Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Bimabet
------------------------------------------------------------

Cerita 98 – Villa Upon the Hill

Part 6

“Wuih..
asyik nih lagi main tigaan.. Bagi-bagi yah Bos.. jangan maruk sendiri..” katanya sambil berjalan ke ranjang.
“Ayo aja Bang.. masih ada tempat kok di sini..” panggil Grace dengan senyum menggoda. Sialan lo.. ganggu aja..! Omel Parjo dalam hati.

Grace menggeser tubuhnya dari bawah Katherine.. ke sisi sebelah ranjang itu yang masih lowong.
“Wah.. udah keringetan gini Non.. Seru yah tadi mainnya..?” Kata Gozhi ketika mengelus payudaranya.

Si bopeng itu memandang kagum tubuh telanjang Grace yang terbaring di sisinya.
Sekali-kalinya dalam seumur hidup bersanding dengan gadis secantik ini setelah mencicipi yang produk ‘luar’ punya.

Tubuh gadis ini tidak kalah dari gadis bule yang barusan digarapnya.
Wajah oriental yang kalem.. payudara berukuran sedang yang bulat indah..

Sepasang paha jenjang yang mulus.. dan kemaluan yang berbulu lebat.
Gozhi sungguh berdecak kagum sampai tangannya sedikit bergetar ketika menggerayangi tubuh gadis itu.

“Eeehhmm..!” Desah Grace lirih saat jari-jari gemuk pria itu menggosok-gosok bibir kewanitaanya.

Wajah pria itu mendekati payudaranya.. lidahnya menjilati putingnya yang telah mengeras itu memutar..
membuat lingkaran di sekeliling organ sensitif itu.. lalu mulut itu membuka lebar-lebar.. clops..!
Lantas memasukkan gundukan kenyal itu ke dalamnya walau tidak semuanya masuk.

Mulailah Gozhi mengenyoti payudara Grace seperti bayi yang sedang menyusu.
Jari-jarinya masuk semakin dalam mengaduk-aduk vagina gadis itu.

Sementara di sebelah mereka.. Parjo dan Katherine sedang menikmati persetubuhan dalam gaya doggie.
Hentakan-hentakan tubuh mereka menyebabkan ranjang itu bergoyang hebat.

Gozhi menciumi tubuh Grace inci demi inci.. dari payudara.. lengan, pundak dan leher.
Kemudian ia membalik tubuh gadis itu hingga telungkup.. lalu diangkatnya pinggulnya hingga menungging.

Grace menahan nafas ketika merasakan kepala penis pria itu menempel di vaginanya dan tak lama..
blessepp.. mulai melesak memasuki lorong liang vaginanya.

Setiap mili gesekan penis itu memasukinya menimbulkan percikan nikmat hingga akhirnya terbenam dalam vaginanya.
“Uuhhh.. uenak, sempit yah Non..” ceracau Gozhi sambil menggenjot gadis itu.

Tangan Grace mencengkram sprei dan bantal.. rambut panjangnya yang indah tergerai menyentuh kasur.
Kedua pahanya membuka lebih lebar.. seolah meminta pria itu menusuknya lebih dalam lagi.

Setiapkali penis pria itu menerobos masuk.. ia merasa bagai disiram berliter-liter air hangat yang memijati seluruh tubuhnya..
Sedangkan setiap pria itu menarik penisnya.. ia merasa seperti terisap pusaran air yang membawanya pada kenikmatan.

Dengan mata merem-melek.. Grace menjeritkan penyerahan diri sekaligus pertanda datangnya klimaks yang luar biasa.
Gozhi merasakan penisnya bagaikan dipilin dan diisap oleh mulut yang kuat sedotannya.

Tanpa dapat tertahankan lagi.. crett.. crett.. crett.. pria itu pun memuntahkan spermanya..
membanjiri rongga kewanitaan Grace yang sedang berkontraksi dilanda orgasme hebat.

“Oughh.. nghhh..” Gadis itu mengerang dan menggeliat sejadi-jadinya.. sebelum akhirnya tubuhnya lemah lunglai di kasur.
Gozhi menyusul menimpa tubuh putih yang telah licin oleh keringat itu.

Nafas keduanya tersenggal-senggal seperti pelari yang baru mencapai finish.
Di sebelah mereka.. Parjo dan Katherine masih sibuk bergumul..
Mereka sebelumnya telah terlebih dahulu mencapai klimaks dan kini mereka sedang memasuki ronde berikutnya.

Katherine kini telentang mengangkang di atas tubuh Parjo yang menyentak-nyentakkan pinggulnya dari bawah.
“Ngghhh.. oohhh.. nngghh..!” Gadis itu melenguh nikmat.

Ia merasakan bagian bawahnya di selangkangan.. seperti dibelah dua oleh sebuah batang yang keras dan kokoh.
Ia ikut menggerakkan pinggulnya agar liang vaginanya makin teraduk-aduk oleh kekejalan batang penis pria itu.

Tubuh Katherine bergetar merasakan serbuan kenikmatan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Terlebih tangan pria itu terus saja meremasi payudaranya.. mulutnya juga mencupangi pundak dan lehernya.

Kemudian Parjo mendorong punggung gadis itu perlahan-lahan..
sehingga Katherine akhirnya dalam posisi menduduki penis itu dengan memunggunginya.

Mulailah ia menggoyangkan kembali pinggulnya naik-turun.. kadang juga berputar.
Wajahnya yang manis terlihat semakin menggairahkan dengan rona kemerahan..
matanya setengah terbuka dengan pandangan menerawang.

Tiba-tiba seseorang memegangi kepalanya..
Gozhi.. si tambun bermuka bopeng itu telah berdiri di hadapannya dengan dengan penis setengah menegang.

“Isep yah Non..” pintanya cengengesan.
Clops..! Tanpa menunggu jawaban Katherine.. ia sudah menjejali mulut gadis itu dengan penisnya.

Desahan Khaterine tersumbat.. ia sepertinya agak gelagapan menerima penis Gozhi yang masih berlumuran cairan..
bekas persetubuhan dengan Gracenya tadi.. namun tak lama kemudian ia sudah mulai bisa beradaptasi.

Katherine memainkan lalu menyapukan lidahnya pada penis itu dalam mulutnya disertai kuluman-kuluman nikmat.
Tubuh dan vaginanya tetap naik-turun di atas penis Parjo sambil tangannya meremasi payudaranya sendiri.

Sementara itu Grace terlihat sedang berpelukan dengan Parjo.. keduanya terlibat french kiss yang panas.
Lidah Parjo masuk ke mulut gadis itu.. dan menyapu langit-langit mulutnya sambil tangannya mengelusi tubuh mulus itu.

Grace pun tidak kalah agresif dalam hal ini.. lidahnya beradu dengan lidah kasap pria itu.. saling belit dan saling jilat..
Demikian serunya.. sampai nafas yang memburu terasa pada wajah masing-masing pasangan.

Di ambang klimaks.. Katherine memacu tubuhnya semakin cepat dan liar
hingga akhirnya ia melepaskan kulumannya terhadap penis Gozhi dan menjerit keras..

“Aughhh.. oohhh..!!” Ia merasakan seperti ada ledakan dahsyat dari dalam tubuhnya..
Cairan vaginanya berleleran ke mana-mana membasahi penis dan selangkangan Parjo.

Sungguh persetubuhan yang liar dan erotis.. empat orang.. dua gadis cantik dan dua pria sangar dalam satu ranjang..
berpadu dalam hasrat terliar manusia.

“Oogghhh..” Katherine tumbang kelelahan..
tulang-tulangnya serasa copot semua.. peluh telah membasahi tubuhnya dan nafasnya sudah putus-putus.

Kedua pria itu membiarkannya beristirahat dan mulai mengeroyok Grace.
Parjo menelentangkan tubuh gadis itu dan mengambil posisi di tengah kedua pahanya yang ia bentangkan lebar-lebar.

Penis yang masih tegang dan berlumuran cairan klimaks Katherine itu ditusukkannya ke vagina si gadis.
“Ugghh..!” Grace mengerang dan menggeliat saat benda itu melesak masuk ke liang vaginanya.

Sodokan demi sodokan menghantami liang vagina gadis itu..
sementara payudaranya yang ikut terguncang-guncang terus-menerus diremasi.. dicubiti dan dikenyot oleh Gozhi.

Dari payudara mulut pria itu terus naik hingga mulut mereka bertemu.
Desahan Grace terhambat sementara ketika mereka berciuman dan beradu lidah.

Sebentar kemudian pria tambun itu melepas ciuman dan berlutut di sebelah gadis itu.
Tangan kanannya meraih kepala gadis itu dan tangan kirinya memegang penis yang sudah menegang.

Grace membuka mulutnya.. seakan menyambut penis itu masuk ke dalamnya.
Ia mengerang tertahan dan memperkuat isapannya setiap Parjo menyodok dengan kuat.

Bila Parjo memutar-mutarkan penisnya seperti sedang mengaduk..
gadis itu pun melakukan hal yang sama dengan menjilat memutar kepala penis itu dengan lidahnya.

Irama persetubuhan mereka pun terjalin dengan indahnya.
Hingga satu saat.. Parjo frekuensi genjotan Parjo makin cepat sambil menceracau.

“Oooggghhh..!” Erangnya penuh kepuasan.. Crott.. crott.. crott.. spermanya segera mengisi rahim gadis itu.
“Mmhhh.. eeemmhh..!” Sebentar kemudian Grace pun mengerang tertahan akibat kepalanya masih dipegangi oleh Gozhi.

Tubuh gadis itu mengejang tak terkendali.. kedua kakinya memeluk pinggang pria itu..
seperti tidak rela pria itu mencabut penisnya yang menancap di vaginanya.

Parjo masih melanjutkan genjotannya.. meskipun kecepatannya makin menurun.
Hingga akhirnya orgasme gadis itu mulai surut dan jepitan kakinya mengendur.

Plepp..! Ia menarik lepas penisnya yang telah menyusut.
Begitu benda itu tercabut sperma yang bercampur dengan cairan kewanitaan gadis itu pun turut meleleh keluar.

Parjo merasa sangat puas walau persetubuhan hari ini sangat melelahkan.
Dalam hidupnya.. inilah persetubuhan terdahsyat yang pernah dialaminya.

Ia segera menjatuhkan diri di sebelah Katherine.. gadis itu yang tenaganya sudah mulai pulih memeluknya.

“Gimana Pak..? Bapak kuat sekali..” katanya sambil mengelus dada Pajo yang bidang.
“Puas banget Non, ini kerja lembur namanya, bisa-bisa besok Bapak ga kuat kerja nih..” tangannya mengelus rambut gadis itu.

“Aaarrgghh.. uuhhh keluar Non..!” Tiba-tiba terdengar lenguhan panjang di sebelah.
Gozhi telah mencapai orgasmenya dari hasil oral seks Grace. Dipeganginya kepala gadis itu sambil berejakulasi di dalam mulutnya.

Grace mengerang tertahan.. sepertinya dia kepayahan menerima cairan kental itu yang meluap di mulutnya..
sehingga sebagian menetes keluar di pinggir bibirnya.. walau ia telah berusaha keras mengisap dan menelannya.

Penis itu berangsur-angsur mengecil dalam mulutnya..
Grace menuntaskan jurus terakhirnya dengan menyedot kuat-kuat batang itu sekaligus menjilatinya.
Ketika benda itu ditarik keluar sudah tak ada sedikitpun sperma yang membekas di situ.

Gozhi pun ambruk dengan nafas tersenggal-senggal.
Ia masih sempat menyeka sperma yang meleleh di bibir gadis itu dan menyodorkan jarinya untuk dijilati.

“Bang.. malam ini, saya akan memakan Abang..” kata Grace setengah berbisik dekat telinga Gozhi.
“Ooh.. makan..? Boleh Non selama masih kuat.. makan aja sampai puas.. hehehe..”
Gozhi tertawa lemas sambil meremas payudara gadis itu.

Keempat tubuh telanjang bergelimpangan di ranjang itu.. mereka terlibat obrolan ringan dan nakal pasca persetubuhan..
sebelum Parjo akhirnya berdiri dan mematikan lampu plafon dan menyalakan dua lampu meja.

Setelah menarik selimut, mereka pun akhirnya tertidur kelelahan.
-----------------------------

11.40 pm


Mamat terbangun karena ada yang menarik selimutnya.. ia mengedip-ngedipkan mata setengah sadar..
hanya cahaya bulan yang masuk ke kamar itu melalu ventilasi memberi sedikit penerangan di sana.

Ia menggerakkan bola mata ke bawah.. benar saja selimut itu memang seperti ada yang menarik pelan-pelan dari bawah.
Bret..! Sebuah tarikan kuat menyentak selimut itu.. sehingga tidak lagi menutupi tubuhnya.
Ia melirik ke sebelah dan menemukan Arlene sudah tidak di sana lagi.

Mendadak ia merasa ada aura seram menyelubungi kamar itu.. yang membuat bulu kuduknya berdiri semua..
Terlebih lagi ia baru menyadari tubuhnya tidak bisa digerakkan seperti mati rasa.. demikian pula mulutnya terasa kelu..
sehingga hanya mampu mengap-mengap tanpa bersuara.

Ia memandang sekeliling untuk mencari gadis itu. Deg..! Wajah Mamat semakin pucat pasi..
ketika sebuah tangan muncul dari ujung ranjang sana memegang telapak kakinya..
dinginnya tangan berkulit pucat itu seakan merambat ke seluruh tubuhnya.

Kepala pemilik tangan itu mulai menyembul di ujung ranjang.. perlahan-lahan semakin mempercepat detak jantung pria itu.
Betapa ia ingin meloncat dan berteriak sekeras-kerasnya ketika melihat wajah seram itu.. pucat dengan kerut-kerut mengerikan..

Matanya yang merah menatapnya seolah menembus sampai tulang..
namun bagaimanapun ia tidak mampu menggerakkan tubuhnya selain lehernya.

Ia memejamkan mata sambil komat-kamit mengucapkan doa dan ayat-ayat suci yang diingatnya untuk mengusir setan.
Baru kali ini ia merasakan ketakutan terbesar dalam hidupnya.. sehingga mengucapkannya dengan sungguh-sungguh.

Tangan dingin itu pun melepaskan cengkramannya. Mamat masih terus berdoa dan komat-kamit berusaha keras agar suaranya keluar.
Berangsur-angsur ia mulai merasa lebih tenang dan perlahan-lahan membuka matanya..
keringat dingin sudah bercucuran seperti embun di dahi dan tubuhnya.

Di ujung ranjang.. sosok seram itu sudah tidak ada lagi.. ia lalu menengok ke kiri-kanan.. kosong..
Pandangannya kembali ke langit-langit dan berkonsentrasi memulihkan diri.

Kini ia mulai dapat bernafas lega, lengannya mulai bisa digerakan.
Ia memejamkan mata dan menghirup udara, lalu mengembuskannya.. lagi.. dan lagi.. sebanyak beberapakali.
Hatinya semakin tenang.. ia yakin doanya telah berhasil mengusir makhluk itu.

Kelopak matanya membuka.. matanya melotot kaget dan wajahnya kembali menunjukkan ketakutan yang amat sangat..
melihat makhluk itu telah berdiri di pinggir ranjang.. dan menatapnya dengan pandangan yang menusuk tajam.

“Waa..!!!” Belum sedetik suara itu meluncur keluar dari mulutnya.. makhluk itu dengan cepat menerkamnya..
sehingga ia tidak mampu bersuara lagi.
-----------------------------

11.44 pm


Amin terbangun karena seolah-olah mendengar suara jeritan.. rasa kantuk memang masih menguasainya..
namun di saat yang sama ia juga merasakan ingin buang air kecil.

Maka supaya dapat melanjutkan tidurnya dengan nyaman.. ia memutuskan untuk ke toilet sebentar.
Dilihatnya gadis bule itu masih tertidur dengan lelap dalam posisi tengkurap di sampingnya.

Perlahan-lahan disingkirkannya tangan gadis itu dari dadanya.. ditatapnya wajah manis itu sambil turun dari ranjang.
Hehe.. bener-bener bukan mimpi.. ini malem udah dua.. besok dua sisanya juga wajib dicicipin.. katanya dalam hati dengan girang.

Ia pun berjalan ke toilet.. setelah menyalakan lampu ia berdiri di depan kloset dan mengeluarkan kencingnya dengan lega.
Hhhss.. tambah dingin aja nih.. jadi beser melulu..! Cepetan balik ah biar bisa anget-angetan lagi..! katanya dalam hati.

Setelah menyiram.. Amin pun membalik badan bermaksud beranjak dari tempat itu.
“Loh.. Non Sam.. bapak ngebangunin yah..? Sori nih.. pengen kencing sih..”
sapanya melihat gadis bule itu tiba-tiba berjalan masuk ke kamar mandi.

“Bukan.. saya cuma ada masalah dengan tenggorokan saya, makanya bangun..”
kata Sam memegangi lehernya dengan wajah pucat seperti menahan sakit.
“Emang kenapa Non lehernya..? Coba sini saya liat..”

Amin menyingkirkan tangan gadis itu dan melihat ada goresan kecil meneteskan sedikit darah di lehernya.
“ini kenapa Non..? Tadi nggak gini kan..?” Amin menyeka darah itu dengan jarinya..

Namun betapa kagetnya melihat goresan itu malah membesar dan mengucurkan lebih banyak darah.
“Hah.. Non, apa.. apa ini..!?” Ia terperangah sambil mundur-mundur.

Matanya melotot.. seolah tidak percaya pada pandangannya melihat luka itu semakin melebar..
dan darah semakin bercucuran membasahi leher jenjang itu.

Yang lebih membuatnya ngeri.. adalah gadis itu malah tertawa.. seram.
Amin bergidik ketakutan.. bulu kuduknya berdiri semua. “Huuaaa..!!!”
Ia menjerit kaget melihat kepala itu akhirnya terlepas dari lehernya dan menggelinding di lantai kamar mandi.

“Tolong Pak, sambungkan leher saya..” ucap kepala itu sambil tersenyum mengerikan.
Amin menubruk tubuh tanpa kepala itu hingga terjatuh dan segera berlari ketakutan ke arah pintu..

Namun.. Blamm..!! Pintu itu menutup dengan sendirinya sebelum ia mencapainya.
“Buka..!! Buka.. tolong..!!” Jeritnya panik sambil memutar-mutar gagang pintu dan menggedor-gedornya.

Suara tawa yang mengerikan memenuhi kamar mandi membuat pria itu semakin ketakutan..
Kaki-kakinya gemetaran sampai tidak kuat untuk berdiri.
Ia menengok ke belakang melihat tubuh tanpa kepala itu sudah berdiri lagi dan meraih kepalanya di lantai.

Nyali Amin semakin ciut saja melihat pemandangan seram itu.. apalagi pintu itu tetap kokoh walau sudah didorong dan digedor.
“Ampun.. pergi..!! Jangan ganggu saya..!!” Amin meringkuk ketakutan di sudut.

Makhluk itu semakin mendekatinya sambil menenteng kepalanya..
darah mengalir deras dari lehernya yang terpotong membasahi tubuh dan lantai marmer di bawahnya.

“Wwhuuaaa..!!” Jerit pria itu sekeras-kerasnya.
-------------------------------

11.45 pm


“Uuuhh.. Non Katherine sini, Grace juga..!” Parjo mengigau dalam tidurnya..
Masih terbayang-bayang percintaannya yang panas dan liar dengan gadis-gadis itu tadi.

Ia berguling ke samping mengganti posisi tidurnya.. tangannya memeluk tubuh Katherine yang berbaring di sampingnya.

Namun ia merasa aneh kenapa yang dirasakan di telapak tangannya bukannya kulit yang halus..
malahan kasar dan agak becek.. di beberapa bagian malah seperti kulit kering.

Selain itu juga mulai tercium aroma tidak sedap, seperti bau daging hangus dan anyir darah.
Ia membuka sedikit matanya untuk melihat karena merasa tidurnya terusik.

“Hah..!?” Parjo menjerit kaget.. rasa kantuknya langsung hilang seketika..
ketika melihat makhluk bertubuh hitam terbakar dan berwajah rusak melepuh itu menatapnya dengan sorot mata menyeramkan.

Sontak ia pun tersentak dan jatuh dari ranjang, belum hilang kekagetannya melihat makhluk bertubuh hangus itu..
ia seperti shock melihat temannya.. Gozhi dalam kondisi sangat mengenaskan.
Perut tambun pria itu telah terbelah dan Grace yang berlutut di sebelahnya sedang mengorek-ngorek isi perutnya dan melahapnya.

Mata Gozhi masih terbelakak dan wajahnya masih memperlihatkan ketakutan yang amat sangat..
nampaknya ia mati di tengah teror mental yang sulit dilukiskan.

Tidak ada lagi Grace yang anggun dan memiliki innocent beauty.. yang ada hanyalah sesosok makhluk berwajah pucat dan rusak sebelah..
buas seperti binatang pemangsa.. dengan tangan dan mulut berlumuran darah.

Darah juga berceceran di ranjang empuk itu..
suasana kamar dengan hanya dua lampu meja yang menyala dan cahaya bulan dari jendela semakin membuat bulu kuduk berdiri.

“Setan.. se-setan..!” Ujar Parjo bergetar.. “P-pergi..!!” Makhluk bertubuh terbakar itu turun dari ranjang dan mulai mendekatinya.
Parjo gemetaran melihat wujud mengerikan dari makhluk itu.. Wajah yang melepuh.. daging yang nampak di beberapa bagian tubuh..

Bahkan kerangkanya menyembul keluar di sebagian rusuk dan tulang keringnya.
Inikah gadis yang barusan bercinta dengannya..? Rasanya sulit untuk dipercaya.

Saat itu terdengar suara jeritan dari kamar lainnya.. Parjo yakin temannya yang lain pun sedang mengalami hal serupa dengannya.
Ia berlari ke arah pintu dan menekan-nekan gagangnya namun tidak mau membuka.

“Jangan mendekat.. pergi.. pergi..!!”
Parjo merasa mual dan mau muntah melihat Grace melahap usus Gozhi yang ditarik keluar dari perutnya.
Ia menikmati mangsanya sambil menyeringai pada pria yang dirundung ketakutan itu.

Ia semakin cepat menekan-nekan gagang pintu dan menarik-nariknya.. apalagi Katherine juga semakin mendekatinya.
Ia mendorong makhluk bertubuh hangus itu dan menarik pintu itu sekuat tenaga.

Brak..!! Pintu pun terbuka.. dan Parjo agak terhuyung ke belakang oleh tenaganya sendiri.
“Tidak..!!” Jeritnya histeris.. melihat dua makhluk seram lainnya sudah berdiri di ambang pintu.

Yang satu berwajah pucat dan menyeramkan.. yang lain tidak berkepala.. dengan tubuh berlumuran darah..
tangannya menenteng kepalanya yang tersenyum mengerikan..
sementara tangan satunya menenteng kepala Amin yang tercerabut berikut tulang belakangnya.

“H-hhyyii.. jangan.. ampun.. jangan sakiti saya..!” Mohon Parjo yang tersungkur di lantai.
Ia tidak mampu berdiri lagi.. tenaganya seolah hilang akibat rasa takutnya.. apalagi melihat kepala Amin yang dilempar di hadapannya.

Matanya semakin melotot ngeri dan jantungnya semakin berdetak..
seiring langkah makhluk-makhluk seram itu mendekatinya.. sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap baginya.
----------------------

Dua Hari Kemudian


Hilangnya empat pekerja bangunan yang sedang merenovasi villa itu cukup menggemparkan.
Daerah yang biasanya sepi dan tenang itu dipenuhi polisi dan warga sekitar yang ingin mengetahui kejadiannya.

Polisi sibuk menyisir daerah sekitar dan menanyai penduduk setempat namun tak menemukan petunjuk yang mengarah ke sana.
Mereka sempat mewawancarai penduduk lokal seorang pria berusia paruh 60an yang dulu pernah bekerja menjaga villa di seberangnya.

Dari ceritanya diketahui, bahwa empat tahun yang lalu putri tunggal pemilik villa tersebut tewas dalam kecelakaan lalulintas..
ketika dalam perjalanannya ke villa untuk berlibur.

Tiga temannya.. termasuk seorang warga negara asing.. yang dalam satu kendaraan juga turut menjadi korban..
ketika ‘panther’ yang mereka tumpangi menubruk sebuah truk yang dikemudikan sopir ugal-ugalan.

Keempat gadis itu tewas dalam kondisi mengenaskan..sementara si sopir truk hanya menderita luka-luka.
Hari kematian mereka adalah tepat dua hari yang lalu..

Dan sejak tragedi itu si pria tua mengaku beberapakali mengalami kejadian aneh di villa itu.
Mulai dari suara-suara tanpa wujud hingga penampakan sekilas putri si pemilik villa itu.

Kematian putri semata wayangnya.. membuat si pemilik villa yang juga pengusaha kaya sangat terpukul.
Ia menutup villa itu dan hendak menjualnya namun hingga kini belum laku.. sehingga villa itu mulai terlantar dan tidak terawat.

Cerita berbau mistis itu tentu saja tidak terlalu ditanggapi oleh polisi..
apalagi mereka tidak menemukan apapun yang aneh di dalam villa itu selain perabotan berdebu..
kolam renang kosong yang hanya menampung sedikit air hujan dan dedaunan rontok..
serta halaman belakang yang ditumbuhi rumput yang yang tak terurus.

Di kota sendiri berita itu tidak terlalu menjadi perhatian..
surat kabar hanya meliputnya dalam berita sampingan dan televisi hanya menayangkannya hanya sekitar dua-tiga menit.

Hanya majalah-majalah mistik murahan yang meliputnya agak heboh..
disertai judul yang bombastis dan pembahasan-pembahasan yang dilebih-lebihkan..

Seperti menjadi korban roh penunggu villalah.. melakukan perbuatan terlarang..
sehingga mengusik yang menunggu wilayah itulah.. roh penasaran pemilik villa mencari tumballah.. dll.

Polisi semakin frustasi karena tidak ada petunjuk apapun yang mengarah pada menghilangnya mereka..
Keempatnya bagaikan lenyap ditelan bumi.

Keluarga mereka semakin pesimis akan pencariannya..
hingga akhirnya memasrahkan kehilangan orang dekat mereka yang misterius itu dengan berat hati.
------------------------------

Setahun Setelah Peristiwa Itu


Senja pukul setengah tujuh.. nampak di lapangan basket yang termasuk salahsatu fasilitas di kompleks villa elit itu..
enam orang pemuda sedang bermain basket setengah lapangan.

Mereka berlari.. mengoper bola.. melompat dan memasukan bola dengan lincah.
Nampaknya mereka sudah bermain cukup lama karena tubuh mereka telah bermandikan keringat.

Seorang dari mereka sedang mendrible bola dan memutar-mutarkan di sekitar tubuhnya..
mencari celah untuk mengoperkan bola itu pada temannya.

Dalam satu kesempatan ia melempar bola itu.. namun terlalu kuat dan tidak tertangkap oleh temannya.
Bola itu pun terlempar jauh keluar lapangan hingga akhirnya jatuh menggelinding di tanah.

Saat itu dua orang gadis sedang melintas di pinggir lapangan..
salah seorang dari mereka yang berambut hitam panjang memungut bola itu.

“Oi.. thanks ya bolanya..” seorang dari mereka yang bermaksud mengambil bola mendekati kedua gadis itu..
“Lagi liburan juga nih kalian..?”

Pemuda itu memandang kagum pada gadis cantik yang berambut seperti model iklan shampo itu..
tubuhnya dibungkus oleh kaos U can see hitam dan celana pendek.

Gadis yang satunya yang memakai gaun terusan mini bermotif bunga.. juga tak kalah cantik.
Ia memiliki rambut kemerahan agak bergelombang. “Ya gitulah.. lagi jalan-jalan cari angin aja, biar ga suntuk di villa terus..” jawabnya.

“O ya.. sekalian kenalan dong. Saya Rio..” kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan.
“Grace..” gadis itu balas menjabat tangannya dan tersenyum manis.

“Ini Arlene. Dia yang punya villa..” ia juga memperkenalkan temannya.
Melihat Rio malah ngobrol dan berkenalan dengan kedua gadis itu.. kelima temannya yang lain pun datang mendekati mereka.
“Nah.. ini temen-temen gua. Kita cowok enaman.. lagi liburan di sini..” kata Rio memperkenalkan teman-temannya satu per satu.

Setelah berkenalan mereka berbasa-basi sambil sesekali curi-curi kesempatan..
melihat dan menatapi bagian-bagian tubuh kedua gadis itu melalui pakaian mereka yang minim.

“Hhmm.. kalau gitu kebalik yah.. kita empatan cewek semua nih..” kata Arlene.
“O gitu, emang kalian villanya di mana siapa tau deket sama kita..?” Tanya salah seorang dari mereka yang berambut spike.

“Itu tuh yang warna putih dua tingkat itu..!” Jawabnya seraya menunjuk ke bangunan yang terletak agak tinggi di atas.
“Wah.. gak terlalu jauh ya. Kita agak ke sana belakang villa yang pagarnya tinggi itu tuh..” kata Rio yang adalah pemilik villa tersebut.

Kedua gadis itu nampaknya cukup supel dan mudah bergaul.. sehingga mereka mudah akrab.
Sebentar saja mereka sudah ngobrol dan tertawa-tawa seperti teman lama.

“Eehh.. iya nih, kita kan malem ini mau BBQ-an.. ntar kalian kalau mau dateng aja yah.
Kita cewek-cewek kaya’nya ga bakal sanggup ngabisin semua..” kata Grace.

“Wah.. kedengerannya boleh juga tuh, kalau bikinan cewek kayanya makanannya lebih enak..
kita dari kemaren beli di luar, waktu masak sendiri rasanya jadi gak karuan haha..” kata seorang dari mereka.

“Hhmm.. gini aja deh. Sekarang kita semua pulang mandi dulu.. terus main ke lu orang sana oke..?” Kata Rio.
“Ya udah.. kita tunggu yah. Itung-itung bagus juga ada cowok.. jadi nanti lu orang yang bantu beres-beresnya hehe..”
kata Arlene tertawa renyah.
“Oke beres.. siapa takut. Ntar kita main ke sana deh..” kata yang berkacamata.

Mereka pun akhirnya saling melambaikan tangan dan kembali ke tempat masing-masing.

“Wew.. mantap coy.. kita bakal bareng cewek malem ini. Cakep-cakep lagi..”
“Iya nih.. jadi ga batangan melulu hahaha..”

“Bisa party nih.. huehehe..” kata salah seorang dengan nada mesum..
“Enam lawan empat.. ada yang keroyokan dong..!”

“Party apa yeee.. lu mah Mupeng aja..” kata yang berambut spike itu sambil menepuk punggungnya.
Mereka berjalan pulang ke villa sambil tertawa-tawa dan bersenda gurau.

Mereka ingin cepat-cepat mandi segar dan bertemu gadis-gadis itu..
rasa senang bercampur sedikit bayangan Mupeng ala anak muda memenuhi pikiran mereka.
----------------------

“Gimana menurut lu yang kali ini..?” Tanya Arlene sambil berjalan.
“Hhhmm.. not bad. Yang jelas lebih keren en berkelas dibanding yang tahun lalu.. cuma kuli bangunan..” jawab Grace.

“Enam orang.. sepertinya bakal lebih seru dari tahun kemaren..”
“Tapi kaya’nya yang kali ini kalah perkasa dibanding mereka dulu.. but that’s all right.. lebih cakep sih hehe..”

“Kalau gua perhatiin.. si Rio itu keliatannya kesengsem sama lu deh.. daritadi ke lu terus ngobrolnya.. ngeliatin terus..
dari sorot matanya aja keliatan..” kata Arlene..

“Gua jadi inget waktu masih hidup dulu.. eks gua waktu SMA dulu juga mirip gitu..
kenalnya cuma di lapangan bulutangkis, waktu POR..” lanjutnya mengenang masa lalu.

“Hihihi.. sepertinya emang gitu.. Yah seengganya sampai dia liat yang gini..”
Grace menengokkan wajahnya yang pucat dan hancur sebelah ke temannya.
Keduanya pun tertawa cekikikan. (. ) ( .)
------------------------------------------------------------


End of Cerita 98 – Villa Upon the Hill.. :beer:

Sampai jumpa di cerita 99 Rumput Tetangga 'nampak' Selalu Lebih Hijau..


Adios..
 
Akhirnya abis juga hahaha. Suhu abis ini yg biasa2 aja ya. Ga bisa berdiri kalau ceritanya horror o_O
 
apo kabar mangcek @Pecah Utak, sehat2 b kan,
ado indexnyo dak mangcek aku lupo sdh baco bates mano wkwkwkwkwk,
mokasih banyak sdh sharing cerito2nyo :cendol:
 
Akhirnya abis juga hahaha. Suhu abis ini yg biasa2 aja ya. Ga bisa berdiri kalau ceritanya horror o_O

Haaaaaaaa..:berbusa: Siaaapp brada..

Hehe.. iya deh.. mudah2an ngga ada lagi brada..
Nubi cuma pingin 'lengkap' alias mengakomodir semua genre
di trit Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih HIjau ini.
 
------------------------------------------------------------------

Cerita 99 – Buruk Sangka

Ruang
tamu Aminah penuh sesak oleh ibu-ibu anggota tahlilan mingguan.
Sebelum acara dimulai, seperti biasa mereka kasak-kusuk saling berkicau mengobrolkan hal-hal tak penting.
Kali ini pembicaraan mereka terpusat pada Suliha, juragan toko kelontong.. yang ditengarai memiliki resep khusus agar cantik mendadak.

Suliha yang jadi bahan kekaguman orang-orang sekitarnya duduk kaku sok melamun..
padahal telinganya bergerak-gerak kala menangkap bisik-bisik pujian dari dua ibu di sebelahnya.

Aku sendiri asyik mendengarkan hipotesis Yarni dan Nurtini. Sebagai orang yang tau keseharian Suliha..
keduanya jadi pramuniaga di toko Suliha.. mereka berkoar-koar memaparkan resep ajaib kemulusan kulit juragannya.
Ibu-ibu yang menyimak termasuk aku.. terbengong-bengong sampai tanpa sadar mulut kami terbuka.

“Dia beli kosmetik racikan dokter. Katanya bisa mencegah kerut, memudarkan flek-flek hitam, melicinkan kulit..
dan yang terpenting… bisa jadi.. AWET MUDA..!”

Nurtini tak mau kalah bicara.. “Iya benar. Sebulan sekali dia ke dokter kulit. Di kota sana.
Pulang-pulang bawa segepok printal-printil kosmetik dalam wadah kecil-kecil. Segini..”
Nurtini mempertemukan jari telunjuk dan jempol, membentuk lingkaran kecil.

“Mahal lho itu. Katanya limaratus ribu. Juraganku itu emang hebat deh! Kayak artis pokoknya..!” Sumbar Nurtini pongah.
“Kenapa tiba-tiba Suliha tergerak mendatangi dokter kulit, Nur..?” Celetukku.

Yarni langsung memotong dengan jawabannya, meski Nurtini sudah siap angkat bicara.
“Takut suaminya selingkuh. Kan adik iparnya baru ketahuan selingkuh sama sales kosmetik keliling.
Makanya dia jadi gencar mempercantik diri, takut suaminya ketularan.
Sekarang sih.. pria gampang cari perempuan cakep. Kosmetik udah banyak macemnya.
Makanya kalo punya duit, sebaiknya disisihin buat kecantikan.
Biar suami kita ndak neko-neko. Kayak juraganku tuh, suaminya mesra. Makin cinta sama Suliha..”

Aku manggut-manggut membenarkan pernyataan Yarni.
Sayangnya tak lama kemudian Martinah sang ketua tahlilan.. sudah bertepuk tangan mendiamkan pesertanya yang mencicit riuh rendah.

Acara akan dibuka dengan pembacaan Surat Yasin bersama-sama. Pembicaraan mengenai Suliha pun beralih.
Aku memancangkan mata pada buku kecil ‘Surat Yasin dan Tahlil’.. sementara pikiranku melayang-layang memikirkan ucapan Yarni.
-----------------

Sesampai di rumah.. kuutarakan niat pada Mas Yanto, suamiku.. perihal keinginanku mengunjungi dokter kulit.
Bukannya mendukung.. Mas Yanto justru menyuguhkan gelagat keberatan.. meski responsnya diperhalus.

Kebanyakan pria memang aneh. Jika pasangannya berusaha mempercantik diri.. kadang diremehkan atau diabaikan.
Namun manakala melihat perempuan yang lebih cantik..
–entah memang cantik alami atau polesan..– mereka akan terkagum-kagum seakan melihat boneka India.

“Ini kan demi Mas sendiri. Mas pasti seneng dong punya istri cantik..” aku bersikukuh.
“Iya. Tapi uangnya kan sayang. Limaratus per bulan cuma buat beli dempul wajah, sayang toh..?”

Aku terdiam dengan kening mengerut.

“Lagian kamu itu sudah cantik, Min. Kulitmu kuning mulus gitu. Mau diapain lagi..?”
“Ya.. Kan buat mencegah keriput. Flek hitam. Biar awet muda..” ucapan Yarni kembali kucetuskan.

Mas Yanto menghela nafas. Sepertinya dia kebingungan harus menentukan sikap.
Aku menunggu.. memandangnya dengan intens.. mendesak keteguhannya oleh tatapanku.

Usahaku berhasil. Mas Yanto mengedikkan bahu.

“Ya sudahlah.. terserah. Awas nanti wajahmu rusak..” ujarnya pasrah sekaligus mengingatkan.
Kuraih kedua tangannya, mengecupnya bergantian.
-------------------

Genap tiga minggu sudah aku menggunakan paket kosmetik dari Dokter Lusi.. seorang dokter kulit di kota.
Suliha juga menggunakan jasa dokter ini. Begitulah informasi yang berhasil kukorek dari Nurtini.

Aku benar-benar merasa surprise melihat perubahan kulit wajahku.
Jadi kelihatan licin.. lebih putih.. dan halus. Beberapa orang yang menyadari perubahan wajahku pasti memuji.
Membuatku jadi salah tingkah seperti seekor kucing dibelai tuannya.

“Astaga..! Mimin makin cantik aja..! Kulitnya jadi licin begitu..!?”
“Wah, Yanto pasti tambah seneng kamu makin cantik begitu, Min..!”

Saat orang-orang mengomentariku, Mas Yanto justru bersikap tak acuh. Jujur aku jadi sedikit gemas.
Jarak 35 km kutempuh, panas-panas naik bis untuk mempercantik diri demi dia..
tapi tak sedikitpun Mas Yanto menawarkan komentar.. walau hanya satu kalimat pendek saja.

Aku merasa tak dihargai.

Parahnya lagi akhir-akhir ini dia sering lembur sampai larut malam. Alasannya loading barang mau ekspor.
Dia terpaksa bekerja sampai jauh melebihi batas jam pulang karena bertugas sebagai karyawan gudang..
bagian yang bertanggungjawab menghitung barang yang dikirim.

Suamiku bekerja di pabrik furniture. Tentu saja aku tak mempercayai ucapannya begitu saja.
Setauku pabrik tempat dia bekerja hanya melakukan ekspor seminggu duakali.
Berbagai prasangka buruk tumpang tindih menguasai akal sehatku.

Menjelang subuh kutumpahkan bongkahan kedongkolanku padanya. “Jangan-jangan ada yang lebih menarik di kantor..”
“Apa sih, Min. Pagi-pagi kok malah nuduh..”

“Iyalah. Udah aku bela-belain ke dokter kulit nguras tabungan demi Mas, taunya yang mau dipamerin malah pulang tengah malam.
Aku berbuat begini ini demi Mas. Mas ngerti ndak..?”

Mas Yanto masygul menatap lantai.

“Lagian, Mas kan bisa ndak usah lembur. Gantian ama Jatmiko. Orang gudang kan ndak cuma Mas Yanto aja toh..?” Senyap.
“Pokoknya aku ndak mau Mas pulang malem-malem lagi. Nanti ibu-ibu sini pada nanya lagi.
Nanti dikiranya Mas sudah ndak sayang lagi sama aku. Malu..”

Mas Yanto bangkit, menyambar handuk yang telah tak jelas warnanya dari jemuran.
Tanpa merespon omelanku dia langsung masuk kamar mandi. Aku serasa bicara dengan tembok. Tak ada reaksi balik.
------------------

Masih menyimpan kejengkelan akibat diabaikan suami, aku berangkat ke pasar dengan hati gemas.
Di kedai Mak Trisni, penjual gorengan, duduk Nurtini, Yarni, dan Martinah. Mereka memanfaatkan momen antri dengan berdiskusi.

“Eh, Mimin. Seger banget wajahnya..” puji Yarni sambil matanya mengamatiku dari ujung sandal hingga ujung jilbab.
Aku tersenyum. “Lagi ngobrolin apa nih..? Kok kayaknya serius amat..?”

Seketika nada suara Yarni merendah, nyaris berbisik. “Suami Suliha selingkuh..” Aku terkesiap.
“Mungkin suaminya ndak betah ama Suliha. Dia terlalu galak sih. Siapa juga yang tahan sama orang judes. Meskipun cinta..”
Nurtini unjuk komentar.

“Padahal ya.. Suliha sudah cantik begitu, masih saja diduakan. Memang jadi istri itu ndak gampang. Harus bisa memahami suami..”
imbuh Martinah.

“Suliha tau dari mana..?” Tanyaku.
“Suaminya sering pulang malem. Nah, tiga hari yang lalu, Suliha sengaja jemput suaminya pake mobil ke kantor malem-malem.
Ketauan deh..” jelas Yarni.

Pikiranku terbang mengenang kejadian beberapa hari terakhir.
Kegelisahan menyergapku menimbulkan sedikit kepanikan. Jangan-jangan Mas Yanto selingkuh di pabrik.
Buktinya sekarang dia tak terlalu mempedulikanku. Sering lembur lagi.

Tak mau berlama-lama di situ, aku segera pamit.
Aku tak mau mereka juga menduga hal-hal buruk mengenai suamiku yang juga sering telat pulang.

Setiba di rumah, sayup-sayup terdengar dering handphone. Aku menemukannya di atas meja kamar.
Rupanya Mas Yanto lupa membawanya. Layar handphone hanya menampilkan deretan angka saja.
Maka aku pun mengangkatnya. Segera aku mendapat kejutan.

“Siang. Pak Yanto-nya ada..?” Waktu serasa berhenti. Suara perempuan, sedikit centil.
“Maaf, ini siapa..?” Tanyaku kaku.

“Saya Sinta. Kemarin kami sudah janji mau ketemu sepulang kerja nanti..”
Tangan kananku melorot perlahan.. kubiarkan lenganku menggantung dengan handphone masih dalam genggaman.

Tak sanggup lagi kudengar ucapan lanjutan perempuan yang mengaku Sinta itu.
Astaga..! Mas Yanto.. Benarkah dia..?? Tak mampu kuteruskan dugaanku.
------------------

Dadaku menggelegak dihentak emosi tinggi. Tak ada pilihan lain kecuali mendatangi pabrik..
menuntut penjelasan Mas Yanto, dan kalau bisa menyeretnya pulang sekalian.

Kadangkala suami juga harus diberi pelajaran agar tidak ’nakal’.
Aku tak mau tahun pertamaku menduduki singgasana perkawinan koyak moyak gara-gara perselingkuhan.

Segera aku pergi ke kamar untuk ganti baju. Kulepas daster gombrong yang kukenakan..
niatnya ingin kuganti dengan kemeja dan rok panjang saja.

Di depan cermin aku mematut diri. Kupandangi tubuhku yang kini tinggal ber-beha danbercelana dalam saja.
Kuperhatikan buah dadaku yang terlihat cukup padat dan berisi.. tidak tampak turun sama sekali..
karena aku memang belum pernah menyusui. Kalau menyusui Mas Yanto sih sudah sering tiap malam.

Lalu agak ke bawah, tampak perutku yang masih langsing dan ramping.
Di bawah lagi.. kulihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil.

Kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat.. masih tampak menonjol dengan kencangnya.
Yang terakhir paha dan betisku, masih kencang dan berbentuk mirip perut padi.. seksi sekali.

Mas Yanto sudah punya semua ini, tapi masih nyari yang lain.. batinku getir.
Tak terasa mataku mulai meneteskan butiran bening. Hatiku sakit sekaligus juga marah.

Di saat aku masih merenung.. tiba-tiba kudengar sebuah langkah kaki.
Mang Roji.. tukang yang sudah dua hari ini bekerja membetulkan tembok di halaman belakang.. berteriak memanggilku.

“Neng, Neng Mimin..!!” Dia ada perlu. Mungkin minta air putih seperti biasanya, aku memang belum ngasih tadi.
“I-iya, Mang..” Tak ingin dia menunggu lama, segera kusambar handuk untuk menutupi tubuh polosku.

Kuintip kedatangannya dari celah pintu. “Ada apa, Mang..?” Aku bertanya.
Lelaki tua tetanggaku itu tidak langsung menjawab.. dia tampak kagetmelihatku.

Memang tidak biasanya aku berlaku begini. Inilah untuk pertamakalinya ia melihatku tanpa jilbab..
dan aku yakin dia juga tau kalau aku cuma berbalut handuk saja saat ini.

“I-itu, Neng. Semennya habis.” Dia berkata dengan terbata.
Aku tersenyum dan menutup pintu sebentar. Kuambil uang yang ada di laci lemari dan kuangsurkan kepadanya.

Sekali lagi.. hanya tanganku yang keluar. “Segini cukup..?”
Mang Roji mengangguk dan menerimanya.. tapi ia tidak langsung pergi.

“Ada lagi, Mang..?” Aku bertanya heran.
Tidak menjawab.. Mang Roji malah melangkah mendekat.

“Neng..” ia memanggil dengan sorot mata aneh.
Aku mulai takut. “Mang mau apa..!?” Pekikku tertahan sambil berusaha menutup pintu kamar.. tapi aku terlambat..
Mang Roji sudah keburu mengganjalnya dengan kaki.

“Neng Mimin cantik sekali..” ia menyeringai mesum.. menampakkan gigi-giginya yang ompong dan bau rokok.
Aku berjengit bingung.. dan kembali berusaha mendorong pintu.. tapi tetap saja sia-sia.

“Mang Roji jangan macem-macem ya, sana cepet keluar..!" Bentakku marah.
Tetapi laki-laki itu bukannya mematuhi perintahku.. malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk ke dalam kamar tidurku.

“Saya cuma mau satu macem aja kok, Neng..” Ia menatap tubuhku dengan lapar.
“Ngentot sama neng Mimin, mumpung suami neng lagi nggak ada.” katanya berani.

Nyaliku ciut. Terus terang.. melawannya hanya akan percuma. Aku sudah pasti kalah.
Jadi, apa yang bisa kulakukan..?

"Mang, sudah aku bilang.. cepat keluar dari sini..!" Bentakku lagi dengan mata melotot.
"Silakan Neng teriak sekuatnya.. tidak akan ada yang dengar..!" Ucapnya dengan mata menatap tajam padaku.
Terutama bulatan payudaraku yang tampak mau tumpah.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku.. apa aku lompat saja dari situ..?
Ah.. sepertinya tidak akan muat. Aku menemui jalan buntu.
Betapa malangnya nasibku.. sudah ditinggal suami selingkuh.. eh sekarang malah mau diperkosa kakek tua.

Detik demi detik berlalu, dan tubuh Mang Roji semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku.
Terasa jantungku semakin berdetak kencang.. dan tubuhku semakin menggigil karenanya.

Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah.. aku tidak tau harus berbuat apa saat itu..
sampai akhirnya kakiku terpojok ke bibir ranjang tidurku.

"Mang.. jangan..!" Kataku dengan suara gemetar.
"Huehehe..!" Suara tawa laki-laki itu saat melihatku mulai kepepet.

"Jangan, Mang..!" Jeritku panik.. begitu Mang Roji yang sudah berjarak satu meteran dariku.. tiba-tiba meloncat menerjang tubuhku..
hingga aku langsung terpental jatuh di atas ranjang..
dan dalam beberapa detik kemudian tubuh tukang itu langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

“Setan alas..! Bangsat..! Lepaskan aku..!”
Aku terus berusaha meronta saat dia mulai menggerayangi tubuhku yang tidak berdaya dalam himpitannya.

Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kaki lumayan membuatnya kewalahan juga..
sehingga Mang Roji kesulitan saat berusaha menciumi pipi dan bibirku.

Tapi.. tangannya tetap berhasil menangkup kedua payudaraku dan meremas-remasnya kuat hingga membuatku jadi menjerit kesakitan.
“Auw..! Hentikan..! Lepaskan aku..!” Teriakku sambil mendorong lebih keras. Dan tanpa kuduga.. berhasil terlepas.

Merasa mendapat kesempatan.. segera aku mundur untuk menjauh dari tubuhnya.
Kubalikkan tubuhku dan berusaha merangkak.. namun aku masih kalah cepat dengannya..
ia berhasil menangkap celana dalamku dan menariknya hingga tubuhku pun kembali jatuh terseret ke pinggir ranjang.

Lalu secepat kilat Mang Roji melepas celana dalam putihku itu hingga bongkahan pantatku kini terbuka lebar.
Namun aku terus berusaha melarikan diri.. tak peduli dengan keadaan tubuhku yang sudah hancur-hancuran.

Handukku entah terlempar ke mana.. sementara bongkahan payudaraku sudah daritadi mencuat dari tempatnya.
Meski masih mengenakan beha, aku benar-benar tampak seperti telanjang.

“Mau ke mana, Neng..?” Mang Roji melangkah cepat dan sekali lagi berhasil menangkap tubuhku.

Aku masih berusaha untuk berontak..
tapi tiba-tiba saja pinggulku seperti terasa kejatuhan benda berat hingga aku jadi tidak dapat bergerak lagi.

"Mang.. jangan, Mang.. aku mohon.." kataku berulang-ulang sambil terisak menangis.
Namun rupanya laki-laki tua itu sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya.

Begitu melihat tubuhku yang sudah mulai kecapekan dan kehabisan tenaga..
segera ia menggenggam lengan kananku dengan sigap dan menelikungnya ke belakang..
sehingga aku jadi sepenuhnya menyerah sekarang.

Begitu pula dengan lengan kiriku.. yang kemudian diikatnya kuat-kuat entah dengan apa.
Setelah itu kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk bertemu kaki kiri.. dan diikatnya juga.
Aku jadi tidak bisa bergerak sama sekali.

"Saya ingin ngerasain tubuh molek Neng Mimin.." bisiknya dekat telingaku.
"Sejak kemarin saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.." katanya lagi dengan napas memburu.

"Tapi aku ini istri orang, Mang.." kataku mencoba mengingatkan.
"Justru malah enak. Kalau Neng sampai hamil, masih ada bapaknya.." balasnya sambil melepas ikatan behaku.
Aku terdiam.. namun masih kuusahakan 'melawan' meski tak mampu berbuat apa-apa lagi..

Kini aku sepenuhnya telanjang.. aku bugil total di depannya.
Ohhh.. Tidak terperikan betapa malu dan marahnya diriku.. tapi aku sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.

"Hhh.. hmm.. uhh..." desah nafasnya memenuhi telingaku saat ia mencoba mencumbu pipiku.
"Saya pengen dapat kepuasan dari Neng Mimin..” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku..
hingga membuat tubuhku jadi merinding dan geli.

Laki-laki itu segera melepas pakaiannya sendiri.. lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang.
Aku dapat melihat tubuh polosnya saat itu. Bener dia kurus dan dekil.. tapi kulihat kontolnya begitu panjang dan besar.

Mau tak mau aku harus membandingkan dengan milik suamiku..
–satu-satunya penis yang pernah kulihat seumur hidupku..– Dan harus kuakui.. Mang Roji lebih unggul.
Sangat unggul malah, karena penis suamiku seperti tidak apa-apanya bila dibandingkan dengan miliknya.

“J-jangan, Mang..” aku merengek ketakutan.. takut kemaluanku akan robek saat dimasuki kontolnya yang seperti kentongan itu.

Tapi Mang Roji dengan tidak peduli malah menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku..
lalu aku dipangkunya di atas kedua kakinya yang diselonjorkan.. mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.
Dan itu memang benar.. karena usiaku yang baru 24 tahun memang lebih cocok jadi anaknya.

Tangan kiri Mang Roji menahan pundakku.. sehingga kepalaku sekarang bersandar pada dadanya yang kurus..
sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul.. paha dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu secara bergantian.

"M-Mang.. j-jangan, Mang..!" Ucapku berulang-ulang dengan terbata-bata.. mencoba mengingatkan pikirannya untuk yang terakhir kali.
Namun Mang Roji dengan senyum terkulum di bibir.. terus saja meraba-raba pahaku penuh nafsu.

"Ouh.. ssh.. euh..." desisku pada akhirnya dengan tubuh menegang menahan geli.
Aku seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintas membelai belahan pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya sesekali berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku dan mengelus lembut di sana..
membuatku jadi semakin tak tahan.

"Mang.. eeh.." rintihku lebih panjang lagi dengan tubuh bergetar sambil memejamkan mata.
Entah kenapa aku jadi seperti ini.

Aku yang awalnya begitu takut dan menolak.. sekarang malah menikmati segala sentuhannya.

Memang masih terbersit rasa jengah di hatiku..
tapi itupun dengan cepat terhapus saat kurasakan jemari nakal Mang Roji yang mulai mengusap-usap bibir vaginaku.

Tangannya terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas,lalu kembali turun lagi..
dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapakali.

Sebelum kemudian mulai sedikit menekan-nekan hingga.. slepp.. ujung jari telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku..
yang mulai terasa berdenyut-denyut.. uhhh.. gatal dan geli sekali.

Apakah ini karena efek perselingkuhan suamiku..? Entahlah.
Tapi yang jelas.. semakin aku mengingatnya, semakin aku bertambah bergairah.

Segala kelakuan Mang Roji semakin kunikmati. Jerit penolakanku sudah lama sirna..
berganti dengan desahan dan rintihan yang perlahan namun pasti membuat kami jadi semakin terhanyut.

Tangan Mang Roji terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku..
membuat birahiku yang mulai naik jadi terpancing dengan begitu cepatnya.

Apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.
Dan sekarang ditambah dia berselingkuh.. aku jadi semakin marah saja.

Biar saja dia bersenang-senang dengan.. siapa namanya.. ya, Sinta. Benar, Sinta. Peduli setan.
Kalau dia bisa bersenang-senang, aku juga bisa.

Daripada diperkosa cuma dapat letih dan sakit.. kenapa aku tidak menikmatinya saja..? Toh aku tidak rugi-rugi apa.
Sambil itung-itung balas dendam juga kepada Mas Yanto, suamiku yang brengsek itu.. yang sangat tidak tau diri.
Sudah capek-capek istrinya tampil cantik, eh dianya malah nyari wanita lain di luar.

Rasakan, Mas..! Ini istrimu lagi dientot orang lain.. dan aku akan menikmatinya..!

Memutuskan begitu.. entah siapa yang memulai duluan..
tiba-tiba saja kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibir Mang Roji yang kasar dan bau tembakau.

Kami saling berpagut mesra.. sama-sama menjilat.. mengecup.. dan mengisap liur yang keluar dari mulut masing-masing.
Tak kusangka orang setua Mang Roji bisa pintar dalam bersilat lidah.

"Ouh.. Neng Mimin.. wajah cantikmu benar-benar merangsang sekali.." ucapnya dengan nafas semakin memburu.

Sungguh tak kusangka.. ucapan seperti malah kudapat dari orang lain.
Harusnya kan suamiku yang mengatakannya. Bukankah aku tampil cantik juga demi dia..

Dengan hati semakin sakit..akupun pasrah saja saat Mang Roji menarik tubuhku..
hingga kedua buah dadaku yang tumbuh menantang berada tepat di depan mukanya.

Dan kemudian.. clrupp.. "Ouh.. Mang..!" Rintihku panjang dengan kepala menengadah ke belakang..
menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti.. saat mulutnya dengan rakus memagut buah dadaku yang ranum itu.

Kurasakan mulut Mang Roji mengecup.. menyedot.. memagut.. bahkan menggigit-gigit puting susuku..
sambil sesekali menarik-narik dengan menggunakan gigi dan bibirnya.

Entah mengapa ada perasaan nikmat yang luar biasa menyelubungi hatiku saat ia melakukan itu..
seakan-akan ada sesuatu yang telah lama hilang kini kembali..
datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah ini.

Bruk..!! Tiba-tiba Mang Roji melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya menikmati segala sentuhannya.
Aku terjatuh di atas ranjang tidurku.

Namun itu tidaklah lama..
karena beberapa saat kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat olehnya dengan begitu buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu.. kontan tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang..
dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi.. akibat menahan geli bercampur nikmat..
Bahkan sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri secara berulang-ulang.

Cukup lama mulut Mang Roji mencumbu dan melumati bibir vaginaku..
Terlebih pada bagian atasnya yang paling sensitif itu.. tempat di mana klitorisku yang mungil berada.
Kini benda itu sudah menebal dan membengkak parah.

"Mang.. s-sudah.. ouh.. ampun..!"
Rintihku panjang dengan tubuh mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu.

Lalu kurasakan tangan Mang Roji mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku untuk mengorek-ngorek segala isi di dalamnya.

"Ouh.. Mang..!" Desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan.. bahkan dengan suamiku sendiri.
"Sabar, Neng. Mang suka sekali dengan yang satu ini..!"
Suara Mang Roji yang setengah menggumam.. karena ia terus menjilat dan mengisap-isap kemaluanku tanpa henti.

Setelah puas.. baru mulutnya naik mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal.
"Neng Mimin.. saya entot sekarang ya..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas mendesah-desah.

Aku tidak menjawab. Lalu.. Clebb..
"Eee..!!" Pekikku.. begitu kurasakan ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak..
setengah memaksa ingin masuk di belahan bibir vaginaku.

"Tahan, Neng.. dikit lagi.. tahan ya..." bisiknya sabar. Slebb.. Jlebb..

Blessep.. "Aah.. s-sakit, Mang..!!" Jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat..
Oghhh.. bahkan duburku sampai serasa ikut berdenyut-denyut karena saking ngilunya.

Dengan usaha yang cukup menguras tenaga.. –akibat batang kontolnya yang terlalu besar..
sedangkan memekku sangat mungil dan sempit..– akhirnya batang penis Mang Roji tenggelam seluruhnya.

Beberapa saat lamanya, tukang bangunan tua itu mendiamkannya dengan sengaja.
Dia seperti ingin menikmati pijitan-pijitan halus dinding-dinding kemaluanku pada batang penisnya.
Dan memang itulah yang terjadi.. karena memekku memang selalu bergetar bila dimasuki penis. Suamiku sudah mengakuinya.

Ah.. mengingat Mas Yanto membuatku jadi sakit hati kembali.
Dan sakit hati itu bermuara menjadi gairah baru yang sangat membutuhkan pelampiasan.

Segera aku menggerakkan pinggulku.. mengajak Mang Roji untuk mulai memompa dan menggoyangkan kemaluan masing-masing.

Slebb.. Dia yang mengerti segera menarik keluar batang penisnya secara perlahan-lahan dan setelah itu..
jlebb.. didorongnya masuk lagi.. juga dengan perlahan-lahan.
Seakan-akan ingin menikmati setiap gesekan pada dinding-dinding lorongku yang sangat rapat dan hangat.

“Ahh.. Mang..!” Aku merintih. Dan begitu pula dia.
Kurasakan makin lama gerakan pinggul Mang Roji menjadi semakin cepat dan kuat..
sehingga tubuhku mulai terguncang-guncang dengan hebatnya.

Kami berdua mengerang dengan penuh kenikmatan.
"Ahh.. Neng.. enak..!!" Rintihnya nikmat sambil mencari kedua putingku yang sudah sangat menegang dan memencetnya keras-keras.
Tubuh kami berdua sudah banjir oleh keringat.

“Mhh.. awhh.. Mang, terus.. lebih cepet lagi..!" Rintihku semakin bernafsu..
“Oughhh..!!” Dan akhirnya menjerit kuat tak lama kemudian tanda sudah mencapai klimaks.
Srrr.. srrr.. srrr... Cairanku tumpah ruah memenuhi bantal dan sprei.

Tau kalau aku sudah lemas.. Mang Roji ganti mengarahkan kontolnya ke mulutku.
Tampaknya dia tau diri juga.. tidak ingin membuatku hamil.

Tanpa perlu bertanya lagi segera kukulum dan kulumat habis penis yang bau cairan vagina itu maju-mundur.
Clrupp..slrupp.. slropp.. clropp.. clrupp..

Mang Roji langsung mengerang penuh kenikmatan. "Ahh.. Neng Mimin.. saya.. saya.. oughh..!!"
Crott.. crott.. crott.. crott..
Dia menjerit saat menyemburkan sperma kental yang sedikit amis di dalam mulutku.. dan menyuruhku untuk menelan semuanya.

Segera kulakukan.. namun karena terlalu banyak, sebagian tetap ada yang mengalir keluar melalui celah bibirku.
Tubuhku terasa lemas bagaikan tanpa tulang.
Begitupula dengan Mang Roji, dia langsung terhempas ke samping tubuhku. Kami tidur secara bersisian.

"Mang Roji gila..!" Ucapku memecah kesunyian dengan nada manja, sama sekali tidak ada nada marah di sana.
Beda dengan saat pertamakali tadi. “Sudah berani memperkosaku..” kupandangi tubuhnya yang masih terkulai di samping kiriku.

Dia tertawa.. “Tapi enak kan..? Saya lihat Neng juga menikmatinya.”
Tangannya membelai lembut bulatan payudaraku dan memenceti putingnya secara bergantian.

Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan olehnya..
namun tidak bisa membantah karena itu memang benar.

“Sekarang lepaskan ikatanku..” aku meminta, tanganku sudah pegal dan kaku.
"Maaf ya, Neng. Saya benar-benar tak tahan..” Ia mulai mengurai simpul di tanganku.
“Iya, aku ngerti kok..”

Kupandangi.. ternyata dia mengikat dengan menggunakan celana dalamku. Sedangkan kakiku dengan memakai robekan handuk.

“Jangan dilaporin ke Den Yanto ya, Neng..” Ia memohon. “Nanti saya kasih yang lebih nikmat lagi..”
Aku diam saja.. tidak menjawab. Dia benar-benar sudah memegang kartuku.. membuatku jadi mati kutu.

Setelah aku terbebas, laki-laki itu kemudian pamit.
Sebelumnya ia terus mengucapkan maaf berkali-kali.. dan sempat juga menawariku untuk main lagi satu babak.

Tapi langsung kutolak mentah-mentah karena aku masih ada acara.
Aku harus pergi ke pabrik Mas Yanto. Ya, aku akan ke sana sekarang untuk meminta penjelasan darinya.

Setelah mandi dan ganti pakaian.. aku pun berangkat.
Mas Yanto seperti tersengat ular kobra begitu melihatku muncul dari pos satpam.

Tiba di lobi, dia tampak kikuk. Membuat kecurigaanku jadi kian memuncak.
“Hapenya ketinggalan..” aku mati-matian mengatur napas yang telah disesaki amarah.
“Trus ada Sinta telpon. Katanya udah janjian kan..?”

“Min, aku minta maaf ..”
Makin muntab saja aku. “Siapa dia..?”

“Bukan siapa-siapa. Sumpah..!”
“Pulang sekarang..! Kita selesaikan di rumah..!”
“Min, ndak bisa. Aku nanti lembur..”

Arsadi.. teman kerja Mas Yanto muncul sambil mengulum senyum.
“Tumben, Min..? Mau ngecek rumah baru ya..?” Ujarnya santai.

Dahiku mengerut. “Rumah..? Rumah siapa, Mas Arsad..?”
“Loh..? Yanto mau nyicil rumah toh..?” Aku masih mengarca.
“Dia udah nego ama Bu Sinta kan..? Atau justru batal..?”

Kupandang Mas Yanto dan Mas Arsadi bergantian.
Mendadak Mas Yanto mendesah panjang.. menepuk pundak kananku.

“Maaf, Min. Rencananya aku mau bikin kejutan sama kamu. Aku rencana nyicil rumah.
Biar ndak ngontrak lagi. Sore ini mau ketemu sama Bu Sinta di kantor perumahan Griya Asri.
Dia marketingnya. Tapi nanti ada stuffing ke Denmark. Batal lagi terpaksa..”

Perutku seakan menggelinjang dilingkupi keterkejutan. Astaga..! Aku terpana.

“Kalo jadi.. bulan depan ndak usah ke Dokter Lusi ya..? Sayang duitnya..” lanjut Mas Yanto.
Jawabanku tertelan oleh rasa malu. Berani-beraninya aku berburuk sangka terhadap suamiku.

Astaghfirullah..! Seandainya kami berada dalam situasi sepi.. niscaya aku sudah berlutut aku di hadapan Mas Yanto..
meminta maaf atas dugaan sintingku.
Juga pengkhianatanku tadi.

Pundakku melorot.. bibirku bergetar menahan haru. Sungguh kenyataan ini di luar dugaanku.
Apa yang bisa kulakukan untuk menebus semua kesalahanku..!?
Tubuhku sudah kotor. Sudah ada kemaluan laki-laki lain memasuki diriku..! Mengobarak-abrik liang kemaluanku..! Arghh..!!

“Min..? Kamu ndak apa-apa kan..? Kok jadi pucat begitu..?” Mas Yanto mengangkat daguku.
Aku menatapnya dengan mata menggenang. Duhh.. (. ) ( .)
-----------------------------------------------------------------
 
------------------------------------------------------------------

Cerita 99 – Buruk Sangka

Ruang
tamu Aminah penuh sesak oleh ibu-ibu anggota tahlilan mingguan.
Sebelum acara dimulai, seperti biasa mereka kasak-kusuk saling berkicau mengobrolkan hal-hal tak penting.
Kali ini pembicaraan mereka terpusat pada Suliha, juragan toko kelontong.. yang ditengarai memiliki resep khusus agar cantik mendadak.

Suliha yang jadi bahan kekaguman orang-orang sekitarnya duduk kaku sok melamun..
padahal telinganya bergerak-gerak kala menangkap bisik-bisik pujian dari dua ibu di sebelahnya.

Aku sendiri asyik mendengarkan hipotesis Yarni dan Nurtini. Sebagai orang yang tau keseharian Suliha..
keduanya jadi pramuniaga di toko Suliha.. mereka berkoar-koar memaparkan resep ajaib kemulusan kulit juragannya.
Ibu-ibu yang menyimak termasuk aku.. terbengong-bengong sampai tanpa sadar mulut kami terbuka.

“Dia beli kosmetik racikan dokter. Katanya bisa mencegah kerut, memudarkan flek-flek hitam, melicinkan kulit..
dan yang terpenting… bisa jadi.. AWET MUDA..!”

Nurtini tak mau kalah bicara.. “Iya benar. Sebulan sekali dia ke dokter kulit. Di kota sana.
Pulang-pulang bawa segepok printal-printil kosmetik dalam wadah kecil-kecil. Segini..”
Nurtini mempertemukan jari telunjuk dan jempol, membentuk lingkaran kecil.

“Mahal lho itu. Katanya limaratus ribu. Juraganku itu emang hebat deh! Kayak artis pokoknya..!” Sumbar Nurtini pongah.
“Kenapa tiba-tiba Suliha tergerak mendatangi dokter kulit, Nur..?” Celetukku.

Yarni langsung memotong dengan jawabannya, meski Nurtini sudah siap angkat bicara.
“Takut suaminya selingkuh. Kan adik iparnya baru ketahuan selingkuh sama sales kosmetik keliling.
Makanya dia jadi gencar mempercantik diri, takut suaminya ketularan.
Sekarang sih.. pria gampang cari perempuan cakep. Kosmetik udah banyak macemnya.
Makanya kalo punya duit, sebaiknya disisihin buat kecantikan.
Biar suami kita ndak neko-neko. Kayak juraganku tuh, suaminya mesra. Makin cinta sama Suliha..”

Aku manggut-manggut membenarkan pernyataan Yarni.
Sayangnya tak lama kemudian Martinah sang ketua tahlilan.. sudah bertepuk tangan mendiamkan pesertanya yang mencicit riuh rendah.

Acara akan dibuka dengan pembacaan Surat Yasin bersama-sama. Pembicaraan mengenai Suliha pun beralih.
Aku memancangkan mata pada buku kecil ‘Surat Yasin dan Tahlil’.. sementara pikiranku melayang-layang memikirkan ucapan Yarni.
-----------------

Sesampai di rumah.. kuutarakan niat pada Mas Yanto, suamiku.. perihal keinginanku mengunjungi dokter kulit.
Bukannya mendukung.. Mas Yanto justru menyuguhkan gelagat keberatan.. meski responsnya diperhalus.

Kebanyakan pria memang aneh. Jika pasangannya berusaha mempercantik diri.. kadang diremehkan atau diabaikan.
Namun manakala melihat perempuan yang lebih cantik..
–entah memang cantik alami atau polesan..– mereka akan terkagum-kagum seakan melihat boneka India.

“Ini kan demi Mas sendiri. Mas pasti seneng dong punya istri cantik..” aku bersikukuh.
“Iya. Tapi uangnya kan sayang. Limaratus per bulan cuma buat beli dempul wajah, sayang toh..?”

Aku terdiam dengan kening mengerut.

“Lagian kamu itu sudah cantik, Min. Kulitmu kuning mulus gitu. Mau diapain lagi..?”
“Ya.. Kan buat mencegah keriput. Flek hitam. Biar awet muda..” ucapan Yarni kembali kucetuskan.

Mas Yanto menghela nafas. Sepertinya dia kebingungan harus menentukan sikap.
Aku menunggu.. memandangnya dengan intens.. mendesak keteguhannya oleh tatapanku.

Usahaku berhasil. Mas Yanto mengedikkan bahu.

“Ya sudahlah.. terserah. Awas nanti wajahmu rusak..” ujarnya pasrah sekaligus mengingatkan.
Kuraih kedua tangannya, mengecupnya bergantian.
-------------------

Genap tiga minggu sudah aku menggunakan paket kosmetik dari Dokter Lusi.. seorang dokter kulit di kota.
Suliha juga menggunakan jasa dokter ini. Begitulah informasi yang berhasil kukorek dari Nurtini.

Aku benar-benar merasa surprise melihat perubahan kulit wajahku.
Jadi kelihatan licin.. lebih putih.. dan halus. Beberapa orang yang menyadari perubahan wajahku pasti memuji.
Membuatku jadi salah tingkah seperti seekor kucing dibelai tuannya.

“Astaga..! Mimin makin cantik aja..! Kulitnya jadi licin begitu..!?”
“Wah, Yanto pasti tambah seneng kamu makin cantik begitu, Min..!”

Saat orang-orang mengomentariku, Mas Yanto justru bersikap tak acuh. Jujur aku jadi sedikit gemas.
Jarak 35 km kutempuh, panas-panas naik bis untuk mempercantik diri demi dia..
tapi tak sedikitpun Mas Yanto menawarkan komentar.. walau hanya satu kalimat pendek saja.

Aku merasa tak dihargai.

Parahnya lagi akhir-akhir ini dia sering lembur sampai larut malam. Alasannya loading barang mau ekspor.
Dia terpaksa bekerja sampai jauh melebihi batas jam pulang karena bertugas sebagai karyawan gudang..
bagian yang bertanggungjawab menghitung barang yang dikirim.

Suamiku bekerja di pabrik furniture. Tentu saja aku tak mempercayai ucapannya begitu saja.
Setauku pabrik tempat dia bekerja hanya melakukan ekspor seminggu duakali.
Berbagai prasangka buruk tumpang tindih menguasai akal sehatku.

Menjelang subuh kutumpahkan bongkahan kedongkolanku padanya. “Jangan-jangan ada yang lebih menarik di kantor..”
“Apa sih, Min. Pagi-pagi kok malah nuduh..”

“Iyalah. Udah aku bela-belain ke dokter kulit nguras tabungan demi Mas, taunya yang mau dipamerin malah pulang tengah malam.
Aku berbuat begini ini demi Mas. Mas ngerti ndak..?”

Mas Yanto masygul menatap lantai.

“Lagian, Mas kan bisa ndak usah lembur. Gantian ama Jatmiko. Orang gudang kan ndak cuma Mas Yanto aja toh..?” Senyap.
“Pokoknya aku ndak mau Mas pulang malem-malem lagi. Nanti ibu-ibu sini pada nanya lagi.
Nanti dikiranya Mas sudah ndak sayang lagi sama aku. Malu..”

Mas Yanto bangkit, menyambar handuk yang telah tak jelas warnanya dari jemuran.
Tanpa merespon omelanku dia langsung masuk kamar mandi. Aku serasa bicara dengan tembok. Tak ada reaksi balik.
------------------

Masih menyimpan kejengkelan akibat diabaikan suami, aku berangkat ke pasar dengan hati gemas.
Di kedai Mak Trisni, penjual gorengan, duduk Nurtini, Yarni, dan Martinah. Mereka memanfaatkan momen antri dengan berdiskusi.

“Eh, Mimin. Seger banget wajahnya..” puji Yarni sambil matanya mengamatiku dari ujung sandal hingga ujung jilbab.
Aku tersenyum. “Lagi ngobrolin apa nih..? Kok kayaknya serius amat..?”

Seketika nada suara Yarni merendah, nyaris berbisik. “Suami Suliha selingkuh..” Aku terkesiap.
“Mungkin suaminya ndak betah ama Suliha. Dia terlalu galak sih. Siapa juga yang tahan sama orang judes. Meskipun cinta..”
Nurtini unjuk komentar.

“Padahal ya.. Suliha sudah cantik begitu, masih saja diduakan. Memang jadi istri itu ndak gampang. Harus bisa memahami suami..”
imbuh Martinah.

“Suliha tau dari mana..?” Tanyaku.
“Suaminya sering pulang malem. Nah, tiga hari yang lalu, Suliha sengaja jemput suaminya pake mobil ke kantor malem-malem.
Ketauan deh..” jelas Yarni.

Pikiranku terbang mengenang kejadian beberapa hari terakhir.
Kegelisahan menyergapku menimbulkan sedikit kepanikan. Jangan-jangan Mas Yanto selingkuh di pabrik.
Buktinya sekarang dia tak terlalu mempedulikanku. Sering lembur lagi.

Tak mau berlama-lama di situ, aku segera pamit.
Aku tak mau mereka juga menduga hal-hal buruk mengenai suamiku yang juga sering telat pulang.

Setiba di rumah, sayup-sayup terdengar dering handphone. Aku menemukannya di atas meja kamar.
Rupanya Mas Yanto lupa membawanya. Layar handphone hanya menampilkan deretan angka saja.
Maka aku pun mengangkatnya. Segera aku mendapat kejutan.

“Siang. Pak Yanto-nya ada..?” Waktu serasa berhenti. Suara perempuan, sedikit centil.
“Maaf, ini siapa..?” Tanyaku kaku.

“Saya Sinta. Kemarin kami sudah janji mau ketemu sepulang kerja nanti..”
Tangan kananku melorot perlahan.. kubiarkan lenganku menggantung dengan handphone masih dalam genggaman.

Tak sanggup lagi kudengar ucapan lanjutan perempuan yang mengaku Sinta itu.
Astaga..! Mas Yanto.. Benarkah dia..?? Tak mampu kuteruskan dugaanku.
------------------

Dadaku menggelegak dihentak emosi tinggi. Tak ada pilihan lain kecuali mendatangi pabrik..
menuntut penjelasan Mas Yanto, dan kalau bisa menyeretnya pulang sekalian.

Kadangkala suami juga harus diberi pelajaran agar tidak ’nakal’.
Aku tak mau tahun pertamaku menduduki singgasana perkawinan koyak moyak gara-gara perselingkuhan.

Segera aku pergi ke kamar untuk ganti baju. Kulepas daster gombrong yang kukenakan..
niatnya ingin kuganti dengan kemeja dan rok panjang saja.

Di depan cermin aku mematut diri. Kupandangi tubuhku yang kini tinggal ber-beha danbercelana dalam saja.
Kuperhatikan buah dadaku yang terlihat cukup padat dan berisi.. tidak tampak turun sama sekali..
karena aku memang belum pernah menyusui. Kalau menyusui Mas Yanto sih sudah sering tiap malam.

Lalu agak ke bawah, tampak perutku yang masih langsing dan ramping.
Di bawah lagi.. kulihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil.

Kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat.. masih tampak menonjol dengan kencangnya.
Yang terakhir paha dan betisku, masih kencang dan berbentuk mirip perut padi.. seksi sekali.

Mas Yanto sudah punya semua ini, tapi masih nyari yang lain.. batinku getir.
Tak terasa mataku mulai meneteskan butiran bening. Hatiku sakit sekaligus juga marah.

Di saat aku masih merenung.. tiba-tiba kudengar sebuah langkah kaki.
Mang Roji.. tukang yang sudah dua hari ini bekerja membetulkan tembok di halaman belakang.. berteriak memanggilku.

“Neng, Neng Mimin..!!” Dia ada perlu. Mungkin minta air putih seperti biasanya, aku memang belum ngasih tadi.
“I-iya, Mang..” Tak ingin dia menunggu lama, segera kusambar handuk untuk menutupi tubuh polosku.

Kuintip kedatangannya dari celah pintu. “Ada apa, Mang..?” Aku bertanya.
Lelaki tua tetanggaku itu tidak langsung menjawab.. dia tampak kagetmelihatku.

Memang tidak biasanya aku berlaku begini. Inilah untuk pertamakalinya ia melihatku tanpa jilbab..
dan aku yakin dia juga tau kalau aku cuma berbalut handuk saja saat ini.

“I-itu, Neng. Semennya habis.” Dia berkata dengan terbata.
Aku tersenyum dan menutup pintu sebentar. Kuambil uang yang ada di laci lemari dan kuangsurkan kepadanya.

Sekali lagi.. hanya tanganku yang keluar. “Segini cukup..?”
Mang Roji mengangguk dan menerimanya.. tapi ia tidak langsung pergi.

“Ada lagi, Mang..?” Aku bertanya heran.
Tidak menjawab.. Mang Roji malah melangkah mendekat.

“Neng..” ia memanggil dengan sorot mata aneh.
Aku mulai takut. “Mang mau apa..!?” Pekikku tertahan sambil berusaha menutup pintu kamar.. tapi aku terlambat..
Mang Roji sudah keburu mengganjalnya dengan kaki.

“Neng Mimin cantik sekali..” ia menyeringai mesum.. menampakkan gigi-giginya yang ompong dan bau rokok.
Aku berjengit bingung.. dan kembali berusaha mendorong pintu.. tapi tetap saja sia-sia.

“Mang Roji jangan macem-macem ya, sana cepet keluar..!" Bentakku marah.
Tetapi laki-laki itu bukannya mematuhi perintahku.. malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk ke dalam kamar tidurku.

“Saya cuma mau satu macem aja kok, Neng..” Ia menatap tubuhku dengan lapar.
“Ngentot sama neng Mimin, mumpung suami neng lagi nggak ada.” katanya berani.

Nyaliku ciut. Terus terang.. melawannya hanya akan percuma. Aku sudah pasti kalah.
Jadi, apa yang bisa kulakukan..?

"Mang, sudah aku bilang.. cepat keluar dari sini..!" Bentakku lagi dengan mata melotot.
"Silakan Neng teriak sekuatnya.. tidak akan ada yang dengar..!" Ucapnya dengan mata menatap tajam padaku.
Terutama bulatan payudaraku yang tampak mau tumpah.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku.. apa aku lompat saja dari situ..?
Ah.. sepertinya tidak akan muat. Aku menemui jalan buntu.
Betapa malangnya nasibku.. sudah ditinggal suami selingkuh.. eh sekarang malah mau diperkosa kakek tua.

Detik demi detik berlalu, dan tubuh Mang Roji semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku.
Terasa jantungku semakin berdetak kencang.. dan tubuhku semakin menggigil karenanya.

Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah.. aku tidak tau harus berbuat apa saat itu..
sampai akhirnya kakiku terpojok ke bibir ranjang tidurku.

"Mang.. jangan..!" Kataku dengan suara gemetar.
"Huehehe..!" Suara tawa laki-laki itu saat melihatku mulai kepepet.

"Jangan, Mang..!" Jeritku panik.. begitu Mang Roji yang sudah berjarak satu meteran dariku.. tiba-tiba meloncat menerjang tubuhku..
hingga aku langsung terpental jatuh di atas ranjang..
dan dalam beberapa detik kemudian tubuh tukang itu langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

“Setan alas..! Bangsat..! Lepaskan aku..!”
Aku terus berusaha meronta saat dia mulai menggerayangi tubuhku yang tidak berdaya dalam himpitannya.

Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kaki lumayan membuatnya kewalahan juga..
sehingga Mang Roji kesulitan saat berusaha menciumi pipi dan bibirku.

Tapi.. tangannya tetap berhasil menangkup kedua payudaraku dan meremas-remasnya kuat hingga membuatku jadi menjerit kesakitan.
“Auw..! Hentikan..! Lepaskan aku..!” Teriakku sambil mendorong lebih keras. Dan tanpa kuduga.. berhasil terlepas.

Merasa mendapat kesempatan.. segera aku mundur untuk menjauh dari tubuhnya.
Kubalikkan tubuhku dan berusaha merangkak.. namun aku masih kalah cepat dengannya..
ia berhasil menangkap celana dalamku dan menariknya hingga tubuhku pun kembali jatuh terseret ke pinggir ranjang.

Lalu secepat kilat Mang Roji melepas celana dalam putihku itu hingga bongkahan pantatku kini terbuka lebar.
Namun aku terus berusaha melarikan diri.. tak peduli dengan keadaan tubuhku yang sudah hancur-hancuran.

Handukku entah terlempar ke mana.. sementara bongkahan payudaraku sudah daritadi mencuat dari tempatnya.
Meski masih mengenakan beha, aku benar-benar tampak seperti telanjang.

“Mau ke mana, Neng..?” Mang Roji melangkah cepat dan sekali lagi berhasil menangkap tubuhku.

Aku masih berusaha untuk berontak..
tapi tiba-tiba saja pinggulku seperti terasa kejatuhan benda berat hingga aku jadi tidak dapat bergerak lagi.

"Mang.. jangan, Mang.. aku mohon.." kataku berulang-ulang sambil terisak menangis.
Namun rupanya laki-laki tua itu sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya.

Begitu melihat tubuhku yang sudah mulai kecapekan dan kehabisan tenaga..
segera ia menggenggam lengan kananku dengan sigap dan menelikungnya ke belakang..
sehingga aku jadi sepenuhnya menyerah sekarang.

Begitu pula dengan lengan kiriku.. yang kemudian diikatnya kuat-kuat entah dengan apa.
Setelah itu kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk bertemu kaki kiri.. dan diikatnya juga.
Aku jadi tidak bisa bergerak sama sekali.

"Saya ingin ngerasain tubuh molek Neng Mimin.." bisiknya dekat telingaku.
"Sejak kemarin saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.." katanya lagi dengan napas memburu.

"Tapi aku ini istri orang, Mang.." kataku mencoba mengingatkan.
"Justru malah enak. Kalau Neng sampai hamil, masih ada bapaknya.." balasnya sambil melepas ikatan behaku.
Aku terdiam.. namun masih kuusahakan 'melawan' meski tak mampu berbuat apa-apa lagi..

Kini aku sepenuhnya telanjang.. aku bugil total di depannya.
Ohhh.. Tidak terperikan betapa malu dan marahnya diriku.. tapi aku sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.

"Hhh.. hmm.. uhh..." desah nafasnya memenuhi telingaku saat ia mencoba mencumbu pipiku.
"Saya pengen dapat kepuasan dari Neng Mimin..” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku..
hingga membuat tubuhku jadi merinding dan geli.

Laki-laki itu segera melepas pakaiannya sendiri.. lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang.
Aku dapat melihat tubuh polosnya saat itu. Bener dia kurus dan dekil.. tapi kulihat kontolnya begitu panjang dan besar.

Mau tak mau aku harus membandingkan dengan milik suamiku..
–satu-satunya penis yang pernah kulihat seumur hidupku..– Dan harus kuakui.. Mang Roji lebih unggul.
Sangat unggul malah, karena penis suamiku seperti tidak apa-apanya bila dibandingkan dengan miliknya.

“J-jangan, Mang..” aku merengek ketakutan.. takut kemaluanku akan robek saat dimasuki kontolnya yang seperti kentongan itu.

Tapi Mang Roji dengan tidak peduli malah menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku..
lalu aku dipangkunya di atas kedua kakinya yang diselonjorkan.. mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.
Dan itu memang benar.. karena usiaku yang baru 24 tahun memang lebih cocok jadi anaknya.

Tangan kiri Mang Roji menahan pundakku.. sehingga kepalaku sekarang bersandar pada dadanya yang kurus..
sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul.. paha dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu secara bergantian.

"M-Mang.. j-jangan, Mang..!" Ucapku berulang-ulang dengan terbata-bata.. mencoba mengingatkan pikirannya untuk yang terakhir kali.
Namun Mang Roji dengan senyum terkulum di bibir.. terus saja meraba-raba pahaku penuh nafsu.

"Ouh.. ssh.. euh..." desisku pada akhirnya dengan tubuh menegang menahan geli.
Aku seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintas membelai belahan pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya sesekali berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku dan mengelus lembut di sana..
membuatku jadi semakin tak tahan.

"Mang.. eeh.." rintihku lebih panjang lagi dengan tubuh bergetar sambil memejamkan mata.
Entah kenapa aku jadi seperti ini.

Aku yang awalnya begitu takut dan menolak.. sekarang malah menikmati segala sentuhannya.

Memang masih terbersit rasa jengah di hatiku..
tapi itupun dengan cepat terhapus saat kurasakan jemari nakal Mang Roji yang mulai mengusap-usap bibir vaginaku.

Tangannya terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas,lalu kembali turun lagi..
dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapakali.

Sebelum kemudian mulai sedikit menekan-nekan hingga.. slepp.. ujung jari telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku..
yang mulai terasa berdenyut-denyut.. uhhh.. gatal dan geli sekali.

Apakah ini karena efek perselingkuhan suamiku..? Entahlah.
Tapi yang jelas.. semakin aku mengingatnya, semakin aku bertambah bergairah.

Segala kelakuan Mang Roji semakin kunikmati. Jerit penolakanku sudah lama sirna..
berganti dengan desahan dan rintihan yang perlahan namun pasti membuat kami jadi semakin terhanyut.

Tangan Mang Roji terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku..
membuat birahiku yang mulai naik jadi terpancing dengan begitu cepatnya.

Apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.
Dan sekarang ditambah dia berselingkuh.. aku jadi semakin marah saja.

Biar saja dia bersenang-senang dengan.. siapa namanya.. ya, Sinta. Benar, Sinta. Peduli setan.
Kalau dia bisa bersenang-senang, aku juga bisa.

Daripada diperkosa cuma dapat letih dan sakit.. kenapa aku tidak menikmatinya saja..? Toh aku tidak rugi-rugi apa.
Sambil itung-itung balas dendam juga kepada Mas Yanto, suamiku yang brengsek itu.. yang sangat tidak tau diri.
Sudah capek-capek istrinya tampil cantik, eh dianya malah nyari wanita lain di luar.

Rasakan, Mas..! Ini istrimu lagi dientot orang lain.. dan aku akan menikmatinya..!

Memutuskan begitu.. entah siapa yang memulai duluan..
tiba-tiba saja kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibir Mang Roji yang kasar dan bau tembakau.

Kami saling berpagut mesra.. sama-sama menjilat.. mengecup.. dan mengisap liur yang keluar dari mulut masing-masing.
Tak kusangka orang setua Mang Roji bisa pintar dalam bersilat lidah.

"Ouh.. Neng Mimin.. wajah cantikmu benar-benar merangsang sekali.." ucapnya dengan nafas semakin memburu.

Sungguh tak kusangka.. ucapan seperti malah kudapat dari orang lain.
Harusnya kan suamiku yang mengatakannya. Bukankah aku tampil cantik juga demi dia..

Dengan hati semakin sakit..akupun pasrah saja saat Mang Roji menarik tubuhku..
hingga kedua buah dadaku yang tumbuh menantang berada tepat di depan mukanya.

Dan kemudian.. clrupp.. "Ouh.. Mang..!" Rintihku panjang dengan kepala menengadah ke belakang..
menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti.. saat mulutnya dengan rakus memagut buah dadaku yang ranum itu.

Kurasakan mulut Mang Roji mengecup.. menyedot.. memagut.. bahkan menggigit-gigit puting susuku..
sambil sesekali menarik-narik dengan menggunakan gigi dan bibirnya.

Entah mengapa ada perasaan nikmat yang luar biasa menyelubungi hatiku saat ia melakukan itu..
seakan-akan ada sesuatu yang telah lama hilang kini kembali..
datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah ini.

Bruk..!! Tiba-tiba Mang Roji melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya menikmati segala sentuhannya.
Aku terjatuh di atas ranjang tidurku.

Namun itu tidaklah lama..
karena beberapa saat kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat olehnya dengan begitu buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu.. kontan tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang..
dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi.. akibat menahan geli bercampur nikmat..
Bahkan sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri secara berulang-ulang.

Cukup lama mulut Mang Roji mencumbu dan melumati bibir vaginaku..
Terlebih pada bagian atasnya yang paling sensitif itu.. tempat di mana klitorisku yang mungil berada.
Kini benda itu sudah menebal dan membengkak parah.

"Mang.. s-sudah.. ouh.. ampun..!"
Rintihku panjang dengan tubuh mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu.

Lalu kurasakan tangan Mang Roji mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku untuk mengorek-ngorek segala isi di dalamnya.

"Ouh.. Mang..!" Desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan.. bahkan dengan suamiku sendiri.
"Sabar, Neng. Mang suka sekali dengan yang satu ini..!"
Suara Mang Roji yang setengah menggumam.. karena ia terus menjilat dan mengisap-isap kemaluanku tanpa henti.

Setelah puas.. baru mulutnya naik mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal.
"Neng Mimin.. saya entot sekarang ya..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas mendesah-desah.

Aku tidak menjawab. Lalu.. Clebb..
"Eee..!!" Pekikku.. begitu kurasakan ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak..
setengah memaksa ingin masuk di belahan bibir vaginaku.

"Tahan, Neng.. dikit lagi.. tahan ya..." bisiknya sabar. Slebb.. Jlebb..

Blessep.. "Aah.. s-sakit, Mang..!!" Jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat..
Oghhh.. bahkan duburku sampai serasa ikut berdenyut-denyut karena saking ngilunya.

Dengan usaha yang cukup menguras tenaga.. –akibat batang kontolnya yang terlalu besar..
sedangkan memekku sangat mungil dan sempit..– akhirnya batang penis Mang Roji tenggelam seluruhnya.

Beberapa saat lamanya, tukang bangunan tua itu mendiamkannya dengan sengaja.
Dia seperti ingin menikmati pijitan-pijitan halus dinding-dinding kemaluanku pada batang penisnya.
Dan memang itulah yang terjadi.. karena memekku memang selalu bergetar bila dimasuki penis. Suamiku sudah mengakuinya.

Ah.. mengingat Mas Yanto membuatku jadi sakit hati kembali.
Dan sakit hati itu bermuara menjadi gairah baru yang sangat membutuhkan pelampiasan.

Segera aku menggerakkan pinggulku.. mengajak Mang Roji untuk mulai memompa dan menggoyangkan kemaluan masing-masing.

Slebb.. Dia yang mengerti segera menarik keluar batang penisnya secara perlahan-lahan dan setelah itu..
jlebb.. didorongnya masuk lagi.. juga dengan perlahan-lahan.
Seakan-akan ingin menikmati setiap gesekan pada dinding-dinding lorongku yang sangat rapat dan hangat.

“Ahh.. Mang..!” Aku merintih. Dan begitu pula dia.
Kurasakan makin lama gerakan pinggul Mang Roji menjadi semakin cepat dan kuat..
sehingga tubuhku mulai terguncang-guncang dengan hebatnya.

Kami berdua mengerang dengan penuh kenikmatan.
"Ahh.. Neng.. enak..!!" Rintihnya nikmat sambil mencari kedua putingku yang sudah sangat menegang dan memencetnya keras-keras.
Tubuh kami berdua sudah banjir oleh keringat.

“Mhh.. awhh.. Mang, terus.. lebih cepet lagi..!" Rintihku semakin bernafsu..
“Oughhh..!!” Dan akhirnya menjerit kuat tak lama kemudian tanda sudah mencapai klimaks.
Srrr.. srrr.. srrr... Cairanku tumpah ruah memenuhi bantal dan sprei.

Tau kalau aku sudah lemas.. Mang Roji ganti mengarahkan kontolnya ke mulutku.
Tampaknya dia tau diri juga.. tidak ingin membuatku hamil.

Tanpa perlu bertanya lagi segera kukulum dan kulumat habis penis yang bau cairan vagina itu maju-mundur.
Clrupp..slrupp.. slropp.. clropp.. clrupp..

Mang Roji langsung mengerang penuh kenikmatan. "Ahh.. Neng Mimin.. saya.. saya.. oughh..!!"
Crott.. crott.. crott.. crott..
Dia menjerit saat menyemburkan sperma kental yang sedikit amis di dalam mulutku.. dan menyuruhku untuk menelan semuanya.

Segera kulakukan.. namun karena terlalu banyak, sebagian tetap ada yang mengalir keluar melalui celah bibirku.
Tubuhku terasa lemas bagaikan tanpa tulang.
Begitupula dengan Mang Roji, dia langsung terhempas ke samping tubuhku. Kami tidur secara bersisian.

"Mang Roji gila..!" Ucapku memecah kesunyian dengan nada manja, sama sekali tidak ada nada marah di sana.
Beda dengan saat pertamakali tadi. “Sudah berani memperkosaku..” kupandangi tubuhnya yang masih terkulai di samping kiriku.

Dia tertawa.. “Tapi enak kan..? Saya lihat Neng juga menikmatinya.”
Tangannya membelai lembut bulatan payudaraku dan memenceti putingnya secara bergantian.

Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan olehnya..
namun tidak bisa membantah karena itu memang benar.

“Sekarang lepaskan ikatanku..” aku meminta, tanganku sudah pegal dan kaku.
"Maaf ya, Neng. Saya benar-benar tak tahan..” Ia mulai mengurai simpul di tanganku.
“Iya, aku ngerti kok..”

Kupandangi.. ternyata dia mengikat dengan menggunakan celana dalamku. Sedangkan kakiku dengan memakai robekan handuk.

“Jangan dilaporin ke Den Yanto ya, Neng..” Ia memohon. “Nanti saya kasih yang lebih nikmat lagi..”
Aku diam saja.. tidak menjawab. Dia benar-benar sudah memegang kartuku.. membuatku jadi mati kutu.

Setelah aku terbebas, laki-laki itu kemudian pamit.
Sebelumnya ia terus mengucapkan maaf berkali-kali.. dan sempat juga menawariku untuk main lagi satu babak.

Tapi langsung kutolak mentah-mentah karena aku masih ada acara.
Aku harus pergi ke pabrik Mas Yanto. Ya, aku akan ke sana sekarang untuk meminta penjelasan darinya.

Setelah mandi dan ganti pakaian.. aku pun berangkat.
Mas Yanto seperti tersengat ular kobra begitu melihatku muncul dari pos satpam.

Tiba di lobi, dia tampak kikuk. Membuat kecurigaanku jadi kian memuncak.
“Hapenya ketinggalan..” aku mati-matian mengatur napas yang telah disesaki amarah.
“Trus ada Sinta telpon. Katanya udah janjian kan..?”

“Min, aku minta maaf ..”
Makin muntab saja aku. “Siapa dia..?”

“Bukan siapa-siapa. Sumpah..!”
“Pulang sekarang..! Kita selesaikan di rumah..!”
“Min, ndak bisa. Aku nanti lembur..”

Arsadi.. teman kerja Mas Yanto muncul sambil mengulum senyum.
“Tumben, Min..? Mau ngecek rumah baru ya..?” Ujarnya santai.

Dahiku mengerut. “Rumah..? Rumah siapa, Mas Arsad..?”
“Loh..? Yanto mau nyicil rumah toh..?” Aku masih mengarca.
“Dia udah nego ama Bu Sinta kan..? Atau justru batal..?”

Kupandang Mas Yanto dan Mas Arsadi bergantian.
Mendadak Mas Yanto mendesah panjang.. menepuk pundak kananku.

“Maaf, Min. Rencananya aku mau bikin kejutan sama kamu. Aku rencana nyicil rumah.
Biar ndak ngontrak lagi. Sore ini mau ketemu sama Bu Sinta di kantor perumahan Griya Asri.
Dia marketingnya. Tapi nanti ada stuffing ke Denmark. Batal lagi terpaksa..”

Perutku seakan menggelinjang dilingkupi keterkejutan. Astaga..! Aku terpana.

“Kalo jadi.. bulan depan ndak usah ke Dokter Lusi ya..? Sayang duitnya..” lanjut Mas Yanto.
Jawabanku tertelan oleh rasa malu. Berani-beraninya aku berburuk sangka terhadap suamiku.

Astaghfirullah..! Seandainya kami berada dalam situasi sepi.. niscaya aku sudah berlutut aku di hadapan Mas Yanto..
meminta maaf atas dugaan sintingku.
Juga pengkhianatanku tadi.

Pundakku melorot.. bibirku bergetar menahan haru. Sungguh kenyataan ini di luar dugaanku.
Apa yang bisa kulakukan untuk menebus semua kesalahanku..!?
Tubuhku sudah kotor. Sudah ada kemaluan laki-laki lain memasuki diriku..! Mengobarak-abrik liang kemaluanku..! Arghh..!!

“Min..? Kamu ndak apa-apa kan..? Kok jadi pucat begitu..?” Mas Yanto mengangkat daguku.
Aku menatapnya dengan mata menggenang. Duhh.. (. ) ( .)
-----------------------------------------------------------------
Mantap ceritanya suhu masih ada kelanjutannya kah? Saya suka sama model cerita ini istri setia selingkuh karena berburuk sangka hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd