BAB 15 Liok Te Sam Kwi Vs Liong-i-Sinni
1 Liok Te Sam Kwi Vs Liong-i-Sinni
Liang Mei Lan sebenarnya tidak tahu lagi bagaimana berusaha menjejaki dan mencari Pedang Pusaka gurunya. Tetapi, selain karena Pedang Pusaka itu kesayangan gurunya, juga karena pedang itu telah diwariskan kepadanya, ditambah lagi dengan rasa kasih dari gurunya yang sudah renta itu, maka Mei Lan mengeraskan hati untuk berupaya sedapat mungkin dalam menemukan Pedang Bunga Seruni itu.
Menurut penuturan kakaknya, di daerah Cin-an dan propinsi sekitarnya, dia pernah bentrok dengan segerombolan orang-orang Thian Liong Pang. Dan, apabila benar bahwa kekacauan dan teror di dunia persilatan diakibatkan oleh Thian Liong Pang, maka bisa dipastikan baik Pedang Bunga Seruni maupun kitab Tay Lo Kim Kong Ciang, pasti dicuri oleh mereka. Karena Tek Hoat kakaknya masih sibuk dengan urusan Kay Pang di utara Yang ce, maka diputuskannya untuk menyelidik ke daerah Cin an. Lagipula, gerombolan Thian Liong Pang di Pakkhia sudah pada raib entah kemana.
Liang Mei Lang bersama Liang Tek Hoat sudah mengobrak abrik markas Hek-i-Kay Pang dan juga Thian Liong Pang di Pakkhia dan sekitarnya. Tetapi, selain Hek-i- Kay Pang, orang-orang Thian Liong Pang tiba-tiba seperti lenyap ditelan bumi. Akhirnya, hanya pembersihan dan penegakkan kembali Kay Pang yang bisa dicapai oleh keduanya, tanpa berita sama sekali mengenai Pedang Bunga Seruni.
Bahkan si pemburu berita sekelas Maling Saktipun tidak mengetahui dimana gerangan keberadaan Pedang itu, juga tanpa informasi soal siapa dan bagaimana Pedang itu berada dan disimpan. Akhirnya, setelah kurang lebih sebulan lebih di Markas Kay Pang menemani Tek Hoat dan juga terutama menemani pengobatan Thian Jie, Mei Lan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Selatan sungai Yang ce dan berusaha untuk menelusuri jejak Thian Liong Pang disana.
Tek Hoat yang berusaha mencegahnya dan mengajaknya berjalan bersama tidak digubrisnya, dan akhirnya keduanya berjanji bertemu di Hang Chouw kurang lebih 2 bulan sebelum pertemuan 10 tahunan yang tinggal 6 bulan lagi kedepan. Tek Hoat sendiri merasa masih berkewajiban menyelesaikan tugas yang diembankan orang yang sangat dihormati dan dikasihinya, yakni Kiong Siang Han yang menyelamatkan nyawanya dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Terlebih kakek tua itu sudah semakin renta.
Karena itu, akhirnya dia membiarkan adiknya berjalan duluan ke Cin an dan terus Hang Chouw, sementara bersama Thian Jie tetap ada Maling Sakti yang sudah menyatakan tunduk dan mengabdi kepada si anak muda. Mei Lan sendiri, entah bagaimana sangat berat berpisah dari Thian Jie. Tetapi, bertahan di markas Kay Pang tanpa melakukan apa-apa, juga membosankannya. Terlebih, Thian Jie juga sulit diajak bicara, karena harus banyak diawasi dan bahkan langsung diawasi secara ketat oleh sang Pangcu. Karenanya, Mei Lan memilih pergi.
Sambil menikmati pemandangan memasuki lembah Sungai Kuning, Mei Lan melarikan kudanya pelan-pelan. Karena pemandangan memasuki lembah sungai kuning termasuk cukup indah, dan semakin jauh berjalan dia akan segera memasuki sebuah dusun bernama Hong cun. Meskipun masih terpisah cukup jauh dari Kota Cin an yang termasuk di wilayah propinsi Shantung. Karena merasa waktu cukup panjang, maka perjalanan Mei Lan malah terasa sangat lambat, bahkan kudanya tidak lagi berlari, melainkan berjalan.
Tapi Mei Lan tidak merasa bodoh dengan pelannya langkah kuda, malah sebaliknya. Sambil berdesis dan bersiul-siul, malah dia menikmati jalan kudanya yang lambat sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar di sudut pandangnya. Gadis ini memang sedang riang dan sangat menikmati perjalanannya menyusuri jejak pedang gurunya.
Tapi tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara berkelabatnya bayangan-bayangan orang seperti sedang bertempur. Bahkan sesekali dia mendengar suara bentakan dan teriakan seorang gadis yang nampaknya sangat penasaran menghadapi sebuah perkelahian. Karena penasaran dengan suara tersebut, akhirnya Mei Lan berusaha untuk mendekati arena perkelahian tersebut.
Dan alangkah terkejutnya dia ketika menyaksikan sebuah pertempuran yang cukup seru. Perkelahian antara seorang anak gadis yang masih seusia dirinya, atau malah masih lebih muda dibandingkan dirinya, melawan seorang anak muda lainnya yang bekakakan ceriwis dan sangat tidak tahu malu.
Pertempuran tersebut nampak berjalan seru, tetapi ginkang si gadis nampak terlalu tangguh bagi si pemuda yang nampaknya memiliki tenaga yang cukup besar. Masih jauh mengungguli si gadis cilik. Karena itu, perkelahian nyaris seperti si anak muda berusaha menangkap si anak gadis yang berkelabat-kelabat tak tersentuh. Meski kalah tenaga, tetapi gadis cilik itu memiliki gerakan ginkang yang jauh melampaui si anak muda.
Siapakah sebenarnya mereka yang sedang bertanding? Kedua anak muda tersebut sebetulnya bukanlah orang-orang sembarangan. Paling tidak, keluarga atau guru mereka, bukanlah orang-orang biasa dalam dunia persilatan dewasa ini. Si gadis yang nampak agak binal karena memang usianya masih belasan tahun, paling banyak 15 tahun atau malah kurang, bernama Kiang Sun Nio, putri tunggal Bengcu Persilatan dewasa ini, Kiang Hong.
Bahkan gurunya lebih hebat lagi, tokoh wanita yang dianggap paling sakti di dunia persilatan dewasa ini, Liong-i-Sinni atau yang adalah bibi-neneknya Sun nio, Kiang In Hong. Seperti diketahui, anak ini sejak berusia 4-5 tahun sudah dibawa oleh orang tuanya untuk berguru kepada Nikouw Sakti di Timur, Liong-i-Sinni yang adalah kerabat dekat mereka sendiri. Dan Sun Nio berlatih disana sampai 10 tahun, untuk kemudian secara tiba-tiba lenyap dari pengawasan Liong-i-Sinni yang memang sangat mengasihinya.
Lenyapnya anak ini, membuat Liong-i-Sinni mau tidak mau keluar pertapaannya. Karena dia sendiri sadar untuk apa Sun Nio dititipkan kepadanya menurut perhitungan Kakaknya Kiang Cun Le yang sangat dekat dan sangat dihormatinya. Karena itu, dengan berat hati, Liong-i-Sinni kembali keluar pertapaan, dan kembali dikenal dan dilihat orang mengembara di dunia persilatan.
Sesuatu yang sebenarnya sudah tidak ingin dilakukannya. Sayang, dia kembali terikat dengan kehadiran cucunya yang sangat nakal, binal namun juga sangat cerdas seperti ibunya ini. Sudah berhari-hari, bahkan berminggu minggu dia mengikuti jejak Sun Nio, tetapi kecerdikan anak gadis itu sering membuatnya terlolos dari kejaran gurunya.
Sementara si anak muda yang paling berusia 17-18 tahun juga bukanlah pemuda sembarangan. Anak muda ini adalah murid termuda sekaligus terkasih dari tokoh besar dunia hitam Liok Te Sam Kwi (Tiga Setan Bumi). Anak muda ini dikenal dengan nama Ciu Lam Hok. Seorang anak yang sudah sejak lahirnya berada dalam didikan Liok te Sam Kwi yang menemukannya di pesisir sungai Kuning, teronggokkan begitu saja. Anak itu seperti sengaja ditinggalkan orang tuanya dengan maksud yang sulit dipahami.
Ketiga setan yang rada gila ini, menjadi tertarik kepada bocah yang waktu itu baru berusia setahun lebih karena tulang tulangnya nampak mengagumkan, dan cocok dididik menjadi murid mereka. Demikianlah, Ciu Lam Hok mereka didik dan dianggap anak sendiri oleh ketiga Datuk Iblis ini, hingga sekarang sudah berusia lebih dari 17 tahun. Anak ini menjadi murid penutup mereka dan memiliki 2 orang suheng yang sudah lama meninggalkan perguruan dan melakukan pengembaraan dan perantauan.
Kedua anak muda ini sebenarnya bertemu secara sangat kebetulan. Sun Nio yang berjalan tergesa-gesa menghindarkan pengejaran Gurunya, sekaligus neneknya, kebetulan bertemu dengan Ciu Lam Hok yang sedang berburu bagi kebutuhan makanan guru-gurunya yang bertapa disebuah gua dalam hutan yang tersembunyi.
Secara tidak sengaja, kehadiran Sun Nio membuat Lam Hok kehilangan seekor rusa buruannya. Padahal sialnya, dia sudah cukup lama mengincar rusa buruan yang diperkirakannya bakal bisa disantap selama 1 minggu itu. Karena kesalnya, akhirnya kedua anak muda tersebut akhirnya malah bentrok dan saling serang dengan serunya. Meskipun masih berusia muda, tetapi Sun Nio telah dilengkapi dengan pendidikan selama 10 tahun oleh neneknya.
Dia telah menguasai ilmu-ilmu pusaka Ceng Giok Cap Sha Sin Kun, Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, bahkan juga sudah sangat mahir memainkan ilmu ginkang Te-hun-thian (mendaki tangga langit), dan juga Ilmu ciptaan Liong-i-Sinni yakni Hue-hong-bu-liu-kiam (tarian pedang searah angin). Tetapi anak gadis yang rada nekad dan binal ini, minggat ketika mulai melatih ilmu yang sangat berat, yakni Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan.
Terutama karena dia mendengar, orang tuanya hingga 10 tahun dia berlatih silat, justru menghilang, ketika seorang kenalan Liong-i-Sinni bercakap dengan Pendeta Wanita ini suatu saat. Mendengar berita bahwa orang tuanya sudah sangat lama lenyap dari dunia persilatan karena melaksanakan tugas, anak gadis ini menjadi sedih dan rindu dengan orang tuanya. Makanya dia kemudian memutuskan untuk minggat. Tanpa minta ijin dan memberitahukan gurunya. Anak cerdik ini sadar, bila minta ijin gurunya, justru hanya akan menghadapi penolakan dan malah akan sulit melarikan diri. Makanya, dia memilih minggat.
Mudah diduga bahwa remaja gadis ini, bukanlah santapan empuk bagi Ciu Lam Hok. Sebaliknya malah justru santapan yang sangat keras, atau teramat keras. Sehebat apapun dia bergerak, tetap tidak mampu menyandak atau menyentuh jubah Sun Nio, padahal gadis ini belum mainkan Soan Hong Sin Ciang ataupun Yan Cu Hui-Kun yang cepat dan sangat ringan.
Tapi itupun sudah cukup membuat semua serangan Lam Hok menjadi mubasir. Saat kedatangan Mei Lan adalah saat ketika si gadis melayang-layang ringan dikejar Lam Hok, dan nampak seakan-akan terdesak di mata Mei Lan. Betapapun, Mei Lan sendiri masih belum cukup lama pengalaman tempurnya, karena itu dia mendapatkan pandangan yang keliru mengenai pertandingan tersebut.
Segera setelah dia melihat Sun Nio jarang membalas, dan pasti pemuda ceriwis itu yang gatal tangan, maka Mei Lan kemudian bersiut dan maju menerjang arena perkelahian. Padahal, biarpun dilanjutkan ratusan jurus, gadis kecil itu tidak bakal tertangkap atau terpukul oleh Lam Hok. Karena gerakannya terlampau ringan dan gesit bagi Lam Hok:
Pemuda bangor mengejar-ngejar anak gadis, sungguh memalukan Sambil menerjang dia melakukan tangkisan atas tubrukan Lam Hok. Benturan segera terjadi Dukkk, dan betapa kagetnya Lam Hok menemukan kenyataan bahwa yang menangkis serangannya adalah juga seorang anak gadis, meski nampak sedikit lebih tua dari gadis yang sebelumnya, tapi nampaknya masih tetap di bawah usianya.
Hebatnya, gadis ini tidaklah berkelabat-kelabat menghindar, sebaliknya malah membentur lengannya dan akibatnya tangannya tergetar hebat dan dia terdorong mundur dengan hebatnya. Lebih kaget lagi, ketika dia melihat bahwa gadis yang baru datang ini malah nampak tidak goyah oleh benturan tersebut. Bahkan kemudian mencecarnya habis-habisan, sementara anak gadis yang satu lagi dengan riangnya telah berseru-seru. Tetapi tidaklah lama, karena kemudian terdengar anak gadis cilik itu kemudian berseru:
Enci yang baik, biarlah kupinjam dulu kudamu kali ini. Lain kali Sun Nio akan mengembalikannya kepadamu Dan dengan enaknya anak itu berkelabat ringan ke punggung kuda tunggangan Mei Lan dan sebentar saja sudah lenyap dari pandangan mata.
Mei Lan sendiri menjadi kaget, tetapi tidak sempat lagi mengejar anak binal itu, meskipun tidak begitu marah kepada anak gadis itu, tetapi Mei Lan merasa rada kesal juga kehilangan tunggangan. Dan amarahnya itu akhirnya disalurkan kepada Lam Hok yang menjadi kebingungan dan gugup diserang habis oleh seorang anak gadis dan membuat dia jatuh dalam kubangan kesulitan. Betapa tidak, gadis yang satu ini memang jauh lebih lihay dan terpaut jauh dari kemampuannya.
Saking marahnya, Mei Lan menyerang Lam Hok dengan jurus-jurus dari Bu Tong Kiam Hoat dan semua tangkisan Lam Hok menyebabkannya meringis. Jika sebelumnya Lam Hok tidak mengembangkan jurus dari perguruannya, kali ini dia terpaksa bersilat dengan memainkan jurus Siang Tok Swa Pasir (Tangan harum beracun), salah satu pukulan andalan ketiga gurunya.
Tetapi mana sanggup dia bertahan ketika kemudian Mei Lan menggunakan Thai Kek Sin Kun, yang dengan cepat membuat Lam Hok tambah puyeng dan kebingungan. Lengannya terasa sakti-sakit ketika membentur dan menangkis pukulan pukulan Mei Lan. Meski usianya lebih banyak, tetapi latihan dan kematangan serta penguasaan ilmu nampaknya masih kalah setingkat dibandingkan Mei Lan. Apalagi, Ilmu dan dasar Mei Lan sangat murni, dan membuat Lam Hok jauh ketinggalan kualitetnya.
Sudah beberapa kali Mei Lan berhasil menjowel dan memberi pukulan ringan kepada Lam Hok, meski ia tidak bermaksud melukai Lam Hok dengan parahnya. Memang, Mei Lan hanya berkeinginan memberi hajaran kepada Lam Hok dan sama sekali tidak berniat melukainya. Dan ketika sekali lagi dia terkena pukulan Thai kek Sin Kun, tak terasa mulutnya berteriak: Suhu tolong, dan untuk kesekian kalinya dia terguling-guling roboh menerima pukulan Mei Lan.
Mei Lan kaget mendengar anak laki-laki ini masih merengek-rengek kepada gurunya, sungguh menggelikan. Nyaris dia tertawa ngakak, seorang anak muda yang berusia diatasnya masih meengek-rengek mohon pertolongan gurunya. Tetapi, karena dia merasa benar, maka dia tidak memperdulikan bahwa dia sudah menghajar anak murid orang lain yang kemudian dengantidak malu meminta bantuan gurunya. Karena keyakinan itulah malah kemudian terdengar Mei Lan membentak:
Hayo, bangun kalau masih berani, atau berlutut dan minta ampun sambil berjanji lain kali tidak akan mengganggu anak kecil lagi
Tetapi Lam Hok sendiri adalah anak yang licik dan cerdik. Dia tahu, suaranya tadi telah membangkitkan guru-gurunya, karena itu dia menjadi lebih berani. Karena itu dia menyahut:
Anak kecil seperti kamu, soknya minta ampun sambil menyelesaikan kalimatnya, kembali dia menyerang Mei Lan, kali ini lebih ganas karena kini dia menggunakan Kiam Ciang (tangan Pedang). Kiam Ciang ini, jika dimainkan bersama oleh suhunya, perbawanya sungguh luar biasa, mencicit-cicit dan mampu menebas apapun benda keras disekitarnya. Meski jauh dari kehebatan gurunya, tapi sudah bolehlah digunakan oleh Lam Hok. Hanya saja sayangnya, lawannya kali ini adalah Mei Lan.
Anak gadis yang dididik tokoh kenamaan dan memiliki keuletan yang luar biasa, selain telah melalui beberapa pertarungan menegangkan selama 6 bulan pengembaraannya. Gurunya, bahkan jauh melampaui guru Ciu Lam Hok, kualitas ilmu dan keseriusan pendidikan juga berbeda jauh. Karena itu, enak saja dia melangkah dan bergerak menggunakan Sian Eng Coan-in, (Bayangan Dewa Menembus Awan), dan semua hembusan hawa pedang itu luput dan tak sanggup mengenainya.
Sebaliknya, sebuah hentakan dari Ilmunya Pik Lek Ciang (Tangan Kilat) kembali menyentuh lengan Lam Hok dalam bentuk tangkisan, yang membuat lengan Lam Hok seperti melepuh terkena sambaran Kilat. Lam Hok kembali mengeluh dan mundur, kali ini dia benar-benar menjadi jerih akibat kehebatan Mei Lan yang tak segan-segan menyerang dan menangkis pukulannya dengan Ilmu yang diluar perkiraannya. Benar-benar dia merasa kapok, karena semua pukulan saktinya seperti tak berguna menghadapi gadis cilik ini.
Tapi disamping itu, dia merasa sangat penasaran dengan ilmunya. Bisa-bisanya kalah dengan seorang gadis kecil yang mash di bawah usianya?
Hm, sungguh murid Bu Tong Pay yang sombong. Bahkan Sian Eng Cu sendiri masih belum berani sekurangajar ini terhadap perguruan kami Sebuah suara yang menyeramkan tahu-tahu berkumandang tiba, dan sekejap kemudian dihadapan Lam Hok telah berdiri Sam Kwi (Setan Ketiga), salah seorang guru Lam Hok.
Meskipun dia merasa kagum akan usia muda Mei Lan, tetapi gengsi perguruannya telah mengalahkan pertimbangan lainnya, dan terlebih melihat Mei Lan melukai Lam Hok dengan Ilmu Pik Lek Ciang yang adalah ilmu khas Bu Tong Pay. Perguruan yang sangat dipenasarinya sekaligus sangat dibencinya karena selalu menghalangi dan menantang mereka melakukan aktifitas dan kejahatannya.
Nona, silahkan engkau menyerang lohu dan boleh kau gunakan seluruh Ilmu Bu Tong Pay mu menantang si kakek dengan suara menyeramkan. Apalagi karena Sam Kwi ini memang berbadan tegar, bagaikan raksasa. Tubuhnya nyaris dua kali besar dan tinggi Mei Lan, sehingga nampak menggidikkan. Berdiri dihadapannya dan menantang berkelahi anak remaja seperti Mei Lan sebenarnya bakal ditertawakan banyak tokoh persilatan. Tapi, gengsi perguruan mengalahkan pertimbangan Sam Kwi. Sementara Mei Lan yang sudah terlatih mental dan batinnya oleh tokoh sekelas Wie Tiong Lan, membuatnya tidak gampang dan mudah tergertak begitu saja. Sebaliknya dengan tenang dia berkata:
Tidak ada maksud boanpwe untuk menentang locianpwe, hanya murid locianpwe ini yang tak tahu malu mengejar-ngejar seorang anak gadis kecil dan mau menangkapnya. Sungguh kurang ajar sambil mengerling Lam Hok.
Bila muridnya kurang ajar, ada gurunya yang mengajar. Apapula salahnya mau menangkap anak kecil yang binal?
Hm, nampaknya guru dan murid sama tidak genahnya Mei Lan jadi panas hati. Masih terlalu muda memang bagi Mei Lan untuk mawas diri dan banyak mengalah, terlebih di usia mudanya dengan bekal ilmu yang tinggi.
Silahkan, bila locianpwe mau mengajarku, itupun bila memang mampu mengajar tantangnya malah.
Hm, anak kurang ajar. Apa kau pikir perbawa Bu Tong Pay menakutkan kami disini? Sembari itu, Sam Kwi segera mengibaskan lengan bajunya, dan seiring itu suara memekakkan telinga mengarah ke Mei Lan. Tapi bukan Mei Lan kalau takut dengan gertakan demikian. Perkelahian dan jurus yang lebih mengerikan dari itu sudah pernah disaksikan dan dilawannya. Gurunya pernah mengajarkannya Kibasan Ekor Naga, salah satu Ilmu Kibasan yang hebat dari Bu Tong Pay. Dan kibasan Sam Kwi baginya masih belum sehebat gurunya. Karena itu, dengan melangkah kekiri, memutar kekanan, kibasan itu menjadi tidak punya arti apa-apa baginya, luput. Tidak menggidikkan hatinya, tidak membuat takut.
Melihat sesederhana itu Mei Lan menghindari kibasannya, Sam Kwi segera sadar, kalau anak ini memang bukan anak biasa. Diapun kaget. Segera dipentangnya tangannya, dengan cepat dia menggerak-gerakkannya dan berusaha menjangkau tubuh Mei Lan agak ke atas. Nampaknya Sam Kwi sudah menggunakan Siang Tok Swa, karena itu, bau harum beracun segera menyebar kemana-mana.
Untungnya, bau itu sendiri tidak punya kesanggupan meracuni orang, tetapi hawa pukulan dan pukulan itu sendiri yang berbahaya. Dengan cepat Mei Lan mainkan Ilmu Ginkangnya Sian Eng Coan-in (Bayangan Dewa Menembus Awan), berkelabat lenyap dan membalas dengan menggunakan Ilmu Thai Kek Sin Kun. Dan Ilmu itu nampaknya memang sanggup menghalau hawa pukulan yang diarahkan ke tubuh Mei Lan dan tidak menghasilkan akibat apapun yang merugikannya. Hal yang tentu membuat Sam kwi tambah penasaran dan tambah murka:
Hm, ini tentu Thai Kek Sin Kun, memang hebat Sam Kwi mengenali ilmu ampuh Bu Tong Pay. Dan kembali tangannya bergerak-gerak lebih cepat dan lebih berat, tetapi semua serangannya ke tubuh Mei Lan dapat dihindari anak gadis itu. Bahkan dengan Ilmu Thai kek Sin Kun, dia masih sanggup mengirimkan beberapa serangan balasan kearah Sam Kwi.
Dan suatu ketika, dengan berani dia memapak lengan Sam Kwi dengan menggunakan Pik Lek Ciang, dan membuat keduanya terdorong ke belakang. Luar biasa, bahkan Mei Lan sanggup menahan serangan dan kekuatan Sinkang Sam Kwi, sampai membuat Sam Kwi tertegun. Tapi tidak lama, karena kemudian dia sudah kembali menyerang dengan suara serangan yang mencicit-cicit, itulah Kiam Ciang yang jauh lebih ampuh ketimbang Lam Hok. Jauh lebih ampuh karena dia yang mengajar Lam Hok.
Tetapi kembali Mei Lan bersilat dengan ginkangnya, sehingga serangan-serangan Sam Kwi tidak sanggup mengenai pakaiannya sekalipun. Bahkan dengan Pik Lek Ciang, dia berani beberapa kali memapak tebasan tangan Sam Kwi yang memang lebih kenyal dan kuat dibanding Lam Hok. Toch, lama kelamaan Sam Kwi juga meraung marah, karena tidak pernah sanggup menyudutkan Mei Lan dan membuatnya sangat gusar. Sungguh memalukan, tokoh setua dan setingkat dia, tidak sanggup mendesak anak gadis seusia Mei Lan, dan malah harus beberapa kali berusaha memunahkan tenaga serangan si gadis yang tidak kurang berbahaya bagi dirinya.
Tiba-tiba nampak disamping Sam Kwi 2 orang lainnya. Rupanya erangan Sam Kwi tadi merupakan isyarat memanggil 2 setan lainnya, dan kini ketiganya baik Sam Kwi (Setan Ketiga), Ji Kwi (Setan Kedua) dan Thai Kwi (Setan Ketiga) sudah berdiri berendengan. Ji Kwi juga agak tinggi dan jangkung, cuma nampak seperti jerangkong karena tubuhnya yang kurus bagaikan daging membungkus tulang belaka.
Tapi matanya nampak bersinar lebih aneh dan agak lebih sadis, karena memang dari ketiganya, kakek inilah yang paling kejam dan sadis dalam memperlakukan musuh dan korbannya. Bahkan sesekali dia mau memakan korbannya. Memang seram dan sadis Ji Kwi ini. Sementara tokoh ketiga, sebaliknya dibandingkan kedua saudaranya yang lebih muda. Kakek ini, nampak berwajah senyum dan simpatik, tubuhnyapun agak pendek bundar, sehingga nampak lucu.
Tapi, jangan tertipu dengannya, karena senyum simpatiknya berbau magis dan maut. Semakin simpatik senyumnya, semakin keras kemauannya untuk membunuh, dengan cara apapun. Inilah Liok te Sam Kwi, lengkap berhadapan dengan seorang gadis remaja. Sungguh hadap-berhadapan yang aneh dan lucu. Tokoh tingkat tinggi mengurung seorang gadis remaja yang baru memunculkan dirinya di dunia persilatan dengan usia yang masih remaja lagi, belum genap berusia 17 tahun.
Hehehehe, Sam Kwi, anak-anak seginipun sampai membuatmu membangunkan kami? bertanya Ji Kwi sambil mengerling sekilas kearah Mei Lan yang dipandangnya sangat ringan. Masih kanak-kanak, masih bocah, masih belum bisa dibilang lawan berbahaya. Benar-benar aneh jika Sam Kwi harus membangunkan mereka.
Benar Sam Kwi, buat apa kau memanggil kami melawan bocah kemaren sore tambah Thai Kwi yang juga merasa penasaran karena dibangunkan hanya untuk menghadapi anak masih bau pupuk ini. Benar-benar membuatnya sangat penasaran dan malu.
Dia murid Bu Tong Pay dan telah menghina murid kita habis-habisan. Apa kalian pikir dosa itu tidak layak dibalas? Membiarkan Bu Tong Pay menghina kita sekali lagi? Sudah cukup dulu kita kalah seusap melawan Sian Eng Cu, masakan anak kemaren sore dari Bu Tong Pay juga kita biarkan leluasa menghina kita? Hebat cara Sam Kwi membakar kedua saudaranya, dan dengan cepat Ji Kwi sudah mengangguk-angguk, dan sebuah senyum dikulum juga nampak muncul di wajah Thai Kwi. Tapi, tetap masih belum membuat kedua setan lainnya merasa perlu turun tangan.
Tapi, apakah belum cukup dirimu untuk menaklukkan anak yang masih bau pupuk seperti ini? Tanya Ji Kwi yang membuat wajah Sam Kwi memerah saking kekinya.
Anak ini didikan Sian Eng Cu, dan telah memiliki kesaktian yang cukup hebat dan memadai Sam kwi membela dirinya.
Masakan bisa sehebat itu dan bisa melampauimu buru Ji Kwi yang menjadi makin tertarik.
Akan cukup kuat melawan kita tegas Sam Kwi.
Jawaban ini mengagetkan Ji Kw dan Thai Kwi, yang membuat mereka jadi memandang Mei Lan dengan pandangan berbeda. Kaget dan penasaran, apa mungkin anak gadis begini sudah sanggup menandingi mereka?
Wah, jika begitu, kita perlu berpesta sekarang ujar Thai Kwi ringan dan mulai merasa tertarik bermain-main dengan anak ini.
Mari kita mulai Ji Kwi sudah langsung membuka serangan kearah Mei Lan, seorang anak yang tadinya dipandangnya ringan. Tapi, ketika lengannya beradu dengan Pik Lek Ciang Mei Lan, dia juga tercekat. Seperti adu tenaga dengan Sian Eng Cu saja pikirnya. Bocah ini tidak boleh dibuat main-main teriaknya sambil melanjutkan serangan dengan Kiam Ciang, dan bersamaan dengan itu Sam Kwi dan Thai Kwi juga menyerang dengan Kiam Ciang. Sungguh luar biasa, tokoh utama dunia Hitam melawan seorang anak remaja, anak gadis yang kemudian hanya sanggup berkelabat kesana-kemari menghindari benturan dengan ketiga orang tokoh sesat itu.
Sebetulnya Liok te Sam Kwi, bila maju seorang demi seorang, bukanlah tokoh yang patut ditakuti di dunia persilatan. Terbukti, Sam Kwi tidak sanggup berbuat aa-apa menghadapi Mei Lan. Hanya karena kurang tenang dan segan sajalah yang membuat Mei Lan tidak menjatuhkan Sam Kwi. Tetapi, bila mereka maju bersama, maka kemampuan mereka bahkan mampu mengimbangi See Thian Coa Ong, Tian Te Tok Ong dan bahkan Pek Bin Houw Ong, 3 datuk sesat lainnya.
Maju berpisah, mereka memang sulit menandingi, tetapi ketiganya sanggup saling dukung dan saling mengisi dalam Ilmu Silat karena memang ketiganya adalah kakak beradik yang tumbuh dan berkembang bersama, termasuk dalam Ilmu Silat. Kiam Ciang yang dimainkan bertiga ini, sungguh berlipat kali jauh lebih tangguh dibandingkan Lam Hok, karena pohon-pohon disekitar bagaikan diiris-iris dan disentuh hawa pedang. Dedaunan yang jatuh, juga nampak seperti baru ditabas pedang yang sangat amat tajam.
Apalagi Mei Lan yang berada di tengah-tengah dan menjadi sasaran amarah mereka. Segenap kekuatan telah dikerahkannya, dan dia memainkan ilmu-Ilmu pilihan dari perguruannya untuk bertahan dari kepungan ketiga Iblis ini.
Selain itu Mei Lan bukanlah barang mati. Sebaliknya, dia manusia hidup yang memiliki ginkang yang juga sangat tinggi, yang membuatnya dijuluki Sian Eng Li (Nona Bayangan Dewa). Dengan ginkangnya yang khas, dia bergerak pesat mengimbangi ketiga datuk sesat ini, dan mampu menghindarkan dirinya dari hawa pedang yang berseliweran disekitarnya.
Mati-matian dikerahkannya Sian Eng Coan-in, ginkang andalan warisan gurunya dan beberapa ketika kemudian, diapun mulai mengembangkan Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa). Tubuhnya berkelabat kesana kemari dan dengan beraninya dia memapas dari samping tangan pedang ketiga lawannya dengan mengisi tangannya dengan jurus dan kekuatan Pik Lek Ciang. Sehingga meski tetap berat baginya, tetapi tidak memperburuk keadaannya. Dulu, Liok te Sam Kwi ini, justru dikalahkan dengan jurus ini, yakni Sian Eng Sin Kun dan kombinasi dengan Pik Lek Ciang, dan karena itu mereka kemudian menciptakan ilmu terakhir, Ha-mo-Kang (Tenaga Katak Buduk).
Bila Mei Lan lebih tenang sedikit, sebetulnya dia tidak akan sampai terdesak untuk menghadapi gabungan serangan Ketiga Setan ini. Tetapi, rasa gagap masih sesekali menghinggapi dirinya dan membuatnya merasa kurang percaya diri. Padahal, kualitas Ilmunya sudah tidak terpaut jauh dari suhengnya yang pernah mengalahkan ketiga setan ini. Tapi, pengalaman dan kekuatan mental mereka memang masih berbeda dan terpaut jauh sesuai dengan pengalaman.
Dan, ditambah kemudian dengan Ha-mo-kang yang sayangnya belum dikenal sifat-sifatnya oleh Mei Lan. Apalagi, Ha mO Kang ini diciptakan untuk menghadapi Ilmu Bu Tong Pay. Seandainya dia mengenali cara memapaknya, atau menghindarinya, maka masih punya harapan baginya. Celakanya, gadis mungil ini masih minim pengalaman. Ketika ketiga lawannya berjongkok dan mendekam ke bumi, dia merasa geli, dan sudah terlambat baginya untuk berkelabat kemanapun apabila ketiganya sudah menyerangnya berbareng.
Tetapi, untung kesiagaannya masih membuatnya menyiapkan ilmu terakhirnya, karena dia sadar lawan-lawannya ini siapa. Bersamaan dengan dia menyiapkan Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan), ketiga lawannya serentak bangkit dan mengurungnya dari tiga penjuru. Mei Lan mati langkah, kemanapun dia pergi angin pukulan Ha-mo-kang memburunya dan telah menutup pintu keluar baginya. Menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya dan karena itu hanya ada satu cara menghadapinya, yaitu melawan secara kekerasan dengan ilmunya yang terakhir.
Dengan sepenuh tenaga, dipusatkannya pikiran kearah tangannya, dan dengan nekad didorongnya kekiri dan kanan untuk membuka jalan keluyar. Sekejap kemudian terdengar benturan hebat:
Blaaaar dan kemudian terdengar jeritan tertahan Mei Lan Aduuuuh, tubuhnya melayang jauh dan akan segera terbanting apabila tidak disanggah oleh orang lain. Kedatangan yang sungguh tepat waktu dan berjarak kurang lebih 15 langkah dari arena. Tubuh Mei Lan ditangkap oleh seseorang, yang ketika kemudian membaringkan Mei Lan di tanah segera melakukan totokan dibeberapa tempat. Baru sesaat kemudian terdengar ucapan memuji kebesaran Budha:
Siancai, siancai, anak baik mengapa bertempur dengan 3 setan? Dan mengapa pula 3 setan tiba-tiba berkeliaran lagi di dunia persilatan? Padri wanita berpakaian hijau ternyata telah menolong Mei Lan. Tetapi, wajah Mei Lan yang membayang warna merah membara menyadarkan Padri wanita itu bahwa Mei Lan terkena pukulan beracun.
Tidak salah, Ha-mo-kang memang adalah sebuah ilmu pukulan Beracun. Dan hawa beracun itulah yang memukul dan terserap kedalam tubuh Mei Lan, secara langsung berasal dari 3 orang pemukul pula, luar biasa. Untungnya, Mei Lan masih sempat memapak dan menyiapkan diri dengan Ilmu Mujijat yang diciptakan gurunya, sehingga tidak mengakibatkan kematian baginya.
Sementara itu, Setan Bumi sudah mengelilingi dalam bentuk segi tiga si Pendeta Wanita. Mereka bergerak mengepung dengan ancaman untuk segera melakukan penyerangan. Kegeraman mereka atas Mei Lan kini ditumpahkan kepada Pendeta Wanita ini, dan karena itu tanpa ba bi bu mereka selanjutnya menyerang Pendeta Wanita ini dengan menggunakan Kiam Ciang.
Tetapi kali ini, mereka berhadapan dengan Pendekar Wanita yang sudah masak, jauh bedanya dengan Mei Lan. Terpaut jauh malah. Dengan tenang saja dia mainkan ilmu yag nampaknya Soan Hong Sin Ciang, dan semua pukulan 3 Setan Bumi ini sudah terpental pulang pergi dengan sendirinya. Bahkan ketika mereka mencampurkan dengan Siang Tok Swa sekalipun, tetap tidak ada yang sanggup menembus hawa membadai yang diciptakan Pendeta Sakti ini.
Bahkan semua pukulan mereka seperti membentur tembok, mengembalikan semua pukulan mereka sehingga mereka menjadi ngeri sendiri. Lawan ini, bahkan masih jauh lebih lihay dibandingkan Sian Eng Cu, dan nampaknya sulit bagi mereka menghadapi padri wanita yang sakti ini. Ketiga Setan yang memiliki perasaan dan pengertian yang dalam ini tentu menyadari hal tersebut.
Semakin keras usaha mereka mengurung pendeta ini, semakin cepat gerakan si pendeta, bahkan bagai melayang-layang ringan dan tidak bisa mereka sentuh. Mereka sudah mencoba semua Ilmu andalan, baik Siang Tok Swa, Kiam Ciang untuk mengurung pendeta ini, tetapi tidak tampak tanda-tanda jika pendeta ini terdesak. Malah nampak senyum damai tidak pernah lepas dari mulutnya, dan beberapa kali terdengar:
Liok te Sam Kwi, kalian sudah cukup tua, sudah saatnya mencari pintu rumah Budha dan bukannya mengumbar nafsu dan angkara sampai bahkan melukai seorang anak gadis demikian terdengar wejangan lembut dari Padri Wanita ini ditujukan kepada Ketiga Setan Bumi yang terus menerus menyerang dan menerjangnya dengan ilmu andalan mereka.
Tetapi sudah tentu Sam Kwi merasa seperti diejek dan dipermainkan. Sungguh, mereka penasaran karena tidak sanggup menembus ilmu Padri Wanita ini. Sayangmereka tidak sadar, bahwa lawan mereka ini memang teramat tangguh, tidak kurang tangguhnya bahkan lebih dibandingkan Sian Eng Cu Tayhiap yang pernah mengalahkan mereka. Sian Eng Cu yang selalu mereka tempatkan sebagai musuh utama yang harus dihancurkan bersama dengan perguruannya Bu Tong Pay.
Karena itu, ketiganya menjadi semakin murka dan malah mempergencar serangan dan serbuan untuk bisa melukai dan mengalahkan pendeta wanita ini. Tetapi, gerakan pendeta wanita ini terlampau tangkas, terlampau cepat dan terlampau ringan berkelabat kemanapun yang dikehendakinya. Dengan gerakan Te-hun-thian (mendaki tangga langit), ilmu ginkang istimewa yang diakui dunia persilatan sebagai Ginkang terhebat dewasa ini, Pendeta wanita ini berkelabat dan bahkan tidak terlalu sering menginjak tanah lagi.
Hm pendeta, buat apa lari-lari seperti itu, apakah engkau tidak punya kebisaan melayani serangan kami? tantang Sam Kwi
ach, bila pinni melakukannya akan sangat tidak mengenakkan hasilnya. Pinni menyesalkan bila terjadi apa-apa atas diri kalian bertiga. Tapi memang apa boleh buat, nona ini perlu pertolongan segera Jawab Liong-i-Sinni yang khawatir melihat keadaan Mei Lan. Semakin lama dia bertempur, semakin sedikit kesempatannya untuk menyelamatkan nyawa si gadis. Karena itu, Padri wanita ini segera memutuskan untuk menyelesaikan pertarungannya melawan Ketiga Setan Bumi ini.