"Van... Lu ga gila kan?" Aku menoleh ke arahnya, mulutku terbuka menganga. Entah apa yang ada dipikiran Ivan sekarang. Mungkin dia Bercanda? Tapi bodoh banget bercandaanya. Atau mungkin dia seriusan? Anak-anak Jakarta kan emang terkenal Hedonis Liar, cowo-cowo sana bakal Nggenjot siapa aja yang masih dianggep cewe.
"Gue seriusan Dar, lu mau kaga?" Tanyanya ke aku. Gila gampang banget dia ngomongnya. Kalau dia yang naksir,kenapa harus aku? Ivan ganteng gue kayak tai. "Lah kenapa aku? Kan kamu yang naksir" aku mencoba menanyakan. Bagaimana tidak? Kenapa aku? Memang sih Marsha cantik, aku mulai memikirkan leher putihnya yang panjang, tubuhnya yang langsing, Payudaranya yang tidak terlalu kecil tapi pas, dan pipi merahnya yang imut. Aku mulai membayangkan kalau aku dan marsha pacaran gimana ya? Apa kita bakal saling panggil sayang? Atau kita kemana-mana saling pegangan tangan?
Terbayang Marsha sudah ada di kamarku. Dia mengenakan kaos putih polos dengan legging hitam ketat, pakaian yang dia sering kenakan saat latihan Dance di sekolah. Kaos yang dia kenakan tipis dan longgar dengan belahan rendah, mungkin agar dia gampang untuk bergerak mengikuti irama lagu yang ngebeat. Tipisnya kaos itu membuatku bisa melihat Bra yang dia pakai, hitam polos tanpa motif, dan Belahan dadanya yang ranum itu terlihat. Aku membayangkan dia duduk di Kasur kamarku, menunggu. Aku masuk ke kamar dan mengunci pintu di belakangku,dan aku berjalan menuju ke depannya. Aku berdiri didepannya, dia duduk menatapku. Pandangannya sayu, matanya yang bulat melihatku seakan-akan meminta lebih. Bibirnya yang tipis ingin sekali ku kecup. Aku berdiri dan dia duduk, sudah kelihatan siapa yang lebih dominan di permainan ini. Aku mulai mengelus rambutnya yang halus. Posisi kita sekarang berdekatan. Aku buka kakinya agar aku bisa semakin mendekat. Aku pegang dagunya agar dia mendangak ke atas dan aku melihat kebawah. "Sayang, kamu cantik banget" kataku mesra. Marsha masih diam, tatapannya cukup bagimu untuk melanjutkan. Langsung kudorong dia perlahan dengan tubuhku, Badanku menindihi badannya diatas kasur. Langsung kucium bibirnya yang munyil itu. Marsha membalas ciumanku juga, dengan ganas dia mulai membuka mulutnya agar lidah kita berpaut. Tangan kiriku masih mengelus kepalanya, tangan kananku mulai menjamah kebawah. Kuraba pahanya dan tanganku mulai kumasukkan kedalam leggingnya. Kurasakan hangat selangkangannya, celana dalamnya tipis. Aku mulai menggesek-gesek jemariku di memeknya yang masih terbungkus itu. Lidahku dan lidah Marsha masih berpaut ganas, liur bertukar liur, terdengar desahan pelan darinya, mencoba menahan serangan nikmat yang aku bawa ke tubuhnya. Jariku sekarang mencoba untuk mencari celah, kusingkap celana dalamnya agar jariku dapat merasakan daging memeknya, Basah. Kucari titik sensitifnya, jariku mulai masuk merekah kedalam memeknya. "Aaaahnn" Desahnya mulai tidak malu. Kumasukkan satu jari dan merasakan cairan kenikmatannya mengalir deras. "Daaar.... Enaaakh" pintanya lebih.
Setelah puas menciumnya langsung kupelorot seluruh kain yang membungkus selangkangannya. Sekarang Marsha hanya mengenakan atasan, paha putih mulusnya mengkilat berlumur cairannya. Kubuka kadua kakinya lebar-lebar dan kubenamkan wajahku ke memeknya. Tangan marsha menjambakku, Tanganku tetap membuka kedua pahanya yang menutup karena geli. Kujilati semuanya, kuminum cairannya. Setelah puas aku menurunkan celanaku. Kontolku mengacung tegak dihadapan memek Marsha. "Boleh?" Pintaku tersengal-sengal. Marsha hanya diam, namun dia mengangguk pelan. Kuludahi kontolku agar licin, kumajukan kepala kontolku ke lubang surga milik marsha. Tanganku bertumpu di sisi kiri-kanan kepalanya. Kulihat wajahnya sekali lagi, raut pasrahnya membuatku tidak tahan. Langsung kumasukkan kontolku kedalam perlahan. Kepala Marsha mendangak keatas, dia pasti kesakitan. Masa bodoh, kulanjutkan saja sudah. Setelah itu seluruh kontolku terbenam di memeknya. "Enak yang?" Tanyaku. Dijawabnya dengan lirih, "lanjutin dar". Aku memulai genjotanku dengan ritme rendah, mencoba untuk melicinkan lagi memeknya yang sempit itu. Tanganku sudah tidak lagi bertumpu lurus, seluruh tenaga aku fokuskan di genjotanku. Aku menindihnya, menciumi leher putihnya. Genjotanku kupercepat. "Mhhhhnnn" "Aaahhhn" desahan-desahan muncul dari kita berdua. Aku sudah merasa diujung tanduk, aku ingin keluar, aku....
"WOY BANGKE JADI KAGAK?"
Lamunanku kabur. Ivan menyadarkanku. Dia melihat aku dengan heran,mungkin karena senyum cabulku. Aku berusaha untuk menghilangkan lamunanku tadi. Yang bener aja,masa aku ngaceng di kelas? Disamping ivan lagi. Aku berusaha memberikan muka setenang mungkin ke ivan, berlagak cool agar tidak dikira aneh-aneh, padahal aku berkeringat dingin memikirkan apa saja yang bisa terjadi antara aku dan Marsha. Dinda mungkin yang bisa membuatku ingin ngentot, tapi sekarang aku punya tujuan lain.
Dengan muka sekeren mungkin, aku bertanya,
"Ayo aja, kenapa enggak?"
Bersambung
Mohon maaf ts tidak jual kentang.