maunya udah dapet gak mikir lagi sama istri..” katanya setengah serius setengah bercanda.

Sekilas saya lihat sepertinya amarah ma sedihnya sudah agak mereda. Terlihat dia sudah mau ngomong dan agak ngajak bercanda..

Langsung saja saya jawab.. ”Iya tuh mbak. Malah kata bos saya di kantor tu gini.. semua cewek tuh sebenernya rasanya sama aja. Gak yang cantik.. gak yang biasa.. kalo dah di ranjang.. dah ditidurin.. ya habis itu rasanya pengen nendang ja..” celoteh saya asal.

Dia ketawa kecil.. untungnya. Padahal saya mikir tu momen gak pas kalo saya bercanda gitu. Huff.. untungnya dia gak tersinggung.

Pas dia ketawa.. eh ada bunyi hape.. SMS.. Mungkin dari suaminya kali ya..? Batin saya.
Yang pasti setelah SMS itu dibaca raut muka mbak Nathalie kembali tegang..

”Siapa mbak..?” Tanya saya.

”Si Iwan mas. Bilang gak pulang katanya malem ini..”

“Lah.. si mbak sendirian dunk..?” Walah..

”Iya.. biasanya juga gini mas. Pasti kalo gak tidur di rumah ibunya ya ke tempat temennya..” lanjutnya sambil menghela napas panjang.

”Kok gitu mbak..? Lah mbaknya tuh kasihan pipinya agak lebam..” kata saya sambil saya tunjuk pipinya dia.. sekilas memang terlihat biru lebam pada pipi mbak Nathalie.

”Bentar mbak saya ada es batu buat ngompres pipinya..” kata saya sambil ngeloyor masuk ambil es. Dia diam saja.

Saya ambil es dan kain kompres sekalian saya hidupin kompor.. masak air hangat buat bikin teh hangat atau kopi.. buat meredakan amarah dia.
Hehehe.. dari sini masih gak ada pikiran aneh nih. Cuma iba dan kasihan saja.

“Masuk mbak. sini..” kata saya mempersilakan masuk ke ruang depan. Dia masih malu.. sambil cengar-cengir saja.

“Udah.. masuk aja gak papa. Daripada besok pagi tu pipi lebam kayak disengat tawon..” canda saya.

”Gak enak mas ma tetangga. Lagian saya sungkan sama mbak Linda..” jawabnya.

”Kan tetangga pada pulang. Lagian juga ngapain sungkan sama Linda..? Kayak mau rebut suaminya aja. Lagian Linda kan lagi gak ada..” canda saya lagi. Dia senyum sambil masuk ke ruang depan.

“Mbak mau teh atau kopi..?” Tawar saya.

”Kopi gak papa mas.. biar gak ngantuk..” katanya.

”Mau ronda keliling ke mana mbak kok gak ngantuk..?” Canda saya biar lebih cair suasana.
Memang di lingkungan ini saya dikenal suka bercanda. Maksud hati sih buat akrab ma tetangga. Hehehe..

”Mas Rizky ni bisa aja. Kan saya lagi sedih mas. Gak pengen tidur. Pengen begadang aja sampe pagi. Mang Iwan aja yang bisa begadang..?” Jawabnya masih terdengar rada emosian.

”Ya udah.. kalo gitu saya temenin dah gak tidur. Biar Ronda bareng. Hahaha..” canda saya ngawur sambil menghampiri bawa kain kompres sama 2 cangkir kopi.

”Sini biar saya bantu ngompres pipinya mbak..” tawar saya sambil langsung nempelin kain langsung ke pipinya.
Sejenak dia meringis menahan perih pas saya seka pipinya..

”Maaf mbak ya kalo boleh saya tanya.. mang kenapa mbak tadi berantem..?” Tanya saya langsung.

”Ehm.. ehm. malu mas kalo cerita..” sambil dia senyum-senyum.

”Malu kenapa mbak..? Udah.. cerita aja biar pikirannya plong. Siapa tahu saya bisa bantu..” desak saya sambil bercanda..

Nah.. pas nyeka pipinya untuk kesekiankali ini baru saya merasa kali mbak Nathalie ini lumayan cantik.. dengan rambut agak keriting dan bibir agak tebal seksi.. Persis kayak bibir Linda.. batin saya.
Yang saya tau bibir gini ni enak banget buat ngisepin penis.. ugh tebal banget. Jadi horny inget istri lagi nih..

Pas lihat lehernya eh kok ada luka kayak tergores gitu. Saya beranikan ngompres sambil tanya.. “Mbak ni kenapa lehernya kok luka..?” Tanya saya.

”Kena cincinnya Iwan, kali mas..” katanya.

”Anu mas .. Tapi jangan ketawa ya..” katanya.

“Kenapa mbak..?” Tanya saya.

”Si Iwan tu kan dah 3 malem ni gak pulang. Dia begadang aja. Saya ditinggal di rumah ibunya mas.
Pas sekarang dah balik ke kos eh dia malah di telpon sama temennya.. katanya kumpul-kumpul lagi.
Kan saya jengkel masa saya ditinggal lagi. Mana sekarang saya sendiri di kosan kan.
Pas itu saya agak ngelarang dia eh dianya malah bentak saya. Saya emosi.. saya bilang mau milih istri ato temen gitu. Eh saya malah dipukuli mas..” katanya kembali sedih.

“Wah.. mungkin mbaknya terlalu keras ngasih tau. Lagian juga kan dia ma temen-temennya. Gak selingkuh kan..?” Bela saya sambil bercanda.

”Iya si mas kayaknya.. tapi saya kan istrinya.. saya pengen dimanja.. pengen ditemenin malem-malem..” katanya.

”Pengen dikelonin ya mbak..?” Canda saya.. dia ketawa.

”Iya gitu mas.. masa’ saya gak diurus 1 minggu ini. Saya gak disentuh sama sekali..” katanya agak terbuka.

”Ooh.. masalah itu tho. Kalo itu saya gak bisa bantu mbak. hehehe..” kata saya.

“Iihh.. mas ni bercanda aja..” katanya sambil ngangkat cangkir kopi.

Entah berapa lama saya ngompres pipi ma leher mbak Nathalie sambil ngobrol.. daritadi masih saja saya terus kompres tu leher.
Entah juga apa karena malem-malem dan saya berpikir yang aneh-aneh.

Tapi yang lebih aneh pas saya lirik agak ke bawah dari leher kok kayaknya ada yang mencuri keluar dari bajunya. Yang baru saya sadari itu adalah puting susunya..

Waduh.. gak pake BH si mbak ni.. batin saya.

Ya.. waktu itu mbak Nathalie cuma pake baju tidur model kaos ma celana.. dengan kaos lengan pendek dan juga celananya..
Baru saya sadar.. paha tu ada di depan saya..! Dada itu di depan saya. Leher jenjang itu ada di tangan saya.

Huff.. pikiran aneh menjalar.. Mbak Nathalie tetangga saya.. sedang di depan saya malem ini.. di rumah saya.. yang katanya juga belum dijamah 1 minggu ini. Haduh.. apa ini..??
Gendeng.. asem.. kupret..!
Teriak saya dalam hati.

Namun yang gak bisa saya pungkiri.. hati dengan penis saya ini gak mau kompromi. Perasaan saya kecut.. eh malah penis saya melecut.. waduh.
Mana saya gak pernah pake celana dalam.. kalo tidur cuma pake celana kolor pendek..!! ASEM.. Huff..

Kagetnya.. waktu pas Mbak Nathalie ngomong. “Gimana mas ya. Saya kan pengen hidup normal kayak mas Rizky ma mBak Linda..” katanya.

“Lah.. mang kenapa dengan saya ma Linda, mbak..??’ Tanya saya bingung.

’Iya.. kan mbak Linda tu enak gak pernah dipukuli ma mas Rizky.. Lagijuga kebutuhannya terpenuhi terus..” katanya.

“Heh..?? Kata siapa mbak..? Kebutuhan yang mana nih..? Sama aja mungkin. Tapi memang saya gak pernah suka mukul cewek..” jawab saya.

’Ya.. kebutuhan yang malem-malem. hehehe..” katanya rada malu-malu.
“Malah kadang bukan malem aja. Siang juga kadang dapet. Enak banget tuh..” lanjutnya.

’Wahh.. darimana mbak tau..?” Tanya saya curiga.

“Lah.. kan kedengeran. Kadang mbak Linda suaranya agak kenceng.. sampe kedengeran saya yang lagi ngerumpi ma mbak-mbak yang laen..” lanjutnya sambil senyum-senyum.

”Waduh.. jadi kedengeran tho..? Jadi malu nih..” jawab saya. Memang untuk urusan yang 1 ini saya gak bisa ditolerir.
Kalo lagi pengen.. entah itu siang.. pagi.. sore.. malem.. kadang subuh juga harus keluar. Kadang istri lagi tidur aja saya tubruk aja biar dia kaget. Hehehe..
Ntar kalo dia mau marah tinggal saya bilang.. ”Kejutan..!” Hehehehe..

“Udah.. mas gak usah malu. Mbak Linda juga kalo lagi ngumpul-ngumpul bareng kita suka ngomong kalo masnya maen seruduk ja. Lagian juga normal kok mas. Hehehe..” katanya.

”Kalo itu si gak normal mbak. Kadang saya takut Linda marah kalo langsung saya tusuk. Hehehe.. Lah.. mang Mas Iwannya gak gitu tha mbak..?” Balas saya agak nyerempet.

”Gak tau mas kalo Iwan. Kadang males ma dia. Saya udah naek eh dia dapet SMS.. eh malah baca SMS ma bales SMS an.. aneh. Makanya tadi saya suruh pilih mau milih istri apa temen-temen gitu..” jawabnya kesel.

”Waduh.. mungkin dia pengen lebih dari mbak..” tebak saya.

”Iya itu mas. Dia kan suka nonton Film Bokep yang orang barat tu mas. Dia bilang kalo ceweknya cantiklah.. piranglah.. trus susunya gedelah..” jawabnya.

”Lah.. masa punya mbak kurang gede..?” Tanya saya spontan.

”Gak tau.. kurang katanya..” jawab mbak Nathalie..

“Waduh. Padahal punya mbak lebih besar dari punya Linda mbak..” jawab saya keceplosan.

”Darimana mas tau..?” Tanyanya curiga.

“Anu mbak. yang dulu mbak tu keluar ma Linda.. Linda tu pamitnya mau beli daleman katanya. Pas dia pulang saya cek kok ukurannya 34C.. kan punya dia cuma 34 B.. Eh pas gitu dia bingung katanya ketuker kali ma punya mbak..” jawab saya malu.

”Iihh.. mas Rizky ni genit suka ngintip BH orang..” katanya sambil nyubit tangan saya.

”Waduh mbak saya ndak berani lho mbak. Waktu itu aja karena ketuker. Maaf ya mbak..” jawab saya malu.

Tiba-tiba kok ada lagi pikiran ngeres saya. Pengen mancing siapa tahu ni mbak Nathalie mau bobo-bobo sama saya~. hahahahaha..

Setan tertawa langsung saja saya tanya.. “Mbak.. mang cewek tuh suka gimana si kalo lagi ngeseks gitu..?” Pancing saya.

Eh dia kaget juga. Tapi masih aja sempet dia ngejawab..
“Kalo itu sih tiap cewek beda-beda mas. Kalo saya sih suka dielus.. dimanja.. dikasih kata-kata manis gitu mas..” jawabnya tanpa malu lagi..

Entah dorongan napsu apa setan.. yang pasti napsu setan.. saya beranikan pegang leher mbak Nathalie yang tergores tadi.. sambil saya bilang..
“Iya nih mbak mas Iwan kok tega-teganya bikin luka ni leher mulus..” Antara takut ama napsu gue beranikan tu lari ke tengkuk.

Eh dia malah ngejawab.. ”Untung cuma lehernya yang luka mas.. bukan yang laen..” jawabnya sambil cengengesan.

Wah..angin segar nih.. batin saya..

Langsung aja saya agak bisikin dia..” Mbak.. lihat mbak gini.. saya jadi inget Linda..”

”Iihh.. mas Rizky nih napsu ya..?” Katanya.

“Udah ah.. dah malem ni. Gak enak ma orang kalo tau saya lama di sini malem-malem mas.. Makasih ya mas..” katanya sambil berdiri dan ngeloyor pergi..

”Mbak.. mbak.. kok pergi..!?” Sambil saya pegang tangannya.

Eh.. dia malah terus jalan.. saya gak enak hati ma gak enak penis nih.. Udah niat jelek harus tuntas.. batin saya. Tapi malah Mbak Nathalie terus jalan.

Langsung saja saya peluk dari belakang. Saya ciumi tengkuknya sambil tangan kanan saya agak meraba dadanya dari luar.
Yang ada di pikiran saya cuma biar ancur-ancur sekalian dah.
Takutnya dia ngomong sama istri saya.. jadinya runyam. Sekalian saya hajar aja biar runyam sekalian..

Eh.. tanpa diduga malah dia berbalik menghadap saya.. “Sabar mas. saya gak mau pulang kok. saya cuma mau nutup pintu.. gak enak kalo orang ngelihat kita berdua gini.. sama-sama napsu lagi..” katanya..

Jeder..! Geledek serasa menyambar pikiran saya. Anjrit..! Ternyata mbak Nathalie mau juga.
Hehehe.. asem.. langsung saja saya cium buas bibirnya yang tebal itu.. sambil mendorongnya perlahan agar sekalian nutup pintu..

Pintu tertutup.. langsung saya kunci.. saya tarik kuncinya dan saya buang ke kasur lipat depan tv.

”Mbak kalo mau keluar dari sini ada syaratnya lho..” kata saya.

”Mbak nafkahin saya dulu.. ato kalo gak mbak ambil kuncinya di kasur tuh..! Gimana..?” Lanjut saya.

”Biar orang bilang kalo saya nyulik mbak ato gimana. Mau gak mau mbak saya perkosa, gimana..?” Canda saya.

”Saya rela diculik mas. Saya rela diperkosa mas Rizky. Lagian sama aja saya ambil kunci tu di kasur juga ntar ngangkang dulu kan buat mas Rizky..?” Jawabnya sambil langsung menyerbu bibir saya.

Tangan saya gak mau kalah. Diserbu bibir.. saya remas-remas pelan dadanya. Dada ketiga yang pernah saya sentuh setelah ibu.. dan istri saya.
“Ehhmm..” lenguhnya.. sambil terus lidahnya mencari lidah saya.

Saya raba pantatnya yang sebenernya kurang berisi dengan tangan kanan saya.. Masih bohai-an pantat Linda.. batin saya.

Langsung saya angkat badannya.. saya bopong sambil masih terus saja berciuman..
Saya rebahkan Mbak Nathalie di kasur. Saya cium pelan pipinya yang masih lebam itu.

Saya teruskan ke telinga.. leher.. perlahan menyisir ke atas dadanya.
Sengaja saya gak buka bajunya. Saya ingin bermain-main dengan nafsunya dulu.. agar Mbak Nathalie tahu.. saya adalah pria yang lebih baik dari suaminya.

Perlahan jilat puting dari luar kaosnya.. terlihat Mbak Nathalie blingsatan menahan nafsu.. sambil tangannya merangsek ke bawah.. berharap menemukan penis saya.

Saya tuntun tangannya agar menemukan penis saya. Diremas pelan.
Agak dikocok dari luar celana pendek saya.. terasa nikmat tapi agak sakit.. karena celana saya lama terasa panas menggesek permukaan penis..

”Mas.. buka baju saya mas. Telanjangi saya mas. Perkosa saya mas..” ibanya setengah berbisik.

Kembali saya pagut bibirnya..” Sabar ya mbak..”

”Aarghh..” katanya.. langsung dia dorong saya hingga saya jatuh terduduk.

Dilepaskan sendiri bajunya.. dan celananya.. Dan oh.. CDnya dia pake CD cuma kayak tali rafia. Waduh.. gak muat tu CD nutup bulunya yang lebat. Pelan-pelan dia pelorotin CDnya dan.. Slup.. dileparkannya CD tu ke wajah saya.

Langsung dia duduk dia atas pangkuan saya. Menciumi bibir.. telinga lalu leher saya.
Lalu berkata..” Saya dah siapin ini semua buat Iwan mas.. tapi dia gak mau. Buat mas Rizky aja saya rela kok. Daripada basi..” katanya.

Omongannya menaikkan tensi napsu saya. Langsung saja saya tarik kepalanya.. saya cium muka bibirnya.. sambil tangan saya meremas kuat kedua susunya..

Kali ini ciuman saya turun ke leher jenjangnya.. menuju dadanya yang sudah siap untuk dibasahi ludah saya.
Tapi kali ini saya hanya bermain di seputaran susunya saja.. tanpa menyentuh sedikitpun puting..
Pelan saya putar lidah saya mengelilingi areola putingnya pelan dengan kedua tangan saya meremas kuat susunya yang lebih besar sedikit dari si Linda.

Akh.. Linda. Aku sudah lupa dia.. sekarang sudah ada penggantinya. Cukup semalam saja.. batin saya.
Biar saya lupa sama Linda semalam saja.. biar saya nikmati ini neraka saya.. tanpa Linda..

Kini tangan kiri saya dituntun Mbak Nathalie menuju kelebatan hutan rimbanya.. Huff.. Basah. Basah. Basah.. sangat basah.
Pelan saya kuak rimba itu. mencari goa pembawa basah.. yang nantinya saya sumpal dengan tongkat saya lagi.. agar lebih basah. hehehe..

Ini dia bibir vaginanya.. perlahan saya elus lembut permukaan vaginanya.
Dan tak dapat saya kira.. baru saya elus untuk yang beberapakalinya Mbak Nathalie sudah menegang dan kemudian terkulai lemas.

Semakin banyak cairan merembet ke hutannya.. Huff.. mbak. Bisa 5x saya buat KO nih.. pikir saya.

Mbak Nathalie melemas. Ciumannya melemah.. Tapi saya gak mau berhenti di situ.. langsung saya korek bibir vaginanya.
Saya cari kacangnya perlahan.. hingga ketemu. Wow.. besar sekali kacangnya.. pasti napsunya besar sekali..

Saya permainkan kacangnya pelan. Dia kembali mendesah.. ”Oough mas.. curang Mas Rizky nih..” katanya.
“Saya udah banjir mas Rizky masih masih pake baju.. lengkap lagi. Gak mau apa ya perkosa saya..?” Rengeknya manja.

Tidak saya gubris bisikannya.. tetap saya permainkan hingga selang beberapa menit kembali mbak Nathalie kelojotan.
Kali ini agak agak keras merangkul saya.. hingga saya gak bisa bernafas ditekan susu besarnya itu.

Ooh. hingga akhirnya kembali lemas. “Uugh..” lenguhnya..

Tapi kali ini berbeda dari yang pertama.. Mbak Nathalie langsung semangat melucuti kaos saya dan berdiri mau mengangkat saya agar juga berdiri.. saya turuti kemauannya.

Langsung ditarik celana saya sambil dia berjongkok di depannya..
Ups.. penis saya menegak di mukanya.. langsung diserbu habis.. dijilat.. dicium.. dan agak diremas biji pelernya.
Ugh.. nikmat sekali..!

“Saya bales sekarang..” katanya sambil terus menjilati penis saya.

Akhirnya dimasukkan penis saya ke mulutnya. Agak sesak. Ughh.. enak banget nih.. batin saya..

Disedot-sedot penis saya. Ehm.. memang tidak salah tu bibir tebal anget.. enak banget kayak divacum cleaner aja nih mani saya.. mau meledak keluar.

Agh.. gak bisa gini nih.. Langsung saya tarik wajahnya menjauh dari penis saya.. terus saya jongkrokin tubuhnya ke kasur..

Saya jongkok dan mengangkat kedua kakinya agar tertekuk.. ”Asik udah mulai nih..” katanya..

”Eits.. gak juga..” kata saya langsung membenamkan muka saya ke rimbunan jembutnya..

”Aaduh mas.. udah mas.. jangan digituin. Saya pengen langsung ditusuk mas..” katanya.

Tak lagi saya hiraukan perkataannya.. saya jilat kacangnya hingga mbak Nathalie mengangkat pantatnya.
Kedua tangan saya meraih gunung kembarnya. Tak lagi ada protes.. yang ada hanya rintihan dan erangan.. sampai dia kembali mengangkat tinggi pantatnya.. Srrr.. srrr.. srrr.. dan muka saya terbanjiri cairan vaginanya.. ugh masih banyak juga..

Mbak Nathalie Tak mampu bergerak lagi. Hanya diam dan menikmati sisa-sisa orgasmenya..

Saya berinisiatif ke belakang.. mengambil air putih buat dia minum.. Saya kasih gelas minum ke dia. Dihabiskan sekali tenggak.
Wow.. mungkin haus banget kali ya..? Hehehehe..

Saya rebahan di sampingnya. sambil memeluknya dari samping. ”Mbak.. mang gak papa kalo saya ngentot mbak..?” Tanya saya bodoh.
Langsung mbak Nathalie berbalik menghadap saya dan menampar pipi saya..

”Mas pikir saya marah setelah saya diginiin ama mas..? Kenapa gak tanya itu dari awal aja kalo gini hah..?” Marahnya.. langsung dia menaiki saya..
Di atas saya ia mengarahkan barang penis saya ke dalam lubang surganya..

“Kalo mas gak berani kurang ajar sama saya.. mending saya aja yang kurang ajar sama mas Rizky..” katanya.

Slepph.. Masuk juga setengah batang saya.

Ditekan keras pantat Mbak Nathalie hingga.. Blesshh..! Oughh.. kita sama-sama melenguh..

”Mas Rizky puas..? Sekarang dah terlanjur masuk.. kan..? Biar saya kurangajarin mas Rizky terus..” katanya.

Anjrit masih nafsu aja mbak ini..! Batin saya.. terus dipompa penis saya dari atas.. Slepp slepp slepp..

Uugh.. nikmatnya.. NIKMAT BANGET NI MemeK.. LEBIH NIKMAT DARI si Linda, nih..

Genjotan mbak Nathalie tambah lama bukannnya tambah pelan.. malah semakin beringas.

”Aghh.. aghh.. mas.. saya mau keluar lagi mas.. mas tolong mas..” katanya.

Langsung saya saya pegang pinggang mbak Nathalie dan saya bantu genjot penis saya dari bawah..
”Agh.. agh.. mas..” rintih dan erangannya makin kenceng.

Serasa dijepit keras penis saya.. dan mbak Nathalie ambruk di tubuh saya..

Dan saya..? Saya gak terima.. lah penis saya masih tegang.
Langsung aja mbak Nathalie saya rebahin di samping saya.. saya tusuk tajam penis saya.. gak peduli dia masih orgasme ato apa.
Saya tusuk brutal aja tu meki.. sampe dia kembali terangsang.. bibirnya monyong-monyong mengejar bibir saya..

Ehm.. gak terasa dah 20an menit saya di atasnya. Saya dah gak nahan.. seperti kesurupan dia menggelinjang lagi..

Lah kok mau keluar lagi.. hingga akhirnya dia bilang.. ”Mas saya gak tahan mas..”

“Sabar mbak kita bareng ya..” kata saya.

Agak konsen saya genjot penis saya di mekinya terus hingga ada cairan yang mau meledak di ujung helm..

”Uughh..” Langsung saya tingkatin genjotan saya lebih cepat.

Dan akhirnya mbak Nathalie tak kuasa membendung orgasmenya lebih dulu dah..
crott crott cratt.. crett.. crett.. keluar semua tabungan mani saya ke dalam rahimnya..

Anjrit serasa diperes ni penis.. batin saya. Saya terkulai lemas dan menciuminya..

“Makasih mbak ya..” kata saya.
”Saya yang makasih banget mas..” katanya..

Ugh nikmatnya nih tetangga.. jadi pengen terus-terus. Eh lihat jam dah jam 3 pagi..
Wedew.. saya inisiatif tidurlah.. Meski masih naik gara-gara lihat puting yang belum terjamah itu..
Tapi sejak saat itu hubungan saya dengan Nathalie terus berlanjut walaupun tidak berani terang-terangan di depan umum. (. ) ( .)
-------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Cerita 27 – Istri-istri Tetangga

Ita, Candra dan Rina


“Wow.. nafsu nih ya..” si Ita ngeledek.
Asyik banget deh pantat si Candra yang nonggeng gue remes-remes.. tempelin abis mekinya dengan penis gue.. Candra langsung horny.. pingggangnya digoyang yang otomatis mekinya berputar di
atas penis gue.

Sekitar 3 menit adegan itu gue pertahankan.. sebenarnya gue udah nafsu banget mau langsung masukin penis gue ke memeknya Candra.. yang gue yakin udah basah.
Sabar cing.. gue musti cool dong.. pasang strategi. Soalnya masih ada 2 vagina lain menanti.

Perlahan gue melorot.. dengan tetap mata memandang dia tangan gue pindah berputar meremas perlahan toketnya yang pentilnya
relatif masih belum gede.

”Eh elo jangan ngiri.. sementara belum dapat giliran elo pada meremas sendiri aja dulu..” masih sempat juga Candra ngeledek temannya yang terpana melihat gue yang sambil meremas toketnya.. sambil usaha jongkok depan dia.. pakai gigi gue tarik perlahan CD-nya.

”Enak ya Can remasannnya Mas Luki..?” Rina bertanya tanpa arah.. karena gue tau dia juga tanpa sadar meremas dan memilin pentil toketnya.

“Kita suruh buka sendiri ya..” Ita protes narik sedikit CD-nya.. sambil tangannya ngobel memeknya sendiri.

“Sini dong sayang.. tangan gue enggak sampe kalau elo pada jauh-jauh..”


Gue enggak bisa ngomong panjang lagi.. karena Candra narik kepala gue ke arah vaginanya minta dijilat setelah CDnya melorot sampai dengkul kakinya.
Anjir.. kesampean juga gue jilatin dan rasain vaginanya Candra yang jembutnya gilaaaaaa..!!!!
Itilnya agak gembung.. merah banget.. gue tahu setelah berupaya keras menepis bulu jembutnya.


Sejenak ruang ganti sunyi.. sambil ngejokil abis liang kenikmatannya Candra gue solider untuk pelorotin CD-nya Rina dan Ita barengan.. dan inilah pemandangan matanya pemirsa sekalian:
------------------------------

Aku tinggal di suatu kompleks perumahan kelas menengah di Jakarta Timur, tidak terlampau besar, kurang lebih dihuni oleh 150 keluarga kelas menengah keatas.

Hanya beda 1 jalan dari rumah, di pojokan terdapat rumah yang sangat asri yang ditempati oleh keluarga pak Juli seorang pengusaha tanggung yang kegedean lagunya. Biarin deh dia belagu terus yang penting bokinnya cing.. kutilang –kurus tinggi langsing..– kulitnya kuning, rambutnya hitam abis dan matanya tuh.. geunit pisan.

Di kompleks.. di antara Bapak-bapak muda pembicaraan mengenai bokinnya Pak Juli enggak pernah kering.. giliran yang rumahnya ketiban arisan Ibu-ibu kompleks pastilah sang Bapak selalu standby di rumah.

Enggak lain enggak bukan soalnya Mbak Candra, begitu namanya.. terkenal kalau pakai baju paling berani.. pakai rok mini baju rendah belahannya dan paling sering ngongkong duduknya.

Yang lebih gile lagi kalau dia tahu sang Bapak ada dan ngelirik doi.. secara sengaja dia pamerin CD-nya yang sumpah.. jembutnya sebagian betebaran nongol keluar dari pinggiran CD-nya.

Bulan lalu rumah gue yang ketiban rejeki ngadain arisan, so pasti gue pura-pura repot bantuin bokin nyiapin segalanya, tau dong gue musti tampil keren abis.. jins Versace dan baju gombrong Guess sengaja gue lepas kancing atasnya, biar seksi katanya.

Bener aja, gue liat si Mbak Candra duduk dipojokan menghadap kamar kerja gue yang pintunya gue buka setengah aja.

Sambil menghadap komputer secara nyamping gue bisa melihat ke arah ruang keluarga, khususnya ke arah doi duduk. Sundel banget, doi sore itu pakai rok mini hitam kontras dengan kulitnya dan pakai baju beige yang ketat, tapi bahannya alus banget.
Gue masa bodo deh denger ibu-ibu berkicau yang penting gue bisa liat terus Mbak Candra yang sesekali juga ngelirik gue, kalau bertatapan gue senyum doi juga dong.

Mulailah doi buka jepitan pahanya, asli coy celana dalemnya yang krem keliatan, tengahnya keliatan item pasti karena jembutnya yang lebat, dan duile itu jembut gimana sih koq pada berurai keluar.

Tiba-tiba doi ngedipin gue, terus gue bales ngedip sambil julurin lidah, eh dia malah senyum senyum dan sambil meremin matanya seperti orang kalau lagi keasyikan di toi.

Gue makin nekad, sekarang gue ngadep kedia sambil ngangkang dan secara atarktif gue usap-usap penis gue dari luar celana, terus gue kasih kode supaya dia menuju kamar mandi, belagak kencing lah.

Doi ngangguk, terus dia samperin bokin bilang mau numpang ke kamar mandi.
Gue dan doi tahu banget.. di kamar mandi luar masih dipakai sama ibu Agus yang gendut dan beser melulu.

”Mas.. ini ibu Candra mau numpang ke kamar mandi yang di sini..” bini gue dengan polos ngajakin doi ke kamar mandi yang ada di ruang kerja gue.
“Ya nih Pak Luki.. abis kamar mandinya masih lama rasanya dipakai Ibu Agus..”

“Numpang ya.. abis udah enggak tahan kebanyakan minum..” biasalah doi basa-basi biar enak di kupingnya bokin.
“Silakan Bu, tapi enggak papa khan saya nerusin kerja di komputer..? Maklum Bu.. belum jadi pengusaha seperti Pak Juli..”
”Ah Pak Luki bisa aja..” kata doi sambil nyelonong ke kamar mandi gue.

Dasar otaknya juga pinter dalam hal berselingkuh, doi buka pintu kamar mandi setengah dan bilang..
”Pak Luki, ledengnya rusak ya..?” Bokin gue masih ada lagi di situ.

”Mas coba liat dulu deh.. bantuin Ibu Candra.. malu-maluin aja kamar mandinya..” bokin gue setengah ngomel.

”Biar dibantu sama Mas Luki ya Bu.. dia yang sering pakai kamar mandi itu..” terus bokin balik lagi ke kamar tengah.. soalnya bokin musti tanggungjawab dong sama rakyat arisannya.

Dengan belagak males-malesan gue berdiri.. eits.. penis gue masih ngaceng lagi. Aah cuek deh.
Mbak Candra ngelirik juga dan secara refleks doi ngeraba selangkangannya.. anjir.. terang aja itu tenda celana gue makin tinggi..

”Hayo, celananya kenapa tuh..?” Dia berbisik waktu gue masuk ke kamar mandi.
"Kamu sih bikin aku horny.. jadi aku yang sengsara deh. mana pakai jins lagi..” gue nekad ngomong gitu sambil ngeraba paha mulusnya.

Gilanya doi bukannya marah.. malah bilang.. ”Ya.. kalau di bagian itu sih belum asyik..”
“Abis yang mana dong kalau asyik..” gue masih setengah berbisik menyelusurin pahanya ke arah memeknya yang berjembut gila..

”Nah yang itu baru asyik.. kamu juga kalau saya gituin juga asyiklah..” gantian doi yang ngelus penis gue dari luar sambil coba-coba buka ritsletingnya.

Busyet gila juga ini perempuan, mana bau Isei Miyakenya merangsang banget
.

Gue enggak tahan.. ”Mbak ngentot yuk..” kata gue edan-edanan.
“Ayo, kapan dong..? Mending berani lagi..” tangannya sekarang udah masuk ke dalam jins gue dan mulai narikin halus penis gue.

“Eh.. siapa takut apalagi kalau ngentotnya bareng Mbak..” gue sekarang udah berhasil masukin jari ke dalam memeknya yang basah dan lembab.

”Besok ya.. ke kolam renang Ancol, jam 10..”

Babi banget nih si Mbak.. kenapa ke kolam renang sih..? Emangnya gue kecebong..?

Besok jam 10 kurang seperempat gue udah standby di parkiran kolam renang Ancol.. gue telepon dia dengan nomor yang dikasih kemarin secara rahasia.

“Mbak, aku udah sampe nih, kamu di mana..?” Gue rada waswas juga kalau doi enggak dateng.
“Ini aku baru mau masuk Ancol.. tungguin ya. Penisnya udah ngaceng lagi belum..?”

Sialan.. ngetest gue kali.. tapi koq kedengarannya rame banget sih.. ada yang cekikikan di belakangnya..?
Mati gue, jangan-jangan gue mau dijebak, siapa tau dia bawa bokin gue juga.


“Kamu sama siapa sih..? Koq rame banget.. gue jadi bisa enggak ngaceng lagi nih.. Janjinya gimana sih..? Katanya mau ML.. eh kamu bawa orang lain..?” Setengah kesel gue ngomong di telpon..

”Pasti deh janjinya.. pokoknya asyik banget kamu nantinya..” dia ngalemin gue.

Enggak sampai 10 menit, mobil Honda putihnya mendarat persis di samping mobil gue.

“Surprise..! Nah.. ketauan ya enggak ngajak-ngajak kita..!” Suara 2 cewe temennya Candra teriak bareng.

Waduh.. pucet banget gue.. karena ternyata yang diajak juga tetangga gue. Mbak Rina bininya pak Joko dan Mbak Ita bininya pak Raja.
Salah tingkah abis gue.

”Eh, kaget ya..? Take it easy aja.. khan udah kenal, asyik-asyik aja deh pak Luki.. eh kalau di luar Mas Luki dong..” Mbak Ita yang mungil dan putih –persis banget Kris Dayanti..– itu nyerocos aja membuat suasana jadi enggak tegang.

”Enggak deh kita bilangin sang istri..” si Rina yang body dan facenya seperti Dian Nitami nambahin, ya gue makin ngerasa siep banget dong.
Tapi kewaspadaan tetap dipertahankan jangan lengah man.

Setelah basa basi bentar.. ”Udah ya.. pokoknya enggak ada yang boleh tau selain kita-kita ya Mas..” Rina sekarang yang membuat gue makin PD.

”Pokoknya enjoy aja deh, kita bertiga udah kompak berat lho..” Candra tanpa sungkan ngegandeng gue menuju loket.

”Khan gue yang janjian sama Mas Luki, elo pada jangan ngiri ya, entar juga kebagian..”
Kepala jalan sekarang si Rina.. doi pesen kamar ganti dan bilas keluarga. Sekalian pesan ban renang 2 buah yang guede banget.

Ampun.. Ide apalagi sih..? Seolah kita sekeluarga.. enteng aja mereka ngajak gue masuk bareng ke ruang ganti dan bilas.
Dengan tenang mereka buka rok, baju dan terus BH..! Sialan.. mereka tenang aja seolah gue enggak ada di situ.
Gila aja kalau gue enggak ngaceng liat Candra, Rina dan Ita yang umurnya sekitar 30-an pada memamerkan bodynya.

“Eh, Mas Luki mau berenang atau mau nonton kita striptease..?” Kata si Ita sambil buka BH putih transparannya.

“Ya terang mau berenang dong.. tapi aku maunya sih bilas dulu ah.. masa' langsung berenang..?”
Gue akal-akalan supaya mereka juga mau berbulat ria.. tanggung amat baru liat toket dan setengah body.

Gue buka baju dan celana, begitu tinggal CD mereka teriak bareng.. ”Asyik ya.. udah ngaceng..!!”

“He eh abis kalian sih begitu merangsang dan mempesona..” kata gue sembarang siap-siap mau buka CD gue.

“Ah.. enggak fair nih..! Masa' jadi aku duluan yang telanjang..? Barengan dong.. jadi aku enggak malu..”

“Hu.. maunya tuh..! Ya.. Candra kamu khan yang punya ide, kamu dulu dong.. mana jembutnya.. aduh.. udah pada keluar tuh..” kata si Ita sambil narikin jembutnya Candra yang nongol terus dari pinggiran CD.

“Aku sih Ta prinsip.. sekali buka celana pantang kalau enggak di ..”
“Joss..!!!!” Ita dan Rina seperti koor nerusin apa maunya si Candra.

“Iya deh.. gue juga malu khan kalau keluar kamar ganti nanti swimpaknya ada tenda mancung..” cari pembenaran dong.

“Bisa bubar orang di kolam nanti, elo pada mau ya gue jadi tontonan..” gue belagak memelas sambil nunjukin si Monas.

Supaya enggak kaku, gue datengin si Candra yang masih berdiri dekat gantungan baju.. gue peluk doi dengan kedua tangan di bagian pantatnya, gue cium bibirnya ala French kissing, lidah saling ketemu.

“Wow.. nafsu nih ya..” si Ita ngeledek.

Asyik banget deh pantat si Candra yang nonggeng gue remes-remes, tempelin abis mekinya dengan penis gue..
Candra langsung horny.. pingggangnya digoyang.. yang otomatis mekinya berputar di atas penis gue.

Sekitar 3 menit adegan itu gue pertahankan.. sebenarnya gue udah nafsu banget mau langsung masukin penis gue ke memeknya Candra yang gue yakin udah basah.
Sabar cing gue musti cool dong.. pasang strategi. Soalnya masih ada 2 vagina lain menanti.

Perlahan gue melorot.. dengan tetap mata memandang dia tangan gue pindah berputar meremas perlahan toketnya yang pentilnya relatif masih belum gede.

”Eh elo jangan ngiri.. sementara belum dapat giliran elo pada meremas sendiri aja dulu..” masih sempat juga Candra ngeledek temannya yang terpana melihat gue yang sambil meremas toketnya sambil usaha jongkok depan dia, pakai gigi gue tarik perlahan CD-nya.

”Enak ya Can remasannnya Mas Luki..?” Rina bertanya tanpa arah karena gue tau dia juga tanpa sadar meremas dan memilin pentil toketnya.

“Kita suruh buka sendiri ya..” Ita protes narik sedikit CDnya sambil tangannya ngobel memeknya sendiri.

“Sini dong sayang.. tangan gue enggak sampe kalau elo pada jauh-jauh..” gue enggak bisa ngomong panjang lagi karena Candra narik kepala gue ke arah vaginanya minta dijilat.. setelah CDnya melorot sampai dengkul kakinya.

Anjir.. kesampean juga gue jilatin dan rasain vaginanya Candra yang jembutnya gilaaaaaa..!!!

Itilnya agak gembung.. merah banget, gue tahu setelah berupaya keras menepis bulu jembutnya.

Sejenak ruang ganti sunyi.. sambil ngejokil abis liang kenikmatannya Candra gue solider untuk pelorotin CD-nya Rina dan Ita barengan.. dan inilah pemandangan matanya pemirsa sekalian:

Candra, toketnya 34 bentuknya bagus banget.. pentilnya agak gede kecoklatan.. kulit seluruh bodynya coy.. kuning kencang mengkilat.. bagian pantat ada sedikit selulit.. jembutnya.. khan udah tau elo pada en bulu keteknya idem ditto.
Yang jelas enggak rapi, serabutan menutup semua bagian memeknya mendekati puser.

Sambil ngedorong pantatnya ke depan supaya lidah gue bisa lebih dalam masuk ke lubang vaginanya.. dia terus mendesah.. kaki kanannya ngegesek pelan penis gue dari luar CD sambil usaha masuk dari samping CD.

Rina.. yang gue pelorotin pakai tangan kanan.. toketnya gede agak panjang seperti pepaya.. kulitnya sawo matang, maklum Jawa Solo sepertinya, bulu ketek anti cukur.. serabutan di sekitar susunya yang 36.
Pentilnya agak masuk ke dalam. Pahanya kencang, tinggi sekitar 170cm.. jembutnya keriting rapi.. diatur sekitar lobang vaginanya –Sering berbikini kali..–
Lubang vaginanya memanjang, di bawah lipatan perut ada bekas jahitan Caesarnya.
Doi terus meremas susunya sambil liatin tangan gue yang lagi berusaha nurunin CD pinknya. Supaya cepat, doi ikut ngebantu nurunin CDnya.

Ita, si imut.. tinggi sekitar 158-lah. Jembutnya paling jarang.. jadi bagian dalam memeknya yang merah muda gampang keliatan.
Toketnya kecil kenceng.. ukuran 32.. perutnya rata.. paling kalem keliatannya.. tapi tangannya aktif terus megangin bokongnya sendiri.. jangan-jangan doi paling hobby dibo’ol dari belakang.

Ngimpi apa gue liat tetangga gue pada telanjang bulet.. elo-elo yang belum ada pengalaman maen sama bini orang.. gue anjurin deh elo cari mereka bertiga.. enggak resek.. berpengalaman dan tahu penuh apa enaknya ML.

Kalau mau orgy cari yang sehati.. kompak istilahnya.. dan enggak egois.. artinya mereka berupaya menikmati SEKS sepenuhnya tanpa ada rasa sungkan.. rileks dan terbuka.

Hal ini juga gue buktikan sebelumnya dengan 2 sahabat mahasiswi yang kompak.. tapi ya kita harus konsider atas kebutuhan jajannyalah.. jangan merki.
Kurang yakin kemampuan ya modalin VIAGRA yang paling mahal Rp150.000/pil 100 mg.

“Ya kamu pada mandi dulu deh di shower..” kata gue pelan.. sambil menjilat sisa juicenya Candra yang ada di sekitar bibir gue.

Candra enggak bereaksi, dia nuntun gue ke tempat duduk.. pas gue duduk dia jongkok di depan gue dan brebet dia tarik CD gue.. dia pandangin seluruh kostruksi penis gue.. enggak pakai komentar yang basi seperti cerita bokep yang lain..

Aduh gede amat penisnya.. atau sok ngebandingin sama penis Co yang lain.. itu sih kuno.. tipu..!!!
Jangan mau elo dibohongin sama yang bikin cerita.. itu kan cuma kebanggaan semu..
Yang penting gocekannya.. bukan gedenya. Emangnya mau modal berat aja..? Tipuuuuu
..”

“Jangan kelamaan Can.. langsung maenkan, tunjukan kecanggihannya, apa perlu gue nih yang terjun..?” Rina sewot ngeliatin Candra yang masih memandang penis gue sambil ngurut dari arah Palkon ke pangkalnya.. tanpa komentar sambil tangan kirinya kasih kode enggak perlu, langsung penis gue mulai dijilatin perlahan.

Seluruh kepala penis gue –helmnya..– dijilat berputar.. doi tau bagian yang paling enak.. yaitu di bagian bawah Palkon sekitar sambungannya.
Cairan bening gue dijilatin sambil matanya memandang arah mata gue, seolah butuh pengakuan atau komentar Gue cuma bisa angkat 2 jempol, bravo go ahead Can.

Selanjutnya cepet banget lidahnya bergeser enggak berhenti menari di sekitar batang penis, begitu dikemot ke dalam mulutnya yang memang seksi dia keluarin cadangan ludahnya, jadi rasanya penis gue berenang di dalam air ludah, enggak ada rasa gigi Cing, belajar dari banci Taman Lawang kali.

Gue udah seperti kura-kura yang dibalik.. kaki gue kelayapan.. gue tumpangin di atas pundaknya sambil kalau gue udah enggak tahan kepala si Candra gue bekep abis sama paha gue.

“Rina-Ita sini dong, gue mau nih megangin tetek dan vagina kamu..”

Enggak sampai 2 kali order mereka langsung nyamperin gue dan Candra.
Si Rina nyodorin susu pepayanya minta gue isap dan siimut Ita ngangkat kaki sebelah keatas bangku, berdiri di samping gue dan minta dirojok vaginanya dengan telunjuk gue yang masih bebas karena belum ada order.

Gue pegang vaginanya yang merah sudah rada becek, maklum turunan Cina.. begitu telunjuk gue masuk dia yang gerakin pinggulnya maju mundur kaya lagi ngentot aja gayanya.
Doi merem melek ngerasain bulu-bulu yang ada di tangan gue.. tangannya ngusap pentil susu gue secara beraturan.

Bibirnya ngejilatin bagian dalam kuping gue yang rada caplang.. kadang ngemut juga bagian gelambir telinga ogud..
Terus berbisik supaya enggak kedengaran sama yang lain.. ”Mas Luki.. pejunya jangan diabisin semua ya.. kamu mau enggak ngerasain bokongnya Ita..?”

Busyet.. bener khan.. doi doyan dibo'ol..? Buktinya.. begitu gue pindahin jari ke lubang pantatnya udah rada longgar, gila kali pak Raja, doyan bener sodomi bokinnya yang imut.
Gue cuma ngangguk dan nyodorin bibir gue buat ngerasain juga ciumannya si Ita. Wangi banget deh si Ita, bau Kenzonya makin ngerangsang gue.

Biar adil vaginanya Rina yang jembutnya rapi gue rojok juga.. masih agak kering tapi mantap itilnya tebal.. karena ngerasa agak dicuekin kali, enggak sabar si Ita sekarang jongkok di belakang Candra.. tangan kanannya ngelus tetek dan pentilnya Candra dan tangan kirinya berusaha ngobok-ngobok vaginanya Candra yang makin basah..
Soalnya gue liat kadang-kadang si Ita jilatin jarinya yang basah berlendir.. apalagi kalau bukan juicenya Candra yang asyik banget rasanya.

Candra makin asyik aja nyepong gue.. badannya menggeliat-geliat karena keasyikan dikobel Ita.. gue tau terkadang Ita masukin telunjuknya ke dalam pantat Candra, entar gue timpa juga deh boolnya Candra, gue berandai-andai.

Gue cuma bisa teriak kecil.. ”Ngentot.. gila ngentot enak bener sama kamu pada.. Candra.. uhhhh.. uhhhh.. abis ini gue entotin elo ya..? Gue nggak mau ngentotin kamu dari belakang.. gue mau ngentot sambil terus ngeliatin vagina kamu yang jembutnya gila.."

“Rina.. gue mau ngentotin kamu sambil duduk.. biar gue bisa terus meres tetek kamu yang seksi banget..” gue ngomong terus ngaco.

“Ta, gue ngentotin kamu dari belakang ya Ta.. gue pengen ngentot di lubang pantat Ta.. abis elo seksi banget sih goyangnya..”

Elo gue saranin deh kalau lagi ngentot musti sering-sering ngomong yang vulgar. Cewe.. jenis apapun.. makin nafsu dengernya.
Dan elo gue jamin makin nafsu kalau Cewe yang bukan Cabo atau Pecun teriak ngomong vulgar juga. Wuih ai jamin dah..!


”Mas Luki.. nanti pejunya buat Rina juga ya, jangan disemprot semua ke mulutnya Candra.." Rina sambil narik perlahan rambut gue juga turut berharap dengan memandang nafsu ke arah penis gue yang udah abis dikemot Candra.

”Terus gue kebagian apa dong..? Gue mau juga dong ngerasain pejunya Mas Luki..” Ita protes ke Rina.. pura-pura belum minta jatah dari gue.

Enggak tahan.. gue tarik penis gue yang enggak begitu gede dari mulutnya Candra.. gue dudukin si Rina ke bangku.. gue kangkangin pahanya yang juga seperti si Dian Nitami.. penasaran gue sih mau liat dalemnya.
Slruupp.. Gue jilat itilnya yang udah rada ngegelambir.. gile cing juicenya asyik banget rasanya.. banyak banget dan meleleh ke bagian lubang pantatnya.
Tanggung gue jilat sekalian lobang pantatnya yang berwarna coklat.. yang di dalamnya masih juga bejembut.

Candra bantuin ngisepin teteknya Rina.. tangannya ikut bantu ngedorong kepala gue supaya makin masuk ngejilatin vaginanya Rina yang rapi tercukur jembutnya.

”Ah gila Candraaaaa.. Mas Luki enak banget ya jilatannya.. aduh mama.. mama.. aku ndak tahan nih,.. Candra.. elo apain sih pentil aku..? Eenakkkkkk Can..” Rina meronta-ronta yang membuat toketnya bergelantungan ke kiri dan ke kanan, pemandangan semakin horny cing.

Eh.. ke mana si imut Ita..? Doi kalem aja.. pantat gue diangkat pelan sampai ketinggiannya sejajar kepala gue yang berada di daerah selangkangan Rina.. doi duduk menyelinap melalui selangkangan gue.. sekarang jadi duduk menghadap penis gue yang terayun bebas.

Cepat dan tangkas dia isap penis gue dengan mulutnya yang mungil.. maju mundur berupaya menelan habis seluruh batang penis gue.
Sesekali dia pindah mengulum biji peler gue yang jembutnya lumayanlah.. wuih cing asyik banget..

Saking imutnya seperti kancil dia menyelinap melalui selangkangan bergerak menuju arah belakang.. dia remas-remas pantat gue..
Gue kaget.. tiba tiba ada rasa aneh geli-geli asyik di lubang pantat gue yang sedikit berjembut,..
Iih apaan sih..? Anjir..! Rupanya lidahnya Ita yang menari di sekitar lubang pantat yang kadang-kadang dia coba julurin masuk.
Nah.. sekarang gue enggak heran kenapa Homo doyan dimonon.. rupanya emang enak kalau bo'ol kita dimasukkan sesuatu.

"Ta.. terus Ta.. entar gantian deh gue jilatin anus kamu yang merah jambu.. terus Ta.. asyik.. enak gila.. ” gue sejenak melupakan tugas ngejilatin vaginanya Rina.

“Mas Luki.. Rina hampir nih.. lagi dong jilatin.. tanggung dikit lagi Mas.. aduh tega ya..!?” Rina mengharap gue bertindak.

Langsung gue sosor lagi vaginanya.. gue jilat abis lelehan juicenya yang mengarah ke lubang pantatnya, gue jilat terus.. menuju bo'olnya..
Rina makin menggeliat-geliat seperti ayam yang dipotong tanggung.

“Mas.. entotin aku dong.. sebentar aja deh pasti keluar..” Rina mengangkat kepala gue sambil berharap benar.

Gua bertindak gentle dong, jangan buat dia kecewa. Secara berlutut gue pegang batang penis gue yang masih basah karena campuran ludahnya Candra dan Ita.

Ita sigap pindah tempat di sisi kiri Rina.. sementara si Candra tetap pada posisinya di kanan Rina.. sambil terus meremas toket pepayanya Rina. Kesemuanya kelihatan menanti apa yang akan terjadi,..

”Candra-Ita, gue ngentotin Rina duluan bukan berarti elo pada gue nomor duakan.. gue janji deh elo semua satu per satu akan gue entotin juga..”

“Okay Mas, buat kita enggak ada masalah yang penting kita bener-bener ML..” Candra memberi semangat.

Gue salut abis sama si Candra, solidaritasnya tinggi.. tidak egois, pantas dia jadi kepala gang..
”Ya Mas Luki.. khan Mas Luki nantinya bisa ganti namanya jadi Mas Cipto –Cicip roto..–..” si Ita ikut nimpalin.

Perlahan gue arahin penis gue yang bentuknya agak mengarah ke kiri kepalanya.. enggak sulit masukin vaginanya Rina.. tapi buat menghargai doi gue pura-pura merasa susah dong.

Blebessss..!! Gile cing.. emang bener ngentot tu enak banget.
Gue tolak pinggang pakai tangan kiri, penis gue yang 15 cm maju-mundur terus.. meliuk kiri kanan.. berputar mencari itil dan G spotnya Rina..

"Mas Luki.. ya..ya.. yang di situ yang marem Mas..” Rina bergetar.. semua bagian bodynya yang enak-enak ada yang bertanggungjawab.. vagina-toket kiri dan kanan.. lubang pantat ada koordinator lapangannya –KorLap..–

“Enak ya penisnya Mas Cipto..? Eh.. Mas Luki..? Terus Rin.. goyang terus Rin.. nikmatin abis.. jangan ditahan-tahan..” Candra tetap memilin pentilnya Rina sambil matanya nafsu melihat penis gue yang bekerja di memeknya Rina.

”Ayo terus Mas Luki.. bikin si Rina puas..! Sini dong tangannya yang satu..” Candra bernasehat sambil minta jatah dirojer vaginanya.

Kalau mau jujur seharusnya gue musti muasin Candra duluan.. di samping memang target utamanya khan dia tadinya.. enggak pakai duakali lagi gue masukin jari tengah gue ke dalam vaginanya yang sudah semakin basah.

“Aghhhhhh.. agh.. aku dapet Can.. aku dapet Ta.. Mas.. ini ya Mas rasanya enaknya ngentot..” Rina makin mengelinjang.

”Mas.. nanti lagi ya.. Massss.. asu.. asu.. peline kui lho Mas.. maremmmmmm..” Huuh.. keliatan aslinya deh si Rina, keluar Jawanya.

Gue tancep lebih dalam penis gue.. tanpa gerakan lagi gue pendam habis.. dan emang bener enaknya cewe Solo.. tau enggak lo.. tiba-tiba gue merasa ada sesuatu yang berputar-putar cepat di bagian kepala dan batang kontol gue..

“Aduh.. aduh.. apaan nih Rin..? Aduh.. gila asyik-asyik..” gue senyum sambil terus tancepin penis gue setandasnya di lubuk memek Rina.

“Nah, baru tau dia.. makanya jangan main-main sama cewe Solo..!” Rina nyubit perut gue sambil senyum lebar ngeledek.

Slebb.. Perlahan gue tarik keluar penis gue yang masih ngaceng abis.. keliatan makin berurat kayaknya.

”Waduh Candra.. enggak salah deh kita janjian sama Mas Luki..” kata Rina sambil balik meres toketnya Candra dan Ita.

”Bener ya Rin.. enak banget ya ngentotnya.. Iih.. kamu keringetan banget deh..” Ita melap keringat di sekitar leher sampai perutnya Rina.

"Hayo, sekarang siapa nih yang bertanggung jawab mengeluarkan peju gue..?” Dengan pura-pura marah gue liat ke arah Candra.

Soalnya.. seperti gue bilang.. Candra adalah target utama.. jadi dia musti tau dong.
Elo ngebayangi enggak sih Candra seperti siapa..? Tidak lain adalah paduan antara Iis Dahlia dan Cut Keke.. nafsuin khan..? Hehehe.. (. ) ( .)
-------------------------------------------
 
Seperti Mengingat kenangan lama yang pernah saya alami ........ Thanks ceritanya mantap
 
Cerita 28 – Pesona Tetangga

Part 1

”Siapa, Bun..?” Sambil terus merapikan barang-barang, aku bertanya pada istriku.

”Bu Amin, tetangga sebelah..” jelas istriku..
”Rumahnya pas di kiri rumah kita, dempet tembok..” Tambahnya.

Kuperhatikan ibu muda yang baru saja berlalu dari rumahku itu. Cukup cantik juga.
Kulitnya putih bersih, dengan tubuh langsing tinggi semampai.
Bokong dan payudaranya kelihatan bulat dan berisi meski dia memakai baju panjang yang agak longgar.

Umurnya sudah 32 tahun, kata istriku. Anaknya dua, yang masih kecil baru berusia 6 bulan.
Pantas saja susunya kelihatan montok, dia lagi menyusui rupanya.
Pak Amin, suaminya, bekerja sebagai penghulu di luar kota. Pulang cuma seminggu sekali.
Untuk sementara, itulah info yang bisa aku dapatkan.

”Kenapa, ayah tertarik ya..?” Tanya istriku tanpa menoleh. Tangannya masih asyik memindahkan piring dan gelas ke dalam rak.

”Ah, enggak..” aku berbohong. Siapa sih yang bisa menolak wanita secantik dia.

”Nama aslinya Arissa..” kata istriku lagi.
”Sama seperti dia, sebentar lagi, aku juga bakal tenar dengan nama Bu Handoko..”
Handoko adalah namaku. Sedangkan istriku sendiri bernama Fenti Rahma.
Nama yang cantik, secantik orangnya. Itulah kenapa aku dulu ngebet menikahinya.

Fenti adalah mahasiswi tercantik di kelasku. Bahkan dibanding bu Amin –atau Rissa, begitu aku memanggilnya..– dia lebih cantik.
Tapi entah kenapa, aku malah terus terbayang-bayang wajah ibu muda itu.
Ada sesuatu yang menarik pada dirinya yang membangkitkan rasa penasaranku.

”Ayo, Yah. Jangan ngelamun aja..” tegur istriku.
”Kapan selesainya pekerjaan kita kalau ayah ngelamun terus..” tambahnya.
Kami memang baru pindah rumah. Barang-barang masih banyak yang berserakan menunggu ditata.

”I-iya, Bun..” segera kutepis bayangan tubuh Rissa yang menggoda dan melanjutkan lagi pekerjaanku.

Esok paginya.. aku terbangun oleh suara riang ibu-ibu yang sedang berbelanja.
Rupanya pos gardu depan rumahku adalah tempat mangkal Pak Yus, si tukang sayur langganan. Terdengar suara merdu istriku dan Rissa yang sedang menawar ikan bandeng.

Rissa..? Teringat kemarin, aku langsung berdiri dan mengintip dari celah jendela.
Hari ini, ibu muda itu memakai rok hitam panjang dan kaos oblong tipis.
Wajah cantiknya terlihat polos tanpa bedak apalagi make up. Tapi entah kenapa, aku tetap terpesona dibuatnya.
Di mataku, dia tetap terlihat menarik dengan jilbab warna ungu yang ia kenakan.

Aku segera cuci muka dan berganti pakaian yang pantas. Aku ingin berkenalan dengannya.
Menunjukkan kalau di sebelah rumahnya ada laki-laki ganteng yang siap memuaskan hasratnya kapan saja kalau dia membutuhkan.

”Sudah bangun, Yah..?” Tanya istriku saat melihatku keluar dari rumah.

”Belikan kue dong, laper nih..” aku beralasan. Kuperhatikan semua ibu muda yang berkumpul di situ.
Rata-rata cukup cantik dan seksi. Maklum orang kota, jadi pada pintar dandan dan merawat diri semua.

Tapi yang menang tetaplah Rissa, dia kelihatan paling mencolok dan bersinar.
Bahkan Pak Yus yang sudah tua aja tahu, beberapakali matanya mencuri-curi pandang ke arahnya.. lalu ke istriku, seperti membandingkan.

Segera kusalami semua yang ada di situ. Tak terkecuali Rissa. Aku berusaha berlama-lama saat bersalaman dengannya.
Kurasakan betapa halus dan lentik jari-jarinya. Tapi dia buru-buru menarik tangan dan melepaskan. Mungkin sungkan pada istriku.
Bahkan wanita itu segera pergi begitu belanjaannya sudah terbayar, seperti berusaha menghindar dariku.
Mungkin dia merasa kalau aku berhasrat pada tubuh sintalnya.

Selanjutnya, hari-hari berlalu tanpa ada peristiwa penting yang terjadi.
Aku sering sendirian di rumah karena istriku kerja kantoran, sedangkan aku sendiri adalah penulis lepas yang kadang-kadang juga menerima jasa desain website.

Aku terus memperhatikan Rissa dan tetap curi-curi pandang kepadanya.
Dia mengetahuinya, tapi kini sudah tidak berusaha menghindar lagi.
Bahkan dia sudah mau tersenyum bila kusapa. Suatu kemajuan yang cukup berarti.
***

Hari ini hari Minggu. Rumah sepi, istriku tadi pamit pergi ke pasar untuk berbelanja sayur dan ikan.
Aku yang bangun agak siang segera bangkit dari tempat tidur dan berniat untuk cuci muka.
Saat itulah, sayup-sayup kudengar bunyi gemericik air dari samping rumah. Tepatnya dari rumah Rissa. Sepertinya ibu muda itu sedang mencuci pakaian.

Aku segera naik ke loteng dan mengintipnya. Karena halaman belakang Rissa tidak tertutup, aku jadi bisa melihatnya dengan jelas.
Ini adalah untuk yang ketigakalinya aku melakukannya. Yang pertama dan kedua cukup berkesan, aku bisa melihat sedikit pahanya dan juga lekuk tubuhnya yang menggitar saat pakaiannya basah.
Untuk kali ini, aku berharap dapat melihat lebih.

Seperti biasa, wanita cantik itu cuma memakai daster, yang sekarang sudah nampak basah dan tersingkap hingga memperlihatkan separuh kulit pahanya yang halus dan putih mulus.

Saat dia mengucek.. payudaranya yang besar juga kelihatan bergoyang-goyang pelan.
Inilah yang kusukai, benda itu jadi terlihat sangat indah dan menggiurkan.
Tak terasa, penisku mulai menegang dan mengeras di balik celana.

Aku segera mengeluarkan dan mengocoknya. Sambil terus mengintip, aku melakukan onani.
Saat lagi enak-enaknya, tiba-tiba kulihat Rissa berdiri.
Dia mengangkat dasternya dan serta merta mencopot celana dalam yang ia pakai dan langsung mencucinya sekalian.

Aku tercekat. Nafasku bagai berhenti. Bagaimana tidak, meski cuma sekilas, aku bisa melihat seluruh pahanya yang putih mulus dan juga vaginanya yang mungil kemerahan dengan sedikit rambut-rambut halus tumbuh di atasnya.

Ohhh.. sungguh sangat menggairahkan sekali. Aku jadi tak tahan. Ingin rasanya aku loncat ke bawah dan memperkosanya saat itu juga.
Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Yang bisa kulakukan cuma terus mengintip sambil mengocok penisku semakin cepat.

Aku sudah hampir orgasme saat kudengar bunyi motor istriku meraung memasuki halaman.
Segera kusudahi kegiatanku dan turun menyambutnya. Daripada sperma dibuang percuma, kan mending ditaruh di lubang yang tepat.

Istriku baru saja membuka pintu saat aku menarik tangannya dan menyeretnya ke tempat tidur.
”Yah, apa-apaan sih..?” Dia protes, tapi tidak menolak.

Tanpa basa-basi lagi, aku segera mencium bibirnya yang tipis dan indah itu. Kujilat lipstiknya yang berbau strawberry..
Meski masih bingung, karena baru pulang dari pasar langsung kuserang, dia tetap membalas dengan penuh gairah.

Saat tanganku bergera merambahi buah dadanya, dia juga ikutan dengan meraih penisku yang sudah tegak di balik celana dan membetot-betotnya keras.

”Ehmm.. Yah, kok tumben sih..?” Tanyanya saat tanganku mencari kaitan BEHA kuningnya dan menariknya lepas.

Aku juga menyingkap kaos hitamnya ke atas hingga tampaklah buah dada Fenti yang bulat dan putih mulus.
Dengan gemas, kuremas-remas benda bulat empuk itu dan kucucupi putingnya berkali-kali.

”Oughh..” istriku langsung mendesah sambil menggelinjang.

”Ohhh.. Ayah..!” Tubuh sintalnya melenting ke depan, membuatku makin leluasa menjilati putingnya yang terasa mulai sedikit mengeras.

”Yah, geli..!” Rintihnya lagi saat tanganku menjalar meraba paha mulusnya, dan terus naik hingga masuk ke balik celana dalamnya.

”Ayah pengen, Bun..” aku berkata singkat.
Untuk alasan kenapa aku sampai bergairah seperti ini, tentu saja tidak bisa kukatakan.

Istriku sepertinya juga bergairah karena kulihat celananya sudah mulai basah oleh cairan kewanitaannya. Dia juga dengan tak sabar membuka kancing piyamaku.

Saat aku sudah telanjang dada, dia langsung mencium dan menjilati putingku.
Lalu terus ke bawah ke perutku. Kemudian dia berlutut dan dengan tangannya yang lentik berbulu halus, dia merogoh ke dalam celana kolorku dan mengeluarkan kemaluanku yang sudah menegang dahsyat.

"Ohh.. sudah ngaceng rupanya. Besar sekali, Yah. Bunda suka.." katanya sambil mengagumi kemaluanku dari dekat.
Meski sudah sering melihat dan menikmatinya, dia masih tetap terpesona dibuatnya.

Fenti tidak melanjutkan lagi kata-katanya karena mulutnya yang mungil itu kini sudah melahap dan mengulum penisku.
”Hmph.. Hmph..” matanya melirik nakal kepadaku, sementara tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku.

"Hmm, isap terus, Bun. Ya begitu! Ough, enak..!" Rintihku sambil menahan rasa nikmat yang kembali menjalar hebat.

Tidak tahan, segera kutarik tangannya agar berdiri. Aku berbaring telentang di kasur, sementara Fenti naik ke atas tubuhku.
Dia menyibak rok dan celana dalamnya hingga vaginanya kelihatan.. dan menaruhnya tepat di atas kemaluanku yang sudah menjulang dahsyat penuh gairah.

Pelan.. Fenti menurunkan tubuhnya hingga batangku pun menerobos masuk ke liang vaginanya yang masih sempit itu.

"Ough..!” Jeritnya tertahan.

Aku yang sudah tak sabar segera memegang pinggangnya dan menggerakkannya naik-turun hingga kemaluanku yang besar keluar-masuk menjelajahi liang nikmat istriku yang cantik ini.

Sambil terus menggoyang.. tanganku juga bergerak meremasi buah dadanya yang bergoyang-goyang indah saat perempuan itu bergerak turun-naik.

Sesekali juga kutarik badannya sehingga buah dadanya yang besar itu jatuh tepat di depan wajahku. Dengan penuh nafsu aku mengisap dan mencucupinya.

"Ohh.. Yah..! Enak banget..!" Desah istriku sambil terus menggoyang-goyangkan badannya naik-turun di atas kemaluanku.

Setelah beberapa menit, aku turunkan tubuhnya dan aku suruh dia untuk menungging sambil berpegangan pada tepian tempat tidur.
Kembali aku sibakkan roknya hingga tampak pantatnya yang putih mulus menggairahkan.

Kutarik celana dalamnya yang sudah miring ke samping hingga vaginanya tampak jelas kelihatan dari belakang.
Dan segera kuarahkan kemaluanku ke sana.

Slepp..! Dengan mudah penisku menusuk masuk. Sambil berpegangan pada jilbabnya yang panjang kugenjot lagi tubuh sintalnya.

Fenti langsung merintih-rintih sambil merem melek keenakan..
”Yah, Ohhhhh.. Terus, Yah.. lebih keras..! Terus..! Lebih cepat..! Oh.. Ayah..!” Racaunya.

Aku menggenjot makin cepat. Tusukanku juga semakin kuat dan dalam.
Tanganku kini memegangi payudara istriku yang menggantung indah di depan dadanya.
Kuremas-remas benda bulat padat itu sambil terus kutusukkan penisku kuat-kuat.

"Ohh.. Yah, aku hampir sampai! Ough..!” Jeritnya.

"Tentu, sayang. Aku juga hampir sampai..” bisikku manja di telinganya.
Kemaluanku sudah terasa kaku dan berdenyut-denyut.

Terus mengenjot dia dari belakang, aku akhirnya meledak. Crett.. crett.. crett.. crett..
Sambil sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang-goyang menggemaskan, aku menyemburkan spermaku yang hangat dan kental ke lubang kemaluan istriku yang sempit dan legit.

"Ahh.. Yah..” Fenti melenguh saat menerimanya. Bersamaan, tubuh sintalnya mengejang dan bergetar-getar ringan.
Dia menyusulku mencapai klimaks.

”Memang enak ya, Yah.. bercinta tiba-tiba kayak gini..” Fenti mencabut penisku dan mengulumnya. Dia mengemut dan menjilatinya hingga bersih.

"Terimakasih, Bun. Ayah puas sekali..” bisikku jujur.

"Sama-sama, Yah. Bunda juga puas sekali..” sahutnya sambil bergegas membetulkan pakaiannya kembali.

”Harus cepat-cepat masak nih, sudah siang..” dan tanpa mengenakan atasan, dia pergi ke dapur, memasak dengan bertelanjang dada.
Tapi tentu saja payudaranya tidak kelihatan karena tertutup jilbab.

Sementara aku, berbaring kelelahan di atas tempat tidur. Merasa puas sekaligus penasaran.
Senikmat apakah rasa tubuh Rissa..? Aku harus menahannya dengan sabar untuk mengetahui jawabannya karena besok istriku mengajakku mudik ke desa untuk mengunjungi rumah orangtuanya.
***

Istriku membagi buah-buah itu menjadi beberapa bungkus. Kami baru saja balik dari desa dan mendapat oleh-oleh buah yang sangat banyak.
Tidak akan habis kalau cuma dimakan berdua. Jadi istriku berinisiatif untuk memberikannya ke tetangga-tetangga sekitar.

“Sini, Bun, biar ayah yang antar jatahnya Bu Amin..” aku sudah tidak sabar untuk bertemu wanita cantik itu. Padahal baru dua hari kami berpisah.
Selama di desa, aku terus terbayang-bayang wajahnya, juga postur tubuhnya yang tinggi dan langsing, dan yang terutama: paha dan kemaluannya yang menggiurkan yang kemarin sempat kulihat, meski cuma sekilas.

“Ini..” tanpa curiga.. istriku memberikannya.. ”Titip juga ya punyanya Bu Tari..” tambahnya.

Aku bergegas keluar rumah sambil membawa dua kantung kresek berisi buah.
Kulihat pintu rumah Rissa tidak terkunci.. aku pun mengintip sebentar dan mengucapkan salam.

“Assalamualaikum..!” Kutunggu sebentar, namun tidak ada jawaban.
Kuulangi lagi.. sambil kali ini dengan mengetuk pelan pintu rumahnya. Tetap tidak ada jawaban.

Hanya terdengar suara musik mengalun dari dalam, kalau tidak salah dari grup vokal Raihan.
Seharusnya ada orang di rumah ini, tapi kenapa tidak ada yang keluar..?

Penasaran, akupun memberanikan diri untuk melangkah masuk. Baru saat itulah aku mengetahui alasannya.
Kulihat Rissa keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk.

Tubuh sintalnya yang montok dan putih mulus terbungkus rapat sebatas dada dan paha. Sisanya yang tidak tertutup, jadi santapan mataku.
Rambutnya yang agak keriting terlihat tergerai basah sepunggung.

Karena selama ini selalu memakai jilbab, tak kubayangkan kalau dia memiliki potongan rambut seperti itu.
Pundaknya putih, dengan tonjolan dada yang mengintip sedikit, dan tidak kalah putih.
Begitu juga dengan lengan dan pahanya. Di sanalah terutama kuarahkan pandanganku.
Kapan lagi mengintip sebagian paha Rissa kalau tidak sekarang.

Benda itu tampak begitu mulus, juga putih dan licin. Tetesan air yang masih membasahi semakin membuatnya indah.
Lalat yang coba-coba menempel di sana kujamin akan langsung terpeleset karena saking mulusnya.
“Huh..” Tak sadar, aku mulai kesulitan menelan air liur.

Rissa masuk ke dalam kamar tidurnya, tapi tidak menutup pintunya karena yakin masih sendirian di rumah.
Padahal di dekatnya ada aku yang terus mengintip dengan hati berdebar-debar.
Kulihat anaknya yang berumur 6 bulan tidur terlelap di atas buaian, sementara anaknya yang lain sedang sekolah.

Dari celah pintu, aku terus memperhatikannya.
Duduk di depan meja rias, kulihat Rissa mengambil hairdryer dari dalam lemari untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

Dia menghadap tepat ke arah meja rias, karena cerminnya besar, bisa kulihat dengan jelas bagian depan tubuhnya, juga wajah cantiknya yang jelita.
Namun ia tidak bisa melihatku karena aku berusaha menyembunyikan diri dengan baik.

Dari tempatku mengintip, jantungku mulai berdebar saat mengantisipasi apa yang mungkin terjadi.
Dan aku tidak kecewa. Rissa mengembalikan hairdryer ke dalam lemari dan mulai membuka simpul handuknya.
Kain putih itu dengan cepat melorot.. menampakkan tubuh bugil Rissa yang duduk telanjang bulat di atas tempat tidur.

Mataku serasa mau melompat dari tempatnya begitu melihat tubuh telanjang itu.
Penisku langsung mengeras tanpa perlu kupegang.
Rissa memang masih duduk membelakangiku, lebih sering kulihat punggungnya daripada bagian depan tubuhnya.
Tapi itupun sudah cukup karena aku masih bisa melihatnya melalui pantulan di kaca cermin.

Payudaranya terlihat begitu putih dan montok. Berukuran sangat besar dan sungguh menggiurkan.
Lebih dari setangkupan tangan. Tidak nampak turun sama sekali, malah cukup montok menurutku.
Putingnya mungil kemerahan, dengan tonjolan sebesar jari kelingking yang nampak sangat segar.
Bulatannya putih sekali, hampir aku bisa melihat urat-urat hijau yang berkelindan di sana.

“Ahh..” aku melenguh saat merasakan batang penisku yang jadi semakin mengeras, kucoba untuk sedikit meluruskannya karena terasa ngilu saat terjepit di balik celana.

Di dalam kamar, Rissa masih duduk di depan meja rias dengan mencondongkan sedikit tubuhnya ke kanan untuk mencari sesuatu dari laci.
Ia menarik keluar sebuah handuk kecil dan kemudian membungkuk untuk mulai mengeringkan tonjolan buah dadanya.

Kedua bulatan yang sangat kurindukan itu ditekan-tekannya ringan, membuatnya jadi bergoyang-goyang indah saat ia membungkuk dan kemudian berdiri tegak.

Aku terus menatap sambil menahan napas, dan tanpa sadar kucengkeram penisku keras-keras saat ia berbalik dan mulai berjalan langsung ke arahku.
Tak berkedip aku menatap bagian mungil yang sedikit berbulu di antara kakinya, sekaligus juga terpaku pada payudara cantik telanjangnya.

Ia menaruh handuk ke cantelan baju dan kemudian berbalik untuk kembali ke tempat tidur, pantat seksinya terlihat menggeliat indah saat dia berjalan.

"Berbaliklah dan biarkan aku melihat memekmu lagi..” kataku keras-keras pada diri sendiri.
Celanaku sudah kulepas dan aku sudah mulai mengocok penisku pelan-pelan.

Namun Rissa tidak mengabulkan. Ia terus berjalan dan baru berhenti ketika tiba di depan lemari. Diambilnya sesuatu dari dalam sana.

Dari pantulan cermin, bisa kulihat kalau itu adalah sebuah celana dalam hijau tipis yang bagian tepinya berenda rumit.
Kuperhatikan saat ia mulai membungkuk untuk memakainya.

Dari belakang, aku bisa melihat belahan mungil di antara kedua kakinya, juga bulatan bokongnya yang semakin nampak mulus dan indah.
Payudaranya yang menggantung ke depan ingin kutangkup dengan dua tangan.. takut apabila mereka sampai jatuh ke lantai.

Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Jadi sambil membayangkannya, kukocok juga penisku semakin keras.
Rissa sekarang mengambil bra dan menaruh di sekitar pinggangnya, lalu mengait dan mengencangkannya sebelum diputar untuk digunakan menangkup kedua tonjolan buah dadanya.

Ia memasukkan dua bulatan yang sepertinya sangat empuk itu satu per satu ke dalam sana.
Payudara itu bergoyang-goyang indah, seakan melambai kepadaku untuk yang terakhir kali sebelum hilang ke balik beha.

Ah, aku jadi semakin sulit untuk bernapas. Aku mengocok semakin keras dan tanpa sadar rasa nikmat itu tiba-tiba datang.
Saat aku masih bingung ingin menembak di mana, spermaku sudah keburu muncrat keluar membasahi dinding dan pintu kamar.

Aku kaget, tapi tidak sempat memikirkannya lebih jauh karena kulihat Rissa mulai berjalan meninggalkan kamar tidur, ia kini berpakaian lengkap.
Baju panjang dan jilbab putih lebar membingkai tubuhnya yang sedaritadi kunikmati.

Aku cepat-cepat membenahi celana dan bergegas keluar. Tidak kupikirkan lagi spermaku yang berceceran di sana.
Kalau memang Rissa nanti mengetahuinya, biarlah. Toh dia tidak akan menuduhku.

Berpikir seperti itupun, aku pun berdiri di depan pintu gerbang rumahnya.. pura-pura baru datang.
Kembali kuucapkan salam. Kali ini dengan cepat Rissa menyahut dan pergi keluar menemuiku.

“Eh, Dek Handoko.. katanya pergi ke kampung..?” Tanyanya ramah.
Senyumnya itu lho, membuatku jadi bingung dan kehilangan kata-kata.

“Eh, i-iya..” Namun aku cepat berusaha menguasai situasi.

“Barusan pulang. Ini ada sedikit oleh-oleh..” kataku sambil memberikan buntelan kresek.
Kutatap tubuhnya yang tertutup rapat itu, tapi yang terbayang di otakku malah dia yang lagi telanjang. Dasar sinting..!

“Kenapa, Dek..?” Tanyanya saat melihatku bengong.

“Eh, enggak. Nggak pa-pa..” Daripada salah tingkah terus, aku pun segera pamit.

Rissa mengucapkan terimakasih dan kami pun berpisah. Kuteruskan langkah ke rumah Bu Tari.
Wanita yang satu ini sudah tidak menarik, posturnya kecil dan badannya juga kurus sekali.
Bukan seleraku. Jadi setelah berbasa-basi sejenak, akupun cepat pamit.
-----

Di rumah, istriku menunggu tanpa curiga, padahal aku pergi hampir setengah jam hanya untuk mengantar ke dua rumah.
Salahkan Bu Amin, Bun.. kalau Ayah sampai pulang telat.. kataku dalam hati.
Selanjutnya kuantar sisa buntelan ke tetangga-tetangga lain.

Sorenya, Rissa datang ke rumah. Ia mengantar semangkok kolak ubi sebagai ganti karena sudah dikasih buah-buahan.

“Moga-moga nggak kemanisan..” katanya bercanda.

“Kok repot-repot sih, Mbak..?” Sahut istriku.

Sementara aku cuma tersenyum karena pikiranku kembali dipenuhi oleh fantasi tubuh telanjangnya.

Entahlah, aku tidak bisa mengenyahkan bayangan itu. Bahkan kini, setiapkali ngobrol dengannya.. aku seperti bisa melihat tubuhnya dan membayangkannya telanjang, seperti yang kulihat siang sebelumnya.

Untungnya aku masih bisa mengendalikan diri, cukup puas hanya dengan membayangkan saja, tidak berpikiran untuk menggoda apalagi memperkosanya, meski jujur keinginan itu sempat muncul juga, tapi cepat-cepat kutekan.

Untuk melampiaskan nafsu birahi, terpaksa istriku yang jadi korban.
Memang ia tidak curiga, tapi sempat bertanya juga.
“Sejak pindah ke rumah ini, nafsu Ayah jadi ugal-ugalan..“ katanya suatu hari sehabis kusetubuhi di kamar mandi.

“Kenapa..?” Aku bertanya.

“Nggak apa-apa sih, aku hanya takut..” dia mengedikkan bahunya.
“Jangan-jangan di rumah ini ada jin penunggunya dan dia merasuki Ayah hingga jadi seperti ini..”

Aku tertawa..” Jangan percaya tahayul..” kataku sambil melanjutkan dalam hati: bukan jin, Bun, tapi bidadari cantik, dan bidadari itu ada di sebelah rumah kita.
Tapi tentu saja itu tidak kuutarakan.

Beberapa hari selanjutnya tidak ada insiden yang cukup berarti.
Hari-hari berjalan tenang; istriku ke kantor, aku menulis di rumah, sementara Rissa pergi-pulang mengantarkan anaknya ke sekolah.
Jam di mana dia mengantar, bisa dipastikan aku akan standby di teras.

Meski hanya sekedar menyapa dan basa-basi sejenak, sudah cukup membuatku puas.
Senyumnya, dan juga bentuk tubuhnya yang kuperhatikan jadi semakin ramping dan montok, semakin membuatku tergila-gila.

Entah apa yang terjadi dengan diriku, sudah punya istri cantik tapi masih saja suka pada istri tetangga.
Padahal usia kami terpaut hampir empat tahun.. dan Rissa juga sudah punya dua orang anak.

Tapi justru itu yang jadi penyebab, aku sepertinya lebih tertarik pada perempuan yang lebih matang.
Oedipus Complex.. atau pun rumput tetangga lebih hijau.. mungkin itu yang tepat untuk menggambarkan.

Pada istriku, aku memang tergila-gila. Tapi pada Rissa, aku juga bernafsu. Bikin bingung.
Bayangan tubuh telanjangnya terus menghantui pikiranku, dan tanpa sadar aku menginginkannya lagi.
Mau pergi ke rumahnya – siapa tahu bisa mengintip lagi..– tapi tidak ada alasan yang tepat dan takut dipergoki.

Jadilah aku konak sendiri hingga setiapkali mendengar desir air di halaman belakang aku langsung berlari ke sana.. berharap bisa melihat Rissa yang sedang mencuci baju, karena biasanya pemandangannya akan sangat indah dan menggiurkan.

Tapi sepertinya aku belum beruntung karena Rissa rupanya cuma membuang air sisa memasak.. atau kalau tidak gitu cuma menyiram bunga yang tumbuh subur di antara pekarangan kami.

“Hahh..” aku menghela napas berat dan kembali duduk di depan laptop. Mencoba melanjutkan menulis, tapi tidak ada ide.
Pikiranku rasanya jadi buntu karena terus-menerus membayangkan tubuh telanjangnya. Sampai akhirnya istriku pulang pada sore hari.

“Ada apa, Yah..?” Tanyanya saat melihatku lemas dan tak bersemangat.

“Nggak apa-apa, mungkin sedikit capek..” jawabku berbohong.

Istriku segera pergi ke dapur untuk membuatkan minuman hangat, sementara aku berbaring rebahan di depan tv sambil memindah-mindah channel.. tak tahu mau menonton apa.
Kudengar bunyi air yang mengucur perlahan, awalnya kukira itu istriku yang mau memasak air.
Tapi kok lama, mau masak berapa banyak..?

Namun aku tidak berniat untuk melihatnya.. sampai kudengar suara istriku yang memanggil perlahan.
“Yah, cepetan sini..!” Kepalanya melongok dari dapur.. ada senyum jenaka di parasnya yang cantik.

“Ada apa sih..?” Aku hanya menoleh.. tapi masih malas untuk bangun.

“Sudah sini.. Ayah pasti suka..” kata istriku lagi.

Karena penasaran, akupun bangkit dan menghampirinya.
Dia tersenyum lebih lebar dan menunjuk ke jendela, ke halaman belakang rumah Rissa.
Mataku langsung terbelalak.
Di situ, kulihat si cantik yang selalu menjadi obyek fantasiku itu sedang merendam baju ke dalam bak cuci.

Daster yang dikenakannya terlihat tipis sekali, dan ketika tersorot oleh sinar matahari sore, bisa kupastikan kalau saat itu dia tidak mengenakan beha dan celana dalam.

“Ternyata rambut Bu Amin panjang juga ya..” komentar istriku. Aku yang pura-pura tidak tahu hanya bisa ikut mengangguk.

Dasar wanita, fokusnya pada hal-hal yang tidak penting.
Kalau aku sih lebih suka menatap bulatan payudara dan juga bokong mengkal si Rissa yang terlihat begitu montok dan menggiurkan di depan sana. Ngapain ngurusi rambut, buang-buang waktu saja.

Kami terus menonton. Kuperhatikan Rissa yang mulai mengucek beberapa cuciannya.
Payudaranya terlihat bergoyang-goyang indah, juga belahan pahanya yang kini jadi nampak sedikit basah.
Namun Rissa seperti tidak mempedulikannya, ia cuek saja.

Halaman belakangnya yang bertembok tinggi memungkinkan bagi dia untuk berbuat bebas seperti itu.
Hanya dengan rumahku, halaman itu dibatasi oleh pagar tanaman, sehingga kami bisa menonton aksinya sepuas hati.

“Hei, lihat..!” Istriku menunjuk ke pintu belakang, di sana kulihat Pak Amin berjalan keluar dengan hanya berkain sarung.
Tubuhnya yang tambun tampak menggelikan.
Dan aku hampir meledak tertawa saat tiba-tiba Pak Amin melepas kain sarungnya dan memberikannya kepada sang istri.

“Ihh.. Abi nggak tahu malu..!” Pekik Rissa sambil menepuk pelan pantat telanjang sang suami.
Pak Amin tertawa dan balas menepuk bokong istrinya.

“Buat apa malu, kan hanya ada kita berdua di sini..” sambil berkata begitu ia memeluk Rissa dari belakang dan menciuminya mesra.

Rissa menggeliat.. ”Sudah, Bi. Aku harus nyuci..” dia berusaha melepaskan diri.
Tapi Pak Amin terus mendekapnya dan kini malah menggelitik pinggangnya.

“Hei, mau ngapain mereka..?” Tanya istriku saat melihat Pak Amin mulai mengangkat daster Rissa ke atas.

Aku tidak menjawab. Mataku lebih sibuk memperhatikan adegan di depan sana daripada menjawab pertanyaan istriku.

Kalau tadi kami tega mengejek penis Pak Amin yang nampak kecil dan mungil.. sekarang kami ganti memuji-muji Rissa yang tubuhnya nampak indah menggairahkan.

Pak Amin sudah membaringkan istrinya itu di meja cucian.
Daster Rissa sudah terangkat hingga ke perut.. menampakkan kaki jenjang dan juga belahan pinggangnya yang mulus menggitar.
Bokongnya bulat dengan serabut hitam halus menutupi celah mungil di antara kedua kakinya, persis seperti yang kulihat beberapa hari yang lalu.

Payudaranya masih tertutup oleh daster, tapi Pak Amin sudah meremas-remasnya gemas hingga membuat Rissa jadi mendesis dan merintih kegelian.

“S-sudah, Bi.. hentikan..” Rissa mengeluh namun cuma setengah hati, karena begitu Pak Amin menyambar dan melumat bibir tipisnya, ia langsung terdiam.
Malah yang ada, tangannya mulai ikut meremas-remas penis sang suami hingga benda yang sedaritadi meringkuk itu mulai menggeliat bangun.

“Masih besar punya Ayah..” kata istriku mengomentari. Aku mengangguk sambil melonggarkan bagian atas celana jinsku.

Istriku yang melihatnya langsung berkata.. ”Kenapa, Yah, ngaceng ya..? Dilepas aja sekalian..”

“Hah..!?” Aku berseru kaget.

Tapi jawabannya langsung membuatku mengerti. “Nggak pengen ngelakuin kayak mereka..?”

Tentu saja aku ingin. Jadi lekas kulepas celana jinsku, juga celana dalamnya sekalian.

Sambil memperhatikan Rissa yang mulai digoyang oleh suaminya, kurengkuh tubuh montok istriku ke dalam pelukan dan kuraba-raba tonjolan payudaranya yang masih terbungkus baju kerja.

“Lepas, Bun..” aku meminta.

Istriku segera melonggarkan kancing bajunya, juga resleting rok panjang yang ia kenakan.
Sedang jilbab lebarnya tetap ia kenakan karena mengerti kalau aku lebih suka ngentot dengan jilbab tetap terpasang rapi.

Oh, rasanya sungguh luar biasa, bersetubuh sambil mengintip permainan tetangga.
Apalagi kalau tetangganya cantik seperti Rissa.

“Jangan bayangin dia lho ya..” kata istriku mengingatkan saat aku mulai melakukan penetrasi.

“Hehe..” aku hanya bisa tersenyum menanggapi.

“Bunda juga jangan bayangin Pak Amin lho ya..” aku balas mengancam.

“Nggak bakalan, Yah. Lha penisnya kecil gitu, Bunda lebih suka yang ini..” kata istriku sambil menggenggam batangku dan melumatnya pelan.

Dia mengemutnya sebentar agar jadi sedikit basah, setelah itu menyuruhku agar menusuk lagi.

“Pelan-pelan, Yah.. argh..!” Dia mengerang saat aku menghentak cepat.

Slebb.. Terus kudorong batangku hingga akhirnya terbenam semua.

“Heran, kok bisa Bu Amin puas dengan penis sekecil itu..?” Kata istriku saat aku mulai menggoyang perlahan.

“Bahkan sampai bisa punya dua anak..”

“Tanyakan sendiri kepadanya, Ayah mana tahu..” jawabku sambil mencium dan meremas-remas tonjolan buah dadanya.
Ukurannya sedikit lebih kecil dari milik Rissa, tapi lebih padat dan mengkal.
Maklum.. istriku masih belum pernah melahirkan, kami baru menikah dua bulan yang lalu.

“Cantikan mana aku sama Bu Amin..?” Tanya istriku, matanya terpejam menikmati genjotanku.

“Cantik Bunda dong..” Aku tidak mau berbohong, memang lebih cantik istriku.
Tapi ada sesuatu dalam diri Rissa yang menggelitik rasa penasaranku.

Di halaman sebelah, kulihat tubuh Pak Amin mulai terkejang-kejang dan setelah itu lemas terkulai di pelukan sang istri.
Rissa tampak kecewa, namun raut muka kesalnya hanya nampak sesaat sebelum digantikan oleh senyum manis yang sanggup membuat lelaki manapun meleleh.
Tak terkecuali diriku.

Kuperhatikan saat Pak Amin mencabut penisnya dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi.
Sementara Rissa segera mengelap sisa-sisa lendir yang ada di selangkangannya dengan ujung daster.. lalu merapikan bajunya dan melanjutkan mencuci.

Di dapur, aku dan istriku masih jauh dari kata selesai.
Aku mengubah posisi dengan batang kejantananku masih di dalam liang senggama Fenti.
Kuangkat satu kaki istriku ke atas meja dapur, lalu kembali kumaju-mundurkan senjata keperkasaanku di liang senggamanya dengan irama sedang namun cukup mantap.

Kemudian, tidak lama setelah itu, aku mengubah posisi lagi. Sekarang menungging.
Aku tusukkan batang kejantananku dari arah belakang. Jelbh.. clebbh.. slebb..

“Ahh.. aah.. Yah, aku mau keluar..” rintihnya sambil berusaha menahan dorongan yang kulakukan.

“Keluarin aja, Ayah masih belum..” balasku yang masih tetap memacu cepat.

“Aahh..!!” Istriku menjerit saat dari liang senggamanya memancar cairan bening yang amat banyak.
Aku merasakan lubang kemaluannya jadi licin karena cairan itu. Tapi aku masih terus mengocok karena rasanya juga jadi semakin nikmat.

“Hah.. hah..” Napas istriku terengah-engah, namun tersungging senyum kepuasan di bibirnya yang tipis..
”Kasihan Bu Amin ya, Yah. Nggak pernah merasakan yang seperti ini..” ujarnya.

“Iya, letoy banget tuh suaminya. Suruh ke sini, Bun, biar Ayah puasin..” kataku bercanda.

“Yee.. enak saja..!”

Istriku mengajak berganti posisi. Sekarang dia berbaring di meja makan.
Pakaiannya sudah acak-acakan dan semrawut tak karuan.
Payudara yang bulat nampak mencuat indah dari sela-sela beha yang kutarik hingga ke perut.
Aku segera mengulum dan menciuminya sambil berusaha memasukkan kembali batang penisku.

“Yah, aghh..” istriku merintih. Kuangkat kedua kakinya dan kurentangkan lebar-lebar agar aku bisa menyodok dengan bebas dari arah depan.

10 menit kemudian, aku sudah tidak tahan lagi.
Segera kutekan batang kejantananku kuat-kuat dan kutembakkan spermaku secara bertubi-tubi di liang rahimnya.
Dengan begitu aku berharap istriku bisa segera hamil.

Sesudah itu kami segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sambil menyabuni tubuhku, istriku sempat berkata.. ”Ternyata tadi lemas karena pengen toh..”
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Masa' harus kukatakan kalau lemas karena kangen dengan Rissa..? Bisa rame urusannya..!

Tapi adegan intip mengintip itu terbukti bisa mengembalikan mood-ku.
Aku kembali bersemangat dan ide dalam menulis juga mengalir deras.
Dalam sekejap aku bisa menyelesaikan draf novel yang sudah berbulan-bulan terkatung-katung.
Istriku bahkan sampai heran.. ”Tumben, nggak biasanya Ayah begini..” katanya.

Aku hanya menjawab dengan memeluk dan memberinya ciuman mesra di bibir.
Itu baru ngintip, bayangkan kalau bisa tidur beneran. Bisa-bisa aku sanggup menulis ensiklopedia.
-----------

Keesokan harinya, istriku berangkat kerja seperti biasa.
Rissa juga pergi mengantar anak-anaknya, sementara suaminya sudah sejak subuh tadi berangkat kerja ke luar kota dan baru balik minggu depan.

Hari itu Selasa dan aku sudah menggarap satu draf novel baru yang berjudul ‘Pesona Tetangga..’
Ini novel pribadi, tidak akan terbit dan beredar di toko buku karena isinya memang sangat-sangat istimewa, namun bisa didapatkan dengan harga murah di blog *******. Hehe..

Sengaja kutulis sebagai bahan koleksi. Bab satu sudah rampung, tapi bab selanjutnya membuatku bingung.
Aku tidak tahu harus menulis apa karena memang aku belum mengalaminya.
Ingin mereka-reka, namun tidak ada adegan yang cocok. Aku lebih sreg menulis novel ini seperti kenyataan yang sebenarnya.

Suntuk, akupun memutuskan untuk jeda sebentar. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi saat aku mematikan laptop dan pergi ke luar.
Karena tidak punya tujuan, aku hanya jalan muter-muter di seputaran kompleks.
Di pertokoan dekat pintu masuk, kulihat ada Ruko baru yang menjual buku. Sepertinya koleksinya cukup lengkap. Karena tertarik, akupun mampir ke sana.

Dua jam kemudian, aku pulang sambil menenteng dua buku karya Neil Gaiman dan satu majalah wanita untuk istriku.
Tapi aku tidak langsung membacanya, aku lebih memilih untuk istirahat tidur siang daripada menelusuri kata-kata rumit karya tukang dongeng dari barat itu.

Sorenya aku baru bangun ketika istriku sudah pulang dari kantor.

“Enaknya yang lagi nganggur..” dia menyindir.
Aku nyengir dan setelah memberinya ciuman selamat datang di pipi.. langsung ngacir ke kamar mandi.
Sementara istriku pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Rasanya baru sebentar berada di kamar mandi ketika sayup-sayup kudengar suara seseorang memanggil di pintu depan.
Istriku langsung sigap mendatangi.
Kudengar mereka bercakap-cakap, tapi tidak jelas karena tertutup oleh suara air shower yang lagi mengguyur rambutku.

Pasti para peminta sumbangan, batinku. Biasanya jam-jam segini mereka bergerak keliling kompleks, pura-pura meminta dengan mengatasnamakan yayasan anak yatim atau pondok pesantren yang letaknya jauh, bahkan sering daerahnya saja tidak kukenal.

Biasanya kalau menghadapi yang begini, aku mengusir mereka dengan halus.
Lebih baik langsung bersedekah kepada anak yatim di sekitar rumah daripada memberikannya ke orang asing yang tidak kukenal.

Kudengar setelah bercakap-cakap, istriku masuk kembali ke dalam rumah dan meneruskan acara memasaknya.
Akupun meneruskan mandiku.

Namun lagi asyik keramas, tiba-tiba kudengar istriku berteriak dari arah dapur.
“Yah, Tolong..! Aduh, krannya jebol..! Gimana ini..!?” Dia terdengar panik.

“Ada apa, Bun..?” Aku bertanya.. tidak terdengar cukup jelas tadi.

“Krannya jebol..!” Dia berteriak lebih kencang.

Aku segera membasuh rambut dan mematikan shower, lalu dengan hanya berbalut handuk aku keluar dari kamar mandi dan melangkah bergegas menuju dapur.

Yang aku tidak tahu –karena letaknya bersebelahan..– ternyata puncratan air kran sudah menggenang di depan kamar mandi.
Jadi begitu melangkah, aku langsung terpeleset dan jatuh berdebum.

“Iiihh, Ayah. Pake acara jatuh segala..” omel istriku sambil berusaha menyumbat air yang menyembur deras.. nampak tak peduli denganku yang merintih kesakitan di sebelahnya.

Aku berusaha bangkit.. handukku yang melorot dan jatuh ke lantai kubiarkan saja.
Dengan tubuh telanjang kuhampiri istriku dan kubantu dia untuk memegangi kran.

“Yah, pake kembali handuknya..!” Dia mendelik.
Di dahinya terlihat cucuran keringat.. namun entah kenapa itu malah membuatnya menjadi semakin cantik.

Belum lagi saat itu dia hanya mengenakan daster pendek yang sebenarnya tidak terlalu ketat, tapi karena terkena percikan air jadi menampakkan bentuk pantat dan pinggulnya yang bulat.
Garis dari celana dalamnya juga terlihat jelas, semakin memancing gairahku.

Ah, seksi sekali istriku ini.. pikirku kotor.

Kuputar kran yang lepas itu ke posisinya semula. Air mulai tersumbat dan lama-lama menjadi semakin kecil.
Yang tidak aku sadari adalah, ternyata posisi tubuhku saat ini jadi seperti memeluknya dari belakang.

Bisa dibayangkan, tanpa sengaja juga penisku jadi mengenai belahan pantatnya yang sekal.
Keadaan ini bertahan beberapa lama hingga air jadi tersumbat sepenuhnya.
Namun sebagai gantinya.. penisku yang kini jadi menegang sempurna.

“Ayahh..!” Hardik istriku saat aku berusaha menggesek-gesek bulatan pantatnya.. namun dia sama sekali tidak bisa bergerak karena tubuhnya sudah kukekang.
Kemudian tanpa pikir panjang.. secepat kilat kusingkap daster tipisnya.. kemudian secepat kilat juga aku berusaha memelorotkan celana dalamnya.

“Eh.. apa-apaan sih, Yah. Jangan..!?” Dia berusaha berontak.
Namun sudah kepalang tanggung.. aku langsung berjongkok untuk menyibak pantatnya yang besar dan mencari liang senggamanya.

Kudekatkan kepalaku, kujulurkan lidahku untuk mencapai belahan vaginanya.
“Auw.. Yah.. ahh..! J-jangan..!!” Jilatan pertamaku langsung membuatnya bergetar tanpa bisa beranjak dari tempatnya semula.

Kucari klitorisnya, memang agak sulit. Namun setelah dapat, segera kuisap habis bulatan mungil itu. Dua jariku juga ikut menusuk liang vaginanya.
Sudah tak terkira jumlah lendir yang keluar, bahkan tak lama kemudian, terasa pantat istriku bergetar hebat.

“Ahh.. hh.. Yah! Ahh.. aouhh..” Dengan erangan keras, ia mencapai orgasmenya.
Tubuhnya langsung lunglai ke dalam pelukanku.

“Hei.. bangun, Bun. Ayah belum apa-apa nih..” bisikku tak tahan.

Dia segera membungkuk di depan bak cuci. Langsung aku berdiri dan menyiapkan senjataku yang sudah mengacung tegak.
Dengan dua tangan kucoba untuk menyibak kedua belahan pantatnya sambil kudekatkan batang penisku ke liang vaginanya.

Selanjutnya kudorong sedikit demi sedikit saat aku sudah menemukannya.
Begitu sudah betul-betul tepat, tanpa ba-bi-bu langsung kulesakkan dengan cepat. Jlebh..!

“Ahh.. Yah.. pelan.. auh..!” Kepala istriku langsung melonjak ke atas dengan tangan berpegangan semakin erat di pinggiran cucian piring.

Kudiamkan sebentar penisku yang sudah masuk.. kunikmati benar-benar bagaimana ternyata vagina istri yang baru kunikahi ini tetap saja nikmat menggigit.
Sensasi yang sangat luar biasa sekali.

Pelan-pelan kutarik, kemudian kudorong lagi.
“Ohh.. Yah, enak.. terus.. yang cepat..! Aouhh.. ahh.. terus..!!” Rintihnya dengan pantat bergoyang melawan arah dari kocokanku.

Aku terus menusuk cepat, dan sebentar kemudian tubuh istriku kembali bergetar hebat.
“Yang cepat, Yah.. aku sudah mau keluar lagi.. ouhh.. terus..!!” Jeritnya dengan kepala semakin menggeleng-geleng tak karuan.

Sedetik kemudian.. orgasmenya telah sampai dibarengi dengan kepalanya yang melonjak naik.. sementara tangannya mencengkeram pinggiran cucian piring semakin erat.

“Berbalik, Bun..” aku meminta. Istriku segera memutar tubuhnya.
Wajahnya sudah awut-awutan dan basah kuyup, namun terlihat semakin seksi dan menggairahkan.
Kududukkan dia di atas bak cuci piring menghadapku.

Aku mendekat dan langsung kucari bibirnya.
Kami berpagutan lama sekali sambil kuusap-usap kedua bongkahan payudaranya yang terasa mengganjal empuk.

Sambil berciuman, kurasakan satu tangan istriku membimbing batang kontolku ke arah liang vaginanya.
Tanpa perlu disuruh, segera kudorong pantatku untuk kembali menyetubuhinya.

“Ahh..” erang kami secara bersamaan, ciuman kami terlepas.

“Kocok yang cepat, Yah..” Pinta istriku sambil pahanya semakin dilebarkan.

“Begini..?” Kataku sambil menggenjot sekuat tenaga.

“Oughh.. iya, Ayah pintar..” bisiknya sambil satu tangannya menarik tanganku.. kemudian ditaruhnya di bagian atas liang vaginanya.

Aku tahu apa yang ia inginkan. “Ya yang itu.. terus, Yah..! Ohh enak.. terus..!!”
Rintihnya ketika sambil mengocok, tanganku juga memelintir lembut klitorisnya.

“Ohh Yah, aku hampir sampai..!!” Teriak istriku saat tubuhnya mulai bergetar agak keras.

“Ayah juga, Bun..” timpalku tidak bisa mengendalikan diri.. orgasmeku sudah tinggal sebentar lagi.

Crebb.. clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. crebb.. crebb.. crebb.. crebb..
Maka semakin kupercepat kocokanku, istriku juga mengimbangi dengan menggoyang pantatnya.
Hingga kemudian.. sambil berpegangan pada bagian belakang pantatnya, kukeluarkan air maniku. Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..

“Aughh..!!” Aku merintih keenakan.

“Oughh.. ahh..” erangnya sambil jemarinya mencengkeram bahuku.

Akhirnya kami berdua terkulai lemas. Kudiamkan dulu penisku yang masih berada di dalam liang vaginanya.
Kulirik ada sedikit lelehan air mani yang keluar dari sana.

Namun seperti tersadar.. istriku tiba-tiba mendorong badanku hingga tautan alat kelamin kami jadi terlepas.
“Ayah nakal.. berani sekali berbuat seperti ini saat masih ada tamu..” sungutnya.

“T-tamu..!?” Aku terbelalak kaget.

“Tuh lihat di depan..”
Dia turun dari bak cuci dan segera membenahi baju dasternya yang basah dan awut-awutan. Aku juga ikut menyambar handukku.
Namun saat kuintip, ternyata tidak ada siapa-siapa di ruang tamu.

”Tamu siapa, Bun..?” Aku bertanya bingung.

“Hmm.. berarti dia sudah pulang..” Istriku ikut ke depan.

“Tadi Bu Amin ke sini mau minjam laptop. Tapi karena masih dipake Ayah.. jadi kusuruh nunggu sampai Ayah selesai mandi..”

Aku langsung terbengong-bengong. Jadi yang tadi ngobrol sama istriku itu adalah Rissa.
Sungguh tidak disangka. Dia ada di ruang tamu ini sementara aku main sama istriku di dapur gara-gara kran air copot.
Tanpa perlu mengintip pun ia sudah bisa melihat dengan jelas apa yang kami lakukan.
Gila..! Bagaimana ini bisa terjadi..?

“Bunda kok nggak bilang sih..?” Aku menyalahkan istriku.

“Lha.. Ayah keburu nyosor duluan. Tahu sendirian kan aku gampang nggak tahan..” belanya.

Aku terdiam. Tapi setelah kupikir-pikir, ini ada untungnya juga. Rissa jadi tahu betapa jantan dan perkasanya diriku.
Aku yakin dia sempat melihat aksiku meski akhirnya pulang, entah karena malu atau karena tak tahan.

Yang pasti, sudah kutunjukkan kepadanya –meski secara tidak sengaja..– kalau aku sangat memuaskan.
Biar dia membandingkan dengan suaminya. Tapi kalau sampai kepingin, aku tidak tanggungjawab lho.

“Hei, kok senyum-senyum sendiri..?” Tanya istriku.

Aku segera memberitahu apa yang ada di dalam pikiranku.

“Sinting..! Bu Amin itu alim, suaminya aja penghulu. Nggak mungkin mau selingkuh sama Ayah..” kata istriku yang kembali sibuk di dapur.

“Kalau sampai mau gimana..?” Tanyaku memancing.

“Berarti dunia sudah mau kiamat..!” Serunya sengit.

Namun dunia memang beneran mau kiamat.. karena beberapa hari kemudian, pagi-pagi sekali Rissa sudah datang ke rumah.
Istriku sudah akan berangkat kerja saat ia datang berkunjung.

“Maaf, Dek Fenti. Boleh mengganggu sebentar..” sapanya dengan suara merdu.
-------------------
 
Terakhir diubah:
Cerita 28 – Pesona Tetangga

Part 2

Aku yang saat itu masih berbaring malas-malasan di kamar, segera memasang telinga.
Karena jarak ruangan yang bersebelahan, percakapan mereka terdengar cukup jelas.

“Soal laptop kemarin ya, Mbak..?” Kata istriku.

“Silakan kalo mau minjam, lagi nggak dipake sama suamiku..”

“Bukan, Dek..” sahut Rissa, terdengar malu. Lalu melanjutkan.. ”Ada yang ingin aku tanyakan sama Dek Fenti..”

“Silakan.. kok pake malu-malu segala, kayak sama siapa..!” Seru istriku.

Rissa tertawa.. ”Kalo boleh tahu, suami Dek Fenti di mana..?”

Hatiku langsung berdebar keras. Kenapa dia mencariku..?
Perasaan, kita tidak punya urusan. Kalau mau ngajak selingkuh, kenapa malah bertanya kepada istriku..?

Aku mencoba memikirkan alasan lain, tapi tidak ketemu.
Daripada bingung, aku memutuskan untuk terus mendengarkan saja.

“Tuh, lagi tidur di kamar. Dia kalo bangun siang banget..” kata istriku.

“Lagi tidur ya..?” Rissa terdengar menimbang-nimbang.

“Saya bertanya begini karena mau Curhat urusan wanita sama Dek Fenti. Kan nggak enak kalau sampai didengarkan sama suami..”

Istriku tertawa.. “Oh begitu. Ya saya bisa mengerti kok, Mbak. Silakan, mau bertanya apa..?”

“Begini, Dek..” Rissa ragu-ragu.

“Tidak apa-apa, saya bisa menyimpan rahasia kok..” kata istriku.

Rissa menunduk ke lantai dan berkata.. ”S-saya hanya pingin tahu, a-apakah setiap ukuran rasanya berbeda..?”

Awalnya aku tidak mengerti. Begitu juga dengan istriku, jadi dia langsung bertanya. ”Hmm.. maksudnya..?”

“A-apakah ukuran penis itu menentukan rasanya..?” Rissa mengembuskan napas lega setelah melontarkan pertanyaan ini.

Namun buru-buru meminta maaf.. “Maaf kalo kata-kata saya sedikit vulgar. Ini hanya di antara kita saja..”

Istriku tertawa.. “Tidak apa-apa, Mbak. Saya kadang-kadang juga berbicara jorok kalo lagi berdua sama suami..”
Dia ikut tertawa.

“Kenapa Mbak Rissa bertanya seperti itu..?” Tanya istriku.

Dari dalam kamar, aku sudah mengetahui jawabannya. Dan di luar, Rissa mempertegas pikiranku.

“S-saya kemarin nggak sengaja melihat Dek Fenti sama suami, di dapur ..”
Dia berhenti, lalu melanjutkan setelah melihat istriku cuma diam.

“Dek Fenti kayaknya menikmati sekali. Saya jadi iri. Terus terang saja, selama delapan tahun pernikahan.. saya belum pernah merasakan kenikmatan seperti yang dek Fenti alami. Mungkin itu karena penis suami saya yang tidak sebesar punya Dek Handoko ..” Dia berdeham.
“Maaf lho, Dek Fenti, kalau saya berkata terus terang..”

“Tidak apa-apa, Mbak..” Istriku berkata memaklumi.
“Ukuran memang menentukan. Semakin besar dan panjang akan semakin nikmat..” dia berkata bangga.. seperti menyombongkan diriku yang memiliki penis seperti itu.

“Tapi cara main dan pemanasan yang cukup juga bisa menentukan hasil akhir. Malah itu yang menurut saya paling penting.. karena percuma punya kemaluan besar kalau cepat keluar..”

Rissa berkata muram.. ”Wah.. sepertinya saya dapat dobel. Sudah kecil, cepet lagi..” Dia tertawa kecut.

Istriku mencoba untuk menyemangati..” Bisa disembuhkan kok, Mbak. Sekarang kan sudah banyak klinik-klinik kesehatan yang menawarkan terapi ejakulasi dini..”

“Malu, Dek.. kalau mau pergi ke sana. Lagian suami saya pasti nggak mau.. laki-laki kan paling anti disebut lemah. Mereka maunya perkasa, padahal ..” Rissa menggantung kalimatnya.

“Sabar, Mbak..” kata Istriku.
“Mbak hebat lho, bisa bertahan dengan suami kaya Pak Amin. Kalo saya, nggak tahu deh..”

Dalam hati aku membatin.. Dasar istri gatal.. doyan kontol..!
Tidak terbayangkan kalau penisku kecil, pasti istriku sekarang sudah lari dengan laki-laki lain.
Untung saja si otongku ini perkasa. Yang segera kuelus-elus penuh rasa sayang sampai jadi berdiri tegak sambil terus kudengarkan obrolan kedua perempuan cantik di luar sana.

“Itu sudah jadi kewajiban saya sebagai istri, Dek..” kata Rissa seperti menyindir istriku.
“Awalnya saya tidak berpikir macam-macam, saya anggap semua lelaki seperti suami saya. Karena terus terang saja, saya awam soal seks. Saya hanya pernah tidur dengan satu lelaki, dan itu adalah suami saya. Puas atau tidak.. saya harus menerimanya..”

“Sampai Mbak melihat saya kemarin..?” Tebak istriku.

“Iya, Dek..” Rissa mengangguk.. “Ternyata apa yang saya dapatkan selama ini sangat kurang.
Saya baru sadar.. ternyata seks itu harus saling memuaskan.. bukan hanya melayani salahsatu pihak..”

Istriku terdiam sebentar, lalu kembali bertanya.. “Lalu, apa yang akan mbak lakukan sekarang..?”

“Tidak ada..” jawab Rissa.
“Curhat begini saja sudah membuat saya lega. Saya hanya ingin memastikan. Jujur, sejak melihat Dek Fenti kemarin, saya jadi susah tidur..”

“Karena membayangkan punya suami saya ya..?” Canda istriku.

Rissa tertawa.. ”Ah, saya mana berani..”

“Iya, jangan coba-coba lho, Mbak. Itu punya saya, harus minta izin dulu kalau mau minjam..” kata istriku yang membuat Rissa jadi semakin terbahak-bahak.

Di dalam kamar.. aku langsung terhenyak. Gila juga istriku ternyata.

Dan yang tak kusangka, Rissa juga menanggapi kegilaannya itu dengan bertanya.. “Kalau saya izin dulu, berarti boleh donk..?”

“Tergantung..” kata istriku.
“Tergantung apa..?” Tanya Rissa penasaran.

Aku juga berdebar-debar, menanti jawabannya. “Tergantung suami saya.. mau apa nggak..” kata istriku.

Ingin saat itu juga aku bangun dan mengatakan kepada Rissa kalau aku mau.
Tapi setelah kupikir-pikir, itu tidak mungkin. Perempuan mana sih yang mau membagi suaminya dengan wanita lain. Pasti jawaban istriku tadi cuma basa-basi.

Lagian kudengar Rissa juga berkata..” Nggak deh, saya sudah cukup puas dengan yang sekarang..”

“Coba suaminya dibujuk, Mbak, siapa tahu mau konseling..” kata istriku.

“Iya, nanti akan saya coba..” sahut Rissa, lalu berdiri untuk pamit.

“Terimakasih, Dek Fenti, mau mendengarkan keluh kesah saya..”

“Sama-sama, saya senang bisa membantu..” kata Istriku.

Di depan pintu, Rissa sempat berbisik.. ”Bersyukurlah.. Dek Fenti punya suami kayak Dek Handoko..” Istriku hanya tertawa menanggapi.

Selepas kepergiannya, istriku masuk ke dalam kamar.
“Gimana menurut Ayah..?” Tanyanya tiba-tiba.

“Apanya..?” Aku pura-pura tidak mengerti.

“Ah, aku yakin Ayah nggak tidur dan dengerin semuanya..” kata istriku.

Aku jadi tidak bisa berbohong lagi.

“Ayah kasian kepadanya, Bun..”

“Kasihan apa ‘kasihan’..?” sindir istriku sambil memoleskan bedak ke pipinya yang mulus.

“Beneran, Bun, apa sih enaknya berhubungan kalau tidak mendapat kepuasan..?” Pancingku.

“Iya..” sahut istriku singkat.

“Kok cuma iya..?” Aku mengejar.

“Lha terus mesti apa lagi..?” Tanyanya.

“Paling nggak, carikan dia solusi..” aku berkata.

“Emang aku orangtuanya, disuruh nyarikan solusi..!?” Ketus istriku.

“Dia sudah curhat ke Bunda, itu berarti dia berharap Bunda bisa memberi jalan keluar..” bujukku.

“Solusinya itu Ayah..” kata istriku singkat.

“Kok Ayah..?” Aku bertanya bingung.

“Pergi aja ke rumahnya sekarang dan puaskan dia..!!” Bentaknya.

“Emang boleh..?” Tanyaku sambil nyengir.

“Coba aja kalo berani..!” Dia mendelik.

Aku segera memeluk tubuhnya dan berbisik.. ”Aku cuma sayang sama kamu kok..”
Kutarik dia ke dalam pelukan dan kucium bibirnya kuat-kuat.

“Yah, Yah.. idih, udah ah. Aku sudah hampir terlambat, tau..”
Fenti yang sudah dandan cantik dengan baju kantor modis dan rok panjang hitam, meronta-ronta.
Istri masa kini tuh seperti itu. Bagi dia, lebih bahaya baju kusut, daripada suaminya yang blingsatan karena tak tahan.

“Bun, tolong dong.. sebentar aja, kamu kan istriku..” Aku memburu dia sampai ke ruang tamu, lalu kutarik lagi ke kamar.

Bledak..! Kepalaku kejedot pintu sampai gak terasa, karena saking nafsunya.
Istriku hanya tertawa, dan terus saja meronta. Walah.

Karena meronta, tuh baju ujung-ujungnya kusut juga. Sedangkan aku terus membekap.
Bergulat deh kami di pagi yang sejuk itu.

“Udah deh, gini aja.. bunda kasih nanti malem. Sabar ya, pasti aku layani..” dia menjanjikan.

“Aku maunya sekarang..” Aku terus saja merangsek.

“Ayaaah..!! Oooh, please..” dia merintih saat kuremas-remas bulatan susunya yang tertutup baju dan jilbab kuning gading.

Dan Fenti yang masih meronta terus saja kubopong ke tempat tidur.
Tapi baru akan menindihnya, tiba-tiba.. bledak..!

Kalau tadi kejedot di jidat, kali ini mukaku yang nyungsep ke pinggiran ranjang.
Nabrak ukiran kayu yang terbuat dari jati utuh. Pojokannya kena ke mulut. Sakit sekali. Mulutku langsung nyonyor.

“Makanya, kalo beli ranjang dipikir dulu.. jangan main ambil yang jati utuh. Kalo begini kan berabe..?” Kata Fenti sambil terkikik. Walah. Kok jadi ranjang yang disalahin..?

“Justru itu, Bun..” aku menyahut.. ”Kalo belinya yang empuk-empuk, tukang meubelnya malah jadi marah. Kita ini mau beli ranjang apa beli bapao..!?”

“Lho, sejak kapan bapao bisa dijadiin pintu..?” Tanya Fenti.

“Ta'uk deh..”
Dan kutubruk dia sekali lagi. Bibirku kembali melumat mulutnya, sementara tanganku dengan lincah bergerak di sekujur badannya. Tambah awut-awutan bajunya sekarang.

“Sudah ah, Yah. Bibir sudah nyonyor, masih aja doyan..” desah Fenti terengah.

“Kepala sudah telanjur kejedot, bibir juga udah nyonyor.. kalo nggak dapet apa yang diincer, semua jadi sia-sia belaka, kan..?” Kilahku sambil beraksi lebih ganas.

Tapi, Eit..! Fenti ngeles saat tubuh sintalnya mau kutamplok. Jadinya, Blam..!!!
Aku yang sudah telanjur lompat malah jadi jatuh tengkurap, pas di atas duren..!

“Wadaw..! Siapa sih yang naruh duren di kamar..? Mestinya kan duren ditaruh di kulkas..!” Aku mengumpat.

“Rasain..” Fenti tertawa ngakak.

Itu duren sisa dari desa kemarin. Dan bukannya melihat seberapa parah duren itu nancap di perut, aku malah kembali menguber-uber Fenti yang kini berlari pontang-panting di sekeliling kamar.
Begitulah kalau orang lagi sange mendapat musibah..! Bodo amat kena duri duren, yang penting hasrat diurus dulu.

Sebagai istri, Fenti pun oon juga. Benar dia menolak.. tapi hanya menghindar muter-muter di kamar saja. Dia pikir bisa main kucing-kucingan di ruang berukuran 4x4 meter itu. Nggak bisa, wahai Fenti sayang..! Dan dalam sekejap.. dia pun bisa kusergap hingga kembali kami bertindihan bergulingan di ranjang.
Kali ini aku hati-hati.. tidak ingin kejedot lagi.

Rok kerjanya yang panjang, langsung kurengkuh dan kutarik resletingnya ke bawah.
Sementara gundukan payudaranya kembali kuremas-remas gemas.

Saat bibirnya aku lumat Fenti pun akhirnya menyerah.
“Aiih.. Ayah.. terserah ayah deh. Aku nyerah.. iih..!” Katanya pasrah.

Lekas aku menghunus serangan; kucopot celana pendekku dan kukeluarkan batang kejantananku yang sudah menegang kencang.

Tanpa membuang waktu kutaruh di celah pahanya untuk kususupkan ke lubang nikmat yang sudah menanti di sana.

Celana dalam Fenti tidak kulepas.. hanya sekedar kutarik ke samping untuk memberi jalan masuk.
Tapi.. kemudian, saat aku sudah bersiap untuk menyetubuhinya, kutatap matanya sejenak.

Fenti melihatku, sorot matanya sayu. Dan itu, meluluhkan hatiku pada akhirnya.
“Bunda beneran nggak mau..?” Tanyaku tak tega.

“Kok berhenti..?” Dia menantang, menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

Aku hanya bisa nyengir. Asem. Kebiasaan tuh istriku; tadi diterkam dia meronta-ronta.
Eh.. begitu aku berhenti.. dia malah nanya-nanya petentengan. Trus maunya apa coba..!?

“Maaf, ayah tadi kelewat nafsu. Habis bunda cantik sih pake seragam kerja begini..”

Kurengkuh tubuh sintalnya, memeluknya dengan erat, dan mencium bibirnya lembut.
Fenti hanya diam, terpaku.

“Kok dingin, nggak mesra..?” Aku menuntut.

“Udah siang, Yah. Waktunya kerja..!” Dia melepas pelukanku.
Baginya, seolah mesra dengan suami itu fungsi waktu. Kalo senja.. kelabu.. remang-remang.. mesra itu bisa.
Lha kalo pagi menjelang siang.. bodo amat..! Aneh banget kan..?

Saat aku membantu membenahi lagi dandanannya.. sambil sesekali mengelus gundukan payudaranya.. Fenti tersenyum sekilas.. “Aku berangkat dulu ya, Yah..” pamitnya.

“Ya udah, sayang. Silakan berangkat kerja, gih..”

“Makasih. Gitu dong, pengertian sama kesibukan istri..” Dia memberiku ciuman sekilas, atau ciuman hormat seorang istri pada suami.
Bahkan mungkin juga itu sekedar ciuman basa-basi. Gak tau deh.

“Udah sana, ayah keluar dulu..!” Fenti mendorong-dorong tubuhku.

“Hah..? Bunda yang mau kerja, kok ayah yang didorong ke luar kamar..?” Tanyaku bingung.

“Bentar, ah..! Bajuku kusut nih. Bunda mau ganti daleman dulu..!” Terangnya.

“Lho, kok aneh..!? Yang kusut baju sama rok, kok yang diganti malah daleman..?” Aku benar-benar tak habis pikir.

“Iya! Gara-gara ayah nih..” Dia cemberut lucu.

“Gara-gara aku..!?” Aku garuk-garuk pantat.

“Iya. Gara-gara ayah main paksa, jadi deh bunda terkencing-kencing..”

“Walah..” aku tersenyum.. “Tau gitu, aku teruskan tadi..”

“Udah sana.. ayah keluar, iiih..!! Pintunya mau bunda tutup dulu..” Dia mendorong tubuhku.

“Bun, aku ini kan suamimu. Lihat bunda ganti daleman nggak apa-apa, dong. Inspeksi dikit saluran irigasi.. siapa tahu bunda salah pasang..” aku berkilah.. padahal ingin sekali lagi melihat tubuh montoknya.

“Enggak ah. Entar kalo ayah lihat, hasrat ayah jadi membandel lagi..!” Tukasnya sambil membanting pintu.

“Waduh..!!” Aku menyingkir terbungkuk-bungkuk akibat penis yang kejepit ngilu di balik celana.

Kutunggu dia di ruang tamu. Dalam lima menit.. Fenti pun siap pergi lagi. Sebagai karyawati profesional seperti itulah aktivitasnya setiap hari.
Sedangkan aku.. bekerja dengan jam lebih fleksibel. Tiap hari kerja mulai jam 10 juga bisa.

“Assalamu’alaikum..” Fenti mencium tanganku.

“Wa’alaikum salam.. nanti malem, ya sayangku..” aku mengerling.

“Iya, iya..! Idih.. yang diinget kok itu terus sih..?” Dia tersenyum.

“Love you..” Kusuruh dia agar cepat berangkat karena hari sudah semakin siang.

“Eh, nanti dulu, ada yang kelupaan..” Fenti yang sudah ada di atas motor, balik lagi mendekatiku.

Kukira dia akan memberikan ciuman mesra, maka aku siap menyambut dengan tangan terbuka.
Namun tak tahunya.. dzig..! Tiba-tiba dengkulnya menyepak dengan keras.. pas di poros tengah milikku.. pusat dari segala alam semesta.

“WADAWWWW..!!” Aku berteriak kaget.. dan langsung terbungkuk-bungkuk.

“Sakit ya, Mas..?” Tanyanya sadis.

“Pake nanya lagi..!” Aku mengerang.

“Ya udah. Syukurin..! Awas kalo sampai macem-macem pas Bunda nggak di rumah..” ancamnya sengit.

“Nggak deh, Bun..” aku merintih terkaing-kaing.

“Eh, pot kembang ikut kesenggol nih..” katanya sambil membetulkan posisi pot kembang sampai sempurna.
Aneh bin ajaib. Bagi Fenti, membetulkan letak pot kembang menjadi lebih penting daripada memberi kebahagiaan pada suami..!
Lalu wusss..!! Dia memacu motornya cepat-cepat.
“Huh..” aku menghela napas panjang.

Selepas kepergiannya, aku kembali masuk rumah dengan berjalan kaku seperti vampir china.
Lesu dan ngilu. Dasar suami apes.

“Eh.. tapi rasanya aku tak apes-apes amat..” karena dua menit kemudian, waktu mencoba mencari hawa segar di teras belakang, aku menangkap bebunyian itu.

Tampak di sebelah.. Rissa kelihatan nungging sedang menjemur kasur.
Dengan mengenakan daster panjang tipis yang teramat sensual.. seakan tunggingannya itu adalah undangan mampir yang tak boleh ditolak.

Sejenak aku celingukan, menganalisis daerah operasi.. untuk memastikan bahwa situasi benar-benar aman terkendali.
Lalu aku pun mengintip.

Ubun-ubun terasa kemut-kemut keliyengan begitu menatap daster dekil Rissa yang kedodoran.
Dekil dan norak sih sebenernya.
Kalo lomba tata busana, mungkin jurinya bakalan nangis meraung-raung.. saking tidak modisnya cara perempuan itu berpakaian..

Tapi.. bagi lelaki yang dilanda kegersangan batin seperti diriku.. maknanya jadi beda.
Sejelek apapun dia, bagiku tetap saja menggairahkan.
Bungkus sama sekali tidak penting, yang terutama adalah isinya. Betul tidak..?

Dan, walah..! Di saat aku masih kesulitan menelan ludah.. di sana Rissa membetulkan celananya yang kedodoran. Ia menyingkap kain dasternya hingga ke perut..

Alhasil.. menampakkan pinggul dan bongkahan bokongnya yang sintal, lalu memerosotkan celananya ke bawah.. sebelum kemudian menariknya lagi ke atas dengan pantat menggeal-geol indah.

Ah.. sekejap jakunku mendadak seret.
Apalagi ternyata Rissa tidak mengembalikan lagi lilitan dasternya.. kain bermotif bunga itu tetap dibiarkannya naik tinggi ke atas.. tinggi sekali.
Kelewat tinggi.. sampai saat dia berbalik.. dari arah depan tercetak jelas belahan vaginanya yang terbelah sempurna.

Semburat rambut hitam nampak membayang di bagian atasnya.. ditambah celana dalam itu rada melintir.. memperlihatkan sedikit belahan ‘bibir’ .. maka makin puyenglah ubun-ubunku.

Dengan cepat otak mesumku berproses lagi.
Apa enaknya aku serbu aja tetangga napsuin ini..? Begitu aku membatin.

Sambil menatap penisku yang mulai menegang.. kurenungkan ucapan Rissa tadi.
Sepertinya dia sudah terpesona oleh kejantananku.
Kalau misalnya aku mendatanginya sekarang.. kira-kira gimana reaksinya ya..?
Aku yakin dia akan gugup.. tapi ujung-ujungnya pasti mau.

Tapi tidak yakin juga sih.. soalnya dia kelihatan pendiam.
Siapa tahu beraninya hanya sama istriku saja.. tapi pas kudatangi malah takut dan teriak-teriak.
Bisa repot donk.

Akhirnya aku hanya diam, namun terus mengendap mengintainya.
Kulihat Rissa mengambil sabun detergen.. membuatku jadi tersenyum senang.
Ngambil sabun.. berarti mau nyuci, kan..? Teorinya memang begitu di mana-mana juga.

Tapi.. Rissa meletakkan sabun itu di bak cuci dan eh.. dia malah pergi ke dapur.. lalu balik sambil membawa sisa ikan asin dan disuguhkannya pada kucing..!

“Sial..!” Dengusku gusar.. apalagi sekarang Rissa sudah menurunkan kain dasternya kembali hingga tertutuplah paha dan bokong bulatnya yang sedaritadi kunikmati.

Iya, sih. Memang tidak ada yang melarang kalo mau nyuci disambi sambil ngasih makan kucing, tapi kan.. mestinya dia kasih makan kucing dulu, baru setelah itu ambil sabun..!
Kalo begini caranya kan mengecewakan penonton yang sudah terlanjur berharap..! Begitu aku membatin.

Tapi harapanku tidaklah sepenuhnya sia-sia.
Sebab sehabis memberi makan kucing Rissa langsung mencopot kain dasternya.. hanya meninggalkan beha dan celana dalam untuk membalut tubuhnya yang sintal itu.

Wah.. berani sekali dia. Di luar berjilbab rapat. Tapi di rumah malah buka-bukaan seperti ini.
Tak takut diperkosa apa sama tetangga mesum yang lagi sange ini..?
Atau.. dia memang sengaja memancingku..? Aku tak tahu. Tapi yang jelas aku terus memperhatikannya.

Rissa kini menyampirkan kain dasternya di cantolan baju.. lalu melirik ayam-ayam yang berkeliaran..! Walah.. kalo habis ini dia terus ngasih makan ayam.. berarti dia itu emang asli penyayang binatang..!
Apa enaknya aku daftarkan jadi anggota Greenpeace saja, ya..? Batinku berharap-harap cemas.

Namun ternyata tidak. Dari bunyi air kran yang dikocorkan.. sudah pasti kalau dia mau nyuci.
Tapi.. kok malah masuk kamar mandi..? Aku jadi mendengus kecewa.
Harusnya kan Rissa nyuci di luar.. seperti biasanya.. hingga aku bisa menikmati pemandangan tubuh sintalnya yang bergoyang-goyang indah.
Bukan malah ngumpet di kamar mandi seperti sekarang. Atau, dia memang sengaja ingin menguji kesungguhanku ya..?

Dengan dengkul bergetar dalam tujuh skala richter.. aku memperbaiki posisi.
Sudah kuselidiki kalau dari ujung pagar.. aku bisa mengintip ke dalam kamar mandi itu dengan terang benderang.. tanpa takut kepergok sedikit pun.
Aku hanya perlu sebuah kursi kecil sebagai tumpuan.. yang segera kuambil dari dapur.
Semuanya sempurna.. karena otak kotorku sudah memikirkan kemungkinan skenario ini jauh-jauh hari.

Merasa tidak ada yang mengintip.. pelan Rissa melepas dalemannya dengan santai dan riang gembira. Sambil nyanyi-nyanyi kecil pula. Dan bersamaan dengan itu aku pun beraksi.
Melangkah halus seperti kucing.. aku naik ke atas pagar.
Kalau ada tetangga yang memergoki, kubilang saja kalau aku lagi ngejar kucing.

Hmm.. dari sini nyanter benar pemandangannya. Rissa sudah telanjang.. tapi masih membelakangiku. Hanya punggung dan bulatan bokongnya saja yang kelihatan.. tapi itupun sudah cukup membuat semangat juangku meninggi.
Dag, dig, dug.. dag, dig, dug.. debar hati jadi tak menentu.

Aku terus menunggu dan menunggu.. sementara Rissa mulai mengguyurkan air ke celana dalamnya yang kotor, lalu mencucinya.

Aku terus menunggu dia berbalik.. karena aku penasaran ingin melihat lagi bulatan susunya yang sungguh teramat mengkal dan menggiurkan.
Benda itulah yang selalu menggodaku.. membuatku jadi tak bisa tidur.. dan ujung-ujungnya aku jadi tak tahan.

Tapi.. yang ditunggu tak kunjung muncul. Malah tahu-tahu.. crit, crit, crit..!
“Sial, apa ini..!?” Seruku kaget. Aku menoleh dan kulihat seekor kucing sedang nungging di atas genteng. Kurang ajar..! Dia mengencingiku.

Huweekkk..!!! Buru-buru aku pun turun dari pagar dan masuk ke rumah untuk mencuci muka.
“Amit-amit. Gini nih akibatnya kalau ngincar yang nggak bener..”

Di dapur, aku terus berpikir dan menimbang-nimbang. Ngintip lagi nggak ya..?
Karena kudengar bunyi air sudah berhenti. Sepertinya Rissa sudah selesai mandi.
Maka kuurungkan niatku dan pergi ke kamar.
Di sana aku onani sambil membayangkan tubuh sintal istri tetanggaku sampai aku melenguh puas.
---------------

Tak terasa jam demi jam berlalu, dan hari terus berganti. Sudah seminggu sejak kunjungan Rissa ke rumah, tapi aku masih belum juga bisa menentukan pilihan.
Tak kusangka.. mau selingkuh saja ternyata begini pelik.

Aku masih terus mengintipnya.. namun tidak pernah berani berbuat lebih.
Paling-paling hanya onani saja.. hingga tembok pagar rumah kami berubah warna jadi kecoklatan akibat terus terkena spermaku

Sampai akhirnya beberapa hari kemudian.. entah hari apa.
Yang jelas segala aktivitas berjalan seperti biasa; istriku ke kantor.. aku menulis novel.. dan Rissa mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.

Aku sudah hampir melupakan kunjungan itu ketika kira-kira pukul sebelas siang, aku mendengar ketukan di pintu depan.
Dari ruang tengah.. aku tidak bisa mengetahui siapa yang datang. Maka aku pun segera bangkit untuk melihatnya.

”Eh, Dek Handoko. Maaf mengganggu sebentar..” kata Rissa.. dengan senyum cerah terukir di wajahnya yang cantik.

Aku tidak bisa langsung menjawab karena tak menyangka perempuan yang selalu memenuhi pikiranku itu tiba-tiba saja muncul di sini.

“Oh, hai..” hanya itu yang bisa kuucapkan.

“Emm, anu..” katanya dengan senyum yang sama.

“S-saya sedang membikin kue, tapi saya kehabisan mentega. Mungkin istri Dek Handoko punya persediaan.. soalnya saya butuhnya cuma sedikit.. jadi nanggung kalau harus beli di toko..”

“S-sebentar, saya lihat dulu..” kataku sambil berbalik dan berjalan ke dalam.

”Silakan masuk, tidak usah sungkan, Mbak..”

”Terimakasih, saya tunggu di sini saja..” katanya.

Kuambil sekantung mentega dari lemari es dan kuserahkan kepadanya.. lalu aku berdiri canggung di depannya.. tak tahu harus berkata apa sampai dia menegur.. “Sendirian aja, Dek Han..?”

Aku tergagap..” Eh, i-iya. Istri lagi kerja..”

“Saya bisa minta tolong lagi..?” Tanyanya.
Apapun, cantik.. jawabku dalam hati. Namun aku hanya bisa mengangguk saja.

“Bantuin saya angkat sofa ya, berat soalnya..” Dia berkata.
Dan aku langsung mengangguk, lalu mengikutinya.

“Eh, ngomong-ngomong.. ngapain capek-capek jemur sofa, Mbak..?” Tanyaku saat kami sudah berada di rumahnya.

“Yah.. biasa deh, Dek. Suami tadi malam kelewat heboh. Jadi bececeran di mana-mana. Hihihi..” katanya sambil sedikit memperagakan.

“Wah, masa’ sih..?” Aku megap-megap.
Terbayang tubuhnya yang sintal sedang ditindih sang suami di sofa ini. Pasti asyik sekali.
Dan sekarang kami cuma berdua.. apa aku juga bisa menindihnya ya..?

“Eh, kok bengong..?” Tegur Rissa sambil tersenyum.

“Ah, enggak. Saya cuma terpesona sama kecantikan mbak..” celetukku jujur.

Rissa nyengir.. “Kamu tuh.. ngapain sih ngerayu tetangga..? Bukannya di rumah sudah ada istri yang lebih cantik..?” Dia mengerling.

“Istri apaan..? Pagi-pagi sudah berangkat kerja. Fenti lebih mementingkan kariernya daripada bikin seneng suami..” Curhatku.

“Beneran..?” Rissa tersenyum.

Untuk beberapa lama.. dia terus saja cekikikan dan tanpa risih membiarkan tubuhnya yang dibalut gaun panjang ditonton puas olehku.
Kadang malah dia sengaja memajukan payudaranya agar aku jadi makin puas.
Apa-apaan ini..? Apa dia sengaja ingin menggodaku..?

Untuk membuktikan, aku pun bertanya.. “Sering ya dihebohin sama suami..? Kutebak.. bisa tigakali sehari kalau pas Pak Amin pulang..” celetukku nakal.

“Hah..!? Dihebohin itu diapaiiin..!?” Rissa melotot.. tapi kemudian tersenyum lagi. Lalu dia tertunduk.

“Pengennya sih gitu, tapi.. dapat satukali aja sudah untung banget..” ujungnya dia juga Curhat.

“Kok cuma sekali.. padahal Mbak Rissa begini menarik..? Kalau saya jadi Pak Amin.. bakal aku kelonin mbak tiap malam.. nggak kutinggal-tinggal..”

“Ah.. nggak mungkin. Percuma. Dek Han beraninya cuma omong doang..!” Rissa menantang sambil meninggikan dagu indahnya.
Sialan..! Tapi dia memang benar.

“Ya, ini kan demi kebaikan lingkungan kita. Kalo saya main sergap aja, nanti warga bisa heboh. Gimana, kacau kan..?” Aku berkilah.
Tapi sambil bilang begitu.. tak tahan aku pun melayangkan tangan untuk mengelus pipinya.

“Aih.. jangan nakal, Dek Han..” Bukannya marah.. yang punya bemper malah tersenyum malu-malu.. “Nanti kalau keterusan gimana..?” Tanyanya lirih.. nyaris tak terdengar.

“Keterusan apa..? Begini..?” Baru saja aku mau beraksi lebih ganas, di kejauhan tampak Bu Anita, istri Pak RW, kelihatan berjalan mendekat. Sepertinya dia ada urusan dengan Rissa.

Buru-buru aku pun ngacir balik ke rumah. Tapi sebelum pergi kusempatkan melirik kepadanya.. dan Rissa tersenyum sambil mengangguk secara misterius.

“Kurang ajar Bu Anita, gangguin aja..” Aku naik darah.

Duduk di ruang tamu, terasa magma gunung merapiku masih menggelegak butuh penyaluran.

“Gimana ini..? Rissa sudah tidak mungkin. Apa enaknya onani aja, ya..?"

Dan terpaksa hasratku siang itu harus cukup puas kupadamkan dengan ngecrot di kamar mandi.
Lain kali akan kucari cara yang lebih baik untuk mendekati Rissa.. si istri tetangga yang sungguh cantik dan menarik.
------------------

Dan kesempatan itu akhirnya tiba saat peringatan tujuhbelasan kemarin.
Dari yang awalnya saling memendam dan malu-malu.. kini kami jadi bertambah akrab.

Rissa sudah tak sungkan lagi menanggapi candaanku yang berbau-bau porno.. tapi tetap saja dia tidak mau dipegang. “Kita bukan muhrim..” begitu alasannya setiapkali kutanya.

Padahal aku tahu sekali kalau dia sudah gatel akibat jarang dibelai.
Melihat posturku yang gagah perkasa.. aku yakin akhirnya ia akan terpancing juga.
Hanya tinggal menunggu waktu sebelum bara api asmara mulai meletup-letup.. makin lama semakin
Membesar.. hingga akhirnya membara membakar tubuhnya.

Dan itu rupanya terjadi saat lomba volly antar ibu-ibu. Kaki Rissa terkilir.. begitu juga dengan kaki Fenti.. istriku.
Keduanya langsung keluar dari permainan dan diganti sama ibu-ibu lain.
Kulihat penonton banyak yang kecewa karena dua bintang cantik idola bapak-bapak terpaksa menghilang.
Kuantar istriku pulang.. sementara Rissa balik dengan dipapah sama Bu RT.

Habis memboreh dan memijat kaki istriku.. entah setan darimana yang membujuk.. tiba-tiba saja timbul keinginan untuk mengail di air keruh.

Baju istriku yang sudah tersingkap kusingsingkan semakin ke atas hingga terlihat bulatan pantatnya yang mulus menggoda.

“Hei, ayah mau ngapain..!?” Dia menghardik.

“Ayolah sayang. Habis tujuhbelasan di luar.. ayah juga butuh tujuhbelasan di dalam nih..” bisikku sambil memenceti gundukan payudaranya satu per satu.

“Idih, siang-siang begini..!?” Ditepisnya tanganku.. bersikeras menolak.

“Lha, kan bukan bulan puasa. Emangnya masalah kalo siang-siang..?” Tanyaku bingung.

“Udahlah.. ayah itu jadwalnya malem..!” Putusnya.

“Kereta api kali pake jadwal..!” Aku nyengir.

“Udah ah. Pokoknya enggak..! Kaki bunda kan barusan terkilir..” dia bermanja.

“Lha.. yang terkilir kan kakinya. Nggak bakalan ayah pelintir kok pas saat kita bermesraan..” aku terus membujuk.

“Hah..? Mau bermesraan apa mau main pelintiran sih..? Aneh..” Dia tetap menyilangkan tangan di depan dada.. tanda kalau aku tidak boleh lagi menjamah gundukan payudaranya.

Kalau sudah begitu, aku jadi tak bisa apa-apa. Apalagi kemudian Fenti pun dengan cueknya membenahi baju dan tidur membelakangiku. Lalu tengkurep. Habis sudah harapanku.

“Huh..” mendengus kecewa.. aku mengambil napas panjang sejenak.
Lalu tiba-tiba terpikir untuk berbuat iseng..
Sementara istri pulas istirahat.. kenapa aku tidak pergi saja ke rumah tetangga untuk membantu memijat kakinya.
Kayaknya asyik, tuh.
. batinku sambil celingukan ke arah luar.

Orang-orang masih sibuk bertujuh belasan, situasi sepenuhnya aman terkendali.
Tanpa membuang waktu, lekas aku mengendap pergi ke rumah Rissa.
Suaminya yang seorang penghulu.. masih berada jauh di luar kota.. belum balik.
Jadi aku semakin percaya diri. Ini saatnya untuk mengenal tetangga cantikku lebih jauh. Oye..!

Dengan hati riang gembira, aku pun mengetuk pintu rumahnya.
“Mbak Rissa, permisi..”

“Siapa.. Dek Handoko ya..? Mari masuk, Dek..” begitu jawaban suara lembut dari dalam.
Tanpa ba-bi-bu aku pun menyelinap.

“Mbak, kalau terkilirnya masih sakit.. ini saya bawakan obat gosok. Istriku jadi agak mendingan habis diurut pake obat ini..” kataku pada awalnya.. masih rada sopan.

Dan rupanya gayung bersambut, karena berikutnya kudengar suara..
“Wah.. kebetulan. Sini.. Dek. Langsung masuk aja..” Dia memanggil.

“Waduh, kalo ada yang ngelihat gimana, Mbak..?” Kataku berpura-pura.

“Kenapa..? Semua lagi pada sibuk agustusan di luar.. nggak pa-pa..” Rissa berkata.. seakan memberi sinyal pancingan.

Tapi walau sudah dipancing, aku awalnya masih ragu juga. Benar tidak tindakanku ini..?
Aman tidak..? Jangan sampai gara-gara pengen yang anget-anget dan empuk-empuk.. aku malah babak belur dihajar warga.

“Ayo, Dek Han. Nggak usah sungkan..” panggil Rissa lagi.
Barulah saat itu aku berani. Hatiku jadi benar-benar mantap.

Maka, pelan aku melangkah menemuinya yang sedang tiduran telentang di atas sofa ruang tengah di depan tv.
Dia tersenyum saat melihat kedatanganku.

“Ini Mbak.. obat gosoknya..” aku mengangsurkan dengan sok santun.. padahal mataku sudah jelalatan ke mana-mana.

“Eh, iya. Terimakasih. Dek Han bisa bantu pijit-pijitin kaki aku nggak..? Repot soalnya kalau mijit sendiri..” Dia malah minta.

Itu sinyal..! batinku menyimpulkan.

“Beneran nggak apa-apa nih, Mbak..?” aku pun mendekat.

Rissa tersenyum lebar, dan menyodorkan kakinya. Rok gombrongnya ia singkap ke atas hingga memperlihatkan betis rampingnya yang putih bersih. Tiada berbulu.
Ya iyalah..! Namanya juga kaki ibu-ibu muda. Kalo kaki monyet ya tentu item berbulu..!

“Kalau aku sih nggak apa-apa. Tapi entah istrimu.. jangan-jangan dia ntar ngamuk kalau tau kita pjit-pijitan gini..”

“Nggak bakalan, Mbak. Dia lagi tidur pulas sekarang..” jawabku memastikan.

“Ok deh. Kamu atur aja, pokoknya jangan sampai istrimu tahu. Hihihi..”
Dia berani menggunakan kata 'kamu', sungguh kemajuan yang cukup berarti.

“Di mana yang sakit..?” Tanyaku sambil meraba kakinya.

“Idih, idih.. jangan langsung mijit ke atas dong..!” Pekiknya.. tapi terlihat suka.

Kuteruskan belaianku. Bukannya turun.. malah semakin naik ke atas.
Dan rok gombrongnya yang sudah tersingkap.. kini makin menumpuk di lutut.
Rissa menggelinjang-gelinjang senang.. sementara aku terus meraba-raba kulit betisnya yang terasa halus dan sangat mulus.

Situasi saling tahu dan saling membutuhkan itupun berkembang.
Yang satu ingin dibelai.. sedang yang lain ingin membelai. Lengkaplah sudah.
‘Api yang besar.. mulainya dari api yang kecil..’ begitu kata pepatah.

Aku terus memijat.. sementara Rissa hanya merem-melek saja menikmatinya.
Baru pegang betis.. belum yang lain-lain tapi aku sudah kelimpungan.
Mungkin ini karena pengaruh tubuh Rissa yang harum.. wangi.. dan pastinya sangat menggairahkan.

Aku pun jadi tak tahan.
Maka begitu Rissa bilang.. ”Oh.. Dek Han, pijitan kamu enak..”
Aku langsung menyahut.. “Mau dipijit yang lain..? Biar lebih enak, Mbak..”

“Iihh.. yang mana tuh..?” Dia membuka mata, menatapku.

“Oke deh.. tapi dikit-dikit aja ya.. jangan kelewatan..” dia meminta.

Dan aku tanpa membuang waktu langsung melakukannya. Situasi aman terkadali..! Eh, terkendali.. “Yang ini, Mbak..” kataku agresif.

Siapa juga yang tidak terpancing melihat kaki seindah miliknya, yang sehari-hari tertutup gamis panjang. Namun kini terbuka lebar.. bening lagi.
Sasaranku adalah sepasang pahanya yang siang itu terlihat begitu putih dan mulus.

“Tapi ingat.. kamu jangan kelewatan ya..?” Katanya menurut saat roknya perlahan kutarik ke atas agar semakin tersingkap.
Aku mengangguk.. dan tanganku langsung bekerja meremas-remas sepasang pahanya.

Pangkalnya sengaja tidak kusentuh –meski sangat ingin..– karena berada terlalu dekat dengan selangkangannya.

Aku sengaja bersikap sabar agar dia tidak merasa dilecehkan.
Biar bagaimanapun.. meski sekarang cuma berdua saja.. Rissa kan aslinya sosok istri yang baik.
Mungkin karena keadaan saja hingga ia jadi seperti ini. Aku harus tetap sabar. Pelan-pelan. Slowly but sure..

“Ehh.. hh.. emh..” Tetangga cantikku tampak mulai mendesis-desis begitu pahanya terus kugarap.

Dalam posisi seperti itu, penisku yang sudah ngaceng berat, tepat menanduk ke belahan pantatnya.

Dan apesnya itu terlihat oleh Rissa. Langsung saja ia bangkit dan duduk bersiaga di sofa.

“Sudah, Dek Han. Kayaknya sudah cukup..” katanya sambil membenahi rok panjang yang sudah mampir ke pinggang.. terlihat sangat takut kalau aku bakalan korslet.

Yah.. gagal deh usahaku.

“Lho, emang sudah enakan, Mbak..?” kataku kecewa.

“Iya, eh.. aku ambilkan minum ya..? Kamu mau air putih, teh, atau kopi..?” Tanyanya gemetaran.
Mukanya memerah, sementara napasnya masih terengah-engah.

“Saya mau susu aja..! Hahaha..” kataku bercanda dengan mata melirik bongkahan payudaranya yang bergerak pelan naik-turun.

“Hushh.. nggak boleh..!” Dengan tertatih-tatih, dia pun masuk ke dalam dan sebentar kemudian balik lagi, membawakan sebotol air mineral.

“Maaf, cuma ada ini..” katanya.

“Ya udahlah, air putih juga nggak pa-pa. Melihat pemandangan sesegar Mbak, rasa haus saya jadi hilang. Habis gimana, Mbak cantik banget sih..!” Pujiku merayu.
Rissa hanya tersipu malu.. lalu Curhat tentang gersangnya hubungan dia dengan suaminya.
Aku terus saja diam mendengarkan. Atau.. lebih tepatnya.. diam karena fokus melihat-lihat.

“Kok kamu diem aja, sih..?” Begitu akhirnya Rissa memprotes.. dan sadar kalau sedaritadi aku asyik menatap bongkahan dadanya.

“Oh, iya. Itu.. kalau Mbak perlu apa-apa.. langsung aja panggil saya. Saya siap 24 jam melayani..”

“Makasih ya, Dek Han. Kamu memang baik..”

Wah, baik apaan..! Kalau lelaki baik tuh.. sudah jelas istri orang.. mestinya tidak diraba-raba kayak tadi..! Lha ini.. Hehehe.

“Dek Han, kok kamu berani sih main ke sini..? Kalo Fenti tiba-tiba bangun gimana..?” Rissa mengecek.

“Dia kalau tidur lama, puleees banget..” jawabku meyakinkan.

“Hmm.. masih banyak waktu dong ngobrolnya..” Dia tersenyum.

“Lebih dari sekedar ngobrol juga boleh..” sahutku bercanda.

“Kok gitu..? Padahal menurutku, istri kamu itu jauh lebih cantik daripada aku lho..” katanya.

“Mbak lebih mantep. Lebih berpengalaman. Dan lagipula, lebih penuh itunya..”

“Itu apaan..?” Matanya mendelik.

“Itu, kasih sayangnya..” aku tertawa. Padahal maksudku adalah, lebih penuh air susunya.

“Istri saya itu sukanya kerja dan kerja terus.. nggak perhatian sama suami..”

“Tapi kalo pas lagi di rumah, selalu siap sedia ngasih jatah, kan..?” Tanyanya malu-malu.
Teringat peristiwa tempo hari saat tanpa sengaja mengintipku.

“Iya, sih. Tapi tetap aja kurang..” seruku.

”Oooo.. jablai juga nih ceritanya..?” Rissa menyindir.

“Karena itu saya suka melihat Mbak. Mbak kayaknya perempuan yang sempurna..” kataku sambil membelai lembut jemarinya.

“Nggak takut sama suamiku..? Suamiku galak lho..” Dia memperingatkan, namun tetap membiarkan tangan kami saling bersentuhan.

“Demi bisa ketemu sama Mbak, yah.. saya nekat deh. Hehehe..”

Sekilas kami bertatapan, dan Rissa tersenyum.

“Makasih ya, Dek Han. Kamu bikin aku nggak kesepian lagi..” bisiknya merdu.

“Mbak sungguh cantik..” aku merayu.

“Makasih, Dek Han.. ahh..!!” Dia mendesah saat aku merangkulnya, namun kemudian balas mendekap. Karena penerimaannya seperti itu.. maka aku pun mengambil kesempatan untuk mencucup manis bibirnya tanpa permisi.

“Aih.. j-jangan, Dek Han.. hmph, hmph, hmph ..” ucapannya terhenti begitu mulutnya yang tipis kulumat rakus.

Dan karena terus memeluk.. ujung-ujungnya ia jadi tidak bisa berbuat apa-apa.
Terpaksa ia pasrah terhadap semua seranganku.

Namun ketika aku mulai sedikit meraba tonjolan payudaranya barulah dia memekik.
“Ahh, Dek Han..! Jangaaan..!” Rissa yang semula diam, jadi kelimpungan sendiri.
Ini seperti lagu dangdut. Kau yang mulai.. kau yang mengakhiri..

“Yah, Mbak. Nanggung nih..” kataku ngos-ngosan.
Tanganku namplok di payudaranya dan meremas-remas lembut di sana.
Terasa begitu besar dan kenyal meski masih tertutup baju panjang dan jilbab lebar.

“Jangan, Dek Han. Aku nggak mau..!” Katanya tersadar. Dia menepis tanganku untuk memblokir pabrik susunya.

“Lha, tadi kan mbak yang mulai duluan..” aku protes.

“Iih.. enggak. Aku kan cuma ingin Curhat aja..”

Gagal di atas.. aku pun meliuk ke arah lain. Kusingkap rok gombrongnya sampai celana dalamnya kelihatan.

Rissa kontan menjerit.. namun telat dalam memblokade.. hingga aku berhasil membentangkan gerbang mungil miliknya yang berisi jalan licin bebas hambatan.

“Ahh.. j-jangan, Dek Han. Ampun, aku nyeraaah..!” Seru si cantik itu pada akhirnya ketika sudah benar-benar tak berdaya.
Dan dia makin terhenyak saat melihat ukuran penisku yang luar biasa.

“Ini kan yang mbak cari..?” Tanyaku menantang.

Dia ingin melihat, tapi merasa risih. Jadi dia hanya melirik saja.
Namun Rissa tidak menolak saat kubimbing tangannya agar memegang benda panjang itu.

“Ahh..!” Serunya tertahan. Jari lentiknya terasa hangat saat melingkari batang penisku.
Lekas kugerakkan naik-turun agar dia mulai mengocok perlahan.

Kuintip celana dalamnya. Untuk pertamakalinya aku bisa melihat belahan memeknya meski tidak secara utuh.
Warnanya merah muda, dengan celah mungil membentang di bagian tengahnya.

Nampak benda itu sudah basah. Jembutnya lurus dan halus.
Rissa tidak protes tubuhnya kuinspeksi karena dia masih bengong melihat batang panjangku.

“Sini, Mbak..” Tidak tahan.. aku pun membaringkan dia ke sofa.

Aku ciumi lagi bibirnya.. juga bongkahan dadanya yang masih tertutup rapat dan seluruh tubuhnya.. sampai Rissa akhirnya menggelinjang kegelian.

“S-sudah, Dek Han. Cepat lakukan.. sebelum aku berubah pikiran..” katanya sambil mengerang.

Maka aku lekas mengambil posisi. Aku di atas.. sementara Rissa telentang dengan kaki mengangkang lebar.. membuka bibir kewanitaannya agar bisa kutembus dengan batang penisku.

Inilah saatnya. Meski serba canggung dan terburu-buru dan dengan hanya melepas pakaian seperlunya.. akan kuentoti istri tetanggaku yang cantik ini.

Ups.. tapi tepat sebelum aku memasukkan tongkat sakti milikku.. tiba-tiba pintu gerbang terdengar dibuka.

Sreeek..!!! Lalu sebuah mobil hitam yang bentuknya familiar meluncur masuk.

“Hah..!? Suami kamu pulang, Mbak..!” Seruku panik.. dan si cantik itu pun ikutan blingsatan.

Kubenahi celanaku.. sedangkan Rissa lekas menurunkan kembali roknya yang menumpuk di pinggang. Dia terselamatkan tepat di injury time. Apes bagiku.. enaknya belum dapat.. mau kabur malah jadi bingung karena jalan keluar keburu terblokir oleh sang empunya rumah.

“Assalamu’alaikum.. Ummi, Abi pulang..!” Seru Pak Amin sambil membuka pintu depan.

“Mati aku..!!” Seruku dengan sekujur badan bergetar hebat. Kulirik Rissa.. dia tampak menganalisis situasi.

“Buruan, Dek Han. Cepat ngumpet di lemari..!” Dia mengatur.. sebelum kemudian pergi ke depan untuk menyambut sang suami.

“Se-se-sebentar, Bi..!!” katanya sambil merapikan sekali lagi baju panjangnya.

Aku segera melesat ke lemari, dan pas dengan saat pintunya kukancing dari dalam.. Pak Amin masuk ke ruang tengah.

“Kok Abi nggak bilang-bilang sih kalau mau pulang..?” Kata Rissa bermanja.

“Ummi jadi nggak siap apa-apa..”

“Abi sengaja mau bikin kejutan..” Pak Amin meletakkan tasnya di meja dan melonggarkan jaket yang ia kenakan.

“Seneng nggak lihat Abi pulang..?”
“Ya senang donk..” jawab Rissa.. dibantunya laki-laki itu melepas sepatu.

“Di mana anak-anak..?” Tanya Pak Amin.
“Oo.. Bagas lagi lihat Agustusan. Sedangkan Putri tuh tidur pules di kamar..”
Suami istri itu tampak mesra.. sementara aku yang ngumpet di lemari bergidik karena ngeri.

Tegang luar biasa..! Dan makin tegang lagi karena kemudian Pak Amin yang tampaknya sudah rindu dengan kemolekan tubuh sang istri, mengajak Rissa main kuda-kudaan.
Walah..! Bakalan dapat tontonan gratis nih.

Aku terus mengintip dari kisi-kisi lemari saat kulihat Pak Amin mulai menerkam.

“Jangan, Bi..!” Pekik Rissa. Dia tampak serba salah. Mau menolak.. ini adalah sang suami.
Mau diteruskan.. dia ingat persis kalau ada aku di dalam lemari.. yang dengan jelas bisa mengintai apapun yang akan mereka lakukan.

Tapi karena Pak Amin tidak tahu soal itu.. maka dia terus memaksa.
“Kok jangan..? Abi pulang ‘kan karena rindu sama Ummi..” katanya sambil memelorotkan celana.. menunjukkan tonjolan pisangnya yang menegang mungil.

Setelah melihat milikku.. Rissa tampak tidak antusias menatapnya.
Namun demi menjaga nama baik seorang istri, ia terpaksa meladeni juga.

“Eh, itu.. anu.. ah..” Kehabisan kata-kata, dia pun tak bisa menolak lagi.
Berterus terang tidak mungkin, tapi terus bercintaan juga malu.

Di satu sisi.. dia haus akan belaian lelaki. Namun di sisi lain, dia tidak rela kemesraannya bersama sang suami ditonton olehku. Memang repot.

Tapi Pak Amin yang tidak bisa nahan – maklum.. setelah lama berpisah dan sekarang ketemu sama istri muda cantik nan semlohai..– langsung membujuk..
“Katanya Ummi pingin hubungan kita sakinah.. ayo dong, kasih jalan..” dia meminta.

Rissa jadi tak bisa apa-apa kecuali.. ”I-iya, Bi..” Sambil lantas melebarkan pahanya.
Ya udahlah.. dia berpikir. Biarin aja.. toh aku cuma nonton doang. Tidak ikut-ikutan mencicipi kehangatan tubuhnya.
Begitulah akhirnya. Rissa pasrah.. dan Pak Amin langsung menindihnya.

Sementara itu di tempat pengintipan dengkulku rasanya menggigil hebat.
Melihat Rissa lagi nyuci saja aku gemeteran.. maka tak perlulah diceritakan bagaimana gemetarnya tubuhku melihat dia merintih dan mendesis-desis dalam jarak sedekat ini.

Apalagi sambil menggenjot.. Pak Amin perlahan juga mempreteli baju sang istri.
Hingga akhirnya Rissa berbaring setengah bugil di bawah tubuhnya.

Tampak sepasang buah dadanya yang begitu indah. Sangat besar.. karena dia memang lagi menyusui. Pak Amin mengisap-isap putingnya yang mancung dengan terburu-buru, seperti ingin menelan semua ASI yang menetes dari ujungnya yang mungil, yang berwarna coklat muda kemerah-merahan.

Heran juga.. padahal Rissa sudah mempunyai dua orang anak.. tapi susunya masih sintal kayak gitu. Harus kutanyakan rahasianya.. siapa tahu bisa dipratekkan ke istriku.

Tapi itu untuk nanti.. karena sekarang aku lagi sibuk memelototi perbuatan mereka berdua yang semakin lama tampak semakin yahud.

Pak Amin dapat enak. Lha aku, dapat apa nih..? Rasa iri langsung menggedor-gedor hatiku.
Aku mengumpat-umpat dalam hati.. sampai tiba-tiba jemariku menyentuh sebuah kain empuk.

Apa ini..? Aku meneliti.
------------------------
 
Terakhir diubah:
Waduhhh.. DoPost.. Ampyun dahh..
Mangapkan yaaa..
Koneksi internet sedang 'galauuuu..!'
Tapi udah Nubi benerin..
Tuh Part 2-nya.. sialkan dikenyot..:beer:
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd