Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tamu Yang Tak Diundang

Apakah imajinasi terliar yang pengen kalian baca di karya Tolrat?

  • Adik Cowo vs Kakak Cewe

    Votes: 198 15,0%
  • Adik Cewe vs Kakak Cowo

    Votes: 59 4,5%
  • Anak Cowo vs Ibu

    Votes: 338 25,6%
  • Anak Cewe vs Ayah

    Votes: 195 14,8%
  • Suami Istri vs Anak Cewe

    Votes: 90 6,8%
  • Suami Istri vs Anak Cowo

    Votes: 55 4,2%
  • Suami diselingkuhi Istri

    Votes: 288 21,8%
  • Suami vs rekan kerja/teman/relasi

    Votes: 98 7,4%

  • Total voters
    1.321
  • This poll will close: .
TAMU YANG TAK DIUNDANG
Part 14 - Tebakan Hebat



Pagi ini, langit yang terlihat begitu biru. Cuacanya cerah dan tak ada awan sedikitpun yang menghalangi hangatnya sinar matahari. Angin berhembus sepoi-sepoi, masuk ke balkon belakang. Membuat suasana pagi ini terasa begitu sejuk, dan penuh kedamaian.

SREEEENNGGG

Semerbak aroma masakan, langsung memenuhi dapur kecilku. Aroma bawang, cabai dan beberapa rempah penunjang lain, langsung menggelitik aurat penciumanku. Mengirimkan isyarat kelezatan ke hidung, otak, mulut, hingga perut. Membuatku seketika lapar dibuatnya.

“Enak banget aroma masakanmu Sayang…” Pujiku dari arah balkon.
“Hihihi.. Makasih. Pokoknya, hari ini, aku akan manjain perut Ayah pake menu masakanku…” Jawab Febby yang sibuk memotong-motong sayur.
“Emang kamu mau masakin apa..?”
“Ra Ha Si A… Hihihi…”

Memang, hari ini, Febby mencoba memanjakanku melalui mulut dan perutku. Ia sengaja bangun lebih awal guna memasak hidangan yang disajikan khusus untukku. Lumayan. Cara yang cukup efektif untuk membuktikan jika ia memang layak tinggal bersamaku.

TUK TUK TUK. SREEEENG

Aku tak pernah menyangka, jika aku memiliki putri yang begitu gesit di dapur. Jarinya, terlihat begitu lincah ketika memotek sayuran. Merajang rempah, memotong daging, hingga menguliti ikan dengan berbagai jenis pisau, terlihat begitu mudah olehnya. Padahal aku tahu, itu bukanlah sebuah ketrampilan yang dapat dikuasai dalam waktu singkat

Mungkin, karena terlalu seringnya Febby ditinggal oleh istriku, dan olehku, membuatnya harus mampu hidup menjadi seorang gadis yang mandiri. Sehingga, mau-tak mau, ia harus belajar, gimana cara melayani diri sendiri dengan sebaik mungkin.

Oh, Febby. Kau membuatku merasa begitu bangga Sayang.
Terlepas dari proses memasak yang sedang Febby lakukan, aku juga merasa terpana dengan kecantikannya pagi itu.

Dalam balutan kaos kecil yang begitu ketat dibadan, dan, tentu saja, celana dalam mini biru mudanya, Febby terlihat begitu seksi. Ditambah dengan kunciran ekor kuda, yang memperlihatkan leher jenjangnya, membuat putriku benar-benar matang. Cantik, seksi, dan menawan.

Berkali-kali, Febby tersenyum melihat raut wajahku yang terpana akan kemahirannya. Memintaku untuk menjauh dan tak mengamati proses masak yang sedang ia lakukan. Aku tahu, Febby berusaha memberiku kejutan. Hanya saja, ketidaksabaranku, membuat kejutan yang direncakannya menjadi sia-sia.

“Ihhss. Ayah. Jangan dimakan dulu. Nanti lauknya abis sebelum siap aku hidangkan.” Ucap Febby, setiap kali aku mencomot, tahu, tempe, gorengan kentang, atau ayam sebelum semua menu masakannya jadi. “Kalo semuanya abis, Ayah nanti cuman makan kuah ama bumbunya aja loh…”

“Abisan, enak banget Sayang. Sumpah, masakan kamu ternyata enak sekali..” Ucapku sambil tak henti-hentinya mengemil lauk yang belum jadi dari tirisan penggorengan.
“Berarti approved ya Yah. Aku bisa tinggal disini bareng Ayah?”

“Eitsss. Siapa bilang? Pandai memasak, bukan berarti pandai mengambil hati. Kamu tetep harus pulang ke rumah ibumu, begitu waktunya tiba…”
“Ihhhsss Ayah mah gitu. Beneran, Yah. Boleh ya aku tinggal disini…?”
“Hehehe. Kita lihat aja nanti…”

KRIIING.. KRIIING. KRIIING.. KRIIING.

Tiba-tiba, aku dikejutkan oleh dering handphoneku yang berbunyi nyaring dari meja kerjaku.

“Sebentar Sayang.” Ucapku sembari mencomot satu lauk terakhir, dan bergegas meninggalkan putriku.

KRIIING.. KRIIING. KRIIING.. KRIIING.
Yula. Nama yang tertera di layar handphoneku. Istri tercinta, yang karena ambruknya ekonomiku, lebih memilih tinggal dan hidup dengan pria lain ketimbang denganku.

“Halo.” Sapaku. Menjawab lirih panggilan telephone ini, tanpa berusaha membuat curiga putriku.
“Mas. Ada dirumah ngga?” Tanya Yula dengan nada terburu-buru.

“Kenapa, Chaey?” Tanyaku dengan intonasi suara kecil. Khawatir didengar Febby.
“Alamatmu masih sama khan Mas?” Tanya Yula berusaha melembutkan suaranya, “Ini aku lagi ada disekitaran kontrakanmu Mas. Nah mumpung lagi deket, aku mau mampir kesana. Mas ada dirumah khan?

Aku juga bawain Mas, masakan kesukaanmu. Sup Iga bakar plus torpedo asem pedes Bu Ratih. Trus, tadi aku juga lewat jalan Kebahagiaan, Mas. Lewat warung es podeng favoritmu. Yasudah, sekalian deh aku beli tiga porsi. Buat Mas, Febby dan aku...”


Tumben. Pikirku dalam hati. Tak pernah mengira jika Yula, setelah tiga tahun tak be-tegur sapa denganku, bisa berlaku sebaik ini.

“Nggg. Waduh, Mas, Nggg… Kebetulan sedang diluar..” Balasku berbohong. Juga curiga. Kenapa tiba-tiba Yula ingin berkunjung ketempatku.
“Yaah. Keluar ya Mas? Kira-kira sampe jam berapa Mas, kamu diluarnya? Aku agak buru-buru juga sih soalnya.” Ucap Yula dengan nada yang mulai gelisah.

“Ngggg… Ini aku aja masih baru mau sampe, Chaey. Kira-kira, jam empat soreanlah, aku coba selesaiin kerjaanku lebih cepet. Kamu mau nunggu?”
“Gitu Ya? Hmm. Kalo jam segitu, kayanya, ga keburu deh Mas. Apalagi kalo aku harus nunggu sampe sore.” Jelas Yula bingung, “Kalo nggak. Dikontrakan ada Febby ga Mas? Aku ketemuan ama dia aja deh..”

“Febby juga ikut denganku, Chaey. Kasihan, dia pasti bosan dirumah melulu.” Bohongku lagi, sedikit menyelidik.
“Tuh khaan, bener kataku. Dikontrakanmu, Febby pasti bosen Mas. Udah sempit, kotor, bauk, ga sehat, trus ga ada apa-apa pula. Sini deh Mas, aku mau ngobrol sebentar dengannya..”

SIAL. Menusuk banget Yula mengatai kontrakanku. Yah, walau ia tak tahu jika aku sudah pindah dari sana dan tinggal di appartemen yang lebih baik, tetep aja, omongan pedesnya, mengena sekali dihati.

“Dia. Dia sekarang sedaaaang..” Aku sedikit memutar otak, “Ke toilet. Iya. Febby sedang ditoilet. Katanya, perutnya mules karena kebanyakan sambal.”

“Hah..? Kok bisa kebanyakan sambel Mas?” Kaget Yula, “Emang kamu ga awasin makanan tuh anak? Kok bisa sampe mules gitu? Atau Mas pasti ga kasih makanan yang sehat ya? Iya Mas? Mas pasti kasih anak kita makanan basi? Khan udah kubilang Mas, Febby tuh ga cocok tinggal ama kamu. Dia cocoknya tinggal dirumah bareng aku Mas” Cerocok Yula tanpa henti.

“Dah. Gausah kelamaan basa-basi. Buruan Ambil Febby sekarang aja Sayang…Aku udah nggak tahan lagi…” Tiba-tiba, terdengar sebuah bisikan lirih dibelakang Yula. “Jangan biarin tuh perek ama suami bego-lu itu..”
“Iyeee. Bawel. Ini juga lagi aku ambil..”
Jawab suara Yula lirih.

“Mas.” Yula menghela nafas. “Kalo emang Mas kesusahan buat ngurus Febby, aku susul sekarang ya. 15 menit lagi aku sampai kontrakanmu. Nanti Mas suruh dia langsung pulang ke kontrakan aja. Biar aku tunggu disana.”
“Ehhh? Mo ngapain sih buru-buru amat? AKu khan udah bilang, Chaey. Aku sendiri yang bakalan anter Febby kerumah..”

“Ga bisa Mas. Ini udah urgent banget. Aku harus jemput Febby sekarang..”
“Urgent? Apanya yang urgent?”

“Aku kehilangan banyak duit nih Mas, Kalo Febby ga cepet-cepet pulang kerumah.” Jelas Yula
“Hah. Kehilangan gimana? Emang Febby bawa kabur duitmu, Chaey?”
“Panjang deh ceritanya, Mas. Yang jelas, aku butuh Febby sekarang. Oke. Buruan suruh Febby pulang ke kontrakan ya Mas. Sebentar lagi aku sampe.”

KLIK

Tanpa aba-aba. Yula mematikan telephonenya. Membuatku yang masih bertanya-tanya, tak bisa mengorek informasi lebih jauh lagi. Aku tahu, dari nada bicaranya, Yula sedang mendapat sebuah tekanan. Hanya saja, aku belom bisa menebak, tekanan seperti apa yang sedang dialami dirinya.

Otaku berpikir keras untuk mengungkap kejanggalan dari sikap Yula barusan. Kenapa Yula begitu bersikeras untuk mengambil Febby sekarang. Apakah ya tujuan sebenernya dari istriku?

“Siapa Yah?” Tanya Febby yang membawa sajian hasil masakannya ke meja.
“Ehh.. Ini? Nggg. … Salah sambung Sayang” ucapku berbohong..
“Owhh.. Salah sambung” Ucap Febby sedikit mengerutkan kening, “Bukan Mama?”
“Mama? Oh. Enggak Sayang. Ini beneran salah sambung.” Bohongku lagi.

SIAL. Hebat juga firasat putriku.

“Ohh. Oke deh. Makan dulu yuk Yah, sarapannya udah siap.”
“Wah. Pasti enak nih..”

Tiga puluh menit kemudian, empat menu yang disajikan putriku pagi ini, LUDES. Kumakan tanpa sisa sama sekali. Perutku sakit karena benar-benar tak sanggup menahan rasa ingin makanku. Walau masih ada sedikit koreksi rasa, namun, secara keseluruhan, masakan putriku ini sangatlah sempurna. Kurang lebih, mirip-miriplah seperti masakan cheff dari hotel bintang lima.

“Huuaaaah. Ampun Sayang. Masakanmu, bisa ngebunuh Ayah nih. Sumpah, enak bangeeeett. Bikin perut Ayah serasa mau meledak.”
“Hihihi. Enak Yah?”
“Bangeeeeettt…”
Febby benar-benar jago memanjakan lidahku. Tak henti-hentinya aku memuji, sekaligus bersyukur akan keahlian barunya ini.

Setelah aku selesai makan, dalam sekejab, gadis cantikku ini pun kembali beraksi. Merapikan segala peralatan makan yang baru saja aku gunakan. Tanpa disuruh sama sekali, ia juga membereskan semua bekas olahan masaknya. Mencuci, membilas, dan meletakkan semua peralatan makan tersebut pada tempatnya semula

Karena Febby, pagi itu, aku benar-benar merasa seperti raja.

KRIIING.. KRIIING. KRIIING.. KRIIING.
Yula, lagi-lagi menelpon.

Buru-buru, kumatikan nada dering handphoneku dan kumasukkan ke saku celana. Aku benar-benar ingin menikmati pagi ini. Aku tak ingin, masalah yang ada pada Yula, menular kepadaku.

Setelah makan, aku beranjak ke balkon. Kunyalakan rokokku, dan kusesap pelan-pelan.

DRRRTTT… DRRRTTT… DRRRTTT…
Handphoneku bergetar.

Kurogoh sakuku, dan kulihat dilayar LEDnya. Yula. Istriku masih mencoba menghubungiku.
DRRRTTT… DRRRTTT… DRRRTTT…

Kulirik kedalam, mencari tahu, sedang apa Febby disana. Rupanya, setelah selesai membereskan dapur, putriku melanjutkan pekerjaan paginya untuk membereskan ruangan lainnya lagi.

“Hallo..?” Sapaku lirih. Sambil terus mengawasi kedalam apartement.
“Mas. Kok kamu ga bilang sih, kalo kamu udah ga tinggal di kontrakan ini lagi? Hampir sejam loh aku tungguin kamu disini kaya orang gila. Celingak-celinguk kaya penculik anak-anak.”
“Emang kamu nunggu dimana?” Bisikku belagak pikun.
“Ihhh.. Si BEGO. Pake nanya lagi kamu Mas. Ya sekarang aku di kontrakanmu lah. Dimana lagi.” Emosi Yula makin tak terbendung.

“Minta sharelock ajalah Sayang. Langsung to the point…” Suara pelan itu terdengar lagi olehku.
“Iya Sabar. Ini juga lagi dimintain..” Balas Yula sedikit mencoba menenangkan.

“Ngadepin orang kaya Bima gitu mah gabisa disabarin Cinta. Pantes aja kamu ga betah tinggal bareng dia. Lelaki ****** gitu aja masih dipertahanin.”
“Sshh.. Iya cintaku, CUP, Diem dulu ahh. Aku coba mintain lagi ya..”
“Yaudah, buruan. Kontolku udah sange banget ini…”


KAMPRET. Apa-apan tuh?
Pake bilang sange-sange kontol segala. Siapa lelaki yang sedang bareng istriku itu? Alex?

“Udah-udah Mas, sekarang kamu sharelock aja deh. Lokasi tempat tinggalmu sekarang. Aku udah capek nih, kamu diemin mulu kaya gini. Buruan ya. Gapake lama..”

“.…….” Aku tak menjawab permintaan Yula. Aku sengaja mendengar apa yang mereka obrolkan. Berharap ada informasi yang lebih jauh.

“Hallo…? Mas? Hallo?” Tanya istriku memanggil dari seberang telephon. “Mas…? Hallo…?”
“Kenapa? Suamimu ga dijawab?”
Bisik lelaki dibelakang sana
“Hooh. Anjing banget nih suamiku…”

“Yaudahlah. Biarin aja deh, ntar aku urusin suami kampretmu itu. Mendingan sekarang kita balik kerumah aja dulu. Pelangganmu udah nungguin video kita nih..”
“Emang udah ditransfer?”
“Aman. Yuk. Kontolku udah ngaceng banget inih.


PLAK
“Awww..Jangan berisik Sayang. Nanti kedengeran Mas Bima.. Shhhhh. ” Desah Yula berusaha menahan teriakannya karena tepukan, entah dibagian mana tubuhnya.

PLAK
“BODO AMAT. Biarin aja dia denger kalo istrinya ini, udah jadi budak kontolku. Hahaha...."
“Iissshh. Enak aja budak.”
“Hahaha. Yuk sayang, aku udah ga sabar pengen nyodokin lubang bo’olmu”


KLIK

Pelanggan?
Video?
Ngobrolin tentang apa sih mereka?
Lubang Bo’ol?”

ARRRGGGHH.
Kampret. Pikiranku semakin melayang kemana-mana. Tapi, bukan karena kata-kata pelanggan atau video. Melainkan karena lubang bo’ol.

Ya. Aku adalah pecinta seks dari jalur belakang. Dan karena aku belum pernah berhasil mengajak Yula untuk melakukan seks anal sepenuhnya, aku menjadi agak sedikit terobsesi karenanya.
“Apakah Alex sudah menjebol perawan anus Yula?”
“Kok bisa, Yula menyerahkan kerapatan lubang analnya, ke lelaki lain?”
“Sialan sekali Alex, udah merasakan jepitan dinding anus Yula di kontolnya.

ANNNJIM. Pemikiran-pemikiran mesumku tak terbendung lagi. Membuat batang penisku menggeliat dan membesar.

Aku teringat beberapa tahu lalu, ketika mencoba mengajak Yula untuk bermain anal pertama kalinya. Dengan menggunakan 1 jari sebagai bahan percobaan untuk bisa membuatnya terbiasa dengan cara bercinta baruku.

Dengan posisi pantat yang ditunggingkan, terlihatlah lubang anus Yula yang berwarna coklat cerah. Begitu menggiurkan dan membuatku selalu terangsang karenanya. Kujilat habis lubang belakang istriku tanpa ampun, supaya bisa membuatnya semakin menikmati keinginanku untuk bermain seks anal dengannya.

CLEEP
“Emmmhh. Pelan ya Mas, aku masih belom terbiasa.” Desah Yula yang beberapa kali melihat kebelakang. Seolah khawatir jika aku tiba-tiba menusukkan lubang belakangnya dengan benda yang lebih besar.
“Iya Sayang. Santai aja ya. Jangan terlalu tegang.” Ucapku yang masih dengan perlahan mendorong ujung jari telunjukku hingga semuanya terbenam habis di lubang pantatnya.

Hangat. Jauh lebih hangat daripada lubang vagina. Itu yang kurasakan pertama kali ketika jari tanganku tenggelam di liang anus Yula. Sekeliling jemariku juga terasa lebih menggigit, jika dibandingkan dengan jepitan dinding kemaluan istriku. Rasanya benar-benar berbeda.

PLOP
Kucabut pelan jari telinjukku, lalu kutuang cairan pelumas anal ke jari tengah dan lubang anus Yula. Kali ini, aku mencoba memasukkan 2 jari secara bersamaan di lubang anusnya.

CLEEEP
“Uuh. Pelan-pelan ya Mas..Ssshhh…” Desah Yula yang terus menengok kebelakang. Alisnya bertaut naik, matanya sayu, dan mulutnya sedikit terbuka. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya, membuat wajah cantiknya semakin terlihat menggairahkan.

“Enak gak Sayang?” Tanyaku yang terus menggerakkan dua jemari tanganku keluar masuk lubang anusnya dengan gerakan yang semakin intens dan cepat.

Yula tak menjawab, ia hanya mendesah dan mengangguk pasrah.

“Oh. Seksi sekali kamu Sayang. “ Pujiku ke Yula ketika meilhat desahan Yula yang terdengar begitu nikmat. Semenit kemudian, kutusuk cabutkan jemariku, mencoba membiasakan gerakan bersetubuh ke anus Yula. Jika seandainya nanti bisa menggunakan batang penisku

“Sepertinya aman nih kalo boolnya aku tusuk pake kontol” Batinku sambil menarik lepas kedua jariku. Setelah itu, aku buru-buru membalurkan pelumas anus disekujur kemaluanku dan lubang anus Yula.
“Aku tusuk pake kontol ya Sayang?” Ucapku begitu percaya diri, sambil menyorongkan kepala penisku yang sudah begitu keras maju.

CLEEEEPP
“HEGGGH..” Erang Yula merasakan kesakitan yang tertahan. Alisnya makin bertaut dan erangannya makin terdengar nyaring. “Hhhuuhhhh.. Heeegghh… “
Urat pelipisnya menonjol. Mungkin karena menahan rasa sakit yang teramat sangat. Merasa tak tega, aku tarik lepas kepala penisku yang belom masuk anus samasekali, dan kutusukkan ke vaginanya yang membanjir basah.

PLAK PLAK PLAK
Kuhajar liang senggama Yula dengan kencang, sembari kembali menusukkan lubang anusnya dengan jariku. Nafsuku udah begitu menggebu, sampai-sampai aku membuat tubuh semok istriku terhentak-hentak dengan kencang seiring tubrukan pinggangku ke pantatnya.

PLAK PLAK PLAK
“Aku tusuk bool kamu lagi ya Chaey?” Pintaku yang kemudian mencabut batang penisku dan kembali mengarahkan ke lubang pembuangannya.
“Nggg…” Yula tak mengiyakan. Ia sedikit berpikir. Namun, walau ada keraguan dalam desahannya istriku pun kemudian mengangguk.

CLEEEP
Dan benar saja, percobaan kali kedua, terasa lebih mudah. Mungkin karena Yula sudah mulai terbiasa dengan sodokan divaginanya barusan, jadi otot-otot anusnya lebih rileks.

Sumpah. Senggama anus, memang terasa beda. Rasanya, teksturnya, jepitannya, benar-benar beda. Membuat kepala penisku terasa begitu tersiksa. Terbenam dalam denyut dan kenikmatan baru udah lama aku impi-impikan.
Semakin kudorong batang penisku membelah liang pembuangan, semakin terasa nikmat pijatan lembut liang anus Yula.

“Oh nikmatnya lubang anusmu Chaey. Jepitannya enak sekali.”
“Ehhhmmhh…” Desah Yula lirih.
“Makasih ya Sayang…”

Tiba-tiba, tubuh Yula bergetar. Tangannya meremas selimut tempat tidur dengan kencang. Keringat dinginnya bermunculan dan kemudian, ambruk. Menggelosor kedepan.
“Ehhh. Chaey?” Tanyaku bingung. Campur panik. “Kamu kenapa Sayang?”

***

TRING TRING
Sebuah pesan singkat, masuk kehandphoneku

“Ini Bima?” Pesan dari nomor yang tak aku kenal samasekali
“Siapa nih?” Ketikku menjawab.
“Kamu tahu lah siapa ini.”

SIAL. Membaca balasan pesan barusan, emosiku mendadak bangkit. Emang aku peramal?
“Aku ALEX. Temen bini-mu.” Jawabnya arogan, mengetikn nama dengan huruf kapital.

EH ANJIM. Mau ngapain nih bangsat menghubungi aku.
“Ada perlu apa ya?” Tanyaku berusaha sopan.

“Aku ga mau basa-basi ya Bim” Balas Alex lagi.
“Aku ga tau kamu punya masalah apa dengan yula. Disini aku cuman mo kasih tahu, kalo yang kamu lakuin sekarang tuh salah. Jadi tolong. Sebelum semuanya makin berantakan, shareloc lokasi-mu sekarang. Atau kalo nggak, cepet balikin Febby ke Yula”

Hmm. Sebuah intervensi baru dari pihak asing nih.

“Maksud lu apa ya? Alex?” Balasku yang mulai sedikit terpancing. Mengganti penyebutan kata panggil sopanku, dengan kata panggil ‘lu-gw’.
“Lu Keberatan?” Balas Alex
”Apa hak lu nyuruh gw shareloc segala? Febby anak gw. Dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, gw berhak untuk tahu.”

“Gausah ngeyel Bim. Kalo salah, ya salah. Jangan memperkeruh keadaan”
“Yang memperkeruh siapa? Gw ga kenal lu. Gw ga tau siapa lu. Trus, ketika lu minta gw shareloc lokasi gw, gw harus turutin gitu? Jangan harap ya”
“OKE. jadi ini artinya, lu ga mau bekerja sama ya?”
“Kerjasama? Apa pula ini maksudnya.”

Tak ada jawaban lagi dari Alex. Status percakapannya pun offline.

“Kenapa Yah? Wajahmu tegang sekali. Seperti abis ketemu dengan musuh bebuyutanmu..” Ucap Febby yang tiba-tiba muncul dari dalam apartemen. Membawa piring diatas nampan yang berisikan potongan melon dan dua gelas air putih.
“Nggak kenapa-napa Sayang.” jawabku singkat sambil mengambil potongan buah lalu melahapnya habis dalam satu suapan.

“Barusan, Ayah chatt ama Mama ya?” Tembak Febby menatap tajam kearahku.
“Nggg.. Bukan Sayang.”

“Owh. Kalo gitu berarti Alex ya? Ngomong apa aja dia barusan?”
“Gausah dipikirin Yah, gimanapun caranya, Mama dan Alex pasti akan terus berusaha sebisa mereka. Untuk bisa membuatku kembali pulang ke mereka”

DAMN. Hebat sekali Febby bisa tahu lawan pesanku barusan. Gimana caranya ya dia bisa tahu seperti itu? Tanpa melihat, tanpa mendengar. Satu-satunya info, hanya dari tampilan wajah kusutku ini.

Bersambung,
By Tolrat
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd