Chapter 30 : The Unusual Case (Part - 1)
Mei 2014, Minggu pertama
Menjelang malam hari di sebuah ruangan terlihat seorang agen khusus memeriksa beberapa dokumen. Dia memilah lembar-lembar dokumen yang tersusun rapi berdasarkan tanggal dan jenis kejahatan yang terjadi. Hampir 10 menit dia mencari hingga akhirnya dia berhenti pada sebuah tulisan pada cover sebuah dokumen. "Selalu ada jalan, kapanpun itu" ujarnya menghela nafas panjang.
Di tempat parkir dia segera memberikan dokumen tersebut kepada seseorang yang menunggunya. Sudah hampir setengah botol yang dia minum untuk menemani dinginnya malam itu.
"Sesuai permintaanmu kawan, dan juga ngomong-ngomong sejak kapan kau tertarik dengan kasus seperti ini??" tanyanya
"Well, seperti beberapa kasus kebanyakan, aku menemukan beberapa hal yang menarik di sini. Terimakasih tuan Stark, aku berhutang banyak kepada anda" jawabnya
"Begitu rupanya. Berhati-hatilah, mereka ada dimana-mana" tukasnya sambil berlalu meninggalkannya
Lelaki itu segera masuk kedalam mobil sedan silver miliknya, pikirannya sedikit terganggu ketika membaca fakta-fakta serta bukti-bukti yang selama ini tidak di beritahu kepada media dan juga masyarakat. Untuk sesaat pikirannya penuh dengan fakta-fakta baru yang berusaha dikaitkan dengn fakta-fakta lama yang telah dia simpan di dalam memorinya. Berlarian dengan lugas dan tegas walaupun beberapa fakta mulai terlihat samar-bukan karena faktor usia-namun karena fakta yang baru saja diterima menjadi sebuah informasi yang secara gamblang menutup fakta lama.
"Sayang sekali..." gumamnya yang kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya. Setelah hampir 10 menit berbicara, dia meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Dia kembali membaca dokumen ketika mobilnya berhenti di traffic light. Jalan tampak sepi dan lengang, hanya ada beberapa motor dan sebuah mobil yang berhenti di belakang mobilnya meskipun sisi sebelah kanan terlihat kosong. Wajahnya masih sama, serius, datar, dan tegas.
"Kita bertemu di
Circular Quay, kebetulan kau berada disini. Sebelum kembali ke Indonesia, aku punya informasi yang penting" ujarnya kepada seseorang melalui ponsel pintar miliknya
"Boleh, kebetulan aku sedang berada di
Bennelong Point. Kurang lebih setengah jam aku sudah sampai" jawab suara dari seberang
"Baiklah,
see you Jess" jawabnya seraya menutup panggilannya
Circular Quay merupakan pelabuhan di Sydney yang berada di sebelah tepi utara dari distrik pusat bisnis Sydney di Sydney Cove yang letaknya ada diantara The Rocks dan Bennelong Point dan menjadi sebuah kawasan pemerintah lokal Sydney. Terdapat taman, cafe dan pub yang terlihat menarik karena menyatu dengan pemandangan ke arah pelabuhan.
"Informasi apa yang anda miliki??" pertanyaan Jessie menyambut lelaki itu yang baru tiba sekitar 10 menit setelah kedatangan Jessie
"Maaf sebelumnya aku sedikit terlambat, ada hambatan di jalan" jawab lelaki sambil mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya
Jessie membuka dokumen dan membaca dengan perlahan berkas-berkas yang berisi beberapa artikel dan juga data-data mengenai beberapa penelitian oleh ilmuwan-ilmuwan lintas negara. "
Sebuah perusahaan air minum kemasan berdiri di tengah kota kecil yang terbelakang" ucapnya menirukan tulisan yang berada pada artikel tersebut.
"Pendirinya dari keluarga Anseris dan Mensis" ujar lelaki itu sambil menerima botol minuman keras yang dia pesan dari pelayan cafe
"Mereka?? Bekerja sama??" tanya Jessie yang melihatnya tengah meneguk minuman keras
"Cuaca sedang dingin, ini hanya sekedar menghangatkan" jawab lelaki itu
"Tidak masalah sebenarnya, aku dan Array sudah sering mengingatkan anda. Oh ya, kenapa anda mau membuka kasus ini lagi? Bukankah ini tidak ada hubungannya dengan organisasi yang sedang anda lacak?? tanya Jessie
"Perusahaan itu, baru beberapa tahun yang lalu berdiri. Perhatikan!
Anak dari salah satu keluarga pendiri perusahaan air minum kemasan dinyatakan menghilang. Beberapa saksi mengatakan bahwa mereka melihat seorang wanita di area seperti bendungan di tempat perusahaan itu berada sehari sebelum dia dinyatakan menghilang." ujar lelaki itu menirukan apa yang tertulis di dalam sebuah artikel
"Maksud anda??" tanya Jessie
"Dan lihatlah, beberapa bulan kemudian.
Terjadi beberapa kekacauan di kota, orang-orang mulai mengalami beberapa gejala seperti keracunan seperti pusing kepala hingga kehilangan kesadaran. Beberapa informasi juga menyebutkan sekitar 20% penduduk sekitar mengalami kelumpuhan." ujar lelaki yang membaca artikel tersebut
"Apakah anda ingin berkata bahwa ada sesuatu yang salah dengan perusahaan air minum kemasan itu??" tanya Jessie memastikan
"Kau tahu apa yang terjadi di sini?? Di pemerintahan bercokol orang-orang yang menguasai semuanya. Mafia, pasar gelap, obat-obatan terlarang dan eksperimen-eksperimen yang ilegal. Dan informanku berhasil mendapatkan satu nama yang akan menarik perhatianmu" jelas lelaki itu
"Tuan James yang saya hormati, aku sungguh tidak bisa menangkap siapa nama yang anda maksud itu"
Dia menggelengkan kepalanya seolah tidak mempercayai pernyataan Jessie, kemudian dia menuliskan sebuah nama diatas kertas diantara tumpukan berkas-berkas tersebut.
Sebuah nama telah diberikan, target telah ditentukan. Rencana?? Dia adalah orang yang cerdas, di otaknya telah bermunculan berbagai rencana dan segala resikonya. Tapi ini adalah hal yang serius, tentang bagaimana menangkap orang yang paling berpengaruh di dalam pemerintahan dengan bukti yang tidak cukup kuat.
"Apakah Angel sudah tahu??" tanya Jessie
"Angel?? Entahlah. Aku berharap untuk saat ini dia tidak mengetahuinya. Dia cukup berbeda dengan kakaknya yang tidak terlalu peduli dengan organisasi ini. Yang terpenting, orang yang kutulis namanya ini, ingatlah dengan baik" ujar lelaki itu
"Angel punya seorang kakak??!!" tanya Jessie yang sedikit terkejut
"Entahlah, mungkin kita bisa mencari kebenarannya bersama-sama" jawab lelaki itu sambil kembali meminum minuman kerasnya yang hampir habis
Suasana menjadi hening, masing-masing diantara mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana. Mereka harus melakukannya.
"Maaf sebelumnya, tapi kenapa anda memberitahuku tentang ini semua??" tanya Jessie tiba-tiba. "Pertanyaan yang bagus. Kenapa?? Karena kau adalah seseorang yang kubutuhkan. Kau mempunyai 'mata rantai' yang terhubung dengan keduanya" jawab lelaki itu sedikit tersenyum.
Jessie yang merasa tidak sependapat dengannya balik bertanya, "Apakah ada untungnya untukku jika aku ikut terlibat?? Dan bagaimana jika aku menolak??".
Lelaki itu diam sesaat, raut wajahnya memperlihatkan bahwa ada hal yang ingin disampaikan namun dia tidak sampai hati menyampaikannya kepada Jessie. "Jika kau tidak melakukannya, mereka yang lain akan melakukannya. Tanpa pandang bulu. Berbeda denganku, aku masih memikirkan perasaanmu kepadanya. Dan lewat rencanaku, setidaknya dia tidak akan terlibat" jawabnya.
"Siapa maksud anda??" tanya Jessie.
"Satu-satunya anak laki-laki kesayangannya, dia anak yang baik. Tidak seperti ayahnya. Aku juga menaruh simpati terhadap apa yang telah dia lakukan untuk negara ini"
Jessie terdiam tanpa merespon ucapan lelaki itu. Dia dibuat bimbang dengan pilihan yang diutarakan.
"I'm in. What next??" tanya Jessie. Lelaki itu membisikkan sesuatu pada Jessie, dia terkejut namun berusaha menenangkan dirinya kembali. Tanpa pikir panjang Jessie mengiyakan semua rencana yang dikatakan padanya.
Setelah semua terlihat cukup jelas baginya, merekaberpisah dengan Jessie yang kembali ke apartemennya. Sedangkan lelaki itu belum selesai urusannya pada hari itu. Dia pergi menemui seseorang yang sudah menunggunya di tempat parkir yang tidak jauh dari cafe tersebut
Mei 2014, Minggu kedua
Hari itu Bran mengantar kepulangan Jessie ke bandara Sydney Kingsford Smith Airport, setelah hampir sebulan berada di Australia. Sepasang kekasih yang harus menjalani hubungan jarak jauh, berbeda negara dan dipisahkan oleh lautan yang luas.
"Berhati-hatilah, kabari secepatnya ketika kau sampai" ucap Bran dengan berat hati
"Tenanglah, akan aku kabari secepatnya. Jaga dirimu baik-baik. Jangan pulang malam, jangan mabuk-mabukan. Dan juga jangan berkencan dengan wanita siapapun!! Aku serius ini" jawab Jessie sambil mengarahkan wajahnya ke arah Bran seperti Ibu yang sedang memarahi anak kecil kesayangannya
"Haha, mana mungkin aku bisa melakukannya.
You know for whom this feeling isn't?" jawab Bran sambil mengecup kening Jessie
Wajah Jessie memerah dan tampak bahagia mendengar perkataannya. Selang beberapa menit kemudian mereka benar-benar berpisah, Jessie dan pesawatnya pergi menuju Indonesia sedangkan Bran harus kembali pulang mengurus pekerjaannya. Dan juga..
"Bran?? Kamu dimana?? Sudah selesai kerjaannya??" sebuah suara melalui ponsel Bran yang menempel di telinganya
"Sudah, sekarang aku mau ke kantor. Kamu lagi dimana??" tanya Bran
"Ya sudah, aku berangkat ke kantormu sekarang ya.
See you dear"
"
See you" jawab Bran sambil menutup panggilan di ponselnya
Untuk sejenak dia terdiam, menyadari bahwa yang dilakukannya kini telah melewati batas. Sudah hampir setengah tahun dia menduakan Jessie dengan seorang gadis yang juga tidak kalah cantiknya. Namun dia melakukannya karena suatu alasan.
"Aku harus bergegas, setelah beberapa waktu yang lalu Jessie mengacak-acak kantor dan apartemenku. Kalau keduluan dia bisa panjang ceritanya" gumam Bran
Sesampainya di kantor, Bran dibuat terkejut dan sedikit panik mengetahui mobil sedan berwarna putih milik kekasih gelapnya telah berada di depan. Dengan tergesa-gesa dia masuk kedalam dan mendapati seorang gadis yang tengah duduk di sofa dengan secangkir teh di tangannya.
"Shani?? Sudah lama??" tanyanya dengan sedikit panik
"Barusan kok, wajahmu kenapa? Kok pucat? Pastinya pekerjaanmu sangat melelahkan. Kamu harus istirahat" ujar Shani sambil menggandeng tangan Bran dan menyuruhnya untuk duduk di sampingnya
"Iya, banyak sekali pekerjaanku. Siapa yang membuatkanmu teh?" tanya Bran
"Maaf tuan, hanya ini yang tersedia setelah tuan tinggal sebulan lebih. Saya tidak sempat membeli kebutuhan pantry karena pekerjaan yang tuan tinggalkan menumpuk" ujar Albert yang merupakan asisten Bran menyela sambil menghidangkan kudapan di meja
"Ah Albert, terima kasih banyak. Maaf merepotkanmu, memang sepertinya kita butuh karyawan baru sepeninggal kak Angel dan Array" jawab Bran
"Kak Angel yang waktu itu ya?? Kalau tidak salah dia balik ke Indonesia ya? Aku baru ingat kalau adikku juga kuliah di Indonesia" ujar Shani sambil mengingat-ingat
"Benarkah? Adikmu yang mana? Gracia?" tanya Bran
"Bukan, tapi Yona. Sudah hampir setahun sih. Kapan-kapan aku mau melihatnya ke Indonesia"
Bran terdiam dan beranjak dari tempat duduknya hendak menyegarkan badan yang tampak lelah itu. Terlihat Albert yang membereskan dokumen-dokumen di atas meja kerja Angel, "Semua sudah beres tuan, hanya saja saya tidak bisa menahannya ketika dia meminta duduk di meja kerja anda dan menemukan bingkisan dari nona Jessie. beruntung dia percaya bahwa itu milik nona Angel yang tertinggal". Bran mendekatinya dan menyalami Albert seraya berterima kasih sebesar-besarnya. "Aku benar-benar berhutang budi padamu. Jangan sungkan-sungkan jika kau butuh sesuatu yang lebih. Aku pasti akan memenuhinya" ucap Bran. "Tidak perlu tuan, ini sudah menjadi kewajiban saya. Tuan segeralah mandi, sudah saya siapkan air panasnya. Mudah-mudahan nona Shani tidak mencium bau parfum wanita dari tubuh tuan" jawab Albert. "Ah kau benar. Baiklah terima kasih Albert" jawab Bran
Setelah selesai, Bran kembali menemui Shani yang masih duduk menunggunya. Sore itu mereka berencana untuk mengunjungi teman lama Shani yang berada di sebuah kota terpencil di arah barat laut dari kota Sydney.
Hal terakhir yang diketahui Shani adalah bahwa temannya menderita sebuah penyakit misterius yang membuatnya terbaring lemah dan tidak bisa bergerak. Dia sudah menyarankan untuk berobat ke Sydney, namun dia selalu menolak dan berkata bahwa di kota itu cukup baginya untuk berobat. Namun harus diakui, di kota Sydney dia akan mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik daripada kota tempat tinggalnya.
"Apa kau yakin disana ada penginapan?? Perjalanan kita sekitar 6 jam menggunakan mobil. Kita akan sampai dini hari disana" ujar Bran yang memasukkan tas perlengkapan Shani ke dalam mobilnya
"Seingatku ada kok, nanti kita tanya penduduk kota itu. Lagipula seingatku kotanya sudah cukup maju jadi kalau penginapan sekiranya pasti ada kok" jawab Shani seraya menghubungi temannya dengan ponselnya
"Baiklah, semua sudah siap. Kami pergi dulu ya Albert" pamit Bran kepada Albert yang membantu mereka
"Berhati-hatilah tuan, dan ini saya sudah memperbaiki jam tangan tuan. Terakhir kali di upgrade oleh nona Angel sewaktu masih disini" ujar Albert seraya memberikan jam tangan warna hitam dengan layar led kepadanya
"Wah, terimakasih Albert. Apakah kak Angel mengajarimu banyak hal??" tanya Bran
"Nona Angel sangat baik, dia mengajari banyak hal tentang teknologi. Kuharap bisa bertemu dengannya lagi tuan" ucap Albert
"Tentu saja, kita akan segera bertemu dengannya. Kami pergi ya" ujar Bran
Perjalanan selama lebih dari 5 jam telah mereka lalui. Mereka sempat mampir ke stasiun pengisian bahan bakar terakhir sebelum melanjutkan perjalanannya dan membeli beberapa cemilan. Hanya ada satu jalan utama yang menghubungkan kota Sydney dan tempat yang mereka tuju. Persimpangan terakhir sebelum menuju kota itu sudah terlihat sangat sepi dengan lampu lalu lintas yang sedikit tidak berfungsi. Hal yang tidak menjadi masalah karena memang jarang dilalui oleh kendaraan.
"Aku jadi kepikiran sama perkataan petugas tadi" ujar Shani tiba-tiba
Bran terdiam, jelas dipikirannya terngiang-ngiang perkataan petugas tersebut. Mereka seperti dianjurkan untuk tidak menuju kota tempat teman Shani berada. Bukan apa-apa, hanya saja kota itu seperti kota mati. Terlebih lagi pemerintah pusat juga seperti menghentikan segala kegiatan pemerintahan disana. Tidak ada aliran listrik, bahkan sumber air minum berasal dari sebuah waduk yang sudah lama tidak beroperasi.
"Tidak ada apa-apa, tenanglah. Lagipula kita tidak lama disana kan. Sebentar lagi kita sampai, lihatlah papan penanda sudah terlihat" ujar Bran
Laju mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah yang lebih besar dari yang lainnya. Rumah bergaya Inggris itu berwarna coklat muda pada sebagian besar bagian depannya. Hanya tiang berwarna putih yang menopang dinding lantai 2 yang agak menjorok keluar.
Tidak ada perasaan apa-apa pada diri Bran, mereka mengetuk pintu beberapa lama. Shani yang disampingnya melihat sekeliling rumah. Tidak ada yang mencurigakan, hanya saja keadaannya memang sangat sepi dan sunyi.
"Ada yang bisa saya bantu??" kata nenek-nenek berambut putih yang menyambut mereka berdua
Usianya sekitar 60-70 an, dengan raut wajah yang agak menyipit di kedua ujung matanya seolah sedang berusaha memfokuskan pandangannya
"Maaf mengganggu Nek, kami ingin menjenguk Citra" ujar Bran yang kemudian memperkenalkan dirinya dan Shani
"Oh nak Shani?? Citra sudah menunggu, katanya akan ada sahabatnya dari Sydney yang datang. Silahkan masuk akan saya persiapkan kamarnya, kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh"
"Bagaimana keadaannya Nek?? Saya cukup terkejut mendengar kabar darinya" ujar Shani
"Begitulah keadaannya, dia ada di kamar sebelah ruang tamu. Kalian masuk saja, akan saya ambilkan minuman"
"Terimakasih Nek tidak usah repot-repot" jawab Bran
Gadis itu duduk bersandar di tempat tidurnya, pandangannya kosong. Untuk sesaat tidak menyadari kehadiran Shani yang terkejut dengan kondisinya.
"Citra.." ujar Shani
Dia terkejut, senyum manis mengembang di wajahnya. "Shani??" ujarnya seraya membalas pelukan dari Shani. Tangis mereka berdua tidak tertahankan. Saling bertukar kabar dan cerita menjadi kejadian yang mengharukan.
"Itu siapa???" tanya Citra yang menanyakan sosok laki-laki yang masih berdiri di belakang Shani
"Dia Bran, sini sayang ini Citra" ujarnya memperkenalkan
"Senang bertemu dengan anda. Saya harap anda segera membaik" ujar Bran dengan ramah
"Beruntungnya kamu mendapatkan hati Shani, dia termasuk wanita yang sangat pemilih. Jangan kecewakan dia ya" ujar Citra tersenyum
"Tentu saja, aku beruntung mendapatkannya" ujar Bran dengan gejolak di hatinya. "Maaf sebelumnya, tapi apa yang terjadi??"
"Entahlah, kejadiannya 2 bulan yang lalu. Tiba-tiba aku merasa pusing dan jatuh pingsan. Ketika tersadar, aku berada di rumah sakit di pusat kota ini. Hanya ada nenekku yang menemaniku saat itu, dia terus menggerutu tentang buruknya pelayanan. Dokter yang sering terlambat dan juga perawat yang terlihat tidak ramah. Selang seminggu aku diperbolehkan pulang, namun dalam keadaan yang tidak seperti ini. Setelah 3 hari kepulanganku, aku kembali merasa pusing yang sangat hebat dan kembali pingsan. Dan yang terjadi selanjutnya adalah seperti ini, tidak ada perkembangan" air matanya mulai jatuh setelah selesai bercerita
"Kenapa tidak kembali ke rumah sakit ??" tanya Shani
"Nenek sudah mencoba menghubungi pihak rumah sakit namun tidak ada jawaban. Dan kabar terakhir yang kudengar ternyata rumah sakit tersebut sudah tidak beroperasi. Desas-desus yang terdengar, seluruh karyawan telah di mutasi ke luar kota. Tidak ada rumah sakit lain di kota kecil ini" ujar Citra
"Baiklah, kami bisa membawamu ke Sydney dan tinggal bersamaku. Kau bisa cepat sembuh" ujar Shani menawarkan
Citra menggeleng, tentu ada keinginan untuk pulih secepatnya dan kembali normal. Namun sebuah alasan terucap dari bibirnya "Aku tidak bisa meninggalkan nenek sendirian disini. Dia juga sudah tua dan perjalanan jauh akan sangat melelahkan baginya"
"Bagaimana kalau kami panggilkan dokter untukmu??" ujar Bran menawarkan. "Pamanku seorang dokter, mungkin dia bisa membantu. Ya mungkin beliau punya kenalan dokter yang mau melihat kondisimu"
"Jika ada dokter yang mau aku akan sangat berterimakasih padanya, nak" ujar nenek Citra yang tiba-tiba masuk ke kamar dan meletakkan minuman di meja. "Kami sudah menitipkan pesan kepada tetangga yang pindah beberapa minggu yang lalu. Namun sampai saat ini tidak ada kabar sama sekali"
"Begitu ya, tapi bagaimanapun juga kita harus segera membawamu ke dokter" ujar Bran
Mereka terdiam tanpa jawaban, tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu depan. "Siapa malam-malam begini bertamu??" tanya nenek itu dengan penasaran.
Sepasang laki-laki berdiri didepan pintu rumah mereka. Dengan pakaian casual dan juga tas kecil di tangannya.
"Maaf, apakah mobil yang terparkir di depan punya anda?? Mobil itu sedikit menghalangi jalan. Truk muatan kami kesulitan untuk melewatinya. Jika bisa tolong dipindah sebentar" ujar laki-laki itu dengan ramah
Nenek tersebut memanggil Bran dan memintanya untuk memindahkan mobilnya. "Sudah hampir 2 minggu ini sering terjadi. Entah apa yang mereka kerjakan, tapi sepertinya mereka sedang melakukan suatu pembangunan" ujar nenek itu kepada Bran setelah memindahkan mobilnya
"Mungkin mereka dari pemerintahan yang ingin menghidupkan kembali kota ini. Oh ya nek, apa penduduk kota ini sudah pindah semua??" tanya Bran
"Sebagian besar sudah pindah, namun ada beberapa keluarga yang masih tinggal di kota ini. Kebanyakan dari mereka karena tidak memiliki keluarga di kota lain dan juga syarat-syarat pemindahan yang sedikit dipersulit oleh petugas yang terkadang hanya seminggu sekali ke kota ini. Itupun hanya maksimal 2 hari mereka disini"
Mereka berdua kembali masuk ke dalam rumah, melihat Shani yang memandang dengan penuh rasa iba terhadap Citra yang ternyata sudah terlelap. Nenek itu menghampiri Shani dan mengajaknya untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan. Shani tidur di kasur atas, dan Bran di kasur bawah. Tidak ada kamar lain, hanya tersisa 1 kamar yang layak ditempati. Sedangkan kamar di lantai atas telah di bongkar karena pendingin ruangan yang rusak dan tidak sempat diperbaiki. Citra tidur dengan neneknya, sedangkan Shani satu kamar dengan Bran.
"Oh ya, apa pekerjaan Citra sebelum dia jatuh sakit??" tanya Bran dari kasur bawah sambil menatap langit-langit kamar
"Dia asisten ilmuwan di salah satu pusat laboratorium di kota ini. Oh ya sayang.." ujar Shani tiba-tiba sambil melihat ke arah Bran dari kasur atas
"Eh, kenapa??" tanya Bran dengan sedikit terkejut. Tanpa menjawab Shani melompat ke kasur Bran. "Aku takut tidur sendiri, aku disini aja ya" ujar Shani dengan manja. Bran tersenyum, dia membetulkan selimut yang menutupi tubuh mereka. Dipeluknya dengan hangat tubuh kekasihnya yang lain itu. Wajah mereka berhadapan, gemuruh nafas Shani yang sedikit lebih cepat seirama dengan detak jantungnya. Matanya terpejam, berusaha mengontrol jiwa dan pikirannya.
"Kamu kenapa??" tanya Bran dengan sedikit bercanda
"Jadi makin enggak bisa tidur nih" ujarnya dengan wajah memerah seraya membalikkan tubuhnya membelakangi Bran
Dia tersenyum, didekatkannya tubuhnya kepada Shani. Tangannya melingkar di perutnya dan mencium pundak Shani dari belakang. "Terimakasih, telah memilihku menjadi kekasihmu" bisik Bran
Shani tidak menjawab, hatinya meledak-ledak mendengar penuturan dan perilaku Bran. Sebab selama ini dia tidak pernah berkata semanis itu. Beberapa saat kemudian Bran berusaha meggoda Shani dengan meraba daerah sensitifnya, dan juga menghembuskan nafas dibelakang telinga Shani. Hal itu menciptakan sedikit sengatan listrik di tubuh Shani.
"Hmmphh, sayang jangan nakal ya. Ini dirumah orang" jawabnya lirih
"Aku enggak nakal kok" ujar Bran sambil perlahan menyapukan lidahnya di tengkuk leher gadis cantik itu
**To Be Continued**