Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Slowly, Din! × updt. 20/2/24

sa.tu (1)​


Terlahir dari keluarga yang terbilang cukup ketat dalam urusan agama, aku tumbuh sebagai pribadi yang lumayan kurang berinteraksi dengan lawan jenis secara berlebihan, meskipun aku memiliki satu sahabat laki-laki, terlebih dengan pergaulan yang tidak bermanfaat bahkan cenderung merugikan dalam pandangan keluargaku. Meskipun belakangan aku mulai mendapat kelonggaran dalam bergaul, aku masih sering secara tidak sadar membatasi diri padahal aku sudah merasa cukup gerah dengan aturan-aturan yang ketat itu, tapi tak apalah.

Aku tinggal di sebuah daerah yang agak sulit terjangkau oleh derasnya gaya pergaulan kota besar di Indonesia, bahkan untuk pergi ke kota besar aku harus menempuh perjalanan darat hampir seharian penuh, ditambah dengan perjalanan laut, begitu banyak usaha dan tenaga yang diperlukan untukku agar bisa merasakan carut-marutnya kota besar.

Desaku sendiri, meskipun sangat jauh dari perkotaan, tetap saja sedikit banyak mendapatkan pengaruh dari gaya pergaulan modern, khususnya pada remaja. Setidaknya itulah yang kutemui pada teman-teman yang cukup dekat denganku, yakni Risa, si gadis super aktif yang cerewet dan hampir tidak bisa diam, suasana sekitar cenderung akan selalu ramai bila dia dalam mode aktifnya, biasanya sih dia akan sedikit pendiam bila sedang lapar, atau patah hati, itu saja. Juga ada Wawan, bisa dibilang dia adalah satu-satunya teman laki-laki yang paling dekat denganku, selain rumah kami saling berdekatan (ya, aku, Risa dan Wawan masih dalam baris rumah yang sama), dia ini juga laki-laki yang memiliki hobi yang sama dengan Risa, berhubung Wawan dan Risa sangat dekat, dan aku juga sangat dekat dengan Risa, secara tidak langsung aku juga akan sangat sering bertemu dengan Wawan, maka jadilah kami sebagai teman baik di sekolah, di rumah, bahkan dimanapun.

Aku bersekolah di satu-satunya sekolah menengah yang kupikir masih dalam jarak tempuh wajar yang ada di daerahku, meskipun tidak bisa terbilang dekat bila dibandingkan ketersediaan sarana pendidikan di kota-kota besar, karena membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 30 sampai 45 menit berkendara dari rumahku, namun di daerah tertinggal ini, jarak itu masih kusebut sebagai dekat. Bila di kota waktu tempuh itu juga biasa ditemui dan dirasakan anak sekolah, namun kebanyakan itu disebabkan karena macet dan sebagainya, di desaku waktu tersebut murni ditempuh karena jarak yang tidak dekat.

Pagi ini, aku sudah bersiap berangkat ke sekolah dengan seragam putih abu-abu yang belakangan kurasa sudah agak ketat, mungkin tidak ketat, hanya sedikit mengecil, padahal aku masih ingat betul beberapa bulan yang lalu seragam ini masih terasa longgar kukenakan. Ditambah dengan jilbab putih menutupi rambut hitam panjangku, entah mengapa aku sangat suka memanjangkan rambutku, bahkan sampai menyentuh pinggangku, meskipun saat ini sudah kupotong sedikit karena kelamaan aku makin kesulitan merawat dan beraktivitas dengan rambut sepanjang itu.

Meskipun dirumahku terdapat sepeda motor yang bisa saja kupakai untuk ke sekolah, tetapi aku lebih suka untuk dibonceng. Simpel saja, aku masih sangat mengantuk untuk mengendarai motor sepagi itu, untung saja sahabatku, baik Risa ataupun Wawan selalu bersedia dan tak pernah keberatan direpotkan dengan keberadaanku hahaha.

Pagi ini aku dibonceng oleh Risa, karena sepertinya Wawan agak terlambat bangun akibat nongkrong sampai terlalu larut di rumah temannya yang lain.
Risa, sama denganku, juga mengenakan seragam putih abu-abu dengan jilbab putih, namun bedanya seragamnya memang agak ngepress karena memang dia yang menginginkannya seperti itu.

"lebih pede tau", katanya saat kutanya soal seragamnya itu.
Akupun hanya manggut-manggut mendengarnya.

Dalam perjalanan kami ke sekolah, kami melewati pemandangan khas daerah pedesaan pada umumnya, sawah, gunung, hutan, dan sebagainya. Juga berpapasan dengan beberapa teman sekolahku, baik yang kukenali, hingga teman sekolah yang Risa kenal namun tak kukenali. Maklum, aku tidak terlalu banyak bergaul, apalagi sampai ke kelas lain yang letaknya cukup jauh dari ruang kelasku.

Saat kami sampai, di kelas masih lumayan sepi, hanya ada beberapa siswi teman kelasku yang sedang mengobrol, dan beberapa sibuk dengan urusan masing-masing, untuk teman laki-laki khususnya di kelasku, terlambat sudah menjadi kebiasaan, jadi tak heran batang hidung mereka belum terlihat.
Di kelas, aku duduk bersebelahan dengan siapa lagi kalau bukan Risa, kami duduk di bangku paling belakang namun berada pada sisi kelas yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk.

"Ris, pinjem hp dong", pintaku kepada Risa, dengan agak malas karena masih mengantuk.
"Nih..", sembari menyodorkan HP-nya kepadaku.
"Aku mau ke WC dulu, kebelet", pamitnya.

Ya, aku dan Risa memang sudah terbiasa saling bertukar dan menggunakan HP masing-masing, aku meminjam HP-nya, begitu juga sebaliknya, entah mengapa kami sangat suka berlaku demikian, sehingga tak ada rahasianya yang tak kuketahui, termasuk obrolannya bersama pacarnya lewat WA dari kelas sebelah, dan ia tak pernah keberatan bahkan terkadang cenderung memaksaku untuk membaca obrolannya yang kadang menjurus ke arah mesum, begitu juga dengannya, dia tahu semua aktivitasku dengan HPku, agak aneh memang tapi sepertinya itu karena kami sudah terlalu dekat, sehingga tak ada lagi yang perlu kami sembunyikan.

Namun kali ini ada yang berbeda, dan itu menarik perhatianku, yaitu sebuah grup chat dengan nama "Pemersatu Bangsa", dengan foto profil sebuah gambar wanita yang belakangan kuketahui sebagai aktris film dewasa Jepang.

"Apaan nih..", kataku, sembari membuka obrolan grup tersebut dengan penasaran.

Entah bagaimana ekspresi wajahku saat melihat isi dari obrolan di HP Risa ini, yang jelas, rasa kantukku lenyap entah kemana dan spontan aku menutup mulutku dengan tangan kiri ku agar tidak berteriak.
Aku langsung disuguhi dengan foto seorang wanita yang melakukan selfie-mirror, terdengar biasa, namun yang tak biasa adalah wanita ini melakukannya tanpa menggunakan atasan, serta hanya mengenakan celana dalam model mini yang hanya menutupi sebagian area selangkangannya. Meskipun kagetku belum usai, tanganku seolah bergerak sendiri dan menggeser layar HP untuk melihat obrolan grup itu

"Mantep banget, pagi2 udah ada modelan gini", ketik seorang anggota grup yang nomornya tak disave oleh Risa.

Dan ya, semakin aku melihat lebih jauh isi grup "Pemersatu Bangsa" ini, semakin banyak pula aku disuguhkan foto dan video yang tak pernah kulihat sebelumnya, bahkan untuk membayangkannya saja aku tak pernah. Mulai dari foto wanita tanpa pakaian, foto penis pria, sampai video yang berisikan adegan seksual wanita dan pria juga ada di grup tersebut.

Dengan shock yang tak kunjung reda, aku segera mengunci HP Risa tersebut, layarnya menghitam dan gelap, namun aku seolah masih bisa melihat apa yang tadi kulihat di layar ini, lalu aku membalikkan layarnya menghadap ke permukaan meja.

"Kok ada begituan sih..", ucapku berbisik dengan tidak percaya.

Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku, ingin rasanya menghilangkan bayangan atas penampakkan yang tak seharusnya kulihat itu. Namun tetap saja, gambaran akan wanita yang bertelanjang dada dan dihiasi dengan bulir keringat di tubuhnya masih melekat dalam bayanganku.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke toilet untuk mencuci muka, sekaligus menyusul Risa yang tak kunjung kembali sedari buang air. Tak lupa HP Risa yang membuatku kaget tetap kumasukkan dalam kantong baju seragamku, meskipun itu membuat dadaku menjadi lebih terlihat busung, namun aku tak ambil pusing.

"Semoga abis cuci muka bisa mendingan", pikirku.

Sesaat sebelum masuk ke dalam toilet, bertepatan Risa yang keluar dan sepertinya baru saja selesai buang air.

"Eh, kok nyusul? Mau ngapain?", ucap Risa agak kaget.
"Lu lama banget, sekalian mau cuci muka, ngantuk banget", ucapku sedikit berbohong.
"Ooh, gue duluan ya", ucap Risa
"Yaelah, tungguin ngapa..", pintaku sedikit memaksa, karena toilet sekolahku ini lumayan suram.
"Yaudah, buruan neng, pegel ini", suruh Risa.

Lalu aku bergegas masuk ke toilet sembari mencuci wajahku. Ya, perlahan bayanganku akan penampakkan 'mengerikan' di HP Risa tadi sedikit demi sedikit mulai memudar, dan digantikan dengan keheranan.

"Kok bajunya Risa agak kusut ya?..", pikirku heran
"..perasaan tadi masih rapi, mana keringetan lagi"

"Ah, mungkin karena buang air tadi jadi agak ribet", pikirku mencari pembenaran.

"Yuk", ajakku kepada Risa yang menunggu lalu menggandeng tanganku sampai ke kelas.

Setibanya di kelas ternyata kelas mulai ramai, dan tak lama aku harus mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas yang membosankan dan monoton lagi dan lagi.

Namun, perlahan bayangan wanita dan video sensual tadi kembali mengganggu pikiranku. Sial.

__________________

Gambaran masing-masing tokoh (khususnya pemeran utama) akan dikupas sedikit demi sedikit, jadi sabar yaash.
muantaaaaaaap
 

du.a (2)


Belakangan, aku jadi semakin sering meminjam HP milik Risa, sebuah smartphone keluaran perusahaan asal Korea yang terkenal itu. Bukan, bukan karena merknya ataupun fitur canggih smartphone itu, tapi karena apa yang ada di dalamnya, tepatnya grup WA yang 'menarik' itu.

Ya, sejak kejadian di kelas pagi itu, aku tak pernah bisa menghilangkan bayangan tentang foto dan video yang bertebaran di sana. Dan tentu saja Risa tahu hobi baru ku di HP-nya itu, scrolling grup itu bila sedang tak ada kegiatan.

Beberapa hari semenjak kejadian itu aku sempat bertanya kepada Risa mengenai grup itu,

"Ris, kok di WA lu ada grup aneh2 gitu si..",
".. ngapain lu masuk grup begituan?", tanyaku saat kelas sedang sepi, sedikit berbisik tentunya.
"Lah, lu liat yak? Akhirnyaaa, gimana? Suka gaa? Hahaha", jawabnya sambil menertawakanku

Ia menganggap itu adalah kejadian yang tak biasa, mengingat aku selalu menolak ketika ia tawari untuk melihat konten sejenis itu karena menurutku itu bukan hal yang pantas untuk dilihat oleh anak seumuran kami.
Ya, ia memang sudah sedikit akrab dengan hal-hal seperti itu, tentu karena aku selalu melihat isi HP-nya, terutama obrolan mesum bersama Wisnu, pacarnya di kelas seberang.

Aku lalu memukul bahunya ringan sambil sedikit malu.

"Ya lu sih grup gituan malah dipajang, kalo ada orang liat gimana?", ucapku mengalihkan pembicaraannya.
"Ya ampun sayangg, ga ada yang tau password HP gue selain elu, jadi kalo ada yang tau isi HP gue.."
"..pasti elu yang ngasih tau hahaha", ucapnya lagi-lagi sambil tertawa dan mencubit pipiku.

Aku lalu mengiyakan ucapannya, daripada aku jadi sasaran cubitannya lagi. Lalu aku melihat ke sudut ruang kelas yang kosong, sedikit melamun, sampai..

"Jadi, suka lu liat gituan?", tanyanya memecah keheningan.

_______

Pertanyaan terakhir Risa masih belum bisa kujawab, bahkan sampai saat sekarang, aku masih belum bisa menentukan apakah aku benar-benar mulai tertarik dengan hal-hal seperti itu, atau aku hanya sekedar penasaran saja, mengingat aku sama sekali tak pernah melihat hal semacam itu.

Aku berbaring di kamar ku yang cukup luas untuk ditempati satu orang saja, masih dengan seragam sekolahku, beberapa kancing atas kemejaku sudah terlepas dari tempatnya, memperlihatkan leher, bahu, dan sebagian dadaku yang terlihat jelas terdapat bulir keringat, sengaja kubuka karena cuaca sedang lumayan panas, sedang jilbabku sudah kulempar sembarang arah saking inginnya aku merasakan angin segar, dan rok abu-abu yang kukenakan terangkat sedikit diatas lututku, mungkin karena sebelumnya aku sedikit menghempas diriku ke kasur.

Dengan kantuk yang menyerang, pertanyaan Risa masih terngiang-ngiang di kepalaku, lalu akhirnya aku tertidur karena kelelahan.
Sampai akhirnya aku terbangun karena Wawan menelfonku, saat kulihat ternyata sudah pukul 7 malam lewat sedikit, tidak ada yang membangunkanku

"Pada pergi kali ya", pikirku, karena tidak mungkin aku dibiarkan tidur dan melewatkan ibadah petang.

Masih dengan kantukku, aku mengangkat telfon Wawan yang sangat mengganggu tidurku
"Hnghh, ngapa lu?", ucapku dengan malas
"Waduh, tuh suara enak banget neng", ucap Wawan kaget
"Gua depan rumah lu nih, bantuin ngerjain tugasnya pak Sapto dong, Risa ntar nyusul katanya", jelasnya
"Heh, gue baru bangun tau, dari balik sekolah tadi ga ada yang bangunin", tegasku
"Yaudah tunggu, gue juga belom ngerjain",

Dengan gontai aku memaksa diriku bangun, mendengar nama pak Sapto cukup mengenyahkan sedikit kantukku, mengingat dia adalah salah satu guru paling galak sekaligus paling rajin memberi tugas.

"Lu ganggu aja dah, lagi pules juga", omelku padanya sembari membuka pintu masuk rumahku

Biasanya, ketika aku mengomeli Wawan, dia selalu punya jawaban untuk membalas, atau hanya sekedar mengulangi perkataanku untuk meledekku yang sering memarahinya. Namun kali ini ada yang aneh, dia hanya diam dan tak berkata apa-apa, pandangannya hanya lurus ke arahku, tetapi sepertinya bukan melihat wajahku,

"Heh, kesambet tau rasa lo!", teriakku menyadarkannya.
"Eh, apaan sih, bikin kaget aja lu", ucapnya yang tak lagi diam, tapi pandangannya masih terus ke arahku.
"Abisnya lu ngelamun gitu, ngelamun jorok lo ya? Dasar", tuduhku
"Sembarangan, minggir ah gue mau masuk", jawabnya lalu ngeloyor masuk dan duduk di salah satu sofa ruang tamu ku.
"Pada kemana sih? Sepi amat", tanyanya penasaran
"Gatau, gue pulang sih masih pada ngumpul..",
"Pas bangun pada ilang", jawabku sambil berjalan kembali ke arah kamarku

Pintu depan masih kubiarkan dalam keadaan terbuka, selain supaya Risa bisa langsung masuk saat ia tiba nanti, aku tak ingin ada yang melihat aku berduaan dengan laki-laki, bisa disikat gue ama bo-nyok. Meskipun mereka sudah kenal baik dengan Wawan, aku tetap saja menghindari hal-hal lain yang tak kalah berbahaya, yaitu obrolan para tetangga.

"Lu mulai kerjain dikit-dikit dah ya, gue mo mandi dulu", suruhku pada Wawan
"Pantes aja ada bau ga enak pas gue masuk, ternyata ada yang belom mandi", ledeknya
"Heh enak aja ya, gue meskipun belom mandi masih wangi kali..",
"..emangnya elo, udah mandi aja masih bau", ledekku kembali lalu berlari kecil ke arah kamarku
"Yeeee, sialan lu!", teriaknya

Setibanya di kamar, aku langsung menutup pintu kamarku itu untuk bersiap mandi. Saat hendak berjalan ke kamar mandi, ya aku punya kamar mandi sendiri dalam kamarku, aku melihat sekilas penampilanku di cermin yang tingginya sedikit lebih tinggi dari badanku yang hanya 164cm ini. Aku lalu berhenti dan sedikit mencoba fokus lalu bertanya-tanya,

"Kenapa tadi Wawan ngeliatin aku ya? Tapi aku tahu betul matanya tidak mengarah ke wajah ataupun mataku", tanyaku dalam hati

Aku melihat ke helaian rambut hitam panjangku yang terurai dan tentu saja kusut setelah bangun tidur tadi, tapi itu bukan hal yang aneh, karena memang Wawan sudah beberapa kali melihat rambutku, jadi itu bukan hal yang baru untuknya, meskipun aku hanya berani tidak mengenakan jilbab di hadapan Wawan saat sedang tidak ada orang di rumah, hanya saat ada aku, Risa, dan Wawan.

Sampai akhirnya aku melihat ke arah leher hingga ke bawah, yash, kupikir aku menemukan apa yang membuat Wawan tak bergeming untuk beberapa saat ketika aku membukakan pintu untuknya, dua buah kancing seragamku tidak lagi berada di tempatnya setelah kubuka siang tadi, alhasil area bagian atas dadaku terbuka dengan bebas, bahkan menampakkan sedikit gundukan payudaraku yang cukup putih, ya kulitku memang terbilang putih, bahkan aku adalah siswi dengan kulit paling putih, setidaknya di antara teman sekelas ku, itu juga menurut Risa, yang mana kami akan berpakaian sedikit lebih terbuka bila hanya berdua saja. Lalu aku juga melirik sekilas pada papan nama yang ada di seragamku itu, tertera disana "Andini Mega Ramadhani", ya itu namaku, dan aku biasa dipanggil Dini, atau Mega, tapi kebanyakan teman-temanku memanggilku Dini, banyak juga yang memanggilku Mega, menurutku itu sama saja jadi aku tak ambil pusing.

Aku kembali memperhatikan gundukan payudaraku yang mengintip dari balik seragam putihku ini, lagi-lagi menurut Risa, ia mengatakan bahwa ukuran payudara ku terbilang cukup besar di usia kami saat ini, tidak terlalu besar, namun bila dibandingkan dengan teman siswi yang lain, payudaraku masih sedikit lebih besar. Aku tidak tahu apakah itu adalah hal yang patut dibanggakan, aku tidak pernah benar-benar memikirkannya, melainkan Risa yang kerap kali membahas soal payudaraku ini, juga payudaranya, aneh memang.

"Aduuh, pantesan tadi Wawan sampe diem gitu, pasti dia ngeliatin ini", ucapku malu sambil sedikit meraba payudaraku yang menyembul itu

Merinding, itu yang kurasakan setelah aku mencoba meraba bagian dadaku itu, aku tak mengerti kenapa, padahal sebelumnya aku selalu melakukannya saat sedang mandi. Tak mau terlalu lama memikirkan itu,aku langsung teringat tujuan awalku, sambil berjalan ke arah kamar mandi, aku membuka satu per satu kancing seragamku lalu menanggalkannya, yang mana di baliknya langsung dapat ditemui sebuah bra putih berukuran 36B yang menopang sepasang payudaraku, ya aku tak mengenakan kaos ataupun tanktop di baliknya karena aku tahu cuaca hari ini akan panas, dan akan sangat menggangguku bila mengenakan banyak lapis pakaian, serta aku tidak khawatir akan terlihat dari luar karena seragamku terbuat dari kain yang cukup tebal sehingga pakaian dalamku tidak akan menerawang.

Selanjutnya aku melepas rok abu-abu yang sebenarnya tidak terlalu ketat, tapi sepertinya ukuran pantatku agak sedikit besar bila dilihat dari tubuhku yang tidak terlalu berisi, sekaligus beserta legging dan celana dalam yang kukenakan, kemudian aku meloloskan bra ku tanpa melepas kaitan di belakangnya, karena aku sudah melakukannya tadi siang sesaat sebelum tidur, tapi aku terlalu lelah untuk melepaskannya secara penuh. Jadilah aku tanpa pakaian sehelai pun di kamar kesayanganku ini, persis seperti foto wanita yang kulihat kala itu.

Sesaat sebelum masuk ke kamar mandi, aku berubah pikiran untuk terlebih dahulu mencari jilbab yang kukenakan tadi siang yang telah kulempar entah kemana, jadi aku memutar balik arah jalanku dan mencari jilbabku itu sembari masih terus bertelanjang. Meski hanya di kamar, aku tidak terlalu sering bertelanjang seperti perempuan lain, setidaknya itu yang kuketahui soal Risa. Ya, bila dia berada dalam kamarnya, maka bertelanjang sudah menjadi kewajiban. Aku hanya akan tanpa pakaian seperti sekarang ini hanya bila bersiap untuk mandi, ataupun setelah mandi, namun untuk beraktivitas di dalam kamar, aku masih tetap mengenakan pakaian meskipun seadanya seperti hanya sepasang bra dan celana dalam, atau tanktop tanpa bra dan celana dalam, atau kombinasi pakaian minim lainnya.

Kebiasaanku dan Risa ini tentu hanya aku dan Risa yang tahu, bahkan keluargaku dan keluarganya tidak ada yang tahu soal ini, bisa habis kami bila ketahuan memiliki kebiasaan tak biasa seperti ini.

Selanjutnya, aku pun mandi dan segera menyusul Wawan dan Risa yang sudah datang dan mulai mengerjakan tugas di ruang tamuku.
top markotop
 

ti.g.a (3) - Post a Picture (PAP)​


Tanktop bertali tipis dan sebuah celana dalam, ya, hanya itu yang saat ini menutupi tubuhku, padahal aku tidak sendirian, melainkan sedang bersama dengan seorang gadis muda yang penampilannya sedikit lebih terbuka daripada aku. Hanya mengenakan celana dalam, secarik kain itu saja yang menutupi tubuhnya, memperlihatkan sepasang payudara yang terbilang lumayan besar, meski tidak sebesar milikku. Namun aku selalu senang memperhatikan benda yang menjadi kebanggaannya itu, aku tahu itu karena aku mendapati banyak sekali foto selfienya yang memamerkan aset berharganya itu di galeri miliknya. Meskipun aneh, aku tak pernah mempermasalahkannya, hanya pada satu waktu aku mengingatkannya untuk lebih berhati-hati jangan sampai ada orang lain yang melihat foto vulgarnya itu. Tentu saja dia adalah Risa, sahabat baikku.

Kali ini kami sedang dalam mode bermalas-malasan di rumahku, sehubungan hari ini adalah hari libur dan rumahku sedang hanya ada aku sendiri, ditinggal orangtuaku pergi mengunjungi rekan kerjanya di kota sebelah, jadi aku mengajaknya kemari karena aku cenderung tidak suka sendirian di rumah.

Seperti biasa, saat ini kami sedang bertukar HP, padahal dia sedang chattingan dengan pacarnya itu. Setiap ada chat dari pacarnya aku hanya akan membacakan isi chatnya dan membalas chat itu sesuai dengan apa yang Risa katakan.

Sampai pada satu saat, entah bermula dari mana, yang jelas obrolan mereka mulai menjurus ke arah obrolan mesum khas orang pacaran, sepertinya,

"Eh, ada chat lagi nih, Wisnu nanya ukuran bh lo..",
"..ngapain dah ni orang nanya-nanya ukuran bh segala", gerutuku

"Hahaha, ya jawab aja kali, lo kan dah tau ukuran gue..",
"..godain aja sekalian", suruh Risa.

"Gila lo, mana tau gue godain cowo, pacaran aja ga pernah",
"Lagian kalo ntar dia macem-macem gimana?", tanyaku pada Risa.

"Yaelah takut bener, chat doang itu, ga nyampe tangannya kesini haha", ucap Risa
"Sini gue ajarin lo godain cowo"

Dulu, aku selalu menolak bila Risa mengajakku berurusan dengan yang namanya laki-laki, entah takut atau apa, yang jelas aku selalu menjaga jarak dari lawan jenis, bahkan sekedar membahas mereka sekalipun, terkecuali Wawan yang sudah kukenal luar dalam, bahkan sejak kami masih anak ingusan. Namun kali ini, atau tepatnya sejak pertama kali aku melihat konten vulgar itu, secara tak sadar aku mulai tertarik dan tak jarang memperhatikan lawan jenis dan membayangkan apakah dibalik pakaian yang mereka kenakan sama dengan apa yang kulihat lewat foto dan video.

"Cowo tuh gampang ditebak Din, mereka cuma mau dua..",
".. toket ato memek lo", ucap Risa vulgar

"Heh, mulut tuh kotor bener", ucapku sedikit berteriak, ya, aku selalu mengingatkannya untuk tidak berbicara seperti itu mengingat dia adalah seorang perempuan.

"Iye iye, lagian ga ada yang denger juga", jawabnya membela diri,
"Udaah, godain aja, kita udah mau lulus..",
"..masa godain cowo aja gatau", ledeknya

"Lagian buat apa tau gitu-gituan, ga kepake juga ama gue", tegasku

"Justru lo harus tau supaya lo ga dibego-begoin cowo kalo lo udah tau caranya", jawab Risa

"Iya juga ya, tak lama lagi aku berencana merantau ke kota untuk kuliah, yang semoga lulus sih..",
"Aku harus tau modusnya para cowo", pikirku

Ya, beberapa bulan lagi harusnya kami sudah lulus SMA, dan aku sudah berencana untuk kuliah di universitas ternama di kota besar terdekat dari daerahku, begitu juga dengan Risa. Jadi aku ingin menghabiskan waktu lebih bersama Risa, sekedar berjaga-jaga bila seandainya kami tak kuliah di kampus yang sama, tanpa Wawan tentunya, melihat kondisi pakaian kami yang tak layak ini hahaha.

"Emang gimana caranya?", tanyaku pada Risa

"Cara apaan?", Risa bertanya balik

"Ihh, lemot lu, yang tadi..",
"..go-godain cowo", jawabku sedikit ragu

"Wahahahaha, penasaran juga lu ya!", teriak Risa heboh

Aku yakin wajahku sedikit memerah karena malu,

"Sekarang lo jawab aja pertanyaannya tadi..",
"..terus ntar lo bilang 'ngapain nanya ukuran, ngga isinya sekalian?' gitu", jelas Risa

"Udah gila lo ya?! masa lo nyuruh gue ngetik gitu", lagi-lagi kujawab dengan sedikit berteriak.

"Yee kan lu mau belajar godain cowo oon, ya harus digoda beneran dong", bela Risa, sambil melemparku dengan bra yang ada di sampingnya, miliknya tentu, karna bra ku kusimpan rapi pada gantungan baju, berjaga-jaga bila harus segera kupakai.

"Iya udah iya", jawabku

Lalu aku membalas chat Wisnu tadi sesuai dengan arahan Risa tadi. Tiba-tiba aku merasa gerah dan sedikit berkeringat, tubuhku serasa panas, entah perasaan apa ini, tak jauh berbeda dengan yang kurasakan saat pertama kali aku melihat isi grup Pemersatu Bangsa kala itu.

Aku malu, meskipun aku membalas chat itu seolah-olah aku adalah Risa, tapi aku tetap merasa akulah yang mengatakan hal itu kepada Wisnu secara langsung.

Tak lama, balasan Wisnu kembali masuk,

"Emang isinya gimana, yang? Mau dong liet", balas Wisnu

Membuka chat itu, mataku terbelalak karena kaget dengan respon Wisnu itu,

"Emang ya laki-laki, itu aja pikirannya..", ucapku dalam hati
"..Wawan gitu juga ga ya?", lanjutku penasaran

"Ris, ni cowo lu, udah gila kali ya?",
"..masa dia mau liet punya lo", ucapku memberitahu Risa yang juga sedang asyik memainkan HPku.

"Punya gue? Apaan punya gue", tanya Risa bingung

"Yaa itu loh, payudara lo, gimana si", jawabku

"Si oon, payudara payudara, bilang aja toket ngapa sih", ucap Risa heran dengan kepolosanku

"Ga biasa gue ngomong jorok gitu ah, aneh tau", belaku

"Coba deh, toket, gitu", suruh Risa,

"T..to..ket", ucapku terbata-bata.

"Nah, itu lo bisa, biasain aja, supaya ga diledekin lu di kota ntar kaku amat", jelas Risa

"Iya iya, t-toket", cobaku lagi

Aku merasakan sensasi aneh di lidahku saat mengucapkan kata-kata seperti itu, aneh,

"Eh, jadi gimana ini, cowo lo mau liet t-toket lu nih", ucapku

"Yaudah kasih aja", jawab Risa santai

"Serius lo mau ngasih? Ntar disebar loh", jawabku memperingatkan Risa

"Yee, tenang aja, gue percaya Wisnu..",
"..mana rela dia liat toket gua kesebar terus dilietin orang banyak, gue deket cowo lain aja ngambek dia", jawab Risa meyakinkanku

Untuk sesaat, aku sempat merinding membayangkan foto aset berharga Risa tersebar dan dilihat orang banyak,

"Serah lo dah, yaudah sini foto", suruhku pada Risa agar mendekat, karena posisinya yang berbaring tengkurap di kasurku, sedang aku duduk di kursi belajar

"Lu aja yang foto", ucap Risa

Aku diam, kebingungan dengan ucapannya barusan

"Maksud lo gue aja yang foto"?, selidikku heran

"Ya fotoin aja toket lu", jawab Risa santai sambil terus bermain HP

Aku spontan berdiri lalu mendatangi Risa dan mencubit lengannya karena kaget dengan suruhannya itu,

"Eh, aduh aduh, sakit tauuu", keluhnya setelah kucubit

"Ya lo udah gila, masa gue fotoin Wisnu toket gue..",
"..gue selfie gitu sendiri aja ga pernah, gila lo ah", tegasku

Lalu aku duduk di tepi kasurku itu, menyusul Risa yang bangkit dari tidurnya tadi.

"Kan lu sendiri yang mau belajar gimana caranya godain cowo..",
"..jadi lu harus belajar langsung caranya", bela Risa sambil mengelus-elus bekas cubitanku

"T-tapi masa harus fotoin toket gue sih, kan dia maunya toket elo", elakku

"Dini sayang, emangnya dia tau kalo ntar yang lu kirim itu toket lu dan bukannya toket gue? Jangan tunjukkin muka lu lah bege", ucap Risa memojokkanku

"Ya tapi kan.."
"Gue ga pernah", ucapku melemah

"Makanya lu harus nyoba..",
"..lagian dia ga bakal tau itu toket lo, emang ada yang tau bentukan lo selain gue?", tanya Risa

"Ga ada lah, yakali yang lain pernah liat gue ginian", tegasku

"Nah, berarti dia ga bakal tau kalo itu toket lo, secara dia ga pernah liat lu punya barang", jelas Risa

"Ya iya sih, tapi..", ucapku ragu

"Udaah, kan lu mau belajar, supaya lo ngerti maunya cowo ya gitu-gitu aja", tegas Risa kembali

"Lama lu ah, sini",

Risa lalu berdiri di hadapanku dan meloloskan tanktop yang kukenakan, dan tampaklah kedua payudaraku tanpa halangan, jadilah kami berdua sama-sama bertelanjang dada di kamarku ini. Selanjutnya ia mengarahkan tanganku yang sedang memegang HP-nya itu dalam mode kamera depan terbuka, dan memposisikannya ke arah depan dadaku, tanpa memperlihatkan wajahku tentunya, lalu menekan tombol shutter, dan tadaa, untuk pertama kalinya aku melakukan foto telanjang dada, bahkan akan segera mengirimnya ke lelaki yang sama sekali bukan muhrim ku.

Setelah mengirim fotoku ke Wisnu, Risa lalu melanjutkan aktifitasnya di HPku, sedang aku memegang HP-nya sembari harap-harap cemas menunggu balasan dari Wisnu.

"Bagaimana kalau dia tahu itu fotoku?," pikirku cemas

"Bagaimana kalau dia tak suka bentuk payudaraku?" tanyaku lagi dalam hati

"Eh, apa yang baru saja kupikirkan, bisa-bisanya aku memikirkan apakah dia menyukai bentuk payudaraku atau tidak", pikirku tersadar.

Notifikasi WA Risa kembali berbunyi, dan itu adalah balasan dari Wisnu, lagi.

"Gilaaa gila, bagus banget toket lu yang, gede banget, padet, putih lagi," puji Wisnu terhadap foto yang ia terima

Tak sadar aku tersenyum dan merasa bangga dengan pujian yang diberikan oleh laki-laki yang merupakan pacar Risa tersebut,

"Ah, gue jadi ngaceng nih, tanggung jawab lo yang", balas Wisnu lagi

"Hah? Ngaceng? Apaan ngaceng?", tanyaku dalam hati,

Lalu notifikasi baru masuk kembali berupa foto,

"Kok foto, foto apa nih?", lalu mendownload foto tersebut,

yang ternyata adalah foto penis milik Wisnu, tepatnya sebuah foto dimana Wisnu tampak sedang berbaring di kasurnya tanpa mengenakan pakaian, sepertinya ia meletakkan HP-nya di dekat paha dalamnya, sehingga selain penisnya, ia juga menampakkan wajahnya, dan tentu saja penisnya mengisi sebagian besar foto itu, penis yang kurasa cukup besar, meski tidak sebesar milik pemeran video di grup haram itu, penis milik Wisnu berwarna agak gelap, mengingat Wisnu memang laki-laki yang berkulit sawo matang, namun garis-garis urat tampak jelas menjalari batang penisnya itu, lalu di ujungnya tampak mirip seperti jamur yang mengkilat.

Tak sadar aku menelan ludah, sembari memperhatikan dengan seksama foto yang Wisnu kirim itu, pada penisnya sih sebenarnya, aku tak begitu peduli dengan bagian lain dari foto itu, entah kenapa, aku begitu terpikat dengan penis itu, yang merupakan penis kesekian yang pernah kulihat di HP milik Risa ini, dari grup itu tentunya.

Selang beberapa saat, aku merasa hangat pada bagian vagina ku, seperti lembab,

Aku lalu menoleh pada Risa yang masih sibuk sendiri, lalu mengulurkan tanganku memeriksa isi di balik celana dalam krem ku ini, tanganku meluncur mulus menyentuh vaginaku, karena aku selalu mencukur habis rambut yang tumbuh disana, dan ya, di bawah sana terasa hangat dan basah, sampai aku mulai terasa tak nyaman dengan celana dalamku yang terkena cairan dari vaginaku itu, aku tak mengerti, yang jelas, sensasi ini baru kurasakan.

Aku juga tak memberitahukan apa isi balasan Wisnu setelah foto payudaraku tadi, biarlah dia yang melihatnya sendiri, nanti.

Dan tiba-tiba Wisnu kembali mengirimkan chat yang membuatku bingung,

"Tapi yang, toketmu kayak ada yang beda deh..",
"..lebih putih, lebih gede", ketik Wisnu heran


"Heh? Kok..?"
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd