Noisy6
Semprot Baru
- Daftar
- 9 Dec 2022
- Post
- 27
- Like diterima
- 379
Diantara hutan belantara dan perbukitan di pulau Jawa terdapat sebuah desa kecil yang cukup terisolir dari dunia luar. Desa itu bernama Desa Sado. Jumlah warganya yang tidak terlalu banyak, rumah-rumah masih terbuat dari papan dan tanpa adanya aliran listrik. Kehidupan ekonomi disana cukup makmur, kebutuhan pokok masih mudah dipenuhi. Mata pencaharian warga biasanya kebanyakan menanam kopi atau teh dan biasanya hasilnya akan dijual sebulan sekali ke kota oleh utusan tetua adat disana.
Tanpa adanya pemerintahan ataupun aparat, Desa Sado tetap dijalankan oleh tetua adat dalam hal menentukan putusan bersama. Warga disana masih memegang erat budaya leluhur, sering menyembah serta memberikan persembahan ke alam. Sehingga masih banyak warga yang datang ke dukun untuk meminta pertolongan. Desa Sado juga selalu mengadakan ritual tarian tiap minggu dan pesta rakyat tiap tahunnya. Warga Desa masih acuh akan perkembangan dunia luar. Cara berpakaian saja sangat kuno, untuk sehari-hari yang perempuan hanya memakai kemben jarik batik tanpa bra namun tetap memakai celana dalam. Sedangkan pria hanya memakai celana saja polos ataupun motif batik tanpa atasan baju. Selain itu mereka juga mempunyai pakaian adat yang dikhususkan untuk upacara atau ritual.
Setiap malam kamis, Desa itu mengadakan pertunjukan tari. Penari yang terdiri dari 3 orang serta beberapa orang yang memainkan alat musiknya. Warga selalu antusias menonton pertunjukan itu terutama bagi kaum adam. Karena penari-penarinya biasanya wanita-wanita muda. Untuk penarinya biasanya ditentukan oleh para tetua adat, untuk wanita yang sudah berumur 20 tahun keatas jika terpilih, maka tidak bisa menolak. Untuk gerakan tariannya cukup erotis dan terkesan seperti biduan. Warga diperbolehkan menyentuh ataupun melecehkan para penari. Setelah acara selesai pun biasanya para penari diharuskan untuk melayani para warga dan tetua adat yang telah membayar sejumlah uang kepada ketua penari yang kalau didalam dunia pelac*ran biasanya disebut mami.
Walaupun dengan beragam kontroversi dan keanehan, desa ini tetap memiliki daya tarik tersendiri terutama dari sumber alamnya yang berlimpah serta keramahtamahan dari warganya yang selalu hidup rukun.
Dan konon ada sebuah desa lagi di balik perbukitan di dekat desa Sado, yang sudah ditandai "dilarang melintas" di kawasan tersebut.
...
Disebuah rumah tua diatas bukit, hiduplah seorang wanita cantik yang polos serta lugu bernama Kaia Utari yang tinggal bersama kedua kakek dan neneknya. Kaia berparas blasteran/bule dengan wajah yang cantik, berkulit putih bersih, berambut hitam kecoklatan, bertubuh kurus dan tinggi namun walaupun kurus Kaia memiliki Payudara yang besar dengan pentilnya yang masih berwarna merah muda. Sehingga membuat Kaia selalu mendapatkan perhatian dari siapapun yang melihat.
Pemberian nama Kaia merupakan dari ayahnya yang seorang penjelajah dari Mongolia. Ayahnya saat itu sedang menjelajah hutan-hutan di Indonesia, lalu terdampar di desa Sado. Kemudian tanpa sengaja jatuh cinta kepada Ibu Kaia yang merupakan kembang desa di Desa Sado. Mereka pun menikah dan setelah Kaia lahir, beberapa bulan kemudian Ayahnya diam-diam kabur meninggalkan istrinya dan Kaia tanpa alasan yang pasti. Membuat Ibu Kaia sedih dan menjadi sakit-sakitan hingga Ibunya menghembuskan nafas terakhir saat Kaia masih balita. Kakek dan Neneknya lah yang merawat Kaia hingga dewasa sekarang.
Kakek dan neneknya sudah cukup berumur. Kakeknya bernama Usman yang berumur 65 tahun berperawakan kurus dan berjanggut serta rambutnya sudah putih. Sedangkan neneknya bernama Wati berumur 60 tahun memiliki perawakan pendek dan gemuk serta memiliki payudara yang jumbo juga namun sudah kendor termakan usia. Kakeknya merupakan salah satu tetua adat di desa itu.
Tanpa adanya pemerintahan ataupun aparat, Desa Sado tetap dijalankan oleh tetua adat dalam hal menentukan putusan bersama. Warga disana masih memegang erat budaya leluhur, sering menyembah serta memberikan persembahan ke alam. Sehingga masih banyak warga yang datang ke dukun untuk meminta pertolongan. Desa Sado juga selalu mengadakan ritual tarian tiap minggu dan pesta rakyat tiap tahunnya. Warga Desa masih acuh akan perkembangan dunia luar. Cara berpakaian saja sangat kuno, untuk sehari-hari yang perempuan hanya memakai kemben jarik batik tanpa bra namun tetap memakai celana dalam. Sedangkan pria hanya memakai celana saja polos ataupun motif batik tanpa atasan baju. Selain itu mereka juga mempunyai pakaian adat yang dikhususkan untuk upacara atau ritual.
Setiap malam kamis, Desa itu mengadakan pertunjukan tari. Penari yang terdiri dari 3 orang serta beberapa orang yang memainkan alat musiknya. Warga selalu antusias menonton pertunjukan itu terutama bagi kaum adam. Karena penari-penarinya biasanya wanita-wanita muda. Untuk penarinya biasanya ditentukan oleh para tetua adat, untuk wanita yang sudah berumur 20 tahun keatas jika terpilih, maka tidak bisa menolak. Untuk gerakan tariannya cukup erotis dan terkesan seperti biduan. Warga diperbolehkan menyentuh ataupun melecehkan para penari. Setelah acara selesai pun biasanya para penari diharuskan untuk melayani para warga dan tetua adat yang telah membayar sejumlah uang kepada ketua penari yang kalau didalam dunia pelac*ran biasanya disebut mami.
Walaupun dengan beragam kontroversi dan keanehan, desa ini tetap memiliki daya tarik tersendiri terutama dari sumber alamnya yang berlimpah serta keramahtamahan dari warganya yang selalu hidup rukun.
Dan konon ada sebuah desa lagi di balik perbukitan di dekat desa Sado, yang sudah ditandai "dilarang melintas" di kawasan tersebut.
...
Disebuah rumah tua diatas bukit, hiduplah seorang wanita cantik yang polos serta lugu bernama Kaia Utari yang tinggal bersama kedua kakek dan neneknya. Kaia berparas blasteran/bule dengan wajah yang cantik, berkulit putih bersih, berambut hitam kecoklatan, bertubuh kurus dan tinggi namun walaupun kurus Kaia memiliki Payudara yang besar dengan pentilnya yang masih berwarna merah muda. Sehingga membuat Kaia selalu mendapatkan perhatian dari siapapun yang melihat.
Pemberian nama Kaia merupakan dari ayahnya yang seorang penjelajah dari Mongolia. Ayahnya saat itu sedang menjelajah hutan-hutan di Indonesia, lalu terdampar di desa Sado. Kemudian tanpa sengaja jatuh cinta kepada Ibu Kaia yang merupakan kembang desa di Desa Sado. Mereka pun menikah dan setelah Kaia lahir, beberapa bulan kemudian Ayahnya diam-diam kabur meninggalkan istrinya dan Kaia tanpa alasan yang pasti. Membuat Ibu Kaia sedih dan menjadi sakit-sakitan hingga Ibunya menghembuskan nafas terakhir saat Kaia masih balita. Kakek dan Neneknya lah yang merawat Kaia hingga dewasa sekarang.
Kakek dan neneknya sudah cukup berumur. Kakeknya bernama Usman yang berumur 65 tahun berperawakan kurus dan berjanggut serta rambutnya sudah putih. Sedangkan neneknya bernama Wati berumur 60 tahun memiliki perawakan pendek dan gemuk serta memiliki payudara yang jumbo juga namun sudah kendor termakan usia. Kakeknya merupakan salah satu tetua adat di desa itu.