Chapter 12
Kieda City Park
Tunas-tunas bunga sakura mulai bermunculan, menandakan bahwa musim dingin sudah resmi berakhir. Hana berdiri sedangkan aku berlutut di hadapannya, mata kami saling menatap satu sama lain.
"Wahai Tuan putriku, apakah diri ini bisa selalu berada di sisimu, menemanimu menjalani hidup?"
"Tentu saja", jawab Hana sambil tersenyum, senyumannya benar-benar membuat hati ini berbunga-bunga. Tangannya terbuka dan aku pun langsung melompat memeluknya, aku bisa merasakan hangat tubuhnya dan gundukan daging yang ada di dadanya. Tentu saja aku langsung terbayang kejadian di rumah Hana waktu itu. Bukan hanya hatiku yang berdegup kencang, penisku juga sedikit berkedut.
"Cut!!!", Toru menepukkan tangannya.
"Kalian mungkin ada bakat buat akting lho"
Entah dia beneran memuji atau ada maksud sarkas di balik kata-katanya. Yang pasti akibat dari pelukan itu Azmi junior mulai menggeliat bangkit dalam sarangnya.
Kembali lagi, kenapa kita melakukan ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena kita menentukan kalau kita bakalan menampilkan drama singkat original buatan Elvi. Ya, dia yang menulis semua dialog dan screennya, sedangkan Toru sok-sokan jadi sutradara.
"Gimana? Empuk ga?", tiba-tiba Toru berbisik membuatku tercekat dan berusaha keras menyembunyikan gundukan yang mulai nampak di celanaku. Toru nampak sadar dan langsung tersenyum lebar.
"Bikin iri aja kamu", katanya sambil tertawa.
Jadi karakter yang kita mainkan pun sebenarnya diundi. Hana menjadi tokoh utama wanita, aku menjadi tokoh penjaga yang diam-diam mencintai Hana. Elvi memerankan tokoh pangeran yang dijodohkan dengan tokoh utama. Toru menjadi tokoh raja, orang tua dari tokoh utama, sedangkan Mei menjadi pelayan tokoh utama. Alasan utama kita latihan di tempat terbuka seperti ini pun juga biar lebih percaya diri.
"Aku ijin ke kamar mandi dulu ya", ucapku pada yang lain.
"Mau mengasah pedang dulu nih?", ditimpali Toru sambil tertawa sedangkan yang lainnya tampak tidak menanggapi lelucon kotor itu.
Kamar mandi umum di Jepang seperti utamanya di taman ini biasanya lebih bersih dan terawat di tempat lain, jadi menggunakannya pun tidak merasa jijik, walaupun katanya juga ada tempat yang benar-benar jorok tapi selama di Jepang aku belum pernah lihat.
Begitulah hari itu kami beberapa kali lagi melatih adegan per adegan sampai matahari mulai terbenam dan kami pun memutuskan untuk pulang, karena Toru pun harus naik kereta untuk pulang ke rumahnya yang terletak di kota Nagano. Mei dan Elvi juga harus ke tempat kerja part-timenya, jadi hanya tersisa aku berdua dengan Hana.
"Umm... Yuk pulang", ajakku, namun baru beberapa langkah, Hana menahan tanganku, tanpa satu patah kata pun dia menarikku ke arah toilet umum yang ada di taman itu.
"Hana..."
"Udah, diem! Ikut aja", katanya sambil menyeretku ke arah toilet wanita, menuju salah satu bilik toilet yang ada di sana. Dengan sedikit kasar Ia mendorongku ke dalam.
*Klik* Ia mengunci pintunya, kini kita berdua ada di dalam toilet wanita di tengah taman itu. Karena hari sudah mulai malam, tidak banyak pengunjung yang lewat, tapi tetap aja ada rasa yang aneh berduaan dengan seorang wanita di dalam bilik toilet, apalagi toilet wanita. Ini baru pertama kalinya aku masuk ke toilet wanita.
"Buka!", kata Hana singkat sambil menunjuk ke arah celanaku.
"Tapi Hana..."
"Buka!", Ia tidak mendengarkan protesku sama sekali, wajahnya saat itu mengingatkanku kembali pada hari itu. Aku pun perlahan membuka celana jeansku dan meloloskannya, sekali lagi membiarkan Hana untuk melihat bagian paling privat milikku itu.
Hana yang hari itu mengenakan sweater berwarna putih dan rok jeans sepaha sudah tersenyum penuh kemenangan. Dia menyibakkan rambutnya ke samping dan menyuruhku membuka mulut. Ia tanpa rasa ragu meludah ke arah mulutku dan memaksaku untuk menelannya.
Aku sih yakin kalau dia orangnya bersih, jadi tidak akan masalah sih, tapi tetap saja, rasanya harga diriku sebagai seorang pria diinjak-injak olehnya. Belum puas, Hana kembali bermain-main dengan penisku seperti sebelumnya.
"Aku tau kamu tadi memikirkan hal-hal mesum sewaktu meluk aku. Anak nakal harus dihukum", katanya berbisik pelan tepat di telingaku, membuatku makin terangsang.
Baru beberapa menit mempermainkan penisku, Hana membuka roknya hingga terlihat celana dalam putih yang Ia pakai. tanpa permisi tanpa peringatan Ia langsung duduk mengangkangiku sambil menghadap ke arahku. Buah dadanya yang sekal itu kini terpampang jelas di hadapanku sedangkan penisku merasakan kehangatan selangkangannya yang masih tersembunyi di balik celana dalamnya.
Perlahan ia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur di atas penisku, tubuhku langsung mengejang karena kenikmatan ini.
Selang beberapa menit tiba-tiba terdengar suara segerombolan orang yang mengobrol di depan toilet, mungkin orang-orang pulang kerja, ada beberapa wanita dan pria kalau dari suaranya. Tapi bukannya menghentikan gerakannya, gerakan Hana malah makin intens, aku pun berusaha keras untuk menutup mulutku agar tidak muncul suara desahan. Aku bisa mendengar beberapa wanita masuk ke dalam toilet, bahkan menggunakan bilik di samping kami. Hana menutup mulutku agar tidak mengeluarkan sama sekali padahal gerakan pinggulnya semakin kencang. Kejadian tersebut kira-kira hanya terjadi sekitar sepuluh menitan tapi rasanya seperti berjam-jam sebelum rombongan itu pergi meninggalkan toilet.
Setelah "siksaan" itu entah karena tidak kuat lagi atau karena diri ini merasa sudah 'aman', aku langsung mengerang dan berejakulasi dengan hebat. Setelah kenikmataan sesaat itu, lagi-lagi timbul rasa bersalah dalam diri ini walaupun tidak sebesar waktu pertama kali melakukan 'dosa' ini.
"Aaah, jadi kotor semua kan", kata Hana sambil tersenyum. Aku bisa melihat bercak sperma dan basah di celana dalamnya.
"Bersih-bersih deh, kita pulang. Kamu anterin aku sampai rumah", dibanding permintaan, kata-katanya ini lebih seperti perintah. Setelah membersihkan sisa peperangan ini menggunakan tisu yang ada di sana, kami pun berjalan pulang. Hanya ada keheningan di antara kita tapi aku bisa melihat wajah Hana yang nampak sangat bahagia.
Sesampainya di depan rumah Hana, ia kembali menahanku sebelum pergi meninggalkannya, kali ini Ia melepaskan celana dalamnya. Ya, bayangin! Celana dalamnya dilolosin begitu dari balik roknya dan langsung diletakkan di atas tanganku. Untung saja waktu itu sudah malam, jadi sepertinya tidak ada orang yang lihat adegan absurd itu selain diriku.
"Hadiah buat anak baik", katanya dengan senyuman yang sangat amat manis sebelum ia menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut.
Aku sama sekali ga bisa mengerti apa yang ada di dalam kepalanya. Aku hanya terdiam mematung melihatnya menghilang masuk ke kamarnya, masih dengan celana dalamnya di genggamanku. Kulihat celana dalam berwarna putih yang ada di genggamanku itu, ada sedikit noda sperma dan juga basah di bagian depannya.
Ini apa artinya?
Aku... Bingung...