Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

THE HIMAWAN FAMS

Bimabet
Senin, 5 Oktober 2026, 05:13
Istriku bolak balik ke kamar mandi. Alasannya sama, pengen pipis. Hingga tiba tiba...
" Ayaah..." panggilnya dari kamar mandi.
Aku melompat bangkit bermaksud menolong istriku. Saat kulihat ia membungkuk bertelekan lututnya.
" Bunda... Bunda... Kek.. Wadduh... Bunda kenapa ??" tanyaku panik.
" Bunda ngga apa apa. Cuman dede nya babab ayah.. Bunda mules jadinya..." rintih istriku saat ia sudah berada dipelukanku. Kubawa ia ke lantai bawah ke ruang keluarga.
" Mules ??? Wadduh... Beb.. Bentar... Bentar yaaa.. Bunda duduk dulu... Nanti ayah jemput lagi..." ucapku sambil menyambar konci motor..
" Lu mau kemana cuy ?" tanya Budi santai.
" Itu Fitri mules..." jawabku panik
" Ooo..." jawab Herlambang selow. Tiba tiba...
" Hah...?? Mules..??? Haduh biyung...!" jawabnya
Budi ikut panik.
" Lu ngapain make motor ? Mau kemana ?" tanya Budi
" Oh.... Eh... Gua ngga tau..." jawabku dengan wajah bingung.
" Ahahahahaha... Ai ayaah.." komen istriku sambil tertawa
" Mas Adit. Punten siapin mobil. " ucap Dida yang saat itu menginap dirumah kami. Ia sedang break pasca resign dari kantor lamanya dan menunggu penempatannya sebagai senior manager material warehouse di perusahaan kami.
" Ummi... Mi... " panggil Dida kepada Vilda
" Iya Bi..." jawab Vilda
" Paket pakaian bunda yang kemarin kita packing siapin di sini sama kain. Ummi ngga usah mandi. Cuci muka aja. Mas Bas punten kontak teh Nong sama Cipot dan Rahma. Ditunggu disini sekarang juga. Om Yahman. Punten siapin securiry tambahan buat anter abang sama kaka..." ucap Dida melakukan personnell setting.
Aku bersyukur saat aku dan Budi panik Dida membuktikan bahwa dirinya layak diandalkan dan keberadaannya diantara kami wajib dihargai, bukan hanya sekedar dibutuhkan.
Vilda mengeluarkan tas yang berisi pakaian salin yang memang telah dipersiapkan beberapa hari yang lalu. Lalu ia menyimpannya di mobil.
Johan dan Dhilla tiba. Dhilla memeriksa tensi darah istriku dan juga kondisi fisik sekilas.
" Jo... Pegang kantor. Gua sama Dicky kerumah sakit." ucap Budi
" Siap bang." jawab Johan
Rani dan Fikri tiba disusul Cipot, Stella dan Ratri juga Revka. Kemudian Alline.
" Hmm.. Masih mules ?" tanya Terry
" Masih.. Tapi angot angotan.." jawab istriku.
" Okay.. Teteh nanti baring aja dimobil. Ka Tey jangan ikut dulu. Kasian dede utun." ucap Rahma
" Tapi lu ikut kan ma ?" tanya Budi. Rahma mengangguk.
Tak lama kemudian istriku tampak meringis menahan sakitnya. Kupeluk dan kucoba menghiburnya. Tapi ngga mempan. Malah lenganku habis diremasnya untuk melepaskan sedikit rasa sakitnya.
" Mas Dida, mobil siap. Saya dan Ardi yang akan mengantar " ucap Adit.
" Okay. Bunda.. Ayah.. Yo kita berangkat " ucap Dida
Aku membantu istriku bangkit dari duduknya. Aku dan Budi memapahnya ke mobil. Dida sudah mempersiapkan posisi untuk istriku. Setelah istriku naik ke mobil..
" Ka Rahma dikepala teteh ya.. Bang Budi naik kebelakang sama saya. Ayah di sebelah kiri..." ucap Dida
Kami menuruti arahan Dida. Dan memang efisien. Tak butuh waktu lama kami bisa berangkat menuju rumahsakit. Dijalan Vilda menghubungi dr. Iriana yang langsung bersambut positif. Ia menyusul kerumahsakit tempatnya praktek.
Sesampai di rumahsakit kami menuju IGD PONEK dan istriku segera mendapatkan bantuan.
" Ayah jangan pergi ya.." pinta istriku
Aku mengangguk. Dan mencium keningnya.
10 menit kemudian dr. Iriana tiba.
" BP 100/80, Pulse 120, Diabethic negatif, complete lab test on progress.." ucap seorang koas
" Good. Cek pembukaan dulu ya.." ucap dr. Iriana. Lalu ia memeriksa kemaluan istriku dan memperhatikan beberapa tanda vital.
" Alhamdulillah. Udah pembukaan 6. Bentar lagi lah." jawab dr. Iriana
Ucapan Iriana benar. Jam 10 pagi istriku merasakan mules luarbiasa...
" Wah jagoanku udah mau keluar.. Teteh... Ambil nafas.. Keluarin lewat mulut.. Lagi teh... Tahan nafas... Tekan teh tekan... " instruksi Iriana. Tapi masih belum berhasil. Keringat membasahi kening dan wajah istriku.
" Huf.. Huf.. Huf.." istriku menarik nafasnya
" Yo Sekali lagi... Jagoan ateu ayo dong.. Ateu mau ajak main.." ucap Iriana
Istriku mengejan sekuat tenaga dan...
Lahirlah putra kami.. Tangisnya terdengar lantang ditingkahi gemuruh suara formasi pesawat tempur SU - 35, SU - 34 BM, KF - 21 Boramae dan IF -1 A Cakra yang kebetulan melintas untuk parade HUT TNI seolah ikut berbahagia menyambut kehadiran jagoanku.
Kuambil anakku dan kulantunkan adzan di telinga kanannya dan qomat ditelinga kirinya. Ada yang unik saat kuperhatikan. Dilehernya berkalung ari ari, dan saat Iriana memeriksa tubuhnya ia hanya memiliki 1 buah zakar.
" Ngga usah panik. 1 juga kalo bagus dan subur pasti ngasih keturunan. Kalo punya 2 tapi ngga bagus ya sama aja bohong." ucap Iriana menjelaskan.
Aku lega mendengarnya. Biarlah ia tumbuh dan berkembang sehat dulu. Yang lain akan mengikuti.
" Bapak Dicky Himawan. Sudah ada rencana nama putranya pak ?" tanya seorang Bidan
" Iyah ada... IVANDER KHALFANI HIMAWAN. " jawabku
" Masya Allah. Gagah banget. Euhmmm.. Gesit amat bayi teh.. Sigap ya.. Hmm.. Lahirnya bareng bapak TNI ya..." ucap Bidan yang sedang membersihkan Ivan anakku.
" Ir.. Boleh..?" tanyaku
Iriana memgangguk..
" Bundaa... Selamat ya.. Jagoan kita udah lahir... Mmmwh.." ucapku sambil menciumnya
" Alhamdulillah ayah. Lengkap ?" tanya istriku
" 100%. Jagoan ayah namanya IVANDER KHALFANI HIMAWAN." jawabku
" Alhamdulillah... Eh ayah.. Tumben bisa bikin nama segagah itu ?" tanya istriku agak heran.
Aku hanya garuk garuk kepala ngga gatal. Sementara Iriana tertawa puas melihat tampangku.
" Bang. Sementara teteh disini dulu sama Iriana. Biar istirahat dan Ivan juga harus disusui dulu..." ucap Iriana. Aku mengangguk patuh lalu melangkah keluar.
" Cuy.." panggil budi
Kutatap wajah Budi dengan ekspresi sedih dan datar...
" Alhamdulillah... Jagoan..." jawabku dengan senyuman mengembang.
" Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. Oh.. Eh... Bentar..." ucap Budi mengambil hp nya.
" Hallo hun.. Udah lahir... Hah.. Ngga pesen semen gua.. Eh.. Ntar ntar... Oo.. Ngapain ke si Liem Hong... Buseet.." omelnya saat sadar salah menelepon
Aku ngakak hingga terduduk. Melihat konyolnya Budi.
Vilda dan Dida sibuk mengabari anggota keluarga yang lain. Yang disambut sukacita dan tangis bahagia.
" Ayaah.." ucap Vilda sambil memelukku. Airmata bahagia menetes dipipinya. Ia bukan lagi orang lain bagi kami. Vilda adalah kami dan kami akan jadi bagian dari kehidupannya. Dida memelukku
" Selamat ya yah.." ucapnya sambil menghapus air mataku
" Da. Makasih ya kamu udah tenang nyiapin semuanya." jawabku
" Buat keluarga, semua akan Dida lakukan..." ucap Dida
Telepon berdering bertubi tubi. Membuat kami sibuk menjawab. Cici melakukan Video Call denganku.
" Uwaa... Wapipit ???" tanya Cici sambil menangis
" Alhamdulillah. Uwa selamat, dede bayinya selamat juga." jawabku
" Minta fotonya. Rabu Cici IB sampe sabtu. Karena ada jatah... Cici mau pulang.." ucapnya dengan linangan airmata bahagia.
Aku mengangguk setuju dan menjadwalkan penjemputan untuknya.
" Ir.. Bisa Fotoin Ivan ngga ?" tanyaku melalui telepon
" Bisa bang.. Bentar ya. " jawabnya.
4 menit kemudian beberapa foto dan video Ivan terkirim ke hpku.
Kuposting di grup keluarga
" Alhamdulillah telah lahir jagoan kami IVANDER KHALFANI HIMAWAN, hari ini Senin, 5 Oktober 2026 jam 10:00. Berat 3,4 kg panjang 62 Cm. Semoga Ivan menjadi anak yang sholeh... Aamiin.." tulisku
" Dede Ivaaan.. Halah halah halah.. Gageh banget wajahnya." ucap teh Uzzy
" Ih gua ngeliat garis wajah papah.." ucap teh Minah
" Iya mak... Ada wajah papah aki.." jawab Valdi
Dan berbagai komentar yang lain. Mulai komentar bahagia hingga komentar kocak mereka posting
Digroup kantor...
" Alhamdulillah. Telah lahir Ivander Khalfani Himawan, putra ke 4 bapak dan ibu Dicky Himawan. Pada hari ini Senin 5 Oktober 2026 jam 10:00. Semoga ananda menjadi anak yang sholeh dan berguna bagi Agama, orangtua, bangsa dan negara serta rakyatnya. Aamiin.." ucap Opik
" Aaa.. Selamat pak.. Boleh liat mas Ivannya ngga ?" tanya Lanny
Kuposting foto dan Video Ivan di group kantor.
" Masya Allah.. Gendut mas Ivannya." ucap Tri
" Aa.. Pengen cubit pipinya.." ucap Syahnaz
" Weits.. Jagoan om Cipot.. Cepet pulang ya nak.. Ntar gendong sama ateu icul.." ucap Cipot
" Gendong ateu Riri aja nak.." ucap Revka
" Ndaa.. De Ivan maunya digendong sama ateu Alline ya nak ?" ucap Herlambang
Obrolan berubah jadi rebutan kocak. Semua ingin menggendong bayiku.
" Bang.. Alhamdulillah De Ivan sama teteh kondisinya normal. Ngga perlu perawatan " Super " dan hanya jaga kondisi. Jamu buatan Rahma pasti bakalan membantu sekali. Jadi Insya Allah paling lambat besok atau Rabu teteh udah bisa pulang dan Iriana akan ke rumah secara Rutin " papar Iriana
" Siap Dit.." ucap Budi menggoda. Adit tertunduk, wajahnya memerah malu. Memang antara Iriana dan Adit seperti ada " Sesuatu yang khusus " dan ini sudah ngga bisa disembunyikan lagi. Tapi aku mengerti. Toh hal yang sama juga terjadi antara aku dan istriku dulu.

Rabu, 7 Oktober 2026, 10:21
Kecanggihan teknologi kedokteran memang berkembang sangat pesat. Hingga kelahiran yang taruhannya nyawa pun bisa selesai dalam waktu singkat bila si ibu kuat dan persiapannya matang. Kini istriku sudah dalam perjalanan pulang bersama kami.
" Ir.. Ntar lagi Evelyn. " ucapku saat kami melaju diatas aspal.
" Perkiraan Ii sih sekitar 10 -12 harian lagi bang... Kalo ka Tey mah seitar Desember akhir atau Januari awal." ucapnya
Tak terasa kami sudah tiba dirumah. Kulihat banyak sekali karangan bunga dari relasi kami, termasuk beberapa kesatuan KOTTAMA TNI.
" Alhamdulillah... Welcome Home Ivander Khalfani Himawan - dari om dan tante - " sebuah spanduk terpasang di teras rumah. Aku membantu istriku turun ke rumah dan membimbingnya menuju sofa.
Sebuah kereta dorong bayi masuk kedalam rumah. Dan saat berhenti Ivan merengek.
" Hlah.. Kaga mau brenti.." ucap Budi diikuti tawa anggota keluarga lainnya.
" Ouhh.. Si sayang... " ucap Rahma sambil menepuk nepuk pelan bagian kaki Ivan.
Kami rehat sejenak dan menikmati cemilan yang disiapkan Didi dan Titim.
Tak lama berselang suara salam terdengar dan kami menjawabnya.
" Ayah.. Ayah ada mbak Irene dari Sapta..." ucap Vilda sambil mengiringi Irene dan Cedric.
" Aaa... Bu Fitri selamat yaa.. " ucap Irene. Ia mencium pipi istriku
" Bu.. Please usap perut saya supaya bisa ada isinya..." ucap Irene
" Hlah itu kan ada isinya... Ada iso, babat, tamusu.." jawab Budi santai koplak
" Bukan itu pak Budi. Biar saya punya baby juga.. Hehehe..." ucap Irene.
" Tey..." panggil istriku
" Iyah.." jawab Terry dengan perut yang makin buncit.
" Nah ini tugas Terry.. Siapa tau Allah mengkabulkan cita cita Irene.." ucap istriku sambil tersenyum
Terry membelai perut Irene dan mendoakan semoga ia segera mendapat momongan. Doa Terry diamini oleh semua.
" Hmm.. Baby nya ganteng... Ateu culik aaah.." canda Irene
Tiba tiba Ivan berreaksi dengan mengeluarkan suara erangan manja.
" Alalalah.. Si ganteng ngerti.. Ooo.. " ucap Irene
Bahasan soal kehamilan, persalinan dan mengurus anak menjadi dominasi obrolan mereka. Sementara aku yang duduk di lantai bersandar ke dinding tak sadar terlelap. Lelah saat dikejutkan oleh rasa sakit istriku terbayar dengan kehadiran Ivan diantara kami. Kebahagiaan mana lagi yang akan kami dustai ? Tak ada.. Semua kebahagiaan yang kami terima begitu melimpah ruah Dan tak terkira.
" Ya Allah ayaah.. Kok Malah bobo disituu..." protes Vilda.
Aku terbangun dan celingukan melihat sekitar.
" Ayah bobo aja.. Dari senin ngga tidur jagain aku sama Ivan.." ucap istriku.
Setelah beberapa saat Irene pamit. Karena harus kembali kekantornya. Dan aku bisa mengambil posisi untuk rehat.
Sebuah suara salam dari bidadari mungil kami terdengar. Kami menjawabnya dengan serempak.
" Ouuh.. Cintanya bunda.. Udah pulang. De Ivan... Nih teteh udah pulang.." ucap istriku
" De Ivan.. Teteh cuci tangan dulu yaaa.. Nanti teyeh un sayang.." ucap Ajeng
Kami tertawa melihat polah Ajeng. Sungguh ia adalah salah satu yang paling bahagia saat ini selain kedua kakaknya. Mereka memang menunggu kelahiran adiknya.
Ternyata bersama Ajeng ada Rani dan Fikri yang menjemput Ajeng. Juga ada kepala RA bu Yetti, dan guru kelas Ajeng bu Intan.
" Masya Allah bunda Ajeng.. Tampan sekali adiknya Ajeng.." ucap bu Yetti kagum. Tiba tiba Ivan merengek manja minta disusui.
" Hmmmm... Alalalalah... Uuu... Mau nen ya nak.. Mau nen..." ucap bu Intan
Lalu digendongnya Ivan a diserahkan kepada istriku.
" Bunda... Aku mau nen..." ucapnya
Istriku tersenyum melihat apa yang dilakukan bu Intan. Sambil menyusui Ivan, mereka terlibat obrolan tentang anak anak.
Hari makin siang. Dan kami mendengar suara ucapan salam yang segera kami jawab
" Mana A Ivan ?" tanya Cici
" Ini Cici.." jawab istriku menirukan suara bayi
" Hmm.. Cici mandi dulu. Beres mandi temenin Ivan ya " ucap istriku.
" Tasnya dimana nak ?" tanya istriku lagi
" Ini mbak... Tasnya mbak Cici.." jawab seorang security yang ditugaskan menjemput Cici bersama om Yahman.
Saat om Yahman berpapasan dengan bu Intan mendadak ia salah tingkah. Sementara bu Intan merona merah wajahnya.
Aku menangkap momen tersebut dan hanya tersenyum simpul.
Hari beranjak sore. Ketiga guru Ajeng sudah pulang. Dan waktunya bagi kami untuk rehat sejenak.
 
Beberapa tahun kemudian...
Ivander Khalfani Himawan, putraku,
Biantara Danendra Raharja, putra Budi,
Erlangga Wira Kencana, Putra @samcoki.
Saat ini mereka telah duduk dikelas 10 SMA Edukatif. Sekolah dimana Cici belajar dan meraih berbagai prestasi akademis maupun non akademis. Mereka telah tumbuh menjadi pemuda yang memiliki kharisma tersendiri. Pergaulan tak memilih golongan dan kasta ekonomi membuat mereka mudah masuk dikalangan manapun. Dan kebetulan mereka di sekolah mereka memilih jurusan yang sama yaitu Ilmu Pasti.
Seperti halnya Cici, Angga lebih suka berada dirumahku dan bisa berhari hari dirumahku. Manja dan sayangnya pada kami sama seperti halnya Cici. Sama sekali plek.
Siang itu saat istirahat sekolah..
" Setoran cepet !!!" bentak seorang preman anggota sebuah ormas kepada ibu warung.
" Saya ngga pegang. Tadi dibawa bapaknya belanja.." jawa si ibu ketakutan setengah mati.
Ivan merasa jengah dengan kebiasaan ini. Bukan sekali duakali ia menyaksikan kejadian busuk seperti ini...
" Anjing ni orang, udah nyali udunan beraninya sama emak emak.." omelnya dalam hati. Tapi akal sehatnya menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Ia melangkah menuju ibu warung untuk membayar jajanannya. Sejenak ia menunggu...
" Apa lu diem disitu.?? Mau jadi pahlawan ??" bentak si preman
" Maaf... Ngga bang.. Saya hanya mau bayar jajanan saya." jawab Ivan merendah.
" Cepetan !!" ucap si preman sambil mengeplak kepala Ivan. Ivan merasa tersinggung. Tapi ia sadar kalo dirinya kalah jumlah dibanding preman itu yang memiliki komplotan di pos mereka dekat sini.
" Ibu... Ini saya makan kue ini.. Ini sama ini.." ucap Ivan.
" oh iya nak..." jawab si ibu sambil menyebut sebuah jumlah nominal. Ivan membayarkan lebih dari seharusnya sambil memberi isyarat. Si ibu mengangguk.
" Makasih bu..." ucap Ivan. Ia hendak memasukkan uangnya kesaku celananya. Tiba tiba si preman merampas uang Ivan.
" Lu pikir gua ngga butuh duit... Jangan mentang mentang anak orkay ya.." ancam si preman sambil menampar Ivan.
Ivan tetap menahan diri. Tapi matanya merekam kuat wajah orang yang memalaknya dan ia akan membalas sepulang sekolah.
Ivan kembali masuk ke kelasnya.
" Kenapa bang ?" tanya Angga kepada kakak sepupunya sambil tersenyum. Ivan menceritakan kejadian tadi sambil menghela nafas karena marah.
" Terus lu mau gimana bang ?" tanya Bian si emosional.
" Balik sekolah kita " Beli ". Sama pabriknya kalo perlu." ucap Ivan
Beberapa teman sekelasnya yang mendengarkan setuju dengan ucapan Ivan. Mereka siap memberi dukungan yang dibutuhkan. Bila perlu seluruh sekolah akan ikut menghantam ormas tersebut. Ivan, Bian dan Angga memang dianggap tokoh dikelasnya. Selain sering membuat guru guru murka, mereka juga sering membuat guru mereka tersenyum bangga saat mereka berkarya. Apalagi siswa siswi disekolah itu dan warga, khususnya yang berdagang sudah merasa muak dengan perilaku preman anggota ormas tersebut.
Wendra, teman sekelas Ivan, membisikkan sesuatu kepada Bian yang disambut anggukan Bian. Lalu Angga seperti meyusun sesuatu bersama mereka.
Jam 15:00 tiba. Siswa siswi seharusnya pulang. Tapi saat itu mereka malah berkumpul didepan sekolah. Hampir seluruh siswa bertahan.
Tiga bersaudara terlihat melangkah santai menuju posko ormas. Sesampainya mereka disana...
" maaf bang yang tadi malak saya mana ya ?" tanya Ivan berusaha sopan.
" Ada apa ?" tanya temannya
" Eh lu mau apa ?" tanya si preman yang memalak Ivan
" Mau ngajak lu gelut...." ucap Ivan dingin.
" Anak kemaren sore banyak tingkah ! Gua remes lu !!" ucap si preman
" Coba aja kalo bisa.." jawab Ivan masih dingin. Lalu ia melangkah kedepan posko.
Tiba tiba si preman memukul Ivan dari belakang. Ivan sudah menduga gaya ini. Ia merunduk dan memasukkan sikutnya ke ulu hati preman tersebut. Seorang preman lainnya mencoba membantu. Tapi Bian dan Angga membabatnya tanpa ampun.
Beladiri Tarung Drajat, Tea Kwon Do, Muay thai dan silat yang dikuasai ketiga bersaudara itu membuat para preman dengan mudah dipermainkan. Melihat ketiga anak itu menyiksa anggota mereka, ketua pos tersebut memanggil anak buahnya untuk membantu. Mereka berlari menyerbu Ivan dan adik adiknya.
" Woy anjing !!! Lu apain temen gua !?!?!?" teriaknya.
" Serbuuuu...!!" teriak Wendra. Tak pelak seluruh siswa berlari sambil berteriak penuh ancaman menyerbu anggota ormas tersebut. Bahkan banyak warga masyarakat ikut memukuli mereka, terutama para pedagang. Karena mereka kesal dengan perilaku ormas tersebut.
Ngga butuh waktu lama, anggota ormas habis dipermak massa. Wajah mereka babak belur berlumur darah.
Ada anggota ormas yang lolos dan melaporkan kepada kawanannya. Hingga mereka bergerak dalam jumlah besar. Hingga terjadi tawuran besar..
Beberapa km dari sana...
Hpku menjerit menandakan ada telepon masuk..
" Assalaamualaikum. Ayah... Ini Nita... Ayah bang Ivan tawuran yah !!" seru Mita adik kelas Ivan anak dari Johan.
' Astaghfirullah.. Sama sekolah mana ???" tanyaku
" Sama ormas yah... Ormas preman..." jawab Mita. Aku tercekat dan bingung. Tiba tiba Dennis masuk. Kuceritakan tentang Ivan keponakannya
" Abang tunggu disini. Biar Dennis ambil alih..." ucapnya. Lalu ia menghubungi Alfred dan Minggus kakaknya. Diceritakannya masalah Ivan.
" Kaka Al dan kaka Minggus OTW bang." ucap Dennis
Aku sedikit lega sekaligus heran. Kasus apalagi kali ini.. Ucapku dalam hati.
Di lokasi kericuhan...
Massa seperti sengaja menghadang ormas tersebut. Beberapa anggotanya seperti tak terima. Bahkan menantang massa. Hingga ketua cabang mereka menghampiri dan berunding hingga mereka bisa masuk ke lokasi.
Dari arah lain Al dan minggus beserta klan Tapiheru masuk ke lokasi. Dan mencari Ivan. Ia bertanya kepada sekelompok siswa dan Al dibawa ke tempat preman itu diikat.
" Ivan, Bian, Angga...!" panggil Minggus
Ketiga lelaki muda ini tercekat mengenali siapa yang memanggil
" Om Minggus..." sapa Ivan agak takut.
" Ada masalah apa anakku, kenapa ose buat rusuh ada besar sekali.." tanya Al bijak
Ivan menceritakan kejadian awalnya hingga ia terlibat bentrok dengan preman preman itu.
" Tuangalah.. Kamu ada benar pung sikap. Beta setuju dan bangga deng kamu ada keputusan. Mari torang temui itu ormas kampungan.." ucap Al
Sambil membawa preman preman yang babak belur, mereka melangkah menuju kelompok ormas pemuda tersebut sambil sesekali menghantam preman preman tersebut, bahkan nggansedikit warga ikut udunan " membelai dengan kepalan tangan" mereka. Siswa dan warga serentak bersiaga.
" Anjing... Temen gua siapa yang gebukin ?? Kalo berani sini sama gua... Ngga tau kalo temen gua banyak !!" ucap seorang pemuda.
" Siapa yang gebukin elu ??" tanya kawannya yang lain.
Temannya menunjuk ke arah Ivan.
" Oo... Elu ? Anak kecil sok jago... Gua bawa anak anak gua ntar..." teriaknya petantang petenteng. Ivan menatap dingin sambil melangkah mendekati. Tapi Al menahannya. Si ketua cabang menghampiri.
" Gua babat lu entaran..." teriak temannya memprovokasi.
Tak lama berselang sepasukan Polisi datang untuk membubarkan. Tapi.,
" Bang Ivan.. Bang Al... Ada apa ini ?" tanya AKP. Doddy, anggota Polres dimana Arhan menjadi Kapolres.
" Kita dengar keponakan kita kasi keterangan.." bisik Minggus
" Oh.. Bang.. Wadduuh..." sapa si ketua cabang ramah sambil menjabat tangan Al dan Minggus saat ia melihat mereka berdua mengapit ketiga jagoan mudaku.
" Erwin... Anak buah ose ada buat masalah deng keponakan beta." ucap Al datar.
" Euh.. Maaf bang.. Kami ngga tau itu keponakan abang. Gimana ya.." ucap Erwin gugup.
" Masalahnya apa sih de..? Coba ceritain ke om..." tanya seorang petugas. Ivan menceritakan kronologis kejadian yang disimak semua pihak. Erwin menjadi malu dengan kejadian itu.
" Ya gini ya bang Ivan. Om minta maaf sama kejadian ini. Yaa namanya juga anak muda... om janji ngga akan terulang lagi... " ucapnya gugup.
" Jangan karena maaf gampang diminta kesalahan dibuat buat. Sekarang kalian harus tebus. Saya mau orang itu fight one by one hand by hand dengan saya. Demi harga diri ibu warung dan harga diri saya yang udah kena palak anggota ormas om..." ucap Ivan dingin sambil menunjuk preman yang petantang petenteng.
" Saya mau dia !" ucap Bian datar sambil menunjuk preman yang tadi menanyakan siapa yang memukul
" Hmm... Dia lawan saya..." Angga menunjuk preman lainnya
" Om Doddy punten silahkan tutup jalan supaya bisa dijadikan arena bersenang senang..." ucap Bian santai.
" KUHP ngga berlaku.. Biarpun harus tarung sampai mati sekalipun.." ucap Angga
" Wadduh.. Ya jangan lah bang Ivan." pinta Erwin
" Dan perang kita akan panjang om. Dan kami tidak akan melihat siapa siapa lagi... Kami lihat ormas kalian maka akan kami hantam dan hancurkan !!!" ucap Ivan kejam.
Al menggelengkan kepalanya melihat watak Ivan, tapi ia salut karena yang dibelanya adalah orang kecil.
" Kalian ngga punya pilihan lain.." ucap Doddy
" Dan bila kalian menghindar, maka akan mempersulit tugas kami. Konsekuensinya kalian dianggap organisasi kriminal." ancam Iptu. Rodi
Erwin panik, ia menelepon beberapa orang. Lalu..
" Bang Ivan... Silahkan lanjut..." ucap Erwin lemas
Ivan melangkah menuju preman yang tadi sok jago.
Ditatapnya wajah preman itu yang dibalas dengan tatapan gugup si preman. Tiba tiba sebuah pukulan mendarat di wajah Ivan dan melukai bibirnya. Ivan sedikit terhuyung. Lalu dalam gerakan yang cukup cepat ia merangsek dan melayangkan sebuah pukulan ke uluhati si preman. Disusul sebuah sikutan di iganya dan hantaman keras lutut Ivan kewajahnya menambah derita si preman. Saat si preman berdiri limbung Ivan menangkapnya dan membantingnya hingga menyebabkan kepala si preman membentur aspal. Ivan berdiri membersihkan darah dari bibirnya.
Giliran Bian, ia telah berdiri berhadapan dengan preman lainnya. Perawakan Bian yang cukup kekar membuat peman itu agak jerih. Tiba tiba preman itu menendang paha Bian. Yang disambut dengan tangkisan menggunakan tulang kering. Preman itu Membungkuk sambil mengaduh karena benturan tulang kering. Bian mengambil kesempatan dengan mendorong pantat si preman hingga tersungkur. Perbuatan Bian mengundang tawa orang orang. Si preman mendadak kalap. Ia melepaskan pukulan membabi buta, Bian yang memiliki ketenangan, terus mempermainkan si preman. Hingga suatu ketika Bian menghujani preman itu dengan pukulan pukulan keras dan tendangan terukur, lalu ia melompat menaiki bahu si preman, menjepit dengan jepitan ketat pahanya dan memutar lehernya
" Krekkk..!" suara leher yang dislokasi terdengar. Membuat beberapa orang bergidik ngeri. Bian mengakhiri dengan sebuah tendangan Bachagi ke kepala si preman. Teman teman si preman menatap lemas melihat nasib kawannya. Bian masih menghujani preman itu dengan beberapa pukulan hingga Doddy terpaksa menarik dan memitingnya agar Bian reda.
" Udah...!! Udah..!! Om bilang udah !!" bentak Doddy
Angga menarik kerah baju preman ketiga. Jurus Wushu dan Wingchun dipadukan dengan Tarung Drajat dan Tae Kwon Do oleh Angga menghasilkan gerakan halus mematikan. Beberapa kali preman itu terkena pukulan. Terakhir sebuah hantaman ala Tarung Drajat membereskan kiprah si preman. Angga membungkuk hormat kepada semua yang melihat.
" om... Kami sudah selesai. Dan kami ngga akan memperpanjang masalah ini lagi. Bagaimana apa pihak om mau selesai atau mau panjang ?" tanya Ivan
" om mau selesai aja... Om janji ngga akan ganggu kalian lagi. Dan dari pengurus pusat juga ngasih perintah yang sama." ucap Erwin
" Kalo ucapan itu dilanggar.. Kita perang !!! Setuju ??" ucap Bian dengan wajah marah luarbiasa.
" S... Ss.. Setuju.." jawab Erwin.
" Buktikan niat baik om..." ucap Angga
" Gimana caranya ?" tanya Erwin bingung
" Bubarin ormas om dari daerah sekitar sini. Dan rubuhin gubuk poskonya " ucap Bian
Erwin tertegun. Kali ini ia kena batunya..
" Erwin.. Ose su dengar ucapan beta pung keponakan. Jangan sampai beta turun masuk masalah kalian.. Seng ada baik baik nantinya..." ucap Minggus dengan nada perlahan penuh intimidasi.
" Cepetan om.. Udah mau maghrib... Mau sholat nih..." ucap Ivan mendesak
" Bongkar... Bongkar.." ucap Erwin terpaksa. Perintahnya diikuti para preman bawahan Erwin.
" Sekali ini om Doddy tutup mata sama ulah kalian. Besok besok ta jewer dirumah nanti.." ucap Doddy sambil mengusap kepala Ivan dan Bian lalu menepuk bahu Angga.
Ketiganya nyengir nakal. Setelah gubuk ormas itu dibongkar, massa membubarkan diri sambil bertepuk tangan dan bersorak gembira dan tak sedikit hinaan da cacian terlontar. Ivan, Bian dan Angga diantarkan Al pulang ke rumah.
Sesampai dirumah...
" Ya Allah nak... Apalagi ini..??" tanyaku kesal saat melihat wajah ketiganya babak belur. Jutaan kalimat omelan meluncur dari mulutku hingga ancaman sanksi. Tapi ketiga jagoan mudaku menjawab melas dengan alasan melakukan itu untuk bela diri. Mereka ngga permasalahkan jumlah uangnya. Tapi harga diri mereka merasa dinodai.
" Ya sudah, kalo gitu ayah telepon Abang sama Kaka aja.." ucapku kesal
" Ayah.. Ayah.. Jangan yah.. Bunda mohon jangan ayah. Kasian Ivan, Bian dan Angga. Ayah tau kalo abang udah marah sama mereka. Betul abang dan kaka sayang mereka. Tapi bunda ngga tega kalo liat abang udah marah sama mereka..." istriku memohon mohon. Abang dan Kaka adalah sosok panutan yang mereka segani. Saat ini keduanya sudah jadi Sersan Taruna, Macan Akademi yang darahnya panas. Abang di AAL dan Kaka di AAU.
" Dicky, beta mengerti kemarahan ose. Tapi satu hal ose harus paham. Beta bangga pung keponakan seperti mereka. Mereka anak ose, orang pung harta melimpah. Tapi mereka seng pernah lupakan orang kecil macam mama tukang jual yang mereka perlakukan kasar deng itu mama. Beta Alfred Tapiheru akan dan masih tetap selalu ada pegang sumpah satudarah deng keluarga ose sampai semua keturunan beta musnah. Ivan, Bian, deng Angga. Om Al ada janji akan bela kalian selama kalian seng ada bikin salah..." ucap Al membela.
Aku hanya menepuk jidat mendengar pembelaan Al pada ketiga jagoan mudaku.
Akhirnya aku menyerah. Dan Al pamit pulang kaena sudah makin malam. Sementara ketiga jagoan mudaku diperiksa tante mereka karena luka memar dan luka terbuka yang mereka derita. Selesai diperiksa, Ajeng menemani ketiganya sambil mendengarkan kisah versi mereka. Sebelum mereka terlelap, mereka diberi masukan oleh Ajeng. Kelembutan istriku terpancar kuat dari auranya. Dan kelembutan itulah yang mampu meredam gejolak darah panas ketiga adiknya.
Malam merambat dan membawa kami ke peraduan. Seuntai doa kami panjatkan agar esok asa dan cita cita kami bisa terlaksana.
 
Beberapa tahun kemudian...
Ivander Khalfani Himawan, putraku,
Biantara Danendra Raharja, putra Budi,
Erlangga Wira Kencana, Putra @samcoki.
Saat ini mereka telah duduk dikelas 10 SMA Edukatif. Sekolah dimana Cici belajar dan meraih berbagai prestasi akademis maupun non akademis. Mereka telah tumbuh menjadi pemuda yang memiliki kharisma tersendiri. Pergaulan tak memilih golongan dan kasta ekonomi membuat mereka mudah masuk dikalangan manapun. Dan kebetulan mereka di sekolah mereka memilih jurusan yang sama yaitu Ilmu Pasti.
Seperti halnya Cici, Angga lebih suka berada dirumahku dan bisa berhari hari dirumahku. Manja dan sayangnya pada kami sama seperti halnya Cici. Sama sekali plek.
Siang itu saat istirahat sekolah..
" Setoran cepet !!!" bentak seorang preman anggota sebuah ormas kepada ibu warung.
" Saya ngga pegang. Tadi dibawa bapaknya belanja.." jawa si ibu ketakutan setengah mati.
Ivan merasa jengah dengan kebiasaan ini. Bukan sekali duakali ia menyaksikan kejadian busuk seperti ini...
" Anjing ni orang, udah nyali udunan beraninya sama emak emak.." omelnya dalam hati. Tapi akal sehatnya menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Ia melangkah menuju ibu warung untuk membayar jajanannya. Sejenak ia menunggu...
" Apa lu diem disitu.?? Mau jadi pahlawan ??" bentak si preman
" Maaf... Ngga bang.. Saya hanya mau bayar jajanan saya." jawab Ivan merendah.
" Cepetan !!" ucap si preman sambil mengeplak kepala Ivan. Ivan merasa tersinggung. Tapi ia sadar kalo dirinya kalah jumlah dibanding preman itu yang memiliki komplotan di pos mereka dekat sini.
" Ibu... Ini saya makan kue ini.. Ini sama ini.." ucap Ivan.
" oh iya nak..." jawab si ibu sambil menyebut sebuah jumlah nominal. Ivan membayarkan lebih dari seharusnya sambil memberi isyarat. Si ibu mengangguk.
" Makasih bu..." ucap Ivan. Ia hendak memasukkan uangnya kesaku celananya. Tiba tiba si preman merampas uang Ivan.
" Lu pikir gua ngga butuh duit... Jangan mentang mentang anak orkay ya.." ancam si preman sambil menampar Ivan.
Ivan tetap menahan diri. Tapi matanya merekam kuat wajah orang yang memalaknya dan ia akan membalas sepulang sekolah.
Ivan kembali masuk ke kelasnya.
" Kenapa bang ?" tanya Angga kepada kakak sepupunya sambil tersenyum. Ivan menceritakan kejadian tadi sambil menghela nafas karena marah.
" Terus lu mau gimana bang ?" tanya Bian si emosional.
" Balik sekolah kita " Beli ". Sama pabriknya kalo perlu." ucap Ivan
Beberapa teman sekelasnya yang mendengarkan setuju dengan ucapan Ivan. Mereka siap memberi dukungan yang dibutuhkan. Bila perlu seluruh sekolah akan ikut menghantam ormas tersebut. Ivan, Bian dan Angga memang dianggap tokoh dikelasnya. Selain sering membuat guru guru murka, mereka juga sering membuat guru mereka tersenyum bangga saat mereka berkarya. Apalagi siswa siswi disekolah itu dan warga, khususnya yang berdagang sudah merasa muak dengan perilaku preman anggota ormas tersebut.
Wendra, teman sekelas Ivan, membisikkan sesuatu kepada Bian yang disambut anggukan Bian. Lalu Angga seperti meyusun sesuatu bersama mereka.
Jam 15:00 tiba. Siswa siswi seharusnya pulang. Tapi saat itu mereka malah berkumpul didepan sekolah. Hampir seluruh siswa bertahan.
Tiga bersaudara terlihat melangkah santai menuju posko ormas. Sesampainya mereka disana...
" maaf bang yang tadi malak saya mana ya ?" tanya Ivan berusaha sopan.
" Ada apa ?" tanya temannya
" Eh lu mau apa ?" tanya si preman yang memalak Ivan
" Mau ngajak lu gelut...." ucap Ivan dingin.
" Anak kemaren sore banyak tingkah ! Gua remes lu !!" ucap si preman
" Coba aja kalo bisa.." jawab Ivan masih dingin. Lalu ia melangkah kedepan posko.
Tiba tiba si preman memukul Ivan dari belakang. Ivan sudah menduga gaya ini. Ia merunduk dan memasukkan sikutnya ke ulu hati preman tersebut. Seorang preman lainnya mencoba membantu. Tapi Bian dan Angga membabatnya tanpa ampun.
Beladiri Tarung Drajat, Tea Kwon Do, Muay thai dan silat yang dikuasai ketiga bersaudara itu membuat para preman dengan mudah dipermainkan. Melihat ketiga anak itu menyiksa anggota mereka, ketua pos tersebut memanggil anak buahnya untuk membantu. Mereka berlari menyerbu Ivan dan adik adiknya.
" Woy anjing !!! Lu apain temen gua !?!?!?" teriaknya.
" Serbuuuu...!!" teriak Wendra. Tak pelak seluruh siswa berlari sambil berteriak penuh ancaman menyerbu anggota ormas tersebut. Bahkan banyak warga masyarakat ikut memukuli mereka, terutama para pedagang. Karena mereka kesal dengan perilaku ormas tersebut.
Ngga butuh waktu lama, anggota ormas habis dipermak massa. Wajah mereka babak belur berlumur darah.
Ada anggota ormas yang lolos dan melaporkan kepada kawanannya. Hingga mereka bergerak dalam jumlah besar. Hingga terjadi tawuran besar..
Beberapa km dari sana...
Hpku menjerit menandakan ada telepon masuk..
" Assalaamualaikum. Ayah... Ini Nita... Ayah bang Ivan tawuran yah !!" seru Mita adik kelas Ivan anak dari Johan.
' Astaghfirullah.. Sama sekolah mana ???" tanyaku
" Sama ormas yah... Ormas preman..." jawab Mita. Aku tercekat dan bingung. Tiba tiba Dennis masuk. Kuceritakan tentang Ivan keponakannya
" Abang tunggu disini. Biar Dennis ambil alih..." ucapnya. Lalu ia menghubungi Alfred dan Minggus kakaknya. Diceritakannya masalah Ivan.
" Kaka Al dan kaka Minggus OTW bang." ucap Dennis
Aku sedikit lega sekaligus heran. Kasus apalagi kali ini.. Ucapku dalam hati.
Di lokasi kericuhan...
Massa seperti sengaja menghadang ormas tersebut. Beberapa anggotanya seperti tak terima. Bahkan menantang massa. Hingga ketua cabang mereka menghampiri dan berunding hingga mereka bisa masuk ke lokasi.
Dari arah lain Al dan minggus beserta klan Tapiheru masuk ke lokasi. Dan mencari Ivan. Ia bertanya kepada sekelompok siswa dan Al dibawa ke tempat preman itu diikat.
" Ivan, Bian, Angga...!" panggil Minggus
Ketiga lelaki muda ini tercekat mengenali siapa yang memanggil
" Om Minggus..." sapa Ivan agak takut.
" Ada masalah apa anakku, kenapa ose buat rusuh ada besar sekali.." tanya Al bijak
Ivan menceritakan kejadian awalnya hingga ia terlibat bentrok dengan preman preman itu.
" Tuangalah.. Kamu ada benar pung sikap. Beta setuju dan bangga deng kamu ada keputusan. Mari torang temui itu ormas kampungan.." ucap Al
Sambil membawa preman preman yang babak belur, mereka melangkah menuju kelompok ormas pemuda tersebut sambil sesekali menghantam preman preman tersebut, bahkan nggansedikit warga ikut udunan " membelai dengan kepalan tangan" mereka. Siswa dan warga serentak bersiaga.
" Anjing... Temen gua siapa yang gebukin ?? Kalo berani sini sama gua... Ngga tau kalo temen gua banyak !!" ucap seorang pemuda.
" Siapa yang gebukin elu ??" tanya kawannya yang lain.
Temannya menunjuk ke arah Ivan.
" Oo... Elu ? Anak kecil sok jago... Gua bawa anak anak gua ntar..." teriaknya petantang petenteng. Ivan menatap dingin sambil melangkah mendekati. Tapi Al menahannya. Si ketua cabang menghampiri.
" Gua babat lu entaran..." teriak temannya memprovokasi.
Tak lama berselang sepasukan Polisi datang untuk membubarkan. Tapi.,
" Bang Ivan.. Bang Al... Ada apa ini ?" tanya AKP. Doddy, anggota Polres dimana Arhan menjadi Kapolres.
" Kita dengar keponakan kita kasi keterangan.." bisik Minggus
" Oh.. Bang.. Wadduuh..." sapa si ketua cabang ramah sambil menjabat tangan Al dan Minggus saat ia melihat mereka berdua mengapit ketiga jagoan mudaku.
" Erwin... Anak buah ose ada buat masalah deng keponakan beta." ucap Al datar.
" Euh.. Maaf bang.. Kami ngga tau itu keponakan abang. Gimana ya.." ucap Erwin gugup.
" Masalahnya apa sih de..? Coba ceritain ke om..." tanya seorang petugas. Ivan menceritakan kronologis kejadian yang disimak semua pihak. Erwin menjadi malu dengan kejadian itu.
" Ya gini ya bang Ivan. Om minta maaf sama kejadian ini. Yaa namanya juga anak muda... om janji ngga akan terulang lagi... " ucapnya gugup.
" Jangan karena maaf gampang diminta kesalahan dibuat buat. Sekarang kalian harus tebus. Saya mau orang itu fight one by one hand by hand dengan saya. Demi harga diri ibu warung dan harga diri saya yang udah kena palak anggota ormas om..." ucap Ivan dingin sambil menunjuk preman yang petantang petenteng.
" Saya mau dia !" ucap Bian datar sambil menunjuk preman yang tadi menanyakan siapa yang memukul
" Hmm... Dia lawan saya..." Angga menunjuk preman lainnya
" Om Doddy punten silahkan tutup jalan supaya bisa dijadikan arena bersenang senang..." ucap Bian santai.
" KUHP ngga berlaku.. Biarpun harus tarung sampai mati sekalipun.." ucap Angga
" Wadduh.. Ya jangan lah bang Ivan." pinta Erwin
" Dan perang kita akan panjang om. Dan kami tidak akan melihat siapa siapa lagi... Kami lihat ormas kalian maka akan kami hantam dan hancurkan !!!" ucap Ivan kejam.
Al menggelengkan kepalanya melihat watak Ivan, tapi ia salut karena yang dibelanya adalah orang kecil.
" Kalian ngga punya pilihan lain.." ucap Doddy
" Dan bila kalian menghindar, maka akan mempersulit tugas kami. Konsekuensinya kalian dianggap organisasi kriminal." ancam Iptu. Rodi
Erwin panik, ia menelepon beberapa orang. Lalu..
" Bang Ivan... Silahkan lanjut..." ucap Erwin lemas
Ivan melangkah menuju preman yang tadi sok jago.
Ditatapnya wajah preman itu yang dibalas dengan tatapan gugup si preman. Tiba tiba sebuah pukulan mendarat di wajah Ivan dan melukai bibirnya. Ivan sedikit terhuyung. Lalu dalam gerakan yang cukup cepat ia merangsek dan melayangkan sebuah pukulan ke uluhati si preman. Disusul sebuah sikutan di iganya dan hantaman keras lutut Ivan kewajahnya menambah derita si preman. Saat si preman berdiri limbung Ivan menangkapnya dan membantingnya hingga menyebabkan kepala si preman membentur aspal. Ivan berdiri membersihkan darah dari bibirnya.
Giliran Bian, ia telah berdiri berhadapan dengan preman lainnya. Perawakan Bian yang cukup kekar membuat peman itu agak jerih. Tiba tiba preman itu menendang paha Bian. Yang disambut dengan tangkisan menggunakan tulang kering. Preman itu Membungkuk sambil mengaduh karena benturan tulang kering. Bian mengambil kesempatan dengan mendorong pantat si preman hingga tersungkur. Perbuatan Bian mengundang tawa orang orang. Si preman mendadak kalap. Ia melepaskan pukulan membabi buta, Bian yang memiliki ketenangan, terus mempermainkan si preman. Hingga suatu ketika Bian menghujani preman itu dengan pukulan pukulan keras dan tendangan terukur, lalu ia melompat menaiki bahu si preman, menjepit dengan jepitan ketat pahanya dan memutar lehernya
" Krekkk..!" suara leher yang dislokasi terdengar. Membuat beberapa orang bergidik ngeri. Bian mengakhiri dengan sebuah tendangan Bachagi ke kepala si preman. Teman teman si preman menatap lemas melihat nasib kawannya. Bian masih menghujani preman itu dengan beberapa pukulan hingga Doddy terpaksa menarik dan memitingnya agar Bian reda.
" Udah...!! Udah..!! Om bilang udah !!" bentak Doddy
Angga menarik kerah baju preman ketiga. Jurus Wushu dan Wingchun dipadukan dengan Tarung Drajat dan Tae Kwon Do oleh Angga menghasilkan gerakan halus mematikan. Beberapa kali preman itu terkena pukulan. Terakhir sebuah hantaman ala Tarung Drajat membereskan kiprah si preman. Angga membungkuk hormat kepada semua yang melihat.
" om... Kami sudah selesai. Dan kami ngga akan memperpanjang masalah ini lagi. Bagaimana apa pihak om mau selesai atau mau panjang ?" tanya Ivan
" om mau selesai aja... Om janji ngga akan ganggu kalian lagi. Dan dari pengurus pusat juga ngasih perintah yang sama." ucap Erwin
" Kalo ucapan itu dilanggar.. Kita perang !!! Setuju ??" ucap Bian dengan wajah marah luarbiasa.
" S... Ss.. Setuju.." jawab Erwin.
" Buktikan niat baik om..." ucap Angga
" Gimana caranya ?" tanya Erwin bingung
" Bubarin ormas om dari daerah sekitar sini. Dan rubuhin gubuk poskonya " ucap Bian
Erwin tertegun. Kali ini ia kena batunya..
" Erwin.. Ose su dengar ucapan beta pung keponakan. Jangan sampai beta turun masuk masalah kalian.. Seng ada baik baik nantinya..." ucap Minggus dengan nada perlahan penuh intimidasi.
" Cepetan om.. Udah mau maghrib... Mau sholat nih..." ucap Ivan mendesak
" Bongkar... Bongkar.." ucap Erwin terpaksa. Perintahnya diikuti para preman bawahan Erwin.
" Sekali ini om Doddy tutup mata sama ulah kalian. Besok besok ta jewer dirumah nanti.." ucap Doddy sambil mengusap kepala Ivan dan Bian lalu menepuk bahu Angga.
Ketiganya nyengir nakal. Setelah gubuk ormas itu dibongkar, massa membubarkan diri sambil bertepuk tangan dan bersorak gembira dan tak sedikit hinaan da cacian terlontar. Ivan, Bian dan Angga diantarkan Al pulang ke rumah.
Sesampai dirumah...
" Ya Allah nak... Apalagi ini..??" tanyaku kesal saat melihat wajah ketiganya babak belur. Jutaan kalimat omelan meluncur dari mulutku hingga ancaman sanksi. Tapi ketiga jagoan mudaku menjawab melas dengan alasan melakukan itu untuk bela diri. Mereka ngga permasalahkan jumlah uangnya. Tapi harga diri mereka merasa dinodai.
" Ya sudah, kalo gitu ayah telepon Abang sama Kaka aja.." ucapku kesal
" Ayah.. Ayah.. Jangan yah.. Bunda mohon jangan ayah. Kasian Ivan, Bian dan Angga. Ayah tau kalo abang udah marah sama mereka. Betul abang dan kaka sayang mereka. Tapi bunda ngga tega kalo liat abang udah marah sama mereka..." istriku memohon mohon. Abang dan Kaka adalah sosok panutan yang mereka segani. Saat ini keduanya sudah jadi Sersan Taruna, Macan Akademi yang darahnya panas. Abang di AAL dan Kaka di AAU.
" Dicky, beta mengerti kemarahan ose. Tapi satu hal ose harus paham. Beta bangga pung keponakan seperti mereka. Mereka anak ose, orang pung harta melimpah. Tapi mereka seng pernah lupakan orang kecil macam mama tukang jual yang mereka perlakukan kasar deng itu mama. Beta Alfred Tapiheru akan dan masih tetap selalu ada pegang sumpah satudarah deng keluarga ose sampai semua keturunan beta musnah. Ivan, Bian, deng Angga. Om Al ada janji akan bela kalian selama kalian seng ada bikin salah..." ucap Al membela.
Aku hanya menepuk jidat mendengar pembelaan Al pada ketiga jagoan mudaku.
Akhirnya aku menyerah. Dan Al pamit pulang kaena sudah makin malam. Sementara ketiga jagoan mudaku diperiksa tante mereka karena luka memar dan luka terbuka yang mereka derita. Selesai diperiksa, Ajeng menemani ketiganya sambil mendengarkan kisah versi mereka. Sebelum mereka terlelap, mereka diberi masukan oleh Ajeng. Kelembutan istriku terpancar kuat dari auranya. Dan kelembutan itulah yang mampu meredam gejolak darah panas ketiga adiknya.
Malam merambat dan membawa kami ke peraduan. Seuntai doa kami panjatkan agar esok asa an cita cita kami bisa terlaksana.
Akhirnya keluar juga episode geluud..... hatur nuhun update na kang uhus @The Iceman
 
Beberapa tahun kemudian...
Ivander Khalfani Himawan, putraku,
Biantara Danendra Raharja, putra Budi,
Erlangga Wira Kencana, Putra @samcoki.
Saat ini mereka telah duduk dikelas 10 SMA Edukatif. Sekolah dimana Cici belajar dan meraih berbagai prestasi akademis maupun non akademis. Mereka telah tumbuh menjadi pemuda yang memiliki kharisma tersendiri. Pergaulan tak memilih golongan dan kasta ekonomi membuat mereka mudah masuk dikalangan manapun. Dan kebetulan mereka di sekolah mereka memilih jurusan yang sama yaitu Ilmu Pasti.
Seperti halnya Cici, Angga lebih suka berada dirumahku dan bisa berhari hari dirumahku. Manja dan sayangnya pada kami sama seperti halnya Cici. Sama sekali plek.
Siang itu saat istirahat sekolah..
" Setoran cepet !!!" bentak seorang preman anggota sebuah ormas kepada ibu warung.
" Saya ngga pegang. Tadi dibawa bapaknya belanja.." jawa si ibu ketakutan setengah mati.
Ivan merasa jengah dengan kebiasaan ini. Bukan sekali duakali ia menyaksikan kejadian busuk seperti ini...
" Anjing ni orang, udah nyali udunan beraninya sama emak emak.." omelnya dalam hati. Tapi akal sehatnya menahan dirinya untuk tidak ikut campur. Ia melangkah menuju ibu warung untuk membayar jajanannya. Sejenak ia menunggu...
" Apa lu diem disitu.?? Mau jadi pahlawan ??" bentak si preman
" Maaf... Ngga bang.. Saya hanya mau bayar jajanan saya." jawab Ivan merendah.
" Cepetan !!" ucap si preman sambil mengeplak kepala Ivan. Ivan merasa tersinggung. Tapi ia sadar kalo dirinya kalah jumlah dibanding preman itu yang memiliki komplotan di pos mereka dekat sini.
" Ibu... Ini saya makan kue ini.. Ini sama ini.." ucap Ivan.
" oh iya nak..." jawab si ibu sambil menyebut sebuah jumlah nominal. Ivan membayarkan lebih dari seharusnya sambil memberi isyarat. Si ibu mengangguk.
" Makasih bu..." ucap Ivan. Ia hendak memasukkan uangnya kesaku celananya. Tiba tiba si preman merampas uang Ivan.
" Lu pikir gua ngga butuh duit... Jangan mentang mentang anak orkay ya.." ancam si preman sambil menampar Ivan.
Ivan tetap menahan diri. Tapi matanya merekam kuat wajah orang yang memalaknya dan ia akan membalas sepulang sekolah.
Ivan kembali masuk ke kelasnya.
" Kenapa bang ?" tanya Angga kepada kakak sepupunya sambil tersenyum. Ivan menceritakan kejadian tadi sambil menghela nafas karena marah.
" Terus lu mau gimana bang ?" tanya Bian si emosional.
" Balik sekolah kita " Beli ". Sama pabriknya kalo perlu." ucap Ivan
Beberapa teman sekelasnya yang mendengarkan setuju dengan ucapan Ivan. Mereka siap memberi dukungan yang dibutuhkan. Bila perlu seluruh sekolah akan ikut menghantam ormas tersebut. Ivan, Bian dan Angga memang dianggap tokoh dikelasnya. Selain sering membuat guru guru murka, mereka juga sering membuat guru mereka tersenyum bangga saat mereka berkarya. Apalagi siswa siswi disekolah itu dan warga, khususnya yang berdagang sudah merasa muak dengan perilaku preman anggota ormas tersebut.
Wendra, teman sekelas Ivan, membisikkan sesuatu kepada Bian yang disambut anggukan Bian. Lalu Angga seperti meyusun sesuatu bersama mereka.
Jam 15:00 tiba. Siswa siswi seharusnya pulang. Tapi saat itu mereka malah berkumpul didepan sekolah. Hampir seluruh siswa bertahan.
Tiga bersaudara terlihat melangkah santai menuju posko ormas. Sesampainya mereka disana...
" maaf bang yang tadi malak saya mana ya ?" tanya Ivan berusaha sopan.
" Ada apa ?" tanya temannya
" Eh lu mau apa ?" tanya si preman yang memalak Ivan
" Mau ngajak lu gelut...." ucap Ivan dingin.
" Anak kemaren sore banyak tingkah ! Gua remes lu !!" ucap si preman
" Coba aja kalo bisa.." jawab Ivan masih dingin. Lalu ia melangkah kedepan posko.
Tiba tiba si preman memukul Ivan dari belakang. Ivan sudah menduga gaya ini. Ia merunduk dan memasukkan sikutnya ke ulu hati preman tersebut. Seorang preman lainnya mencoba membantu. Tapi Bian dan Angga membabatnya tanpa ampun.
Beladiri Tarung Drajat, Tea Kwon Do, Muay thai dan silat yang dikuasai ketiga bersaudara itu membuat para preman dengan mudah dipermainkan. Melihat ketiga anak itu menyiksa anggota mereka, ketua pos tersebut memanggil anak buahnya untuk membantu. Mereka berlari menyerbu Ivan dan adik adiknya.
" Woy anjing !!! Lu apain temen gua !?!?!?" teriaknya.
" Serbuuuu...!!" teriak Wendra. Tak pelak seluruh siswa berlari sambil berteriak penuh ancaman menyerbu anggota ormas tersebut. Bahkan banyak warga masyarakat ikut memukuli mereka, terutama para pedagang. Karena mereka kesal dengan perilaku ormas tersebut.
Ngga butuh waktu lama, anggota ormas habis dipermak massa. Wajah mereka babak belur berlumur darah.
Ada anggota ormas yang lolos dan melaporkan kepada kawanannya. Hingga mereka bergerak dalam jumlah besar. Hingga terjadi tawuran besar..
Beberapa km dari sana...
Hpku menjerit menandakan ada telepon masuk..
" Assalaamualaikum. Ayah... Ini Nita... Ayah bang Ivan tawuran yah !!" seru Mita adik kelas Ivan anak dari Johan.
' Astaghfirullah.. Sama sekolah mana ???" tanyaku
" Sama ormas yah... Ormas preman..." jawab Mita. Aku tercekat dan bingung. Tiba tiba Dennis masuk. Kuceritakan tentang Ivan keponakannya
" Abang tunggu disini. Biar Dennis ambil alih..." ucapnya. Lalu ia menghubungi Alfred dan Minggus kakaknya. Diceritakannya masalah Ivan.
" Kaka Al dan kaka Minggus OTW bang." ucap Dennis
Aku sedikit lega sekaligus heran. Kasus apalagi kali ini.. Ucapku dalam hati.
Di lokasi kericuhan...
Massa seperti sengaja menghadang ormas tersebut. Beberapa anggotanya seperti tak terima. Bahkan menantang massa. Hingga ketua cabang mereka menghampiri dan berunding hingga mereka bisa masuk ke lokasi.
Dari arah lain Al dan minggus beserta klan Tapiheru masuk ke lokasi. Dan mencari Ivan. Ia bertanya kepada sekelompok siswa dan Al dibawa ke tempat preman itu diikat.
" Ivan, Bian, Angga...!" panggil Minggus
Ketiga lelaki muda ini tercekat mengenali siapa yang memanggil
" Om Minggus..." sapa Ivan agak takut.
" Ada masalah apa anakku, kenapa ose buat rusuh ada besar sekali.." tanya Al bijak
Ivan menceritakan kejadian awalnya hingga ia terlibat bentrok dengan preman preman itu.
" Tuangalah.. Kamu ada benar pung sikap. Beta setuju dan bangga deng kamu ada keputusan. Mari torang temui itu ormas kampungan.." ucap Al
Sambil membawa preman preman yang babak belur, mereka melangkah menuju kelompok ormas pemuda tersebut sambil sesekali menghantam preman preman tersebut, bahkan nggansedikit warga ikut udunan " membelai dengan kepalan tangan" mereka. Siswa dan warga serentak bersiaga.
" Anjing... Temen gua siapa yang gebukin ?? Kalo berani sini sama gua... Ngga tau kalo temen gua banyak !!" ucap seorang pemuda.
" Siapa yang gebukin elu ??" tanya kawannya yang lain.
Temannya menunjuk ke arah Ivan.
" Oo... Elu ? Anak kecil sok jago... Gua bawa anak anak gua ntar..." teriaknya petantang petenteng. Ivan menatap dingin sambil melangkah mendekati. Tapi Al menahannya. Si ketua cabang menghampiri.
" Gua babat lu entaran..." teriak temannya memprovokasi.
Tak lama berselang sepasukan Polisi datang untuk membubarkan. Tapi.,
" Bang Ivan.. Bang Al... Ada apa ini ?" tanya AKP. Doddy, anggota Polres dimana Arhan menjadi Kapolres.
" Kita dengar keponakan kita kasi keterangan.." bisik Minggus
" Oh.. Bang.. Wadduuh..." sapa si ketua cabang ramah sambil menjabat tangan Al dan Minggus saat ia melihat mereka berdua mengapit ketiga jagoan mudaku.
" Erwin... Anak buah ose ada buat masalah deng keponakan beta." ucap Al datar.
" Euh.. Maaf bang.. Kami ngga tau itu keponakan abang. Gimana ya.." ucap Erwin gugup.
" Masalahnya apa sih de..? Coba ceritain ke om..." tanya seorang petugas. Ivan menceritakan kronologis kejadian yang disimak semua pihak. Erwin menjadi malu dengan kejadian itu.
" Ya gini ya bang Ivan. Om minta maaf sama kejadian ini. Yaa namanya juga anak muda... om janji ngga akan terulang lagi... " ucapnya gugup.
" Jangan karena maaf gampang diminta kesalahan dibuat buat. Sekarang kalian harus tebus. Saya mau orang itu fight one by one hand by hand dengan saya. Demi harga diri ibu warung dan harga diri saya yang udah kena palak anggota ormas om..." ucap Ivan dingin sambil menunjuk preman yang petantang petenteng.
" Saya mau dia !" ucap Bian datar sambil menunjuk preman yang tadi menanyakan siapa yang memukul
" Hmm... Dia lawan saya..." Angga menunjuk preman lainnya
" Om Doddy punten silahkan tutup jalan supaya bisa dijadikan arena bersenang senang..." ucap Bian santai.
" KUHP ngga berlaku.. Biarpun harus tarung sampai mati sekalipun.." ucap Angga
" Wadduh.. Ya jangan lah bang Ivan." pinta Erwin
" Dan perang kita akan panjang om. Dan kami tidak akan melihat siapa siapa lagi... Kami lihat ormas kalian maka akan kami hantam dan hancurkan !!!" ucap Ivan kejam.
Al menggelengkan kepalanya melihat watak Ivan, tapi ia salut karena yang dibelanya adalah orang kecil.
" Kalian ngga punya pilihan lain.." ucap Doddy
" Dan bila kalian menghindar, maka akan mempersulit tugas kami. Konsekuensinya kalian dianggap organisasi kriminal." ancam Iptu. Rodi
Erwin panik, ia menelepon beberapa orang. Lalu..
" Bang Ivan... Silahkan lanjut..." ucap Erwin lemas
Ivan melangkah menuju preman yang tadi sok jago.
Ditatapnya wajah preman itu yang dibalas dengan tatapan gugup si preman. Tiba tiba sebuah pukulan mendarat di wajah Ivan dan melukai bibirnya. Ivan sedikit terhuyung. Lalu dalam gerakan yang cukup cepat ia merangsek dan melayangkan sebuah pukulan ke uluhati si preman. Disusul sebuah sikutan di iganya dan hantaman keras lutut Ivan kewajahnya menambah derita si preman. Saat si preman berdiri limbung Ivan menangkapnya dan membantingnya hingga menyebabkan kepala si preman membentur aspal. Ivan berdiri membersihkan darah dari bibirnya.
Giliran Bian, ia telah berdiri berhadapan dengan preman lainnya. Perawakan Bian yang cukup kekar membuat peman itu agak jerih. Tiba tiba preman itu menendang paha Bian. Yang disambut dengan tangkisan menggunakan tulang kering. Preman itu Membungkuk sambil mengaduh karena benturan tulang kering. Bian mengambil kesempatan dengan mendorong pantat si preman hingga tersungkur. Perbuatan Bian mengundang tawa orang orang. Si preman mendadak kalap. Ia melepaskan pukulan membabi buta, Bian yang memiliki ketenangan, terus mempermainkan si preman. Hingga suatu ketika Bian menghujani preman itu dengan pukulan pukulan keras dan tendangan terukur, lalu ia melompat menaiki bahu si preman, menjepit dengan jepitan ketat pahanya dan memutar lehernya
" Krekkk..!" suara leher yang dislokasi terdengar. Membuat beberapa orang bergidik ngeri. Bian mengakhiri dengan sebuah tendangan Bachagi ke kepala si preman. Teman teman si preman menatap lemas melihat nasib kawannya. Bian masih menghujani preman itu dengan beberapa pukulan hingga Doddy terpaksa menarik dan memitingnya agar Bian reda.
" Udah...!! Udah..!! Om bilang udah !!" bentak Doddy
Angga menarik kerah baju preman ketiga. Jurus Wushu dan Wingchun dipadukan dengan Tarung Drajat dan Tae Kwon Do oleh Angga menghasilkan gerakan halus mematikan. Beberapa kali preman itu terkena pukulan. Terakhir sebuah hantaman ala Tarung Drajat membereskan kiprah si preman. Angga membungkuk hormat kepada semua yang melihat.
" om... Kami sudah selesai. Dan kami ngga akan memperpanjang masalah ini lagi. Bagaimana apa pihak om mau selesai atau mau panjang ?" tanya Ivan
" om mau selesai aja... Om janji ngga akan ganggu kalian lagi. Dan dari pengurus pusat juga ngasih perintah yang sama." ucap Erwin
" Kalo ucapan itu dilanggar.. Kita perang !!! Setuju ??" ucap Bian dengan wajah marah luarbiasa.
" S... Ss.. Setuju.." jawab Erwin.
" Buktikan niat baik om..." ucap Angga
" Gimana caranya ?" tanya Erwin bingung
" Bubarin ormas om dari daerah sekitar sini. Dan rubuhin gubuk poskonya " ucap Bian
Erwin tertegun. Kali ini ia kena batunya..
" Erwin.. Ose su dengar ucapan beta pung keponakan. Jangan sampai beta turun masuk masalah kalian.. Seng ada baik baik nantinya..." ucap Minggus dengan nada perlahan penuh intimidasi.
" Cepetan om.. Udah mau maghrib... Mau sholat nih..." ucap Ivan mendesak
" Bongkar... Bongkar.." ucap Erwin terpaksa. Perintahnya diikuti para preman bawahan Erwin.
" Sekali ini om Doddy tutup mata sama ulah kalian. Besok besok ta jewer dirumah nanti.." ucap Doddy sambil mengusap kepala Ivan dan Bian lalu menepuk bahu Angga.
Ketiganya nyengir nakal. Setelah gubuk ormas itu dibongkar, massa membubarkan diri sambil bertepuk tangan dan bersorak gembira dan tak sedikit hinaan da cacian terlontar. Ivan, Bian dan Angga diantarkan Al pulang ke rumah.
Sesampai dirumah...
" Ya Allah nak... Apalagi ini..??" tanyaku kesal saat melihat wajah ketiganya babak belur. Jutaan kalimat omelan meluncur dari mulutku hingga ancaman sanksi. Tapi ketiga jagoan mudaku menjawab melas dengan alasan melakukan itu untuk bela diri. Mereka ngga permasalahkan jumlah uangnya. Tapi harga diri mereka merasa dinodai.
" Ya sudah, kalo gitu ayah telepon Abang sama Kaka aja.." ucapku kesal
" Ayah.. Ayah.. Jangan yah.. Bunda mohon jangan ayah. Kasian Ivan, Bian dan Angga. Ayah tau kalo abang udah marah sama mereka. Betul abang dan kaka sayang mereka. Tapi bunda ngga tega kalo liat abang udah marah sama mereka..." istriku memohon mohon. Abang dan Kaka adalah sosok panutan yang mereka segani. Saat ini keduanya sudah jadi Sersan Taruna, Macan Akademi yang darahnya panas. Abang di AAL dan Kaka di AAU.
" Dicky, beta mengerti kemarahan ose. Tapi satu hal ose harus paham. Beta bangga pung keponakan seperti mereka. Mereka anak ose, orang pung harta melimpah. Tapi mereka seng pernah lupakan orang kecil macam mama tukang jual yang mereka perlakukan kasar deng itu mama. Beta Alfred Tapiheru akan dan masih tetap selalu ada pegang sumpah satudarah deng keluarga ose sampai semua keturunan beta musnah. Ivan, Bian, deng Angga. Om Al ada janji akan bela kalian selama kalian seng ada bikin salah..." ucap Al membela.
Aku hanya menepuk jidat mendengar pembelaan Al pada ketiga jagoan mudaku.
Akhirnya aku menyerah. Dan Al pamit pulang kaena sudah makin malam. Sementara ketiga jagoan mudaku diperiksa tante mereka karena luka memar dan luka terbuka yang mereka derita. Selesai diperiksa, Ajeng menemani ketiganya sambil mendengarkan kisah versi mereka. Sebelum mereka terlelap, mereka diberi masukan oleh Ajeng. Kelembutan istriku terpancar kuat dari auranya. Dan kelembutan itulah yang mampu meredam gejolak darah panas ketiga adiknya.
Malam merambat dan membawa kami ke peraduan. Seuntai doa kami panjatkan agar esok asa dan cita cita kami bisa terlaksana.
Mantap suhu @The Iceman hatur nuhun pisan updatena...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd