Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

---------------------------------------------------------------------

Cerita 132 – Senggol Sana Senggol Sini


Episode 1 – Nadia

Sore itu.. aku pulang agak cepat dari kantor. Istriku sepertinya lagi arisan karena pintu rumah tertutup rapat,,
Ter
paksa aku harus memendam keinginan untuk lekas menidurinya.

Karena tidak ada kegiatan apa-apa, kuhabiskan waktu dengan mencuci motor di teras depan.
Saking seriusnya, aku sampai tidak tau kalau Nadia, tetangga sebelah yang baru pindah, lewat di depanku.

Dia mengenakan kaos tanpa lengan yang sangat ketat.. payudaranya jadi terlihat seperti mau tumpah dari tempatnya.
Melihat aku sendirian, dia pun mendekat.

”Rajin amat, Mas..!?” Sapanya sambil duduk di bangku kayu.
”Eh, Nadia. Iya, mumpung lagi senggang, biar bersih nih mobil..”

Aku melirik.. Buset..! Dia duduk dengan sangat dermawan. Kakinya mengangkang lebar.. kancutnya kelihatan jelas..
Mana rada transparan lagi.. jembutnya yang hitam lebat jadi tercetak jelas di balik kain tipis itu.

Entah tidak sadar atau memang sengaja.. Nadia cuek saja. Malah aku yang blingsatan.. mulai merasakan sesak di balik celana.
Mataku bolak-balik dari mobil ke selangkangannya.

”Jangan cuma mobil yang dirawat.. Mbak Berta juga sekali-sekali perlu dimandikan lho..” seloroh Nadia. Berta adalah nama istriku.
“Ah, kalau itu ya sudah pasti. Tiap hari malah..” aku menjawab nakal.

“Hehe.. mau dong dimandiin juga..!” Godanya.
“Hah..! Serius..?” Aku melongo.

“Ya enggaklah. Dasar Mas mesum..!” Dia menabok kepalaku.. lalu beranjak pergi.
“Ya sudah.. aku pulang dulu ya, Mas. Nyucinya yang bersih ya..” dia berjalan sambil tertawa.

Aku hanya menatapnya yang masuk ke dalam rumah sambil melenggak-lenggokkan pinggulnya menggoda.
Awas kamu..! Ancamku dalam hati. Beneran kamu akan kuentoti.

Tak berapa lama aku selesai mencuci mobil. Saat masuk dapur untuk membikin kopi, masih terbayang celana dalam Nadia tadi.
Kulihat jam, biasanya jam segini dia pergi mandi. Waktunya tidak pernah berubah, selalu tepat.

Dan dia selalu melakukan kegiatan rutin itu.
Kamar mandi rumahnya terletak di pojokan, berbatasan dengan ujung pekarangan rumahku.

Di situ banyak pohon jambu sama pohon-pohon lain, kalau dari jauh kesannya rimbun dan rapat.
Dari luar kelihatan lebat, menutupi seluruh tembok kamar mandi Nadia.

Padahal pas di tengah-tengahnya ada bagian lowong, tempat aku meletakkan pijakan kayu di situ.
Kamar mandi Nadia sendiri tidak terlalu tinggi dan ada lubang anginnya.
Aku tinggal naik saja kalau mau mengintip, sangat praktis dan aman.

Sambil menunggu keringat hilang, kuputuskan untuk iseng mengintipnya.
Aku segera celingak-celinguk memastikan keadaan; sepi, aman. Aku pun beranjak menuju pojokan pekarangan.

Kusibak daun pohon jambu yang menutupi dan masuk ke dalamnya. Segera aku naik ke atas pijakan.
Nadia sudah ada di kamar mandi, tubuhnya sudah telanjang.

Kontolku langsung ngaceng, maklum bodinya masih sekel dan bikin nafsu seperti biasanya.
Di saat Nadia menyabuni payudara, aku mulai mengocok kontolku, membuatnya jadi tambah ngaceng dan lebih kaku lagi.

Apalagi saat melihat dia yang main-main dengan memeknya saat menyabuni daerah tersebut.
Nadia duduk di pinggir bak mandi dan asyik memainkan jarinya di lubang yang nikmat itu.

Entah karena pengaruh melihat cd-nya tadi atau akibat nafsu yang tertunda kepada istriku, aku jadi sangat bergairah.
Aku berjinjit makin tinggi biar tambah jelas dalam mengintip.. dan tanpa sadar keseimbangan jadi goyah.

Beruntung.. di saat-saat kritis.. saat pijakan kayu yang kupakai terjatuh.. aku sempat meraih dahan pohon yang sedikit menonjol.
Kalau nggak, bisa menabrak tembok. Nadia kulihat sempat berhenti sebentar, sekilas nampak curiga.

Dia menatap lubang angin yang agak gelap, tapi hanya sesaat.
Merasa tidak ada yang salah, dia pun kembali meneruskan aktifitasnya.

Sedang aku, sambil bergelantungan seperti monyet, tetap asik mengintip. Nadia kini nampak lebih panas dari yang tadi.
Pantatnya sekarang agak terangkat, makin memperlihatkan secara jelas lubang memeknya.

Nampak jari tengahnya keluar masuk dengan cepat menusuk lubang memek itu,
Sedang tangannya yang lain asyik meremas-remas payudaranya yang besar. Desahannya makin keras dan erotis.

Aku jadi tambah cepat dalam mengocok kontol..
Bahkan karena saking hotnya melihat adegan Nadia yang bermain-main sendiri dengan alat kelaminnya, aku ngecret dengan cepat.

Crott.. crott... crott.. crott.. Spermaku muncrat membasahi tembok kamar mandi.
Secara bersamaan, Nadia juga memperolah orgasmenya. Setelah terkejang-kejang sebentar, dia mulai membilas tubuhnya, lalu handukan.

Masih dengan tubuh telanjang, dia melangkah menuju pintu. Aku sudah akan pergi ketika kudengar suara teguran.
”Mas Gun, ngintipnya enak nggak..?” Mampus aku. Nadia ternyata tau. Aku memilih diam dan tidak bergerak.

”Nggak nyangka, diam-diam ternyata Mas doyan juga ngintipin aku.
Sekarang pilih, aku adukan sama Mbak Berta.. atau nanti malam Mas ke rumah untuk meminta maaf..”

Aku masih diam, tak tau harus berbuat apa.
“Jawab dong, Mas. Jangan jadi pengecut, habis ngintip nggak mau tanggungjawab..”

”I-iya..” kataku pada akhirnya. “A-aku minta maaf..”
“Yang penting Mas Gun mau datang ke rumah..” jawab Nadia.

“Tapi kalau malam nggak enak sama tetangga, Nad..” jawabku dari balik tembok.
”Halah.. mana ada tetangga yang melihat..?” Potongnya.

“Awas, jangan sampai Mas nggak datang, atau aku adukan ke Mbak Berta biar Mas kapok..”
”Iya, Nad. A-aku pasti datang..” jawabku kebingungan.

Setelah menunggu sesaat, nampaknya Nadia sudah pergi dari kamar mandi.
Aku segera keluar dari rerimbunan pohon dan dengan langkah gontai berjalan ke dalam rumah.
Sialll.. Dasar kurang hati-hati, jadinya ketahuan begini.

Aku bukannya takut bakal mendapat hukuman dari Nadia..
karena aku yakin bentuk hukumannya adalah aku disuruh ngaduk-ngaduk memeknya.

Aku yakin itu, yakin sekali. Bukannya ke-GeEr-an, tapi Nadia pasti sudah lama menunggu kesempatan ini.
Sekarang tinggal mikir alasan yang tepat kepada Berta.
Nanti malam aku tidak bisa menemaninya, jadi aku mesti punya alasan yang bagus.

Kuhampiri Berta yang baru saja datang.
Dia sih mau-mau saja kuajak ngentot padahal jarum jam baru menunjuk pukul 7 malam.

Di dalam kamar.. kugarap dia habis-habisan, tiga ronde sekaligus.
Berta langsung terkapar, lemas, puas, senang. Matanya merem redup kecapekan.

”Galak sekali kamu, Mas. Aku sampai gempor rasanya..” bisiknya.
“Biasa saja, ah. Kalau melihat bodi kamu yang semok, bawaannya jadi ngaceng melulu..”

”Sudah dulu ya, Mas. Aku capek sekali. Kalau Mas mau nambah lagi, besok saja..”
”Kenapa nggak nanti malam..?” Tanyaku memancing.

“Jangan, memekku rasanya masih nyeri. Besok aja ya. Nggak apa-apa kan, Mas..?”
Berta menggeliat saat kupenceti bulatan susunya. “Iya deh, Besok nggak apa-apa..”

Hasilnya sesuai yang kuharapkan. Tanpa perlu repot-repot mencari alasan.. aku dapat meninggalkan rumah malam ini.
Hanya semenit, Berta sudah terlelap kelelahan. Dilihat dari napasnya yang tenang, dia bakalan tepar sampai pagi. Aman..!

Aku pun bangun.. pergi ke kamar mandi untuk cuci sama bersihkan batang.. pakai baju lagi lalu keluar..
Mengunci pintu rumah dan duduk sebentar di teras depan untuk melihat-lihat situasi.

Sepi.. tidak ada orang. Memang biasanya jam segini sudah agak sepi. Tak terasa hampir dua jam aku main dengan istriku.
Dan sekarang giliran tetangga yang aku puaskan. Bersiaplah Nadia, aku datang..!

Bergaya seperti ninja.. aku mengendap-ngendap menuju pintu belakang rumah Nadia.
Seperti yang dia katakan, pintu itu tidak dikunci.

Aku kembali melihat sekeliling, walau sedikit terlindung dari pandangan orang..
Tapi aku mau memastikan kalau keadaan benar-benar aman. Tanpa mengetuk aku membuka pintu.

Nadia sudah menanti dengan memakai kaos ketat lengan panjang berwarna pink muda dengan potongan leher sampai bahu..
Daleman you can see kuning tampak melintang di pundaknya.. dipadu dengan semacam balero jala-jala putih yang agak gombrong sepaha.

Sedangkan di bawahnya dia memakai hotpants dari jins hitam sebatas paha..
yang mempertontonkan kakinya yang jenjang dan putih khas ibu-ibu muda.

Rambutnya disisir ke belakang dengan memakai japitan di tengah kepala dan sisanya dibiarkan tergerai.
Cantik sekali.

Tanpa banyak bicara Nadia menutup pintu dan memberi tanda kepadaku agar aku mengikutinya.
Dia berjalan di depan, berlenggak-lenggok seksi, arahnya langsung menuju kamar.

Nadia lalu duduk di ranjang, matanya tajam menatap padaku.
Wajahnya seperti orang mendapat durian runtuh.

”Mas.. aku benar-benar tidak menyangka.. kok bisa-bisanya Mas mengintip aku mandi..?” Dia mulai berkata.
”Iya, Nad. Maaf.. aku khilaf..” jawabku lirih. ”Aku tak tahan lihat bodi kamu..”

Nadia diam sejenak, lalu melanjutkan.. ”Sebenarnya aku tidak marah, malah justru senang karena Mas diam-diam tertarik padaku.
Tanpa diintip pun, kalau Mas meminta, pasti aku turutin. Soalnya aku seneng lihat Mas Gun..”

Nah, bener kan apa yang kukatakan..? Ini persis seperti yang aku prediksi.
Meski bersorak dalam hati.. aku tetap pura-pura diam.. ingin mengetahui kelanjutannya.

“Mas tadi lihat aku di kamar mandi lagi ngapain..?” Tanya Nadia.
“Emm.. kamu lagi mainin memek..” jawabku jujur.

“Itu aku lagi masturbasi, Mas. Dan Mas sudah mengganggu acara masturbasiku itu, jadi Mas kudu dihukum..”
Tidak masalah, sahutku dalam hati. Dikasih hukuman yang bikin enak, siapa yang nolak, coba..? Ini seperti kucing dikasih ikan asin.

”Iya, Nad. Silakan. Aku siap dihukum apapun..” kataku pasrah.
“Apapun..?” Nadia tersenyum genit sambil menjulurkan lidah.

“Tapi sebelumnya, Mbak Berta tau nggak kalau Mas ke sini..?”
”Ya enggaklah, bisa panjang urusannya kalau dia sampai tau. Istriku sudah tidur, tadi sudah kubikin teler sebelum aku datang ke sini..”

”Pakai kontol ya..? Hihi..” Nadia tertawa. Aku cuma tersenyum.
“Eh, ngomong-ngomong.. suamimu ke mana, kok sepi..?”

“Dia lagi ada acara di luar kota, sudah dua hari ini nggak pulang..”
Nadia membenahi posisi duduknya, memamerkan keindahan kakinya lebih banyak lagi.

“Mas takut ya sama dia..?”
”Ah, nggak. Cuma pengen memastikan aja, kok..”

Nadia diam sebentar, sedangkan aku pasrah menunggu hukuman darinya.
”Mas kan sudah melihat aku bugil, sekarang Mas juga harus bugil. Ayo buka baju, Mas. Cepetan..!”

”Ah, aku malu, Nad..!”Jjawabku pura-pura.
”Eh, Mas jangan curang ya..! Buka sekarang, atau aku adukan ke ..”

“I-iya deh. Aku buka..” Aku segera melepas baju dan celana.
”Celana dalamnya juga, Mas. Aku kan polos waktu Mas intipin tadi..” sergahnya.

Tanpa banyak cing-cong, aku segera menurunkan cd ke bawah..
Memperlihatkan pusaka wasiat yang sudah memuaskan banyak wanita.

Senjataku itu masih tertidur pulas, tapi nampaknya Nadia sudah dibuat terkagum-kagum.
Wajahnya sumringah melihat betapa mantab dan menjanjikannya batang kontol itu.

”Hmm, punya Mas besar juga ya..” desahnya.
”Ini masih bobo lho, Nad..” terangku nyengir.

”Maka itu.. tidur saja sudah besar, apalagi kalau bangun..” dia berdecak.
”Terus kamu mau apa kalau tau begini..?” Tanyaku menantang.

“Jangan berpikir lama-lama.. aku bisa masuk angin kalau terus berdiri telanjang seperti ini..”
”Mas nggak usah banyak protes..! Mas kan lagi kuhukum..” sentaknya.

“Sekarang aku mau tanya, Mas suka nggak lihat tubuhku..?”
”Ya pasti suka, Nad..” aku menjawab.

“Kalau tidak, untuk apa aku repot-repot ngintip..?
Lha kamu montok begini, siapa pun pasti sanggup dibikin ngaceng. Termasuk juga aku..”

Nadia tersenyum. “Aku senang mendengarnya, Mas..”
”Apalagi pas lihat kamu mainin memek, sampai keras sekali kontolku rasanya..”
”Gitu ya..?” Senyumnya semakin lebar.

“Kalau misal aku mainin memek sekarang, Mas mau lihat..?”
”Bego kalau aku sampai menolak..”

“Kalau begitu Mas diam dan duduk yang manis..”
Mengangguk.. aku pun duduk di pinggir ranjang.

Nadia segera pindah ke seberang.. dia mulai melucuti bajunya.
Sebentar saja, bulatan payudaranya yang besar langsung terlihat.

Menggantung indah, tidak kalah dengan punya istriku.
Putingnya mungil berwarna coklat kemerahan, segar dan sepertinya sangat lezat.

Kontolku kontan bereaksi.. dengan cepat batang nakal itu mulai terbangun.
Nadia senang melihat pusakaku yang mulai mengeras, matanya terus melihat ke arah situ.

Walau masih memakai cd, tapi terlihat bulu-bulu jembut Nadia menyembul keluar. Lebat sekali.
Tangannya mulai menggesek dan memainkan permukaan cd itu, lalu masuk ke dalam.

Sambil memainkan klitoris.. dia sesekali mengetatkan cd-nya ke tengah..
hingga memperlihatkan pinggiran memeknya yang basah.

“Ahh, Nad..” Aku melenguh.. bolak-balik menatap antara bulatan payudaranya yang indah dan selangkangannya yang bikin tergoda.
“Ada apa, Mas..? Pengen ini dilepas ya..?”

Nadia memelorotkan cd-nya ke bawah, memperlihatkan seutuhnya memek sempit yang sungguh menawan itu.
Warnanya kemerahan. Jembutnya lebat tapi tertata rapi.

Gundukannya gemuk.. seperti ingin menyembunyikan belahan yang malu-malu untuk tampil.
Tidak ada gelambir sama sekali, semuanya serba tipis dan mengkilat.

Lorongnya gelap, menawarkan sejuta kenikmatan dengan kedutan-kedutannya yang ringan.
Tak terasa aku jadi kesulitan menelan ludah saat melihatnya.

Tangan Nadia kembali mengelus-elus.. sementara tangan satunya memainkan payudara untuk semakin merangsangku.
Kontolku jadi keras secara sempurna.

Kuperhatikan dia yang meraba dan memain-mainkan itil.. juga jari tengahnya yang mulai menyodok-nyodok lobang memek.
Suara desahannya sedikit.. terdengar.

Mengintip saat Nadia melakukannya di kamar mandi memang menyenangkan..
tapi menyaksikan secara langsung di depan mata sungguh sangat menggairahkan.

Tanpa sadar aku mulai mengocok-ngocok kontol. Nadia hanya nyengir saja..
Tangannya masih sibuk memainkan memek merah jambu miliknya yang terlihat sangat mengundang.

Aku jadi benar-benar tak tahan.
Maka perlahan aku mendekat, kusentuh payudara besarnya yang menggantung indah dan mulai kuremas-remas pelan.

Ughhh. Rasanya empuk sekali, juga hangat dan sangat nyaman.
Nadia tidak menolak, malah dia membusungkan dada agar aku makin leluasa.

Aku menggenggam, tapi payudara itu tidak muat di tanganku karena saking besarnya.
Putingnya terasa seperti penghapus kecil, yang terus kupilin dan.. kuremas-remas gemas.

“Ah, terus, Mas..! Jangan sungkan-sungkan..” desah Nadia dengan satu tangan masih memainkan memeknya yang basah,
sementara tangan yang lain mulai mengelus dan memainkan batang penisku.

Dia mengocok dengan lembut dan penuh perasaan.. seperti ingin mengukur besar dan panjangnya.
Setelah yakin kalau milikku benar-benar memuaskan.. pelan dia mendorong hingga badanku rebah berbaring di atas ranjang.

Dia mulai mendekatkan mulut.. lidahnya keluar dan mulai menjilat.
Mula-mula di biji pelir, Nadia mencucup dan mengemutnya. Enak sekali rasanya.

Sementara satu jari jempolnya mengelus-ngelus kepala kontolku.
“Ahh.. Nad..!” Aku mendesah begitu lidahnya beralih bermain di ujung penis.

Dia mengemut, mengelomoh, membasahi semuanya dengan rakus sekali, penuh sensasi.
Jadi lemas rasanya dengkul ini, apalagi saat dia mulai mengulum.

Kecepatan hisapannya sedang-sedang saja, namun setiap kontolku menjorok ke dalam, lidahnya ikut bergoyang menjilat.
Juga dibarengi emutannya yang terasa mencengkeram namun nyaman, tidak sakit dan juga tidak kena giginya sedikit pun.

Harus aku akui, untuk uruan emut-mengemut ini, Nadia sangat lihai, jauh melebihi istriku.
Aku hanya bisa meremas rambutnya. Sesekali mulutku mendesah. Mataku kadang terpejam menikmati gerakan mulutnya.

Lidah Nadia juga tak luput menjilati lubang pipisku, enak. Kuperhatikan dia, mulutnya terlihat sesak dijejali batang kontolku.
Namun Nadia dengan rakus terus mengulum. Matanya memandang, dia menatapku penuh senyum dan penuh kepuasan.

Meski merasa sangat nikmat, namun aku sadar sekaranglah saatnya untuk mengambil alih permainan.
Kutahan kepalanya, lalu tanpa banyak kata kubaringkan dia di atas ranjang.

Kucium dan kujlati bulatan payudaranya yang besar, harum menggoda.
Lalu kucucup kedua putingnya, mengunyahnya pelan hingga membuat Nadia menggelinjang.

“S-sudah, Mas. Geli. Kamu bikin aku geregetan..” desahnya.
“Kamu juga sukses bikin aku ngaceng, Nad..” Kucium bibirnya. Dia membalas dengan ganas.

Ciumanku turun ke bawah, kembali kuhisap putingnya yang mengacung indah sambil tanganku ikut beraksi meremas-remas gemas.
“Aghh.. Mas!” Nadia menggoyangkan badan, merasakan geli dan enak.

Lama aku memainkan payudara dan putingnya, sebelum kemudian aku turun menciumi perutnya yang rata.
Dan terus turun hingga tiba di daerah vital. Gila.. lebat sekali jembutnya.. memanjang sampai ke pantat.

Dengan ganas tanganku membelai.. sementara mulut dan lidahku menciumi permukaan vagina itu.
Uhmmm.. Terasa aroma yang menggoda dan memabukkan di hidungku.

Aku ciumi belahan memek yang sudah terbuka itu sambil lidahku sesekali menyapu masuk.
Klitoris Nadia berukuran besar, sangat nyaman saat dimainkan dengan menggunakan lidah.

Terasa kenyal ketika coba kupilin-pilin. Dia menggelinjang, sedangkan aku terus memainkan lidah sepuas hati.
Jari tengahku juga ikut menambah maksimal kenikmatannya dengan menyodok-nyodok di lubang rahasia.

Kaki Nadia makin lebar saja dalam mengangkang..
Pantatnya sesekali terangkat karena keenakan saat itilnya kubombardir secara terus-menerus.

”Ughhh.. enak, Mas! Pinter kamu.. teruuus, Mas..” rintihnya lirih.
“Duhhh.. aku tinggal sedikit lagi! Ahhhh.. ”

Dengan badan mengejang, terasa cairan hangat menyembur dari memek Nadia.
Aku segera menghentikan permainan lidah, bersiap menerobos lobang memeknya yang kian bertambah basah.

”Nanti dulu, Mas. Aku mau istirahat sebentar..” cegah Nadia.
“Iya..” Kuberi dia waktu untuk menata napas.

Aku berbaring di sampingnya dan meremas-remas payudaranya yang bulat menggunung.
Jariku memilin-milin putingnya yang mungil kemerahan, bergantian kiri dan kanan.

“Mas..” Nadia berbisik. “Selain sama Mbak Berta, kutebak Mas juga sudah tidur dengan perempuan lain. Kalau boleh tau, siapa saja..?”
Aku diam sejenak.. menimbang-nimbang. “Ya, kamu benar. Aku memang sering selingkuh..” kataku jujur.

“Padahal Mbak Berta itu cantik lho, tapi masih saja Mas lirak-lirik yang lain..“
“Yah.. habisnya tetanggaku pada cantik-cantik semua kayak kamu sih.. mana tahan..!”

“Tetangga..?” Nadia menoleh. “Kukira Mas melakukannya sama teman sekantor..?”
“Eh, iya. Maksudku..” aku mendesah, kelabakan.

“Siapa, Mas..?” Dia mengejar.
Aku hanya bisa nyengir. “Masa' kamu nggak bisa menebak..?”

Dia menerawang, lalu kemudian tersenyum. “Mbak Sonya ya..?”
Aku hanya memberi seringaian kecil sebagai jawaban.

“Memang kalau pria tampan seperti Mas, perempuan mana saja juga pasti mau. Sayang aku telat mendapatkan Mas..”
Nadia menepis kekecewaannya dengan meraih batangku.

“Tapi tak apa, yang penting kita sudah ngewe, dan selanjutnya Mas harus terus memuaskan aku..”
“Iya, Nad. Pasti..” aku mengangguk.

“Sini aku emut sebentar..” kata Nadia. “Oh iya, nanti pas muncrat, Mas keluarkan saja di dalam. Tidak apa-apa..”
“Iya..” kataku bangkit dan segera mengangsurkan kontol ke mukanya.

Nadia kembali mengisap dan mengulumnya sebentar, lalu mempersilakan diriku untuk mulai menggarap memeknya.
Pelan aku memposisikan badan di atas tubuhnya yang sintal.

Kaki Nadia sudah mengangkang lebar, memeknya yang basah terlihat sangat siap menerima sodokan penisku. Kuluruskan arah tusukan ke sana.
Begitu sudah terasa pas.. kuturunkan pantat dan blesss.. hanya dengan sekali hentak, masuklah kepala kontolku ke belahan memeknya.

“Pelan-pelan, Mas..” Nadia menggelinjang, antara geli dan nikmat.
“Iya, Nad..” kataku singkat saja.. sudah tak sabar mencoblos memeknya.

Berpegangan pada bulatan payudaranya, aku menekan lagi, kali ini sedikit lebih keras. Sleeppp.. blessh..!!
Seluruh batang kontolku langsung tertancap, bersarang dengan nyaman di lubang memek Nadia yang berkedut-kedut pelan.

Wajahnya terlihat sangat puas karena memeknya berhasil dimasuki oleh pusaka sakti yang menurutnya besar itu.
Aku diam sebentar menikmati momen pertama dimana milikku masuk ke dalam tubuhnya.
Memang rasanya tidak terlalu sempit, tapi tetap enak dan nyaman.

“Sudah, Mas. Sekarang goyang..!” Nadia meminta. Kupeluk dia dan mulai kupompa batangku.
Karena sudah nafsu sekaligus ingin membalas kelakuannya.. aku langsung setel kecepatan ke gigi 5.

Kclokk-clokk-clekk-clekk-clekk-crekk-clekk-clebb-clebb-clebb-crebb-crebb..
"Nhhh.. ahh.. ahh.. ahh.. mashh.. mashh.. ahhh.. ohh.. ohh.. pellann..pellann..hhhh.." rintih Nadia.

Nampak payudara besar Nadia bergoyang ke sana k emari, seirama dengan memeknya yang menerima sodokan penisku.
Tangannya terangkat ke atas.. memegangi kepala ranjang.. sementara mulutnya mendesah dan merintih tiada henti.

Aku jadi semakin gahar saja, sodokanku benar-benar penuh tenaga dan nafsu, seperti tidak ada hari esok.
Nadia merem melek menerima hajaran kontolku, mulutnya mendesah keenakan.

Sambil terus mengayun.. aku mengisap putingnya.. mengemutnya rakus.. menambah desahannya.
“Jangan dicupang, Mas. Nanti suamiku curiga..” dia berkata. Aku mengerti, maka aku ganti menjilat perlahan.

Sodokanku terasa semakin nyaman akibat memeknya yang sudah sangat basah.
Lagi enak-enaknya menggoyang, Nadia tiba-tiba menyuruhku untuk diam sebentar. Meski agak keberatan, aku tetap menuruti.

”Ada apa sih, Nad..? Lagi enak nih..” kataku memprotes.
”Sudah.. Mas nurut aja. Nanti Mas bakal merasakan yang lebih enak..”

“Beneran..?” Baru selesai aku berkata, kontolku terasa seperti disedot dan diremas-remas dengan kuat.
Alamak..!! Wuenak sekali.. Padahal Nadia diam saja.. sama sekali tidak menggoyang.

Tapi sumpah.. kontolku rasanya bagai dijepit dan dipijit-pijit oleh daging hidup yang cukup lembut.
Nadia tersenyum, dia terus melakukannya sampai merasa pegal. Baru setelah itu dia menyuruhku untuk kembali menggoyang.

”Nad, itu tadi apaan..? Gila.. enak sekali..!” Seruku kagum.
Dia tertawa bangga. ”Itu senjata rahasiaku.. empot ayam istilahnya. Enak kan..?”

Aku mengangguk. ”Lagi dong..!”
”Yee.. jangan sering-sering. Biar Mas makin kangen nantinya..”

Aku membuat catatan; akan kusuruh istriku untuk melakukan hal yang sama kapan-kapan.
Terpengaruh rasa enak tadi.. aku semakin bernafsu menyetubuhi Nadia.

Kupompa kontolku kuat-kuat, aku tekan sedalam mungkin, makin lama makin cepat hingga Nadia sampai merem melek jadinya.
Pantatnya ikut bergoyang mengimbangi tusukanku.. desahannya terdengar semakin sering dan nyaring.

Aku jadi tambah bernafsu mendengarnya.
“Terus, Mas.. terus! Kamu memang pejantan tangguh..! Aku puas, Mas..! Aku suka..!” Racaunya saat orgasme.

Cairannya kembali menyembur deras membasahi lorong, namun aku tidak peduli. Malah aku semakin bersemangat.
Aku terus memompa. Nadia cuma bisa pasrah, mendesah. Matanya merem melek.. payudaranya bergoyang-goyang..

Memeknya yang tebal terasa sangat basah. Aku juga ikut merem melek merasakan kenikmatan itu.
Tidak lama terasa denyut yang sudah sangat aku hafal. Semakin kupercepat pompaan, kutindih tubuh sintal Nadia.

Tanganku memeluknya erat, payudara besarnya menempel kenyal di dadaku.
Dengan satu goyangan terakhir aku menekan, lalu.. Crooott.. croott.. crooott..! Pejuku menyembur kuat di dalam lobang memek Nadia.

Tetanggaku itu bergetar merasakan ledakannya yang kuat dan hangat. Aku terus menindih, diam, lemas tapi sangat puas.
Nadia juga diam, malah dia menutup mata untuk meresapi segala kenikmatan itu.

Lama kami saling berpelukan dalam hening, sampai akhirnya kucabut batang kontolku lalu berbaring di sampingnya.
“Gila, Mas. Enak sekali rasanya, aku suka sama permainan kamu..” Dia mengecup pipiku.
”Aku juga, Nad. Memek kamu top banget deh..” Kuangsurkan dua jempol kepadanya.

”Mulai sekarang, Mas bisa bebas ngelonin aku. Sepuas-puasnya." Nadia berkata..
“Aku juga jadi ada pelampiasan, tidak perlu lagi masturbasi di kamar mandi kalau lagi ditinggal pergi suami kayak sekarang..”

“Siap, Nad..” Nadia membiarkanku memuaskan diri bermain-main dengan payudaranya.
Tidak berapa lama, kontolku mulai pulih.

Nadia bergeser untuk menjilati sisa-sisa pejuku yang menempel di sana..
Dan begitu sudah siap.. dia menyuruhku untuk menyetubuhinya kembali.

Akhirnya malam itu kugarap dia berkali-kali. Nadia memang doyan ngentot, sama seperti Sonya dan istriku.
Tidak terhitung berapakali pejuhku muncrat di dalam tubuhnya..
Sedangkan dia sendiri terus mengencingi sprei dengan cairan orgasmenya yang seperti tiada henti.

Sekitar jam tiga pagi, baru kami berhenti. Itu setelah penisku sudah tidak bisa ngaceng lagi..
Dan memek Nadia luka dan berdarah akibat sodokanku. Tapi kami sama-sama puas.

Dalam diam aku berpikir.. kira-kira siapa tetanggaku berikutnya yang bisa kutiduri ya..? Hehe.. (. ) ( .)
---------------------------------------------------------------
 
-----------------------------------------------------------------------------

Cerita 132 – Senggol Sana Senggol Sini

Episode 2

Semuanya
diawali pada suatu malam, ketika aku baru menikah dengan Berta.
Aku baru saja hendak pergi membaca buku di teras ketika seutas SMS meluncur ke hapeku, dari Sonya. Aku buka SMS itu.

“Selamat malam, Gun. Maaf mengganggu. Kamu bisa ke rumah sebentar..?” Demikian pesan singkat itu.
Aku berpikir sesaat, dan kubalas. “Dengan senang hati, Mbak. Tunggu ya..!”

Selebihnya aku sibuk pencet-pencet keypad hape untuk memberitahu Berta yang belum pulang dari arisan kalau aku lagi pergi ke toko buku.
Aku tidak ingin dia menyusulku ke rumah Sonya, biarlah ini menjadi rahasiaku.

Agak mengganggu pikiran ketika Sonya membuka pintu dengan raut wajah tidak secerah biasanya.
Meski kelihatan senang dengan kehadiranku, senyumnya tidak terlalu riang.

“Ada apa, Mbak..?” Tanyaku. “Perlu sama aku..?"
“Iya. Sebenarnya.. aku perlu teman ngobrol..”

Sonya menutup pintu yang membentang ke hamparan taman depan.
Ia memberi isyarat padaku agar membantu menggeser sofa untuk menghadap ke jendela.

Ia kemudian mengambil dua gelas jus tomat dan memberikan segelas padaku.
“Terimakasih sudah mau datang. Maaf kalau aku menganggu waktumu..”

Sonya duduk di satu sisi sofa. Ia menepuk-nepuk bidang sofa yang kosong dan berkata.. ”Duduklah di sini..”
Ragu-ragu aku duduk di sofa yang hanya cukup untuk berdua itu. Sonya terdiam sesaat.

“Katakan padaku, Gun, apa arti cinta bagimu..!?” Tiba-tiba dia bertanya.
Aku sedikit terkejut. Pertanyaan ini terasa agak aneh bagiku.

“Ehm.. aku kira persepsi tentang cinta di mana-mana sama saja.
Cinta itu diikat oleh rasa, oleh nilai sosial, oleh hubungan timbal balik yang positif dengan pasangannya..” kataku.

Sonya menoleh.. batal menyedot jus tomatnya. “Kalau cinta seorang perempuan yang sudah menikah..?”

“Umumnya ikatan cinta perempuan pada suami kuat dan banyak perkawinan yang survive sampai salahsatu meninggalkannya karena kematian.
Tapi cinta dalam perkawinan bisa juga tak bertahan lama, karena kehadiran pihak ketiga dan sebab-sebab lain. Di mana-mana sama..” kataku.

“Boleh tanya mbak.. kenapa ini kita angkat sebagai topik..?” Tanyaku.
“Maaf kalau topik ini membosankan..” Sonya bangkit dari duduknya, menaruh gelas di meja dan membuka hape.

“Ingat ketika kapan hari kubilang gadis sekarang cantik-cantik..?” Tanyanya.
“Ya.. aku ingat Mbak bilang itu..” kataku menoleh.

“Kemarilah sebentar..! Lihat foto ini. Perempuan muda ini. Bagaimana menurutmu..? Cantikkah dia..?”
Sonya menghadapkan layar hape ke wajahku.

Dia menekan tombol geser, menunjukkan sejumlah foto seorang gadis dengan latar belakang tempat-tempat umum.
Aku tak langsung menanggapi. Aku menatap foto-foto itu tanpa berkedip.

“Bagaimana menurutmu..?” Tanya Sonya.
“Dia cantik.. cantik sekali..” kataku jujur.

“Menurutku juga. Ia gadis luar biasa. Lihat parasnya.
Lihat bentuk tubuhnya yang ramping menggoda. Lihat lekuk-lekuk badan dan senyumnya..”

“Boleh tau siapa dia..?” Kataku susah menebak.
“Namanya Trista.. seorang mahasiswi jurusan Hukum. Aku sungguh kagum pada keelokan gadis ini..”
Sonya meneguk jus tomatnya tanpa sedotan.

“Bagaimana Mbak bisa mendapatkan foto-fotonya..?” Aku bertanya.
“Dari orang suruhanku. Dia memotretnya diam-diam dan mengirimkannya padaku tadi pagi lewat WA..” kata Sonya.

“Memotretnya diam-diam..?” Ulangku sedikit merasa aneh.
“Ya.. diam-diam. Sudah beberapa lama ini aku curiga dengan gerak-gerik Gilang.
Kuminta seseorang untuk menguntitnya, dan inilah hasilnya, dia melihat Gilang dari kejauhan bersama gadis ini..”

“Suami mbak..?” Tanyaku.
“Iya. Dan lihat ini..” Sonya menggeser koleksi foto.

Kali ini ke sebuah pemandangan dengan dua orang bergandengan mesra di lobi sebuah hotel.
Foto itu tak terlalu jelas, tapi cukup terang untuk melihat wajah-wajahnya.

“Yang laki-laki itu Gilang. Yang perempuan itu Trista. Foto ini diambil tadi malam. Mereka menginap di hotel ini..”
Roman muka Sonya berubah sendu.

“Ngg.. Bukankah suami mbak pergi ke Bangkok..?” Tanyaku mirip orang bodoh.
“Gadis ini hebat..” Sonya tak langsung menjawab pertanyaanku.. “Ia bisa menaklukkan Gilang.
Bisa memalingkan cintanya dariku, bisa membuatnya berbohong..!” Sonya mengusap hidungnya.

“Maaf, Mbak. Apakah benar-benar mereka menginap di hotel ini..?” Tanyaku lagi memastikan.
“Ya.. orang suruhanku tak mungkin bohong. Mereka check-in dengan nama Trista.
Tadi pagi orangku telepon ke kamar mereka. Gilang yang terima..”

Sonya kembali ke sofa di hadapan jendela dan tersandar lemas.
Lama ia duduk dengan pandangan kosong ke luar jendela. Aku lantas menghampiri dan duduk di dekatnya.

“Ini cobaan buat Mbak. Mbak harus kuat. Mbak pasti bisa melaluinya. Apakah suami mbak telepon kemarin-kemarin..?”
“Ya, tadi malam dia telepon. Dia bilang dia ada di Bangkok.

Kami mengobrol sebentar.. aku bilang baru jalan-jalan cari baju dan belanja tomat..”
Sonya memejamkan mata untuk menahan tangis.. membuatku tak mampu berbicara kecuali memperhatikan dengan lekat.

Peluh membanjir di dahinya. Aku menjumput dua helai tisu di meja dan memberikannya kepada Sonya.
Ia mengusap peluh di dahinya dengan gerakan mempesona.

“Kamu juga keringetan, Gun..” kata Sonya menunjuk dahiku.
Dia lalu menjumput beberapa lembar tisu dan mulai mengusap keringat di dahiku dengan lembut.

Aku mundur sedikit dan menahan napas, membiarkan tangannya bergerak lembut di seputaran dahi.
Dekat sekali wajah itu ke wajahku. Perempuan ini lama-lama bisa membuatku gila.

Sonya menatap mataku beberapa saat. Aku balik menatapnya.
Ada pancaran kuat di mata itu; sepasang mata elang yang menyorot tajam.
Tapi ia kemudian mundur beberapa langkah ketika ia mulai melihatku gugup.

“Oh, maaf, aku membuat kamu nggak nyaman.. maaf..!” Sonya mengusap hidung. Napasnya naik turun.
“Tidak apa-apa, Mbak. Nggak masalah..” Napasku tak kalah memburu.

“Kamu baik-baik saja..?” Sonya terheran-heran. Aku terdiam, menatapnya.
Baju terusan batik bermotif bunga dengan warna terang itu ketat menempel indah di tubuh Sonya.

Batik tanpa lengan itu, dan garis kain di dada yang rendah, menyembulkan kulit putih bersih..
sepasang lengan dan dada membusung yang menambah daya pikat tubuh itu.

Bagian bawah terusan batik yang melebar, setinggi lebih dari 15 centimeter di atas lutut..
menyiratkan panorama yang sebaiknya tak perlu kututurkan.

Semula aku mengira Sonya membeli dress batik yang salah ukuran.. alias terlalu pendek bagian bawahnya..
tapi kemudian aku menyimpulkan dress itu memang pas untuk menampilkan keindahan ragawinya dengan cara yang mencengangkan.

Sonya duduk di sofa, menyilangkan kaki, meneguk jus dingin.
Sesekali ia menerawang sisa jus di gelas yang buram oleh lapisan dingin air es.

Sepasang kaki indah dari singkapan kain batik yang longgar itu..
Dia memiliki kulit buah zaitun yang sangat sempurna.. dan tubuh yang bahkan istriku pun menginginkannya.

“Satu pertanyaan, Gun. Aku minta pendapatmu..” kata Sonya, perlahan.
“Ya..?” Responsku singkat.

“Bagaimana perasaanmu bila Trista itu istrimu..?” Sonya menatapku.. mempermainkan sisa jus di gelas.
Deg..! Jantungku berhenti berdetak sesaat. Tak kuasa aku untuk segera menjawab.

Pertanyaan Sonya ini sungguh membawa banyak makna.
Ini permisalan.. pertanyaan terselubung.. ataukah pengujian..?

“Bisa aku tanya sedikit soal asal mula hubungan suami mbak dengan gadis itu..?” Kataku, balik bertanya.

“Gadis itu bekerja sebagai SPG. Dalam suatu acara pameran tiga bulan lalu, Gilang berkenalan dengannya.
Aku berada di sana juga saat itu, dan sempat pula mengobrol dengan Trista, sama sekali tak merasa curiga..”

Aku menyimak setiap perkataan Sonya dengan takzim.

“Kau belum menjawab pertanyaanku..” kata Sonya kemudian.
“Yang mana..?”

“Bagaimana perasaanmu kalau Trista itu istrimu..?”
“Hatiku akan hancur.. mungkin sehancur hati Mbak saat ini..” hanya itu jawaban yang tersedia.

“Kamu benar. Di dalam dadaku, ada yang remuk redam..”
Sonya beringsut beberapa centimeter ke arahku. Aku menahan nafas untuk kesekiankalinya.

Tidakkah ini terlalu dekat..? Jika aku tak menahan kepalaku untuk tak condong ke depan..
niscaya pipi perempuan itu pasti sudah bergesekan dengan pipiku.

“Mbak tau.. hatiku sedang bimbang saat ini..” entah kenapa tiba-tiba aku bicara begitu.
“Buat aku percaya kenapa begitu..” kata Sonya tak jauh dari telingaku. Aku diam sesaat.

“Boleh aku memeluk tubuh Mbak.. agar aku bisa merasakan hancurnya hati Mbak.. dan Mbak bisa percaya betapa bimbangnya hatiku..?”
Sungguh aku nekat mengatakan ini. Butuh keberanian yang luar biasa. Sonya sudah sedekat ini.
Aku berharap ia tak akan langsung mendorong dan menamparku.

“Tadinya aku yang akan meminta begitu.. ternyata kau mengatakan duluan. Sini, peluk aku erat-erat, Gun..” desisnya.
Tak perlu menunggu lama, aku segera melingkarkan lengan di pinggangnya.

Sonya membalas dengan rengkuhan lebih erat. Pipi kirinya bergesek di pipi kananku. Pelukan kami tak saling lepas.
Dan Sonya sama sekali tidak menolak ketika dekapanku makin mengunci rapat tubuhnya..

Sampai kemudian ia merenggangkan sedikit rengkuhan itu dan menatapku dari jarak sangat dekat.
Aku tak tau bagaimana cara merespon tatapan perempuan cantik itu.

Aku melihat bibir Sonya mengirimkan sinyal yang menggelora, dan mungkin penuh harap seperti yang aku harapkan.
Tiba-tiba saja aku bergerak dan mendaratkan kecupan mesra di bibirnya.

Sonya memejamkan mata beberapa saat dan memberikan sambutan lembut dan hangat..
dengan rengkuhan manis lengannya yang melingkar di kepalaku.

Lama kami saling melumat. Tapi kemudian ia tiba-tiba mendorongku dan melepaskan pagutan itu.
“Ooh.. apa yang kita lakukan?” Sonya mundur beberapa tapak. Wajahnya bersemu dadu. Dadanya naik turun.

“Aku.. aku.. maafkan aku.. maafkan aku, Mbak..”
Sonya tak bicara. Ia hanya menatapku dengan sorot mata yang tak bisa kutebak artinya.

“Gun.. maaf, sebaiknya kamu pulang sekarang..!” Ia mendekap bibirnya sendiri..
seolah baru menyadari apa yang baru saja terjadi bisa mengarah ke banyak hal yang mungkin bakal disesali.

Aku masih berdiri mematung. Sangat tak rela kehangatan itu tiba-tiba saja terenggut.
“Kumohon..! Tinggalkan aku..” dia kembali memohon.

Sonya berdiri di pojok ruangan masih dengan dada naik turun.
Tampaknya ia sendiri tak tau jawabannya kenapa kami melakukan itu.

“Iya, Mbak. Maaf..!” Aku membuka pintu dan meninggalkan Sonya sendirian.
Sudah menjadi prinsipku; tidak akan memaksa seorang wanita kalau memang ia tidak mau.

Aku segera berjalan balik ke rumah. Hangat bibir Sonya tak segera pudar dari bibirku.
Namun ketika hendak membuka pintu pagar.. hape di saku berdering.

Dari Sonya. “Gun.. kembalilah..! Aku mau kita menyelesaikan apa yang kita mulai tadi..” suara Sonya bergetar di telepon.
Aku tak perlu merasa harus tau apa yang ia maksud. Aku melesat kembali ke rumahnya.

Ketika membuka pintu.. Sonya langsung menarik tanganku dan mendekapku mesra, kemudian memagut bibirku penuh hasrat.
“Aku menyesal terlalu banyak pertimbangan beberapa menit lalu..” desah Sonya di sela-sela serbuannya.

“Itu kamarku. Ranjangku..! Bawa aku ke sana, Gun..!”
“Dengan senang hati, Mbak..! Asal Mbak tidak minta dibopong..!” Kataku mencanda.. mencoba mencairkan suasana.

Sonya sekali lagi menarik kuat lenganku mengikuti gerakannya menuju ranjang itu.
Sambil menutup pintu kamar, ia mendesis..

“Cumbulah aku. Puaskan hasratku, Gun..!
Kalau Gilang bisa melakukannya dengan perempuan lain.. aku berharap bisa melakukannya denganmu..!”

“Baik, Mbak. Tentu saja..!” Kukecup keningnya penuh rasa sayang.
Lalu membungkuk untuk mencium bibirnya yang hangat, kupagut dengan lembut.

Sonya menyambutnya dengan sepenuh hati.
Bibir kami erat berpagutan, mata kami sama-sama terpejam seolah tak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliling.

Aku bersimpuh di hadapan Sonya yang masih terduduk di ranjang..
tanganku mulai membelai kulit pahanya yang tertutupi kain pendek.

Kutengadahkan wajah sesaat, menatapnya.
Lalu memegang kedua lutut Sonya serta menciuminya dengan lembut.

Pelan-pelan roknya aku singkap hingga setengah bagian pahanya yang putih mulus kelihatan.
Kusapukan lidahku ke sana, mulai dari lutut hingga paha bagian dalam..
—penuh kesabaran.. membuat Sonya mendesah dan mencengkeram kuat rambutku.

“Ssshhh.. Gun!!”
Paha bagian dalam yang hangat dan mulus itu membuatku sangat terangsang.

Aku terus mengecupinya perlahan hingga menimbulkan bekas memerah walau tidak sampai memar.
Kedua paha Sonya yang terbuka membuat celana dalam krem berenda yang ia kenakan terpampang jelas di hadapanku.

“Boleh aku buka, Mbak..?” Pintaku sambil melihat ke arah wajahnya.
Tak ada jawaban, hanya anggukan tanda setuju.

Perlahan sambil terus mengusap paha, kucoba membuka celana dalam krem berenda itu.
Setelah berhasil, kulemparkan ke pojok ruangan dan menatap indah memek Sonya yang rajin dicukur.

Tanpa membuang waktu, kubuka lebar-lebar kedua pahanya.. lalu menikmati belahan memek itu dengan sapuan lidah..
dan kecupan-kecupan ringan yang membuat Sonya mendesah-desah lirih tak karuan.

Memek Sonya yang basah membuatku semakin bernafsu.
Tak segan-segan aku menjulurkan lidah ke dalam lubang yang lengket dan terasa asin itu.

Namun dari semua bagian kemaluan Sonya, klitoris adalah yang menjadi favoritku.
Biji mungil berwarna pink kecoklatan itu kuemut perlahan.. mencoba untuk tidak membuat Sonya merasa sakit atau tidak nyaman.

”Sshhhh.. Gun..! Enak, Gun..! Terushh.. ohhh.. a-aku.. mau dapettt..”
Eerangnya menggelinjang.. disusul oleh orgasme pertamanya beberapa saat kemudian.

Mengetahui Sonya sudah mendapatkan orgasme.. aku mengangkatnya berdiri.. menelanjanginya..
serta memeluknya dengan sepenuh hati sambil menciumi bibirnya..
—disertai permainan lidah yang menambah panas suasana dalam kamar.

Tubuh kami begitu erat menyatu.
Walau aku belum melepaskan semua pakaian, namun kehangatan dekapanku mampu membuat Sonya terbuai dan merasa nyaman.

“Ayo, Gun..!” Tiba-tiba Sonya mendorongku hingga terjatuh telentang di atas ranjang.
Agak kaget pada mulanya.. namun aku tak mau berkomentar mengetahui Sonya yang mencoba membuka celana yang kukenakan.

Aku menikmati dengan berbaring pasrah.
Kontol besarku yang mengacung tegak langsung digenggam tangan mungilnya.

Clekk.. clekk..clepp.. clopp.. Sonya mengocoknya perlahan. Wajahnya tak berani menatapku, mungkin malu atau sungkan.
Dia hanya menatap kontol besar milikku yang sudah tegak menegang, sambil terus mengocoknya naik-turun.

“Mbak..” panggilku mesra sambil mengusap lengannya. “Emut ya..? Aku pingin diemut sama Mbak..!”
“I-iya, Gun..” jawab Sonya pelan dan malu.. sambil mulai melahap penisku, mengulumi kepalanya yang gundul.

Dia tak berani langsung memasukkan semua ke dalam mulutnya.. mungkin takut tersedak melihat betapa panjang ukuran batangku.
Kepala penisku yang merah dan hangat bagaikan lollipop yang terasa asin pada bagian lubang kencingnya,

Sonya menikmatinya dengan penuh perasaan sambil mendengarkan aku yang mendesah-desah kegelian plus kenikmatan.
“Mbak, sini memeknya. Kujilati juga..!” Erangku keenakan, ingin membalas perlakuannya.

Sambil tetap mengulum penisku, Sonya mengubah posisi.
Ia lantas mengangkangi kepalaku.. membiarkan lubang memeknya terpampang bebas di hadapanku.

Memandangnya membuatku tak tahan untuk lekas menjilatinya.
Segera kubenamkan mulutku ke sana, dan sambil menepuk-nepuk pantat bulat Sonya..

Slrupp.. slrupp.. slrupp.. dengan lahap aku mencucup klitoris serta bibir memeknya.
“Uuhhmm.. Gunhh..! Hmmm..”
Racau Sonya menikmati geli di memeknya.. secara bersamaan dia terus berusaha mengulum penis besarku.

Dari pantat, tanganku bergeser ke dada. Kuremas-remas bulatan payudaranya yang sejak tadi merangsang gairahku..
Kupilin-pilin putingnya yang mungil, sambil terus kunikmati kehangatan lubang memeknya.

“Gun.. arrgghh..” Sonya menghentikan kulumannya. Srrr.. srrr.. srrrr..
Dia mengerang saat cairan kenikmatan mengalir keluar dari celah memeknya dan sedikit terjilat olehku.

“Enak, Mbak..?” Aku terus menggerakkan lidah, mencucup semua cairannya hingga bersih.
“M-maaf, Gun.. a-aku nggak tahan..” katanya malu-malu sambil mengubah posisi, dia duduk di sebelahku yang masih terbaring telentang.

“Nggak apa-apa, Mbak. Aku malah suka..”
Aku lalu beranjak duduk di tepian ranjang dan meminta Sonya berdiri membelakangiku.

“Hmm.. kamu belum ya, Gun..?” Tanyanya saat melihat penisku yang masih mengacung keras.
“Mbak tadi sudah duakali.. memang lagi sange banget, ya..?” Aku tersenyum menggodanya, membuat Sonya tersipu malu.

”Sudah ah, Gun! Ayo cepat masukkan..” pintanya lirih.. sambil mengarahkan lubang memeknya tepat ke ujung penisku.
Slebb.. “Mmmm.. aghh.. pelan-pelan, Gun..! Geli..” desah Sonya saat lubang memeknya mulai disesaki batang penisku.

Sonya menggoyangkan tubuhnya untuk mengaduk-aduk batangku di dalam lubang memeknya yang sempit dan hangat itu.
Kupegangi pinggangnya untuk membantunya mengatur ritme.

Dari belakang, aku tak mau membiarkan payudara Sonya bebas begitu saja.
Aku meremasinya dengan kedua tangan, sedikit agak kasar karena terbawa suasana.

”Ssshhh.. ahhh.. arrggh.. terusss, Mbaak.. iyahhh..”
Erangku mengetahui Sonya ternyata cukup lihai dalam menggoyangkan tubuhnya.

Kami terus saling mendorong dan menghentak. Saat mendekati ejakulasi, kutarik tubuh Sonya..
Sehingga penisku tercabut dari lubang memeknya.

”Ahhh.. m-maaf, Mbak! Ehmm.. a-aku hampir keluar..” kataku melihat Sonya yang agak kaget.
“Kok kamu tahan, Gun..?” Tanya Sonya polos sambil tangannya kutarik untuk balik ke atas tempat tidur.

“Gantian Mbak yang di atas. Aku masih pingin merasakan tubuh Mbak lebih lama lagi..” pintaku tulus.
Sonya tersenyum malu.. namun segera menunggangi tubuhku.

Dia arahkan lubang memeknya tepat di atas penisku yang masih mengacung tegak..
Slebb.. bleskk.. kemudian menekannya.. membenamkan batang penisku.. menyatukan kembali alat kelamin kami berdua.

Kupegangi pinggulnya untuk membantunya mengatur ritme saat mulai menggoyangkan pantat.
Ughhh.. Penisku terasa diaduk-aduk oleh lubang kenikmatan yang sempit itu.

Dengan posisi seperti ini, sesekali dinding rahim Sonya tertumbuk kepala penisku.. membuatnya mengerang penuh kenikmatan.
“Arrgghhh.. ssshh.. Gun.. aggghh..” desahannya membuatku semakin bernafsu.

Sekarang aku sudah tidak memegangi pinggulnya, kubiarkan Sonya bergoyang dengan sendirinya.
Aku lebih sibuk meremasi kedua payudara indahnya yang bergoyang-goyang liar di hadapanku.

”Arrggghhh.. Mbaak.. a-aku mau keluarrr..!” Crett.. crrtt.. crrrttt.. crrtt..
Erangku tiba-tiba.. disusul semprotan cairan hangat di dalam lubang memeknya.

Sonya sendiri kembali orgasme sambil menggigit bibirnya sendiri, dan mengerang..”Arrgghhhh.. a-aku juga, Guunn..!”
Tubuhnya ambruk menimpa tubuhku, yang segera kudekap erat.
Tetesan cairan sperma terasa keluar dari lubang memeknya saat penisku mulai melembek kehilangan kekuatannya.

“Kenapa keluar di dalam, Gun..? Kalau aku nanti .. uhmmm ..” tanya Sonya yang langsung kujawab dengan melumat mulutnya rakus.
“Kenapa Mbak juga nggak langsung cabut tadi..?” Tanyaku menggoda.

Sonya hanya terdiam saja. Kukecup lembut keningnya sambil kuusap keringat yang ada di wajahnya.
Sonya jadi malu sendiri karena dia membiarkan aku menyemprotkan sperma di dalam lubang kemaluannya.

Aku terus menciuminya penuh rasa sayang sambil mengusap kepalanya.. sebelum kemudian pamit pulang.
"Sudah ya, Mbak. Nanti istriku mencari. Soal perselingkuhan Mas Gilang, Mbak nggak usah mikir terlalu dalam.
Aku siap kok menggantikan selama dia nggak ada..” kataku.. yang sontak membuat Sonya terkejut dan langsung bangkit duduk.

“Maksudmu, Gun..?" Tanyanya dengan mimik muka penasaran.
“Aku siap memuaskan Mbak di tempat tidur, kapanpun dan di mana pun..!”

Sonya mendekapku dan mengangguk malu-malu.
Sejak itulah, setiap dia butuh, Sonya akan memberi kode agar aku masuk ke rumahnya yang sedang sepi.

Aku tak dapat menolak karena aku juga kangen dengan belahan memeknya.
Kami akan bercinta dan terus bercinta.. tanpa pernah mengenal kata bosan. Asshhh.. (. ) ( .)
------------------------------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd