Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

------------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------------

Cerita 196 – Misteri Tersembunyi

Bagian 15

”Hentikan..! ini polisi.
Angkat tangan semuanya..!” Tiba-tiba hardikan keras sekelompok anggota polisi..
lengkap dengan lampu sorot dan gonggongan anjing pelacak membuat gerak si Jebah terhenti.

Jebah, celana longgar dan Kumis segera lari menghambur..
meninggalkan Kuntoro yang berusaha menyingkir tertatih-tatih dengan tongkatnya.

Letusan tembakan peringatan membahana di tebing itu.
Anggota polisi sigap mengejar si Jebah, celana longgar dan si Kumis. Yang lain membantu Sujarno.

Candi mencari tau ke mana Kuntoro menghilang.
Ia tau Kuntoro menyelinap pergi tanpa kawalan satu pun anak buahnya yang sudah tercerai berai cari selamat.
Tanpa anak buah, Kuntoro tak akan punya peluang lari jauh.

Tak sulit Candi menemukan Kuntoro. Ia menjemba kerah orangtua itu dan menghentikannya dari belakang.
Tapi, tanpa terduga, Kuntoro berbalik dengan tongkat menyambar telak ke pelipis Candi.

Gadis ini menjerit. Matanya berkunang-kunang. Perhatiannya berkurang.
Andai malam tak gelap, pasti habis ia dihajar Kuntoro yang mengayun-ayunkan tongkat dengan gerakan membabi-buta.

Candi mundur beberapa saat dan mencoba mengumpulkan tenaga dan konsentrasi.
Desing tongkat yang membabat angin ia perhitungkan baik-baik.
Kuntoro saat ini pasti sedang panik mencari-cari sasaran, dan inilah saat yang tepat melumpuhkan macam ompong itu.

Manakala desing tongkat terdengar tak jauh dari Candi..
cepat ia menangkap tongkat itu dengan genggamannya dan mencengkeramnya kuat-kuat.

Sekuat tenaga ia merebut tongkat itu. Tapi, karena Kuntoro memegang bagian yang melengkung..
ia punya kekuatan lebih besar mempertahankan tongkatnya.

Dengan kedua belah tangan, Candi menarik tongkat itu.
Ia bisa merasakan getar hebat tangan Kuntoro yang menjaga sekuat tenaga agar tongkat tak berpindah tangan.
Candi jadi tau Kuntoro kini mengandalkan hidupnya pada tongkat itu.

Tapi, tak dinyana-nyana.. tongkat itu tiba-tiba melemah. Dan berbareng dengan datangnya Danica dan sejumlah anggota polisi..
Candi tau Kuntoro tengah bergulat mempertahankan tubuhnya yang tiba-tiba saja oleng.

Rupanya Kuntoro salah memilih tempat berpijak.
Tanah yang dipijak Kuntoro runtuh satu per satu dan tubuh Kuntoro melesat deras ke atas dengan raungan singkat.

”Pegang erat, Pak..!” Candi meneriaki Kuntoro.. tubuh gadis itu terseret ke tanah, mengikuti gerak jatuh Kuntoro.
Untung ada akar melintang yang bisa Candi gunakan untuk mengaitkan kaki dan menghentikan gerak turunnya.

”Pegang kuat. Jangan dilepaskan. Saya akan menarik Pak Kuntoro..!”
Kata Candi sekuat tenaga menghela batang tongkat yang dirasa makin licin.

Tapi tubuh Kuntoro terlalu berat. Perlahan cengkeraman dua tangan Candi pada batang tongkat bergeser..
dan cengkeraman itu beberapa centimeter lagi akan sampai pada ujung tongkat.

Para polisi berjongkok untuk membantu menahan..
tapi pegangan Candi makin tak tertahankan dan lepaslah tongkat itu bersama Kuntoro.
Kuntoro menjerit histeris. Jeritannya membahana di tebingan itu.

Orang-orang mendengar bunyi berderak dan berdebum di bawah sana. Sejumlah lampu senter tersorot ke bawah.
Kuntoro terkapar sektar 20 meter di bawah sana. Darah membersiti cadas dan batuan runcing di seputaran kepalanya.

Tak terlihat orang tua itu bergerak. Hidupnya tamat di pangkuan bebatuan Kali Randu.
-----ooOoo-----

Dengan lampu senter yang ia raih dari meja di kamar Si Mbah.. Rio segera melesat menyusul Bu Lurah ke pertelon.
Masih bergayut sangsi di dada Rio; benarkah perempuan cantik ini juga merupakan salahsatu sumber kekacauan di desa ini..?
Alangkah rapinya ia menyembunyikan gerakan di depan suami, di depan semua orang, di depan masyarakat desa Kemiren.

Desir dingin angin pagi melibas wajah Rio.
Masih terasa hangat bibir Bu Lurah di bibirnya, masih membara sisa dekapan Bu Lurah di dadanya.

Tapi tak ada Praptiwi di pertelon.. tidak juga Harjo. Ke mana harus melacak Praptiwi..?
Rio berpikir sejenak. Tak mungkin Praptiwi menuju ke balai desa. Ada banyak polisi di sana.
Ia pasti perlu tempat bersembunyi atau mencari jalan aman ke luar dari Kemiren.

Rio memutuskan untuk kembali ke selatan, ke arah Kali Randu. Ia menggunakan sisa-sisa tenaga yang ada.
Rio yakin Praptiwi punya tempat khusus di sekitar jajaran kaliandra tempat mereka bertemu kemarin.

Rio hampir sampai di jajaran Kaliandra itu ketika jalannya terhenti oleh seonggok tubuh..
melintang di jalan setapak gelap menuju ke jajaran pepohonan. Segera ia sinari onggokan tubuh itu.

Harjo tergeletak di tanah tak dasarkan diri dengan wajah bersimbah debu dan kepala bocor.
Tak jauh dari situ, sebongkah batu sebesar kepalan tangan tergeletak, penuh darah.

Malang benar Harjo. Agaknya Praptiwi menyudahi hubungannya dengan Harjo..
lewat cara yang sangat jelas tidak disukai laki-laki itu.

Karena ada tanda-tanda Harjo masih bernafas.. Rio mengeluarkan saputangan dari saku celana..
kemudian membalut kepala Harjo untuk menghentikan pendarahan. Ia lantas menepikan Harjo ke pinggir jalan setapak.

Ujung kelam tampaknya agar segera menjemput. Langit timur berubah warna menjadi rembang ungu.
Tapi itu belum cukup memberi cahaya untuk sekeliling. Rio kembali menyambart lampu senter.

Sekarang harus diperhitungkan ke mana Praptiwi melaju, yang boleh jadi mencari Kuntoro.
Kalau Kuntoro telah tertangkap, harus pula dipastikan ke mana perempuan itu menyembunyikan diri.

Rio menggunakan ujung cahaya lampu senter sebagai petunjuk untuk menelusuri setiap sudut.
Ia mulai menyusuri jalan setapak yang dijajari pohon-pohon kaliandra dari satu ujung ke ujung lain.

Tiba-tiba saja bulu kuduk Rio meremang. Nalurinya mengatakan ada gerakan mengintai tak jauh darinya.
Cepat ia mengirim cahaya ke sumber mencurigakan itu.

Ia terkejut ketika dari arah samping kanan sebuah gerakan cepat menghantam tangan kanannya.
Rio mengerang kesakitan. Lampu terlempar jauh. Sekeliling menjadi gelap.

”Aku memang kasmaran pada kamu.. tapi aku tak ingin kau terus mencampuri urusanku..!!” Pekik Praptiwi menyibak gelap.
Dalam remang Rio melihat wanita itu berbekal sepotong kayu dalam genggaman kedua tangan.

Dari caranya memegang kayu, Rio tau Praptiwi tidak lihai memainkan senjata temuan itu.
Ia mengayun-ayunkan kayu asal-asalan saja.

”Tahan, Mbak Prap..!” Rio berusaha menghentikan gerak merangsek Praptiwi.
Tapi wanita itu tetap maju dengan raut beringas. Kalau suasana terang, pasti Rio melihat raut macam betina di wajah cantik itu.

Rio melompat ke kiri saat kayu itu terayun ke arah kepala.
Pada saat itu juga, Rio sempat mencuri peluang kelemahan Praptiwi.

Tangkas ia menendang kayu itu. Praptiwi berteriak.
Bunyi bergedebug di sebelah menandakan kayu itu telah terbang dan mendarat di sana.
Kini Praptiwi tak bersenjata, dan akan bekurang bahaya serangannya.

Tetapi Rio salah. Ketika ia mendekat, Praptiwi meraih sesuatu dari sakunya; sebuah pisau lipat..
yang langsung terbuka ketika digoyang keras. Bercahaya pisau itu dalam remang dinihari.

Dan kali ini Rio gagal mengantisipasi dengan cermat.
Pisau lipat di tangan Praptiwi berkelebat dan menyerempet pahanya.

Meski perih, Rio tak berusaha memekik. Ia mundur beberapa langkah untuk menghindarkan serangan fatal berikutnya.
Rio juga tak ingin serangan balik untuk bertahan malah membuat pisau itu menggores kulit cantik Praptiwi.

Berulangkali pisau lipat itu menyambar.. dan Rio berkelit dengan hati-hati.
Saat pisau itu menyambar ruang kosong, Rio berhasil meraih salahsatu ujung jaket Praptiwi, dan langsung membetotnya.

Perempuan itu langsung tersentak ke belakang.
Segera ia melepas jaket seluruhnya dan membiarkan jaket itu lepas dalam hentakan tarikan Rio.
Bersama jaket itu, belati di tangan Praptiwi terpelanting entah ke mana. Praptiwi lari menjauh.

Rio menghempaskan jaket itu di tanah. Langit di timur bertambah cahaya.
Tapi cahaya yang masih temaram itu hanya memberian sedikit bayangan Praptiwi..
yang makin jauh masuk ke dalam rerimbunan semak-semak liar.

Agak lama Rio berlari kecil menyusuri jalan setapak berdinding jajaran Kaliandra..
dan sebentar kemudian ia sampai di kawasan yang banyak ditumbuhi pohon orok-orok.

Agar kehadirannya tak diketahui Praptiwi yang mungkin sudah duluan berada di kawasan itu,
Rio berusaha sedapat mungkin tidak menyenggol salahsatu pohon itu..
agar biji-biji kering di dalam ribuan buah orok-orok tidak menimbulkan kegaduhan.

Tapi itu ternyata tidak mudah. Ketika ia memutar tubuh, tak sengaja ia menyenggol satu pohon orok-orok.
Gemericik buah orok-orok memecah sunyi. Pada saat itu juga ia mendengar bunyi gemericik lain..
bersambung-sambungan dari jarak 3 meter.

Cepat Rio mencari bunyi itu. Praptiwi melesat menerabas pepohonan orok-orok.
Ia tau ia telah memilik tempat bersembunyi yang salah.

Meski paha bekas sayatan Praptiwi menimbulkan nyeri yang luar biasa ketika berlari.. tak sulit bagi Rio untuk mengejar Praptiwi.
”Berhenti, Mbak Prap..! Berhenti..!” Seru Rio. Tapi Praptiwi enggan mendengar.

Ia baru berhenti manakala larinya terhenti oleh sebatang pohon yang ia tak sengaja ia terabas.
Ia terpental ke belakang, dan mendekap wajahnya dengan erang kesakitan.

Rio mendapatkan wanita itu mencoba berdiri. Ketika Rio mendekat, cepat kaki Praptiwi menendang perut Rio.
Rio kaget. Sulit dibayangkan wanita pecinta bunga itu bisa sedemikian kasar. Ia menanti gerakan Praptiwi berikutnya.

Wanita itu mengambil sebongkah batu dari tanah dan siap menghantam Rio.
Rio merunduk dan menyergap pinggang Praptiwi dari bawah. Praptiwi kehilangan keseimbangan.
Keduanya terjatuh mengikuti dorongan Rio. Praptiwi merintih menahan tindihan Rio.

Pemuda itu tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia membalik tubuh Praptiwi dan menguncinya dari belakang.
”Tubuhmu seharum rempah-rempah. Wajahmu seindah bunga, dan tatapan matamu teduh.
Tapi hatimu busuk luar biasa. Akui kau yang memicu kekacauan di desa ini..!” ujar Rio di telinga Praptiwi.

”Kau tau isi surat dari yayasan itu dan kau bersekongkol dengan bapakmu Kuntoro yang serakah itu..!”
”Memang aku yang mengendalikan semua itu. Aku otak dari semua kekacauan ini..!” Sengit Praptiwi.
Ia meronta dalam kuncian tangan dan lutut Rio yang menekan tubuhnya rata ke tanah.

”Sekarang tenanglah..! Kamu dan komplotanmu sudah kalah. Akui semua kesalahanmu di depan suami dan masyarakat Kemiren.
Uang hibah yayasan itu bukan hakmu. Itu hak orang lain; hak desa ini, hak negeri ini..!” Tekan Rio

”Tidak..! Bunuh saja aku..! Bunuh..!” Praptiwi meronta lebih hebat. Ia mencoba bergerak lebih hebat ke arah pohon.
Rio tau perempuan itu hendak membentur-bentukan kepala pada batang pohon di depannya.

Cepat Rio menarik tubuh Praptiwi menjauh dari pohon. Praptiwi tampak jengkel sekali.
Gerakannya kini seperti kuda betina liar yang kehilangan kendali.
Tapi.. dalam cengkeraman Rio yang makin kuat, ia hanya bisa melolong dan meronta dalam waktu lama.

Sabar Rio menahan dan mengikuti gerak liar Praptiwi yang makin lama makin melemah.
Perlahan Rio menjemba rambut Praptiwi dan menghadapkannya ke arah langit timur..
yang baru saja mendapat sapaan hangat matahari pagi.

”Pandang matahari itu.. dan cari tau siapa Mbak Praptiwi sebenarnya. Mbak Prap bukanlah ibu desa yang selembut bunga..
bukan perempuan yang bisa membedakan kearifan dan keserakahan. Mbak Prap sudah menimbulkan banyak korban..
Menumpahkan banyak darah..” kata Rio.

Praptiwi menatap rembang fajar tanpa kedip. Ia terus meronta dan meronta.
Tapi rontaan itu makin lemah dan melemas. Ia kini balik menyandarkan kepala ke dada Rio.

Rio melonggarkan cengkeramannya dan beralih memeluk hangat perempuan itu.
”Semuanya sudah berakhir, Mbak Prap. Lihat indahnya matahari pagi ini. Itu adalah matahari harapan hari ini.
Harapan bagi desa ini.. harapan untuk berhentinya angkara murka. Harapan bagi Mbak Praptiwi untuk berubah menjadi lebih baik.
Mbak Prap sebetulnya bukan perempuan jahat. Mbak Prap hanya korban keserakahan..” Rio berujar.

Praptiwi menumpuki tangan Rio yang mendekap dadanya, mendengarkan dalam diam.
”Sebentar lagi polisi datang kemari. Mbak Prap tak perlu lari.
Jika Mbak Prap mengakui semua kesalahan, semuanya akan jauh lebih mudah..”

Rio mendekap dada Praptiwi lebih kencang dan hangat.
Wanita itu menengadah.. seolah ingin mendengar suara Rio lebih jelas. Sudah pasrah dia.

”Dan..” Rio bicara dengan pipi menempel di pipi Praptiwi.. ”Saya ingin Mbak Prap tau.. saya menyukai Mbak Prap.
Saya bangga dan senang Mbak Prap menginginkan saya. Mbah Prap berhasil membuat saya terpesona..
Tapi.. Mbak Prap adalah Bu Asromo. Mbak Prap adalah ibunya Hendro. Saya ingin Mbak Prap tetap seperti itu..”
Dan makin meleleh airmata Praptiwi. Ia menangis tanpa suara. Rio tau itu tulus.

Tak lama kemudian, terdengar tapak-tapak mendekat. Polisi dan sejumlah orang berdatangan.
Rio dan Praptiwi masih menatap rembang fajar di ufuk timur.

Rio mencium pipi Praptiwi mesra satukali, dan membiarkan wajah Praptiwi merebah di lehernya.
Praptiwi memejamkan mata. Pipi Praptiwi bersimbah airmata.

Polisi.. Candi.. Asromo.. dan Danica berdiri tak jauh dari dua orang yang masih berpelukan..
menatap matahari yang makin benderang, bundar dan hangat.
------ooOoo------

Rio meneguk kopi hangat di meja di beranda rumah Si Mbah.
Sejumlah polisi baru saja menyelesaikan tanya ini-itu pada Rio, Candi, Danica, Sujarno, dan orang-orang lain.
Jam 10 pagi lebih sedikit.

Dari kejauhan Asromo tergopoh datang dengan dua orang bule berpakaian necis.
Danica tak terkejut melihat kedatangan kedua rambut jagung itu. Danica menyapa dalam bahasa Belanda.
Kedua bule itu adalah utusan dari Yayasan Kristoff von Weissernborn.

”Kabar buruk..” kata Asromo.
”Kenapa, Pak..?” Tanya Rio.
”Bukti dua carik kertas yang kau rebut dari Praptiwi itu ternyata tidak sah..” kata Asromo.
”Tidak sah..?”

”Ya..” sambung dua bule itu dalam bahasa Inggris.
”Setelah kami teliti dengan cermat, ternyata yang dianggap sebagai bukti bukanlah dua carik kertas itu..”
Rio dan Candi menunggu dua bule itu bicara lagi.

“Kedua kertas ini tidak dilukis.. tapi dicetak sebelum kemudian dipotong menjadi dua bagian persis di tengah.
Dalam wasiat von Weissernborn, baru saja kami temukan penjelasan bahwa bukti yang diperlukan adalah cetakan itu, bukan kertasnya.
Orang yang membuat cetakan itu adalah pemilik bukti itu..” lanjut salahsatu bule itu.

Candi dan Rio berpandangan dan tak kurang dari Danica minta agar penjelasan soal bukti itu diulang.
Pada saat itu tiba-tiba istri Sujarno berteriak.. “Si Mbah bicara.. Si Mbah bicara..!!”

Bergegas orang-orang menghambur ke kamar Si Mbah.
Orang tua yang selama beberapa hari hanya terbaring membisa kini mulau berkata-kata.

Airmatanya meleleh di pipi keriput. Tangan kanannya bergerak-gerak arah sebuah tugu kayu setinggi setengah meter..
berbentuk balok dengan panjang dan lebar bagian dasar 30 cm.

Tugu kayu itu, yang bagian atasnya melebar.. selama ini berada di dekat ranjang Si Mbah..
dan digunakan sebagai meja kecil untuk meletakkan air minum Si Mbah.

Tak seorang pun bisa menangkap isyarat tangan Si Mbah.
Tapi semua terhenyak ketika Si Mbah memaksakan diri untuk menyenggol rubuh meja kayu berbentuk tugu tunggal itu.
Maja itu roboh bersama dengan gelas air minum Si Mbah. Orang-orang yang hadir tak segera memahami itu.. kecuali Rio.

Rio langsung menghampiri tugu kayu itu dan memeriksa dasarnya.
”Lihat, ukiran kaliandra di dalam bulatan dengan huruf W dan P, dan angka 19 dan 40..” kata Rio.
”Ini cetakan itu..!”

Semua orang merubung tugu kayu itu.
Salah seorang bule mengais selembar kertas kosong dari tas portepel yang dibawanya.
Ia mencari-cari sesuatu untuk mengoles.

Rio punya akal. Ia membakar sumbu sebuah cublik, dan mengambil cermin kuno di dinding.
Rio kemudian membiarkan nyala api menjilati permukaan cermin untuk mendapatkan jelaga.

Si bule faham. Begitu jelaga terkumpul.. ia mengoleskan telapak tangan pada jelaga..
dan kemudian mengolesi dasar tugu berupa cetakan dengan jelaga.
Bagian dasar itu kemudian ia stempelkan ke kertas kosong.

Dan tercetaklah sebuah bundaran dengan bentuk kaliandra utuh di tengahnya..
Dibarengi huruf W di kiri dan P di kanan, angka 19 di bawah W dan angka 40 di bawah P.

Dua bule itu kemudian menyamakan hasil cetakan dengan kedua lembar kertas kusam yang selama ini menggegerkan Kemiren.
Lama mereka menelitinya. ”Ya, benar. Ini bukti itu..!” Kata salahsatu bule.
”Orang tua itu pastilah pemilik cetakan ini. Ia yang berhak atas uang hibah itu. Saya akan segera email ke Belanda..”

Orang-orang bernafas lega dan bergantian menatap hasil cetakan itu.
Tak seorang pun memperhatikan Si Mbah yang tiba-tiba tersengal-sengal.

”Si Mbah..!” Pekik Rio. Semua orang kini menoleh ke Si Mbah Parto Sumartono.
Bibir Si Mbah bergetar hebat. Dari mulutya terdengar kata-kata, ”Musssseeumm.. musseummmmmm..” guman Si Mbah.
Sejenak kemudian Si Mbah menarik nafas panjang dan akhirnya terhenti nafas itu.

”Mbah Parto..!!” Pekik Rio. Tapi Si Mbah bergeming. Tak ada embusan nafas di hidungnya.
Ia terbujur kaku. Sekilas tampak keriput menghias wajah.. tapi senyum Si Mbah mengembang di bibir.
Wajahnya damai. Rautnya teduh. Ia telah tiada.

Rio menyelinap perlahan ke luar kamar dan memandangi papan nama Si Mbah di depan rumah.
Papan itu bergoyang-goyang ditiup angin. Rio melihat cahaya terang memancar dari papan itu.

Si Mbah telah menuntaskan pekerjaan besarnya dengan baik.
Si Mbah telah memberi tuturan pada Kemiren tentang kerendahan hati.
Si Mbah telah membuat Rio menitikkan air mata.
------ooOoo------

Rio membuka halaman koran Tajuk Zaman yang baru ia beli di kios koran di ujung gang.
Tiga hari beturut-turut koran itu menurunkan berita Kemiren, semuanya tulisan Candi

‘KONSPIRASI PENJEGALAN HIBAH BELANDA’
‘UANG HIBAH DIRENCANAKAN UNTUK MERENOVASI MUSEUM PURBAKALA SESUAI WASIAT PARTO SUMARTONO’
‘MARAKNYA KERAJINAN FOSIL PURBAKALA’
‘IN MEMORIAM: PARTO SUMARTONO, ASISTEN VON WEISSERNBORN’ .. dan sebagainya ..
Seminggu ini wartawati cekatan dan tak kenal takut itu pasti terus berkutat dengan komputer di meja redaksi.

Hape di atas meja kamar kos Rio berbunyi.
“Bisa bicara dengan Rio..?” Terdengar suara dari seberang.

“Saya Rio. Ini siapa..?”
“Candi..”

“Oi.. Can..! Di mana kau..?”
“Di Bandara Juanda. Mau ke tempatmu. Boleh..?”

“Mau apa ke tempatku..?”
“Mau ngajak kamu ke Kemiren.. terus bikin feature tentang kisah cinta dua dunia..” kata Candi.

“Kisah cinta dua dunia..? Maksudmu..?”
“Ya, itu.. kisah cinta seorang mahasiswa dan ibu desa yang jauh lebih tua..”

“Sialan..! Menyindir..! Dari mana kau dapat isu itu..?”
“Ini beneran..!”

“Kalau mau nulis yang begituan, kamu berangkat aja sendiri. Aku ogah..!”
“Marah nih..!?”
“Ogah..!” Rio menutup ponsel. Dan Candi tidak menderingkan telepon itu lagi.

Rio menunggu, beberapa menit kemudian ponselnya pasti berdering lagi.
Tapi ternyata benda itu terus bungkam sampai satu jam kemudian.

Rio baru saja mandi ketika Candi sudah berdiri di pintu kamar kos. Taxi bandara baru saja menderu pergi.
"Payah..! Kau mudah marah..!” Kata Candi, langsung masuk kamar kos Rio dan menyeruput sekaleng Cocacola punya Rio.

“Bu Lurah sekarang ada di tahanan Polres di kota kabupaten. Jadi aku tak bisa mewawancarainya untuk tulisan feature ini.
Satu-satunya narasumber adalah kamu, mau ya kuwawancara..?” Kerling Candi.
“Nggak. Memangnya kau tau apa soal aku dan Bu Lurah..?”

“Praptiwi itu cinta hebat sama kamu. Ia kesengsem. Ia kasmaran..! Aku tau itu.
Ada Hansip di rumah depan rumah Si Mbah yang bilang kau ciuman dengan Bu Lurah di pagi buta itu.
Ia juga menyerah dalam pelukanmu. Kalau ia tak cinta kamu, mana bisa ia luluh begitu..” kata Candi.

“Terus..?”
“Ya nggak ada terusannya. Gitu aja, aku cuma ingin tau apa kamu juga suka dia..?”
Rio menggaruk kepala. “Aku.. gimana ya..?”

“Bilang aja kau juga suka dia, repot amat..!” Kata Candi berubah ketus. Rio tak menyahut.
Tak jelas kenapa Candi tiba-tiba membahas soal hubungan khususnya dengan Praptiwi dengan nada ketus.

“Jadi benar-benar kau mau nulis cerita kayak gitu..? Nggak ada nilai beritanya, tau..!” Kata Rio.
“Buat aku itu ada nilai beritanya..” kata Candi tersenyum.. “Hehehe.. jangan kuatir. Aku cuma bercanda, kok.
Aku nggak nulis cerita begituan..”

Candi mengeluarkan dua helai tiket pesawat dari tasnya. “Ini tiket pesawat ke Lombok, dan liburan ditanggung Tajuk Zaman.
Satu atas nama aku, satunya atas nama kamu. Berangkat nanti jam 3, pulang seminggu lagi. Siap-siap, kita jalan bareng, oke..?”

Rio diam sesaat dan mengamati tiket itu. “Berlibur sama kamu..? Berdua saja..? Kenapa kamu pikir aku mau..?” Tanya Rio.
Candi berdiri mendekati Rio. “Karena aku tau kamu suka perempuan lebih tua..” kata Candi.

Rio mengernyitkan dahi. Apa pula maksudnya ini..? Ia baru sadar pastinya Candi lebih tua beberapa tahun daripada Rio.
Pemuda itupun tersenyum. “Boleh aku tanya..?” Tanya Rio.
“Apa..?”

“Seandainya ada pemuda lebih muda jatuh cinta pada kamu, apakah kamu akan menerimanya..?”
“Tergantung..”

“Tergantung apa..?”
“Tergantung cara ia menyampaikannya..”

“Oke, kamu kan hebat dan anggota Persatuan Sok Tau Indonesia.. kamu bisa ngajari aku bagaimana caranya..?”
“Memang kau sedang jatuh cinta pada perempuan lebih tua..?” Kata Candi.

“Umurmu berapa..?” Tanya Rio.
“26..” kata Candi.
“Aku 21..″
“So..?”

“Kayaknya aku jatuh hati pada kamu. Jadi ajari aku cara mengutarakannya..” kata Rio.
“Tidak sekarang..!”
“Kapan..?”
“Nanti di Lombok..!”

“Kalau menunggu di Lombok, aku lebih suka menggunakan cara Praptiwi mengucapkan cinta padaku..” kata Rio.
“Bagaimana caranya..?” Candi memandang Rio.
“Sederhana. Begini..” perlahan Rio meraih kepala Candi dan mencium bibirnya.

Candi terkejut. Tapi ia tak berdaya, atau.. membuat dirinya tak berdaya. Ia balas ciuman Rio dengan hangat dan mesra pula.
Nafsu Rio semakin meninggi setelah kedua buah dada Candi menyentuh dadanya, terasa kenyal dan hangat.

Dia tak tahan untuk tidak memegangnya. Sambil meremas, mereka terus berciuman.
Sementara itu tangan Rio juga sudah mengelus-elus punggung.. kemudian pelan-pelan turun ke arah pantat.

Gila.. pantat Candi empuk benar. Sudah begitu, hangat pula. Rio berlama-lama mengusap di area tersebut..
Sebelum kembali memindahkan tangannya ke punggung.
Dia mengelus-elus mesra sambil lidah mereka saling berpagutan panas. Benar-benar menggairahkan.

"Tidak ada yang marah kan, kalau aku jatuh cinta sama kamu..?" Kata Rio sambil melirik nakal.
"Memangnya kamu peduli..?” Jawab Candi.

Jawaban itu, meski terkesan asal-asalan.. cukup membuat Rio tenang.
Selain itu, juga membuat birahinya semakin memuncak.

Mereka kembali berciuman. Tangan Rio kembali memegang di buah dada.
Mula-mula ia mengelus dari belakang, kemudian menjalar dari samping, terasa kenyal.

Ternyata bagian bawah buah dada Candi sudah tidak tertutup beha, gadis itu diam saja.
Rio jadi semakin lupa diri..
Gemas diremasnya seluruh buah dada Candi, dielus dan dipijit-pijitnya hingga nafas Candi semakin tidak beraturan.

"Can, boleh tanganku masuk ke dalam..?" Tanya Rio penuh harap.
“Ah.. kamu kayak nggak pernah aja..!” Candi mengangguk pelan malu-malu.

Penuh senyum Rio memasukkan tangannya dari bawah ke balik kaos.
Pertama tersentuh kulit perut Candi yang halus dan hangat, membuat pikiran Rio melayang ke mana-mana.

Semakin ke atas, akhirnya ketemu juga gunung kembar yang selama ini selalu ia rindukan.
Buah dada Candi masih sangat kencang dan bulat.

Rio menyusupkan jemari ke dalam bra, halus dan hangat terasa saat menyentuhnya.
Putingnya mungil, tapi sudah kaku dan tegang. “Ahhh..!” Candi pun melenguh.

Nafasnya semakin tak beraturan ketika jemari Rio memilin kedua putingnya.
Bra yang ia rasakan sangat mengganggu akhirnya dilepas.

Kebetulan kancing pengaitnya ada di depan, jadi mudah bagi Rio untuk menemukannya.
Setelah terbuka, tangan Rio menjadi semakin leluasa menggerayangi kedua buah dada Candi yang bulat besar.

Dia mengelus-elusnya memutar, keliling di bagian luar. Baru kemudian ia garap lagi pentil susu Candi..
yang masih sangat kecil mungil, dan seingatnya berwarna merah muda.

Rio memelintir-lintir pentil susu itu, membuat Candi semakin menggelinjang.
"Aahh.. Rio, gelii.. iiih..” pekik gadis itu.

Rio tak bisa menjawab karena nafsu birahinya semakin memuncak.
Dia hanya dapat tersenyum sambil mengecup bibir Candi berkali-kali.

Tangannya pun semakin leluasa bergerilya;
Sambil terus sibuk menggerayangi buah dada.. dia juga mengelus-elus paha putih mulus milik Candi.

Terasa halus sekali. Rio mengelusnya dari lutut.. kemudian naik sedikit sampai kira-kira 20 cm, kemudian turun lagi.
Bibir mereka terus berpagutan, sambil terus berpelukan.

"Buka, Can.." Rio mengangkat kaos putih Candi setengah badan.
Tampaklah perut putih gadis itu dan sebagian buah dada bagian bawah yang sudah tidak terbungkus beha.

Rio gembira melihat pemandangan tersebut. Dadanya bergemuruh keras..
bagai akan meledak melihat pemandangan yang demikian menakjubkan.

Disingkap sedikit.. maka nampaklah sepasang buah dada indah milik Candi, putih dan cantik..
begitu tegak menantang, menanti belaian tangan-tangan kasarnya.

Untuk sesaat lamanya Rio berdiri tertegun, tak bergerak, diam membisu.
Tak sedetik pun pandangannya terlepas dari dua buah dada indah itu.

“Kenapa..? Kok malah diam..?” Tanya Candi menyadarkan Rio dari lamunan.
"Payudara kamu bagus sekali, Can..” ujar Rio refleks. Candi pun tersenyum malu.

Dengan lembut Rio mengelusnya dari bawah.. kemudian berputar ke atas..
mengelilingi puting susu berwarna merah yang terlihat semakin menonjol.

Candi menggelinjang kegelian, tampak seluruh badannya bergoyang menahan rasa geli dan nikmat yang tak terkira.
Meski ini bukan pertamakali buah dadanya dipermainkan oleh seorang cowok, namun nafasnya seakan-akan berhenti.

Terutama ketika jemari Rio perlahan mengelus dan memutar mempermainkan puting susunya.
"Rioo.. ugh, gelii..” ujar Candi sambil mendekap tangan Rio ke arah buah dadanya.

Rio mengecup kening Candi untuk menenangkan, lalu bibir mungilnya..
kemudian ia ciumi juga leher indah Candi, ditelusuri, dijilati sampai menjadi basah.

Dan ciumannya perlahan beranjak turun ke bawah, dijilatinya buah dada Candi satu per satu.
Baru kemudian ditelusurinya buah dada indah itu dari atas memutar ke bawah..
hingga akhirnya sampai ke puting susu mungil yang sudah sangat mengeras.

Rio mengisapnya perlahan bagai anak kecil menyusu kepada ibunya.
“Aghhh..!!” Candi memejamkan mata.. seluruh badannya tampak mengejang..
terutama ketika lidah Rio mengenai kedua putingnya.

Sementara mulut bermain di buah dada, tangan Rio juga tak mau kalah.
Dia kembali meraba-raba paha putih Candi. Disingkapnya rok mini yang dipakai Candi sedikit ke atas..
Paha indah itu semakin tampak jelas dihiasi oleh bulu-bulu halus.

Tangan Rio terus bergerak ke atas.. hampir sampai ke pangkal paha. Terasa semakin hangat dan halus.
Namun tiba-tiba saja tangan Candi memegang jemari Rio yang tinggal beberapa centi mengenai kemaluannya.

"J-jangan, Rio..” desis Candi.
“Kenapa..?“ Rio terengah.

“Cepatlah berkemas. Nanti kita bisa ketinggalan pesawat. Akan kuberikan semua padamu nanti di Lombok.
Kita punya waktu seminggu penuh di sana..!”

Senyum Candi mengembang cerah sambil menutupi kembali gundukan payudaranya yang lumayan besar.
Rio meringis dan meremasnya pelan.

“Kamu memang super sialan..! Mana bisa aku menolak ajakanmu kalau begini..!”
Candi meraba penis Rio dan tertawa renyah. E(. )n( .)D
-----------------------------------------------------ooOoo--------------------------------------------------------

End of Cerita 196..!! :bye:

Sampai Jumpa di Lain Cerita.. Adios..!!
 
:jempol:manteebb master @Pecah Utak kalo boleh reques kisah percintaan pemilik perusahaan sama cewe sederhana sampe merit dengan segala rintangannye...behahahahaha
Kangen sama cerita kaya begitu dah...ada tuch cerita nya master perlendiran lupa namanye yang cerita tentang 3 anak muda pemilik perusahaan....


SalamBeha
 
:jempol:manteebb master @Pecah Utak kalo boleh reques kisah percintaan pemilik perusahaan sama cewe sederhana sampe merit dengan segala rintangannye...behahahahaha
Kangen sama cerita kaya begitu dah...ada tuch cerita nya master perlendiran lupa namanye yang cerita tentang 3 anak muda pemilik perusahaan....


SalamBeha
Wiiihhh.. bagus juga usulnya brada @Vegilover :hore:
Ntaran deh Nubi bongkar2 Arsip di hardisk dulu yaaaa..

SalamCeDe
 

-------------------------------------------------ooOoo-----------------------------------------------------

Cerita 197 – Salah Sangka


Mbak Ratna

"Hey.. penyanyi dangdutnya jangan dicolek..!"
Mas Alim menegurku.
"Sorry.. Mas. Abis nafsu sih. Field job berminggu-minggu nggak ketemu istri begini.. berasep juga deh pala..” aku beralasan.

"Iya.. aku ngerti. Tapi jangan ama si Neneng.. dia nggak bersih.. lagian nggak cantik juga..” Mas Alim menasehati lagi.
Lalu dia berbisik.. "Ssst.. kalo emang udah nggak tahan.. ada kok solusinya..” begitu dia bilang.

Dalam hati aku kaget juga. Masa’ sih Mas Alim yang beneran alim ini nawarin 'solusi..?’ Nggak salah..!?

"Ssst.. denger ya.. dari basecamp ini.. kamu jalan deh ke bawah sana.
Temui Mbak Ratna.. wanita cantik yang baru pindah dari kota. Ama dia bereslah..
Sabtu-Minggu dia bebas.. kita-kita sering kok pake jasa dia..” katanya mengedip.

Ya udah. Mengikuti rekomendasi Mas Alim. Sabtu pagi.. blas..!
Aku menghilang.. jalan. Turun menuju kantor desa itu.. deket juga kok.

Pas ketemu Mbak Ratna.. kaget juga. Ternyata dia cantik sekali.. sangat putih dan manis..
Tubuhnya juga seksi abis.. tinggi dan sangat montok walau agak sedikit gemuk.

Tak apa.. yang penting perabotnya tetap bulat dan membusung.. tipe kesukaanku.
Sayangnya.. dia agak sulit dirayu.

Tapi karena sudah telanjur konak..
Ditambah sudah direkomendasi sama Mas Alim.. maka aku pun nekat. Kudekati dia.

“Malam.. Mbak..” sapaku dengan sopan.
“Malam juga..” Sahut Ratna yang kemudian memperkenalkan diri.
Nama lengkapnya ternyata Ratna Dumilah.. kelahiran Surabaya.. 20 Desember 1983.

Kujabat tangannya yang halus saat dia mengulurkannya..
sambil sekaligus kulirik besaran buah dadanya yang sedikit terbuka. Hmm.. cukup montok dan bulat juga.

“Kamu kerja sama Mas Alim ya..?” Tanyanya kemudian.
“Iya.. saya temennya..” sahutku dengan tersenyum.

Dengan tidak canggung.. kami mulai saling ngobrol.
Kubelikan dia minuman agar kami menjadi semakin akrab.

”Nggak usah.. Mas. Jangan repot-repot..” dia menolak dengan halus.
“Nggak apa-apa.. Mbak.. saya senang dapat teman baru..” Sahutku dengan senyum menggoda..

Sambil terus mencuri-curi pandang ke arah buah dadanya yang over size itu..
Kubayangkan kepalaku tenggelam dalam belahannya yang curam dan lembut.. ugh betapa nikmatnya.

”Betah kerja di sini..?” Tanya Ratna lebih jauh.
“Yah.. lumayan. Apalagi kalau ditemenin wanita cantik seperti Mbak..”
Kataku menggoda sambil menaikkan sedikit kepalaku.. sehingga bisa melihat lebih dalam tonjolan buah dadanya.

Ratna ikut tersenyum sambil semakin merendahkan dadanya..
Membuat segala yang ada di sana jadi menggantung sangat indah. “Ah.. mas bisa aja..” sahutnya.

“Mbak di sini kerja apa..?” Tanyaku penasaran.
“Saya ngajar kesenian di SD.. cuma bantu-bantu..
Biar ada kegiatan sambil nungguin anak saya yang lagi diterapi..” jelasnya.

”Diterapi..?” Tanyaku tak mengerti.. dengan mata kembali mencuri ke arah belahan buah dadanya.
”Iya..” ia mulai menjelaskan segala tentang Alya.. putri kecilnya yang divonis autis oleh dokter.

”Begitu mendengar kalo di sini ada terapi autis yang bagus.. saya langsung ke sini..” tambahnya.
Aku ikut simpati mendengarnya.. tapi tetap tak menyurutkan niatku untuk bisa menikmati kesintalan tubuhnya.
Habis sudah telanjur konak sih.

Sore itu kami ngomong banyak..
Ratna curhat banyak kepadaku bak teman lama yang baru bertemu kembali.

Tapi saat kuutarakan niatku.. dia langsung menyuruhku untuk diam. ”Iya.. saya mengerti..” potongnya.
”Seperti yang biasa dilakukan mas Alim dan teman-temannya kan..?” Tebaknya. Aku mengangguk.

”Jadi.. kita langsung aja..?” Tanyaku sambil melirik paha mulusnya yang dibalut rok pendek ketat selutut.
”Tarifnya tigaratus ribu sehari.. sudah tau kan..?” Tanyanya. Aku mengangguk lagi.

Uang segitu sih kecil buatku.. malah menurutku sangat murah bila dibanding tubuhnya yang sintal.

“Jadi kalau sampai minggu sore.. saya harus bayar enam ratus ribu gitu..?” Tanyaku.
Dia mengangguk. ”Dan dibayar di muka.. hehe..” Ratna tertawa.

Kukeluarkan dompetku dan segera membayarnya.
Setelah menerima dan menghitungnya.. Ratna kemudian menyelipkannya ke balik saku.

”Saya senang berbisnis dengan orang-orang kayak.. Mas..” dia tersenyum.
”Saya juga.. senang bisa mengetahui ada orang secantik mbak di desa terpencil seperti ini..” sahutku.

”Kalau bukan karena mau mengobatkan anak saya.. nggak mungkin saya berada di sini.. Mas..” balasnya.
Kami kembali saling menatap dan tersenyum.

“Hmm.. suami Mbak di mana..?” Tanyaku mulai merayu.
Aku tidak ingin pas lagi enak-enaknya tiba-tiba suaminya datang mengusirku.

“Suami saya ada di Jakarta.. bisnisnya nggak bisa ditinggal..” jawaban yang cukup melegakanku.
Tidak berkata lagi.. segera kupegang kedua tangannya. Ratna sedikit terkejut menerimanya..

Mungkin karena baru kali ini ada calon pelanggan yang lebih nakal dari dirinya.. hehe.
“Maaf.. jangan seperti ini..” Ratna tersenyum.. namun kemudian menunduk.

Saat itulah.. dia tanpa sengaja menatap selangkanganku yang sudah menonjol indah..
Batang kontolku yang sudah ngaceng berat tercetak jelas di sana.

”Kenapa tidak..? Saya kan sudah membayar mbak..”
Kulancarkan serangan susulan.. cepat kulingkarkan tanganku ke pinggangnya yang ramping.

“Iya.. tapi bukan .. Jangan nakal, Mas..!!“ Tolak Ratna ketika aku berusaha mengusap bokongnya.
”Saya cuma pingin meluk mbak aja kok..” sahutku pendek dengan tetap tersenyum.

Ratna terdiam.. membiarkan tanganku menempel di pinggangnya.
Perlahan aku mendekat ke tubuhnya yang harum..
Rambut pendeknya yang dicat coklat membuatku semakin mabuk kepayang.

Aku terus melancarkan gerilya.. tanganku yang nakal mulai merambat ke atas menuju ke tonjolan buah dadanya.
“Tolong.. Mas. Kita tidak boleh melakukan ini..” Kata Ratna dengan nafas memburu.. ia tampak mulai tak tenang.

Tangannya berusaha menekan tanganku yang sudah sangat dekat dengan buah dadanya yang besar itu.
“Sudahlah.. saya sudah bayar Mbak untuk melayani saya ngentot malam ini..”
Jawabku enteng sambil langsung memegang buah dadanya.

“Jangan kurang ajar.. Mas.. Mas salah paham..!!” Hardik Ratna sengit.
Namun aku tak peduli. Aku sudah telanjur konak dan kepalang basah..
Segala omongannya tidak lagi aku dengarkan.

Yang ada di pikiranku cuma bagaimana bisa secepatnya merasakan tubuh montok wanita yang satu ini.
Jadi langsung kubekap mulut manis Ratna dan kutekan tubuhnya ke sofa.

Ratna awalnya berusaha memberontak.. namun tentu saja kalah tenaga denganku.
Aku sudah memeluknya erat sambil terus memegangi buah dadanya yang besar itu..
Tanganku meremas dan memencet-mencet lembut di sana.

“Aku aku ingin dirimu.. Mbak.. kau sungguh menggodaku..!“ Bisikku dengan nada pelan..
sambil tanganku meluncur nakal menuju ke arah selakangannya.

Ratna berusaha terus memberontak..
Namun rontaannya itu lama-lama menjadi lemah dan akhirnya berhenti sama sekali.
Mungkin dia sadar kalau usahanya itu akan sia-sia belaka.

“Jangan.. saya wanita baik-baik.. mas sudah salah paham..!“
Jerit Ratna panik.. saat tanganku mulai melepaskan kancing kemejanya satu per satu.

”Sudah terima uang.. tapi nggak mau melayani.. apa itu yang disebut wanita baik-baik..!?”
Tuduhku dengan mata tak berkedip.. memandangi buah dadanya yang mulai menyembul indah.

Ratna terlihat marah sekali.. wajah cantiknya sampai merah padam dibuatnya.
”Mas tidak mengerti.. uang itu ..”

“Untuk membayar tubuhmu.. Mbak..!” Kupotong ucapannya sambil tersenyum..
Lalu kuangkat dagunya yang lancip dan langsung kuserbu bibirnya yang merah tipis.

Awalnya Ratna terlihat sangat terkejut.. dia menolak keras lumatanku..
Sekuat tenaga dia berusaha mendorong tubuhku yang kini sudah menindih tubuhnya.

Tapi saat tanganku dengan kurang ajar menyelinap ke dalam roknya..
kemudian langsung masuk ke balik celana dalamnya.. dia langsung terdiam.

Bahkan desah dan rintihannya yang mulai terdengar..
Menggantikan umpatan-umpatan kasar kepadaku sebelumnya.

“Ooh.. ooo.. ooh.. Mass.. jangan..“ bisiknya dengan nada lemah.
“Jangan apa..? Jangan berhenti..!?” Sahutku nakal..
sambil mengelus-elus lubang memeknya yang kini terasa hangat di telapak tanganku.

Ratna hanya terdiam pasrah menerimanya.
Kembali aku menunduk untuk melumat bibirnya.. untuk kali ini.. Ratna tidak menolak.

Kami saling beradu bibir. Dia menanggapi ciumanku dengan perlahan-lahan..
Sementara di bawah.. tanganku semakin gemas mencolek-colek liang memeknya.

“Mass.. oughh.. s-sudah.. aah.. aku .. uhhh..” rintih Ratna kegelian.
“Sst.. diam.. mbak nikmati aja..” sahutku sambil menurunkan cup bra ke bawah..
Sehingga bagian dadanya yang besar itu menjadi tontonanku.

Di bawah.. kutarik celana dalamnya hingga ke lutut..
membuatku bisa semakin nakal mempermainkan liang vaginanya.

“Duuh.. kok kamu nekat sih.. Mas.. kalau ketauan orang gimana..?“
Tanya Ratna dengan mata merem melek keenakan.

Bukannya menjawab.. aku malah membuka ritsleting celanaku..
Kemudian mengeluarkan kontolku yang sudah menegang dahsyat.

Mata Ratna langsung melotot begitu melihatnya. Dia sampai menutup mulutnya..
Lalu mundur sejengkal.. begitu menatap kontolku yang sudah ngaceng besar.

Aku kemudian berdiri di depannya.. “Emut kontolku.. Mbak..!!“ Pintaku sedikit memaksa.
“Mas.. ini bukan urusan seks.. tapi ..” elak Ratna.

Tapi aku segera memotongnya kembali.. “Lupakan.. rasakan kontolku dulu.
Mbak juga nakal.. daritadi lirak-lirik selangkanganku terus..” sahutku sambil menekan kepalanya..
Memaksa Ratna untuk menelan batang penisku.

Sadar kalau tidak bisa mengelak.. akhirnya diapun menurut.
Ratna mulai menjulurkan lidahnya untuk menjilati ujung kontolku..

Kusingkapkan rambutnya agar dia bisa leluasa bergerak..
Aku juga ingin melihat bagaimana wanita cantik itu mengulum kontolku.

Dengan tangan gemetar.. Ratna memegangnya.
Setelah dia menjilati kontolku empatkali.. dia mulai membuka mulut dan mengulumnya.

Tapi baru sebentar saja.. dia sudah merasa jengah dan meludah ke lantai.
Rupanya kontolku yang termasuk besar itu tidak sanggup 'disantap' olehnya.

Namun aku yang sudah kepalang basah terus memaksanya.
Sambil kembali kubuka mulutnya.. mulai kulepas kemeja hijau yang ia kenakan..

Kulepas benda itu.. hingga kini kebesaran buah dada Ratna benar-benar terekspos indah..
Ahhhhh.. membuatku langsung gila dan lupa daratan.

Kususupkan tanganku ke sana untuk memegangi bulatannya yang over size..
Kuremas-remas pelan benda itu sambil kuelus-elus ringan putingnya.

Rasanya yang begitu lembut dan kenyal.. semakin membuatku bergairah dan penasaran..
Cepat kupelorotkan celanaku hingga kami jadi sama-sama telanjang.

Ratna memandang tubuh bugilku dengan sinis.. terlihat sekali kalau dia masih belum rela melakukan ini.
Dalam hati aku bingung juga .. Apa sih yang dia inginkan..?
Uang sudah ia terima.. tapi kenapa masih belum total dalam melayaniku..?


Kontolku yang besar menjulang karena ngaceng kembali kusodorkan ke mulutnya..
Ratna menampiknya hingga benda itu jadi menempel di pipinya.

Aku tersenyum kepadanya.. namun Ratna segera memalingkan mukanya ke samping.
“Ayo dong.. Mbak.. kan sudah kubayar sesuai tarif.. emang uangku kurang ya..?
Tuh lihat kontolku sudah ngaceng pengen ngewe memek Mbak Ratna..”

Rajukku sambil semakin kalap memeluk dan mengelus-elus kemontokan buah dadanya yang terburai ke keluar.
”Sudah.. Mas.. jangan..! Bukan masalah uangnya.. tapi ..” tolaknya dengan setengah hati.

“Hmm.. susu Mbak gede banget..! Saya suka bermain di susu yang gede.. nanti kontolku kugesek-gesekkan ke situ ya..!?”
Kataku.. membuat Ratna cepat-cepat menutupi kedua buah dadanya dengan tangan..

Dia tampak ketakutan dengan bibir bergetar..
Sangat tidak menyangka ada laki-laki yang begitu nekad ingin menyetubuhi dirinya.

Aku kemudian berjongkok untuk menatap matanya.. namun Ratna menolak tatapanku dengan memalingkan mukanya.
Kulihat lubang di memeknya sudah mulai basah.. aku ganti mengalihkan tatapanku ke situ.

“Kok sudah basah.. Mbak..? Jangan-jangan sudah nggak sabar ya pengen disodok-sodok sama kontolku..?”
Tanyaku sambil memamerkan kontolku yang masih menegang dahsyat di depan hidungnya..
membuat Ratna makin terdiam saat memandanginya.

“Jangan cuma dilihat.. Mbak.. dipegang juga boleh..!“ Godaku sambil menggerakkannya naik-turun..
membuat benda itu jadi makin kelihatan jantan dan menarik.

“Buka mulutmu. Mbak.. emut lagi kontolku..” pintaku.
”Nanti aku oral memek Mbak sebagai balasannya..” rayuku semakin menggila..
Namun Ratna hanya menutup mulutnya.

Kusodorkan kontolku.. dia malah menutup mata dan menggeleng-geleng.
Kutekan kontolku ke bibirnya yang rapat.. kutatap lagi wajahnya yang cantik..

Ratna memejamkan matanya semakin erat.. sama sekali tidak berani menatap penisku.
Aku tersenyum.. dasar wanita munafik..!
Kalau memang menolak.. kenapa tidak berteriak dan kabur saja.. pintu rumahnya kan tidak terkunci!


Kupandangi buah dadanya yang besar.. yang menggantung sangat indah di depan dadanya.
Putingnya yang bulat tampak segar.. dengan warna merah muda yang begitu cerah.

Keringat yang mulai mengalir di seluruh tubuhnya makin menambah daya tarik benda itu.

Bagian memeknya yang penuh jembut juga terlihat begitu menggoda..
Dan makin lama kulihat semakin basah.. seiring rangsanganku yang membuatnya semakin terbuai oleh nafsu.

“Ayo emut.. Mbak..!“ kataku lagi.
Ratna memundurkan kepala dan membuka matanya.. lalu berkata.. “A-aku nggak sanggup.. Mas..
Kontol mas gede banget.. bibirku kelu..“ rintihnya dengan bibir gemetar.

“Kalau gitu.. aku langsung coblos memek Mbak aja ya..?”
Ajakku sambil mendorong pundaknya agar ia berbaring telentang di sofa.

“Jangaan..!!” Tolak Ratna gelagapan.
“Berarti emut kontolku dong..!” kataku lagi.
“T-tidak..!!“ sahutnya sekali lagi.. matanya kembali terpejam.

Cukup sudah.. aku kehilangan kesabaran..! Tanpa berkata.. cepat kumajukan selangkanganku..
kemudian kutekan kuat kontolku sampai menyentuh bibirnya.

“Ayo buka.. Mbak..!!“ Hardikku dengan nada tinggi sambil kupencet hidungnya..
Hingga mau tak mau terpaksa Ratna membuka mulutnya.

”Hmm..” perlahan bibirnya terkuak.. namun sangat kecil.
“Kurang lebar.. Mbak..!!“ Perintahku lagi.. yang disusul terbukanya mulut Ratna lebih lebar lagi.

Slopp..!! Aku langsung mendorong masuk kontolku dengan paksa..
Membuat Ratna membeliakkan mata karena saking besarnya.

“Mmpphmp..!!“ Lenguhnya..
Sama sekali tidak menyangka kalau kontolku akan melesak keras ke dalam mulutnya..

Dia berusaha menahan dengan menekan pinggangku agar benda itu tidak masuk lebih dalam lagi.
Saat itu.. sudah hampir separo batangku yang menancap.

“Ayo.. Mbak.. buka mulutmu.. tinggal sedikit lagi..! Buat apa mbak kubayar kalau bukan buat ini..!?”
Bujukku tak sabar sambil menekan kontolku kuat-kuat hingga benda itu amblas lebih dalam ke mulutnya.

”Diperkosa itu tidak enak lho.. Mbak.. mending nikmati aja kontolku..” kataku lagi membujuknya.
Perlahan Ratna mulai menjulurkan lidahnya dan menjilati kepala kontolku..

Kurasakan sentuhan dan gesekan lidahnya yang begitu nikmat..
Membuat kontolku jadi seperti dielus-elus daging halus mulus.

Sontak aku merasakan horny yang luar biasa.. kontolku semakin mengacung tegak dan mengeras tajam.
Perlahan kutarik dan kumajukan di mulut Ratna yang mungil..

Wanita itupun lantas mengikuti gerakanku..
Kepalanya mulai bergerak pelan mengulum kontolku yang tertanam sesak di dalam mulutnya.

Dia mulai mengemut dan mempermainkannya. Ugh.. membuatku suka dan tergila-gila.
“Iya.. terus.. Mbak.. enak.. isapan Mbak enak banget.. arghh..!!“
Racauku sambil merogoh buah dadanya yang bergelantungan indah..

Perlahan kupijit dan kuremas-remas hingga membuat Ratna menggeliatkan tubuhnya.
Sedikit merintih.. dia terus mengulum kontolku.

”Sambil dikocok.. Mbak..! Aku pengin Mbak bermain dengan kontolku..!!“ Perintahku kemudian.
Tidak membantah.. Ratna kemudian mengocok kontolku pelan-pelan.
Tangannya yang lentik itu tampak tidak sanggup melingkari batangku.

Sambil mengocok.. kuminta dia untuk menjilati ujung dan kantung kemihnya juga.
”Yah.. bagus.. terus begitu.. Mbak.. ughh.. enak banget..” rintihku suka.
Kontolku yang sudah basah oleh air liur itu jadi terasa mudah dikocok olehnya.

“Kita enam sembilan.. Mbak.. siap yaa..?“ Kataku sambil mendorong tubuhnya agar tiduran kembali.
Ratna pun menurut.. dia menggeser duduknya lalu rebahan kembali di sofa.

“Aku suka memek Mbak yang penuh jembut ini..” ujarku sambil naik ke kursi dan mengangkangi tubuhnya.
”Buka pahanya.. Mbak.. uuuh.. sudah basah banget.. Mbak sudah nggak tahan ya..?" Godaku.

"Sabar deh.. aku bikin memek Mbak lebih basah lagi..!“ Kataku sambil membungkuk..
kemudian langsung menjilati memeknya yang basah itu dengan penuh nafsu.

”Sssshhh.. ahhh..” Ratna mendesis dan menggelinjang tak karuan menerimanya..
Tangannya sampai menggapai-gapai meja yang ada di sampingnya.

Sementara aku terus menyapu memek yang basah itu dengan lidahku..
Juga kujilati lubangnya yang sempit berkali-kali..
Serta kuisap dan kucucup cairan yang keluar dari dalam sana dengan sangat rakus.

“Ooh.. aahh.. aaah.. aduh.. jangan keras-keras.. Mas.. geli.. geli banget.. aku nggak tahan.. ughhh..”
Desis Ratna dengan kepala menggeleng-geleng.. mulutnya terus menceracau..

Sampai akhirnya kuturunkan selangkanganku tak lama kemudian.
Tanpa kuminta.. ia langsung melahap dan mengisap kontolku yang berada tepat di depan mulutnya.

“Hmm.. Mbak sudah doyan kontol rupanya..” godaku sambil kembali mempermainkan lubang memeknya..
Aku makin bersemangat menggarap tubuh perempuan cantik yang satu ini.

Dengan rakus terus kujilati lubang memeknya..
Benda itu menjadi semakin basah dan memerah seiring aksi nakalku.

Belum lagi pahanya yang montok.. yang terus kuelus-elus dengan lembut..
Sambil jari-jariku meraba dan mengusap-usap bulatan bokongnya..
Lengkap sudah aku menjelajahi seluruh tubuhnya.

Tubuh kami juga sudah penuh oleh keringat.
Sekarang.. tidak cuma menjilat.. aku juga mulai mempermainkan biji klitorisnya itu.

Kucucup dan kusedot-sedot benda mungil itu..
hingga membuat Ratna makin cepat bermain dengan kontolku.
Kami sudah sama-sama dibuai oleh nafsu.

“Sudah.. Mbak..“ kataku saat sudah tak tahan.. “Aku sudah pengin ngentotin memekmu..”
Ajakku sambil menahan mulutnya yang masih asyik mengulum penisku.

Ratna pun menurut.. dia memberikan penisku.
Aku pun lalu memutar tubuh dan menindihnya.. sekarang kami berbaring saling berhadap-hadapan.

“Lebarkan pahanya.. Mbak.. wuih.. pasti nikmat ngegenjot tubuh Mbak dari atas..” pujiku tulus.
“Iya.. genjot aja tubuhku sepuasmu..” sahut Ratna..
Inilah kalimat pertama yang ia ucapkan dalam sepuluh menit terakhir.

Puas aku mendengar jawaban itu.. berarti dia sudah sepenuhnya bisa menerima kehadiranku.
Kalau begini kan uang yang aku keluarkan jadi tidak sia-sia.

Sambil menurunkan pinggul.. kulumat bibirnya yang tipis. Ratna membalas pagutanku..
sembari membimbing tanganku agar meremas-remas buah dadanya yang sebelah kiri.

Dia sedikit menggeliat saat aku melakukannya..
Apalagi saat kudesakkan kontolku pada lubang memeknya yang basah..

Slephh.. Crebb..! Dia langsung merintih dan menjerit kecil..
“Aaaah.. s-sakit.. Mas..!! Aaaa.. sssh.. pelan-pelan..” lenguhnya merasakan tusukan kontolku.

“Tarik dulu..!! Ughhh..” tambahnya kemudian.
Tidak ingin membuatnya kesakitan.. segera kutarik kontolku hingga ke ujung.. tapi tidak sampai lepas.

Saat dia sudah agak tenang.. slebb.. Jlegg,,!! Baru kutekan lagi..
Dan kali ini dengan sekuat tenaga.. hingga membuat Ratna mendongak dan menjerit panjang.

”Auooughhhh.. Maass..!!” Teriaknya pilu. Segera kubungkam mulutnya dengan ciuman..
Sambil kuatur rambutnya agar tidak menutupi kecantikan wajahnya.

Kubiarkan penisku tetap tenggelam di lubang memeknya.. tapi tidak kuapa-apakan..
Kutunggu hingga ia tenang dan santai.

Sambil menunggu.. daripada nganggur.. aku bermain dengan gundukan payudaranya.
Kuremas-remas benda bulat empuk itu.. sambil tak lupa kucium dan kujilati putingnya..
hingga membuat Ratna menjerit lagi karena kegelian.

Setelah dia agak tenang.. baru kutarik dan kutekan kontolku. Slepp.. clebb.. slepp.. clebb..
Kulakukan secara perlahan.. tapi tak urung tetap membuat Ratna gemetar dan merintih tak karuan.

Bahkan dia sampai membusungkan dadanya ke atas. Clropph.. clroph.. slroph..
Segera kuisap semakin rakus.. sambil kugerakkan kontolku keluar-masuk di lubang vaginanya semakin cepat.

Wuahhhhh..!! Rasanya luar biasa sesak.. tapi sungguh sangat nikmat sekali.
Keringat semakin membanjiri tubuh kami berdua.. padahal hawa saat itu lumayan dingin.

Berkali-kali aku terus turun-naik di atas tubuh sintal Ratna..
Dengan tenaga besar kuhujamkan kontolku dalam-dalam.. agar amblas mentok ke dalam memeknya.

Jlegghh..!! Clebb-jlebb-jlebb..!! “Aaaaaaaahh..!!” Lenguh Ratna dengan nafas ngos-ngosan itu..
Aku terus memberondongnya.. sama sekali tidak memberinya jeda untuk bernafas.

Kukejar bibirnya yang menganga tipis.. dan kulumat sekali lagi..
sambil pantatku terus naik-turun menggenjot tubuh sintalnya.

“Aaah.. Mass.. a-aku.. aku nggak kuat.. aaah..!!“ Erang Ratna dengan tubuh kelojotan tak karuan..
sementara genjotan demi genjotan terus aku lakukan.

Susu besarnya yang tampak bergoyang indah.. segera kupegangi dan kuremas-remas lembut.
Kami terus berpacu dalam gerakan yang saling berlawanan

“Uuh.. memek Mbak enak banget.. uuuh..” Creb-crebb-clebb-clebb-crebb-crebb-clebb..!!
Merasa nikmat.. aku menggenjot semakin cepat.. aku juga sudah merasa tak tahan.

Ratna berusaha mengontrol agar kontolku tidak sampai muncrat di dalam..
Namun karena terbuai oleh serbuan.. ia pun hilang akal..
Hinggaakhirnya pasrah jika aku menggelontorkan spermaku menembus rahimnya.

Uhhhh..!! Kurasakan memek sempit Ratna sangat kuat menjepit kontolku..
Matanya yang bulat tampak terpejam rapat menikmati apa yang sedang kulakukan..
Sementara tubuhnya yang sintal sampai tergoncang-goncang akibat begitu kerasnya tusukan penisku.

Saat itulah.. ia tiba-tiba menjerit keras sambil merangkul tubuhku.
Rupanya Ratna sudah mencapai orgasme.

Dadanya membusung tegak.. saat cairan cintanya menyembur keluar.
Serr.. serr.. serr.. serr.. “Oooooooh..!!!” Jeritnya kuat dengan tubuh menggelinjang.

Kutingkahi teriakannya dengan geraman kasar.. saat aku menyusul tak lama kemudian.
”Aaaaaaaah..!” Erangku sambil kuhujamkan pinggulku dalam-dalam ke lorong memeknya..

Crett.. crett.. crett..! Kusemburkan isi kontolku di sana.
Kami berdua sampai kelojotan bertindihan.. saat cairan kami bertemu dan bercampur menjadi satu.

Ratna tampak ngos-ngosan.. dengan keringat yang membanjir di seluruh tubuh mulusnya..
Sementara aku juga lemas setelah menguras seluruh isi ’tabunganku’.

Kurasakan cairanku begitu banyak.. hingga sebagian meleleh keluar dari sela-sela memek Ratna.
Wanita itu masih terdiam dengan dada naik-turun menggiurkan dan mata setengah tertutup.

Sejenak kami berpelukan..
Namun aku terkejut ketika tangannya tiba-tiba menepuk pundakku keras-keras.

“Kurang ajar.. kenapa dikeluarin di dalam..?“ Sungut Ratna dengan wajah marah.
”Gimana kalo aku sampai hamil..!?” Hardiknya.

”Itu risiko pekerjaan.. Mbak.. terima aja. Ayo.. aku masih pengen lagi..!”
Kutarik tubuhnya dan kududukkan di depanku.. dia tampak syok melihat kontolku yang penuh lendir.

“Jilati.. Mbak.. bersihkan spermaku.. telan semuanya..” pintaku sambil memegangi kepalanya.
Dengan tatapan kosong.. diapun melakukannya.
------ooOoo------

Begitulah.. meski awalnya sedikit memaksa.. akhirnya aku berhasil melampiaskan segala hasrat birahi..
ke tubuh perempuan cantik pindahan dari kota ini sepanjang Sabtu-Minggu.
Oye..! Mumpung suaminya lagi nggak ada.

Beda sama istriku yang garang dan dominan di ranjang.. Ratna ternyata begitu lembut dan empuk..
Tapi sangat sempit dan mencengkeram. Joslah pokoknya. Yah maklum.. orang kota gitu lho.

Setelah puas.. Senin pagi.. aku pun kembali ke basecamp dengan sumringah.
"Gimana.. puas..? Kena bayar berapa..?" Tanya Mas Alim di pintu masuk.
"Puas banget.. Mas. Saya kena enamratus ribu..” sahutku.

"Hah..! Cuma enamratus..? Untuk bensinnya aja bisa abis segitu..?
Kok bisa dapet murah.. rayuan kamu pasti maut..!" kata Mas Alim.

"Bensin..? Bensin apaan..? Kan cuma modal dengkul aja.. ama atasnya dikit.. hehe.. Ya kalo rayuan sih maut.
Tadinya.. dia nolak-nolak gitu deh.. pura-pura Jaim.. tapi setelah aku paksa-paksa.. akhirnya jos juga.
Aku gasak terus dia dua hari ini.."

”Gasak..? Maksudnya..?” Tanya Mas Alim tak mengerti.
"Lho.. bukannya Mas yang nyuruh..? Bukannya Mas juga sering..?" Tanyaku baling.. mulai bingung juga.

"Hah..!? Gila kamu..!! Mbak Ratna kamu entotin..!?" Teriak Mas Alim tak percaya.
Aku mengangguk.. ”Emang salah ya..?” Tanyaku ragu.

"Ngawur kamu. Aku tuh bilang.. kamu datangi dia buat booking mobilnya.
Bukankah di kampung ini hanya dia yang punya mobil.
Nah.. dengan mobil itu.. kamu bisa pulang ke rumah sepanjang week-end.. bermesraan sama istri kamu.. gitu.
Bukannya Mbak Ratna-nya yang kamu gasak..! Dasar g*blok..!" Jelas Mas Alim.

"Oh.. jadi begitu.. hehe.. Walah..! Pantesan kemarin Mbak Ratna awal-awal berontak terus..
Ternyata amatiran toh.. bukan profesional. Gimana nih..? Abis.. dulu Mas instruksinya nggak jelas sih..” kilahku.
"Eh.. kok aku yang disalahin..?" Mas Alim pun ngacir.

Nasi udah menjadi bubur. Tapi tak apa.. buburnya sangat enak sekali.. Aku suka dan tak menyesal telah memakannya.
Bahkan minggu depan aku berniat untuk menggunakan ‘jasa’ Ratna lagi. Hehehe.. E(. )N( .)D
-------------------------------------------------ooOoo-----------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Bimabet
jos markojos, mantep banget udah rutin lagi nih diupdatenya
tapi masih belum dapet cerita yang sesuai selera (seputra rumah tangga, istri dan cuckold) wkkk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd