Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Bimabet
Mantap Hu...
Lobang blkg Sari Hu diperawani jg...
 
Episode 7 Best friends - 1



POV Deyara

“Pah… aku pergi dulu yah!”

“Iya, jangan pulang larut malah yah!”

“Om, pergi dulu!”

Setelah keluar dari rumah, aku segera duduk di samping Rivo yang menjemputku dengan mobil Toyota Fortuner. Baru jam 6 sore, agaknya kita kecepatan.

“Rivo, kan katanya acaranya nanti jam 7.30? apa gak terlalu cepat kita?” Aku bertanya-tanya.

“Supaya aku bisa lama berduaan dengan kamu di mobil” Rivo menatapku. Aku gak sadar kalo kita sementara menyusuri jalan boulevard Manado, kali ini ia pergi ke arah pantai.

“Kamu mau culik aku kemana?” Aku mendorong kepalanya supaya kembali menghadap jalan. Jengah juga dipandangin seperti itu.

“Mau lihat sunset berdua, mau yah?”

“Oke!”

Setelah kejadian di villa Susan, aku makin dekat dengan Rivo. Aura playboynya makin lama makin luntur. Aku merasa ia sudah berubah, gak lagi suka lirik cewek lain, dan penuh perhatian ke aku. Rivo malah udah banyak tahu sifatku dan kegemaranku… Ih geer juga.

Rivo mencari spot yang tepat dan memarkirkan mobil menghadap ke arah lautan. Perfect! Tempat yang dipilih cukup jauh dan sunyi. Duduk diatas batu yang kasar tapi rata kami duduk menghadap lautan, ternyata nyaman juga. Gimana gak nyaman, ada cowok cakep di sampingku.

Matahari terbenam dengan gagahnya kebetulan gak ada awan jadi jelas kelihatan masuk ditelan lautan. Langit membahana dengan warna-warna yang agung. Aku terpesona… pandanganku jauh menatap langit. Adakah masa depan cerah bagi kita?

“Indah sekali yah!” Rivo berguman, padahal dari tadi dia lirik ke sini.

“Iya… bagus banget! Aku rasa lega… fresh, eh gimana yah?” Suasana hatiku jadi indah pula.

“Eh, maksudku bukan yang itu!” Rivo menatapku.

“Huh? Maksudnya?” Aku bingung.

“Maksudku yang indah itu pemandangan yang disampingku! Cantik bukan main…” Rivo menggombal lagi. Kali ini aku gak siap, kaget juga. Tak terasa pipiku langsung diliputi dengan rona merah.

“Wah, digoda dikit, langsung ngefek telak tuh!” Rivo menertawaiku.

“Mau di cubit yah!” Aku mempersiapkan senjata andalanku di pinggangnya.

“Eh… gak kok. Jangan di cubit, dikocok aja, mau dong?” Rivo nyengir mesum.

“Boleh tapi pake minyak spesialku…” Aku membalas bercanda mengingat kembali peristiwa itu.

“Wah, hahaha… aku rela kok digigit semut, asal jangan kamu yang gigit!” Rivo balas nyengir. Akhirnya kita berdua pun larut dalam tawa.

“Bener? Yakin mau rasa?” Aku menantangnya.

Rivo gak ngomong apa-apa, tapi langsung berdiri, seakan hendak membuka celananya. Eh… nekad juga tuh anak.

“Ihhh, tolong! Ada cowok mesum….” Aku langsung berteriak dan segera berpaling belakang.

“Katanya berani!” Rivo memelukku dari belakang. “Untung aja gak sempat dikeluarin…!”

“Hahaha… nekad yah kamu! Mau banget yah!” Aku masih meledek.

“Emang Deya mau bantu?” Rivo masih berharap.

“Boleh… aku bantuin panggil bencong, tuh ada satu!” Aku menunjuk kebelakang. Rivo tertawa lagi, tangannya mencubit perut dan pinggangku.

Setelah 15 menit bercanda dengan Rivo, aku menjadi sangat terbuka. Rivo orangnya take it easy dan suka bercanda… eh banget lagi. Aku sampe ngak sadar sudah ngomong-ngomong mesum. Masakan ia sampe tanya-tanya gimana bentuk kontolnya Kevin dan Bren… dan anehnya kok aku sampe cerita lagi.

‘Ihhhhh… Deya.. Deya, sadar dong. Cowok yang didepanmu itu juga salah satu golongan playboy seperti mereka… bedanya cuma yang ini ngaku-ngaku sudah bertobat.’ Hatiku seakan ingin menjerit, mengingatkanku untuk jangan jatuh cinta. Bisa-bisa berabe… sayang tidak ku perhatikan.

Aku malah duduk bersandar di dada cowok itu sambil menikmati angin pantai yang sejuk. Rasanya nyaman sekali… Aku hanya membiarkan tangan kanan Rivo bermain di rambutku, iseng terus dari tadi. Eh…. Apa itu? Ternyata tangan kirinya gak pernah beranjak dari pinggangku dan perlahan menggelitikku kecil. Aku membiarkan aja… Rivo tambah berani dan memelukku mesra.

Aku jadi menghayal... apakah cowok ini yang nantinya akan menyandang status pacar pertama dari gadis cantik bernama Deyara Arlita Dien? Ok juga sih, mengingat cowok ini juga yang mencuri ciuman pertamaku. Eh... maksudnya...

“Rivo, bagaimana kabarnya Dinah dan komplotannya?” Aku bertanya sekedar mengubah arah pembicaraan.

“Masih di penjara tuh! Kayaknya segera disidangkan minggu ini… Kecuali Kevin, ia masih di rumah sakit, Ehhh… aku dengar akan konsultasi ke psikiatris, mungkin aja trauma” Rivo menjawab.

“Kok sampe segitunya?” Aku sampe kaget.

“Iya… hampir putus katanya… ih, ngeri. Aku aja sampe sekarang masih takut kamu oral! Ihhh gak berani” Rivo mengejekku.

“Eh, siapa yang mau oral kamu, ihhh jelek!” Aku balas.

“Tahu aja kali kamu minta!” Rivo terus mengejek

“Ih… mesum terus ngomongnya. Hahaha…. Eh terus Sari dan korban lain gimana?” Aku mengalihkan cerita lagi.

“Tenang aja, nama mereka dirahasiakan kok, polisi tahu mereka hanyalah korban kejahatan.” Rivo menjelaskan.

“Aku malu Rivo, banyak orang pikir aku salah satu korbannya, eh malah ada yang menganggap aku anggota geng mereka!” Aku complain ke dia.

“Baguslah, supaya gak ada cowok lain yang mendekatimu lagi!” Rivo malah nyengir.

“Apa kamu bilang? Ih… Rivo… kok kamu malah senang kalo reputasiku jatuh!” Aku complain lagi.

“Bukan gitu sayang… aku yakin orang yang mengenalmu tak akan terhasut gossip murahan!” Jawaban yang baik.

“Tapi…!” Aku gak sampai meneruskan.

“Ato kamu suka aku tulis di surat kabar kalo kamu masih segel?” Rivo balas mengejek.

“Gak segitunya lagi…” aku menjulurkan tangan kebelakan hendak mencubit perutnya.

“Eh… mau ngapain?” Rivo terkejut.

“Hush… pasti kamu pikir mesum, yah?” Aku nyengir ketika tanganku mencubit kuat.

“Ouch, aduh kirain…” Rivo menggantung.

“Kirain apa?”

“Kirain mau cari kontol!” Rivo mengejekku lagi.

“Ihhhh… nakal!” Aku berbalik untuk mencubitnya lagi. Tapi Rivo sudah siap…

Tepat ketika wajahku berbalik, ia menyambar bibirku dan memeluk kepalaku. Aku hanya terdiam menyadari bibirku sudah diciumnya… hadehhhh.

Aku masih terdiam ketika kecupan panjang itu berhenti. Bibir Rivo gak ditarik, masih dekat sekali.

“Mau lagi?” Rivo berbisik.

“Huh?”

“Tutup mata mu!” Rivo berbisik lagi.

Aku menutup mata, dan membiarkan bibirnya mengecupku pelan. Aku menikmatinya… suatu kecupan yang cukup lama.

“lagi?”

Aku masih menutup mata setengah menanti lagi. Kali ini Aku membuka mulutku…

Rivo melumat bibirku dengan penuh gairah, dan kami pun larut dalam suatu ciuman yang panjang. Oh… Rivaldo…

“Sudah yah, nanti kita terlambat di acara Cherry! Nanti kalo mau lagi minta aja, nanti dikasih!” Suara Rivo terdengar lirih di telingaku. Aku membuka mata menatapnya, ia nyengir.

“Eh, siapa yang minta? Ihhhh…” Aku menjadi gemes lagi.

-----

Dalam perjalanan menuju rumah Doni, masih terus terngiang hangatnya bibir dan lidah Rivo dalam ciuman tadi. Rasanya beda… jauh berbeda dengan ciuman penuh nafsu dari Kevin. Bahkan beda juga dengan ciuman Rivo bulan lalu. Astaga! Apa aku sudah beneran jatuh cinta?

Aku kembali mengingat kegilaanku dengan Rivo di tempat dugem. Awalnya kami hanya bermain di meja, dan yang kalah harus minum. Mungkin aku minum terlalu banyak sehingga gak sadar sudah ditarik melantai. Kami berciuman dengan penuh nafsu, ganas sekali. Sementara itu suara musik mendesakku untuk bergoyang. Sementara itu tangan Rivo sudah menjelajahi bukit dan lembah di seluruh tubuh. Waktu itu aku sudah benar-benar sange… gak sadar pakaianku sudah setengah terbuka waktu ditarik di mobil… masih juga gak sadar sudah dibugilin cowok di mobil. Aku hanya setengah sadar sudah mengoral batangnya… iya, Rivo yang mengambil keperawanan mulutku. Ia juga yang mengambil keperawanan toketku, dihisap sampe aku keluar… malah waktu itu aku sudah membuka kaki bersiap untuk diperawani. Ihhhh… mujur banget cowok itu.

“Ahhhhh!” Gak sadar aku mendesah pelan, tapi cukup terdengar oleh Rivo.

“Deya.. kenapa sayang!” Rivo melihat perubahan air mukaku.

“Gak kok!” Aku menjawab seadanya. Rivo memarkir mobilnya tepat di depan pintu tempat kos milik Titien.

“Kamu ingat kejadian itu, kan?” Rivo menatapku, untung aja gelap kalo tidak ia pasti melihat wajahku sudah merah.

Aku diam aja, dan terus menunduk malu gak mampu menatapnya.

“Aku minta maaf, yah?” Rivo kembali nyengir.

“Udah, gak perlu diingat lagi!” Aku gak bisa marah.

“Gak mungkin Deya… aku pasti ingat terus. Itu hari yang paling indah dalam hidupku! Pertama kali aku melihat toket dan memek seindah itu. Phew! Aku minta maaf membuat kamu kentang, tapi aku rela kok kalo terjadi lagi…” Rivo menatapku terus

“Huuuuu… maunya! Kamu sih!” Aku menabok kepalanya.

“Hehehe… buktinya kamu juga ingat terus! Pasti gak bisa lupakan kontolku, kan?” Rivo mengejek lagi.

“Mau digigit?” Aku hanya ketawa. Cowok ini gak bisa dibilangin.

-----

Rumah kos milik Titien adalah markas Doni dan kawan-kawannya, dan disitulah acara malam ini diadakan. Sebuah perpisahan dengan Kak Cherry, pacarnya Doni yang akan bertugas di Makassar. Setelah tamat, Kak Cherry sempat bekerja di bank nasional di Manado, namun kali ini dipindah-tugaskan di kantor cabang di Makassar. Dan Doni harus merelakannya demi karir.

Aku gak tahu bagaimana jadinya kalo mereka berpisah. Kak Doni benar-benar menyayanginya… eh bisa dibilang tidak bisa hidup tanpanya. Padahal dulu Kak Doni itu anak preman, suka jaga terminal. Malah sempat dikuliahkan di Amerika tapi gak mau. Hidupnya berubah jauh sejak pacaran dengan gadis manis itu.

Aku sempat beberapa kali bertemu dengan Kak Cherry. Orangnya anggun, berkelas tapi ramah. Persis kayak bidadari. Dia beberapa kali menyabot predikat Putri Kampus, dan Noni Sulut, gelar yang sangat prestise di kalangan anak muda. Beruntung banget Doni bisa memacarinya.

Dan sejak itu aku sudah menggangapnya sebagai anggota keluarga, apa lagi selama itu Kak Cherry memanggilku pake nama tengah, Arlita. Persis kayak anggota keluarga lain. Kami sangat dekat… terutama waktu taon lalu ia masih kuliah. Ia justru yang antar-antar aku mendaftar matakuliah. Sayang akhir-akhir ini ia tambah sibuk dengan kerjaannya.

Kak Cherry memang tidak buat acara meriah, malah yang diundang hanya teman-teman dekat. Rivaldo juga adalah salah satu teman dekat Doni, turut diundang. Tampak teman-teman kerja dari Kak Cherry, juga teman kos. Banyak sih yang aku gak kenal, mungkin cuma Darla yang dari tadi menatapku tersenyum. Tapi anehnya mereka semua kenal sama Rivo. Eh, malah beberapa gadis sok kenal dekat dengannya.

Aku jadi sebel. Aku malas diperkenalkan satu per satu sebagai pacarnya, dan menyuruh Rivaldo menemui mereka. Ia nampaknya senang-senang aja bisa reunian dengan teman-teman lama. Aku sih enjoy aja, apalagi ada Darla yang menemaniku. Eh, pantasan banyak aku gak kenal, rata-rata mereka sudah lulus seangkatan dengan Kak Cherry. Rivo aja yang belom lulus-lulus, eh ada temen-nya, Kak Doni. Mereka berdua malah lebih senior lagi, dan sekarang sudah di tahun ke-7.

Eh, iya… Rivo kayaknya sudah akan ikut wisuda berikut, secara kelengkapan ia sudah lengkap, hanya aja gak mau urus administrasinya. Kayak gak rela meninggalkan kampus tercinta. Tapi kalo Kak Doni justru masih belum jelas kapan lulusnya. Mungkin ia akan terpacu karena akan berpisah dengan Cherry. Eh, apa Rivo belum mau wisuda karena aku? Ihhhh bodoh!

Benar juga, setelah dibilang aku sepupunya Doni, banyak yang langsung sok akrab. Semua mereka kenal siapa itu Kak Titien, dan aku sudah didaulat sebagai penerus-nya Kak Titien. Kok bukan Doni?

Aku kaget, seorang gadis yang cantik kini nampak bercanda dekat dengan Rivo. Mereka kelihatan akrab sekali, eh kayak sohib karib yang baru ketemu. Aku kayaknya pernah kenal cewek ini, kecantikannya khas… eh Astaga? Itukan Keia? Putri Kampus yang menggantikan Kak Cherry? Kok bisanya pegang-pegang tangan Rivo segala…

Aku membuang muka gak mau melihat mereka yang nampaknya bicara serius sambil berbisik-bisik. Eh, tangan Rivo lagi membelai pipi dan rambutnya… Heh! Gak bener ini. Pasti ada apa-apanya. Awas kamu Rivo! mana aku tinggal sendiri lagi, Kak Darla sudah sibuk nelpon dari tadi.

Phew! Untung aja tidak ada yang melihatku, bisa pingsan mereka melihat tatapan mataku dengan aura benci. Astaga!

“Lita! Ngapain bengong aja sendiri di sudut? Yuk, kesini ikut aku!” Kak Cherry datang mendekat, sentuhannya membuat darahku yang tadi mendidih kini bisa cool down lagi. Mungkin dia tahu apa yang terjadi, tadi matanya sempat melirik ke arah Rivo.

“Eh, kita ke mana Kak?”

“Ikut aja…!” Kak Cherry membawaku keluar menuju ke kolam ikan kecil yang ada didekat pintu masuk. Tak lama kemudian kami berdua lagi asik melihat ikan koi yang berenang bebas. Untuk beberapa menit lamanya kami hanya berdiam diri.

“Lita, kamu pacaran dengan Rivaldo?” Kak Cherry bertanya sambil menatap mataku. Aku gak bisa bohong.

“Gak kak, Rivo memang sudah nembak, tapi Lita masih ragu-ragu!” Aku menatapnya.

“Lita belum jawab? Gantung dong?” Kak Cherry terus bertanya.

Aku hanya mengangguk.

"Sejak kapan ia PDKT?" Kak Cherry nanya terus.

"Udah lebih sebulan, Kak Cher!" Aku jelaskan.

"Wah, rekor lho itu buat Aldo!" Aku baru ingat, Kak Cherry bersama hampir semua orang memanggil Rivaldo dengan panggilan Aldo. Eh, mungkin aku doang yang panggil dia Rivo.

Kami diam lagi, gak tahu mo ngomong apa.

“Kamu cemburu dengan Keia?” Tatapan mata Kak Cherry makin tajam tapi tetap aja hangat. Ia punya aura kuat yang membuatku merasa dekat.

“Gak tahu!” Aku sendiri masih bingung. “Rivo kok bisa dekat dengan Keia?” Aku penasaran.

“Anggaplah mereka pernah dekat sekali, tapi itu sudah lama. Pas aku jadian dengan Doni, kamu ngertikan? Mungkin sejak itu gak pernah ketemu…” Kak Cherry memberikan penjelasan.

“Terus aku gimana kak?” Kak Cherry pasti mengerti, sekarang ini aku gak bisa melarangnya karena kami belum punya status apa-apa.

“Gak usah dipikirkan, sayang. Keia memang gitu orangnya. Kakak aja pernah sakit hati waktu ia dekat dengan Doni. Eh gak tauhnya hanya teman. Tapi memang orangnya model gitu. Mana ia juga teman dekat dengan Rivaldo, jadi yah kamu maklumin aja.

“Lita masih bingung kak sampe sekarang, gimana baiknya. Secara kan, Rivo juga udah mau wisuda dan kerja di luar kota. Terus… Kak Cherry tahu sendiri kan Rivaldo orangnya gimana.” Aku mencoba berpikir logis kedepan.

“Lita… sebentar malam kamu tanya ke hatimu. Kalo memang cinta, why not? Cinta itu harus diperjuangkan, bukan hanya cowok tapi cewek juga. Jangan pernah ragu membuka diri untuk cinta.” Kak Cherry jago banget kalo kasih nasihat. Persis Kak Titien.

“Iya kak…”

“Rivo sudah jauh berbeda dari Rivo yang aku kenal dulu. Kakak yakin itu karena kamu. Itu aja sudah membuktikan betapa besar cintanya. Tapi, sekali lagi tanya hatimu. Jangan jadian hanya karena iba atau karena gak mau menyakiti teman. Justru itu memperparah keadaan” Kak Cherry kembali memberikan nasihat.

“Iya kak…” Aku memangguk.

“Aku yakin Rivaldo akan membahagiakanmu…” Kata Kak Cherry. Eh, tapi kenapa yah kali ini pandangan matanya berbinar, kayak mengejek.

“Kenapa kakak yakin?” Aku bertanya.

“Hehehe… kata orang Aldo jago membuat wanita bahagia… “ Kak Cherry tertawa, dan sebelum pergi ia sempat berbisik “… di tempat tidur”

“What?” Astaga Kak Cherry nakal juga.

-----

POV Cherry

“Duh, gimana sih kamu Cher, pake ajak-ajak Lita nginap disini!” Doni protes... aku senyum aja, pasti ia galau mendengar rencanaku.

“Aku mau ngomong dengan dia di tempat tidur, biasa naluri wanita. Tadi ia sempat ngomong denganku. Aku harap sebelum berangkat besok ke Makassar sempat ngomong hati-ke-hati.” Aku membela diri. Jawaban yang telak dan klise, pasti Doni gak bisa ngelak. ‘Hehehe… sorry sayang.

Aku tahu sekali apa rencananya padaku malam ini, pasti ia merencanakan untuk menyekap aku tidur disini… wah bisa-bisa kerja keras lagi malam ini. Cowok itu gak ada capeknya em-el. Apalagi ia tahu ini malam terakhir, bahaya! Bisa-bisa aku pake kursi roda di airport besok. Ihhhh…

Memang sih, biar tidur dengan Lita pasti Doni tetap aja akan menyergapku. Tapi paling tidak sebebas biasanya, dan yang pasti gak sampe semalaman. Hehehe… nanti dijatahin sekali ato dua kali nge-crot aja yah!

Walaupun Doni masih complain, tetap aja ia gak bisa melarang. Hehehe…

Akhirnya malam ini aku dan Deyara tidur di kamar Doni, di paviliun lantai 3. Kamarnya luas banget, eh tepatnya pavilion, bukan kamar doang. Udah ada ruang nonton, ruang tamu dan dapur sendiri di tambah suite kamar mandi/toilet yang luas.

Aku tidur dengan Lita atas ijin ayahnya. Setelah ditelpon, Om Agus langsung aja ijinkan. Eh, siapa dulu yang minta… hehe, Cherry gitu! Untung aja Om Agus gak nyangka kalo Aldo ikutan nginap juga disini.

Sebelum naik ke tempat tidur, kami masih terus berbincang-bincang, melanjutkan percakapan yang tadi.

“Lita, jujur yah… udah ngapain aja dengan Aldo? Untung banget ia…” Aku bertanya pelan-pelan supaya gak kedengaran dari luar.

“Gak kok… biasa aja!” Deya kelihatan tersipu.

“Oh, kirain udah dekat sekali... udah eh... ngerti kan!” Aku mengejar terus.

“Kak, jangan bilang-bilang orang yah. Aku punya obsesi akan kasih perawanku ke seorang cowok yang special… cita-citaku dari SMP. Dan tolong jangan tanya-tanya siapa itu, yang pasti bukan Rivo!” Deya ngomong serius.

“Huh?” Aku kaget.

“Iya kak. Itulah masalahnya…” Deya kelihatan merenung, kayak ada pergumulan besar di hatinya.

“Kalo gitu, kakak cuma mau bilang, Jangan ragu-ragu, kamu harus berani ikut kata hatimu.” Aku kembali menasihatinya. Deya tersenyum.

“Kak Cherry diperawani siapa? Kak Doni?” Deya balas bertanya.

Aku malu sekali, hanya bisa mengangguk membenarkan.

“Wah mujur sekali yah si preman cap kapak itu, dapat putri kampus lho.” Deya nyengir.

“Eh… gimana yah!” Aku gak tahu harus ngomong apa.

“Kakak gak nyesal?” Deya meledekku. Aku menggeleng kepala sambil tersenyum.

“Yakin…?” Deya mengejar terus.

“Hehehe… iya dong, aku bener cinta kok!” Aku memantapkan hati.

“Wah, Kak Cher, berarti Doni tipe cowok yang bisa membahagiakan wanita yah…?” Deya bertanya lagi. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan…

“Di tempat tidur…kan!” Deya tertawa kecil.

“Iya.. Eh maksudnya?” Aku terjebak. Astaga, nakal sekali adikku ini.

“Hahahah… ngaku juga akhirnya!” Deya terus meledekku.

“Udah, gak usah ngomong soal itu, ganti topik!” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Kak Cherry, kenapa memintaku temani tidur… harusnya kan malam terakhir ambil jatah banyak-banyak. Hihihi…!” Deya meledekku lagi. Kali ini telak banget.

“Justru itu, Lita… kakak takut besok gak bisa jalan. Kak Doni jago … eh, maksudnya... ihhhh kepo!” Jawabanku tambah ngawur… Deya makin kenceng tertawa.

“hahaha… udah keceplos kak, gak usah malu gitu.” Deya senyum-senyum. Nakal sekali.

“ihhh… awas kamu yah!” Aku malu sekali, pasti pipiku sudah semerah udang rebus.

-----

Deyara sekarang lagi ganti baju. Ada banyak baju milik Kak Titien yang pas dibadannya. Aku aja biasa pinjam baju itu… mujur banget ukuran tubuh aku, Deya dan Titien pada mirip. Aku terus menatapnya kagum… wah bodinya mantap sekali, padat dan curvy. Pantesan playboy keren kayak Aldo mau kejar-kejar terus. Pasti ia punya banyak fans di kampus… eh, mungkin kayak aku dulu.

Eh tunggu, apa Deya jadi korbannya Dinah? Mereka duakan dekat, pasti Dinah gak akan sia-siakan gadis secantik Deya.

“Lita… kamu gak terlibat kan dengan kasusnya Dinah?” Aku bertanya langsung ketika kami berdua sudah di atas tempat tidur. Percakapan tadi membuatku lebih terbuka dengan gadis ini.

“Maksud kakak?” Deya tak ngerti.

“Kakak takut sekali kalo Lita salah satu korban kejahatan Dinah!” Aku ngomong ragu-ragu, takut menyinggung. Ini hal sensitif lho buat wanita. Untunglah Deyara sudah dekat banget denganku.

“Emangnya Kak Doni gak ngomong?” Deya tanya balik. Aku menggelengkan kepala.

“Aku dan Darla disuruh ikutan nginap ke villa untuk membongkar kejahatan Dinah dan komplotannya.” Deyara terus terang.

“Astaga! Gimana sih Doni sama Aldo… otaknya lagi gak jalan. Masakan mau umpan anak perawan di sarang penyamun? Huh… perlu ditabok lagi tu anak!” Aku langsung marah…

“Gak kok… Kak Doni sama Rivo justru jagain aku terus 24 jam!” Deya membela mereka.

Deya menceritakan kisah itu sedetail mungkin… aku yang mendengar terus berubah emosi, dari tegang, penasaran dan tertawa mendengar kedua kontol itu jadi korban keganasan kaki, tangan dan gigi Lita.

“Terus kamu gak diapa-apain dua cowok itu?”

Deya langsung menjadi merah. Ia memelukku erat… pasti ada apa-apanya.

“Lita, cerita dong ke kakak! Jangan malu-malu, kayak siapa aja.”

Lita menceritakan bagaimana mereka sempat meremas-remas toketnya, eh malah menggigit puting merah muda milik gadis itu. Deya jago banget bercerita, lengkap pake emosi, membuat aku terbawa nafsu membayangkan kalo saja itu dadaku yang sementara diremas.

“Eh, kok nakal banget tangannya…!” Deyara kini mulai membelai-belai toketku. Awalnya aku biarkan saja, tapi kali ini bahaya. Nafsuku mulai naik.

“Kak, Lita mau cerita tapi harus praktek langsung di tubuh Kak Cherry, yah!”

“Eh, gak boleh dong, nakal!” Aku menolak sambil menegang tangannya.

“Kak… ayo dong, dikit aja.” Ihhh… nakal banget gadis itu, pake belai-belai perutku. Bikin cenat-cenut…

“Boleh kan kakak cantik, siapa suruh tubuh Kak Cherry mulus gini, bikin gemes.”

“Eh…” Aku masih aja menolak, tapi gerakanku setengah hati.

“Yah kalo gitu gak jadi cerita dong!” Deya pinter banget merayu. Akhirnya aku mengangguk, dan melepas peganganku, sementara itu tangannya tambah nakal membuka daster tidurku. Mana aku gak pake bra lagi… toketku langsung diremas.

Deya menceritakan kalo malam minggu itu toketnya dikenyot kedua bangsat itu, sedangkan ia gak bisa melawan lagi. Aku makin terbuai ceritanya, dan ketika kedua kontol itu kepanasan, aku sampe tertawa geli. Ihhh apa ini… ternyata toket kiri ku mulai dikulum dan dikenyot.

“Litaaaaa!” Aku mencoba menahan tapi anak itu gak mau menyerah. Ia hanya tertawa-tertawa kecil melihat aku yang kini mulai menahan nafsu.

“Udah kak… biarin aja, Lita janji gak akan terlalu jauh!” Kini kedua toketku sudah dibelai dan diemut.

“Ehhhh… jangan lama-lama. Terus dong ceritanya!” Aku pura-pura gak terima.

Cerita Deya makin tegang ketika tiba pada klimaksnya di minggu pagi. Ketika sampai di bagian Deya sudah terikat, aku gak sadar kedua tanganku sudah direntangkan dan juga diikat ditempat tidur. Tangan Deya turun kebawah, mengelitik perut dan menuju ke bagian private-ku. Ihhhh… aku mulai mendesah. Deya menyelipkan tangan kanannya di bawah CD-ku. Aku makin terpengaruh dengan ceritanya.

“Wah kak, udah basah… aku buka yah!” Deya memengang tali CD-ku.

“Ehhh, jangan Deya…!” Ia melucurkan penutup terakhir tubuhku.

“Wah, kak Cherry seksi banget! Cantik banget… pantesan Doni sampe gak bisa berpaling ke lain memek… hehehe!” Deya membuka kakiku dan menatap tubuh bugilku. Aku hanya menarik nafas yang kini sudah sangat pendek karena nafsu. Tapi jujur aku bangga tubuhku dipuji oleh gadis cantik sekelas Deyara.

“Ihhhh nakal…!” Aku hanya ngomel pelan.

“Yah, kakak rasakan dulu kentangnya aku waktu itu!” Ada-ada aja jawaban Deya.

“Terus Lita, kamu diapain aja? Kamu masih segel kan?” Aku pura-pura tanya soal cerita, padahal udah terangsang banget.

“Iya kak. Lita masih perawan kok! Waktu itu Lita disuruh kulum kontolnya. Yah, karena udah sange, pura-pura aja mau. Tapi pas Darla kasih tanda, aku gigit kontol Kevin kuat-kuat. Hampir putus lho!...

“Apa? Hahahaha…” Aku tertawa membayangkan sakitnya.

“Kalo kakak jangan gitu yah! Nikmati aja…!” Deya berbisik lirih ditelingaku.

“Eh, nikmati apa?”

Ih… dikerjain lagi. Deya segera keluar dari tempat tidur, membiarkan pintu terbuka.

“Lita… Lita, tangan kakak masih diikat, heh… kok keluar!” Aku berteriak memanggilnya. Astaga bahaya ini…

“Kak, suruh buka Kak Doni aja, yah!” Suara Deya kedengaran dari luar.

Jantungku tambah berdegup mendengar bunyi langkah Doni mendekatiku. Ia menatapku tertawa… aku malu sekali… tubuhku terekspose telanjang bulat di kamar.


“Hahahaha… Cherry, udah mau banget yah! Gak nyangka kalo semudah itu kamu bisa masuk jebakan.” Doni tertawa sambil membuka bajunya pelan-pelan sambil mulai tidur diatasku. Tangannya langsung menyambar kedua toketku, sementara mulutnya mencari belahan selangkanganku yang sudah tersaji bebas. Aku baru sadar sudah terjerat.

“Ahhhh… awas kamu Lita!”

-----

“Doni… udah… ahhh…aku gak tahan…mppphhh” Aku terus mendesah…Cowok itu tahu banget titik-titik sensitif tubuhku. Aku sampe gemeteran menahan birahi, akibat serangannya di toket dan klitorisku…

“Ahhhh…..” Kali ini dua jarinya dimasukkan ke memekku… aku makin kepayahan. Pasti gak lama lagi keluar.

“Hhhhhhaahhhh aduh…. ahhhhhhhhhhhhhhh” badanku melengkung sementara perut dan pinggung berkelojotan menyambut orgasmeku yang pertama. Huh…. Enak banget… aku memeluk punggungnya erat-erat. Nikmat banget…

Doni membuka ikatan pada kedua tanganku. Ia masih aja tertawa-tawa melihat aku tidur pasrah kelesahan paska orgasme. Ih, kalo tauh gak jadi ajak anak itu nginap. Ini mah tambah parah…

“Gantian yah sayang” Doni mengeluarkan kontol kebanggaannya. Eh, aku juga bangga lho dientot kontol monster gini, udah panjang besar, kekar dan berurat lagi. Setelah nafasku reda, aku mulai mengocok kontol itu… untunglah aku juga sudah mengetahui titik-titik rangsang cowok itu. Saatnya balas dendam… hihihi…

-----

POV Deyara

“Rivo, bangun dulu. Aku mau buka sofa!” Aku mendorong tubuhnya jatuh dari sofa. Rivo mengerutu, tapi kubiarkan aja.

“Ihhh, orang lagi tiduran di bangunan!” Rivo kelihatan jengkel.

“Tunggu gak lama, aku mau atur tempat kita tidur!” Aku menarik bagian dalam sofa dan mengubahnya menjadi tempat tidur queen size. Rivo sampe kaget, gak tahu sebelumnya.

“Tunggu Rivo, aku ambil bantal supaya kita tidur enak disini berdua!” Aku menarik lagi baju Rivo yang sudah siap naik ke sofa-bed.

“Kita? Eh… kita tidur berdua?” Rivo sampe kaget, gak nyangka. Astaga, kok aku bilang gitu tadi.

“Ihhh mesum, awas kamu macam-macam, ku gigit kontolmu sampe putus!” Rivo senyum-senyum genit. Aku malu sekali, ketahuan ngajak cowok tidur berdua.

“Kok bisa yah Doni gak tahu kalo sofa ini bisa jadi tempat tidur? Kok kamu tahu?” Rivo masih tanya-tanya. Mungkin supaya aku gak malu lagi. Pasti ia kecewa kalo batal tidur berdua, hihihi.

“Iya, ini sofa dari rumahku. Di kasih ke Kak Titien dua tahun lalu.” Aku menerangkan.

“Wah kalo gini sih… mantap.” Tiba-tiba Rivo menariku ke tempat tidur. Aku hanya bisa diam ketika mulutnya kembali mengunci bibirku dalam lumatan yang panjang. Akhirnya aku menyudahinya setelah kurasa cukup.

Setelah itu kami tidur menyamping saling berhadapan. Tangan Rivo terus memeluk dan membelai kepala dan rambutku. Matanya menatapku tajam dengan isyarat cinta. Kami berdiam… tapi aku merasakan hati kami makin dekat.

“Deya, boleh aku tanya?” Rivo berbisik pelan. Aku mulai harap-harap cemas. Apa ia akan tembak aku lagi… mungkin kali ini aku gak akan menolak lagi, sudah waktunya.

“Kenapa!” Aku menjawab lirih sambil mempertahankan mentalku.

“Sebelumnya kamu jangan marah yah, karena pertanyaan ini berasal dari lubuk hatiku paling dalam.” Rivo makin berani, pake gombal lagi.

“Iya.. mau tanya apa sih? Pake putar-putar segala.” Aku pura-pura jengkel.

“Deya… kamu sudah bisa tebakkan. Ini pertanyaan yang seorang cowok selalu ingin tanyakan kepada seorang cewek cantik sepertimu. Eh, tapi janji dulu gak akan marah!” Rivo menatapku lama.

“Iya aku gak akan marah, tanya aja!” Aku menunduk malu. Aku sudah bisa menebak apa maunya.

“Swear?”

“Swear!” Ihhhh bikin penasaran aja.

“Dengar baik-baik yah sayang, terus jawab sesuai kata hati kamu….. Kamu… eh, Kamu gak pake beha yah?” Rivo menatapku sambil nyengir.

“Ihhhhhhh mesum!” Aku mencubitnya kuat-kuat. Rivo sampe kesakitan… ‘Apa ia sempat lihat cetakan pentilku tadi? Kok ia tahu?’ astaga nanti dia pikir macam-macam lagi.

“Eh, tadi udah janji gak marah!” Rivo membela diri.

“Kamu sih, kok tanya seperti itu!” Aku protes, tapi kemudian baru nyadar.

"Emangnya kamu mau aku tanya apa?" Mata Rivo masih menatapku berbinar.

"Ihhh..." Aku tak mampu berkata-kata. Yang tadi itu malu banget.

Aku terus mencubitnya sampai ia teriak kesakitan. Padahal pikir-pikir aku yang mesum, panggil cowok tidur berdua terus gak pake bra lagi. O la la…

----

Kali ini aku sudah tidur membelakangi cowok itu. Rivo udah dari tadi minta-minta maaf, udah merusak moment. Tapi aku diam aja… soalnya aku malu sekali.

Tangan Rivo gak berani lagi nakal, padahal tadi dikasih bebas menyentuh-nyentuh tubuhku. Sejak aku marah… eh pura-pura marah, kini ia jadi sopan banget. Baguslah, supaya aku bisa tidur tenang malam ini.

Di keheningan malam, terdengar suatu suara yang pada awalnya pelan dan ditahan-tahan. Desahan dua insan berbeda jenis kelamin sementara mendaki puncak kenikmatan. Suara Kak Cherry terdengar jelas... makin lama makin kuat.

‘Wah, gak nyangka… Kak Cherry ternyata binal juga… dari tadi minta-minta Doni tambah masuk, atau tambah kuat… tambah cepat. Beda jauh dengan sosoknya yang anggun dan berwibawa didepan orang’ Aku terus berpikir. Suara mereka kini jelas sekali… ih.. bikin orang nafsu aja.

“Terus Don… hajar memekku… masukan kontolmu dalam-dalam!” Terdengar teriakan Kak Cherry gak malu-malu lagi.

Tak percaya, aku menatap ke belakang. Apa Rivo dengar juga?

“Hahahaha… nakal juga tuh cewek” Rivo hanya tertawa kecil ketika melihat mukaku penuh tanda tanya. Mau gak mau aku juga jadi ikut tertawa.

“Kita intip yuk…” Rivo segera turun dan mengintip dari pintu. Aku baru sadar, ternyata pintu kamar gak ditutup dari tadi.

Aku mengikutinya dari belakang, tapi hanya terdiam melihat adegan siaran langsung yang begitu intense. Ini sih jauh lebih baik dari semua porno yang pernah ku lihat.

“Wah gak nyangka si Cherry binal juga di ranjang. Untung benar si Doni.” Rivo menggeleng-geleng kepala dari tempat ia mengintip.

Aku jadi penasaran kelihatannya em-el itu enak sekali. Ihhh, mana sudah sange lagi. Cepat-cepat aku mengambil hape-ku.

“Gila… seksi banget coy!” Rivo sudah terbawa nafsu.

Walaupun aku diam aja, nafsuku sudah diubun-ubun. Kak Cherry liar banget bergerak seksi diatas tubuh Kak Doni. Sementara pinggul Kak Doni menusuk terus dari bawah… Kak Cherry sampe kegelian menahan serangan tersebut.

“Huhhhh ssshhhhhuhhh…” Aku mulai mendesah.

Kami berdua terus menyaksikan persetubuhan yang sangat panas itu. Keduanya tampak berlomba, saling memuaskan pasangannya. Keduanya ngotot gak ada yang mau mengalah…

Setelah hampir 15 menit berganti-ganti gaya, kayaknya keduanya hampir mencapai klimaks. Kak Cherry udah mendesah setengah menjerit menahan gempuran Kak Doni dari bawah. Tubuh gadis seksi itu membelakangi cowoknya dengan gaya WOT. Ia masih aja menggoyangkan pinggul mengantisipasi pompaan Kak Doni yang makin liar… makin cepat. Tubuhnya kini mulai gemetar…

“Deya, kesini, nanti mereka lihat!” Rivo menarikku sembunyi, tapi aku gak pusing lagi. Aku malah melangkah masuk kedalam kamar membuat keduanya kaget.

“Eh Lita, ngapain…?” Kak Cherry malu sekali. Ia masih terus dipompa dari bawah, tubuhnya terekspos bebas. Kak Doni cuek aja, terus menggempur pertahanan gadis anggun itu.

“Hihihi… Kapan lagi aku bisa selfie kek gini!” Aku mengeluarkan hape.

“Aduh Doni stop dulu ada Lita…” Kak Cherry makin stress, terutama ketika aku membuka applikasi kamera.

“Biarin aja sayang, palingan ia sendiri yang stress.” Kata Doni tanpa mengendorkan tusukannya.

“Aduh… huhhhh! Lita jangan…” Kak Cherry masih kebingungan ketika mendengar jepretan kamera.

“Astaga… nakallll” Terdengar suara Rivo. Ia sudah keluar dari tempat persembunyian, tapi masih aja berdiri di pintu. Mungkin jengah kalo datang dekat-dekat.

“Satu kali lagi yah” Kali ini suduk kamera dari tempat yang tinggi, dan banyangan kepalaku hanya kecil disudut. Sementara tubuh keduanya tampak jelas di layar… lengkap dengan emosi kenikmatan yang amat sangat.

Sambil tersenyum nakal aku meremas toket Kak Cherry kuat-kuat…

“Ahhhhh…! Aduhhhh agggghhhhhhhhhhh…!” Tubuh Kak Cherry langsung kelojotan, tampak suatu orgasme yang dahsyat yang tak dapat dibendung lagi. Kak Cherry teriak kuat dalam kenikmatan yang taboo. Ia tampak tidak mampu lagi mengontrol dirinya.

“Gila cing ini cewek pake squirt lagi. Huhhhh…” Terdengar suara Rivo di dekat pintu.

“Wah kak Cher… sampe segitunya…” Aku masih tertawa-tawa sambil terus bergaya sambil memotret.

“Smile!” Aku segera melarikan diri setelah gambar terakhir ku ambil. Kak Cherry masih kelelahan gak bisa menahanku… hehehe.

Aku masih tertawa-tawa di balik pintu. Masih terdengar sepasang kekasih itu berdebat gak mau terima kekalahan.

“Eh, sayang, yang ini gak dihitung. Ada gangguan… aku kalah gara-gara Lita. Padahal hampir lho. Dikit lagi kamu pasti kalah, Sayang” Kak Cherry ngamuk gak mau mengakui kekalahan.

“Tenang sayang, aku masih kuat kok buat kamu orgasme sekali lagi.” Kak Doni hanya terus nyengir menikmati kemenangannya.

“Eh, tapi janji dulu berikut harus keluar sama-sama.” Kak Cherry menuntut.

“Iya… asal kau mampu aja…” Kak Doni masih nyengir.

“Mana sih Lita, cari mampus anak itu!” Kak Cherry bisa menakutkan juga yah, hehehe.

“Mana aldo juga ikutan ngilang?”

“Biarkan aja sayang, pasti dia lagi coli…” Doni hanya terus nyengir.

Kayaknya aku harus siap-siap menghadapi pembalasan cewek itu. Sorry Kak Cherry... kamu cantik banget, aku hanya mau kasih hadiah ke Doni supaya dia ada bahan coli. Aku janji gak akan kasih tunjuk orang... eh kecuali Nia, Darla, dan Kak Titien... hehehe.
 
Terakhir diubah:
terima kasih hu updatednya, deyara bsa sedikit nakal jg yah ternyata. penasaran nih deya sma rivo bakal ngapain sekamar
 
kali ini:((:(( tak jumpa Melania...

..


makin kesini:cool: kalau lihat Arlita/DeyaraII yang katanya duplikasi Titin mungkin karena mirip pada wajahnya yang memang masih sepupu juga.

namun untuk sifat tengil, centil nan usil sampai nakalnya malah jadi teringat Naya dulu yang demen banghet jailin Titin sebagai mantan pacar almarhum kakak lelakinya.

entah:D ane merasa seperti itu, mungkin karena ane masih penasaran akan peran :kacamata: Melania!
 
kali ini:((:(( tak jumpa Melania...

..


makin kesini:cool: kalau lihat Arlita/DeyaraII yang katanya duplikasi Titin mungkin karena mirip pada wajahnya yang memang masih sepupu juga.

namun untuk sifat tengil, centil nan usil sampai nakalnya malah jadi teringat Naya dulu yang demen banghet jailin Titin sebagai mantan pacar almarhum kakak lelakinya.

entah:D ane merasa seperti itu, mungkin karena ane masih penasaran akan peran :kacamata: Melania!
Nia akan muncul episode berikut.. karena panjang terpaksa dibagi dua. Enjoy terus yah...
 
terima kasih hu updatednya, deyara bsa sedikit nakal jg yah ternyata. penasaran nih deya sma rivo bakal ngapain sekamar
Wah iya yah, bakal ngapain tuh?... apalagi keduanya lagi sange dengar desahan Cherry...
 
Ayo hu ditunggu update.a
Padahal seru tp masih ko sepi yh,
Ttep semangat yh hu, masih ada penggemar mu
 
Karakter pada episode ini

Deyara/Arlita
http://www***mbar123.com/bakso_10649.html?id=8cb45c44c1aHR0cDovL3RodW1iczIuaW1hZ2ViYW0uY29tL2Y0L2MzLzYzLzNjOThlNjY1NjQ0OTQwMy5qcGc%3D&hash=4af55e7dd8bb63f161876ee52c852d2d19c324a8

Cherry
http://www***mbar123.com/friedchicken_72cd4e6e10b6f4d39acfede685338b17f9c0c688.asp?id=0648f9155eaHR0cDovL3RodW1iczIuaW1hZ2ViYW0uY29tLzAyLzcyL2YyLzU4NmJhYjY1NjQ0OTE0My5qcGc%3D&hash=7aa9fa8c6ede727e57de496463188454c3903c3e

Rivaldo
http://www***mbar123.com/friedrice_6ed2a4ad95e6a028e479ef71963cf5c9dd02f559.asp?id=badb7d3f8baHR0cDovL3d3dy5nYW1iYXIxMjMuY29tL3RhaHVfNTUwMzYuaHRtbD9pZD1hNTZiY2NlMTRjYUhSMGNEb3ZMM2QzZHk1bllXMWlZWEl4TWpNdVkyOXRMMjFoYm5SaGNGODROakF5WXpJeE56STROV015WldKak4yWm1OREEzWkdZNVlqVmtZbVl6WXpnd01UbGxOVFZqTG1wemNEOXBaRDFrWW1ZNVpXVTFNbUZtWVVoU01HTkViM1pNTTFKdlpGY3hhV041TlhCaVYwWnVXbGRLYUdKVE5XcGlNakIyVG5wVmRrNTZXWFpOYWsxMldXcE9iVnBIV214T2FrRTBUVVJGTlUxcVJYcE1iWEIzV25jbE0wUWxNMFFtYUdGemFEMDNZV1EwWlRWbE16TTFPVE01T1RRelpEYzVNRE5oT0RNMk5UQmtZemt3TjJOaE9EY3pObVprJmhhc2g9MTIxMjUzMDIyNTkzNzYzOTlhYTQwYzE0MmJiNTU3NDEyZGYzOWNhZQ%3D%3D&hash=7e6834b97e3d944c7e85cf44db0a7b0b3451d578


Doni
http://www***mbar123.com/core_e39d41f6e31de1f8b68f11cfeb0d5201ca78c96c.html?id=ad866a2fe8aHR0cDovL3d3dy5nYW1iYXIxMjMuY29tL3dvd2tlcmVuXzNkYTkzZDg0OGZhMjdjYTg4MTFlZTc1MGY4ZDdiY2RlZjZkZmUyMjMuaHRtbD9pZD03ZGFjOGI0YTgyYUhSMGNEb3ZMM2QzZHk1bllXMWlZWEl4TWpNdVkyOXRMMk52Y21WZk5ETTBPREF1YUhSdGJEOXBaRDFoTmpJM1l6ZzFORGRoWVVoU01HTkViM1pNTTFKdlpGY3hhV041TlhCaVYwWnVXbGRLYUdKVE5XcGlNakIyVGtSWmRsbDZUWFpaVkdOMldtcHNiVTV0V1hkT2FrRTBUVVJOTWs1VVJYcE1iWEIzV25jbE0wUWxNMFFtYUdGemFEMWhOREF3WXpRMk5USmpaak5qTnpNNU5EYzFOVGd5TW1VM056Z3dNRFk0WkRobVpqVmtNakEzJmhhc2g9YTRkMDJhNDRmMDExMDcyMzdlNmUwMmVkMGRiM2U4YWU2NmM1M2FkMA%3D%3D&hash=4a6176c225b523622d9a1340bec4fb72abc71aca


Darla
http://www***mbar123.com/bakmie_120ec92b50d3e1c99f5963e535c690b96dd4a8f9.html?id=bdb084b90faHR0cDovL3RodW1iczIuaW1hZ2ViYW0uY29tLzVkLzIxLzI1LzNmYTU2OTY1NjQ0OTA5My5qcGc%3D&hash=5b3eab1db094884686c429c9a5169f72ca91e21e


Melania
http://www***mbar123.com/tempe_11354.jsp?id=36e5c7a99aaHR0cDovL3RodW1icy5pbWFnZWJhbS5jb20vODkvZGMvYzkvZjg4NTdjNjA3OTY2NDYzLmpwZw%3D%3D&hash=9645f73cba675136ab13292249147568e3026bd0


Kevin
http://www***mbar123.com/magic_6ce7ccadd2e27748d07be319abd37b5ab9a5daa2.asp?id=1258b1f23daHR0cDovL3d3dy5nYW1iYXIxMjMuY29tL2JlcmFzXzIxMzUyLmpzcD9pZD0xNzIzMzcyYzkwYUhSMGNEb3ZMM1JvZFcxaWN6SXVhVzFoWjJWaVlXMHVZMjl0TDJabUwyUTNMMlpsTHpBME5EY3pNelkwTWpJek9UVXhNeTVxY0djJTNEJmhhc2g9NzdmYzljMDk3M2Y0ZmY0NjAxYzgxNWNjMzJiYmEyMzA4MjY3MDIyYQ%3D%3D&hash=4f647e8545a1373d87f143b18fce4e6afa2b7071
 
Terakhir diubah:
Episode 8 - Best friends - 2



POV Deyara


Setelah membuat Kak Cherry stress dengan selfie-ku, aku langsung balik ke sofa-bed.


“Hihihi…” Aku masih tertawa di tempat tidur. Rivo menatapku terus… ia juga terus tertawa mengingat kejadian Kak Cherry dan Kak Doni tadi.


“Kamu nakal banget, pake selfie di depan mereka.” Rivo meledekku.


“Eh… Siapa suruh ngentot gak tutup pintu! Sengaja pamer kali” Aku masih tertawa.


“Terus kita gimana?” Rivo masih menatapku… pandangannya mesum. Kayaknya ia masih terangsang melihat kejadian tadi.


“Ih… mau apa?” Aku mulai deg-deg lihat gayanya yang seakan-akan hendak menerkamku.


“Deya! aku… eh aku… mau…” Rivo gemetaran karena nafsu. Tangannya langsung terjulur hendak memelukku.


“Eh… apa ini?!? Enak aja! Sana… tidur!” Aku melotot marah.


“Yahhhh, kentang deh!” Rivo langsung membalikkan tubuh menghadap dinding.


“Hihihi….!” Aku merasa menertawakan sikapnya. Kasihan deh loe!


Rivo udah nafsu banget, eh siapa sih yang gak nafsu. Mana bisa ia tahan melihat tubuh telanjang Kak Cherry yang meliuk seksi diatas tubuh Kak Doni. Apalagi desahan mereka berdua yang keras… mana gadis itu binal banget di tempat tidur. Gak nyangka, dibalik penampilannya yang anggun dan tenang, Kak Cherry ternyata ganas juga di tempat tidur. Pantesan Rivo sampe sange pake banget.


‘Ihhh… kok bisanya aku membayangkan tubuh Kak Cherry.’ Rivo gak tahu kalo sebenarnya aku juga lagi sange… udah dari tadi. Kata-kataku yang kedengaran marah hanyalah topeng untuk menutupi nafsuku yang diubun-ubun. Siapa gak sange, udah lihat siaran langsung… habis itu disuruh tidur dengan cowok ganteng. Mana lupa kalo gak pake bra dari tadi. Untung Rivo gak lihat kalo putingku udah nongol dari tadi. Ihhh…


Untunglah Rivo gak berani macam-macam setelah dibentak dikit… hehehe. ‘Rivo, masak sih kamu gak tahu kalo bukan kamu doang yang kentang! Aku juga butuh pelampiasan…’ tapi gimana mulainya yah…. Hah?! Hihihi…


Aku melirik ke arah kanan, dan melihat Rivo sudah tertidur dengan nafas teratur. Ada dengkurannya lagi, kok bisa cepat tidur padahal masih sange gitu… Aku mendekat ke arah cowok itu dan menempelkan dadaku ke punggungnya. Terasa nafsuku makin tinggi… dadaku mulai digesekkan sedikit. Ahhhh… aku mendesah pelan.


Sekali lagi aku menatap cowok keren yang lagi tidur disampingku. Biar sudah nyenyak gini tetap kelihatan gantengnya. Kayaknya ia tak terpengaruh dengan gesekan toketku, hihihi. Tangan kiriku memeluknya tubuhnya supaya tubuhku makin menempel. Ih… aku merasa makin nyaman. Sejak aku melepas bra tadi, putingku yang sensitif hanya dihalangi oleh dua kain yang tipis. Udah tegang dari tadi… Geli banget, lho…


Aku makin sange… gerakanku makin cepat, menggesek… menekan… memeluk… bahkan kaki kiriku udah ikutan naik membuat selangkanganku juga ikut tertekan. Aku mendesah lagi… kali ini makin kuat, gak sempat menutup mulut.


“Butuh bantuan, Manis?” Suatu suara lirih terdengar jelas. Aku langsung terdiam... kaget… malu. Apa ia tahu? Rivo memutar badannya dan menatapku sambil nyengir.


“Ehh!!! Kamu belum tidur?” Aku terkejut setengah mati…


“Gimana bisa tidur digesek-gesek dari tadi!” Astaga ia tahu… aku malu sekali dan hanya bisa berdiam diri.


“EEhhh… Rivo mau apa?” Cowok itu mulai menyentuh toketku. Tangannya yang lembut mulai meremas toketku yang sudah tegang dari tadi… menggesek pentilnya. Ih, ini jauh lebih enak lagi.


“Ahhhhhh… eh, jangan…! Aduh, Rivo… udah dong!” Kini kedua tangannya membelai tubuhku, satu di toket dan satu lagi meraba-raba isi CD-ku dari luar. Daster tidurku yang sudah setengah terbuka tak mampu lagi menahan serangannya. AkAku tahu aku sudah digenggamannya… aku gak malu-malu lagi mendesah.


“Hushhh… kamu diam aja, nanti aku bantu, yah!” Aku masih diam. Rivo mengangkat daguku dan mulai mencium bibirku. Aku membiarkan aja… ihhh cari kesempatan.


“Ahhhh…. sayang…!” Aku menutup mata dan larut dalam lumatan bibirnya. Rivo mengeluarkan lidahnya, dan kusambut dengan mulut setengah terbuka.


“Ahhhh… ahhhh… terus…” Ciumannya makin ganas… mungkin seganas tangannya yang sudah bebas meraba-raba. Aku mendesah kuat, gak perduli lagi. Aku butuh dipuaskan…


Rivo memelukku tubuhku dengan erat, dan dengan sebuah gerakan cepat membalikkan posisi… kini tubuhku sudah diatas tubuhnya. Ia menghentikan ciumannya, dan menatap mataku dalam-dalam.


“Rivo… aku gak tahan lagi… cepat!” Nafasku makin memburu… gairahku sudah terpancing. Aku membuka dasterku dengan cepat, hampir aja rusak. Tanganku juga membuka kaos Rivo. Cowok itu menatapku tertawa…


“Tadi bilang gak mau?” Rivo meledekku. Mungkin ia gak nyangka aku bisa sebinal ini. Eh, aku juga gak nyangka, apa yang terjadi dengan tubuhku?


“Rivo… ayo!” Aku menyodorkan tubuh telanjangku…


Tak lama kemudian gairahku mulai disambut dengan sebuah kenyotan kuat di toket kiri dan kananku. Sementara tangan Rivo yang satunya lagi turun ke vaginaku… masuk dibalik celana dalam yang sudah basah kuyup, dan mulai meraba-raba.


“Ahhhh… ahhhh…” Aku hanya bisa mendesah membendung permainan jari Rivo yang sangat lincah menyentuh titik-titik rangsangku. Aku hanya bisa terlena… aku mulai merasakan orgasmeku mulai mendekat… terasa akan segera meledak. Tiba-tiba…


“Eh? Rivo?” Cowok itu tiba-tiba menghentikan gerakannya dan menarik tangan serta mulutnya kembali. Ihhh.. kentang banget, hampir aja…


Rivo membalik tubuhku, kali ini posisinya aku terlentang dengan dua kaki direntangkan lebar-lebar. Mulutnya kembali mencium perutku dan kini terus turun ke bawah… Aku merasa geli ketika lidahnya yang basah menjilat pusarku.


“Ahhhh…. Rivo, di bawah…. Situ…!” Aku menarik kepalanya dan meletakkannya diatas bagian intimku. Aku malu sekali… Rivo hanya nyengir…


“Aku buka yah!” Rivo bertanya sambil menarik CD-ku turun setelah melihat anggukanku. Pantatku sempat naik untuk memudahkannya. Aku hanya melihat sepintas potongan kain terakhir direnggutkan dari kakiku, dan dilempar jauh ke sofa satunya lagi.


Kembali mata jalang cowok itu menatap bagian rahasia tubuhku, kayaknya terpesona… ia menatapnya lama… seakan mengangumi setiap bulu-bulu halus yang tersisa. Ia mengunggam dan memuji, sambil meraba-raba. Entah apa yang ia bilang, aku gak tahu. Ia lalu menatap mataku dengan tajam… ah! Aku jadi malu, tetapi ia tidak membiarkan tanganku menutup selangkanganku.


“Eh… Rivo!” Aku memaksa lidahku bicara. Rasanya kelu dari tadi…


“Kenapa sayang?” Rivo


“Janji gak akan ambil perawanku” Aku tahu aku gak bisa lagi menahan. Mudah-mudahan ia mau tepati janji.


“Iya… aku janji tidak akan memaksa mengambil keperawananmu…! Eh, kecuali…” Rivo setengah mengantung.


“Kecuali apa?” Ihhh bikin penasaran.


“Kecuali kamu yang memintanya…!” Rivo nyengir lagi.


“Rivo…”


“Yah…” Ia masih menatapku tersenyum meledek.


“Ayo dong?”


“Ayo apa?” Senyumnya masih aja membuat aku stress.


“Ihhh… cepet”


“Cepet apa?”


“Ihhhh…” Aku menjambak rambutnya dan mengarahkan kepalanya ke selangkanganku. Ketika aku kembali merasakan sapuan lidahnya tepat di klitorisku. Kali ini lidahnya bergerak cepat, mengisap, melumat, mengeruk, menyedot airnya… sementara itu dua buah jari bermain diatas liang nikmatku. Suatu serangan kombinasi yang sangat apik, dari cowok yang sudah pengalaman memuaskan wanita.


Aku mendesah kuat… tubuhku mulai bergetar… kejang-kejang. Ahhhh aku gak mampu menahannya lagi.


“Ahhhhhhh…. Aku nyampe… ahhhhh… aduhhhh… nikmat… Ahhhhhhhhhhhh!” Sebuah jeritan yang kuat aku lepaskan sementara menyambut orgasmeku yang dahsyat. Pinggulku terangkat tinggi…mengedan berkelojotan menahan rasa geli yang amat sangat. Ahhhhh… indah sekali…


Orgasme yang sangat dahsyat…


-----


Setelah membiarkan aku beristirahat, Rivo kembali menciumku… mungkin ia ingin membangkitkan lagi gairahku.


“Udah dong sayang… cape banget!” Aku menolak.


“Eh… sayang, aku masih kentang nih! Gantian yah…” Rivo membujukku.


“Apaan, sudah tidur aja!” Aku pura-pura menolak, padahal aku tahu sekali ia tidak mungkin akan melepaskanku begitu aja.


Aku menutup mata… pura-pura sudah tertidur, sementara Rivo kedengaran mengumpat stress.. ‘Hihihi…masih kentang yah! Kacian banget…’


“Heh? Kok gitu sayang, egois sekali…!” Rivo kelihatan kecewa. Tubuhnya masih gerak-gerak, entah lagi buat apa.


Aku masih pura-pura tidur terlentang, tidak perduli lagi dengannya. Kayaknya Rivo udah nekad. Pertimbangannya udah dikalahkan nafsu… aku merasa bayangan badan Rivo kini sudah diatas kepalaku, entah ngapain.


“Hmmmppphhhhhhh!” Tiba-tiba aku merasa kedua lobang hidungku ditutup paksa, sehingga aku kelagapan mencari nafas. Terpaksa aku membuka mulut besar-besar, tindakan yang sudah diantisipasinya…


“Hehhhh…. Hmmph!” Kontolnya yang sudah tegang tiba-tiba aja memasuki rongga mulutku sampe penuh. Aku terbelalak…


Aku gak bisa bicara… hanya bisa menurutinya. Astaga aku harus buat apa?


“Sayang, emut dong!” Rivo memaksa…


Secara otomatis mulutku mulai memblow kontolnya. Rasanya gimana yah… gak bau-bau amat. Aku mulai menikmatinya… merasakana suatu kekuatan dibawah kendaliku… gimana tidak, dengan gerakan kecil bisa membuat cowok itu merem melek kenikmatan.


Wah… kali ini jauh lebih nyaman dari waktu aku mengoral batang milik Kevin. Aku mengingat kembali kontol pisang yang pernah masuk kemulutku… Eh, kayaknya punya Rivo lebih besar.


Ketika aku mulai menggerakkan lidah ku, Rivo makin merasa keenakan. Aku makin berani mencoba beberapa teknik dan gerakan. Udah hampir 5 menit kontolnya terus membuat aku terpesona. Cowok itu kembali menutup matanya menikmati kontolnya dioral gadis cantik.


“Sayang, gak kusangka kamu jago juga, lho…” Sebuah pujian membuatku lebih bersemangat.


Siapa gak bangga dipuji cowok yang dikagumi. Padahal aku tahu banget kalo Rivo ini dulunya playboy. Mungkin aja sudah banyak cewek memberikan kuluman terbaik di kontol ini… tapi permainanku disukainya… bangga juga sih.


Eh, pasti gak sembarang cewek pernah menyempong kontol ini. Karena aku tauh Rivo ini orangnya picky, dan hanya cewek keren yang mau didekatinya. Eh, mungkin cewek sekelas Keia, gadis cantik mantan putri kampus. Duh, kok ingat Keia lagi…


‘Apa benar Keia pernah main sama Rivo?’


Kembali teringat peristiwa di pesta tadi, Rivo bercanda dengan Keia. Kelihatannya mereka dekat sekali… Pastilah cewek sekelas Keia udah mahir ngisap kontol, eh mungkin lebih baik dari ku. Tuh kan…. sampe sekarang peju Rivo belum keluar juga… udah lama nih, mulutku mulai pegal. Apa karena semponganku masih kelas amatir yah?


Aku gak tahu apa yang terjadi… kali ini wajah Keia terbayang terus dipikiranku. Aku cemburu… dongkol lagi. Rivo mengacuhkan ku tadi ketika ketemu dengan gadis itu…


Kulumanku makin kacau, gerakanku kini udah ngawur. Rivo merasakannya… Aku mengingat kembali awalnya mulutku diperkosa secara kasar tadi.


“Eh, sayang jangan kena gigi dong!” Rivo menatapku mengeluh, aku makin ngelantur.


“Sayang! Yang benar dong!” Rivo Komplain lagi.


Aku gak kuat lagi… semua emosi kini bertumpuk didada, akibatnya fatal.


“Ahhhhhh…. Ampun Deya. Sakit!” Rivo berteriak.


Aku menggigit kontolnya… gak kuat sih… tapi cukup untuk membuat ia kesakitan sementara. Rasain deh loe! …Untung aku gak pake tenaga penuh…


“Aduh sakit dong sayang!” Rivo langsung mengecek kontolnya yang barusan mendapat serangan kilat. Ia lega menyadari batangnya masih lengkap, ngak sampe putus. Hehehe…


“Rasain, siapa suruh dekat-dekat Keia tadi. Aku gak suka lho…” Aku memarahinya, dan membalikkan tubuh untuk tidur.


“Huuuhhhh?!?” Rivo masih kebingungan.


Aku sudah membungkus tubuhku dalam selimut. Ia masih terus terpaku, bingung mencari tahu apa salahnya.


“Keia? Maksudnya?” Rivo bertanya lagi… ia masih gak mengerti. Aku cuek aja…


‘Apa aku terlalu kasar yah tadi… ihhh, biarin aja ia kentang dulu malam ini!’


-----


POV Cherry


“Aauuwaaa” Aku menguap panjang lalu bangun dari tempat tidur. Aku membuka mata.


‘Eh... di mana ini? Aku tidak tidur di kamarku!’ Nanti ketika melihat kesamping segala sesuatu kini jelas. Aku tidur di kamar Doni pacarku…


‘Eh, Doni cute juga yah kalo pagi-pagi gini. Hihihi…’ Aku turun dari tempat tidur sambil mencari jam dinding. Jam 5.30 pagi… aku memang biasa bangun pagi. Doni masih ngorok di tempat tidur yang alasnya lagi berantakan akibat pergumulan semalam.


“Aduh!” Aku mengeluh kecil ketika memaksakan kakiku melangkah ke kamar mandi. Lututku terasa berat, selangkanganku masih sakit. Pasti akibat tadi malam… Doni sih! Aku mencoba menghitung-hitung berapa kali kami melakukannya… eh, agaknya 4 ato 5 kali.


Cukup lama aku membasuh diri… pejuh Doni ada di mana-mana, terpaksa aku harus mandi. Untung ada baju Kak Titien boleh dipinjam.


Doni memang gak ada puasnya… dan semalam kembali ia membuktikan kalo ia itu sungguh seorang sex machine. Gak ada capeknya memompa cairan tubuhku keluar… membuat aku terus terbuai dalam kenikmatan yang terlarang. Aku sih mencoba memberikan perlawanan, dan rekor lho, sempat membuat cowok itu 4 kali keluar. Tapi aku harus mengakui keperkasaannya setelah orgasme ke-7. Aku hanya bisa terkapar gak bisa bergerak lagi… terkuras semua tenaga dan cairan. Ihhhh….


Kalo model gini, gimana aku bisa ke airport? Untunglah aku sudah mengantisipasinya dengan menjadwalkan pesawatku sore jam 2. Kalo tidak bisa ketinggalan pesawat. Hihihi…


‘Eh, gimana Deya?’


Aku ingat semalam gadis jahil itu sempat-sempat selfie denganku. Maksudnya baik sih, kasih bahan coli buat Doni… hihihi.. nakal!


‘Eh, apa ia melakukannya dengan Aldo? Kayaknya ia masih tidur. Saatnya balas dendam’ Aku mengambil kameraku dan mengendap perlahan-lahan keluar kamar. Tuh kan, Deya tidur seranjang dengan Aldo.


Perlahan-lahan aku menarik selimut yang dipakai mereka berdua. Selimut itu kubiarkan melorot turun ke bawah. Dan pemandangan di balik selimut membuat aku tercekat kaget…


Deya sementara tidur terlentang, sementara Aldo tidur menyamping memeluknya. Tangan kanan cowok itu tepat berada di atas toketnya, sedangkan kontolnya sementara digenggam Deyara. Dan lebih mengejutkan lagi, keduanya telanjang bulat… ‘Hihihi…. Akhirnya aku bisa balas perbuatannya semalam.’


“Klik… klik… klik” Kamera hape-ku berulang kali mengabadikan momen bersejarah ini, bahkan juga pakaian mereka yang terdampar dibawah tempat tidur masuk dalam gambar. Deya pasti stress melihatnya, hihihi… Iseng, aku mengambil CD gadis itu yang terhampar pasrah jauh di atas sofa.


“Aldo… Aldo…” Setelah digoncang berulang kali akhirnya cowok itu membuka matanya. Ia kaget menatapku seakan tidak percaya… kontolnya langsung menegang…


“Ihhhh… mesum! Sana, pergi tidur di kamar. Aku mau tidur dengan Lita!” Ujarku memerintah. Aldo langsung menurut, orang lagi ngantuk gini gak bisa berpikir panjang.


Aldo masih setengah sadar berjalan telanjang bulat menuju ke kamar. Ia segera berbaring di sisi tempat tidur mengantikan aku. Langsung tidur setelah menarik selimut yang dimonopoli Doni.


Aku mengecek tempat tidur mereka, eh tampaknya tidak ada noda darah, walaupun jelas-jelas terjadi pergumulan hebat dari wujud bedsheet sudah tak berbentuk. Baguslah, berarti mereka main aman.


Aku membaringkan tubuhku disamping gadis itu. Hmmm… tubuhnya harum. Kembali aku mengagumi cewek ini, cantik sekali. Pastilah… ia memiliki hubungan darah dengan Kak Titien, gadis yang paling cantik sedunia menurutku. Eh, menurut Kak Titien sih, Alm Deyana, kakaknya juga cantik sekali.


Aku mengingat perbuatan Deya tadi malam, membelai tubuhku sampe terangsang. Sekarang waktunya balas dendam… aku mulai membelai toketnya yang sudah terekspose sempurna, duh kenyalnya. Untung banget cowok yang bisa membelai toket seindah ini.


Aku membelai lagi, kali ini sambil merekam video memakai hape. Deya mulai merasakan belaianku… ia mulai mendesah… aku tambah kencang meremas gundukan itu, sambil menyentil putingnya… Deya makin terangsang. Mana bisa ada cewek bisa menolak belaian mesra di pagi-pagi gini…


“Ohhhh, Rivo…. Aahhh!” Aku tertawa dalam hati. Dalam desahannya, Deya menyebut nama cowok itu. Semuanya terekam sempurna di hape.


“Ahhhh… Sayang… jangan dong! Ampun…” Deyara minta ampun?


“Sayang, jangan dong… udah pagi. Nanti didengar Kak Cherry!” Deyara sudah sadar agaknya, cuma masih malas membuka mata. Aku terus mempermainkan putingnya… “Sayang! udah… ampun… nanti bentar aja kalo Kak Cherry sudah pergi.”


Kali ini tanganku mulai turun perlahan-lahan menuju ke selangkangannya. Aku penasaran sudah ngapain mereka semalam.


“Eh…Rivo, jangan dong! Penasaran lagi dengan vaginaku? kan udah kamu sudah puas emut lama tadi malam….!” Deya makin vulgar.


“Ahhhh…. Iya… ampun! Jangan dong… iya deh, nanti bentar aku oral kontolmu. Tapi jangan di sini!” Aku makin tertawa. Pasti ini akan jadi rekaman yang mahal.


“Eh… sayang! udah jangan, stop! Aku gak mau. Kalo kamu macam-macam, aku gigit lagi kontolmu kayak tadi malam!” Aku terkejut mendengar kata-katanya terakhir tadi.


“Astaga Lita, kamu gigit kontol Aldo?” Aku hampir berteriak saking terkejutnya.


Deya terkejut mendengar seruanku. Ia langsung membuka mata dan menatapku kaget. Wajahnya langsung merah kayak udang rebus…


“Kak Cherryyyy…. Ihhhh…. Nakal!” Deya mencubit toketku kuat.


“Eh, aduhhh… sakit Lita! Auw.” Cubitannya sih gak sakit-sakit amat, tapi aku malu ia merasa pentilku yang udah mulai bangun mendengar desahannya tadi.


“Ih… kakak kepo banget!” Deya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia masuk dalam selimut karena malu…


Aku menarik selimut itu dan merekam wajah Deya yang polos, tanpa balutan make-up.


“OMG!!!! Pake rekam-rekam lagi!” Deya menggerutu, sementara aku hanya tertawa menikmati kemenanganku.


“Lita… kamu ngapain aja sama Aldo semalam?” Aku bertanya.


“Gak kok… kami tiduran doang!” Deya masih aja menyangkal.


“Terus ini apa?” Aku mengangkat CD merah membuat ia makin malu.


“Ihhh kepo!” Deya tertawa menutupi perasaan malu.


“Kakak tanya aja ke Aldo?” Deya tahu kalo aku juga dekat dengan Aldo, ia tampak ketakutan.


“Eh, aduh tunggu. Kak, aku jelasin dulu!” Hehehe… ternyata takut juga dengan ancamanku.


Akhirnya setelah mengenakan kembali pakaian tidurnya, Deya menceritakan peristiwa semalam, intinya aja sih, tapi aku bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu kami berdua terus berpelukan. Ihhh… lucu juga kalo punya adik sepolos dan sejahil ini…


“Aku mau ke WC dulu yah, tadi belum rasa!” Aku langsung masuk ke kamar mandi. Deya juga turun dari tempat tidur dan iseng mendekat ke kedua cowok yang lagi tidur. Pas sebelum masuk aku sempat mengintip kerjaan Deya.


Deya sementara memperhatikan Aldo dan Doni yang tidur telanjang. Selimut mereka sudah terbang entah kemana, dan tubuh kedua cowok yang lagi telanjang bulat itu kelihatan jelas. Tampak Deya senyum-senyum mengatur tangan mereka, sesudah itu ia mengambil foto dengan hapenya. Wajahnya tampak senyum jahil… ngapain sih pegang-pegang kontol cowok yang lagi tidur. Tuh kan mulai mengeras...


Tak lama kemudian dari kamar kecil aku mendengar teriakan kedua cowok itu hampir bersamaan….


“Ahhhhh….!”


“Ahhhhhh…!”


“Aldo??? Mana Cherry?!? Kenapa kamu memegang kontolku?” Terdengar suara Doni.


“Eh… kenapa kamu disini? Ngapain kamu juga memengang kontolku?” Terdengar suara Aldo. Keduanya kaget menyadari posisi tangan mereka… tapi belum sempat melepaskan, sudah kagetin lagi.


“Smile….” Terdengar suara Deya mengambil gambar kembali.


“Astaga… Deyaaaaaaaa!!!!!!” Doni dan Aldo berteriak bersamaan.


Aku yang mendengarnya dari kamar mandi hanya tertawa-tawa membayangkan apa yang terjadi. Jahil banget anak itu…


-----


POV Deya


3 minggu kemudian…


Berita tentang kejahatan yang dilakukan Dinah dan gang-nya sempat hangat menjadi topik utama di kampus, terutama karena ceritanya ditulis di Koran lokal. Banyak yang gak menyangka mahasiswa setenar Dinah punya kepribadian lain sebagai ‘germo’ yang menjual gadis-gadis perawan kepada langganan-langganannya.


Walaupun seiring waktu hal itu bukan lami menjadi topik hangat, namun nama baik Dinah sudah tercemar. Ia didepak dari berbagai organisasi kampus yang digelutinya. Parahnya lagi, banyak orang yang tak mau lagi bergaul dengannya. Yang cewek karena gak mau nama mereka turut tercemar, dan yang cowok karena dilarang pacar mereka… hehehe.


Mungkin itu sudah menjadi hukuman setimpal yang diterima oleh Dinah. Karena pengadilan hanya memberikan hukuman ringan. Mungkin juga karena jaksanya sudah disogok. Soalnya pengadilan dilaksanakan secara terbuka, sehingga tidak satupun gadis yang menjadi korban yang bersedia menjadi saksi. Yah, pastilah semua gak mau nama baik mereka tercemar. Terpaksa dakwaan hanya pada soal transaksi illegal. Alhasil, Dinah dibebaskan setelah membayar denda 260 juta. Jumlah yang tidak kecil baginya.


Memang sih tidak ada video mesum yang sempat beredar, kecuali beberapa screenshot yang memblurkan wajah si wanita. Polisi sudah menjanjikan sebelumnya gak ada file yang akan keluar. Semua gak tahu siapa-siapa yang yang menjadi korban. Hanya tahu kalo mereka itu gadis cantik, putih dan bertubuh seksi. Kini banyak yang mulai curiga gadis-gadis yang pernah dekat dengan Dinah, jangan-jangan sudah dielus langganan-langanannya.


Rasa penasaran yang tercipta makin banyak, dan mau gak mau diriku sendiri, si gadis cantik yang bernama Deyara ini, udah dicap salah satu korban. Kedekatanku dengan Dinah di panitia Ospek kini menjadi bumerang. Banyak teman cewek ataupun cowok-cowok yang menjauhiku. Tetapi sebaliknya, cowok-cowok yang berotak mesum merasa ini sebuah kesempatan. Sejak minggu lalu, ia merasa cowok-cowok yang mendekatinya makin berani ngomong-ngomong mesum. Pasti efek dari surat kabar. Contohnya saja sambutan mereka di tempat parkir kampus pagi ini…


“Wah si binal datang juga, ditunggu lho dari tadi.”


“Deya, bentar kita cek-in yah!”


“Tarifnya berapa semalam?”


“Hmph! Dasar genit!” Deya mengutuk dalam hati.


Tanpa memperdulikan muka mupeng mereka, aku melangkah masuk ke koridor gedung kuliah fakultas. Tujuanku cuma satu, papan bulletin tempat terpampang untuk melihat nilai hasil ujian.


Untunglah sudah libur, aku gak capek-capek ke kampus lagi. Aku hanya berharap masa liburan selama 2 bulan cukup untuk menghapus kesan yang tercipta. Tuh, papan buletin udah dekat, mana banyak juga anak-anak yang ngumpul mau lihat nilai.


Kalo soal lulus, aku sih yakin banget. Tapi aku mau lihat nilai. Kalo aku dapat nilai IP tiga koma, maka aku akan liburan ke Amerika. Awalnya aku gak berselera jalan-jalan ke luar negeri, tapi kali ini lain lagi.


Sepanjang perjalanan Deya merasa banyak tatapan-tatapan sinis mengarah kepadanya. Kali ini dari cewek-cewek.


Mau tak mau Deya harus membaur dengan beberapa teman sekelas yang lagi mejeng didepan bulletin sambil bercanda ataupun bergosip ria. Tetapi ketika ia dekat, semua langsung diam… 20 pasang mata tertuju kepadanya seakan menelanjanginya. Baru kali ini Deya merasa asing di kampusnya sendiri, seakan-akan ia seorang yang tertuduh. Di mana-mana ia mendengar kata-kata yang paling dibencinya muncul lagi. “Padahal ia sepupunya Titien…” “Apa Titien tahu kelakuannya?” “Astaga kok bisa yah” “Cantik-cantik tapi…”


Deya hanya bisa mengomel dalam hati, ‘Heloooo… harusnya kalian tahu, aku yang justru membongkar kejahatan Dinah! Ihhhh… aku masih perawan tahu!’ Rasanya Deyara mau meneriakkan hal itu kuat-kuat, supaya dadanya gak lagi sesak kek gini.


Untunglah tidak ada yang mengganggunya. Mereka semua membuka jalan mengijinkan Deyara mendekati papan bulletin, dan ketika melihat NIM dan nilainya Deya tersenyum, senyum yang untuk kali pertama minggu ini.


Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba lengannya ditarik masuk ke kelas.


“Eh, kenapa…!” Ia tercekat saking kagetnya.


“Yara… ssssttt!” Langsung aja ia tahu siapa yang menariknya. Hanya ada satu orang di dunia yang memanggilnya Yara.


“Ih… bikin kaget orang aja!” Deyara tersenyum memandang sohibnya, Melania yang segera menariknya ke tempat duduk.


“Aku tahu kamu dekat dengan Dinah, tapi kamu gak di macam-macamin, kan?” Kata Nia langsung aja, tanpa neko-neko.


“Hehehe… Iya dong. Aku masih virgin kok!” Aku juga balas to the point.


“Beneran?” Nia menatapku lega.


“Iya dong, gak percaya?” Aku pura-pura hendak membuka celana jeansku.


“Eh, gak kok! Aku percaya lah…Swear!” Nia makin tersenyum. Ia tahu aku jujur.


“Kirain kamu juga gak percaya?”


“Gak segitunya juga, Yara! Soalnya aku cari-cari kamu weekend lalu tapi gak bisa nyambung emang-nya kamu kemana?” Nia mulai menginterogasiku lagi.


“Sabar Nia chayank, nanti ku cerita! Tapi jangan disini, bentar aja kamu nginap di rumah, yah”


“Iya deh… gak sabar mau dengar. Kamu udah mau pulang? Kita jalan yuk ke mantos!” Nia mengajakku. Cewek itu gak hobby jalan-jalan ke mall, pasti ada yang penting banget yang dicari. Dan itu artinya aku harus ikut, karena Nia gak mungkin ke mall sendirian tanpa ditemani.


“Iya deh, yuk!” aku menarik tangan Nia menjauh dari kampus.


Aku menatap gadis itu, Nia sampai tersipu. Makasih Nia… kau tetap berpihak kepadaku selama ini.


-----


“Kring… kring… kring!”


Aku melihat ke iphone ku, terlihat sebuah nomor dan nama yang sering menelpon.


“huh Rivo?” Paling cowok itu susah makan, terus ajak aku supaya makan banyak


“Halooo” Aku sengaja membuat suaraku tampak jutek.


“Haloo Sayang, kamu di mana?!” Suara Rivo tampak serius.


“Eh, Ada apa?” Tidak biasanya Rivo ngomong kayak gini, gak pake gombal-gombal dikit.


“Aku baru dapat kabar, Darla lagi di rumah sakit. Ia jadi korban perkosaan!” Rivo langsung ngomong to the point.


“Huh?”


“Nanti aku jelaskan, kamu di mana? Aku jemput kamu yah…! Nanti kita bicara di mobil.”


“Ok, jemput aku di Mantos! Aku tunggu di pinggir jalan.” Aku kasih informasi.


Aku langsung sadar, aku lagi jalan dengan Nia. Untung sudah selesai belanja. Tumben Nia beli yang gini-gini, biasanya ia polos banget, gak pingin pake bedak dan lipstick.


“Eh, Nia… aku harus ikut Rivo ke rumah sakit, ada salah seorang temanku diperkosa.” Aku minta ijin.


“Gak apa-apa, eh, aku juga mau ke rumah sakit. Sudah 3 minggu aku menjaga adikku sepupu yang sakit.” Nia minta nebeng, kebetulan.


Nia menceritakan mengenai adik sepupunya yang dirawat karena infeksi. Masih SMP tapi udah kena penyakit hernia… aku sih gak banyak tahu sakit apa itu, tapi kayaknya cukup parah.


Jadi selama ini Nia sembunyi di rumah sakit. Pantesan tidak pernah lagi kelihatan di rumah. Aku dan Nia tetangga. Dan kami berteman dekat SMP.


Setelah Rivo datang, kami segera naik ke mobilnya menuju ke salah satu rumah sakit top di kota Manado, Rumah Sakit Advent.


“Darla kenapa, Riv?” Aku tanya-tanya.


“Ia korban gang-bang, diperkosa 5 orang di sebuah rumah kosong. Sayang ia gak kenal siapa pelakunya. Ia ditemukan nanti tadi pagi, telanjang dan terikat. Kayaknya disekap dan dijadikan budak seks sehari semalam.” Rivo bercerita cepat. Mungkin ia masih belum nyaman dengan Nia ngomong pelan-pelan setengah berbisik.


Aku hanya bisa mengertakkan gigi marah sekali. Walaupun gak ada bukti, tapi aku yakin banget kalo Dinah campur tangan di peristiwa ini.


Aku masuk dalam kamar Darla, yang hanya menatapku. Air mukanya kelihatan capek dan menyesali diri, mungkin ia sempat berpikir pendek. Sayang Darla belum diijinkan bicara… karena bisa memperparah traumanya. Aku memegang tangan gadis itu dengan erat memberinya kekuatan. Sementara itu Rivo membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang… Darla tersenyum. Eh... aku jadi agak cemburu melihat kedekatan mereka.


“Kak Darla… sabar yah! Aku yakin pelakunya segera ketemu. Kakak jangan stress yah, ada Deya yang terus temenin… masih banyak orang yang mencintai kakak!” Aku membesarkan hatinya waktu pamit. Tak terasa kami menemaninya selama hampir 1 jam, sedikit lagi jam besuk sudah habis.


Begitu keluar kamar, Rivo menasihatiku untuk hati-hati. Jangan-jangan gang Dinah mau balas dendam. Aku gak diijinkan lagi jalan sendiri, walaupun siang bolong.


“Eh, tunggu gak lama. Aku pamit dulu ke Nia…” Aku baru ingat ketika mendekati kamar tempat adik Nia dirawat.


“Udah, kalo gitu, nanti aku jemput sini yah, aku ke toilet dulu…” Rivo cepat-cepat pergi. Mungkin udah gak tahan.


Setelah mencari-cari sejenak di dalam kamar, aku segera keluar keliling untuk mencari Nia. Menurut keluarganya biasanya ia menunggu di luar, di ruangan tunggu pasien rawat jalan, sambil menonton TV. Langsung aja aku kesana…


Dari jauh aku mendengar dua orang lagi mojok sementara bicara sambil bisik-bisik. Itu pasti Nia… dengan mudah aku mengenal tubuhnya walau dari jauh. Ia sementara duduk menatap ke jendela… memperhatikan macetnya jalan raya di kota Manado yang terkenal ruwet. Sementara itu ada seorang cowok duduk disampingnya… keduanya bercakap-cakap dengan bebas. Kayaknya sudah akrab…


‘Astaga Nia, sudah di rumah sakit masih sempat cari cowok. Hihihi…’ Mana cowoknya lagi pake baju pasien. Pantesan ia betah di rumah sakit. Alasan aja bilang jaga adik sepupu, gak tauhnya…


Ehhh, kayaknya cowoknya lagi pdkt… tangan Nia sempat digenggam dikit sebelum di tarik lagi. Tangannya masih pake infus, jadi gak bebas gerak. Cowoknya pake bisik-bisik lagi ke telinga Nia yang hanya menyambut dengan tertawa. Eh… aku baru ingat, kayaknya ini kali pertama Nia pacaran. Selama ini aku tauh orangnya pendiam dan pemalu… baru kali ini aku melihat ia berdekatan dengan cowok, biasanya kalo mau ketemu harus minta ditemani.


“Plok!” Aku menampar jidatku… pantesan ia minta ditemani belanja alat-alat make up. Kayaknya sahabatku lagi jatuh cinta… ciper… cinta pertama.


Aku semakin mendekat dan berhati-hati supaya bisa mengagetkannya. Mudah-mudahan bisa mencuri dengar percakapan mereka berdua. Tinggal 8 langkah lagi udah dibelakang… namun sayang.


“Kring… kring… kring….!” Apes deh telponku berbunyi.


Aku langsung melihat ke layar, ternyata Rivo. Mungkin lagi mencariku. Aku cepat-cepat me-reject call tapi terlambat. Nia sudah melihat aku… ia langsung datang mendekat, meninggalkan cowok itu sendirian.


“Ehmmmm… ehmmm…! Kayaknya sahabatku lagi berbunga-bunga…!” Aku mengejeknya pelan, dan disambut cubitan oleh Nia.


“Ihhh kepo. Orang hanya ngomong doang!” Nia menunduk malu.


“Udah ditembak belum?” Aku berbisik pelan.


“Belum kok, masih pdkt!” Nia gak sadar sudah terjebak.


“Hahahaha…!” Aku menertawakan kepolosan temanku ini.


“Kenapa?” Nia bingung.


“Tadi bilang cuma ngomong doang? Eh... ternyata pdkt!” Nia baru sadar udah kejebak.


“Eh bukan.. maksudnya…!” Wajahnya langsung merah padam… Nia.. Nia, kamu itu polos banget.


“Udah, lanjutkan aja… aku pergi dulu yah!” Aku masih tertawa. Nia mencubitku… Aku langsung tahu gaya orang yang lagi jatuh cinta.


Aku melangkah balik sementara Nia kembali duduk disamping cowok itu. Aku penasaran sih bagaimana wajahnya… dari tadi tidak kelihatan. Penasaran sih, tapi malu tahu. Mana Nia gak kenalin lagi…


“Tuh, dicari ternyata disini!” Rivo memegang tanganku menjauh dari mereka. Ia terus menggenggam tanganku, takut hilang lagi kayaknya. Aku hanya tersenyum menunjuk ke arah Nia yang lagi mojok. Rivo cuek aja…


Tepat ketika aku melihat ke arah Nia, cowok disampingnya memandang kebelakang. Sekilas aku terpana memandang wajahnya… Aku langsung terdiam dan terbelalak. Inginnya aku balik memperingatkan Nia. Sayang Rivo menceritakan kabar buruk yang membuat aku lupa.


“Deya, ayo dong… tadi Doni telpon … aku takut ada apa-apa…!” Rivo menarikku lagi.


“Eh kenapa?” Aku kaget.


“Ia tidak ngomong… tapi aku mendengar ada suara perkelahian. Mungkin ia lagi minta pertolongan.” Lanjut Rivo. Aku kaget… Kami segera bergegas meninggalkan tempat itu…


“Kamu tahu di mana Doni?” Aku bertanya. Rivo gak menjawab, malah sibuk telpon teman-teman. Mungkin saja kelompok preman Doni.


Aku terus berpikir… Kemarin Darla, sekarang Doni… orang-orang yang dekat denganku.


Astaga, jangan-jangan Nia juga… aku takut kalo ia juga dijebak. Dinah sudah tauh kalo Nia itu sohib karibku, sedangkan cewek polos itu gak tahu gimana wujud komplotannya.


‘Maafkan aku Nia, pada saat pertama kamu berani mencintai seorang cowok, malah ini yang terjadi…’


Gimana tidak… cowok itu Kevin.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd