Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Ternyata Namamu Bukan Amanda (berdasarkan kisah nyata)

panglimaperah

Suka Semprot
Daftar
2 Feb 2015
Post
21
Like diterima
423
Bimabet
Salam untuk para suhu pembaca di sini. Kali ini nubi ingin berbagi cerita tentang pengalaman nubi dengan seorang perempuan yang nubi temui melalui dating site. Ya, dating site. Bukan dating apps. Latar waktu cerita ini memang sebelum smartphone booming dan banyak dipakai seperti sekarang ini. Kejadian pada cerita ini sekitar 2012 dan berdasarkan kisah nyata.
Nubi coba ceritakan secara bersambung. Cerita ini merupakan bagian dari latihan nubi untuk kembali menulis setelah sekian lama disibukkan dengan pekerjaan. Setelah terkena lay off pada Maret lalu, ya nubi bagian dari gelombang lay off masal yang melanda start up di Indonesia, nubi belum juga dapat pekerjaan lagi dan memutuskan mengisi waktu luang dengan banyak menulis. Kegiatan yang nubi sudah lama tinggalkan.

Untuk memudahkan pembacaan, nubi akan sertakan index update di halaman pertama.

Selamat menikmati.
=========================================================================


Riuhnya Jalan Margonda pukul tujuh pagi itu serba biasa. Bermacam kendaraan menyemut di sisi jalan menuju Lenteng Agung. Sepeda motor, mobil, angkot, bus kota saling adu cepat mengisi celah-celah kosong jalan bak takut tak dapat jatah pahala. Pejalan kaki mulai memadati sisi jalan mencari sisa-sisa trotoar sambil berkelahi dengan aneka rupa halang rintang. Ada lubang di atas drainase, lapak-lapak pedagang penganan pagi, angkot ngetem di setiap muka gang, sisa-sisa meterial bangunan, plang tambal ban, dan zebra cross yang selalu diabaikan pengendara kendaraan bermotor.


Pejalan kaki yang didominasi para mahasiswa akan hilang tak terlihat lagi ketika memasuki gang menuju stasiun sebagai rute paling populer menuju kampus. Banyak yang terburu-buru dengan segala tetek bengek bawaan masing-masing. Ada yang menggendong ransel, jinjing segepok dokumen, kerepotan membawa bahan praktikum, sibuk antri di kios pengetikan untuk sekadar print dokumen. Ada juga yang berjalan santai sambil sesekali mampir di lapak pedagang DVD bajakan. Semuanya serba biasa. Ya itulah rutinitas pagi di Jalan Margonda. Serba sibuk, serba riuh.


Penulis menikmati keriuhan pagi Jalan Margonda itu sambil menyeruput kopi hitam yang kebanyakan gula ditambah 2 biji gorengan yang baru matang dengan kilauan bekas minyak goreng. Rasanya hampir paradoks. Situasi yang riuh itu dinikmati penulis yang baru saja bangun dari tidurnya yang cuma 3 jam itu di warung depan kos penulis sendiri tanpa ada tekanan untuk tergesa-gesa. Keriuhan Jalan Margonda pagi itu secara perlahan mereda. Banyaknya kendaraan yang menyemut tadi berangsur hilang entah ke mana menyisakan segelintir saja. Tenang saja. Kendaraan-kendaraan itu akan kembali lagi nanti sore. Entah dari mana mereka akan tiba-tiba memenuhi jalan lagi dari arah Lenteng Agung.


Setelah asupan pagi selesai disantap, penulis kembali ke dalam kos. Masih enggan memulai kegiatan pagi itu. Niat ingin bersantai, penulis menyalakan laptop untuk dengarkan musik yang tersimpan lewat iTunes. Musik jazz dari Norah Jones jadi pilihan penulis untuk menemani pagi yang sepi di kos. Sesekali penulis membalas pesan singkat dari pacar penulis. Cuma pesan singkat biasa. Tidak ada bahasan yang menarik untuk diceritakan. Penulis kemudian iseng membuka dating sites yang biasa penulis telusuri.


Penulis memang punya kegemaran berselancar di dating site meskipun sudah punya pacar. Bukan karena pacar penulis kurang cantik atau kurang menggairahkan. Di dating site, penulis bisa memilih profil yang sesuai dengan hasrat penulis. Sudah sekitar 2 tahun penulis mempunyai akun di dating site itu. Seminggu terakhir penulis berkenalan dengan seorang perempuan di dating sites. Usianya 7-8 tahun di atas penulis. Selama seminggu itu, kami memang saling bertukar sapa. Tapi masih terbatas pada pembicaraan umum. Di profilnya, dia hanya mencantumkan satu nama: Amanda.


Pagi itu penulis mendapat balasan pesan dari Amanda. Amanda tidak selalu cepat membalas pesan. Pesan yang dibalasnya itu dari pesan yang penulis kirim malam sebelumnya. Sepertinya Amanda masih sibuk semalam. Entah kerja, entah urusan sosial. Penulis tidak pernah permasalahkan. Toh, kami belum pernah bertemu dan penulis sudah punya pacar. Andai saja Amanda tidak pernah balas pesan pun juga bukan persoalan.


Lewat pesannya Amanda mengabari kalau semalam dia sedang sibuk dan baru sempat balas pesan. Pembicaran lewat pesan pagi itu berlangsung cair. Sesekali penulis menanyakan pertanyaan pribadi. Topik pembicaraan tiba-tiba berubah menjadi sensual. Entah siapa yang mulai. Amanda bercerita tentang tubuhnya. Ukuran payudaranya, rimbun jembutnya, sampai siklus haidnya. Penulis membalas dengan ukuran penis penulis, preferensi penulis tentang usia pasangan, sampai jembut tipis perempuan bisa membuat penulis tergoda untuk memberikan jilatan erotis di klitoris. Amanda balas dengan pertanyaan tanpa basa-basi.


“Kamu sudah enggak perjaka?”


“Sudah enggak.” jawab penulis.


“Betul kamu sudah pernah ngentot?” tanya Amanda memastikan.


“Sudah.” jawab penulis singkat.


“Dari kapan sudah enggak perjaka?” tanya Amanda lagi.


“Sudah 2 tahun.”


“Sama pacar?” tanya Amanda


“Iya. Aku yang perawani pacarku. Pacarku ambil perjakaku.” jawab penulis berusaha menjelaskan.


“Ooh.” balasnya singkat.


Setelah itu Amanda tidak membalas lagi. Penulis tidak berprasangka apa-apa. Penulis pun tidak membalas jawaban singkatnya.


Tidak ada lagi yang mengisi kosongnya waktu. Tidak ada pesan dari pacar atau Amanda. Seharian itu penulis tidak punya kegiatan atau pun rencana. Tidak ada jadwal kuliah. Semua tugas kuliah sudah tuntas. Proposal penelitian untuk beasiswa pertukaran ke Eropa juga sudah dikirim ke fakultas dan tinggal menunggu hasil review. Sang pacar juga ada rencana pergi dengan ibunya. Alhasil hari itu bisa jadi hari yang membosankan untuk penulis. Mungkin penulis akan ke kampus sore nanti untuk sekadar nongkrong atau ngobrol dengan teman di kantin.


Sekira jam 11 siang tiba-tiba muncul penanda pesan di dating site. Rupanya dari Amanda. Pesan itu tidak langsung penulis baca. Mungkin tidak terlalu penting karena jeda balas yang cukup lama. Ada yang lebih penting untuk dikerjakan lebih dulu saat itu. Apalagi kalau bukan beli rokok.


Amanda menanyakan tentang kegiatan penulis hari itu.


“Hari ini kamu ada acara?” tanya Amanda.


“Enggak. Hari ini kosong.”


“Enggak ada kuliah?” tanya Amanda lagi.


“Enggak ada. Semester ini enggak tiap hari ada kuliah.”


Amanda tidak langsung membalas pesan penulis. Kali ini jeda tidak lama. Hanya sekitar 10 menit, Amanda mengirim pesan lagi.
“Mau ke kos aku hari ini?” tanya Amanda.


“Jam berapa?”


“Siang saja. Jam 1 bisa?”


“Jam 2 ya. Aku belum mandi dan harus siap-siap.” penulis coba menawar.


“Ok. Kosku di Kemang. Kamu tahu bar Irlandia yang di dekat toko buku?”


“Tahu.” jawab penulis.


“Persis sebelum bar itu ada jalan. Kamu masuk ke jalan itu. Kos aku persis di belakang bar, paling pojok sebelah kanan. Motor kamu langsung diparkir depan kos aku, ya. Nanti kamu ketuk saja 3 kali.”


“Ok. Aku langsung mandi.”


Setelah mandi, Amanda kirim pesan lagi.


“Kamu belum jalan, kan? Nanti kamu mampir Warung Pasta, ya. Aku tiba-tiba mau pasta.”


“Nanti aku mampir Warung Pasta. Aku berangkat sekarang.” jawab penulis.


Penulis bergegas menuju sepeda motor di bagian depan kos. Sebelum berangkat penulis kirim sms ke pacar.


“Aku sama ibu di Plasa Senayan.” jawab pacar.


“Mungkin sampai malam. Kamu mau ke sini? Kata ibu susul ke sini saja kalau mau.” tambah pacar penulis.


“Enggak. Aku mau ke kampus saja. Mau bahas acara sama anak-anak.” tolak penulis.


“Ya sudah. Hati-hati pulangnya kalau minum-minum di kampus.” kata pacar penulis.


Penulis berangkat menerjang panasnya Jalan Margonda siang hari. Terik dan debu Jalan Margonda memang istimewa. Menusuk tajam ke kulit. Setelah 30 menit, penulis sampai di Warung Pasta dan memesan 2 porsi pasta seperti pesanan Amanda. Pesanan sudah di tangan dan penulis kembali menelusuri jalanan Kemang.


Ah, Kemang. Tempat yang banyak memori untuk penulis. Di atas sepeda motor penulis melihat-lihat di sekujur Kemang. Melewati tempat penulis dan pacar kencan pertama di sebuah coffee shop dekat lampu merah. Tak terasa penulis tersenyum kecil ketika melewati sebuah tempat nongkrong. Di situ penulis pernah melihat pacar dan mantannya berciuman. Siapa sangka sekarang justru penulis yang mendekapnya. Kemang memang bikin bungah. Ini tempat favorit penulis dan pacar menghabiskan waktu.


Tidak sulit untuk penulis menemukan lokasi kos Amanda. Penulis parkirkan sepeda motor tepat di depan sesuai instruksi Amanda. Ketukan 3 kali di pintu jadi penanda kedatangan penulis. Pintu dibuka oleh seorang perempuan. Bukan Amanda.

=============================
Lanjutan 1
Lanjutan 2
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd