Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

MDT SEASON 2 – PART 42

--------------------------------------------

eco-dr10.jpg

Mobil Stefan membawaku pulang, dari bandara ke rumahku. Rasanya waktu berjalan sungguh lama. Aku menatap ke luar jendela, menikmati bau rokok kretek Mang Ujang dan bau rokok putih Stefan.

“Abis ini, kita finalisasi latihan, gladi resik terus show…” bisik Stefan di tengah kegelapan malam, bersahutan dengan lampu-lampu jalan.
“Iya… Gladi resik… Haha, berasa pegelaran anak SMP” tawaku.
“Si itu nonton gak?” tanya Stefan mendadak.

“Itu siapa?”
“Itu…”
“Itu apaan?”

“Itu…….” Stefan memperlihatkan foto Arwen di instagram kepadaku.
“Oh… Harusnya nonton, kan semua ini gara-gara dia” jawabku.

“Aneh gak kalo dia seruangan ntar sama Kyoko?”
“Mana gue tau… Males mikirinnya, belom lagi mikir Karina ada bareng sama Kyoko aja bikin gue spaneng, mana adek gue mau nonton lagi, gue curiga jangan-jangan dia mau nerkam si Karina gara-gara dipanas-panasin sama Dian terus” balasku sambil mengibaskan asap rokok dari mukaku.

“Dateng mah dateng aja lah ya” lanjut Stefan.
“Iya, suka-suka dia”
“Lo ngajak gak tapi?”
“Engga. Gue diem-diem aja” aku memberi jawaban yang pasti.

“Dia emang ga nanyain?”
“Nanyain, soal prosesnya sih… Yah… Pokoknya gue mau istirahat, perasaan gue gak enak banget rasanya”
“Yaelah Ya, gitu doang” tawa Stefan.
“Itu kan gitu doang buat elo… Gue bukan elo…”

Dan entah kenapa di kepalaku terputar adegan kasarku ke Arwen, yang membuatnya sepertinya menangis di kamar mandi, atau belum, tapi akan, atau ah, sudah lah, kepalaku masih amburadul rasanya.

“Santai aja om, nih, ngeroko dulu” Stefan menyodorkan rokok kepadaku.
“Najis”
“Bwahahahaha…..” senyumnya terlihat lebar. “Keliatannya udah jenuh lo, butuh ekspansi nih.”

“Kontol” jawabku pelan sambil melipat tanganku.
“You sounds like me” Stefan tampak geli.

“Gak sama”
“Remember Japan? Remember what I’ve told you? All men are the same. Including you….” tawanya. “Dan lo udah gak bisa ngelak lagi, ya kan, kita sama, elo, gue, sama semua….”

“Hhhh…….” Aku menghela nafas panjang sambil menatap jalan masuk ke komplek rumahku. Mobil Stefan merayap dengan rapih menuju pintu gerbang rumah yang nyaman itu. Walau kini rasanya selalu awkward untuk pulang, apalagi dengan kejadian-kejadian gila dengan Arwen akhir-akhir ini.

“Salam buat semua orang rumah ya cyin” senyum Stefan sambil membakar rokok lagi.
“Iyak”

Jam 12 malam. Aku melihat mobil Stefan pergi, dan aku berdiri dengan tolol di pinggir jalan, menenteng koper, menatap langit gelap tak berbintang. Tanganku bertumpu pada pintu gerbang rumahku, sambil merogoh kunci di celanaku. Sudah kebiasaan. Kunci rumah selalu ada di dalam saku, memang agak repot kalau lewat detektor di bandara, tapi tak apa.

Aku membuka gembok, masuk, menguncinya lagi dan berjalan dengan pelan, masuk ke rumah. Aku membuka pintu rumah setelah membuka pintu dan melepas sepatuku dengan gerakan cepat.

Tunggu.

Ada sneakers laki-laki disini. Aku melipat dahiku. Ini bukan sneakersku. Siapa ini? Pacarnya Ai? Tapi aku tidak pernah tahu kalau adikku punya pacar atau siapa. Tukang Ledeng? Tukang Pizza? Superman? Aku akhirnya berjalan dengan rasa ingin tahu, dan aku mendengar sayup-sayup suara perempuan tertawa di dapur. Tidak jelas itu siapa yang tertawa, apakah Ai atau Kyoko. Yang pasti bukan ibuku.

“Eh” aku agak kaget melihat siapa yang sedang ada di meja makan, sedang mengobrol dengan Kyoko over a cup of tea or coffee.

“Eh udah balik elo Ya?” muka Zul terlihat cerah. Kyoko tampak habis tertawa, menutup mulutnya. Dia segera berdiri dan menyambutku.

“Aya pulang!”
“Aku kirain kamu udah tidur, gak bales-bales line” aku memeluk bahu istriku sambil mencium rambutnya.

“Nah, karena laki lo udah balik, gue pulang yak” senyum Zul, sambil menghabiskan minuman di cangkirnya. Oh, teh rupanya.
“Tumben lo ada disini…” balasku.
“Mampir aja bentar nganterin Kyoko ke rumah…”
“Oh…”

“Pegi dulu ya nyonya Aya” Zul berdiri dan meregangkan badannya dengan muka berseri-seri.
“Eh BTW Ai mana?”
“Baru saja tidur tadi Aya…” bisik Kyoko sambil memeluk pinggangku. Manja sekali istriku ini. Ditinggal tiga hari rasanya seperti belum bertemu selama bertahun-tahun.

“Oh… Padahal mau ngasihin oleh-oleh… Dan gak ada oleh-oleh buat elo Zul… Tau lo maen kesini, gue beliin apa gitu…” lanjutku.
“Ah gak usah” senyumnya sambil berjalan pelan-pelan ke ruang tamu, diiringi oleh Pak dan Bu Arya. Aku melihat dia tampak tersenyum senang, sambil memakai sepatunya. Ah, tolol juga aku. Aku tidak memperhatikan motor di depan, aku mungkin terlalu banyak memikirkan hal lain sampai jadi tidak teliti terhadap detail-detail yang ada di rumah ini.

Tak lama kemudian, Zul sudah pergi sambil pamit, melaju dengan motornya, membelah gelapnya malam ke Bintaro. Aku lupa sektor berapa rumahnya. Tapi jauh, dari sini, dan dia kemana-mana naik motor. Rumah Bintaro, café di Kemang. Tapi kalau buka di Bintaro belum tentu cafenya akan selaku sekarang.

“Aya capai?” bisik Kyoko.
“Banget”
“Kasihan katanya kemarin sabtu tidak enak badan, mau makan dahulu?” tanya Kyoko.

“Boleh, ada apa?”
“Kyoko tadi membuat kari Jepang, mungkin Aya mau merasakan?”
“Makanan kamu, apapun bakal aku makan sayang…”

Sayang. Haha. Pathetic lo Ya.

Tapi benar. Apapun yang Kyoko masak, selalu enak untuk dimakan. Tidak pernah ada masakannya yang gagal. Aku lantas mengikutinya ke dapur. Dia menyalakan kompor, memanaskan panci yang berisi kari Jepang. Aku menunggunya. Dia menyiapkan nasi putih panas di atas piring. Tak lama kemudian dia menuangkan kari Jepang yang mengepul, terlihat sangat luar biasa enaknya sehingga air liurku terbit.

“Jya… Dozo..” senyum istriku sambil duduk di sebelahku. Dan makanan enak tersaji di depan mataku. Tanpa banyak bicara aku langsung melahapnya. Dan memang rasanya sangat nyaman. Kyoko memperhatikanku sambil tersenyum. Dia bagaikan seorang ibu yang memberi makan anaknya yang baru saja pulang sekolah. Aku makan dengan lahap. Dalam hitungan waktu kurang dari semenit, tampaknya makanan ini sudah habis.

“Enak” senyumku ke istriku. Dan dia lantas berdiri, untuk mengambil piring dari hadapanku. “Bentar” aku menariknya dan aku memeluknya sambil duduk. Kepalaku ada di perutnya, dia lantas mengelus rambutku perlahan. Aku menutup mata, merasakan nyamannya bersama istriku. Dan bersyukur atas makanan enak tadi. Kalau di rumah makanannya seenak ini, kenapa aku harus makan di luar. Aku ingin melupakan Arwen. Ingin sekali.

Dan aku ingin tahu bagaimana caranya untuk mematikan rasa penasaranku dan menurunkan adrenalinku setiap kali memikirkan dirinya.

Tapi, Ngomong-ngomong, ngapain Zul kesini?

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

5a8e7910.png

“Jangan lupa, hari Jum’at… Gladi resik… Kita bakal main jam delapan malam, jadi gladi resik dimulai jam delapan malam…. Jangan ada yang telat, dan jangan ada yang gak datang” Karina lantas meletakkan microphone yang tadi ia pakai di stand. Sound man lantas mematikan semua speaker yang menyala dalam ruangan latihan.

Lega. Akhirnya. Setelah Gladi resik, malam minggu kami akan bermain live.

Entah akan seperti apa nanti rasanya, tapi musiknya sangatlah epic. Sentuhan Karina di musik memang gila. Apalagi ternyata beberapa masukan Bagas ketika dia sedang menggantikan kami benar-benar brilian. Aku jadi bersemangat dan lupa kalau Karina ada disini. Lagipula, dia langsung pulang setelah menyaksikan kami latihan. Dia juga tidak banyak komentar yang aneh-aneh lagi.

Mungkin juga karena jam terbang kami manggung banyak, dalam latihan kami jadi tidak canggung dan malah banyak improvisasi yang seru.

“Cheryl yuk?” bisik Stefan.
“Ngapain?”
“Ada yang mau diajak” bisiknya lagi sambil melirik ke seorang perempuan cantik yang sedang membereskan cello-nya.

“Oh, mau modus ya?” tanyaku.
“Ayo lah, gue ajak Anin juga, Bagas gue ajak aja deh, walau dia pasti ga mau”
“Silakan aja, gue nemenin aja, lagian kita juga butuh refreshing… toh jumat masih lusa” aku mengirim pesan kepada Kyoko, kalau aku akan pulang malam, dan dia langsung membalasnya dengan hangat. Tak lupa kuceritakan kenapa Stefan mendadak mengajak kami semua ke Cheryl.

Stefan tersenyum dengan semangat. “Gue ga mau kalah dari elo” bisiknya lagi dan dia pun ngacir entah kemana. Dasar setan, hidupnya hanya sibuk untuk menggoda manusia.

“Gue kangen bini ngomong-ngomong” bisik Anin mendadak.
“Kampret!” aku kaget karena ada mahluk besar yang muncul di sampingku. Tadi setan, sekarang king-kong. Lengkap. Selanjutnya apa? Terminator ala Bagas?

“Kangen nih”
“Haiyah! Namanya juga LDR, lebay lo ah” balasku kesal.
“Stefan tuh, mau ngemodus lagi, gue kan kangen sama bini jadinya”
“Bilang ke dia dong kalo lo kangen nin”
“Udah”
“Yaudah, tunggu balesan.”
“Udah dibales”
“Bagus dong” senyumku.
“Tapi jawabnya gini…”

Aku melihat layar handphone Anin.

“Man up, bro” jawab Zee. Aku lantas menahan tawa. Sial. Masih aja tuh cewek kayak gitu, ke lakinya sendiri lagi.

“Yah… Bener sih yang doi bilang” aku membuat muka aneh, sambil membereskan partitur dan gitar akustikku.
“Hih, enak bener elo bini ada disini”
“Ya sama aja, sama-sama sibuk Nin, makanya, ntar beres konser, duitnya lo pake buat ke Jepang aja, nyusulin bentar, sekalian honeymoon…”
“Tapi sama Zee disuruh hemat” dia terlihat sangat sedih.

“Yah…” aku menggelengkan kepalaku dan cuma bisa prihatin. Ah sudahlah. Kita lihat saja nanti, hubungan antara mereka bakal seperti apa setelah menikah. Sepertinya makin lama makin kocak.

--------------------------------------------

1200px10.jpg

“Jadi, lo lahirnya tanggal 14 Februari?” tanya Stefan dengan santai, ke perempuan yang duduk di sampingnya, di dalam mobil.
“Semua orang juga bisa nebak kayak gitu kan” tawa perempuan itu.

Valentine. Pemain cello, keturunan Tionghoa. Cewek yang berhasil di ajak Stefan minum di tempat Cheryl. Rencananya adalah, malam ini minum, dia mabok, anterin pulang ke rumah, jadi good guy. Setelah manggung, ajak minum lagi, bikin tipsy dikit, modusin, tidurin, tinggalin.

Hebat Stefan. Tepuk tangan. Aku sekarang malah jadi ban serep di di kursi belakang.

“Nah ini rumahnya Arya lewat sini… Ah sayang tadi gak ngajakin yang laen buat jadi temennya Arya ya…” komentar Stefan.
“Gue kan udah kawin Fan…”

“Haha, iya, gimana sih, orang udah nikah kan ya Arya? Gue liat di instagramnya Hantaman” Valentine berusaha mengobrol denganku di belakang.

Aku tersenyum saja sambil memainkan handphoneku. Ngomong-ngomong instagram, aku membuka instagram dan benar saja. Ada pesan. Pasti dari Arwen. Aku melihatnya dan menelan ludahku sendiri. Sial. Kenapa jadi begini. Hari ini fotonya entah kenapa tidak vulgar.

Dia memakai pakaian olahraga. Sepertinya ini di ruang ganti gym. Dia terlihat habis olahraga dengan keringat bercucuran. Dia selfie di kaca, memperlihatkan tubuhnya yang proporsional. Lengkap dengan caption andalannya. “Besok free? <3”.

“Sori, sibuk sampai konser… Nonton?” tanyaku balik.

Aku menutup handphoneku lagi dan berusaha masuk ke pembicaraan Stefan dan Valentine.

“Pantes kayak pernah liat lo di mana gitu, ternyata selain lo sama Hantaman, jadi pemred di majalah itu juga?”
“Liat di majalahnya ya?”
“Iya” tawa Valentine. “Kirain kalian musisi full time semua”

“Kalo Anin kan ngajar bass di tempat les, Bagas kerja, cuma kita lost kalo masalah kerjaan dia, gak tau dia gimana dan ngapain” aku menjawabkan rasa penasaran Valentine.
“Kalo Arya?”
“Dia sendiri yang full musisi, makanya waktunya banyak santai, kalo gak main musik, ya dia cari cewek” canda Stefan.

“Najis”
“Hahaha…. tapi gue harus bilang ya, temen-temen di orkestra rata-rata ngecengin Arya” lanjut Valentine.
“Hebat si ganteng maut” tawa Stefan lepas.

Aku cuma tersenyum aneh. “Termasuk yang cowok ada ya?” candaku.
“Haha, ntar kalo tau nyesel lho”
“Gue pengen nyewa billboard ah, gede-gede gue taro di Pondok Indah, mukanya Arya, pake tulisan – ARYA ACHMAD, DISUKAI WANITA, DINAFSUIN PRIA – “ sela Stefan, bercanda sambil memasukkan mobilnya ke area parkir PIM3.

“Hahaha, gak usah digituin juga Arya emang famous di anak-anak orkestra sejak hari pertama latihan bareng” tawa Valentine.
“Kalo yang ngecengin gue ada gak?” tanya Stefan dengan senyum liciknya.
“Kasih tau gak yaaa….” balas Valentine dengan muka sumringah.

Ah, pasti cewek ini. Kalo gak ngecengin Stefan, gak mungkin mau diajakin minum malem-malem. Ngomong-ngomong Anin sudah sampai duluan di tempat Cheryl dan dia sudah duduk di meja untuk berempat. Bagas? Dia tak mau ikut. Seperti biasa. Menolaknya pun cukup dengan satu suku kata. “Gak” gitu katanya pada saat Stefan mengajaknya.

Tak lama kemudian kami turun dari mobil, setelah mobil Stefan terparkir dengan rapih. Aku turun sambil meregangkan badan, dan melirik ke arah valentine. Rambut panjang, lurus, langsing, kulitnya putih bersinar dan gaya berpakaiannya sangat feminim. Tipe Stefan? Bukan. Stefan gak punya tipe. Asal cantik diembat. Asal suka dihajar. Asal enak disombongin. Itulah Stefan.

itemed11.jpg

Kami bertiga berjalan ke arah restoran / bar / lounge itu. Musik elektronik lembut mengalir di dalam ruangan yang temaram. Ah, Kanaya. Kami saling melihat dan lantas dia membuang muka. Aku melirik ke arah DJ Booth. Pras dari Pierre T. Sudah lama tidak melihatnya. Di meja yang diduduki Anin, bisa kulihat Anin dan Cheryl sedang mengobrol.

“Hei-hei-hei…” Cheryl tampak menyambut kami, cepika cepiki denganku dan Stefan, lantas Stefan mengenalkan Valentine ke Cheryl. Dari air muka Cheryl, bisa kulihat dia sudah paham posisi Valentine. Mangsa Stefan.

“Gue lagi ngobrol sama pengantin baru nih, gila gak kerasa udah kawin semua lu pada, cuman tinggal ini nih” Cheryl menonjok bahu Stefan yang baru akan duduk.
“Ntar gue kawinnya, kalau monas bertelur” canda Stefan.
“Haha… Biasa susah kawin, entah terlalu bebas atau gak laku” ledek Cheryl, sambil menatap ke arah Valentine. “Gue tinggal dulu ya, first drink gratis, kado pernikahan dari gue buat Anin!” senyum Cheryl.

“Mantap” senyum Stefan sambil menyalakan rokoknya. Tak berapa lama seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan kami.

“Single malt whisky ya, kalo ada” pesanan Stefan.
“Kagok kalo pesanan pertama, buat rame-rame, minta Heineken towernya ya” pesanan Anin.
“Vodka Martini?” pesanan Valentine.

“Minta Ice Lemon Tea sama air mineral dingin ya” pesananku.

“Hah? Ke tempat gini minum ice lemon tea?” tanya Valentine kaget, setelah pelayan tersebut berlalu.
“Gue gak minum alkohol” senyumku.

“Dan gak ngerokok juga” sahut Anin sambil membakar rokoknya.
“Hebat, kok bisa sih gak bandel gitu?” bingung Valentine.

“Ah, biasa aja kok, lagian emang gak suka, gue pernah nyobain dan aduh, sumpah, gak nyaman abis….” jawabku sambil merujuk ke pengalamanku di Jepang, yakni ditantang minum Kyou-Kun dan kejadian Zee vs Kyoko.

“Terus bandelnya apa dong?” tanya Valentine.
“Emang harus ya bandel? Mungkin pas jaman kuliah dulu gue rajin gak masuk kali ya hahaha” tawaku.
“Cewek” bisik Stefan sambil membuang asap rokok.

“Tai” balasku sambil merasa tak nyaman. Awas saja kalau buka-buka kartu. Anin tidak tahu, apalagi Valentine. Sial, awas lo Fan.

“Dia itu paling jago bikin cewek suka ama dia, terus dia tinggalin habis itu” lanjut Stefanus Giri Darmawan sambil menatapku dengan tatapan jahil.
“Arya cuman baik banget sama cewek kok” lanjut Anin, menatap minuman-minuman pesanan kami yang mulai datang.

“Tapi cewek nganggepnya beda” senyum Stefan.
“Haha, cewek emang gitu kok” lanjut Valentine. “Kadang mereka kalo ada cowok baik sama mereka, minimal kayak nganterin balik, atau jadi temen curhat dan sebagainya, biasanya si cewek itu bakal suka banget sama si cowok, padahal mungkin si cowok hanya care sebagai temen, gak lebih gak kurang”

“Masalahnya kalo dia ya, si cewek pasti klepek-klepek banget” sambung Stefan.
“Mungkin karena dia gak modus sih, dan tulus, jadi enak cewek nerimanya…. Not to mention soal tampang juga ya…” tawa Valentine sambil melingkari mukaku secara imajiner dengan jarinya.

“Hahaha mampus” tawa Stefan. Aku hanya menggelengkan kepalaku sambil menyeruput ice lemon tea. Oh iya, aku harus memeriksan handphoneku. Melihat jawaban Arwen.

“Gak tau. Kemungkinan ada acara. Mungkin” jawabnya atas ajakanku menonton konser Hantaman. Aku menghela nafas dan langsung mematikan layar. Yasudah lah, lebih baik tak datang mungkin kalau masih belum pasti. Akan sangat tak nyaman bagi diriku, melihat dia ada di dalam satu ruangan bersama Kyoko.

Pusingnya nanti saja. Malam ini kita lihat dulu bagaimana Stefan akan melahap Valentine.

--------------------------------------------

“Kalo udah gini gimana Nin?” tanyaku sambil melipat tanganku.
“Gak tau, gimana ya?” jawab Anin sambil melipat tangannya, dengan rokok terpasang di bibirnya.

Kami berdua menatap Stefan dan Valentine yang sama-sama tepar di jok belakang mobil Stefan. Mereka berdua mabuk tak karuan, dan mereka sekarang terkulai lemas disini. Dan jangan lupa. Tadi mereka berdua jackpot di parkiran. Malu-maluin. Cantik-cantik katro juga ni cewek, pikirku.

“Mbak, maaf, rumahnya dimana ya?” tanya Anin sambil menggoyangkan badan Valentine.
“Ta..ngerang…..” jawab nya lemah.

“Kampret”
“Tangerang mengerang” balasku sambil memutar otak.
“Ini anak orang mesti dibalikin ke rumahnya, mana bawa cello lagi kampret…” keluh Anin.

“Panggil Mang Ujang?” tanyaku.
“Kasian udah jam segini, lagian Mang Ujang ntar bilang apa ke orang tuanya si cewek ini?” tanya Anin dengan muka khawatir.
“Emang harus ada yang ngejelasin, tapi ntar kita dimarahin lagi sama orang tuanya…..”

“Mbak… Tinggal sama orang tua apa sendiri?” tanya Anin ke Valentine lagi.
“Orang…. sampe sama nenek juga di rumah…..”

“Kontol” komentar Anin.
“Jorok, bangsat!” teriak Stefan tak jelas.

“Ini apa sih” keluhku sambil menyelidik Stefan dan Valentine yang seperti dua ekor mayat hidup di jok belakang.
“Mau lo anter atau gue yang anter?” tanyaku ke Anin.

“Males”
“Sama males”

“Hmmm… Itu cewek-cewek pada baper loh kalo liat eloh” mendadak Valentine menunjukku dengan lemah.
“Astaga, mirip Stefan kalo mabok” bisikku ke Anin. Stefan tampak banyak diam. Mungkin dia takut membocorkan rahasiaku kalau dia membuka mulutnya.

“Ada yang sedih bingitsss waktu tau doi udah kewong bok….”
“Ini cewek apa bencong sih?” bingung Anin.
“Anggap aja radio rusak Nin…” bisikku.

“Abisan ganteng banget sih… Kalo yang ini juga bole sih, cuman mukanya mesum abis” dia mendadak menendang kaki Stefan.
“Anjj….” Stefan tampak kaget tapi dia berusaha untuk tidak bersuara secara berlebihan.

“Nah, kalo yang itu….. Bapaknya Kingkong hahahahahaha” tawa Valentine sambil menunjuk ke Anin. Anin melongo dan mukanya tampak merah. Dia menggelengkan kepalanya dan lantas mengambil handphonenya. Dia lantas membuat panggilan telepon.

“Halo…. Mang Ujang, sori bangunin malem-malem, bisa tolong ke PIM 3? Biasa, Mas Epan butuh angkutan” sapa Anin. “Oke”

Anin lalu tersenyum dan menutup telponnya.

“Mang Ujang dateng, kita tinggal”
“Setuju” jawabku.

Kami berdua lantas tos dan dengan hati lega, menunggu datangnya dewa penyelamat dalam sosok Mang Ujang.

Hidup Mang Ujang!

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gue penasaran kyoko ame zul hu, apakah mereka main belakang? Kaya di jav jav gitu wkwkwkw :ngupil:
 
Apa zul dah pdkt ma Ai yak?

Trus glap ane sbenar nya gak setuju & nyangka Ai akhirnya ma Zul gegara slama ini kan dikekepin ma ane :D

Makasih apdetnya om :beer:
 
ngakak pas arya ngatain valentine "cantik cantik katro" wkwkwkwk
 
Bimabet
Sundul dikit ah, sapa tau masters rb mau apdet, eh, bakalan gelar konser ding, mana belom punya tiket, hadeuh apa nunggu jebolan aja yak, hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd