andytama124
Guru Semprot
- Daftar
- 25 Dec 2014
- Post
- 565
- Like diterima
- 88
2
Akibat cecaran ilmu pedang Hu Pangcu Kedua, Giok Lian jadi lebih banyak menggerakkan pedangnya untuk menjaga diri dan masih belum banyak menyerang. Maklum, ilmu pedang lawan, selain cepat dan sangat tajam menusuk, juga relatif aneh bagi Giok Lian yang lebih banyak melihat dan melawan ilmu pedang Tionggoan.
Tetapi setelah lama kelamaan mengalami serangan dengan kecepatan tinggi, Giok Lian akhirnya mulai lebih bisa menyesuaikan dengan pertarungan dan gaya pertempur Hu Pangcu Kedua. Meskipun tidak akan sembarangan orang yang lolos dari sergapan Hu Pangcu kedua dengan ilmu pedangnya, bahkan baru Giok Lian yang mampu bertahan tanpa banyak menyerang dengan pedangnya melewati 20 jurus.
Merasa bahwa kedudukannya jadi lebih banyak terserang, maka Giok Lian mulai mempersiapkan dirinya. Jika sebelumnya dia bertahan dengan melindungi dirinya dengan Jit Goat Kiam Sut, sesekali dia mulai memainkan In Liong Kiam Sut (Ilmu pedang Naga awan). Tetapi, serangan-serangan gencarnya, juga tidak sulit dipatahkan Hu Pangcu Kedua, karena nampaknya dia sangat memahami gaya-gaya bertempur ilmu pedang Tionggoan.
Pertempuran dengan kecepatan tinggi tersebut terjadi semakin lama semakin menegangkan. Nampaknya pengalaman dan kematangan Hu pangcu Kedua yang membuatnya sanggup mengendalikan keadaan, meskipun semakin lama Giok Lian semakin menyadari makna kecepatan yang didiskusikan Mei Lan dengannya.
Memasuki jurus ke-100an, dia mulai merasa mampu mengefektifitaskan gerakannya dan sanggup mengantisipasi serangan lawan. Karena itu, perlahan namun pasti, pertempuran mulai memasuki tahapan keseimbangan, dengan hanya pengalaman sajalah yang membuat Hu Pangcu Kedua masih tetap sanggup mengendalikan keadaan.
Tetapi, rasa percaya diri Giok Lian yang tumbuh semakin menebal, mulai juga menumbuhkan keberaniannya untuk menggunakan ilmu silat lainnya. Hanya, dia tetap tidak memiliki keberanian untuk memapak pedang lawan dengan menggunakan Kang See Ciang, karena paham bahwa pedang panjang lawannya mampu bergerak sangat cepat dan sanggup memilih daerah serangan ganda dalam waktu sekejap.
Sebaliknya dari menggunakan Kang See Ciang, Giok Lian mulai memilih melontarkan serangan jari saktinya dari ilmu Toat Beng Ci, salah satu ilmu sesat yang dipelajarinya dari neneknya.
Dan terbukti, dengan menyelingi serangan dan tangkisannya dengan sentilan jari maut tersebut, perlahan dia mampu melepaskan diri dari tekanan berat lawannya. Dan Hu Pangcu Kedua, perlahan harus mengakui, bahwa lawan mudanya itu bukanlah lawan empuk seperti yang ditemuinya selama ini.
Lawan mudanya itu sanggup melawan kecepatan pedangnya dan juga sekarang sanggup mengirimkan serangan sentilan jari yang snagat berbahaya. Bahkan bukan hanya Hu Pangcu yang terkesima, para Pendekar yang sebelumnya sangat mengkhawatirkan Giok Lian dan meragukan keputusan Ceng Liong, perlahan mulai melihat kehebatan gadis cantik itu.
Meskipun rasa seram mereka melihat pedang panjang yang menyebar maut itu berkelabat-kelabat bagaikan malaekat el-maut, tetapi nona muda itu, yang awalnya sangat mergaukan, perlahan sanggup mengimbangi. Bahkan sekarang sudah sanggup membuat pertandingan menjadi imbang, dengan kelabatan jari saktinya bersama dengan papasan pedang sabuk naganya.
Setelah melihat kondisi pertarungan yang sudah berimbang, Ceng Liong menarik nafas panjang. Dan beberapa saat kemudian, dia melihat Tek Hoat dan Kwi Song sudah kembali berada di posisi mereka masing-masing dan terbelalak melihat gadis yang mereka cintai bergebrak dalam kecepatan mengagumkan.
Bukan cuma itu, meskipun mereka percaya dengan kemampuan sang gadis, tetapi melihat kelabatan pedang panjang yang menyeramkan itu, mau tidak mau mereka merasa sangat berkhawatir dengan Giok Lian. Ceng Liong memaklumi keadaan, tetapi dia membutuhkan bantuan Tek Hoat. Karena itu dengan menggamit Tek Hoat dia berbisik:
Tek Hoat, bagaimana dengan Lan Moi, apakah diapun sudah sanggup memahamkan pesan yang disampaikan kepada kita?
Dia masih tetap belum yakin, tetapi menurut Lan Moi, dalam soal pesan pertama, dia bahkan sudah sangat paham. Tetapi dia terus mencoba untuk memahami dan mencerna dalam dirinya arti pesan lewat kita
Baguslah, karena dia harus berhadapan dengan Bouw Lim Couwsu. Mungkin sebentar lagi
Mudah-mudahan dia sanggup Tek Hoat bergumam, tetapi tanpa kesanggupan untuk mengalihkan perhatiannya dari pertarungan Giok Lian. Ceng Liong tersenyum maklum, dan kembali megalihkan perhatiannya kearena pertempuran yang telah memasuki jurus ke250-an. Dan keadaan masih tetap seperti semua, diselingi kini dengan serangan-serangan tajam dari jemari Giok Lian yang menyerang tajam kearah hu pangcu Kedua.
Dengan mengganti-ganti serangan tangannya dengan Toat Beng Ci dan juga melepas pukulan Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) yang maha ampuh dan sadis itu, Giok Lian nampak tidak lagi kerepotan melayani Hu Pangcu Kedua. Sementara itu, Hu Pangcu Kedua, semakin lama semakin heran dengan keuletan dan daya tahan si gadis, yang bahkan semakin lama semakin mampu balik dan balas menekannya.
Memang, pemahamannya atas Ilmu pedang Tionggoan sudah sangat matang, dan dari pemahamannya itu dia menyederhanakan gerakannya dengan memberi tekanan atas kecepatannya. Terutama setelah dia melatih jurus ampuh dan mengerikan dari Samurai Jepang yang terkenal dengan Sekali tebas nyawa melayang.
Jurus pedang ampuh itu, selama ini baru dikeluarkannya sebanyak 2 kali, dan dengan sekali bergerak, dia sanggup memisahkan badan dan kepala orang, setangguh apapun lawan yang penah ditemuinya selama ini. Sebetulnya, Hu Pangcu ini, tidak berselera untuk membunuh Giok Lian, tetapi setelah keadaan menjadi demikian kalut dan sulit baginya untuk tidak melakukan pembunuhan, maka Hu Pangcu Kedua memutuskan untuk menggunakannya meski dengan berat hati.
Dia merasa sayang untuk memisahkan kepala dan badan gadis cantik yang mendatangkan rasa sayang dihatinya. Tapi kehormatan dan harga dirinya terlalu tinggi untuk membuatnya mengalah kepada sekedar seorang gadis cantik.
Dan, tiba-tiba sang Hu Pangcu meloncat ke belakang. Dan kemudian bersikap atau besiap sebagaimana posisi awalnya sebelum pertarungan. Dia berkonsentrasi bahkan dengan tidak memandang Giok Lian. Sangat dimaklumi, karena Hu Pangcu ini sebelumnya dan sebetulnya tidak punya niat untuk membunuh Giok Lian.
Tapi perkembangan keadaan membuatnya harus melakukan hal tersebut. Karena itu dia menundukkan wajahnya dan dengan serius memegang pedangnya, sementara Giok Lian menjadi heran mengapa lawan mundur dan kemudian bersiap atau bersikap untuk menyerang, tetapi tetap diam tidak menyerang, malah menundukkan wajahnya dengan sikap yang sangat serius.
Giok Lian tidak menunggu lama untuk menyadari keadaan yang sangat berbahaya, karena dia teringat bahwa Mei Lan sempat menceritakan kepadanya bagaimana dia mengalami serangan maha cepat yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Dan, kali ini, Giok Lian akan mengalaminya pula dengan menantikan serangan yang bahkan lebih hebat dari kedua penyerang Mei Lan.
Menyadari bahaya, dan juga merasakan betapa hawa tajam pedang menusuk dari lawannya bahkan sudah menerjang memasuki areanya, dengan cepat Giok Lian berkonsentrasi. Dikerahkannya tenaga Jit Goat Sinkang ketataran tertinggi untuk menambah kewaspadaannya, dan diapun kemudian memejamkan mata, dan berkonsentrasi dengan kemampuan batinnya memandangi dan mengantisipasi gerakan Hu Pangcu Kedua.
Para penonton menjadi terhenyak melihat pertarungan yang menjadi aneh tersebut. Hu Pangcu Kedua diam tak berkutik dengan kepala tertunduk dan tidak memandangi lawannya. Pedang panjangnya sudah lebih dari siap disabetkan, sekali sabetan meregang nyawa. Banyak orang melihat suasana menjadi sangat menyeramkan.
Perang tanding ini sungguh seru dan aneh. Tetapi, bagi para pentolan pendekar tingkat tinggi, mereka tahu semata, bahwa posisi kedua orang tersebut sangatlah berbahaya. Siapa yang rusak konesntrasinya dan lengah sedikit saja, akan menimbulkan akibat yang tidak terduga. Para pendekar pedang sadar, bahwa sekali Hu Pangcu bergerak, maka akan menentukan siapa menang dan siapa yang akan kalah.
Karena itu, meskipun ada ratusan orang yang mengelilingi arena, tetapi keheningan yang menyeramkan justru lahir dari posisi dan kondisi kedua orang yang sedang mengadu konsentrasi dan ketenangan tersebut. Boleh dibilang, siapa yang memulai gerakan terdahulu secara gegabah, akan menciptakan peluang diserang terlebih dahulu.
Dan posisi Giok Lian dalam hal ini sangat rawan. Untung dia menyadari, bahwa pertarungan seperti ini adalah pertarungan adu mental dan adu daya tahan. Pertarungan seperti ini, juga menguras tenaga dan pikiran yang bukannya sedikit. Karena taruhannya adalah nyawa, maka wajar bila konsentrasi harus terpusat.
Di pihak lain, Hu Pangcu keduapun sadar, bahwa sekali dia melepas jurusnya dan dia gagal, maka dia akan terhitung kalah. Justru karena itu, maka dia menantikan saat yang tepat dimana lowongan tercipta dan arah itu yang akan dituju untuk memenangkan pertandingan. Tetapi celakanya, Giok Lian juga sudah mencium rencana tersebut.
Masih-masing menantikan saat yang tepat untuk melepaskan jurus mematikan pada ketika yang dirasa bahwa kemungkinan untuk menang terbuka. Bila Hu pangcu menyiapkan jurus pamungkas yang berlandaskan kecepatan kilat, maka Giok Lianpun menyiapkan untuk melepas jurus pamugkasnya dari ilmu Sam Koai Sian Sin Ciang. Dengan ilmu tersebut, dia tidak takut tanpa harus melihat lawannya, karena kesiagaan melalui kesiapan batin justru jauh lebih tajam bagi ahli-ahli semacam mereka.
Kondisi yang tercipta, baik keheningan maupun keseramannya mencengkeram semua orang. Semua menantikan ketika terakhir, atau bentrokan terkahir yang akan menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang. Terlebih, karena menang kalah akan menentukan seperti apa pertempuran terbuka nantinya, apakah terjadi di hutan itu juga, atau bisa menunggu sampai esok harinya.
Ketegangan penonton, justru bertolak belakang dengan mereka yang berhadapan secara langsung, karena ketenangan menentukan tingkat ketelitian. Dan dalam hal ini, keduanya sudah tenggelam dalam upaya mencari peluang menyerang dan ketenangan yang menentukan kesanggupan menghindar dan melepas serangan balasan yang mematikan.
Tetapi, waktu yang dibutuhkan ternyata sungguh meletihkan dan membuat penonton yang tadinya tegang mulai kendor. Sementara, kedua orang yang bertahan dalam posisinya justru mengkhawatirkan gangguan kecil ketika keributan disekitarnya mengganggu konsentrasi. Dan nampaknya, siapa yang terganggu duluan akan menderita serangan maut lawan.
Karena itu, keduanya tetap dalam posisi siap menyerang dan siap diserang dengan merapal jurus jurus mematikan yang tersiapkan sejak semula. Dan, adalah kemudaan Giok Lian yang akhirnya membuatnya kurang tahan terhadap tekanan pertarungan mental yang sangat menentukan tersebut.
Meskipun hanya sepersekian detik yang dianggap cukup bagi Hu Pangcu Kedua, tetapi kesempatan yang ada tersebut langsung dimanfaatkannya. Yang untung adalah, Giok Lian sudah siap dengan jurus pamungkasnya yang dilambari kekuatan batin, dan kedua, dia sudah mendengar kejadian serupa yang dialami Mei Lan.
Karena itu, meski kehilangan sepersekian detik dan menghadapi jurus mematikan dari Jepang, Giok Lian tidak kehilangan keseimbangan. Tidak menjadi panik dan ketakutan menghadapi serangan itu. Dan dasarnya, Giok Lian memang seorang anak gadis yang tabah.
Hyaaaaaaaaat diiringi dengan teriakan membahana, meluncurlah serangan pedang panjang Hu Pangcu Kedua, bahkan mendahului runcingnya ujung pedang yang digunakan, meluncur selarik sinar maha tajam kearah leher Giok Lian. Pada saat bersamaan, ratusan orang menahan nafas, baik tegang maupun ngeri dengan apa yang akan terjadi setelah samurai itu menabas dengan kecepatan kilat.
Bahkan tokoh-tokoh utamapun termasuk Mei Lan yang sudah menduga, nampak menahas nafas dan khawatir bagi Giok Lian. Ngeri membayangkan kepala gadis yang cantik itu akan terpisah dari tubuhnya bila gagal mengantisipasi kecepatan dan ketajaman pedang lawan. Tetapi, serangan dan kekhawatiran yang terjadi pada saat bersamaan dalam hitungan hanya sekian detik, berubah menjadi keheningan dan orang orang yang menahan nafas ketika Giok Lian bukannya mundur, malah dengan kecepatan yang nyaris sama, justru melangkah maju memapak pedang mengerikan itu, dan dengan pesat, lemas dan tepat, dia menggerakkan pedangnya dan tubuhnya di lingkaran serangan maut Hu Pangcu Kedua. Dan setelah itu sepi.
Di sudut arena yang satu, Hu pangcu kedua nampak terdiam dengan pedang samurai yang terjulur keatas. Di ujung pedangnya, nampak secarik kain yang nampaknya merupakan pita pengikat rambut Giok Lian yang mampu dipapasnya kutung. Tetapi, sikapnya masih tetap sangat serius, sehingga membuat banyak orang berpikir bahwa pertandingan masih belum selesai.
Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama, karena kemudian Hu Pangcu Kedua menarik nafas panjang dan perlahan-lahan menurunkan Pedang panjangnya. Dan kembali dalam posisi normal, tidak lagi dalam sikap bersiap untuk menyerang. Dan gerak-geriknya sudah tentu mengagetkan banyak orang, yang dengan segera mengalihkan perhatian mereka kearah Giok Lian. Apa gerangan yang terjadi dengan nona itu? Semua bertanya-tanya
Dan, sementara itu, disisi lainnya, Mei Lan nampak berdiri dengan sama tegangnya untuk sesaat. Sebetulnya dia masih belum percaya, bahwa tindakan spekulasinya memapak serangan pedang lawan adalah tindakan yang tepat. Cepat di lawan cepat yang efektif, dan kelemahan pedang cepat, justru ada disekitarnya pedang itu sendiri, karena arahnya yang pasti dan dengan jumlah tebasan yang terbatas.
Menyadari bahwa kepala adalah arah utama pedang panjang Jepang itu, maka Mei Lan bergerak dengan melindungi tubuhnya dibawah ketajaman pandangan batinnya dan perlindungan pedang mujijatnya. Dan akhirnya, hanya pita rambutnya yang terpotong atau terpapas putus, tetapi selebihnya tiada satupun yang terganggu darinya.
Tapi sekian lama dia terpesona dan mematung, dibawah pandangan tatapan banya tokoh rimba persilatan yang tertegun memandangi pertarungan aneh yang barusan berlangsung tersebut. Dan, nafas-nafas lega terdengar dibanyak sudut, ketika kemudians etelah sekian lama termenung, Giok Lian memutar tubuhnya menghadap ke sisi kelompok Thian Liong Pang.
Hm, nampaknya pertandingan kali ini berada di pihak kami berkata Hu pangcu Pertama setelah melihat bahwa diujung pedang panjang Hu pangcu kedua terdapat pita pengikat rambut kepala Giok Lian yang mampu dipapas putus oleh pedang panjang itu.
Pita pengikat rambut kepala gadis itu menjadi saksinya tambah Hu Pangcu Pertama yang disambut dengan sorak sorai oleh kelompok Thian Liong Pang dan dengan kebat-kebit oleh kelompok pendekar karena maklum bahwa pernyataan tadi benar belaka. Tapi, sorak sorai pihak lawan dan keterkesimaan kelompok pendekar tidak menggoyahkan Ceng Liong. Setelah riuh rendah dan sorak sorai kemenangan kelompok Thian Liong Pang mereda, terdengar suara Ceng Liong:
Tanyakan kepada Hu Pangcu Kedua, apakah dia merasa memenangkan pertarungan itu? Ceng Liong bertanya, dan pertanyaannya itu cukup untuk membuat banyak orang tersentak. Semua orang sontak memandang Hu Pangcu Kedua yang masih belum pulih sepenuhnya dari keterkejutan. Keheningan kembali melanda, dan smeua sorot mata diarahkan kepada Hu Pangcu Kedua. Butuh waktu beberapa lama bagi Hu Pangcu Kedua dans etelah menarik nafas beberapa kali dan ketika Hu Pangcu pertama bertanya kepadanya, baru kemudian dia menoleh:
Hm, Hu Pangcu, jelaskan bahwa engkau telah memenangkan pertempuran itu dan bagaimana engkau melakukannya
Setelah melihat kesekelilingnya dan juga melirik sekilas kearah Giok Lian yang juga kini memandangnya dengan sinar mata yang aneh baginya, Hu Pangcu Kedua akhirnya membuka suara:
Bagiku, menggunakan jurus tadi harus dianggap menang ketika tubuh lawan terpisah. Tetapi dalam pertarungan tadi, hanya pita rambut dan sejumput rambut lawan yang sanggup kupapas. Nampaknya merupakan kemenangan bagiku, tetapi yang tepat adalah, lawan menemukan cara yang tepat untuk menghindari pedang panjangku dan malah menyerangku. Pertandingan itu lebih tepat dinyatakan seri. Karena selain menghindar, lawan masih memberi perlawanan dengan serangan balasan Hu Pangcu Kedua berkata tegas dan kemudian mundur ketempatnya semula. Diiringi tatapan kagum Ceng Liong dan Mei Lan yang mengetahui detail ceritanya dan Giok Lian yang kagum atas kejujurannya.
Hu Pangcu Pertama sudah cukup jelas mendengarnya bukan? Bahkan semua orang telah mendengarkannya. Pertarungan ketigapun dinyatakan draw. Atau adakah pertimbangan lain Hu Pangcu Pertama? Ceng Liong bertanya
Koko, Giok Lian memenangkan pertarungan Mei Lan mendesak kearah Ceng Liong sambil berbisik. Tapi Ceng Liong menahannya untuk bicara lebih jauh, karena diarena itu, selain dirinya, hanya Mei Lan dan Giok Lian sendiri yang tahu, bahwa sebuah pukulan aneh dari Giok Lian sempat menutul lengan Hu Pangcu Kedua. Tapi, nampaknya Giok Lian juga tidak menganggap itu sebuah kemenangan, dia lebih memilih untuk tutup mulut.
Ðan dengan wajah memerah akhirnya Hu pangcu pertama berujar:
Baiklah, pertempuran ketigapun kita anggap seri. Dan kali ini, perkenankan aku mengajukan diri untuk memasuki babakan keempat Sambil berkata demikian, Hu pangcu pertama sudah maju ketengah arena untuk menghadapi jago keempat dari kalangan pendekar. Mulanya dia berpikir akan melawan Mei Lan yang sudah dua kali menempurnya dan dia menderita kerugian. Setelah kerugian pertarungan dengan Mei Lan, dia sudah maju lebih jauh lagi dengan ilmu-ilmu ciptaan terakhir yang sudah dimatangkannya. Dia bahkan sudah sanggup merendengi Bouw Lim Couwsu saat mengundurkan diri, dan dia yakin akan mampu menangkan Mei Lan. Tetapi, dia menjadi bingung ketika kemudian Ceng Liong berkata:
Saudara Souw Kwi Beng, nampaknya Hu Pangcu Thian Liong Pang sudah menunggumu
Baik, saudara Ceng Liong. Biarlah aku mencoba kehebatan Hu Pangcu Thian Liog Pang ini sambil berujar demikian, Souw Kwi Beng dengan gagah dan kokoh berjalan maju ketengah arena. Dia sudah menduga, bahwa Ceng Liong akan memintanya untuk melawan tokoh satu ini. Dan dia sudah lebih dari siap untuk memasuki tahapan pertempuran itu.
Sementara itu, Hu Pangcu Pertama yang berharap bertempur melawan Mei Lan menjadi sedikit kecewa. Tetapi dengan mendapatkan lawan Kwi Beng, dia berpikir lawannya kali ini masih lebih lunak, dan kesempatan menang dipihaknya malah terbuka lebar. Apalagi, beberapa bukan terakhir dia sudah mampu mematangkan 2 ilmu pukulan terakhir yang diciptakan bersama tokoh lainnya.
Bahkan, diapun sudah sanggup meningkatkan penguasaannya atas Sinkang Bu Kek Hoat Keng seiring dengan semakin matangnya dia menggunakan Pek Pou Sin Kun (Pukulan Sakti Ratusan Langkah). Ilmu yang sanggup memukul orang tanpa kesiur angin pukulan, dan sanggup menjatuhkan lawan dari ratusan langkah sekalipun. Selain itu ilmu lainnya Thian-ki-te-ling Sin Ciang (Pukulan bumi sakti rahasia alam) akhirnya bisa disempurnakannya, meskipun belum matang betul.
Tapi dia memiliki keyakinan, dengan kedua ilmunya yang sudah disempurnakan bersama tokoh lain yang bersamanya mereka menciptakan ilmu tersebut, dia yakin sanggup mengatasi Mei Lan. Tapi yang maju melawannya kali ini, justru bukannya Mei Lan, tetapi Souw Kwi Beng. Pendekar muda binaan Kian Ti Hosiang yang juga lihay luar biasa, meskipun belum pernah dihadapinya. Tetapi, tetap dia memiliki keyakinan untuk memenangkan pertandingannya kali ini.
Akibat cecaran ilmu pedang Hu Pangcu Kedua, Giok Lian jadi lebih banyak menggerakkan pedangnya untuk menjaga diri dan masih belum banyak menyerang. Maklum, ilmu pedang lawan, selain cepat dan sangat tajam menusuk, juga relatif aneh bagi Giok Lian yang lebih banyak melihat dan melawan ilmu pedang Tionggoan.
Tetapi setelah lama kelamaan mengalami serangan dengan kecepatan tinggi, Giok Lian akhirnya mulai lebih bisa menyesuaikan dengan pertarungan dan gaya pertempur Hu Pangcu Kedua. Meskipun tidak akan sembarangan orang yang lolos dari sergapan Hu Pangcu kedua dengan ilmu pedangnya, bahkan baru Giok Lian yang mampu bertahan tanpa banyak menyerang dengan pedangnya melewati 20 jurus.
Merasa bahwa kedudukannya jadi lebih banyak terserang, maka Giok Lian mulai mempersiapkan dirinya. Jika sebelumnya dia bertahan dengan melindungi dirinya dengan Jit Goat Kiam Sut, sesekali dia mulai memainkan In Liong Kiam Sut (Ilmu pedang Naga awan). Tetapi, serangan-serangan gencarnya, juga tidak sulit dipatahkan Hu Pangcu Kedua, karena nampaknya dia sangat memahami gaya-gaya bertempur ilmu pedang Tionggoan.
Pertempuran dengan kecepatan tinggi tersebut terjadi semakin lama semakin menegangkan. Nampaknya pengalaman dan kematangan Hu pangcu Kedua yang membuatnya sanggup mengendalikan keadaan, meskipun semakin lama Giok Lian semakin menyadari makna kecepatan yang didiskusikan Mei Lan dengannya.
Memasuki jurus ke-100an, dia mulai merasa mampu mengefektifitaskan gerakannya dan sanggup mengantisipasi serangan lawan. Karena itu, perlahan namun pasti, pertempuran mulai memasuki tahapan keseimbangan, dengan hanya pengalaman sajalah yang membuat Hu Pangcu Kedua masih tetap sanggup mengendalikan keadaan.
Tetapi, rasa percaya diri Giok Lian yang tumbuh semakin menebal, mulai juga menumbuhkan keberaniannya untuk menggunakan ilmu silat lainnya. Hanya, dia tetap tidak memiliki keberanian untuk memapak pedang lawan dengan menggunakan Kang See Ciang, karena paham bahwa pedang panjang lawannya mampu bergerak sangat cepat dan sanggup memilih daerah serangan ganda dalam waktu sekejap.
Sebaliknya dari menggunakan Kang See Ciang, Giok Lian mulai memilih melontarkan serangan jari saktinya dari ilmu Toat Beng Ci, salah satu ilmu sesat yang dipelajarinya dari neneknya.
Dan terbukti, dengan menyelingi serangan dan tangkisannya dengan sentilan jari maut tersebut, perlahan dia mampu melepaskan diri dari tekanan berat lawannya. Dan Hu Pangcu Kedua, perlahan harus mengakui, bahwa lawan mudanya itu bukanlah lawan empuk seperti yang ditemuinya selama ini.
Lawan mudanya itu sanggup melawan kecepatan pedangnya dan juga sekarang sanggup mengirimkan serangan sentilan jari yang snagat berbahaya. Bahkan bukan hanya Hu Pangcu yang terkesima, para Pendekar yang sebelumnya sangat mengkhawatirkan Giok Lian dan meragukan keputusan Ceng Liong, perlahan mulai melihat kehebatan gadis cantik itu.
Meskipun rasa seram mereka melihat pedang panjang yang menyebar maut itu berkelabat-kelabat bagaikan malaekat el-maut, tetapi nona muda itu, yang awalnya sangat mergaukan, perlahan sanggup mengimbangi. Bahkan sekarang sudah sanggup membuat pertandingan menjadi imbang, dengan kelabatan jari saktinya bersama dengan papasan pedang sabuk naganya.
Setelah melihat kondisi pertarungan yang sudah berimbang, Ceng Liong menarik nafas panjang. Dan beberapa saat kemudian, dia melihat Tek Hoat dan Kwi Song sudah kembali berada di posisi mereka masing-masing dan terbelalak melihat gadis yang mereka cintai bergebrak dalam kecepatan mengagumkan.
Bukan cuma itu, meskipun mereka percaya dengan kemampuan sang gadis, tetapi melihat kelabatan pedang panjang yang menyeramkan itu, mau tidak mau mereka merasa sangat berkhawatir dengan Giok Lian. Ceng Liong memaklumi keadaan, tetapi dia membutuhkan bantuan Tek Hoat. Karena itu dengan menggamit Tek Hoat dia berbisik:
Tek Hoat, bagaimana dengan Lan Moi, apakah diapun sudah sanggup memahamkan pesan yang disampaikan kepada kita?
Dia masih tetap belum yakin, tetapi menurut Lan Moi, dalam soal pesan pertama, dia bahkan sudah sangat paham. Tetapi dia terus mencoba untuk memahami dan mencerna dalam dirinya arti pesan lewat kita
Baguslah, karena dia harus berhadapan dengan Bouw Lim Couwsu. Mungkin sebentar lagi
Mudah-mudahan dia sanggup Tek Hoat bergumam, tetapi tanpa kesanggupan untuk mengalihkan perhatiannya dari pertarungan Giok Lian. Ceng Liong tersenyum maklum, dan kembali megalihkan perhatiannya kearena pertempuran yang telah memasuki jurus ke250-an. Dan keadaan masih tetap seperti semua, diselingi kini dengan serangan-serangan tajam dari jemari Giok Lian yang menyerang tajam kearah hu pangcu Kedua.
Dengan mengganti-ganti serangan tangannya dengan Toat Beng Ci dan juga melepas pukulan Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) yang maha ampuh dan sadis itu, Giok Lian nampak tidak lagi kerepotan melayani Hu Pangcu Kedua. Sementara itu, Hu Pangcu Kedua, semakin lama semakin heran dengan keuletan dan daya tahan si gadis, yang bahkan semakin lama semakin mampu balik dan balas menekannya.
Memang, pemahamannya atas Ilmu pedang Tionggoan sudah sangat matang, dan dari pemahamannya itu dia menyederhanakan gerakannya dengan memberi tekanan atas kecepatannya. Terutama setelah dia melatih jurus ampuh dan mengerikan dari Samurai Jepang yang terkenal dengan Sekali tebas nyawa melayang.
Jurus pedang ampuh itu, selama ini baru dikeluarkannya sebanyak 2 kali, dan dengan sekali bergerak, dia sanggup memisahkan badan dan kepala orang, setangguh apapun lawan yang penah ditemuinya selama ini. Sebetulnya, Hu Pangcu ini, tidak berselera untuk membunuh Giok Lian, tetapi setelah keadaan menjadi demikian kalut dan sulit baginya untuk tidak melakukan pembunuhan, maka Hu Pangcu Kedua memutuskan untuk menggunakannya meski dengan berat hati.
Dia merasa sayang untuk memisahkan kepala dan badan gadis cantik yang mendatangkan rasa sayang dihatinya. Tapi kehormatan dan harga dirinya terlalu tinggi untuk membuatnya mengalah kepada sekedar seorang gadis cantik.
Dan, tiba-tiba sang Hu Pangcu meloncat ke belakang. Dan kemudian bersikap atau besiap sebagaimana posisi awalnya sebelum pertarungan. Dia berkonsentrasi bahkan dengan tidak memandang Giok Lian. Sangat dimaklumi, karena Hu Pangcu ini sebelumnya dan sebetulnya tidak punya niat untuk membunuh Giok Lian.
Tapi perkembangan keadaan membuatnya harus melakukan hal tersebut. Karena itu dia menundukkan wajahnya dan dengan serius memegang pedangnya, sementara Giok Lian menjadi heran mengapa lawan mundur dan kemudian bersiap atau bersikap untuk menyerang, tetapi tetap diam tidak menyerang, malah menundukkan wajahnya dengan sikap yang sangat serius.
Giok Lian tidak menunggu lama untuk menyadari keadaan yang sangat berbahaya, karena dia teringat bahwa Mei Lan sempat menceritakan kepadanya bagaimana dia mengalami serangan maha cepat yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Dan, kali ini, Giok Lian akan mengalaminya pula dengan menantikan serangan yang bahkan lebih hebat dari kedua penyerang Mei Lan.
Menyadari bahaya, dan juga merasakan betapa hawa tajam pedang menusuk dari lawannya bahkan sudah menerjang memasuki areanya, dengan cepat Giok Lian berkonsentrasi. Dikerahkannya tenaga Jit Goat Sinkang ketataran tertinggi untuk menambah kewaspadaannya, dan diapun kemudian memejamkan mata, dan berkonsentrasi dengan kemampuan batinnya memandangi dan mengantisipasi gerakan Hu Pangcu Kedua.
Para penonton menjadi terhenyak melihat pertarungan yang menjadi aneh tersebut. Hu Pangcu Kedua diam tak berkutik dengan kepala tertunduk dan tidak memandangi lawannya. Pedang panjangnya sudah lebih dari siap disabetkan, sekali sabetan meregang nyawa. Banyak orang melihat suasana menjadi sangat menyeramkan.
Perang tanding ini sungguh seru dan aneh. Tetapi, bagi para pentolan pendekar tingkat tinggi, mereka tahu semata, bahwa posisi kedua orang tersebut sangatlah berbahaya. Siapa yang rusak konesntrasinya dan lengah sedikit saja, akan menimbulkan akibat yang tidak terduga. Para pendekar pedang sadar, bahwa sekali Hu Pangcu bergerak, maka akan menentukan siapa menang dan siapa yang akan kalah.
Karena itu, meskipun ada ratusan orang yang mengelilingi arena, tetapi keheningan yang menyeramkan justru lahir dari posisi dan kondisi kedua orang yang sedang mengadu konsentrasi dan ketenangan tersebut. Boleh dibilang, siapa yang memulai gerakan terdahulu secara gegabah, akan menciptakan peluang diserang terlebih dahulu.
Dan posisi Giok Lian dalam hal ini sangat rawan. Untung dia menyadari, bahwa pertarungan seperti ini adalah pertarungan adu mental dan adu daya tahan. Pertarungan seperti ini, juga menguras tenaga dan pikiran yang bukannya sedikit. Karena taruhannya adalah nyawa, maka wajar bila konsentrasi harus terpusat.
Di pihak lain, Hu Pangcu keduapun sadar, bahwa sekali dia melepas jurusnya dan dia gagal, maka dia akan terhitung kalah. Justru karena itu, maka dia menantikan saat yang tepat dimana lowongan tercipta dan arah itu yang akan dituju untuk memenangkan pertandingan. Tetapi celakanya, Giok Lian juga sudah mencium rencana tersebut.
Masih-masing menantikan saat yang tepat untuk melepaskan jurus mematikan pada ketika yang dirasa bahwa kemungkinan untuk menang terbuka. Bila Hu pangcu menyiapkan jurus pamungkas yang berlandaskan kecepatan kilat, maka Giok Lianpun menyiapkan untuk melepas jurus pamugkasnya dari ilmu Sam Koai Sian Sin Ciang. Dengan ilmu tersebut, dia tidak takut tanpa harus melihat lawannya, karena kesiagaan melalui kesiapan batin justru jauh lebih tajam bagi ahli-ahli semacam mereka.
Kondisi yang tercipta, baik keheningan maupun keseramannya mencengkeram semua orang. Semua menantikan ketika terakhir, atau bentrokan terkahir yang akan menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang. Terlebih, karena menang kalah akan menentukan seperti apa pertempuran terbuka nantinya, apakah terjadi di hutan itu juga, atau bisa menunggu sampai esok harinya.
Ketegangan penonton, justru bertolak belakang dengan mereka yang berhadapan secara langsung, karena ketenangan menentukan tingkat ketelitian. Dan dalam hal ini, keduanya sudah tenggelam dalam upaya mencari peluang menyerang dan ketenangan yang menentukan kesanggupan menghindar dan melepas serangan balasan yang mematikan.
Tetapi, waktu yang dibutuhkan ternyata sungguh meletihkan dan membuat penonton yang tadinya tegang mulai kendor. Sementara, kedua orang yang bertahan dalam posisinya justru mengkhawatirkan gangguan kecil ketika keributan disekitarnya mengganggu konsentrasi. Dan nampaknya, siapa yang terganggu duluan akan menderita serangan maut lawan.
Karena itu, keduanya tetap dalam posisi siap menyerang dan siap diserang dengan merapal jurus jurus mematikan yang tersiapkan sejak semula. Dan, adalah kemudaan Giok Lian yang akhirnya membuatnya kurang tahan terhadap tekanan pertarungan mental yang sangat menentukan tersebut.
Meskipun hanya sepersekian detik yang dianggap cukup bagi Hu Pangcu Kedua, tetapi kesempatan yang ada tersebut langsung dimanfaatkannya. Yang untung adalah, Giok Lian sudah siap dengan jurus pamungkasnya yang dilambari kekuatan batin, dan kedua, dia sudah mendengar kejadian serupa yang dialami Mei Lan.
Karena itu, meski kehilangan sepersekian detik dan menghadapi jurus mematikan dari Jepang, Giok Lian tidak kehilangan keseimbangan. Tidak menjadi panik dan ketakutan menghadapi serangan itu. Dan dasarnya, Giok Lian memang seorang anak gadis yang tabah.
Hyaaaaaaaaat diiringi dengan teriakan membahana, meluncurlah serangan pedang panjang Hu Pangcu Kedua, bahkan mendahului runcingnya ujung pedang yang digunakan, meluncur selarik sinar maha tajam kearah leher Giok Lian. Pada saat bersamaan, ratusan orang menahan nafas, baik tegang maupun ngeri dengan apa yang akan terjadi setelah samurai itu menabas dengan kecepatan kilat.
Bahkan tokoh-tokoh utamapun termasuk Mei Lan yang sudah menduga, nampak menahas nafas dan khawatir bagi Giok Lian. Ngeri membayangkan kepala gadis yang cantik itu akan terpisah dari tubuhnya bila gagal mengantisipasi kecepatan dan ketajaman pedang lawan. Tetapi, serangan dan kekhawatiran yang terjadi pada saat bersamaan dalam hitungan hanya sekian detik, berubah menjadi keheningan dan orang orang yang menahan nafas ketika Giok Lian bukannya mundur, malah dengan kecepatan yang nyaris sama, justru melangkah maju memapak pedang mengerikan itu, dan dengan pesat, lemas dan tepat, dia menggerakkan pedangnya dan tubuhnya di lingkaran serangan maut Hu Pangcu Kedua. Dan setelah itu sepi.
Di sudut arena yang satu, Hu pangcu kedua nampak terdiam dengan pedang samurai yang terjulur keatas. Di ujung pedangnya, nampak secarik kain yang nampaknya merupakan pita pengikat rambut Giok Lian yang mampu dipapasnya kutung. Tetapi, sikapnya masih tetap sangat serius, sehingga membuat banyak orang berpikir bahwa pertandingan masih belum selesai.
Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama, karena kemudian Hu Pangcu Kedua menarik nafas panjang dan perlahan-lahan menurunkan Pedang panjangnya. Dan kembali dalam posisi normal, tidak lagi dalam sikap bersiap untuk menyerang. Dan gerak-geriknya sudah tentu mengagetkan banyak orang, yang dengan segera mengalihkan perhatian mereka kearah Giok Lian. Apa gerangan yang terjadi dengan nona itu? Semua bertanya-tanya
Dan, sementara itu, disisi lainnya, Mei Lan nampak berdiri dengan sama tegangnya untuk sesaat. Sebetulnya dia masih belum percaya, bahwa tindakan spekulasinya memapak serangan pedang lawan adalah tindakan yang tepat. Cepat di lawan cepat yang efektif, dan kelemahan pedang cepat, justru ada disekitarnya pedang itu sendiri, karena arahnya yang pasti dan dengan jumlah tebasan yang terbatas.
Menyadari bahwa kepala adalah arah utama pedang panjang Jepang itu, maka Mei Lan bergerak dengan melindungi tubuhnya dibawah ketajaman pandangan batinnya dan perlindungan pedang mujijatnya. Dan akhirnya, hanya pita rambutnya yang terpotong atau terpapas putus, tetapi selebihnya tiada satupun yang terganggu darinya.
Tapi sekian lama dia terpesona dan mematung, dibawah pandangan tatapan banya tokoh rimba persilatan yang tertegun memandangi pertarungan aneh yang barusan berlangsung tersebut. Dan, nafas-nafas lega terdengar dibanyak sudut, ketika kemudians etelah sekian lama termenung, Giok Lian memutar tubuhnya menghadap ke sisi kelompok Thian Liong Pang.
Hm, nampaknya pertandingan kali ini berada di pihak kami berkata Hu pangcu Pertama setelah melihat bahwa diujung pedang panjang Hu pangcu kedua terdapat pita pengikat rambut kepala Giok Lian yang mampu dipapas putus oleh pedang panjang itu.
Pita pengikat rambut kepala gadis itu menjadi saksinya tambah Hu Pangcu Pertama yang disambut dengan sorak sorai oleh kelompok Thian Liong Pang dan dengan kebat-kebit oleh kelompok pendekar karena maklum bahwa pernyataan tadi benar belaka. Tapi, sorak sorai pihak lawan dan keterkesimaan kelompok pendekar tidak menggoyahkan Ceng Liong. Setelah riuh rendah dan sorak sorai kemenangan kelompok Thian Liong Pang mereda, terdengar suara Ceng Liong:
Tanyakan kepada Hu Pangcu Kedua, apakah dia merasa memenangkan pertarungan itu? Ceng Liong bertanya, dan pertanyaannya itu cukup untuk membuat banyak orang tersentak. Semua orang sontak memandang Hu Pangcu Kedua yang masih belum pulih sepenuhnya dari keterkejutan. Keheningan kembali melanda, dan smeua sorot mata diarahkan kepada Hu Pangcu Kedua. Butuh waktu beberapa lama bagi Hu Pangcu Kedua dans etelah menarik nafas beberapa kali dan ketika Hu Pangcu pertama bertanya kepadanya, baru kemudian dia menoleh:
Hm, Hu Pangcu, jelaskan bahwa engkau telah memenangkan pertempuran itu dan bagaimana engkau melakukannya
Setelah melihat kesekelilingnya dan juga melirik sekilas kearah Giok Lian yang juga kini memandangnya dengan sinar mata yang aneh baginya, Hu Pangcu Kedua akhirnya membuka suara:
Bagiku, menggunakan jurus tadi harus dianggap menang ketika tubuh lawan terpisah. Tetapi dalam pertarungan tadi, hanya pita rambut dan sejumput rambut lawan yang sanggup kupapas. Nampaknya merupakan kemenangan bagiku, tetapi yang tepat adalah, lawan menemukan cara yang tepat untuk menghindari pedang panjangku dan malah menyerangku. Pertandingan itu lebih tepat dinyatakan seri. Karena selain menghindar, lawan masih memberi perlawanan dengan serangan balasan Hu Pangcu Kedua berkata tegas dan kemudian mundur ketempatnya semula. Diiringi tatapan kagum Ceng Liong dan Mei Lan yang mengetahui detail ceritanya dan Giok Lian yang kagum atas kejujurannya.
Hu Pangcu Pertama sudah cukup jelas mendengarnya bukan? Bahkan semua orang telah mendengarkannya. Pertarungan ketigapun dinyatakan draw. Atau adakah pertimbangan lain Hu Pangcu Pertama? Ceng Liong bertanya
Koko, Giok Lian memenangkan pertarungan Mei Lan mendesak kearah Ceng Liong sambil berbisik. Tapi Ceng Liong menahannya untuk bicara lebih jauh, karena diarena itu, selain dirinya, hanya Mei Lan dan Giok Lian sendiri yang tahu, bahwa sebuah pukulan aneh dari Giok Lian sempat menutul lengan Hu Pangcu Kedua. Tapi, nampaknya Giok Lian juga tidak menganggap itu sebuah kemenangan, dia lebih memilih untuk tutup mulut.
Ðan dengan wajah memerah akhirnya Hu pangcu pertama berujar:
Baiklah, pertempuran ketigapun kita anggap seri. Dan kali ini, perkenankan aku mengajukan diri untuk memasuki babakan keempat Sambil berkata demikian, Hu pangcu pertama sudah maju ketengah arena untuk menghadapi jago keempat dari kalangan pendekar. Mulanya dia berpikir akan melawan Mei Lan yang sudah dua kali menempurnya dan dia menderita kerugian. Setelah kerugian pertarungan dengan Mei Lan, dia sudah maju lebih jauh lagi dengan ilmu-ilmu ciptaan terakhir yang sudah dimatangkannya. Dia bahkan sudah sanggup merendengi Bouw Lim Couwsu saat mengundurkan diri, dan dia yakin akan mampu menangkan Mei Lan. Tetapi, dia menjadi bingung ketika kemudian Ceng Liong berkata:
Saudara Souw Kwi Beng, nampaknya Hu Pangcu Thian Liong Pang sudah menunggumu
Baik, saudara Ceng Liong. Biarlah aku mencoba kehebatan Hu Pangcu Thian Liog Pang ini sambil berujar demikian, Souw Kwi Beng dengan gagah dan kokoh berjalan maju ketengah arena. Dia sudah menduga, bahwa Ceng Liong akan memintanya untuk melawan tokoh satu ini. Dan dia sudah lebih dari siap untuk memasuki tahapan pertempuran itu.
Sementara itu, Hu Pangcu Pertama yang berharap bertempur melawan Mei Lan menjadi sedikit kecewa. Tetapi dengan mendapatkan lawan Kwi Beng, dia berpikir lawannya kali ini masih lebih lunak, dan kesempatan menang dipihaknya malah terbuka lebar. Apalagi, beberapa bukan terakhir dia sudah mampu mematangkan 2 ilmu pukulan terakhir yang diciptakan bersama tokoh lainnya.
Bahkan, diapun sudah sanggup meningkatkan penguasaannya atas Sinkang Bu Kek Hoat Keng seiring dengan semakin matangnya dia menggunakan Pek Pou Sin Kun (Pukulan Sakti Ratusan Langkah). Ilmu yang sanggup memukul orang tanpa kesiur angin pukulan, dan sanggup menjatuhkan lawan dari ratusan langkah sekalipun. Selain itu ilmu lainnya Thian-ki-te-ling Sin Ciang (Pukulan bumi sakti rahasia alam) akhirnya bisa disempurnakannya, meskipun belum matang betul.
Tapi dia memiliki keyakinan, dengan kedua ilmunya yang sudah disempurnakan bersama tokoh lain yang bersamanya mereka menciptakan ilmu tersebut, dia yakin sanggup mengatasi Mei Lan. Tapi yang maju melawannya kali ini, justru bukannya Mei Lan, tetapi Souw Kwi Beng. Pendekar muda binaan Kian Ti Hosiang yang juga lihay luar biasa, meskipun belum pernah dihadapinya. Tetapi, tetap dia memiliki keyakinan untuk memenangkan pertandingannya kali ini.