Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Love Is More - The Organization

Chapter 30 : The Unusual Case (Part - 1)


Mei 2014, Minggu pertama

Menjelang malam hari di sebuah ruangan terlihat seorang agen khusus memeriksa beberapa dokumen. Dia memilah lembar-lembar dokumen yang tersusun rapi berdasarkan tanggal dan jenis kejahatan yang terjadi. Hampir 10 menit dia mencari hingga akhirnya dia berhenti pada sebuah tulisan pada cover sebuah dokumen. "Selalu ada jalan, kapanpun itu" ujarnya menghela nafas panjang.

Di tempat parkir dia segera memberikan dokumen tersebut kepada seseorang yang menunggunya. Sudah hampir setengah botol yang dia minum untuk menemani dinginnya malam itu.

"Sesuai permintaanmu kawan, dan juga ngomong-ngomong sejak kapan kau tertarik dengan kasus seperti ini??" tanyanya

"Well, seperti beberapa kasus kebanyakan, aku menemukan beberapa hal yang menarik di sini. Terimakasih tuan Stark, aku berhutang banyak kepada anda" jawabnya

"Begitu rupanya. Berhati-hatilah, mereka ada dimana-mana" tukasnya sambil berlalu meninggalkannya

Lelaki itu segera masuk kedalam mobil sedan silver miliknya, pikirannya sedikit terganggu ketika membaca fakta-fakta serta bukti-bukti yang selama ini tidak di beritahu kepada media dan juga masyarakat. Untuk sesaat pikirannya penuh dengan fakta-fakta baru yang berusaha dikaitkan dengn fakta-fakta lama yang telah dia simpan di dalam memorinya. Berlarian dengan lugas dan tegas walaupun beberapa fakta mulai terlihat samar-bukan karena faktor usia-namun karena fakta yang baru saja diterima menjadi sebuah informasi yang secara gamblang menutup fakta lama.

"Sayang sekali..." gumamnya yang kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya. Setelah hampir 10 menit berbicara, dia meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Dia kembali membaca dokumen ketika mobilnya berhenti di traffic light. Jalan tampak sepi dan lengang, hanya ada beberapa motor dan sebuah mobil yang berhenti di belakang mobilnya meskipun sisi sebelah kanan terlihat kosong. Wajahnya masih sama, serius, datar, dan tegas.

"Kita bertemu di Circular Quay, kebetulan kau berada disini. Sebelum kembali ke Indonesia, aku punya informasi yang penting" ujarnya kepada seseorang melalui ponsel pintar miliknya

"Boleh, kebetulan aku sedang berada di Bennelong Point. Kurang lebih setengah jam aku sudah sampai" jawab suara dari seberang

"Baiklah, see you Jess" jawabnya seraya menutup panggilannya

Circular Quay merupakan pelabuhan di Sydney yang berada di sebelah tepi utara dari distrik pusat bisnis Sydney di Sydney Cove yang letaknya ada diantara The Rocks dan Bennelong Point dan menjadi sebuah kawasan pemerintah lokal Sydney. Terdapat taman, cafe dan pub yang terlihat menarik karena menyatu dengan pemandangan ke arah pelabuhan.

"Informasi apa yang anda miliki??" pertanyaan Jessie menyambut lelaki itu yang baru tiba sekitar 10 menit setelah kedatangan Jessie

"Maaf sebelumnya aku sedikit terlambat, ada hambatan di jalan" jawab lelaki sambil mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya

Jessie membuka dokumen dan membaca dengan perlahan berkas-berkas yang berisi beberapa artikel dan juga data-data mengenai beberapa penelitian oleh ilmuwan-ilmuwan lintas negara. "Sebuah perusahaan air minum kemasan berdiri di tengah kota kecil yang terbelakang" ucapnya menirukan tulisan yang berada pada artikel tersebut.

"Pendirinya dari keluarga Anseris dan Mensis" ujar lelaki itu sambil menerima botol minuman keras yang dia pesan dari pelayan cafe

"Mereka?? Bekerja sama??" tanya Jessie yang melihatnya tengah meneguk minuman keras

"Cuaca sedang dingin, ini hanya sekedar menghangatkan" jawab lelaki itu

"Tidak masalah sebenarnya, aku dan Array sudah sering mengingatkan anda. Oh ya, kenapa anda mau membuka kasus ini lagi? Bukankah ini tidak ada hubungannya dengan organisasi yang sedang anda lacak?? tanya Jessie

"Perusahaan itu, baru beberapa tahun yang lalu berdiri. Perhatikan! Anak dari salah satu keluarga pendiri perusahaan air minum kemasan dinyatakan menghilang. Beberapa saksi mengatakan bahwa mereka melihat seorang wanita di area seperti bendungan di tempat perusahaan itu berada sehari sebelum dia dinyatakan menghilang." ujar lelaki itu menirukan apa yang tertulis di dalam sebuah artikel

"Maksud anda??" tanya Jessie

"Dan lihatlah, beberapa bulan kemudian. Terjadi beberapa kekacauan di kota, orang-orang mulai mengalami beberapa gejala seperti keracunan seperti pusing kepala hingga kehilangan kesadaran. Beberapa informasi juga menyebutkan sekitar 20% penduduk sekitar mengalami kelumpuhan." ujar lelaki yang membaca artikel tersebut

"Apakah anda ingin berkata bahwa ada sesuatu yang salah dengan perusahaan air minum kemasan itu??" tanya Jessie memastikan

"Kau tahu apa yang terjadi di sini?? Di pemerintahan bercokol orang-orang yang menguasai semuanya. Mafia, pasar gelap, obat-obatan terlarang dan eksperimen-eksperimen yang ilegal. Dan informanku berhasil mendapatkan satu nama yang akan menarik perhatianmu" jelas lelaki itu

"Tuan James yang saya hormati, aku sungguh tidak bisa menangkap siapa nama yang anda maksud itu"

Dia menggelengkan kepalanya seolah tidak mempercayai pernyataan Jessie, kemudian dia menuliskan sebuah nama diatas kertas diantara tumpukan berkas-berkas tersebut.

Sebuah nama telah diberikan, target telah ditentukan. Rencana?? Dia adalah orang yang cerdas, di otaknya telah bermunculan berbagai rencana dan segala resikonya. Tapi ini adalah hal yang serius, tentang bagaimana menangkap orang yang paling berpengaruh di dalam pemerintahan dengan bukti yang tidak cukup kuat.

"Apakah Angel sudah tahu??" tanya Jessie

"Angel?? Entahlah. Aku berharap untuk saat ini dia tidak mengetahuinya. Dia cukup berbeda dengan kakaknya yang tidak terlalu peduli dengan organisasi ini. Yang terpenting, orang yang kutulis namanya ini, ingatlah dengan baik" ujar lelaki itu

"Angel punya seorang kakak??!!" tanya Jessie yang sedikit terkejut

"Entahlah, mungkin kita bisa mencari kebenarannya bersama-sama" jawab lelaki itu sambil kembali meminum minuman kerasnya yang hampir habis

Suasana menjadi hening, masing-masing diantara mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana. Mereka harus melakukannya.

"Maaf sebelumnya, tapi kenapa anda memberitahuku tentang ini semua??" tanya Jessie tiba-tiba. "Pertanyaan yang bagus. Kenapa?? Karena kau adalah seseorang yang kubutuhkan. Kau mempunyai 'mata rantai' yang terhubung dengan keduanya" jawab lelaki itu sedikit tersenyum.

Jessie yang merasa tidak sependapat dengannya balik bertanya, "Apakah ada untungnya untukku jika aku ikut terlibat?? Dan bagaimana jika aku menolak??".

Lelaki itu diam sesaat, raut wajahnya memperlihatkan bahwa ada hal yang ingin disampaikan namun dia tidak sampai hati menyampaikannya kepada Jessie. "Jika kau tidak melakukannya, mereka yang lain akan melakukannya. Tanpa pandang bulu. Berbeda denganku, aku masih memikirkan perasaanmu kepadanya. Dan lewat rencanaku, setidaknya dia tidak akan terlibat" jawabnya.

"Siapa maksud anda??" tanya Jessie.

"Satu-satunya anak laki-laki kesayangannya, dia anak yang baik. Tidak seperti ayahnya. Aku juga menaruh simpati terhadap apa yang telah dia lakukan untuk negara ini"

Jessie terdiam tanpa merespon ucapan lelaki itu. Dia dibuat bimbang dengan pilihan yang diutarakan. "I'm in. What next??" tanya Jessie. Lelaki itu membisikkan sesuatu pada Jessie, dia terkejut namun berusaha menenangkan dirinya kembali. Tanpa pikir panjang Jessie mengiyakan semua rencana yang dikatakan padanya.

282933573e01a6a6d6b06032e1986fb8f7c56386.jpg


Setelah semua terlihat cukup jelas baginya, merekaberpisah dengan Jessie yang kembali ke apartemennya. Sedangkan lelaki itu belum selesai urusannya pada hari itu. Dia pergi menemui seseorang yang sudah menunggunya di tempat parkir yang tidak jauh dari cafe tersebut


Mei 2014, Minggu kedua

Hari itu Bran mengantar kepulangan Jessie ke bandara Sydney Kingsford Smith Airport, setelah hampir sebulan berada di Australia. Sepasang kekasih yang harus menjalani hubungan jarak jauh, berbeda negara dan dipisahkan oleh lautan yang luas.

"Berhati-hatilah, kabari secepatnya ketika kau sampai" ucap Bran dengan berat hati

"Tenanglah, akan aku kabari secepatnya. Jaga dirimu baik-baik. Jangan pulang malam, jangan mabuk-mabukan. Dan juga jangan berkencan dengan wanita siapapun!! Aku serius ini" jawab Jessie sambil mengarahkan wajahnya ke arah Bran seperti Ibu yang sedang memarahi anak kecil kesayangannya

"Haha, mana mungkin aku bisa melakukannya. You know for whom this feeling isn't?" jawab Bran sambil mengecup kening Jessie

Wajah Jessie memerah dan tampak bahagia mendengar perkataannya. Selang beberapa menit kemudian mereka benar-benar berpisah, Jessie dan pesawatnya pergi menuju Indonesia sedangkan Bran harus kembali pulang mengurus pekerjaannya. Dan juga..

"Bran?? Kamu dimana?? Sudah selesai kerjaannya??" sebuah suara melalui ponsel Bran yang menempel di telinganya

"Sudah, sekarang aku mau ke kantor. Kamu lagi dimana??" tanya Bran

"Ya sudah, aku berangkat ke kantormu sekarang ya. See you dear"

"See you" jawab Bran sambil menutup panggilan di ponselnya

Untuk sejenak dia terdiam, menyadari bahwa yang dilakukannya kini telah melewati batas. Sudah hampir setengah tahun dia menduakan Jessie dengan seorang gadis yang juga tidak kalah cantiknya. Namun dia melakukannya karena suatu alasan.

"Aku harus bergegas, setelah beberapa waktu yang lalu Jessie mengacak-acak kantor dan apartemenku. Kalau keduluan dia bisa panjang ceritanya" gumam Bran

Sesampainya di kantor, Bran dibuat terkejut dan sedikit panik mengetahui mobil sedan berwarna putih milik kekasih gelapnya telah berada di depan. Dengan tergesa-gesa dia masuk kedalam dan mendapati seorang gadis yang tengah duduk di sofa dengan secangkir teh di tangannya.

"Shani?? Sudah lama??" tanyanya dengan sedikit panik

"Barusan kok, wajahmu kenapa? Kok pucat? Pastinya pekerjaanmu sangat melelahkan. Kamu harus istirahat" ujar Shani sambil menggandeng tangan Bran dan menyuruhnya untuk duduk di sampingnya

2829336151b6370f8a67851ad24129edd58abdaa.jpg


"Iya, banyak sekali pekerjaanku. Siapa yang membuatkanmu teh?" tanya Bran

"Maaf tuan, hanya ini yang tersedia setelah tuan tinggal sebulan lebih. Saya tidak sempat membeli kebutuhan pantry karena pekerjaan yang tuan tinggalkan menumpuk" ujar Albert yang merupakan asisten Bran menyela sambil menghidangkan kudapan di meja

"Ah Albert, terima kasih banyak. Maaf merepotkanmu, memang sepertinya kita butuh karyawan baru sepeninggal kak Angel dan Array" jawab Bran

"Kak Angel yang waktu itu ya?? Kalau tidak salah dia balik ke Indonesia ya? Aku baru ingat kalau adikku juga kuliah di Indonesia" ujar Shani sambil mengingat-ingat

"Benarkah? Adikmu yang mana? Gracia?" tanya Bran

"Bukan, tapi Yona. Sudah hampir setahun sih. Kapan-kapan aku mau melihatnya ke Indonesia"

Bran terdiam dan beranjak dari tempat duduknya hendak menyegarkan badan yang tampak lelah itu. Terlihat Albert yang membereskan dokumen-dokumen di atas meja kerja Angel, "Semua sudah beres tuan, hanya saja saya tidak bisa menahannya ketika dia meminta duduk di meja kerja anda dan menemukan bingkisan dari nona Jessie. beruntung dia percaya bahwa itu milik nona Angel yang tertinggal". Bran mendekatinya dan menyalami Albert seraya berterima kasih sebesar-besarnya. "Aku benar-benar berhutang budi padamu. Jangan sungkan-sungkan jika kau butuh sesuatu yang lebih. Aku pasti akan memenuhinya" ucap Bran. "Tidak perlu tuan, ini sudah menjadi kewajiban saya. Tuan segeralah mandi, sudah saya siapkan air panasnya. Mudah-mudahan nona Shani tidak mencium bau parfum wanita dari tubuh tuan" jawab Albert. "Ah kau benar. Baiklah terima kasih Albert" jawab Bran

Setelah selesai, Bran kembali menemui Shani yang masih duduk menunggunya. Sore itu mereka berencana untuk mengunjungi teman lama Shani yang berada di sebuah kota terpencil di arah barat laut dari kota Sydney.

Hal terakhir yang diketahui Shani adalah bahwa temannya menderita sebuah penyakit misterius yang membuatnya terbaring lemah dan tidak bisa bergerak. Dia sudah menyarankan untuk berobat ke Sydney, namun dia selalu menolak dan berkata bahwa di kota itu cukup baginya untuk berobat. Namun harus diakui, di kota Sydney dia akan mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik daripada kota tempat tinggalnya.

"Apa kau yakin disana ada penginapan?? Perjalanan kita sekitar 6 jam menggunakan mobil. Kita akan sampai dini hari disana" ujar Bran yang memasukkan tas perlengkapan Shani ke dalam mobilnya

"Seingatku ada kok, nanti kita tanya penduduk kota itu. Lagipula seingatku kotanya sudah cukup maju jadi kalau penginapan sekiranya pasti ada kok" jawab Shani seraya menghubungi temannya dengan ponselnya

"Baiklah, semua sudah siap. Kami pergi dulu ya Albert" pamit Bran kepada Albert yang membantu mereka

"Berhati-hatilah tuan, dan ini saya sudah memperbaiki jam tangan tuan. Terakhir kali di upgrade oleh nona Angel sewaktu masih disini" ujar Albert seraya memberikan jam tangan warna hitam dengan layar led kepadanya

"Wah, terimakasih Albert. Apakah kak Angel mengajarimu banyak hal??" tanya Bran

"Nona Angel sangat baik, dia mengajari banyak hal tentang teknologi. Kuharap bisa bertemu dengannya lagi tuan" ucap Albert

"Tentu saja, kita akan segera bertemu dengannya. Kami pergi ya" ujar Bran

Perjalanan selama lebih dari 5 jam telah mereka lalui. Mereka sempat mampir ke stasiun pengisian bahan bakar terakhir sebelum melanjutkan perjalanannya dan membeli beberapa cemilan. Hanya ada satu jalan utama yang menghubungkan kota Sydney dan tempat yang mereka tuju. Persimpangan terakhir sebelum menuju kota itu sudah terlihat sangat sepi dengan lampu lalu lintas yang sedikit tidak berfungsi. Hal yang tidak menjadi masalah karena memang jarang dilalui oleh kendaraan.

"Aku jadi kepikiran sama perkataan petugas tadi" ujar Shani tiba-tiba

Bran terdiam, jelas dipikirannya terngiang-ngiang perkataan petugas tersebut. Mereka seperti dianjurkan untuk tidak menuju kota tempat teman Shani berada. Bukan apa-apa, hanya saja kota itu seperti kota mati. Terlebih lagi pemerintah pusat juga seperti menghentikan segala kegiatan pemerintahan disana. Tidak ada aliran listrik, bahkan sumber air minum berasal dari sebuah waduk yang sudah lama tidak beroperasi.

"Tidak ada apa-apa, tenanglah. Lagipula kita tidak lama disana kan. Sebentar lagi kita sampai, lihatlah papan penanda sudah terlihat" ujar Bran

Laju mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah yang lebih besar dari yang lainnya. Rumah bergaya Inggris itu berwarna coklat muda pada sebagian besar bagian depannya. Hanya tiang berwarna putih yang menopang dinding lantai 2 yang agak menjorok keluar.

Tidak ada perasaan apa-apa pada diri Bran, mereka mengetuk pintu beberapa lama. Shani yang disampingnya melihat sekeliling rumah. Tidak ada yang mencurigakan, hanya saja keadaannya memang sangat sepi dan sunyi.

"Ada yang bisa saya bantu??" kata nenek-nenek berambut putih yang menyambut mereka berdua

Usianya sekitar 60-70 an, dengan raut wajah yang agak menyipit di kedua ujung matanya seolah sedang berusaha memfokuskan pandangannya

"Maaf mengganggu Nek, kami ingin menjenguk Citra" ujar Bran yang kemudian memperkenalkan dirinya dan Shani

"Oh nak Shani?? Citra sudah menunggu, katanya akan ada sahabatnya dari Sydney yang datang. Silahkan masuk akan saya persiapkan kamarnya, kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh"

"Bagaimana keadaannya Nek?? Saya cukup terkejut mendengar kabar darinya" ujar Shani

"Begitulah keadaannya, dia ada di kamar sebelah ruang tamu. Kalian masuk saja, akan saya ambilkan minuman"

"Terimakasih Nek tidak usah repot-repot" jawab Bran

Gadis itu duduk bersandar di tempat tidurnya, pandangannya kosong. Untuk sesaat tidak menyadari kehadiran Shani yang terkejut dengan kondisinya.

"Citra.." ujar Shani

Dia terkejut, senyum manis mengembang di wajahnya. "Shani??" ujarnya seraya membalas pelukan dari Shani. Tangis mereka berdua tidak tertahankan. Saling bertukar kabar dan cerita menjadi kejadian yang mengharukan.

28293366f3c9c5267862f4d9eec036e3f1ed1728.jpg


"Itu siapa???" tanya Citra yang menanyakan sosok laki-laki yang masih berdiri di belakang Shani

"Dia Bran, sini sayang ini Citra" ujarnya memperkenalkan

"Senang bertemu dengan anda. Saya harap anda segera membaik" ujar Bran dengan ramah

"Beruntungnya kamu mendapatkan hati Shani, dia termasuk wanita yang sangat pemilih. Jangan kecewakan dia ya" ujar Citra tersenyum

"Tentu saja, aku beruntung mendapatkannya" ujar Bran dengan gejolak di hatinya. "Maaf sebelumnya, tapi apa yang terjadi??"

"Entahlah, kejadiannya 2 bulan yang lalu. Tiba-tiba aku merasa pusing dan jatuh pingsan. Ketika tersadar, aku berada di rumah sakit di pusat kota ini. Hanya ada nenekku yang menemaniku saat itu, dia terus menggerutu tentang buruknya pelayanan. Dokter yang sering terlambat dan juga perawat yang terlihat tidak ramah. Selang seminggu aku diperbolehkan pulang, namun dalam keadaan yang tidak seperti ini. Setelah 3 hari kepulanganku, aku kembali merasa pusing yang sangat hebat dan kembali pingsan. Dan yang terjadi selanjutnya adalah seperti ini, tidak ada perkembangan" air matanya mulai jatuh setelah selesai bercerita

"Kenapa tidak kembali ke rumah sakit ??" tanya Shani

"Nenek sudah mencoba menghubungi pihak rumah sakit namun tidak ada jawaban. Dan kabar terakhir yang kudengar ternyata rumah sakit tersebut sudah tidak beroperasi. Desas-desus yang terdengar, seluruh karyawan telah di mutasi ke luar kota. Tidak ada rumah sakit lain di kota kecil ini" ujar Citra

"Baiklah, kami bisa membawamu ke Sydney dan tinggal bersamaku. Kau bisa cepat sembuh" ujar Shani menawarkan

Citra menggeleng, tentu ada keinginan untuk pulih secepatnya dan kembali normal. Namun sebuah alasan terucap dari bibirnya "Aku tidak bisa meninggalkan nenek sendirian disini. Dia juga sudah tua dan perjalanan jauh akan sangat melelahkan baginya"

"Bagaimana kalau kami panggilkan dokter untukmu??" ujar Bran menawarkan. "Pamanku seorang dokter, mungkin dia bisa membantu. Ya mungkin beliau punya kenalan dokter yang mau melihat kondisimu"

"Jika ada dokter yang mau aku akan sangat berterimakasih padanya, nak" ujar nenek Citra yang tiba-tiba masuk ke kamar dan meletakkan minuman di meja. "Kami sudah menitipkan pesan kepada tetangga yang pindah beberapa minggu yang lalu. Namun sampai saat ini tidak ada kabar sama sekali"

"Begitu ya, tapi bagaimanapun juga kita harus segera membawamu ke dokter" ujar Bran

Mereka terdiam tanpa jawaban, tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu depan. "Siapa malam-malam begini bertamu??" tanya nenek itu dengan penasaran.

Sepasang laki-laki berdiri didepan pintu rumah mereka. Dengan pakaian casual dan juga tas kecil di tangannya.

"Maaf, apakah mobil yang terparkir di depan punya anda?? Mobil itu sedikit menghalangi jalan. Truk muatan kami kesulitan untuk melewatinya. Jika bisa tolong dipindah sebentar" ujar laki-laki itu dengan ramah

Nenek tersebut memanggil Bran dan memintanya untuk memindahkan mobilnya. "Sudah hampir 2 minggu ini sering terjadi. Entah apa yang mereka kerjakan, tapi sepertinya mereka sedang melakukan suatu pembangunan" ujar nenek itu kepada Bran setelah memindahkan mobilnya

"Mungkin mereka dari pemerintahan yang ingin menghidupkan kembali kota ini. Oh ya nek, apa penduduk kota ini sudah pindah semua??" tanya Bran

"Sebagian besar sudah pindah, namun ada beberapa keluarga yang masih tinggal di kota ini. Kebanyakan dari mereka karena tidak memiliki keluarga di kota lain dan juga syarat-syarat pemindahan yang sedikit dipersulit oleh petugas yang terkadang hanya seminggu sekali ke kota ini. Itupun hanya maksimal 2 hari mereka disini"

Mereka berdua kembali masuk ke dalam rumah, melihat Shani yang memandang dengan penuh rasa iba terhadap Citra yang ternyata sudah terlelap. Nenek itu menghampiri Shani dan mengajaknya untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan. Shani tidur di kasur atas, dan Bran di kasur bawah. Tidak ada kamar lain, hanya tersisa 1 kamar yang layak ditempati. Sedangkan kamar di lantai atas telah di bongkar karena pendingin ruangan yang rusak dan tidak sempat diperbaiki. Citra tidur dengan neneknya, sedangkan Shani satu kamar dengan Bran.

"Oh ya, apa pekerjaan Citra sebelum dia jatuh sakit??" tanya Bran dari kasur bawah sambil menatap langit-langit kamar

"Dia asisten ilmuwan di salah satu pusat laboratorium di kota ini. Oh ya sayang.." ujar Shani tiba-tiba sambil melihat ke arah Bran dari kasur atas

"Eh, kenapa??" tanya Bran dengan sedikit terkejut. Tanpa menjawab Shani melompat ke kasur Bran. "Aku takut tidur sendiri, aku disini aja ya" ujar Shani dengan manja. Bran tersenyum, dia membetulkan selimut yang menutupi tubuh mereka. Dipeluknya dengan hangat tubuh kekasihnya yang lain itu. Wajah mereka berhadapan, gemuruh nafas Shani yang sedikit lebih cepat seirama dengan detak jantungnya. Matanya terpejam, berusaha mengontrol jiwa dan pikirannya.

"Kamu kenapa??" tanya Bran dengan sedikit bercanda

"Jadi makin enggak bisa tidur nih" ujarnya dengan wajah memerah seraya membalikkan tubuhnya membelakangi Bran

Dia tersenyum, didekatkannya tubuhnya kepada Shani. Tangannya melingkar di perutnya dan mencium pundak Shani dari belakang. "Terimakasih, telah memilihku menjadi kekasihmu" bisik Bran

Shani tidak menjawab, hatinya meledak-ledak mendengar penuturan dan perilaku Bran. Sebab selama ini dia tidak pernah berkata semanis itu. Beberapa saat kemudian Bran berusaha meggoda Shani dengan meraba daerah sensitifnya, dan juga menghembuskan nafas dibelakang telinga Shani. Hal itu menciptakan sedikit sengatan listrik di tubuh Shani.

"Hmmphh, sayang jangan nakal ya. Ini dirumah orang" jawabnya lirih

"Aku enggak nakal kok" ujar Bran sambil perlahan menyapukan lidahnya di tengkuk leher gadis cantik itu

2829336731f47dcc17c0efe20bec3765c837e5da.jpg











**To Be Continued**
 

Chapter 31 : The Unusual Case (Part - 2)


Sinar mentari pagi menyeruak masuk melalui gorden, menghentak pandangan Shani yang tertutup. Dengan sayup-sayup dia terbangun, melihat ke arah sekelilingnya mencari-cari dimana kekasih hatinya yang semalam menemani tidur nyenyaknya.

"Bran ?? Sayang??" ujar Shani yang beranjak keluar kamar

"Eh nak Shani sudah bangun?? Nak Bran sedang ke supermarket, nenek yang meminta tolong karena beberapa persediaan makanan sudah hampir habis. Nenek berterima kasih karena sudah membawa beberapa bahan makanan. Nak Shani segera mandi, biar segar badannya" ujarnya sambil melanjutkan memasak

"Ah iya Nek, sepertinya aku sangat kelelahan. Hari ini nenek masak apa?? Tunggu Shani mandi dulu ya nanti Shani bantu" ujarnya yang bergegas menuju kamar mandi

Ketika hendak menuju kamar mandi, dia menyempatkan untuk melihat Citra di kamarnya. Dia melamun, memandang kosong ke arah jendela yang berada di sisi kiri tempat tidurnya. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke depan??" tanya Shani. "Eh Shani, enggak usah disini aja" jawab Citra

Shani pergi keluar kamar dan beberapa saat kemudian kembali dengan membawa kursi roda. Dia membawanya langsung dari rumah setelah beberapa hari yang lalu memesannya. Citra tersenyum penuh haru, dia tahu sahabatnya sangat menyayangi dirinya, dengan dibantu Shani akhirnya dia berhasil duduk di kursi roda dan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir dia keluar kamar.

Citra membuat terkejut neneknya yang sedang memasak. Mereka berpelukan, nenek Citra menangis terharu. "Maafkan nenek ya sayang" ujarnya

"Seharusnya aku yang minta maaf Nek, selalu merepotkan" ujar Citra

"Baiklah, kita jalan-jalan sebentar ya. Nek, kami tinggal ke depan dulu" ujar Shani sambil mendorong kursi roda Citra keluar rumah

Sengatan matahari yang tidak terlalu panas kala itu membuatnya tersenyum. Untuk pertama kalinya dia merasakan sinar matahari langsung menyapa tubuhnya. Mereka berkeliling sebentar menuju sebuah tanah lapang di seberang rumah mereka. Memandang ke arah waduk yang jauh namun masih terlihat aliran air yang bergerak oleh hembusan angin.

Sementara itu terlihat Bran yang telah memasukkan barang belanjaan ke dalam mobilnya. Pada awalnya dia cukup bingung karena tidak ada petugas supermarket yang bertugas, namun mengingat perkataan nenek Citra semalam, dia menjadi mulai terbiasa.

"Baiklah semuanya sudah ada, tunggu ada yang lupa" ujar Bran setelah mengecek satu-persatu barang yang harus dibelinya pada selembar kertas dari nenek Citra.

Dia kembali kedalam supermarket, menuju rak perlengkapan mandi. Namun dia sedikit kesulitan karena ternyata stok barangnya sudah habis. Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara seperti gedoran pintu dari ruang khusus karyawan yang berada di sudut supermarket. Dengan hati-hati dia memeriksanya, pintunya tidak terkunci. Ruangan itu memiliki 2 lapis pintu, pada lapis pertama terlihat seperti koridor dengan loker di kanan kiri yang tampaknya digunakan untuk barang-barang karyawan yang sedang bekerja.

"Hei, apa ada orang di dalam??" tanya Bran setengah berteriak. Tidak ada jawaban dari dalam ruangan tersebut, membuatnya sedikit merinding. Dengan mengumpulkan keberaniannya, dia mencoba membuka pintu terakhir yang membatasi antara dirinya dan sumber suara tersebut.

Ruangan di dalamnya tidak terlihat apa-apa karena lampunya padam. Dengan menggunakan sumber cahaya dari ponselnya, dia mengarahkan sorot cahaya ke seluruh sudut ruangan hingga akhirnya berhenti di salah satu sudut. Dia terkejut mendapati seseorang terdiam mematung membelakanginya. "Kau baik-baik saja?? Kurasa aku sedikit membutuhkan bantuanmu" ujarnya mencoba menyapa.

Sosok itu berbalik menghadap Bran, "Kau pasti bercanda!!" ujarnya sedikit terkejut. Wajah yang tidak bisa dikenali, terlebih lagi dengan sedikit bau anyir yang menusuk hidung membuat Bran perlahan berjalan mundur. "Hei, jelaskan padaku apa yang terjadi denganmu!!" ujar Bran mencoba berbicara dengannya. Namun sosok itu tidak menjawab, dengan perlahan dia mendekati Bran. Tubuhnya membungkuk dan dia terlihat seperti seekor kera yang sedang berjalan dengan kedua tangan dan kakinya.

Dia tahu keadaan ini akan semakin buruk. Bran mencari di sekelilingnya sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata. Pandangannya terhenti pada sebatang besi yang tergeletak tidak jauh dari posisinya. Tanpa pikir panjang dia mengambilnya dan kembali memperingatkan sosok yang perlahan mendekat padanya. "Hei, aku akan memukulmu jika kau macam-macam. Ini sama sekali tidak lucu!!" ujarnya

Sosok itu berhenti, seperti tengah memperhatikan Bran yang berbicara padanya. Namun yang terjadi selanjutnya di luar perkiraan, sosok itu tiba-tiba melompat ke arah Bran. Beruntung dia dengan sigap mengayunkan besi yang berada di tangannya dengan keras. Membuat sosok itu terpental ke dinding yang berada di samping kirinya.

"Makhluk apa itu??!!" seru Bran. Dia kembali melihatnya, namun tersadar bahwa sosok itu kembali bergerak, dia memutuskan untuk lari meninggalkannya.

Bran terdesak, dia menyadari bahwa makhluk itu mengejarnya. Ketika sampai di pintu keluar, dia melihat seorang gadis yang pernah dilihatnya entah dimana. Dengan wajah panik dia berhenti di hadapan gadis itu.

"Get down!!" seru gadis itu yang tengah menodongkan senjata laras panjang sejenis shotgun. Tanpa pikir panjang Bran merunduk dan ternyata sosok makhluk yang mengejar Bran tengah melompat ke arahnya.

Sebuah tembakan tunggal tepat mengenai bagian kepala dari makhluk itu, membuatnya terpental jauh kebelakang. Gadis itu melewati Bran dan memeriksa makhluk yang sudah tergeletak tak bergerak. "Makhluk apa itu?? Sial dia hampir memangsaku!!" seru Bran dengan panik.

"Dia sudah mati, baru pertama kali melihatnya??" tanya gadis itu

"Jangan bercanda!! Seakan-akan kau sering melihatnya!! Tunggu dulu, aku pernah melihatmu. Kau Vienny bukan?? Dari keluarga Anseris??" ujar Bran memastikan

Gadis itu tidak menjawab, dia kembali memeriksa tubuh makhluk tersebut. Dikeluarkannya peralatan bedah dan mengambil beberapa bagian tubuh dari makhluk itu. "Apa yang kau lakukan di tempat ini??" tanyanya

"Tunggu, kau benar Vienny?? Aku sedang bersama adikmu, Shani" jawab Bran yang beranjak berdiri

"Shani?? Apa yang sedang dilakukan tuan putri itu ditempat seperti ini?? Siapa kau??" tanyanya sambil berjalan ke arah Bran

"K-kami sedang menjenguk temannya. Rumahnya tidak jauh dari supermarket ini. Kau sendiri apa yang kau lakukan??" tanya Bran

"Kalau begitu cepatlah pergi dari tempat ini. Kota ini sudah mati. Tidak ada gunanya kalian disini. Atau kalian ingin berakhir seperti makhluk itu??" jawab Vienny seraya berlalu meninggalkan Bran

Bran menarik tangan Vienny, namun dengan refleksnya dia berhasil membuat Bran kembali jatuh tersungkur

"Sudah kuperingatkan, sebaiknya kalian cepat pergi!!" bentak Vienny

"Aduh.." pekik Bran, "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya, baru aku akan membawa Shani dan temannya pergi dari kota ini"

"Kau bilang sedang menjenguk teman?? Seperti apa kondisinya??" tanya Vienny yang mulai tertarik dengan Bran

"Dia bisa dibilang lumpuh, anggota tubuhnya tidak bisa digerakkan. Hanya saja pikirannya masih berfungsi dan masih bisa berbicara selayaknya manusia normal."

"Sudah berapa lama dia seperti itu??" tanyanya

"Sudah hampir 2 bulan"

"Apa dia sendirian??"

"Dia bersama neneknya. Ayolah perbincangan ini tidak menjelaskan apapun!!" seru Bran yang mulai kehilangan kesabaran

Vienny terdiam, dia membuka liontin yang berada di lehernya. "Katakan pada Shani untuk meninggalkan temannya, sudah terlambat untuk menyelamatkannya"

Laki-laki itu terdiam berusaha mencerna perkataan Vienny yang terlihat membingungkan. "Maksudmu gadis itu.." ucap Bran yang melihat kearah makhluk aneh yang tergeletak di hadapannya

Vienny terdiam, dia larut dalam kenangan masa kecilnya bersama keluarga dan adik-adik kesayangannya. "Kita harus menjemputnya. Sebelum semua terlambat" ujarnya

Keadaan dirumah itu mendadak menjadi kacau, Citra seperti hilang kesadaran dan mengigau



Keadaan dirumah itu mendadak menjadi kacau, Citra seperti hilang kesadaran dan mengigau. Dia berada di pelukan neneknya yang berusaha untuk menenangkannya. Seluruh tubuhnya terlihat bercak kemerahan dan membiru di tepiannya. Suara erangan keluar dari mulutnya, namun itu bukan suara miliknya. Suara khas itu terdengar seperti monster. Sesaat kemudian tubuhnya mengejang dan dia kehilangan kesadarannya. Shani yang panik mencoba menghubungi Bran yang sedang dalam perjalanan kembali ke rumah itu.

"Tenanglah sayangku, tenanglah. Semua akan baik-baik saja" ujar nenek itu sambil menahan tangisnya

"Citra!! Citra!!" ujar Shani memanggil-manggil namanya

Suara mobil berhenti tepat di depan rumah, Bran dan Vienny masuk kerumah yang kacau. Shani sempat terkejut melihat kehadiran kakaknya dengan Bran.

Mereka berdua berpelukan, seperti sudah lama tidak bertemu. "Kau baik-baik saja??" tanya Vienny pada Shani.

"Aku baik-baik saja. Kakak darimana?? Kenapa bisa sama Bran??" tanya Shani

"Panjang ceritanya. Bagaimana keadaannya??" tanya Vienny yang mendekat ke arah Citra

"Siapa kau??!!" bentak nenek itu

Vienny tidak menjawab, dia hanya memperhatikan sekujur tubuh Citra yang masih tidak sadarkan diri. "Nek, apakah dia..." tanya Vienny yang terpotong

"Tidak!! Dia tidak apa-apa!!" teriak nenek itu dengan suara penuh cerita

"Ada apa ini Bran??" tanya Shani

"D-dia..." ujar Bran sambil menggelengkan kepalanya

Shani terkejut dan tidak mengerti, namun perasaannya berkata ada sesuatu yang buruk akan terjadi pada sahabatnya. Dia berjalan ke arah Citra dan memeluknya bersama dengan neneknya.

"Kita pindahkan ke kamar dulu, setelah itu kita perlu bicara" ujar Vienny kepada nenek yang masih memeluk cucu kesayangannya

Mereka bertiga duduk di sofa dengan suasana yang tegang. Shani memilih untuk mendampingi Citra yang masih tidak sadarkan diri di kamarnya.

"Dia sudah terinfeksi, kita harus mengakuinya" ujar Vienny dengan tatapan serius kepada nenek itu

"Dia cucu kesayanganku, hanya dia yang aku miliki" jawabnya

"Infeksi apa maksudmu?? Daritadi kau tidak menjelaskan apapun. Dan juga kenapa kau ada di kota ini??" tanya Bran yang masih penuh dengan pertanyaan

"Nenek itu punya jawaban semuanya" jawab Vienny

Bran melihat kearah nenek itu, menunggu jawaban yang pasti akan kejadian yang terjadi.

"Kejadian bermula dari 3 tahun yang lalu. Sebuah perusahaan air minum berlambangkan bunga tulip berdiri di dekat waduk. Mereka mulai memasarkan air minum kemasan. Tidak ada masalah yang terjadi sampai suatu saat beberapa orang melihat perusahaan tersebut membuang sesuatu ke dalam waduk"

"Apakah itu limbah??" tanya Bran

"Lebih dari limbah, itu adalah hasil eksperimen ilegal mereka. Penduduk yang melihat kejadian itu menghilang begitu saja" timpal Vienny

"Sepertinya anda mengetahui banyak hal" jawab nenek itu

"Aku menyelidiki kasus tersebut, mencari informasi terkait penduduk yang hilang. Karena ada seseorang yang berarti bagiku yang ikut hilang setelah kejadian itu" jelas Vienny

"Kekasihmu??" tanya Bran

"Beby, dia kakak kami" jelas Vienny

Bran dan nenek itu terkejut, larut dalam pikirannya masing-masing. "Sampai sekarang tidak ketemu??" tanya Bran

"Mereka merubahnya menjadi salah satu makhluk yang kau lihat di supermarket" jelas Vienny. "Setengah tahun setelah perusahaan itu ditutup oleh pemerintah, aku menemukannya di hutan sekitar. Dia sudah menjadi monster. Dan kami terpaksa menghabisinya" jelas Vienny dengan nada sendu

"Kami??" tanya Bran

"Anseris Guard, papa kami membentuk tim khusus untuk mencarinya. Aku juga ikut langsung dalam pencarian. Dan ternyata kenyataan seperti itu yang kudapat. Pemerintah tidak bisa berbuat banyak selain hanya menutup perusahaan itu tanpa meminta ganti rugi dan pertanggungjawaban. Mereka bebas" lanjut Vienny

Mereka bertiga terdiam, cerita itu seperti ada di dalam film-film yang selama ini hanya dalam khayalan saja. "Berarti memang benar monster itu ada" ujar nenek itu lirih

"Ya, dan cucu anda. Sepertinya tidak lama lagi akan menjadi seperti mereka. Anda harus melakukan sesuatu" ujar Vienny

"Tentu saja, aku akan bersamanya hingga saat terakhirnya"

"Sejak kapan anda mengetahui bahwa Citra terinfeksi??" tanya Bran

"Sejak gejala lumpuh yang dia derita. Seseorang di rumah sakit pernah berkata padaku tentang gejala-gejala infeksi tersebut. Dan aku tidak mempercayainya, aku beranggapan bahwa mereka hanya menakut-nakutiku" jawab nenek itu

Kehadiran Shani yang tiba-tiba membuat mereka terkejut, dengan polosnya dia bertanya tentang apa yang terjadi pada Citra. Vienny menceritakan secara garis besar apa yang sebenarnya terjadi. Tangisnya pecah, dia jatuh dalam pelukan Vienny. Menyadari bahwa sahabat yang sangat disayanginya akan berubah menjadi monster.

"Lalu apa yang akan kita lakukan padanya??" tanya Shani

"Tidak ada, biar aku yang merawatnya. Kalian bisa meninggalkan kami berdua" ujar nenek itu menuju ke kamar cucunya

 Kalian bisa meninggalkan kami berdua ujar nenek itu menuju ke kamar cucunya




Suara dari radio mobil memutarkan sebuah lagu lama, mengiringi perjalanan mereka bertiga kembali ke kota Sydney.

Masing-masing dari mereka terdiam, seakan masih tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi.

Mereka meninggalkan Citra dan neneknya di rumah itu. Keadaan terakhir yang mereka lihat ketika Citra sudah kehilangan akal pikirannya, namun dalam kondisi tubuh yang masih tersadar. Dia sudah bisa berjalan normal dan lepas dari kelumpuhannya.

Bagi mereka mungkin ini jalan terbaik yang harus ditempuh, mereka telah hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama. Bahkan semenjak kedua orangtua Citra meninggalkannya bersama neneknya ketika masih berusia 12 tahun. Sejak saat itu dia mengenal Shani, sahabat terbaiknya yang terpaksa melihat keadaan terakhirnya mengenaskan, yang hendak berubah menjadi monster.

Suara tembakan itu masih terngiang-ngiang di telinga Shani, setelah suara erangan Citra di dalam kamarnya. Suara yang terdengar bukan dari seorang manusia, disusul dengan tembakan kedua yang mengakhiri hidup kedua anggota keluarga yang saling mengasihi.

"Kalian bisa meninggalkan kami berdua. Biarkan aku menjaganya. Oh ya, jangan lupa tutup pintunya"

Kata-kata terakhir yang keluar dari mulut nenek itu membekas di pikiran Bran. Begitu juga dengan Shani, permintaan terakhir dari Citra yang tidak akan pernah bisa di wujudkan.

"Aku ingin melihatmu menikah, pasti kau akan terlihat sangat cantik"

Shani tertunduk, air matanya jatuh. Dia belum siap kehilangan sahabat terbaiknya dengan cara seperti itu.

"Apa tidak ada tindakan dari pemerintah?? Aku tidak ingin ada Citra yang lain lagi" ujar Shani tiba-tiba sambil mengusap air matanya.

Bran meraih tisu yang berada di dashboard mobilnya, memberikannya kepada Shani yang duduk disebelah. "Aku pikir kakakmu sedang melakukan sesuatu" ujarnya

Fokus pembicaraan menjadi ke arah Vienny, dengan sikapnya yang cuek dia terus diam tanpa menjawab. "Tidak ada yang perlu disembunyikan, tampaknya banyak cerita yang bisa saling kalian bagi. Kita berhenti sebentar ya, aku ingin menghubungi Albert"

Mobil mereka menepi dan Bran bergegas keluar dan menghubungi seseorang melalui ponselnya, tentu saja bukan Albert, melainkan Jessie.

"Sampai kapan kak Vienny akan terus seperti ini??" tanyanya dengan bekas air mata yang masih terlihat

"Sampai semuanya jelas. Dengar, kakak menyayangi kalian. Dan kakak tidak ingin apapun terjadi pada kalian. Mungkin ini yang kak Beby lakukan dulu" jawabnya

Tidak ada jawabannya lagi darinya, mulut Shani terkunci. Pandangannya ke depan dimana terlihat orang yang dikasihinya sedang memegang ponsel dan menghubungi seseorang. Sesaat kemudian dia tersenyum, menyadari cintanya sudah mulai terasa dalam.

"Pria itu, siapa namanya??" tanya Vienny

"Bran, dari keluarga Reinhart" jawab Shani sambil tersenyum

"Jatuh terlalu dalam ya??" tanyanya dengan sedikit menggoda

"Ah, apaan sih kak Vienny. Dia baik orangnya" jawabnya dengan wajah memerah

"Adik kecil kakak sudah menjadi gadis dewasa sekarang" jawabnya dengan tertawa

Suasana mencair berkat pembahasan tentang Bran, seorang pria yang mampu mengetuk pintu hati Shani, putri kecil kesayangan keluarga Anseris.

Pembahasan berlanjut dengan kenangan masa kecil mereka, sampai kehadiran Bran yang kembali ke mobil tidak disadari. "Sepertinya aku ketinggalan cerita seru nih" seru Bran

"Haha, tentu saja. Kami sedang membahas tentang dirimu" goda Vienny seraya mencolek pipi Shani

"Iih, enggak kok. Kak jangan buat dia jadi kepedean. Nanti sok gantengnya kumat" sindir Shani

Bran tersenyum, sambil berkaca pada spion mobil dia berkata "Loh, sudah dari lahir aku ganteng!! Adikmu saja jatuh hati" jawabnya

Mereka tertawa bersama-sama, paling tidak sedikit menghibur hati mereka yang cukup terkejut dengan kejadian itu. Begitu juga dengan Vienny, meskipun dia terlihat paling kuat, namun jauh di lubuk hatinya dia tetap seorang wanita, yang memiliki ketakutan dan juga rasa ingin dilindungi.

68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f5f717532414844504f2d2d4f32413d3d2d313230393931313739392e313665316333653366616566353466363434393739313639313232382e6a7067



**To Be Continued**
 
Terakhir diubah:

Chapter 32 : The Descendants Of Anseris (Part-1)​



Desember 2013, Minggu pertama

Semilir angin senja meniup rambutnya yang berwarna kecoklatan, dia tidak sendirian. Di atas jembatan yang jarang dilalui oleh orang, terlihat mereka terjatuh, setelah sebelumnya seorang laki-laki dengan sigap menahan tubuh gadis itu yang hendak melompat ke dalam aliran sungai yang sangat deras. Mereka mengatur nafas masing-masing, terlebih gadis itu yang nampak lega karena memang dia belum siap melakukannya.

"Percayalah nona, yang kau lakukan tadi sangat berbahaya". Nafasnya masih terengah-engah, dia sedikit kesusahan menahan tubuh gadis itu cukup lama sambil meyakinkannya untuk tidak melanjutkan niat bodohnya

"Kenapa??!!" sebuah suara keluar dari mulutnya, suara yang diiringi dengan tangis yang tertahan

Kenapa??!! sebuah suara keluar dari mulutnya, suara yang diiringi dengan tangis yang tertahan


"Anggap saja begini, aku dikirim oleh Tuhan untuk menyelamatkanmu dari tindakan bodoh ini. Kau tahu, tempat ini jarang dan hampir tidak pernah dilewati oleh orang-orang" jawab laki-laki itu dengan tatapan iba kepadanya

Gadis itu tidak menjawab, namun terlihat tangis kesedihannya mulai menurun, menyisakan suara aliran sungai dan kicau burung bersautan terdengar memainkan nada-nada penyejuk jiwa.

"Aku bisa mengantarmu pulang, atau kalau kau mau kita bisa makan es krim sebentar. Karena es krim bagiku bisa mengembalikan kebahagian dan canda tawa. Aku yakin kau juga suka dengan es krim" ujarnya sambil mengulurkan tangan

Gadis itu menatap wajahnya, kulit putih dengan bentuk mata yang tajam. Potongan rambut yang rapi tanpa ada kumis dan jambang untuk beberapa detik membiusnya.

"Bagaimana?? Es krim akan sangat menyenangkan bukan??"

Gadis itu menyambut tangan yang terulur di hadapannya, "Namaku Shani, terimakasih banyak atas pertolonganmu tadi"

"Tentu saja, kau bisa memanggilku Bran. Kau sudah mendingan??" tanyanya untuk memastikan

"Ya mungkin saja, mungkin setelah makan es krim aku akan jauh lebih baik" jawabnya yang mulai terlihat tenang

"Baiklah, mobilku berada di depan. Sebaiknya kita bergegas, hari mulai petang dan aku pikir keluargamu akan segera mencari keberadaanmu"

Mereka bergegas menuju mobil sedan berwarna hitam milik Bran. "Bisa antar kami ke tempat penjual es krim yang enak, Albert??" perintah Bran kepada laki-laki yang merupakan asisten pribadinya

"Tentu saja tuan, di sekitar sini terdapat kedai es krim yang cukup terkenal. Silahkan nona" ujarnya sambil membukakan pintu mobil untuk Shani

Perjalanan mereka tidak terlalu lama, namun cukup bagi Bran untuk mencari informasi tentang apa motif yang mendasari gadis cantik ini untuk berencana melompat dan mengakhiri hidup untuk selamanya

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?? Jika aku tidak sadar bahwa seorang gadis cantik ini hendak melompat ke sungai, mungkin aku akan menyesal di sisa hidupku" jawab Bran

Mata gadis itu berkaca-kaca, seolah menyembunyikan hal yang sangat menyakitkan. Setelah memenangkan diri dan menguatkan hati, dia menatap kosong kedua tangannya yang menggenggam di atas lututnya.

"Dulu aku juga pernah berada di posisimu, mungkin masalah yang kita hadapi berbeda. Tetapi percayalah, mengakhiri hidup sendiri sama sekali bukan pilihan terbaik. Waktu itu aku mengalami depresi dan kepahitan dunia yang teramat sangat. Sama sepertimu, beban pikiran sebaiknya tidak di tanggung sendiri. Yang kau butuhkan hanyalah seseorang untuk menggenggam tanganmu, dan juga pundak untuk bersandar. Selain itu, telinga dan hati yang siap untuk mendengar" jawab Bran

"A-aku, hanya tidak siap menerima ini semua" balasnya

"Percintaan?? Memang berat, tidak ada jalan lain kecuali belajar mengikhlaskan"

"Dia mengkhianatiku, dia pria paling brengsek yang pernah kukenal"

"Apakah dia pria yang memakai jaket dengan gambar logo tim sepakbola itu??" tanyanya memastikan

"Kau mengenalnya??"

"Tidak terlalu kenal, hanya saja aku sempat melihat kalian bersitegang. Dan kupikir akan terjadi suatu hal" jawab Bran

"Begitu ya, sekali lagi terimakasih" ujar Shani

"Tidak masalah. Nah, sekarang kita sudah sampai, pesan apapun yang kau mau. Tapi ingat, setelah ini berjanjilah padaku bahwa hari-harimu akan berlangsung dengan indah. Oh ya, aku yang traktir" ujar Bran sambil tersenyum

Shani terdiam, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Pria ini sudah menolongnya untuk tetap hidup. Dan kini berusaha untuk membuatnya tegar. Satu hal yang ingin dia pastikan, kenapa pria itu melakukannya??

Kini 2 cup es krim sudah berada di hadapannya, Bran yang tersenyum melihat gadis itu yang perlahan melahap es krim coklat dan vanila serta beberapa toping diatasnya, terlihat menggiurkan memang, namun tidak bagi Bran. Tampaknya dia mulai bosan dengan hidangan tersebut.

Tatapan matanya tidak lepas sedikitpun dari gadis yang berada di hadapannya, sesekali dia mengecek ponselnya, memastikan beberapa email yang ditunggunya sudah masuk atau belum.

"Kenapa kau menolongku?? Kita tidak saling mengenal sebelumnya" sebuah kalimat keluar dari mulut gadis itu

Bran tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil mulai mengambil bagian kecil dari es krim tersebut dan menyuapkannya pada Shani. "Aku mengenalmu, jauh sebelum kita bertemu". Perkataannya tersebut membuat gadis itu menjadi bingung dan terlarut dalam pikirannya, sehingga untuk beberapa saat mengacuhkan Bran.

"Kau tidak usah berpikir terlalu dalam, anggap aku teman bermain biola di tempat les yang sama denganmu. Tentu saja aku akan bermurah hati dengan tidak menceritakan hal yang sebenarnya kepada keluargamu" ujar Bran.

Shani hanya mengangguk dan mulai tersenyum, raut wajahnya mulai menunjukkan kegembiraan dan perlahan mulai sedikit melupakan kejadian yang terjadi kepadanya. "Kau juga tahu tentang keluargaku??" tanyanya dengan wajah polos

"Tidak banyak, hanya saja kau pasti berasal dari keluarga terhormat. Mungkin bisa saja dari keluarga yang berpengaruh. Aku hanya pegawai kantor biasa, jadi kau bisa beralasan kepada keluargamu seperti apa yang ku katakan tadi. Supaya mereka tidak mencegahku untuk bertemu denganmu"

"Bagaimana kalau aku bilang bahwa kau kekasihku?? Esok hari seseorang akan datang ke rumah dan aku tidak terlalu menyukainya" ujar Shani kepada Bran yang kemudian menoleh kearahnya. "Maksudmu sekarang kau menyukaiku??" tanya Bran.

Shani terdiam kembali, dibuangnya wajah cantiknya ke arah luar melalui jendela yang berada di sampingnya. "Aku dijodohkan. Pada awalnya aku berharap Visery mau ku perkenalkan kepada keluargaku agar perjodohan itu dihentikan. Tapi nyatanya di malah tidak lebih baik dari yang kukira"

"Hanya sampai perjodohan itu dibatalkan bukan?? Dan juga kau harus berjanji padaku, jangan pernah bersedih lagi" ujar Bran yang menyetujui tawarannya dengan syarat yang dia ajukan

"Jadi??" tanya Shani memastikan dengan sodoran jari kelingkingnya kepada Bran

Bran membalas dengan mengaitkan jari kelingkingnya pada milik Shani. Dia tersenyum dengan cantik, dan untuk sesaat mampu menghipnotis Bran.

"I'm sorry, bright eyes" gumam Bran dalam hati

Setelah merasa cukup dengan obrolan dan juga es krim tersebut, Bran mengantar Shani pulang kembali kerumahnya. Perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam membuat Shani tertidur. Ketika sampai di depan sebuah pagar rumah yang sangat besar, dengan sebuah pos penjagaan dan beberapa orang yang mengenakan setelan jas hitam dan kacamata yang senada, Bran membangunkannya.

"Kau perlu berbicara dengan mereka" ujar Bran sambil membuka kaca mobil di sisi terdekat Shani

"Selamat sore, oh nona Shani. Maaf kami harus memeriksa yang lainnya" ujar penjaga itu

"Tidak perlu, mereka teman baikku. Biarkan saja" ujar Shani dengan ramah

Kemudian penjaga tersebut mempersilahkan mobil yang mereka kendarai untuk melaju. Jarak antara pagar dan pos penjagaan dengan rumahnya cukup jauh, sekitar 100 meter. Jalan lurus terpampang di depan mereka dengan taman dan pohon yang rindang di sekitarannya. Sesekali terlihat rusa yang berkeliaran di sisi sebelah kiri, dan juga beberapa ekor kuda dengan tuannya yang tak lain adalah orang yang bekerja untuk keluarganya.

"Nona Shani darimana saja?? Nyonya mencari anda seharian" sapa seorang wanita paruh baya yang menunggu di depan pintu rumahnya

"Bukankah hari ini aku ada jadwal les biola??" jawab Shani dengan pertanyaan

"Tapi maaf nona, ketika Anseris Guard menjemput anda tidak ada di tempat les. Lagipula sudah saya sarankan agar nona memanggil guru les privat saja kerumah" ujarnya sambil membawakan tas Shani

"Aku bukan burung dalam sangkar yang harus dikekang. Aku juga butuh udara segar. Oh iya ini tamu ku tolong di layani dengan baik" ujar Shani sambil menggandeng tangan Bran

"Baik nona, silahkan tuan" ujarnya sambil mempersilahkan Bran untuk masuk

Mereka bertiga masuk ke ruang tamu dan wanita paruh baya menyiapkan minuman sementara Shani dan Bran melepas lelah di sofa. Beberapa saat kemudian seorang wanita cantik turun dari lantai dua dan menyapa anak kesayangannya, dan berkenalan dengan Bran.

"Terimakasih sudah mengantarkan merpati kecilku kembali pulang, terkadang keinginannya sulit sekali ditebak"

"Bukan masalah tante, tidak merepotkan sama sekali. Dan juga saya senang bisa kenal dengan merpati kecil tante yang menawan"

Setelah obrolan yang cukup panjang, Bran pamit pulang karena ada sesuatu yang harus dia kerjakan.

"Laki-laki yang baik, dari keluarga Reinhart ?? Sepertinya papa kenal beberapa orang dari keluarga Reinhart" tanya wanita itu kepada anaknya

"Ya, he's cute. Apakah keluarga Reinhart cukup termasyur??" tanya Shani dengan senyum di bibirnya

"Mama pikir seperti itu. Salah satu anggota keluarga besar Reinhart merupakan seorang dokter bedah tulang yang terkenal. Beliau sempat menyembuhkan penyakit sepupumu, Celine"

"Kalau begitu, boleh kan??" tanya Shani dengan penuh harapan

"Apapun demi kebahagian merpati kecilku, tampaknya mama harus sedikit bernegosiasi dengan papamu. Dan mungkin juga dia akan sangat senang jika bertemu dengan dokter Reinhart" ujarnya seraya memeluk Shani

Dia tersenyum bahagia, "Terimakasih ma" jawab Shani

"Sebaiknya kamu bujuk adikmu untuk pulang, sudah beberapa hari ini dia susah dihubungi" ujar mamanya yang membaca majalah fashion

"Gre? Kenapa lagi sama dia??" tanya Shani

"Perkenalannya dengan seorang lelaki dari London membuat mama sedikit khawatir. Begitu juga dengan papamu, dia meminta mama untuk menjauhkan Gre dari lelaki itu. Mama pikir karena lelaki itu sifat Gre sedikit berubah, dia jadi sedikit lebih keras kepala dan susah diatur. Kalau saja kakakmu Beby masih ada, tentu saja bukan perkara yang sulit baginya" kenang wanita itu

Shani terdiam dan memeluk mamanya seraya berkata, "Maaf ma, Shani belum bisa jadi kakak yang baik. Tapi Shani janji bakalan ngurus mereka semua, tentu saja semoga kak Vienny juga cepat pulang"

"It's okay my little dove. Mama mau telfon adikmu Yona, tampaknya dia mulai betah di negeri orang" ujar mamanya seraya beranjak dari tempat duduknya

"Yona ya, beruntungnya kamu tidak dikekang oleh papa. Aku sedikit iri, tapi semua punya perannya masing-masing. Aku selalu berdoa yang terbaik untukmu" gumam Shani sambil melihat ke arah pigora dengan foto ke enam anak keluarga Anseris.

 Aku selalu berdoa yang terbaik untukmu gumam Shani sambil melihat ke arah pigora dengan foto ke enam anak keluarga Anseris




Desember 2013, Minggu ketiga

"Albert, tolong setelah ini kirimkan bingkisan ini ke rumah keluarga Anseris. Khusus untuk nona Shani" ujar Bran yang memberikan sebuah bingkisan yang terbungkus dengan kertas warna merah tua.

"Baik tuan. Maaf tuan saya hampir lupa, tadi pagi ada paket untuk tuan. Dari nona Jessie. Sudah saya letakkan di meja kerja tuan" jawabnya setelah meletakkan bingkisan dari Bran di dalam mobil

Dia tersenyum, wajahnya berseri-seri mengetahui kabar yang sudah dinantikan sejak lama telah tiba. "Terimakasih Albert"

Bran bergegas menuju meja kerjanya, terlihat sebuah kotak yang cukup besar terbungkus dengan kertas warna coklat. Dengan tidak sabar dia membukanya.

"Keluarga Anseris?? Kau yakin??" sebuah suara mengagetkannya.

"Kakak ini selalu saja mengagetkan, tumben sepagi ini sudah di depan meja kerja??" jawab Bran kepada gadis yang berada di sebelah meja kerjanya

"Ini minggu terakhir kerja sebelum libur natal dan tahun baru. Dan mungkin aku akan merindukan tempat ini dalam waktu yang cukup lama" jawab gadis itu sambil memutar-mutar di kursi kerjanya

"Jadi kakak akan kembali ke Indonesia?? Sudah bicara dengan papa??" jawab Bran yang tidak jadi membuka bingkisan dari Jessie

"Yup, sudah kuputuskan. Bulan lalu mamaku sudah menemui papamu, dan tampaknya beliau tidak keberatan. Lagipula aku rindu dengan adik laki-laki kecilku"

"Oh Reno?? Kami seumuran kan?? Kerja dimana dia??" tanya Bran

"Dia masih kuliah kurasa, dia telat masuk kuliah 2 tahun seingatku" jawab gadis itu

"Oh, karena kejadian itu ya?? Aku tidak menyangka bahwa paman sampai mengirimnya ke Amerika, tapi ada untungnya juga sih dia disana" ujar Bran sambil melihat ke arah kalender yang menggantung di sudut ruangan

"Kejadian itu tepat tanggal hari ini kan kak??" lanjut Bran

"Yup, sepertinya kita tidak perlu membahasnya. Semua sudah mulai melupakannya"

Mereka berdua tidak saling bicara, namun terlihat bagaimana keduanya terhanyut dalam memori kelam keluarga mereka beberapa tahun yang lalu.

"Tidak ada yang boleh membahasnya lagi, bukankah seperti itu??" jelas suara memecah keheningan mereka berdua

"Array?? Sejak kapan??" tanya Bran

"Cukup lama hingga aku tahu bahwa kau mendekati keluarga Anseris" jawab Array, seorang laki-laki dengan rambut pirang dan wajah yang tajam pada bagian dagu.

"Aku tidak mendekatinya, hanya sekedar menolong" jawab Bran yang kembali fokus dengan komputer di meja kerjanya

Mereka bertiga terdiam sejenak, kemudian hanya Bran yang berdiri dan mendatangi Array. Dipandanginya kedua mata Array dengan sorot mata yang tajam. "Darimana kau tahu soal aku mendekati keluarga Anseris?? Kami sama sekali tidak membahasnya. Bukan begitu kak Angel??" ujar Bran yang sedikit membusungkan dada kepada Array seolah menantangnya

"Sudah lah Bran, jangan mulai" jawab Angel yang sedikit panik

"Kau sebaiknya mengingatnya dengan baik, mereka membunuh mama mu dan juga kakaknya yang merupakan orangtua yang sangat aku banggakan. Mereka semua keluarga pembunuh!!" jawab Array dengan mendorong tubuh Bran

"Sudahlah Array, kejadian itu sudah sangat lama. Bahkan Bran masih belum mengerti waktu itu" lerai Angel sambil berdiri diantara mereka berdua

"Kau salah kak, aku sudah sangat sangat mengerti" ujar Bran kepada Angel dengan tatapan penuh amarah

Suasana menjadi sedikit mencekam dan hening beberapa saat. "Aku akan mencari udara segar. Aku perlu menenangkan diri" ujar Bran seraya meninggalkan mereka berdua.

Array terjatuh bersandar pada dinding, dengan sedikit menyeringai dia berkata, "Kau lihat kan betapa lemahnya sepupumu itu. Anak tunggal yang menyedihkan"

Angel tak percaya dengan ungkapan kasar yang keluar dari mulut Array, "Kalian bersaudara, tidak seharusnya seperti ini"

Dia tidak menanggapi omongan Angel dan beranjak pergi dari tempat mereka berselisih. "Aku punya ide yang lebih menarik" gumam Array



Desember 2013, Minggu keempat

Malam itu tempat kerja mereka telah sepi, hanya seorang Angel yang masih sibuk berkutat dengan keyboard dan layar komputernya. Sayup-sayup terdengar langkah kaki mendekat memasuki ruang kerjanya, sambil membawa segelas coklat hangat Albert menghampirinya.

"Ini non, aku bawakan coklat hangat. Siapa tahu membantu"

"Ah Albert, terimakasih. Kenapa belum pulang ??" tanya Angel seraya menyeruput minuman itu

"Saya dimintai tolong tuan Bran untuk menemani nona. Katanya nona bakalan lembur hari ini karena ada beberapa paket yang harus di ekspor sebelum malam tahun baru" jawab Albert

"Tidak perlu repot-repot, kau bisa pulang kok. Kunci otomatisnya mudah dioperasikan bukan?" tanya Angel

"Tetap saja nona, rasanya tidak enak mengacuhkan permintaan tuan Bran. Oh ya nona mohon maaf jika lancang, apakah tuan Bran dan tuan Array masih berselisih??" tanya Albert

Angel terdiam dan meletakkan gelasnya di samping buku catatan yang penuh dengan daftar barang dan negara tujuan. Dia merenggangkan otot-otot punggungnya yang menegang sedari pagi. Helaan nafas yang panjang membuatnya sedikit rileks

"Mungkin sebenarnya Bran sudah melupakan kejadian itu, tetapi tidak bagi Array. Bukankah kau sudah bekerja untuk pamanku pada saat kejadian itu??" tanya Angel memastikan

"Saya sudah bersama tuan Edward sejak ibu saya meninggal di tahun 2000. Beliau sangat perhatian dengan keluarga kami, terutama ketika mendiang ibu saya sakit keras. Beliau menanggung semua biaya pengobatannya hingga akhirnya Tuhan berkata lain. Saya sangat berhutang budi dengan segala kebaikan yang tuan Edward berikan" kenang Albert

"Aku turut berduka mendengarnya, Albert. Yakinlah ibumu bahagia di surga" jawab Angel

"Terima kasih nona, saya percaya semua keluarga Reinhart memiliki hati yang sangat baik. Baiklah nona saya tinggal ke depan pos jaga ya, jika ada apa-apa nona tinggal hubungi saya. Permisi nona" ujar Albert yang meninggalkan Angel

Dia kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Wajahnya sudah menunjukkan rasa letih yang besar, tubuhnya sedikit menegang dan dengan kedua tangannya dia berusaha memijat pundaknya sendiri.

Tidak lama berselang sebuah email masuk ke alamat kantor tempat Angel bekerja, tidak ada penjelasan lebih terkait isi email tersebut. Hanya sebuah lampiran file dengan nama 'AV-BN88'. Dia memeriksa alamat pengirim email tersebut dan mendapati bahwa pesan itu diteruskan dari alamat email Bran yang berasal dari alamat sebuah perusahaan farmasi di Amerika. Ketika hendak membuk lampiran file tersebut, ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari Bran cukup mengejutkannya.

"Kak Angel? Sudah terima email yang kukirim??"

"Baru saja aku akan membuka lampiran filenya. Apa isi file itu sebenarnya??"

"Baguslah, isinya adalah sebuah dokumen pengambilan barang. Lengkap dengan detail-detail dan foto barang tersebut. Kakak bisa meminta Albert untuk menemani mengambil barang tersebut. Oh ya, jangan sampai ada yang tahu, cukup kita bertiga saja. Terimakasih kak"

Dia terdiam dengan pikiran yang sedikit penasaran, tidak seperti biasanya sebuah paket harus diambil malam-malam seperti ini. Dengan cekatan dia mencetak seluruh dokumen yang diperlukan yang telah terlampir dalam email tersebut dan mempersiapkan dokumen pelengkap lainnya. Setelah selesai dia beranjak ke luar kantor dimana Albert telah menyiapkan mobil dan menunggu di sampingnya.

"Silahkan nona Angel, waktu kita tidak banyak" ujar Albert yang tampaknya sudah mengetahui hal ini.

Tanpa banyak bicara Angel masuk dan mereka menuju ke pergudangan di dekat pelabuhan, tempat dimana barang itu menanti untuk diambil.


**To Be Continued**
 
🤔...black star.. harta turun temurun keluarga suzuki.... Lengkap dengan kaito kid.....suhu ini meitantei conan mania.....
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd