The Iceman
Tukang Semprot
- Daftar
- 1 Apr 2012
- Post
- 1.063
- Like diterima
- 13.955
Senin, 5 Oktober 2026, 05:13
Istriku bolak balik ke kamar mandi. Alasannya sama, pengen pipis. Hingga tiba tiba...
" Ayaah..." panggilnya dari kamar mandi.
Aku melompat bangkit bermaksud menolong istriku. Saat kulihat ia membungkuk bertelekan lututnya.
" Bunda... Bunda... Kek.. Wadduh... Bunda kenapa ??" tanyaku panik.
" Bunda ngga apa apa. Cuman dede nya babab ayah.. Bunda mules jadinya..." rintih istriku saat ia sudah berada dipelukanku. Kubawa ia ke lantai bawah ke ruang keluarga.
" Mules ??? Wadduh... Beb.. Bentar... Bentar yaaa.. Bunda duduk dulu... Nanti ayah jemput lagi..." ucapku sambil menyambar konci motor..
" Lu mau kemana cuy ?" tanya Budi santai.
" Itu Fitri mules..." jawabku panik
" Ooo..." jawab Herlambang selow. Tiba tiba...
" Hah...?? Mules..??? Haduh biyung...!" jawabnya
Budi ikut panik.
" Lu ngapain make motor ? Mau kemana ?" tanya Budi
" Oh.... Eh... Gua ngga tau..." jawabku dengan wajah bingung.
" Ahahahahaha... Ai ayaah.." komen istriku sambil tertawa
" Mas Adit. Punten siapin mobil. " ucap Dida yang saat itu menginap dirumah kami. Ia sedang break pasca resign dari kantor lamanya dan menunggu penempatannya sebagai senior manager material warehouse di perusahaan kami.
" Ummi... Mi... " panggil Dida kepada Vilda
" Iya Bi..." jawab Vilda
" Paket pakaian bunda yang kemarin kita packing siapin di sini sama kain. Ummi ngga usah mandi. Cuci muka aja. Mas Bas punten kontak teh Nong sama Cipot dan Rahma. Ditunggu disini sekarang juga. Om Yahman. Punten siapin securiry tambahan buat anter abang sama kaka..." ucap Dida melakukan personnell setting.
Aku bersyukur saat aku dan Budi panik Dida membuktikan bahwa dirinya layak diandalkan dan keberadaannya diantara kami wajib dihargai, bukan hanya sekedar dibutuhkan.
Vilda mengeluarkan tas yang berisi pakaian salin yang memang telah dipersiapkan beberapa hari yang lalu. Lalu ia menyimpannya di mobil.
Johan dan Dhilla tiba. Dhilla memeriksa tensi darah istriku dan juga kondisi fisik sekilas.
" Jo... Pegang kantor. Gua sama Dicky kerumah sakit." ucap Budi
" Siap bang." jawab Johan
Rani dan Fikri tiba disusul Cipot, Stella dan Ratri juga Revka. Kemudian Alline.
" Hmm.. Masih mules ?" tanya Terry
" Masih.. Tapi angot angotan.." jawab istriku.
" Okay.. Teteh nanti baring aja dimobil. Ka Tey jangan ikut dulu. Kasian dede utun." ucap Rahma
" Tapi lu ikut kan ma ?" tanya Budi. Rahma mengangguk.
Tak lama kemudian istriku tampak meringis menahan sakitnya. Kupeluk dan kucoba menghiburnya. Tapi ngga mempan. Malah lenganku habis diremasnya untuk melepaskan sedikit rasa sakitnya.
" Mas Dida, mobil siap. Saya dan Ardi yang akan mengantar " ucap Adit.
" Okay. Bunda.. Ayah.. Yo kita berangkat " ucap Dida
Aku membantu istriku bangkit dari duduknya. Aku dan Budi memapahnya ke mobil. Dida sudah mempersiapkan posisi untuk istriku. Setelah istriku naik ke mobil..
" Ka Rahma dikepala teteh ya.. Bang Budi naik kebelakang sama saya. Ayah di sebelah kiri..." ucap Dida
Kami menuruti arahan Dida. Dan memang efisien. Tak butuh waktu lama kami bisa berangkat menuju rumahsakit. Dijalan Vilda menghubungi dr. Iriana yang langsung bersambut positif. Ia menyusul kerumahsakit tempatnya praktek.
Sesampai di rumahsakit kami menuju IGD PONEK dan istriku segera mendapatkan bantuan.
" Ayah jangan pergi ya.." pinta istriku
Aku mengangguk. Dan mencium keningnya.
10 menit kemudian dr. Iriana tiba.
" BP 100/80, Pulse 120, Diabethic negatif, complete lab test on progress.." ucap seorang koas
" Good. Cek pembukaan dulu ya.." ucap dr. Iriana. Lalu ia memeriksa kemaluan istriku dan memperhatikan beberapa tanda vital.
" Alhamdulillah. Udah pembukaan 6. Bentar lagi lah." jawab dr. Iriana
Ucapan Iriana benar. Jam 10 pagi istriku merasakan mules luarbiasa...
" Wah jagoanku udah mau keluar.. Teteh... Ambil nafas.. Keluarin lewat mulut.. Lagi teh... Tahan nafas... Tekan teh tekan... " instruksi Iriana. Tapi masih belum berhasil. Keringat membasahi kening dan wajah istriku.
" Huf.. Huf.. Huf.." istriku menarik nafasnya
" Yo Sekali lagi... Jagoan ateu ayo dong.. Ateu mau ajak main.." ucap Iriana
Istriku mengejan sekuat tenaga dan...
Lahirlah putra kami.. Tangisnya terdengar lantang ditingkahi gemuruh suara formasi pesawat tempur SU - 35, SU - 34 BM, KF - 21 Boramae dan IF -1 A Cakra yang kebetulan melintas untuk parade HUT TNI seolah ikut berbahagia menyambut kehadiran jagoanku.
Kuambil anakku dan kulantunkan adzan di telinga kanannya dan qomat ditelinga kirinya. Ada yang unik saat kuperhatikan. Dilehernya berkalung ari ari, dan saat Iriana memeriksa tubuhnya ia hanya memiliki 1 buah zakar.
" Ngga usah panik. 1 juga kalo bagus dan subur pasti ngasih keturunan. Kalo punya 2 tapi ngga bagus ya sama aja bohong." ucap Iriana menjelaskan.
Aku lega mendengarnya. Biarlah ia tumbuh dan berkembang sehat dulu. Yang lain akan mengikuti.
" Bapak Dicky Himawan. Sudah ada rencana nama putranya pak ?" tanya seorang Bidan
" Iyah ada... IVANDER KHALFANI HIMAWAN. " jawabku
" Masya Allah. Gagah banget. Euhmmm.. Gesit amat bayi teh.. Sigap ya.. Hmm.. Lahirnya bareng bapak TNI ya..." ucap Bidan yang sedang membersihkan Ivan anakku.
" Ir.. Boleh..?" tanyaku
Iriana memgangguk..
" Bundaa... Selamat ya.. Jagoan kita udah lahir... Mmmwh.." ucapku sambil menciumnya
" Alhamdulillah ayah. Lengkap ?" tanya istriku
" 100%. Jagoan ayah namanya IVANDER KHALFANI HIMAWAN." jawabku
" Alhamdulillah... Eh ayah.. Tumben bisa bikin nama segagah itu ?" tanya istriku agak heran.
Aku hanya garuk garuk kepala ngga gatal. Sementara Iriana tertawa puas melihat tampangku.
" Bang. Sementara teteh disini dulu sama Iriana. Biar istirahat dan Ivan juga harus disusui dulu..." ucap Iriana. Aku mengangguk patuh lalu melangkah keluar.
" Cuy.." panggil budi
Kutatap wajah Budi dengan ekspresi sedih dan datar...
" Alhamdulillah... Jagoan..." jawabku dengan senyuman mengembang.
" Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. Oh.. Eh... Bentar..." ucap Budi mengambil hp nya.
" Hallo hun.. Udah lahir... Hah.. Ngga pesen semen gua.. Eh.. Ntar ntar... Oo.. Ngapain ke si Liem Hong... Buseet.." omelnya saat sadar salah menelepon
Aku ngakak hingga terduduk. Melihat konyolnya Budi.
Vilda dan Dida sibuk mengabari anggota keluarga yang lain. Yang disambut sukacita dan tangis bahagia.
" Ayaah.." ucap Vilda sambil memelukku. Airmata bahagia menetes dipipinya. Ia bukan lagi orang lain bagi kami. Vilda adalah kami dan kami akan jadi bagian dari kehidupannya. Dida memelukku
" Selamat ya yah.." ucapnya sambil menghapus air mataku
" Da. Makasih ya kamu udah tenang nyiapin semuanya." jawabku
" Buat keluarga, semua akan Dida lakukan..." ucap Dida
Telepon berdering bertubi tubi. Membuat kami sibuk menjawab. Cici melakukan Video Call denganku.
" Uwaa... Wapipit ???" tanya Cici sambil menangis
" Alhamdulillah. Uwa selamat, dede bayinya selamat juga." jawabku
" Minta fotonya. Rabu Cici IB sampe sabtu. Karena ada jatah... Cici mau pulang.." ucapnya dengan linangan airmata bahagia.
Aku mengangguk setuju dan menjadwalkan penjemputan untuknya.
" Ir.. Bisa Fotoin Ivan ngga ?" tanyaku melalui telepon
" Bisa bang.. Bentar ya. " jawabnya.
4 menit kemudian beberapa foto dan video Ivan terkirim ke hpku.
Kuposting di grup keluarga
" Alhamdulillah telah lahir jagoan kami IVANDER KHALFANI HIMAWAN, hari ini Senin, 5 Oktober 2026 jam 10:00. Berat 3,4 kg panjang 62 Cm. Semoga Ivan menjadi anak yang sholeh... Aamiin.." tulisku
" Dede Ivaaan.. Halah halah halah.. Gageh banget wajahnya." ucap teh Uzzy
" Ih gua ngeliat garis wajah papah.." ucap teh Minah
" Iya mak... Ada wajah papah aki.." jawab Valdi
Dan berbagai komentar yang lain. Mulai komentar bahagia hingga komentar kocak mereka posting
Digroup kantor...
" Alhamdulillah. Telah lahir Ivander Khalfani Himawan, putra ke 4 bapak dan ibu Dicky Himawan. Pada hari ini Senin 5 Oktober 2026 jam 10:00. Semoga ananda menjadi anak yang sholeh dan berguna bagi Agama, orangtua, bangsa dan negara serta rakyatnya. Aamiin.." ucap Opik
" Aaa.. Selamat pak.. Boleh liat mas Ivannya ngga ?" tanya Lanny
Kuposting foto dan Video Ivan di group kantor.
" Masya Allah.. Gendut mas Ivannya." ucap Tri
" Aa.. Pengen cubit pipinya.." ucap Syahnaz
" Weits.. Jagoan om Cipot.. Cepet pulang ya nak.. Ntar gendong sama ateu icul.." ucap Cipot
" Gendong ateu Riri aja nak.." ucap Revka
" Ndaa.. De Ivan maunya digendong sama ateu Alline ya nak ?" ucap Herlambang
Obrolan berubah jadi rebutan kocak. Semua ingin menggendong bayiku.
" Bang.. Alhamdulillah De Ivan sama teteh kondisinya normal. Ngga perlu perawatan " Super " dan hanya jaga kondisi. Jamu buatan Rahma pasti bakalan membantu sekali. Jadi Insya Allah paling lambat besok atau Rabu teteh udah bisa pulang dan Iriana akan ke rumah secara Rutin " papar Iriana
" Siap Dit.." ucap Budi menggoda. Adit tertunduk, wajahnya memerah malu. Memang antara Iriana dan Adit seperti ada " Sesuatu yang khusus " dan ini sudah ngga bisa disembunyikan lagi. Tapi aku mengerti. Toh hal yang sama juga terjadi antara aku dan istriku dulu.
Rabu, 7 Oktober 2026, 10:21
Kecanggihan teknologi kedokteran memang berkembang sangat pesat. Hingga kelahiran yang taruhannya nyawa pun bisa selesai dalam waktu singkat bila si ibu kuat dan persiapannya matang. Kini istriku sudah dalam perjalanan pulang bersama kami.
" Ir.. Ntar lagi Evelyn. " ucapku saat kami melaju diatas aspal.
" Perkiraan Ii sih sekitar 10 -12 harian lagi bang... Kalo ka Tey mah seitar Desember akhir atau Januari awal." ucapnya
Tak terasa kami sudah tiba dirumah. Kulihat banyak sekali karangan bunga dari relasi kami, termasuk beberapa kesatuan KOTTAMA TNI.
" Alhamdulillah... Welcome Home Ivander Khalfani Himawan - dari om dan tante - " sebuah spanduk terpasang di teras rumah. Aku membantu istriku turun ke rumah dan membimbingnya menuju sofa.
Sebuah kereta dorong bayi masuk kedalam rumah. Dan saat berhenti Ivan merengek.
" Hlah.. Kaga mau brenti.." ucap Budi diikuti tawa anggota keluarga lainnya.
" Ouhh.. Si sayang... " ucap Rahma sambil menepuk nepuk pelan bagian kaki Ivan.
Kami rehat sejenak dan menikmati cemilan yang disiapkan Didi dan Titim.
Tak lama berselang suara salam terdengar dan kami menjawabnya.
" Ayah.. Ayah ada mbak Irene dari Sapta..." ucap Vilda sambil mengiringi Irene dan Cedric.
" Aaa... Bu Fitri selamat yaa.. " ucap Irene. Ia mencium pipi istriku
" Bu.. Please usap perut saya supaya bisa ada isinya..." ucap Irene
" Hlah itu kan ada isinya... Ada iso, babat, tamusu.." jawab Budi santai koplak
" Bukan itu pak Budi. Biar saya punya baby juga.. Hehehe..." ucap Irene.
" Tey..." panggil istriku
" Iyah.." jawab Terry dengan perut yang makin buncit.
" Nah ini tugas Terry.. Siapa tau Allah mengkabulkan cita cita Irene.." ucap istriku sambil tersenyum
Terry membelai perut Irene dan mendoakan semoga ia segera mendapat momongan. Doa Terry diamini oleh semua.
" Hmm.. Baby nya ganteng... Ateu culik aaah.." canda Irene
Tiba tiba Ivan berreaksi dengan mengeluarkan suara erangan manja.
" Alalalah.. Si ganteng ngerti.. Ooo.. " ucap Irene
Bahasan soal kehamilan, persalinan dan mengurus anak menjadi dominasi obrolan mereka. Sementara aku yang duduk di lantai bersandar ke dinding tak sadar terlelap. Lelah saat dikejutkan oleh rasa sakit istriku terbayar dengan kehadiran Ivan diantara kami. Kebahagiaan mana lagi yang akan kami dustai ? Tak ada.. Semua kebahagiaan yang kami terima begitu melimpah ruah Dan tak terkira.
" Ya Allah ayaah.. Kok Malah bobo disituu..." protes Vilda.
Aku terbangun dan celingukan melihat sekitar.
" Ayah bobo aja.. Dari senin ngga tidur jagain aku sama Ivan.." ucap istriku.
Setelah beberapa saat Irene pamit. Karena harus kembali kekantornya. Dan aku bisa mengambil posisi untuk rehat.
Sebuah suara salam dari bidadari mungil kami terdengar. Kami menjawabnya dengan serempak.
" Ouuh.. Cintanya bunda.. Udah pulang. De Ivan... Nih teteh udah pulang.." ucap istriku
" De Ivan.. Teteh cuci tangan dulu yaaa.. Nanti teyeh un sayang.." ucap Ajeng
Kami tertawa melihat polah Ajeng. Sungguh ia adalah salah satu yang paling bahagia saat ini selain kedua kakaknya. Mereka memang menunggu kelahiran adiknya.
Ternyata bersama Ajeng ada Rani dan Fikri yang menjemput Ajeng. Juga ada kepala RA bu Yetti, dan guru kelas Ajeng bu Intan.
" Masya Allah bunda Ajeng.. Tampan sekali adiknya Ajeng.." ucap bu Yetti kagum. Tiba tiba Ivan merengek manja minta disusui.
" Hmmmm... Alalalalah... Uuu... Mau nen ya nak.. Mau nen..." ucap bu Intan
Lalu digendongnya Ivan a diserahkan kepada istriku.
" Bunda... Aku mau nen..." ucapnya
Istriku tersenyum melihat apa yang dilakukan bu Intan. Sambil menyusui Ivan, mereka terlibat obrolan tentang anak anak.
Hari makin siang. Dan kami mendengar suara ucapan salam yang segera kami jawab
" Mana A Ivan ?" tanya Cici
" Ini Cici.." jawab istriku menirukan suara bayi
" Hmm.. Cici mandi dulu. Beres mandi temenin Ivan ya " ucap istriku.
" Tasnya dimana nak ?" tanya istriku lagi
" Ini mbak... Tasnya mbak Cici.." jawab seorang security yang ditugaskan menjemput Cici bersama om Yahman.
Saat om Yahman berpapasan dengan bu Intan mendadak ia salah tingkah. Sementara bu Intan merona merah wajahnya.
Aku menangkap momen tersebut dan hanya tersenyum simpul.
Hari beranjak sore. Ketiga guru Ajeng sudah pulang. Dan waktunya bagi kami untuk rehat sejenak.
Istriku bolak balik ke kamar mandi. Alasannya sama, pengen pipis. Hingga tiba tiba...
" Ayaah..." panggilnya dari kamar mandi.
Aku melompat bangkit bermaksud menolong istriku. Saat kulihat ia membungkuk bertelekan lututnya.
" Bunda... Bunda... Kek.. Wadduh... Bunda kenapa ??" tanyaku panik.
" Bunda ngga apa apa. Cuman dede nya babab ayah.. Bunda mules jadinya..." rintih istriku saat ia sudah berada dipelukanku. Kubawa ia ke lantai bawah ke ruang keluarga.
" Mules ??? Wadduh... Beb.. Bentar... Bentar yaaa.. Bunda duduk dulu... Nanti ayah jemput lagi..." ucapku sambil menyambar konci motor..
" Lu mau kemana cuy ?" tanya Budi santai.
" Itu Fitri mules..." jawabku panik
" Ooo..." jawab Herlambang selow. Tiba tiba...
" Hah...?? Mules..??? Haduh biyung...!" jawabnya
Budi ikut panik.
" Lu ngapain make motor ? Mau kemana ?" tanya Budi
" Oh.... Eh... Gua ngga tau..." jawabku dengan wajah bingung.
" Ahahahahaha... Ai ayaah.." komen istriku sambil tertawa
" Mas Adit. Punten siapin mobil. " ucap Dida yang saat itu menginap dirumah kami. Ia sedang break pasca resign dari kantor lamanya dan menunggu penempatannya sebagai senior manager material warehouse di perusahaan kami.
" Ummi... Mi... " panggil Dida kepada Vilda
" Iya Bi..." jawab Vilda
" Paket pakaian bunda yang kemarin kita packing siapin di sini sama kain. Ummi ngga usah mandi. Cuci muka aja. Mas Bas punten kontak teh Nong sama Cipot dan Rahma. Ditunggu disini sekarang juga. Om Yahman. Punten siapin securiry tambahan buat anter abang sama kaka..." ucap Dida melakukan personnell setting.
Aku bersyukur saat aku dan Budi panik Dida membuktikan bahwa dirinya layak diandalkan dan keberadaannya diantara kami wajib dihargai, bukan hanya sekedar dibutuhkan.
Vilda mengeluarkan tas yang berisi pakaian salin yang memang telah dipersiapkan beberapa hari yang lalu. Lalu ia menyimpannya di mobil.
Johan dan Dhilla tiba. Dhilla memeriksa tensi darah istriku dan juga kondisi fisik sekilas.
" Jo... Pegang kantor. Gua sama Dicky kerumah sakit." ucap Budi
" Siap bang." jawab Johan
Rani dan Fikri tiba disusul Cipot, Stella dan Ratri juga Revka. Kemudian Alline.
" Hmm.. Masih mules ?" tanya Terry
" Masih.. Tapi angot angotan.." jawab istriku.
" Okay.. Teteh nanti baring aja dimobil. Ka Tey jangan ikut dulu. Kasian dede utun." ucap Rahma
" Tapi lu ikut kan ma ?" tanya Budi. Rahma mengangguk.
Tak lama kemudian istriku tampak meringis menahan sakitnya. Kupeluk dan kucoba menghiburnya. Tapi ngga mempan. Malah lenganku habis diremasnya untuk melepaskan sedikit rasa sakitnya.
" Mas Dida, mobil siap. Saya dan Ardi yang akan mengantar " ucap Adit.
" Okay. Bunda.. Ayah.. Yo kita berangkat " ucap Dida
Aku membantu istriku bangkit dari duduknya. Aku dan Budi memapahnya ke mobil. Dida sudah mempersiapkan posisi untuk istriku. Setelah istriku naik ke mobil..
" Ka Rahma dikepala teteh ya.. Bang Budi naik kebelakang sama saya. Ayah di sebelah kiri..." ucap Dida
Kami menuruti arahan Dida. Dan memang efisien. Tak butuh waktu lama kami bisa berangkat menuju rumahsakit. Dijalan Vilda menghubungi dr. Iriana yang langsung bersambut positif. Ia menyusul kerumahsakit tempatnya praktek.
Sesampai di rumahsakit kami menuju IGD PONEK dan istriku segera mendapatkan bantuan.
" Ayah jangan pergi ya.." pinta istriku
Aku mengangguk. Dan mencium keningnya.
10 menit kemudian dr. Iriana tiba.
" BP 100/80, Pulse 120, Diabethic negatif, complete lab test on progress.." ucap seorang koas
" Good. Cek pembukaan dulu ya.." ucap dr. Iriana. Lalu ia memeriksa kemaluan istriku dan memperhatikan beberapa tanda vital.
" Alhamdulillah. Udah pembukaan 6. Bentar lagi lah." jawab dr. Iriana
Ucapan Iriana benar. Jam 10 pagi istriku merasakan mules luarbiasa...
" Wah jagoanku udah mau keluar.. Teteh... Ambil nafas.. Keluarin lewat mulut.. Lagi teh... Tahan nafas... Tekan teh tekan... " instruksi Iriana. Tapi masih belum berhasil. Keringat membasahi kening dan wajah istriku.
" Huf.. Huf.. Huf.." istriku menarik nafasnya
" Yo Sekali lagi... Jagoan ateu ayo dong.. Ateu mau ajak main.." ucap Iriana
Istriku mengejan sekuat tenaga dan...
Lahirlah putra kami.. Tangisnya terdengar lantang ditingkahi gemuruh suara formasi pesawat tempur SU - 35, SU - 34 BM, KF - 21 Boramae dan IF -1 A Cakra yang kebetulan melintas untuk parade HUT TNI seolah ikut berbahagia menyambut kehadiran jagoanku.
Kuambil anakku dan kulantunkan adzan di telinga kanannya dan qomat ditelinga kirinya. Ada yang unik saat kuperhatikan. Dilehernya berkalung ari ari, dan saat Iriana memeriksa tubuhnya ia hanya memiliki 1 buah zakar.
" Ngga usah panik. 1 juga kalo bagus dan subur pasti ngasih keturunan. Kalo punya 2 tapi ngga bagus ya sama aja bohong." ucap Iriana menjelaskan.
Aku lega mendengarnya. Biarlah ia tumbuh dan berkembang sehat dulu. Yang lain akan mengikuti.
" Bapak Dicky Himawan. Sudah ada rencana nama putranya pak ?" tanya seorang Bidan
" Iyah ada... IVANDER KHALFANI HIMAWAN. " jawabku
" Masya Allah. Gagah banget. Euhmmm.. Gesit amat bayi teh.. Sigap ya.. Hmm.. Lahirnya bareng bapak TNI ya..." ucap Bidan yang sedang membersihkan Ivan anakku.
" Ir.. Boleh..?" tanyaku
Iriana memgangguk..
" Bundaa... Selamat ya.. Jagoan kita udah lahir... Mmmwh.." ucapku sambil menciumnya
" Alhamdulillah ayah. Lengkap ?" tanya istriku
" 100%. Jagoan ayah namanya IVANDER KHALFANI HIMAWAN." jawabku
" Alhamdulillah... Eh ayah.. Tumben bisa bikin nama segagah itu ?" tanya istriku agak heran.
Aku hanya garuk garuk kepala ngga gatal. Sementara Iriana tertawa puas melihat tampangku.
" Bang. Sementara teteh disini dulu sama Iriana. Biar istirahat dan Ivan juga harus disusui dulu..." ucap Iriana. Aku mengangguk patuh lalu melangkah keluar.
" Cuy.." panggil budi
Kutatap wajah Budi dengan ekspresi sedih dan datar...
" Alhamdulillah... Jagoan..." jawabku dengan senyuman mengembang.
" Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. Oh.. Eh... Bentar..." ucap Budi mengambil hp nya.
" Hallo hun.. Udah lahir... Hah.. Ngga pesen semen gua.. Eh.. Ntar ntar... Oo.. Ngapain ke si Liem Hong... Buseet.." omelnya saat sadar salah menelepon
Aku ngakak hingga terduduk. Melihat konyolnya Budi.
Vilda dan Dida sibuk mengabari anggota keluarga yang lain. Yang disambut sukacita dan tangis bahagia.
" Ayaah.." ucap Vilda sambil memelukku. Airmata bahagia menetes dipipinya. Ia bukan lagi orang lain bagi kami. Vilda adalah kami dan kami akan jadi bagian dari kehidupannya. Dida memelukku
" Selamat ya yah.." ucapnya sambil menghapus air mataku
" Da. Makasih ya kamu udah tenang nyiapin semuanya." jawabku
" Buat keluarga, semua akan Dida lakukan..." ucap Dida
Telepon berdering bertubi tubi. Membuat kami sibuk menjawab. Cici melakukan Video Call denganku.
" Uwaa... Wapipit ???" tanya Cici sambil menangis
" Alhamdulillah. Uwa selamat, dede bayinya selamat juga." jawabku
" Minta fotonya. Rabu Cici IB sampe sabtu. Karena ada jatah... Cici mau pulang.." ucapnya dengan linangan airmata bahagia.
Aku mengangguk setuju dan menjadwalkan penjemputan untuknya.
" Ir.. Bisa Fotoin Ivan ngga ?" tanyaku melalui telepon
" Bisa bang.. Bentar ya. " jawabnya.
4 menit kemudian beberapa foto dan video Ivan terkirim ke hpku.
Kuposting di grup keluarga
" Alhamdulillah telah lahir jagoan kami IVANDER KHALFANI HIMAWAN, hari ini Senin, 5 Oktober 2026 jam 10:00. Berat 3,4 kg panjang 62 Cm. Semoga Ivan menjadi anak yang sholeh... Aamiin.." tulisku
" Dede Ivaaan.. Halah halah halah.. Gageh banget wajahnya." ucap teh Uzzy
" Ih gua ngeliat garis wajah papah.." ucap teh Minah
" Iya mak... Ada wajah papah aki.." jawab Valdi
Dan berbagai komentar yang lain. Mulai komentar bahagia hingga komentar kocak mereka posting
Digroup kantor...
" Alhamdulillah. Telah lahir Ivander Khalfani Himawan, putra ke 4 bapak dan ibu Dicky Himawan. Pada hari ini Senin 5 Oktober 2026 jam 10:00. Semoga ananda menjadi anak yang sholeh dan berguna bagi Agama, orangtua, bangsa dan negara serta rakyatnya. Aamiin.." ucap Opik
" Aaa.. Selamat pak.. Boleh liat mas Ivannya ngga ?" tanya Lanny
Kuposting foto dan Video Ivan di group kantor.
" Masya Allah.. Gendut mas Ivannya." ucap Tri
" Aa.. Pengen cubit pipinya.." ucap Syahnaz
" Weits.. Jagoan om Cipot.. Cepet pulang ya nak.. Ntar gendong sama ateu icul.." ucap Cipot
" Gendong ateu Riri aja nak.." ucap Revka
" Ndaa.. De Ivan maunya digendong sama ateu Alline ya nak ?" ucap Herlambang
Obrolan berubah jadi rebutan kocak. Semua ingin menggendong bayiku.
" Bang.. Alhamdulillah De Ivan sama teteh kondisinya normal. Ngga perlu perawatan " Super " dan hanya jaga kondisi. Jamu buatan Rahma pasti bakalan membantu sekali. Jadi Insya Allah paling lambat besok atau Rabu teteh udah bisa pulang dan Iriana akan ke rumah secara Rutin " papar Iriana
" Siap Dit.." ucap Budi menggoda. Adit tertunduk, wajahnya memerah malu. Memang antara Iriana dan Adit seperti ada " Sesuatu yang khusus " dan ini sudah ngga bisa disembunyikan lagi. Tapi aku mengerti. Toh hal yang sama juga terjadi antara aku dan istriku dulu.
Rabu, 7 Oktober 2026, 10:21
Kecanggihan teknologi kedokteran memang berkembang sangat pesat. Hingga kelahiran yang taruhannya nyawa pun bisa selesai dalam waktu singkat bila si ibu kuat dan persiapannya matang. Kini istriku sudah dalam perjalanan pulang bersama kami.
" Ir.. Ntar lagi Evelyn. " ucapku saat kami melaju diatas aspal.
" Perkiraan Ii sih sekitar 10 -12 harian lagi bang... Kalo ka Tey mah seitar Desember akhir atau Januari awal." ucapnya
Tak terasa kami sudah tiba dirumah. Kulihat banyak sekali karangan bunga dari relasi kami, termasuk beberapa kesatuan KOTTAMA TNI.
" Alhamdulillah... Welcome Home Ivander Khalfani Himawan - dari om dan tante - " sebuah spanduk terpasang di teras rumah. Aku membantu istriku turun ke rumah dan membimbingnya menuju sofa.
Sebuah kereta dorong bayi masuk kedalam rumah. Dan saat berhenti Ivan merengek.
" Hlah.. Kaga mau brenti.." ucap Budi diikuti tawa anggota keluarga lainnya.
" Ouhh.. Si sayang... " ucap Rahma sambil menepuk nepuk pelan bagian kaki Ivan.
Kami rehat sejenak dan menikmati cemilan yang disiapkan Didi dan Titim.
Tak lama berselang suara salam terdengar dan kami menjawabnya.
" Ayah.. Ayah ada mbak Irene dari Sapta..." ucap Vilda sambil mengiringi Irene dan Cedric.
" Aaa... Bu Fitri selamat yaa.. " ucap Irene. Ia mencium pipi istriku
" Bu.. Please usap perut saya supaya bisa ada isinya..." ucap Irene
" Hlah itu kan ada isinya... Ada iso, babat, tamusu.." jawab Budi santai koplak
" Bukan itu pak Budi. Biar saya punya baby juga.. Hehehe..." ucap Irene.
" Tey..." panggil istriku
" Iyah.." jawab Terry dengan perut yang makin buncit.
" Nah ini tugas Terry.. Siapa tau Allah mengkabulkan cita cita Irene.." ucap istriku sambil tersenyum
Terry membelai perut Irene dan mendoakan semoga ia segera mendapat momongan. Doa Terry diamini oleh semua.
" Hmm.. Baby nya ganteng... Ateu culik aaah.." canda Irene
Tiba tiba Ivan berreaksi dengan mengeluarkan suara erangan manja.
" Alalalah.. Si ganteng ngerti.. Ooo.. " ucap Irene
Bahasan soal kehamilan, persalinan dan mengurus anak menjadi dominasi obrolan mereka. Sementara aku yang duduk di lantai bersandar ke dinding tak sadar terlelap. Lelah saat dikejutkan oleh rasa sakit istriku terbayar dengan kehadiran Ivan diantara kami. Kebahagiaan mana lagi yang akan kami dustai ? Tak ada.. Semua kebahagiaan yang kami terima begitu melimpah ruah Dan tak terkira.
" Ya Allah ayaah.. Kok Malah bobo disituu..." protes Vilda.
Aku terbangun dan celingukan melihat sekitar.
" Ayah bobo aja.. Dari senin ngga tidur jagain aku sama Ivan.." ucap istriku.
Setelah beberapa saat Irene pamit. Karena harus kembali kekantornya. Dan aku bisa mengambil posisi untuk rehat.
Sebuah suara salam dari bidadari mungil kami terdengar. Kami menjawabnya dengan serempak.
" Ouuh.. Cintanya bunda.. Udah pulang. De Ivan... Nih teteh udah pulang.." ucap istriku
" De Ivan.. Teteh cuci tangan dulu yaaa.. Nanti teyeh un sayang.." ucap Ajeng
Kami tertawa melihat polah Ajeng. Sungguh ia adalah salah satu yang paling bahagia saat ini selain kedua kakaknya. Mereka memang menunggu kelahiran adiknya.
Ternyata bersama Ajeng ada Rani dan Fikri yang menjemput Ajeng. Juga ada kepala RA bu Yetti, dan guru kelas Ajeng bu Intan.
" Masya Allah bunda Ajeng.. Tampan sekali adiknya Ajeng.." ucap bu Yetti kagum. Tiba tiba Ivan merengek manja minta disusui.
" Hmmmm... Alalalalah... Uuu... Mau nen ya nak.. Mau nen..." ucap bu Intan
Lalu digendongnya Ivan a diserahkan kepada istriku.
" Bunda... Aku mau nen..." ucapnya
Istriku tersenyum melihat apa yang dilakukan bu Intan. Sambil menyusui Ivan, mereka terlibat obrolan tentang anak anak.
Hari makin siang. Dan kami mendengar suara ucapan salam yang segera kami jawab
" Mana A Ivan ?" tanya Cici
" Ini Cici.." jawab istriku menirukan suara bayi
" Hmm.. Cici mandi dulu. Beres mandi temenin Ivan ya " ucap istriku.
" Tasnya dimana nak ?" tanya istriku lagi
" Ini mbak... Tasnya mbak Cici.." jawab seorang security yang ditugaskan menjemput Cici bersama om Yahman.
Saat om Yahman berpapasan dengan bu Intan mendadak ia salah tingkah. Sementara bu Intan merona merah wajahnya.
Aku menangkap momen tersebut dan hanya tersenyum simpul.
Hari beranjak sore. Ketiga guru Ajeng sudah pulang. Dan waktunya bagi kami untuk rehat sejenak.