Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

---------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 163 – Karma..!? [
Part 02]

Rambut kemaluan gadis itu terasa menyapu matanya saat ia meluncur lebih rendah..
menyapukan lidahnya secara perlahan-lahan dari bawah ke atas,
sampai akhirnya ia menemukan biji klitorisnya yang sudah membengkak parah.

“Hmm..” Joki langsung menggigit dan mencucupnya kuat-kuat..
begitu kuatnya sampai membuat Mayang mendorong pantatnya bangun dari ranjang.

“Auw..! Pelan-pelan, Jok..!” Protes gadis muda itu.. napasnya terengah-engah.

Ctikk..!! Joki menjentikkan ujung lidahnya pelan-pelan.
Namun itu pun sudah cukup membuat jus vagina Mayang mengalir deras seperti sungai kecil.

Begitu basah dan manis. Gadis itu menikmatinya sambil merintih bercampur tangis.
Cepat Mayang menjepitkan tangan di mulutnya..
untuk menahan diri agar tidak terlalu banyak mengeluarkan suara.

Dia harus tenang kalau tidak ingin dipergoki oleh para tetangga.
Dengan begitu ia bisa membangun gairah perlahan..
untuk mangantarkannya menuju orgasme besar yang sudah siap menanti.

Menjangkau lebih dalam.. Joki perlahan-lahan meluncurkan jari telunjuknya..
ke dalam belahan kewanitaan Mayang yang masih teramat sempit.

Ia menggesek-gesek lubang basah itu hingga menyebabkan Mayang mengerang lebih kuat lagi.
Tubuhnya mulai gemetar dan ia mendorong maju saat orgasmenya mendekat dengan begitu cepat.
Mendesak ke arah Joki.. ia meremaskan bibir vaginanya ke arah mulut pemuda itu.

“Jok, aku.. aduh.. aduduh..!” Mayang bergidik merasakan lidah Joki yang terus menyerang klitorisnya..
menjentikkan dan mengisapnya rakus di antara bibir dan giginya.

“Aarghhh..!!” Dan dia mengerang lebih keras ketika orgasmenya meledak.
Seluruh tubuh Mayang kejang-kejang seakan tenggelam.
Kepalanya menggeleng-geleng seiring dengan jeritan nikmatnya.

Paha halusnya menggencet kuat wajah Joki.. menjaga mulut pemuda itu agar terus tertekan erat..
ke arah liang vaginanya ketika cairan jusnya menyembur deras, membasahi bibir.. dagu dan pipi Joki.

Ketika otot-ototnya berhenti berkontraksi dan cairan orgasmenya berhenti mengalir..
Mayang akhirnya jatuh runtuh kembali ke ranjang.

Dengan gemetar ia duduk di sana selama kurang lebih satu menit..
sementara Joki sesekali menciumi bibir dan bulatan payudaranya yang sekarang terendam keringat.

“Eh..!?” Joki tersentak ketika merasakan tangan Mayang membungkus di sekitar penis besarnya..
dan perlahan-lahan menggosoknya dari atas ke bawah.
“Mau diemut dulu, atau.. langsung dimasukkan..?” Tanya gadis cantik itu.

Joki melepaskan puting mungil yang sedang diisapnya.
Ia mengangkat wajah dan mencium bibir tipis Mayang dalam-dalam..
lidahnya mendorong untuk membuatnya jadi lebih bergairah.

Di bawah.. tangan Joki tetap terulur meraba-raba kemontokan payudara Mayang..
sementara gadis itu mengusapi batang penisnya dengan jari-jarinya yang halus dan begitu lentik.

“Mbak di atas, ya..?” Joki berbisik ke telinga Mayang.
Tanpa ragu gadis itu meraih baju Joki dan melepasnya..
hingga mereka jadi sama-sama telanjang sekarang.

Selanjutnya dia menggeser sedikit pantat bulatnya untuk mulai mengangkangi Joki.. Slebb..
Kemudian menekan penis keras pemuda itu ke dalam lipatan liang vaginanya yang sudah menunggu.

Mayang beristirahat sejenak.. setelah alat kelamin mereka bersatu erat..
sebelum kemudian mulai menggesekkan biji klitorisnya pada batang penis Joki..
yang sudah licin terlapisi oleh cairan hangatnya.

“Sini, Mbak..” Joki menarik tubuh montok Mayang ke arahnya hingga memungkinkan bagi dia..
untuk menikmati payudara gadis itu sambil pinggulnya mulai bergoyang perlahan.

“Pelan-pelan aja, Jok..” Mayang ikut menekan agar penis Joki bisa meluncur jauh ke dalam liang vaginanya.
“Ahh..” Joki mengerang keras saat dinding-dinding basah hangat terasa menyelimuti batangnya.

Gesekan yang mereka timbulkan mengancam orgasmenya untuk segera menyalip.
Joki buru-buru meraih pinggul Mayang dan menahannya..
agar tidak bergerak, ia tidak ingin klimaks terlalu awal.

“Kenapa, kamu nggak tahan ya..?” Senyum Mayang. Mereka berciuman.
Bahkan dalam posisi diam seperti itu.. vaginanya masih terasa membungkus dengan luar biasa.

Cengkeramannya begitu erat.
Dan jauh di dalam sana.. Joki merasakan kedutan-kedutan ringan yang begitu indah.

“Ahh..” Joki menjauh dari bibir gadis itu.. lalu kembali memusatkan perhatian..
kini ke bulatan payudara Mayang yang menggantung menggiurkan.

Ia isap-isap putingnya yang sebelah kiri untuk yang terakhirkali..
sebelum kemudian Mayang mulai mengambil tindakan.

Pelan ia menggerakkan pinggulnya.. mengurut dan menggesek-gesek batang penis Joki..
dengan cepat dan lebih cepat, begitu mematikan.

Sengaja ia mengubur kejantanan pemuda itu jauh ke dalam dirinya..
sampai akhirnya Joki bersandar untuk menciumnya lagi.

Bibir mereka membuka satu sama lain dengan lidah saling menjelajah panik.
Joki yang tak bisa melupakan kemegahan payudara Mayang..
kembali meraba-rabanya meski semua bagian dari benda itu sudah tuntas ia jelajahi.

“Jok, auh.. aku.. ughh.. uhhhh.. uhhh..”
Mayang tiba-tiba menambah kecepatan. Joki merasa vagina gadis itu berkontraksi kuat.

Joki membantu dengan menjentik dan memenceti puting gadis itu..
sementara Mayang menelan batang penis Joki jauh-jauh ke dalam dirinya dan mengerang keras.

Tubuhnya gemetar begitu deraan klimaks mencuci segala gairahnya.
Orgasme itu mengalir selama kurang lebih satu menit..
sampai akhirnya semuanya berangsur-angsur menjadi tenang.

Mayang membuka mata dan mengambil waktu untuk kembali menggerakkan pinggulnya.
Seperti dalam gerak lambat yang diperpanjang.. Joki memastikan untuk menikmati setiap genjotannya.

Mayang melepaskan ciuman dan menatap jauh di mata si pemuda.
"Keluarkan pejuhmu di dalam, Jok. Tidak apa-apa..”
Pintanya sambil mendorong pinggul lebih kuat, melemparkan Joki ke tepian.

“Arghh..!!” Joki pun berteriak dalam kenikmatan. Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..!!
Gelombang demi gelombang cairan kental meroket dari dalam batang penisnya..
jauh ke lubuk di lorong kewanitaan Mayang.

Ia isi rahim gadis itu dengan benihnya yang sangat banyak..
sampai akhirnya mereka berdua sama-sama runtuh. Lelah tapi sangat puas.

Mayang mengangkat kepalanya sedikit agar dia bisa melihat Joki.
“Terimakasih, Jok..” katanya berbisik.
Joki tersenyum balik.. “Iya, sama-sama, Mbak..” jawabnya..

Dan dengan itu Mayang berbaring di dalam pelukannya..
membiarkan Joki menikmati rasa tubuh telanjangnya yang begitu hangat dan empuk.
----oOo----

Joki menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Dia terus melangkah saat dilihatnya Irwan menyeringai di depan bengkel tempat mereka bekerja.

“Dari mana saja kamu..?” Tanya Irwan. Joki cuma mengangkat bahu.
Manalah mungkin dia bilang kalau habis bercinta dengan cewek yang baru ditemuinya di bus kota.

Irwan pasti tidak akan percaya.. seperti biasanya.
Irwan terlalu lugu.. bahkan setelah dua tahun tinggal di kota.

Dia adalah teman masa kecil Joki yang diajaknya bekerja di bengkel..
setelah mereka tak sengaja bertemu di terminal.

Joki kasihan pada pemuda itu.. sudah berumah tangga tapi masih luntang-lantung tak jelas.
Dengan bantuan dan rekomendasi dari Joki.. Irwan bisa jadi pekerja kasar di bengkel Koh Ahong.

Meski gajinya tak seberapa.. tapi masih bisa disisihkan untuk dikirim pulang.
Irwan terlihat sangat mensyukurinya.. dan Joki senang melihatnya.

“Jangan bilang kalau kau barusan bertemu sama cewek cantik..” kata Irwan.
Joki melangkah perlahan ke arah bangku tinggi. “Kalau iya, memangnya kenapa..?”

“Ah.. jangan main-main kau..” kata Irwan. “Hati-hatilah, Jok.
Perbuatan bisa membawa karma. Di Kota Metropolitan begini, apa saja bisa terjadi.
Seorang yang kita kira istri baik-baik.. ternyata punya penghasilan sebagai gadis panggilan.
Yang kita kira gadis, ternyata janda. Kita hanya mengenal manusia lain selintasan saja..”

Joki mengangguk muram. Mungkin kata-kata temannya itu ada benarnya juga.
Dari lusinan wanita yang dikenal oleh Joki, tak satu pun yang sreg di hatinya.

Semuanya hanya jadi mainan atau tempat pelampiasan nafsunya saja. Tidak lebih dari itu.
Padahal Joki kadang juga mengharapkan lebih.

Di usianya yang sudah tidak lagi muda.. ia ingin membina rumah tangga.
Namun bidadari yang ia tunggu masih belum muncul juga.

“Mau minum..?” Tanya Irwan. Joki mengangguk tak acuh.
Keberadaan Mayang sempat memunculkan harapan di hati Joki.

Gadis itu terlihat baik dan lugu di awal perkenalan mereka.
Sebenarnya Joki tidak berniat untuk menidurinya.. dia ingin mengenal gadis itu lebih jauh..
dan kalau mungkin membina hubungan yang serius dengannya.

Namun pengakuan Mayang yang blak-blakan membuat Joki jadi berubah pikiran.
Begitu Mayang menyatakan kalau ia adalah istri simpanan seorang pengusaha besar..

Joki pun menaruhnya sejajar dengan Narsih.. Lastri.. Yuli dan selusin gadis-gadisnya yang lain.
Joki menidurinya.. merasakan kehangatan tubuhnya.. lalu meninggalkannya.

Lampu-lampu kota cemerlang bagai bintang.
Langit yang tadinya kelam, tiba-tiba membiaskan cahaya terang. Joki membisu.

Dia meneguk minumannya. Matanya nanar menatap jalan di depan bangunan bengkel.
“Apa yang kau pikirkan..?” Kata Irwan lagi.

“Apa perlu aku menceritakannya padamu..?” Kata Joki jengkel.
“Lantas..?”

“Aku memikirkan diriku sendiri..”
"O, bagus..! Aku juga mau memikirkan diriku. Kau punya uang..?” Tanya Irwan.

“Untuk apa..?”
“Mau kukirimkan ke kampung. Sudah lama aku tidak menafkahi istriku..”

“Ah..!” Keluh Joki. “Boros sekali kau. Baru juga kemarin kita gajian..”
“Hei.. gajiku kan habis buat bayar utang.
Tau sendirilah.. selama menganggur.. aku makan dengan berutang..”

Joki mengangguk muram.
Kehidupan sahabatnya yang satu ini memang sangat sulit. Ia jadi tak tega.
“Butuh berapa..?” Tanyanya sambil merogoh dompet.

“Limaratus ribu saja. Gajian minggu depan langsung kuganti..”
Joki diam.. namun tangannya mengulurkan lembaran merah sebanyak lima buah.
“Terimakasih, Jok. Kau memang teman yang baik..”

Sempritan petugas parkir melengking tinggi..
bercampur dengan deruman kendaraan yang berlalu-lalang.
Suasana hiruk, tetapi lengang di hati Joki.

“Ayo masuk, kau tadi dicari sama Ci Julia..” kata Irwan.
“Mau apa dia..?” Kata Joki separo heran.

Bayangan perempuan berwajah oriental dan berbadan sintal melintas dalam benaknya.
“Tak tau.. pokoknya kau disuruh menghadap di kantornya. Sekarang!”
“Aku lebih senang di sini..”

“Alaaa, aku tau apa yang sering kalian lakukan di kala berdua..”
Kata Irwan sembari membayar minuman mereka, dan dia menyeret tangan Joki ke dalam.

“Cepat.. mumpung Koh Ahong lagi tidak ada..”
Joki mengikuti tarikan Irwan dengan sikap tak acuh.

Dia berjalan seperti gerobak yang rodanya terbenam di tanah becek.
Padahal mereka berdua berjalan di lantai yang mulus.
Semulus kulit paha Ci Julia yang sering dikecupi oleh Joki.

Tetapi, sekarang Joki hanya melangkah dengan tangan di dalam saku.
Kaki celananya mengibas-ngibas.

Sehabis pertemuan dengan Mayang..
ia jadi malas mengahadapi nafsu Ci Julia yang sedikit ugal-ugalan.

“Kau saja yang gantikan aku, Wan..” kata Joki dengan nada malas.
“Heh, mana bisa..?”

“Bisa saja..”
“Ah, jangan membolak-balik omonganku..”

“Ah..!” Dengus Joki.
“Aku tak bisa, Jok..” sahut Irwan.

“Kau tau sendiri kan, aku tak pernah neko-neko. Sejak dulu, hidupku lurus-lurus saja.
Lagian, aku juga sudah menikah. Aku tak bisa mengkhianati istriku..”

“Ini bukan soal lurus atau bengkok. Tapi, aku memang lagi capek..” sela Joki.
“Kamu mau bertobat, ya..? Wah..” Irwan tertawa ngakak.

“Ya. Aku kehilangan gairah untuk bercinta dengannya..” Joki berterus-terang.
“Wah.. hebat..!” Seru Irwan.

Badannya berputar..
mengikuti arah tatapan Joki pada perempuan setengah baya yang sedang duduk di balik meja.

Keduanya berhenti melangkah..
kemudian mengawasi tubuh semampai yang hanya disekat oleh dinding kaca itu.

“Kayak Sophia Latjuba ya..!?” Lanjut Irwan komentar.
“Sekarang sudah ganti nama jadi Sophia Muller..” kata Joki.

Irwan tertawa dan menatap pinggul Ci Julia yang bergoyang bagai bandul jam..
ketika perempuan itu bergeser dari kursinya.

“Kalau cari bini, jangan pilih yang tubuhnya kaya dia..” kata Irwan.
Joki melirik sahabatnya. “Lho, memang kenapa..?” Irwan tersenyum.

“Carilah yang kurus.. jadi setelah melahirkan akan segar seperti Ci Julia.
Tapi bila kau pilih yang segar sekarang, setelah melahirkan akan jadi kerbau betina..”

Joki tertawa. Sama sekali tak menyangka temannya yang kurus ini bisa punya pikiran semacam itu.
Tapi, apa yang dikatakan Irwan memang benar juga.

“Kok ketawa..?” Tanya Irwan, heran.
“Ah, tidak..” kata Joki cepat-cepat.

“Kau ngetawain seleraku ya..?”
“Ah, tidak. Aku cuma geli, membayangkan kau terapung-apung di atas tubuh istrimu..”

“Hei..” Irwan menyentak.
“Jangan salah ya, istriku bukan kerbau betina. Dia segar seperti Ci Julia..”

“Ah.. mana ada gadis desa memiliki tubuh seperti orang kota..?”
Irwan menatap tubuh Joki.. lalu mendengus perlahan.

Joki tertawa senang, karena merasa menang.
“Maaf, bukan maksudku untuk menghinamu..” lanjutnya tau diri.

“Sudahlah..” Keduanya bertatapan, lalu sama-sama tersenyum.
Mereka memang tidak pernah saling mendendam.

“Perempuan seperti apa yang kau sukai, Jok..?” Kata Irwan.
“Untuk jadi pacar atau jadi bini..?”

“Emang beda ya..?”
“Tentu saja. Untuk pacar, kau cari yang erotis. Yang besar sex-appeal-nya.
Karena di masa itu kita suka bertualang. Sedang kalau istri, carilah yang romantis.
Jadi kita akan betah di rumah dan tak akan kuatir bila meninggalkannya jauh-jauh.
Diumpamakan binatang, pacar adalah kuda liar, sedang istri adalah kucing anggora..”

“Bagaimana membedakannya..?” Tanya Irwan dalam nada tak percaya.
“Bisa dilihat dari mukanya. Terutama mata.
Ya, mata bisa mengungkapkan apakah seorang gadis itu romantis atau erotis.
Apakah peka perasaan atau peka birahi..”

Lalu Joki tertawa mengakak.. membuat Ci Julia mengangkat muka untuk mengawasi.
Untung kacanya gelap, jadi dia tidak mengetahui keberadaan mereka berdua.

“Apa tandanya, Jok..?”
“Itu hanya bisa diketahui dari pengalaman..” jawab Joki menyombong.

“Kutebak, Ci Julia termasuk tipe kuda binal..” kata Irwan tiba-tiba.
Joki tersenyum membenarkan.

Ya.. Ci Julia memang kuda binal, yang selalu dipacunya di kala Koh Ahong tidak ada.
Sejenak wajah perempuan itu melintas.

Joki membayangkan pipinya yang bundar.. matanya yang redup..
dan bibirnya yang senantiasa basah. Juga badannya yang gempal..
dadanya yang menggunung indah..
dan goyangan pinggulnya yang tak bisa lenyap dari ingatan.

“Bagaimana kau bisa akrab dengan kuda itu..?” Tanya Irwan.
“Aku juga tak tau.
Tiba-tiba saja kami akrab dan saling mengisi bertukar kenikmatan..” kata Joki datar.

“Ooo..” Irwan bergumam..
dengan kepala menekuri lantai bengkel yang belepotan bekas minyak dan ban.

Joki juga menatap garis-garis hitam yang malang-melintang itu..
serta kecantikan gawat yang kini menunggunya di dalam ruangan.

Bibir Ci Julia yang mengelopak bunga mawar siap menyambut kedatangannya.
Juga bokong dan buah dada indahnya yang selalu bisa membuat Joki melongo.

Agaknya tubuh sintal itu memang menyimpan potensi yang bukan main hebatnya.
Joki menghmbuskan napasnya. Tak perlu menunggu lebih lama, ia pun masuk.

Ci Julia menyambutnya dengan senyuman. Bajunya yang merah menyala..
tampak serasi dengan rok hitam yang ia kenakan.. mengesankan..
bagaimana pakaian itu nyaris bedah sebab terlalu ketat membungkus badannya yang sintal.

Di depan pintu.. Irwan menatap untuk yang terakhirkali sambil mengacungkan jempolnya.
Kode ucapan ‘selamat bertempur’ untuk sahabatnya itu.

Joki duduk diam, sementara Ci Julia mulai membuka obrolan.
“Sudah daritadi lho aku menunggumu..”

Joki memperhatikan setiap gerakan perempuan itu.
Ci Julia menuang minuman bersoda ke dalam gelas.

Hati-hati sekali dia menuang sebab khawatir busanya melimpah keluar gelas.
Meski sudah tidak muda lagi, tapi istri majikannya itu terlihat tak kalah dengan gadis remaja.

Wajahnya yang mungil terlihat innocent, menyimpan sejuta kenikmatan. Matanya redup.
Bibirnya mungil dan hidungnya bangir, membuat paras orientalnya jadi semakin menarik.

Jika dia pandai menyanyi, dan ada produser yang mengorbitkannya..
bukan mustahil Ci Julia akan menjadi salahsatu artis tenar di negeri ini.
Karena dia memang memiliki modal untuk itu.

“Minum, Jok..” kata Ci Julia. Joki cuma menggumam.
Mata perempuan itu mengerjap. Lalu dia tersenyum.

Matanya menyimpan keletihan, mungkin karena sudah capek menunggui bengkel sejak pagi tadi.
Ia mengusap busa minuman di bibir dengan lidahnya, sebuah teknik pancingan yang sangat sempurna.

Joki menatapnya dan tersenyum. Perempuan itu ikut tersenyum.
Joki teringat bagaimana pertamakali mereka melakukannya.

Semuanya berawal dari beberapakali senggolan ketika melintas ke kamar mandi.
Untuk semua karyawannya, Koh Ahong menyediakan mess kecil di belakang, dan di sanalah Joki menginap.

Setiapkali senggolan.. apalagi itu terjadi di pagi hari.. sementara rumah masih sepi..
mulai memunculkan desir-desir aneh di antara keduanya.

Maklumlah.. bangun pagi hari selamanya menimbulkan suasana yang lain bagi seorang bujangan.
Celana menjadi sempit.. dan biasanya hanya akan reda jika diguyur oleh air dingin.

Tetapi, badan sintal Ci Julia benar-benar mengundang imajinasi yang bukan-bukan.
Maka dari senggolan.. –entah disengaja atau tidak..– gampang sekali menimbulkan pijar-pijar..
yang membuat jantung menggelepar dan riak menyumbat tenggorokan.

Begitulah. Tanpa menunggu lama, peristiwa itu pun terjadi.
Joki berhasil menggagahi tubuh montok Ci Julia untuk yang pertamakali di kamar mandi.

Selanjutnya.. mereka berpindah-pindah tempat, tergantung situasi dan kondisi.
Tapi yang jelas.. selalu menunggu ketika Koh Ahong lagi tidak ada, sama seperti sekarang.

Perempuan cantik itu masih menatapnya.
Dan mata itu seperti mata perempuan-perempuan lainnya..
sepenuhnya takluk dan menyerah pada pesona kelelakian Joki.

“Ada perlu sama saya, Ci..?” Tanya Joki.
“Begini..” kata perempuan itu, lalu dengan basa-basi menerangkan hasil bengkel hari ini.

“Hm..” gumam Joki.
“Hm..” Ci Julia menirukan. Dia berlagak jinak.. tetapi bukan itu aslinya.

“Akan saya hitungkan persenan buat bayaran teman-teman, tapi nanti di kamar..” kata Joki.
“Lebih baik sekarang aja, di sini..”

“Di sini..? Dengan Ci Julia yang cantik, bagaimana saya bisa ngitung dengan benar..?”
Perempuan itu tersipu. “Ah.. masa’ sih..?” Bibirnya terlipat. Joki tersenyum.

Ci Julia berpindah duduk di sampingnya.
“Kalau kamu mau tidur.. ayo aku temani..” bisik perempuan itu.

“Di kamarku aja, Koh Ahong tak pulang malam ini..”
Joki menatapnya. Mata perempuan itu menyorotkan kesungguhan.

Joki mengamati wajah cantik Ci Julia yang berada di dekat bahunya.
“Saya tak kuat melayani Cici..” katanya berterus terang.

“Badan saya rasanya capek semua..”
“Nanti aku pijitin dulu..” tandas Ci Julia.

Joki terpana. Bayangkan.. majikan memijiti anak buah.. pikiran darimana pula itu..?
Tetapi akibatnya, Joki jadi tidak bisa menolak.

“Ayo, Jok, tiduran di kamarku..” kata perempuan itu berbisik.
Joki menatapnya dalam-dalam. Mata Ci Julia jernih dalam memandang.
Penuh harap. Dan tanpa sadar Joki pun mengangguk.

Cepat sekali Ci Julia menggelandang tangannya.
Joki mengikutinya pelan-pelan dari arah belakang. Perempuan itu terlihat tersenyum lega.

Dia mengunci pintu kamar secara terburu-buru.. sementara Joki duduk di pinggir ranjang..
sambil mulai membuka baju dan celana panjangnya.

Ci Julia menatap.. rambutnya yang halus dan berombak..
jatuh menutupi dua bongkahan besar di depan dadanya.

“Tidurlah, Jok..” katanya setelah Joki telanjang.
Dia kemudian ikut menelanjangi diri dan duduk di samping ranjang dengan kaki menjuntai.

Kelihatannya dia agak nafsu juga melihat adik manis Joki..
yang menyembul dengan gagah di dalam sarangnya.

Joki berbaring menelungkup, matanya menatap lantai kamar yang terlapisi karpet tebal.
Lalu mengedarkan pandang ke dinding..
begitu Ci Julia mulai menyentuh punggungnya dan memijit dari atas ke bawah..

"Wah.. pijitan Cici enak juga ternyata..” puji Joki.
"Nanti kamu akan merasakan yang lebih enak lagi..” jawab perempuan itu.

"Oh, jadi servis plus nih..?"
"Mmm.. buatmu, aku senang melakukannya, Jok."

Pijatannya semakin ke bawah dan sekarang tangan Ci Julia menari di pinggang Joki.
Rasanya yang geli-geli nikmat membuat kemaluan Joki pun mulai bereaksi secara kimia.

“Kamu pernah dipijat sebelum main, Jok..?” Tanya perempuan itu.
“Hmm.. pernah..” Joki menjawab pendek.

“Di mana..?”
“Di rumah..”

“Kamu betul-betul punya istri..?”
“Istri orang..” kata Joki diiringi tawa.

“Wah, itu berdosa..”
“Lalu, kalau di sini, tidak berdosa..?”
“Berdosa juga, tapi lebih ringan..” Tawa Ci Julia meledak. Joki ikut tertawa.

“Tak takut masuk neraka, Ci..?” Tanyanya kemudian.
“Iya dong. Tiap orang takut masuk neraka..”

“Lalu, kenapa Cici masih melakukannya..?”
“Kamu sendiri, kenapa masih mau juga..?” CONTIECROTT..!!
-----------------------------------------------oOo-------------------------------------------
 
-------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 163 – Karma..!? [Part 03]

Joki tidak menjawab
. Dia tersenyum. Ci Julia tertawa dan mulai memijit-mijit bahu Joki.
Wajah perempuan itu sangat dekat dengan muka Joki.

Kulitnya yang putih pucat dan kehalusan parfumnya tercium harum.
Bibir Ci Julia yang tipis-kecil tampak mengulum basah.

Sesekali mengintai juga giginya yang kecil-rata dan putih.
Nyaris Joki ingin menciumnya ketika Ci Julia menempelkan bibir ke pipinya.

Dengan halus Joki mendorongnya. Lalu tak acuh menggeser tubuhnya.
“Lebih baik kamu berbaring di sini, Jok. Balikkan badanmu..” katanya meminta.

Joki langsung telentang.
Tentu saja batangnya yang sudah ereksi berat terlihat semakin menggunung.

Joki merenungi langit-langit kamar..
dan ia bergidik sedikit ketika kulit lengannya bergesekan dengan paha lembut Ci Julia.

Ada jalaran halus. Tetapi.. karena Joki masih ingin mengulur-ulur waktu..
maka birahi yang akan bergerak itu pun berusaha ia padamkan.

Ci Julia memiringkan kepalanya sehingga menghadap Joki.
Embusan napasnya sampai ke leher lelaki itu. Dan, tangannya mengusap pipi Joki.

"Wah.. belum-belum apa sudah ngaceng gini.."
Godanya sambil memegangi kemaluan Joki dengan jari-jarinya yang lain.
Perempuan itu melingkarinya, seakan ingin mengukur besarnya.

“Jangan dulu, Ci!” kata Joki menepiskan tangan itu. “Tadi ‘kan janjinya aku mau dipijat dulu. Ingat..?”
“Ya..” desah Ci Julia perlahan. Lalu tangannya ditarik.. dan dia hanya berani memandangi wajah Joki.

Hanya sebentar perempuan itu diam.. sebelum kemudian dia merapatkan kepalanya ke kepala Joki.
Pipi mereka bergesekan.
Bibir perempuan itu menjalar-jalar di sepanjang leher Joki, membuat lelaki itu merinding.

“Aku pingin menciummu, Jok..” kata Ci Julia. Ada desah di leher Joki.
Dan perempuan itu bergerak, lalu.. hup..! Bibirnya menangkap bibir Joki.

Terasa lunak dan hangat. Apalagi saat lidah perempuan itu berusaha menembus bibir Joki. Hangat. Licin.
Ah.. tubuhnya harum. Joki menahan napas. Dia tersengal.

Lalu dia dorong kepala perempuan itu hingga kecupannya terlepas.
Joki menghela napas sedalam-dalamnya.
Mulutnya penuh berisi ludah perempuan itu. Ah..! Terasa begitu panas.

Lalu.. sembari menutup mata, Joki menelan liur itu dengan kerongkongan terasa kejang.
Joki bernapas bagai baru saja terlepas dari tindihan begitu Ci Julia mendekatkan kepalanya lagi.

“Masih mau pijit..?”
“Ah.. entahlah..!” Kata Joki.

Ci Julia kembali meremas-remas batang kejantanan Joki yang sudah berdiri tegak.
“Ck.. ck.. ckk.. besar amat punyamu. Berapakali kamu latih ini tiap hari..?" Katanya sembari tertawa.

Joki terdiam. Tetapi, tangannya mulai mengusap-usap tonjolan daging besar..
yang menggantung di dada majikannya.

“Cici pandai merayu..” katanya kalah.
“Tangan Cici tak bisa diam kalau dekat laki-laki di ranjang..!”

Seperti tersengat strom..
perempuan itu menyentuh kepala kemaluan Joki dengan penuh nafsu, dan mengelusnya.

Tentu saja Joki jadi kaget dan keenakan. "Ah.. mau Cici apakan itu..?" Tanyanya.
"Tenanglah, belum waktunya..”
Ci Julia mengelusnya dengan lembut dan merabai juga kantong zakar Joki.

"Wah.. ahh.. jangan dulu, Ci. Nanti aku keluar..” sergahnya.
"Haha.. baru digitukan aja sudah mau keluar..? Payah kamu..!” Ledek perempuan itu.

"Entar lagilah. Pijitin dulu badanku, Ci.." kata Joki.
"Oke..” Ci Julia kembali menggerakkan tangannya, memijat tangan dan dada Joki.

Lalu dia naik dan duduk di atas perut pemuda itu.
Wah..! Belahan dadanya yang putih mulus pun kelihatan.. Joki terbelalak memandanginya.

"Montok bener tetek Cici..” gumamnya dengan tangan mulai bergerilya meraba dan memeganginya.
Perempuan itu mengerjap, pijatannya otomatis terhenti. Keduanya membisu.

Hanya terdengar helaan dan hembusan napas yang didenguskan perlahan-lahan.
Joki menatapnya.
Setelah agak lama merabai gunungnya, ia pun menyuruh perempuan itu untuk turun dari perutnya.

“Kenapa.. berubah pikiran ya..?” Tanya Ci Julia.
“Sudah.. cepat ke sini, Ci. Adikku sudah tak sabar menunggu, kasihan dia.."

Joki mengocok batang kemaluannya yang sudah mengacung keras.
“Emang punyamu aja yang sudah gatal..?”

Kata perempuan itu sembari mengambil minyak pijat dan dioleskan ke kemaluan Joki.
"Ehm.. ahh..” Joki pun menggelinjang. Namun perempuan itu seakan tak peduli..

Malah tangannya semakin cekatan memainkan kemaluan pemuda itu.
Bahkan mulai mengisapnya seraya tangannya mengelus-elus buah zakar Joki yang mungil kembar.

"Aduh.. arghh.. jangan, Ci. Aku jadi mau keluar..!"
Seru Joki saat merasakan kemaluannya mulai berdenyut keras.

Ci Julia terus mengulumnya, dan akhirnya.. Croott.. croot.. crooott..!!
Mani Joki memancar dengan begitu derasnya.

Perempuan itu terus mengocok seakan mani Joki tak ada habisnya.
"Aahh..” Joki melenguh panjang, badannya mengejang.

Ci JuIia yang memang suka dengan cairan pejuh.. segera menjilati semuanya hingga bersih.
Joki pun lemas.

“Gimana.. enak kan..? Tapi kamu payah.. baru digitukan aja sudah KO..” godanya.
"Hmm.. habis siapa yang tahan.."

“Tuh kan lemes.. punyamu mengkerut lagi..”
senyumnya sambil memainkan kemaluan Joki yang sudah tak berdaya.

“Entar ya.. nanti kukerasin lagi..” katanya menambahkan.
"Ahh.. Okelah..” Joki pasrah.

Perempuan itu mulai memijat lagi.
Kali ini ia mengurut pahaku dan terkadang menjilati kemaluan Joki yang sudah lemas.

"Ihh.. lucu ya kalau sudah lemes, kecil..!" Katanya mengejek.
Joki yang merasa kalah, hanya terdiam saja.

Sembari memijat paha, Ci Julia juga menggesek-gesekkan dadanya yang montok ke kaki Joki.
Terasa kenyal sekali!

"Jangan lihat-lihat, nanti nafsu lagi lho..!" Katanya menggoda.
"Kan memang itu yang kita cari..” Joki menjawab sambil mengelus..
dan mengocok-ngocok sendiri batang kemaluannya sembari melihat ketelanjangan tubuh Ci Julia.

"Wah, dasar tukang coli." serang perempuan itu.
"Biar aja.. akan kubuktikan pada Cici kalo aku masih mampu." kata Joki dengan penuh semangat.

“Ah.. tidak usah. Aku percaya kok. Kamu kan memang pejantanku..”
Dan benar juga.. tak butuh waktu lama..

Kemaluan Joki yang tadinya tidur dan lemas lambat laun mulai naik dan mengeras kembali.
"Tuh.. sudah berdiri lagi..” Joki berkata girang.

"Wow..! Cepat banget..” Tidak ingin melewatkan kesempatan itu..
Ci Julia segera menempatkan tubuhnya untuk mulai menindih pemuda itu.

"Uhh.. pelan-pelan, Ci..!" Kata Joki mengingatkan.
"Biar aja.. habis kontol kamu napsuin sih.."

Seru Ci Julia dengan gunung kembar terlihat bergoyang-goyang.. indah sekali.
Sementara lubangnya yang masih bagus dan berwarna merah muda.. mulai membelah

Slebbb.. perlahan menelan batang penis Joki pelan-pelan.
"Emm.. nikmat, ayo terusin, Ci.." desah Joki sambil menjilati puncak gunung Ci Julia penuh nafsu.

Tanpa basa-basi mereka mulai saling menggoyang..
saling menggerakkan kemaluan yang menancap kuat satu sama lain.

"Argh.. ihh.. sshh..” meski sudah sering merasakannya..
perempuan itu tetap saja kaget menerima hujaman pusaka Joki yang besar dan panjang.

"Uahh.. enak, Ci..!!” Mulut Joki megap-megap seperti ikan yang kekurangan air..
membuat Ci Julia jadi semakin bersemangat dalam memompakan tubuh sintalnya.

Tapi karena terlalu bernafsu.. ia jadi tidak bisa mengontrol napas dan nafsunya
"Heggh.. ahh.. ehmm.. aku mau keluar, Jok! Ahh..!" Jeritnya.

"Sshh.. tahan, Ci. Tanggung nih.. ntar kita sama-sama!"
Namun perempuan itu sudah tak tahan lagi.

Tak lama kemaluannya sudah berdenyut kencang, dan.. "A-aku keluar, Jok..!!"
Erangnya dengan cairan panas memancar bertubi-tubi..
mengguyur batang penis Joki yang masih menancap erat.

“Ugghh..” begitu selesai, Ci Julia pun langsung tumbang lemas.
"Aduh.. gimana nih, Ci.. aku kan masih nanggung..?" Tanya Joki.kentang.

Ci Julia sudah tak bisa berkata lagi. Eh tapi.. ada linangan di pinggir matanya.
Lalu, butir-butir air mata itu menggulir ke bantal.

Joki bangun dari posisi baringnya hingga tautan alat kelamin mereka jadi terlepas.
Dia mengawasi perempuan itu lebih teliti lagi. Ya, Ci Julia menangis.

“Kok menangis, Ci..?” Tanyanya bingung. Ci Julia tak menjawab.
Dia tetap menatap langit-langit kamar. Pandangannya tentulah baur oleh air mata.

“Kenapa, Ci..?” Joki menggoyang bahu perempuan itu.
“Tak apa-apa. Tak apa-apa..” kata Ci Julia cepat-cepat. Suaranya tersekap.

Dia menghapus matanya. Telapak tangannya basah.
“Aku cuma bahagia karena sudah kau beri kenikmatan. Suamiku tidak pernah bisa melakukannya..”

Joki menarik bahu perempuan itu hingga mereka duduk berhadap-hadapan.
“Saya juga senang bisa memuaskan Cici..” kata Joki sembari mengelus dagu perempuan itu.
“Iya, Jok..”

Lalu keduanya membisu. Pelan-pelan senyuman Ci Julia mekar.
“Bagaimana kalau aku cerai dengan suamiku dan kita menikah..?” Tanyanya mengagetkan.

“Eh, j-jangan, Ci..” sergah Joki.
Sebusuk-busuknya dia, Joki memang tidak ingin merusak rumah tangga orang.

“Kenapa..?” Tanya Ci Julia.
“Kita tetap begini saja. Yakinlah, Ci. Pernikahan hanya akan memadamkan gairah kita berdua..”

“Wah, kok aneh..?”
“Iya. Pokoknya jangan. Lagian, saya juga belum ingin menikah..”

Air mata Ci Julia telah kering, tetapi matanya sempat merah.
“Yah.. baiklah. Kalau memang itu yang kamu inginkan..”

“Eh, tadi aku kan belum keluar. Gimana nih..?” Kata Joki.
Perempuan itu tersipu. “Ya kita lanjut lagi. Ayolah..”

“Ayo..” Joki merapatkan kepalanya.
Dan, dia menggesekkan mulutnya ke bibir Ci Julia. Mata perempuan itu terpejam.

“Suamiku biasanya berlaku kasar, Jok..” kata Ci Julia.
“Dia rakus. Kalau mencium seperti babi yang lagi makan. Seolah-olah takut ada yang tersisa..
dan tidak mendapatkan yang sebanyak-banyaknya..”

“Oh, ya..?” Kata Joki sebelum mengulum bibir perempuan itu.
Entah berapa lama lidah Ci Julia terpilin-pilin dalam mulutnya.
Wajah perempuan itu kembali memerah.

Seekor cicak merambat pelan-pelan di dinding. Lalu berhenti, menunggu, dan.. hup..!
Tetapi, nyamuk yang hendak ditangkapnya lolos. Tentulah cicak itu jengkel.

Dia meneruskan rambatannya ke pojok kamar. Ada cicak lain di situ.
Lalu.. dua cicak, jantan dan betina berkejaran. Kedua binatang itu dilibat birahi yang teramat panas.

Sama seperti Joki dan Ci Julia yang sekarang bertindihan mesra di atas ranjang.
Keduanya saling mengayun dan menusuk untuk menuntaskan hasrat terlarang.

Ketika saat-saat menggelora akhirnya berlalu, Ci Julia tampak tersenyum puas.
Wajahnya yang cantik terlihat murni, sungguh, bagai anak kecil yang belum mengenal dosa.

Bagaikan lenyap penderitaannya selama bertahun-tahun.
----oOo----

Derai piring yang terjatuh, lalu hingar-bingar terdengar. Joki tersentak. Dia membuka mata.
Tetapi, aduuuh, silau..! Dia kembali memejamkan mata.

Kesadaran samar-samar muncul lebih jelas di kepalanya.
Hari pasti sudah pagi. Matahari telah menembus ventilasi.

Sorotnya persis menimpa muka Joki yang terbaring di ranjang. Ludahnya pahit.
Terlalu banyak mencium dan meminum air liur Ci Julia tadi malam.

Kehingarbingaran itu berasal dari luar.. dari para pekerja bengkel yang sudah memulai aktivitas.
Joki duduk di pinggir ranjangnya sambil mereka-reka apa yang akan dikerjakannya hari ini.

Keinginannya untuk kencing ia tahan. Dia malas bangun.
Lalu tangannya meraba kretek di meja dekat tembok.
Joki merokok sembari menatap langit-langit kamar yang kotor.

Di luar.. Matahari bersinar cerah. Lalu terdengar teriakan salahsatu anak buahnya..
disusul kemudian suara cecaran Ci Julia yang tak ingin dibantah.

Kesibukan di bengkel yang mulai rame membuat Joki tak kerasan berlama-lama di kamar.
Kebisingan menyeruak ke dalam kamarnya..
mengobrak-abrik ketenangan yang semula masih ingin mengendap di kepalanya.

Maka Joki memutuskan untuk pergi ke luar.
Matahari melemparkan kehangatannya begitu ia membuka pintu kamar.

Beruntung bayangan pohon akasia di halaman depan menimbulkan imaji sejuk.
Yang hangat dan yang sejuk, itulah kenyamanan yang ia cari.

Joki menghirup udara pagi. Paru-parunya lahap menerima udara segar.
Dia mengedarkan pandangan berkeliling.
Bangunan bengkel yang besar namun pengap terasa akrab di hatinya.

Ada perasaan kerasan berada di lingkungan itu.
Selama ini, bengkel hanya merupakan tempat singgah bagi Joki.

Ini akibat kesibukan pekerjaan yang menyita waktu.
Tetapi, sekarang tak ada lagi yang memburunya.

Dia seorang mandor, bebas untuk menyuruh anak buahnya mengerjakan apa saja.
Dia tidak diuber oleh kewajiban apa pun. Satu-satunya tugas Joki hanya melapor pada Ci Julia..
Dan juga tentunya.. memuaskan perempuan itu, seperti semalam.

Lantai berlapis oli membenam di ujung sepatu Joki. Ujung celananya yang sempit terasa ketat.
Ia melangkah perlahan, tetapi pasti.
Ci Julia menyapanya di ujung pintu.. memberinya kerlingan nakal.. tapi Joki malas untuk membalas.

Di dalam bengkel, dia berpapasan dengan seorang gadis yang sedang menunggui mobilnya.
Jilbab gadis itu mengambang.

Pakaiannya yang panjang namun sedikit ketat.. berdesah-desah dalam setiap gerakan.
Kepala Joki berputar mengikuti lekuk tubuh anggun itu. Lumayan juga, pikirnya.
Pagi-pagi sudah diberi suguhan indah.

“Permisi, mbak. Ada yang bisa saya bantu..?” Tanya Joki basa-basi.
Gadis itu menoleh, dan.. kaget. Bahkan sampai-sampai terlompat.

Namun begitu memandang paras jantan Joki, senyumnya pun mekar.
“J-joki..?” Kata gadis itu diiringi tawa renyah.

“Wah.. Lusi..! Kau membuatku kaget. Hampir saja jantungku terlepas dari tempatnya..”
Joki ikut tertawa senang.

“Kamu kerja di sini..?” Tanya gadis itu, yang ternyata adalah kawan sekampung Joki.
Joki menyeringai. “Apa kabarmu, Lus..?”

Gadis itu, Lusi.. tak menjawab. Dia mengawasi Joki dalam-dalam.
“Teman-teman kepingin ketemu dengan kau..” kata Lusi kemudian.

“Oh, ya..? Untuk apa..?”
“Lho.. memangnya kamu belum dengar..?” Bibir gadis itu mengerjap-ngerjap.

“Apaan..?” Kata Joki memutus. Ia mengagumi bibir yang kemerahan dipulas lipstik tipis itu.
Lipstik warna merah jambu. Bagus. Serasi dengan jilbab Lusi yang hitam pudar.

“Jadi.. kau belum dengar kalau ibumu sakit. Sudah dua bulan ini beliau terbaring di tempat tidur..“
Kata Lusi. Tubuh Joki langsung terasa lemas. “Hah..!? Benarkah..?”

Dan.. keduanya terdiam. Matahari semakin cerah. Desah napas semakin terbawa jauh oleh angin.
Mereka masih berdiri di bawah kanopi bengkel. Angin memberaikan jilbab panjang Lusi.
Tangan Lusi sibuk merapikan ujung kain itu.

“Kau mau ke mana..?” Tanya Lusi melihat Joki yang ingin beranjak.
“Pulang..” Joki menjawab pendek.

“Kok buru-buru..?”
“Bukankah semakin cepat semakin baik. Ibu membutuhkan kehadiranku..”
Joki mengayun-ayunkan kakinya, bingung.

“Justru itu..” kata Lusi.
“Ibumu sengaja tidak memberitahu karena tidak ingin kamu khawatir.
Beliau ingin kamu fokus dalam bekerja..”

“Lantas, kenapa kamu malah ngomong ke aku..?”
“A-aku.. aku keceplosan tadi..” Lusi menunduk malu.

“Hah..!?” Joki benar-benar tak habis pikir.
“Iya, maaf..” Gadis itu mengangguk, sungguh-sungguh.

“Tapi karena sudah terlanjur, maka aku akan bertanggungjawab.
Akan kuantar kau pulang, tapi tunggu mobilku selesai diperbaiki ya..?”

Lusi mengayun-ayunkan tasnya. Gaunnya yang panjang bergoyang diterpa angin.
Tubuhnya yang langsing kelihatan anggun.

Tetapi.. ternyata tinggi badannya hanya sebatas dagu Joki.
Joki memperhatikan hidung Lusi yang bangir.

Hidung yang dikaguminya ketika mereka bermain bersama beberapa tahun yang silam.
“Suamimu bagaimana..?”

“Si Bram..?” Lusi bertanya memastikan. Joki mengangguk.
“Aman..!” Putus Lusi. “Dia lagi dinas ke luar kota sekarang, dua minggu..”

Joki tersenyum. “Okelah.. aku mau pergi denganmu..”
Gadis itu tersenyum, lebar. Giginya yang putih mengintai. Cocok untuk reklame pasta gigi.
----oOo----

Sinar matahari sore menyusup ke kamar Joki.
Dia baru saja selesai memasukkan beberapa helai bajunya ke dalam tas.

Terdengar detak kaki di depan pintu kamarnya. Lalu tersembul kepala Irwan.
“Heh, kok melamun..?” Tanya Irwan, terlihat keheranan.

Joki gelagapan. Ia menunggu Irwan yang melangkah mendekatinya.
Senyum lelaki itu membuat Joki berusaha menghilangkan kemurungannya.

“Aku lihat tadi kamu bicara sama Lusi..” kata Irwan.
Joki membisu seperti baru saja tersapa hantu di tempat yang angker. Bengong.

“Dia membawa kabar buruk..?” Tanya Irwan.
Joki menghela napas berat, bagai traktor yang menyeret balok raksasa.

Dia menyangkat bahu dan berkata.. “Entahlah. Aku bingung..”
“Jangan bingung. Coba.. ceritakanlah kepadaku..”

Joki pun menceritakan masalahnya.
“Hm, begitu ya..?” Kening Irwan berkerut. “Memang sudah seharusnya kamu pulang.
Koh Ahong pasti bisa mengerti..”

Dan ternyata tidak cuma mengerti. Malah Koh Ahong juga memberi Joki uang..
untuk membawa ibunya berobat.. atas usul Ci Julia tentunya.
Joki menerimanya dengan senang hati.

Sebelum pergi, Irwan juga menitipkan uang kepadanya.
“Berikan kepada istriku ya, buat beli beras..”

“Ini uang dariku kemarin..?” Tebak Joki.
Irwan mengangguk, “Aku belum sempat pergi ke kantor pos..”

“Tapi, aku tidak tau di mana rumahmu..”
“Lusi tau.. tanya saja kepadanya..”

Joki diam. Irwan segera menyeretnya meninggalkan ruangan Koh Ahong.
Dan keduanya segera menemui Lusi yang sudah menunggu di mobilnya.

“Gimana, sudah siap..?” Tanya gadis berjilbab itu.
“Ayo, daripada kemaleman di jalan..” sahut Joki.

“Ah.. pasti kalian akan menginap malam ini. Hati-hati, Jok. Ingat, Lusi itu temanmu sendiri..”
Irwan menyindir.
“Ya, aku tau. Aku akan hati-hati..” Joki menyahut santai, sementara Lusi hanya tertawa.

Mereka pun berangkat. Joki kepingin bicara, tetapi dia bingung apa yang mau diomongkan.
Mereka duduk berdampingan. Dan, gadis itu lebih bingung lagi dibanding Joki.

“Sudah lama tinggal di sini..?” Tanya Joki kemudian.
“Belum, baru empat bulan..” Lusi menyahut.

Kulit tangan mereka bergesekan. Mobil membelok dan miring ke kanan. Keduanya membisu lagi.
“Dulu aku akrab sama Bram, suamimu..” kata Joki.
“Ooo..” kata gadis itu.

“Senang dong jadi istrinya..? Dia anak orang kaya..”
“Asal ada yang nemenin tidur, itu saja sudah bikin aku senang..”
“Ya.. memang..” kata Joki rikuh.

“Kamu sendiri, kenapa belum menikah..?” Tanya Lusi.
“Ah, masih belum menemukan yang cocok..”

“Jangan pilih-pilih, Jok. Ingat umur..” Lusi melirik lelaki itu.
Joki menggoret-goretkan kukunya ke dasbor di depannya.

“Tau tidak.. sebenarnya aku dulu tergila-gila sama kamu.
Tapi, karena kau lebih suka sama Bram, aku jadi putus asa..”

“Ah, gombal..!” Sergah Lusi.
“Ya.. bisa membikin tetanus..”
Kata Joki sambil matanya melirik ke kanan.. dan disambar lirikan oleh Lusi.

Kebetulan gadis itu sedang memandangnya.
Main lirik, seperti bocah sekolah saja. Tetapi, entah kenapa Joki merasa senang.

“Eh, kau masih ingat sama si Hesti..?” Tanya Lusi.
“Yang hampir kena cacar air dulu..? Di mana dia sekarang..?
Aku tak pernah ketemu dengan dia lagi..”

“Sudah kerja di Bogor, waktu dia masih kelas dua SMA..”
“Wah.. kok nggak melanjutkan..? Padahal otaknya pintar lho.
Dulu dia sering menjadi tempat aku meminjam PR..”

“Kamu nggak kangen sama dia..?”
“Aku kepingin ketemu dengan teman-teman..” kata Joki, lirih.

“Darus, Fauziah, dan yang lain-lain, bagaimana kabarnya..?”
“Entahlah. Sudah lama aku nggak ketemu dengan mereka..”

Senang rasanya mendengarkan suara Lusi. Lunak dan empuk. Menyusup nyaman ke telinga Joki.
Berputaran di kepala, lalu mengalir ke hati. Nyaman.

Mobil terus melaju. Lusi dengan terampil mengemudi. Jalannya halus dan lincir.
Membeloknya pun tidak patah dan tersentak-sentak.

“Sering ditinggal suami dinas..?” Tanya Joki.
“Tidak juga sih..” kata gadis itu.

Joki menoleh, sebab suara Lusi terdengar tersekap. Lusi membuang pandang lewat jendela.
Bangunan-bangunan megah lari cepat ke belakang, ditinggalkan mobil yang terus melaju.

“Kalau suatu saat kamu sendirian, main aja ke bengkelku. Kamu tau kan tempatnya..?” Kata Joki.
Lusi tak bereaksi.

“Atau, aku saja yang main ke tempatmu..?” Lusi tersentak.
Dia menggerakkan kepala, lalu menunduk. Matanya nanar melihat ke luar.

Angin menerpa jilbabnya yang tergerai lurus. Sepertinya ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
“J-jangan, Jok..” jawabnya dalam desah.

“Kenapa..?”
“Tak kenapa-kenapa..”

Nampak-nampaknya Lusi tak senang membicarakan soal rumah tangganya.
Joki menyeringai.. apakah ini tanda-tanda kalau ia bisa mengencani Lusi malam ini..?

Matahari telah condong ke barat.
Sinarnya yang merah masuk ke dalam mobil, menimpa wajah Lusi yang lembut memikat.

“Kalau malam, apa acaramu..?” Tanya Joki kemudian.
“Di rumah saja..” Lusi menjawab pendek.

“Nggak sering nonton atau jalan-jalan..?”
“Tidak. Bram bukan tipe suami yang romantis..”

“Wah..!” Lusi menoleh. Joki tersenyum.
Mobil sekarang menyusuri jalan yang dinaungi pepohonan.

“Sepertinya kau kecewa..” kata Joki. Lusi terdiam.. namun kemudian..
“Aku suka pada lelaki lembut, tapi yang sekaligus keras..” jawabnya dalam satu tarikan keluhan.

“Bagaimana bisa lembut dan keras bergabung..?”
“Maksudku; berhati peka.. tapi jantan di ranjang..”

Joki mengangguk-angguk dan tertawa.
Sama sekali tak menyangka Lusi yang lugu akan punya pikiran seperti itu.

“Sabarlah. Situasi akan berubah.
Mungkin ini karena usia perkawinan yang masih muda, jadi masih perlu penyesuaian..”

“Atau, memang sudah nasibku punya suami kayak Bram..” lanjut Lusi.
“Kadang-kadang, aku agak menyesal kenapa dulu menolakmu. Sekarang, inilah akibatnya.
Meski hidupku bergelimang harta, tapi hatiku kosong..”

“Kan masih ada teman-teman. Itu yang lebih penting. Aku selalu siap menjadi tempat curhatmu..”
“Ah.. kamu kayak bapak-bapak aja, Jok..” sergah Lusi, lantas tertawa pelan.

“Kalau lebih dari sekedar curhat, boleh nggak..?” Lanjut gadis itu di sela-sela tawanya.
Kali ini, Joki langsung terdiam. CONTIECROTT..!!
-----------------------------------------------oOo-----------------------------------------
 
Cerita 28 - Pesona Tetangga

Part 6


Rissa segera beranjak ke sofa untuk menggendong kembali bayinya. Kuantar dia ke pintu ke depan.
Sebelum berpisah, dia sempat berbisik.. “Aku sadar ini dosa, Dek Han. Tapi aku sangat menikmati apa yang kita lakukan.
Terus terang, Suamiku adalah lelaki pilihan orangtua. Dia belum pernah memberiku yang seperti barusan.. sungguh nikmat sekali. Jadi ..”

“Sshh..” Kucium bibirnya.. “Saya ngerti kok. Sampai jumpa besok ya..” Dia mengangguk dan segera masuk ke dalam rumahnya.

Tinggal aku yang berdiri sendirian di teras.. merenungi apa yang telah kulakukan.
Sementara istriku masih lelap saja di kursi sofa.. sama sekali tidak mengetaui perselingkuhan yang baru terjadi tepat di depan hidungnya.
*****

Ini adalah pagi yang cerah ketika Rissa mengajak bayinya pergi jalan-jalan.
Dia memakai kerudung hitam.. celana hitam.. dan baju gombrong lengan panjang kotak-kotak untuk menutupi kesintalan tubuhnya.

Dia berjalan menyusuri jalanan kompleks sambil mendorong kereta bayi.. berharap bisa bertemu dengan bakul sayur yang biasa mangkal di perempatan.
Rissa berencana untuk masak spesial hari ini.. tadi suaminya menelepon kalau mau pulang.

Meski hubungan mereka sudah tidak harmonis lagi.. tapi sebagai istri yang baik Rissa harus tetap melayani laki-laki tersebut.
Dia tidak berniat untuk berpisah.. apalagi meminta cerai. Biarlah sang suami berlaku sesuka hati.. toh Rissa juga sudah tidak suci lagi.

Perselingkuhannya denganku membuatnya jadi berpikir praktis; kalau suaminya bisa bersenang-senang, kenapa dia tidak..?
Mereka akan menjalani hidup sendiri-sendiri, yang penting rumah tangga mereka tetap utuh dan anak-anak mereka tidak terlantar.

Sambil memilih sayur-mayur yang tersedia di dalam gerobak Pak Yus.. Rissa berusaha untuk tidak memikirkan kelembaban yang perlahan mulai mengumpul di liang vaginanya.
Ia mencoba untuk tidak berpikir tentang kontol besarku yang tadi malam meluncur ke dalam dirinya. Itu membuatnya jadi gemetar dan basah.

Baru 12 jam berlalu, namun nampaknya Rissa sudah rindu kepadaku lagi.
Kini vaginanya terasa sakit dan seakan membentang lebar, meminta untuk diisi kembali.

“B-bawang merahnya nggak ada, bang..?” Tanyanya pada bang Iyus.

Lelaki tua yang selalu menikmati profesinya itu, tersenyum masam.
“Wah.. habis, neng. Tadi diborong sama bu Harti..” Sambil matanya jelalatan menjelajahi tubuh molek Rissa.

“Ini sayurnya juga dah layu-layu gini..” protes si Vira.. ibu muda berjilbab yang rumahnya tepat di pojokan.

Sekali lagi, Pak Yus memalingkan mukanya sambil tersenyum. “Saya korting deh, buat neng cukup lima ratus aja..”
Dipandanginya tetek si Vira yang tampak mengkal karena berisi air susu. Perempuan itu memang baru saja melahirkan.

“Seribu tiga ya..?” tawar Vira tanpa merasa curiga.
Pak Yus yang selalu senang menikmati keseksian ibu-ibu langganannya, mengangguk tanpa berpikir lagi.. “Iya deh..”

Ibu-ibu langsung pada berebutan. Rissa mengambil wortel dan kentang, dia berniat untuk membikin sayur sop saja.
Setelah membayar, dia pun berbalik pulang dengan diiringi tatapan nakal Pak Yus yang memandangi goyangan pantatnya tanpa berkedip.

Setelah menidurkan anaknya di rumah, Rissa lekas beranjak ke rumahku dan mengetuk pintu depan.
Jantungnya terasa berdebar gugup dan vaginanya terasa kesemutan penuh oleh semangat.
Dia meremas-remas kakinya mencoba untuk menenangkan diri.

“Sebentar..!” Sahutku dari dalam.

Tanpa mengetaui siapa yang datang, kubuka pintu dengan mata masih mengerjap mengantuk.
Aku memang baru bangun tidur, aku hanya mengenakan kaus putih dan celana pendek selutut.

“Pagi, Dek Han. Maaf mengganggu..” Rissa menyambutku. Dia tersenyum kikuk sambil berusaha untuk tetap berdiri tegak.
“Lho, mbak, nggak ngantar Raka ke sekolah..?” Tanyaku terpaku menatap kecantikannya.

Dia tampak malu.. “Sudah, kamu aja yang bangunnya kesiangan..”
Aku menggosok mata dan kuundang dia untuk masuk.. “Emang udah jam berapa sekarang..?”

“Hampir jam delapan..” Dia melepas sandalnya dan berjalan masuk ke ruang tamu.

“Istrimu ada..? Aku mau minta bawang merah dikit. Tadi kehabisan di Pak Yus..”
Aku duduk di sofa dan tersenyum.. “Kalo jam segini, ya dia pasti udah berangkat. Yakin cuma mau minta bawang merah..?” Godaku padanya.

“Ah, apaan sih..?” Dia terlihat grogi.. “Suamiku bentar lagi pulang..” katanya, entah kepada siapa.

“Terus, jam berapa dia datang..?” Tanyaku tak tertarik. Keberadaan suaminya berarti keterbatasan bagiku untuk mendekati Rissa.

“Sebentar lagi, mungkin sekarang baru nyampe terminal..” terangnya sambil duduk di sofa, tepat di sebelahku.

Dia tau bagaimana cara membuatku tertarik.. kakinya ia buka sedikit hingga baju gamisnya jadi agak tersingkap.. alhasil menampakkan kaki mulusnya yang putih kecokelatan.
Tonjolan di selangkanganku langsung terbentuk.

“Dari terminal ke sini kurang lebih 30 menit. Masih cukup kayaknya..” bisikku sambil mulai mencium mulutnya.
“Dek Han..” Rissa melenguh.. tapi tidak menolak.

Dengan vagina berdengung seperti orang gila.. malah tangannya perlahan mencengkeram batangku yang sudah setengah mengeras di balik celana.
Dan benda itu mulai tumbuh dengan pesat ketika Rissa meremas-remasnya halus.

“Mbak nggak lelah..?” Tanyaku sambil mengendus batang lehernya yang masih tertutup jilbab.
“Ughh..” dia mendesis.. dan cengkeraman tangannya menjadi semakin keras.

“S-sebentar lagi.. s-suamiku.. p-pulang..” katanya terbata-bata.. dan aku tau kalau itu hanya pura-pura.
Dia sama sekali tidak berniat untuk menghentikan sentuhanku.

”Iya, mbak. Saya tau..” Kuminta agar dia menurunkan celana boxer-ku ke bawah.. dan Rissa tanpa membantah melakukannya.

Wajahnya yang cantik tampak bergidik saat penis besarku yang sudah sepenuhnya ereksi meloncat keluar tepat ke dalam genggaman tangannya.
“Iihh..” Rissa gemetar.. tapi tetap berusaha untuk memegangi.

Jari-jarinya membungkus rapat.. terlihat begitu kontras dengan kulit penisku yang tebal dan kecoklatan.
Kemaluanku yang begitu besar juga seperti tidak sepadan bagi tangannya yang lentik dan mungil.

Terengah-engah.. kuperhatikan bagaimana Rissa mulai membelai pelan.
Ia menatap penisku penuh perhatian tanpa berkedip sama sekali.. seperti tidak ingin melewatkan setiap momennya.

Tangannya membelai lembut ke atas sampai ke kepala.. sebelum kemudian balik lagi ke pangkalnya yang tebal.
Menggunakan tangannya yang lain.. ia juga menangkup kedua telur-ku. Jelas sudah.. pagi ini ia ke sini memang untuk ini.

Maka pelan kuminta ia untuk berlutut di antara kedua kakiku. “K-kamu mau apa, Dek Han..?” Tanyanya bingung.
Dipandanginya batang penisku yang kini berdiri tegak tepat di depan hidungnya. Matanya yang gelap tampak menikmati apa yang kusajikan kepadanya.

“Emut, mbak..” pintaku lirih.
Dia langsung menatapku, mendelik. “Gila kamu..!” Teriaknya tertahan.. “Aku nggak pernah melakukannya..”

“Ya, sekarang biar pernah..” aku meringis.. “Itung-itung sambil belajar juga..”
“Nggak mau..” Dia memalingkan mukanya.. tidak mau memandangi penisku.. tapi tetap memeganginya.
Mungkin aslinya dia mau.. tapi masih malu-malu. Jadi kuputuskan untuk kembali mendesaknya.

“Ayolah, mbak. Siapa tau habis ini bisa mbak praktekin ke suami.. mungkin Pak Amin jadi suka dan akhirnya nggak selingkuh lagi..”

Rissa terdiam.. tampak menimbang-nimbang.
“Suamiku sudah sedari dulu pengen yang ginian.. tapi nggak pernah aku kasih. Habis jijik sih..”

“Cuma di awal-awal aja jijiknya.. atau coba begini: jangan anggap ini tempat keluarnya kencing.. tapi bayangkan kontolku ini adalah benda yang bisa memberi kenikmatan pada mbak. Gimana..?”

Pelan Rissa mengangguk.. tapi kemudian dia menggeleng lagi.. “Tapi tetap aja jijik..” kernyitnya.

“Coba dulu deh.. aku dulu aja nggak jijik jilat memek mbak. Enak lho, rasanya..” yakinku.
“Beneran..?” Dia mulai terlihat ragu.

“Mbak ngerasa enak nggak pas aku jilati..?” Dia mengangguk.

“Aku juga seneng jilat memek mbak. Nah sekarang, coba ganti jilatin punyaku. Selain aku enak.. mbak nanti juga ikutan enak..” aku terus berusaha membujuk.

Rissa terdiam.. namun setelah beberapa detik ia mulai merunduk rendah.
“Tapi nanti kalau nggak enak, nggak aku terusin ya..?” Pintanya dengan lidah terjulur keluar.
“Iya, terserah mbak aja..” kataku cepat.. tak sabar ingin segera merasakan kuluman bibirnya.

Pelan Rissa mulai menjilat bagian bawah telurku.
Tangannya yang kecil terus mengocok ringan sementara mulutnya berusaha untuk mengambil testisku ke dalam.
Dia mengisap-isapnya lembut dengan tangan terus meremas ketat, mengocok batangku ke atas dan ke bawah.

Saat aku mendesis, Rissa segera memindahkan ciumannya.
Ia mengecup pelan ujung kemaluanku yang berbentuk kepala jamur dan bisa merasakan kedutan di tangannya karena aku jadi begitu terangsang.

“Hmm..” Lidahnya kini terulur panjang dan perlahan-lahan mulai menjilat bagian bawah penisku, mengikuti alur otot-ototnya yang berliku.
Begitu mencapai dasar ia membalikkan arahnya.

“Auwh..!” Kontan aku langsung mengerang.. tanganku meraih ke bawah dan memegangi kepalanya yang masih terbalut jilbab.
Meski berusaha mati-matian agar Rissa lekas menelannya, namun nyatanya perempuan itu masih bersikukuh hanya menjilatinya saja.
Jadilah aku merintih frustasi sambil menggeliat pelan menikmati usapan lidahnya yang lembut pada ujung penisku.

Rissa mencium kepala penisku lagi dan tersenyum.
“Jangan memaksa ya. Aku mau begini aja juga dah bagus..” terangnya sambil membuka mulut dan menjilat kembali.

“Ohhh..” desahku tak tahan. Namun apa yang ia katakan memang benar.
Untuk ukuran seorang Rissa yang sangat pendiam dan lugu dalam urusan ranjang.. ini sudah merupakan lompatan yang sangat besar.

Aku melihat bibirnya meregang di sekitar batang panjangku.. ia terus menjilatinya dari atas ke bawah.. lalu balik lagi.. sebelum kemudian berlama-lama mengulum di puncakku yang gundul. Perlahan-lahan kepalanya bergerak naik-turun.

Rissa masih berpakaian lengkap.. mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana panjang hitam. Jilbabnya juga hitam dan sekarang sedang kupegangi.

“Terus, mbakk.. aku.. s-sebentar lagi..” aku mengerang.. merasakan bola-ku mulai memanas.
Rissa terlihat tercekat oleh kata-kataku.. namun sudah terlambat untuk menghindar.

Begitu ia ingin melepas.. aku sudah keburu mengguyurnya dengan semburan pejuh yang sangat banyak. Loncatan pertama membasahi mulutnya.. sedang yang kedua dan yang berikutnya membasahi hidung.. mata.. jilbab.. dan baju panjangnya.

“Aiih..!” Rissa memekik.. campuran antara rasa kaget dan jijik.
Dia terbatuk-batuk saat sebagian spermaku ternyata berhasil masuk ke dalam tenggorokannya.

Pelan dia menjauh dan meludahkan cairanku ke karpet ruang tamu. Aku hanya tertawa melihat kelakuannya.

“Gila kamu.. keluar nggak bilang-bilang..!”
Dengusnya sambil berusaha membersihkan cairan putih yang menempel di mata dan hidungnya dengan menggunakan jilbab.

“Maaf, mbak..” hanya itu yang bisa kukatakan.

Jilatan Rissa memang biasa-biasa saja.. terasa sangat kaku dan hambar.. bukti kalau dia memang belum pernah melakukannya.
Namun justru karena itu aku jadi sangat bergairah.

Penampakan seorang perempuan berjilbab yang sehari-hari lugu dan alim.. tapi ternyata mau ngemut penis benar-benar membuatku tak tahan. Dan ujung-ujungnya.. aku jadi muncrat duluan. Rissa tampak kecewa.. tapi tidak mengatakannya.
Semua juga tau.. sehabis nyembur gini penisku jadi tidak bisa dipake lagi. Padahal memek Rissa lagi gatal-gatalnya saat ini.

Untung saja.. di saat kami masih duduk diam.. terdengar derum taksi yang berhenti di pintu depan. Pak Amin.. suami Rissa sudah datang..!

“Suamiku..!” Dia langsung jumpalitan kebingungan.
Segera dibenahinya baju gamisnya yang sedikit lecek dan lekas pamit kepadaku.. “Aku pulang dulu ya..” Rissa berdiri dan berjalan keluar.

“E.. tunggu, mbak. Bawang merahnya..?” Aku mengingatkan.

“Oh, iya..” sahutnya gemetar.. terlihat kalau masih sangat terangsang. Tapi kedatangan sang suami terpaksa harus memutus hasrat birahinya.

Kuberikan bawang merah yang ia butuhkan dan kulepas kepergiannya dari ruang tamu.
Pak Amin sudah masuk ke dalam rumah hingga tidak mengetaui Rissa yang berjingkat-jingkat pelan keluar dari rumahku.

“Lho, Ummi dari mana..?” Tanya laki-laki itu sambil meletakkan tas kopernya. Tersenyum terpaksa.. Rissa menjawab.. “Ini.. habis beli ke warung bu Arti..”
Ditunjukkannya bawang merah pemberianku. Dia lalu mencium tangan laki-laki itu dan mengajaknya untuk masuk ke dalam.

Di teras rumah.. aku tersenyum saat kulihat Pak Amin memeluk erat tubuh montok istrinya.
Mesra ia mencium bibir tipis Rissa dan mengisapnya rakus.. sama sekali tidak menyadari kalau 30 menit yang lalu bibir itu menempel ketat di ujung penisku..! Haha..
***

Minggu berikutnya berlaku bagai siksaan bagiku.
Aku tidak bisa berhenti terobsesi pada tubuh montok Rissa namun sama sekali tidak bisa menyentuhnya.

Pak Amin suaminya.. ternyata agak lama berada di rumah. Tidak seperti biasanya yang paling banter hanya 2 hari.
Aku jadi senewen sendiri. Penisku terus menegang keras.. dan akibatnya istrikulah yang jadi bahan pelampiasan.

Fenti sih senang-senang aja kuentoti tiap malam.. dia sama sekali tidak menyadari kalau di dalam kepalaku berseliweran bayangan tubuh bugil Rissa setiapkali aku menindih tubuhnya.

“Moga aku cepet hamil ya, Yah..” bisiknya begitu aku menumpahkan sperma untuk yang ketigakalinya malam itu.
Tubuh kami sudah sama-sama basah oleh keringat.. dan tak lama kami pun sudah tertidur pulas saling berangkulan.

Esoknya.. istriku berangkat kerja seperti biasanya. Aku yang kembali ngaceng hanya bisa melepasnya dengan kecewa.
Sehabis sarapan sebenarnya aku berniat untuk meminta jatah satukali lagi.. namun Fenti menolaknya dengan alasan dia harus berangkat pagi karena ada meeting penting dengan manajer yang baru.

Aku jadi pusing.. apalagi saat kudengar suara merdu Rissa yang sedang menawar sayur kepada Pak Yus.
Lekas aku berlari ke depan dan mengintip dari celah kelambu. Di sana dia berdiri dengan mengenakan baju panjang dan jilbab lebar.
Senyumnya terlihat sangat manis dan tubuhnya seperti semakin bersinar.

Tak tahan.. aku pun segera mengeluarkan penis dan mulai mengocoknya perlahan.
Sambil mencoba membayangkan tubuh telanjangnya yang begitu hangat dan memikat.. aku melakukan onani.
Namun belum sampai tuntas Rissa sudah keburu masuk ke dalam rumahnya.

Aku sama kecewanya dengan Pak Yus.. tukang sayur tua itu tampak memandangi goyangan pantat Rissa dengan sedikit terbengong.
Salahsatu pelanggannya yang tercantik kini telah pergi.

“Huh..” mendesah frustasi, aku pun pergi ke kamar mandi untuk meneruskan acara onaniku.
Namun ternyata.. kugosok dengan cara apapun spermaku tak kunjung keluar.

Rupanya penisku ini bandel juga.. ia baru meludah kalau dimasukkan ke dalam memek.
Terpaksa aku harus mengalah.. baiknya kutunggu nanti saja setelah istriku pulang kerja.

Duduk di ruang tamu.. kembali kupandangi jalanan di depan rumahku yang mulai sedikit rame.
Beberapa ibu-ibu kompleks tampak bersiap untuk mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah.

Begitupula dengan Rissa.. sambil menggendong bayinya ia tampak sedang menstarter motor untuk mengantar Raka ke TK Pelangi di seberang kompleks.

Bergegas aku berdiri untuk menyapanya. Meski tidak bisa menyentuh.. minimal bisa ngobrol dengannya untuk sedikit cuci mata.
Namun baru saja akan membuka pintu pagar kulihat Pak Amin berbelok dari ujung gang.
Seperti biasa.. laki-laki itu baru pulang dari masjid. Aku jadi mengurungkan niat.

Laki-laki gendut itu mendekati istrinya.. “Sini.. Abi aja yang ajak si adek. Biar Ummi nggak kerepotan..”
Rissa mengangguk setuju dan menyerahkan bayinya. Selanjutnya.. tanpa menoleh kepadaku ia memutar gas motor dan beranjak pergi.

Pak Amin yang melihat kehadiranku langsung tersenyum. “Pagi, Pak. Tumben dah bangun..?” Sapanya ramah.
Memang.. sebagai seorang penulis.. aku terkenal lebih aktif di malam hari. Ide-ideku lebih banyak mengalir di saat semua orang sudah pulas dengan mimpinya. Akibatnya aku jadi sering bangun kesiangan. Dan Pak Amin tau itu.

Aku terpaksa membalas senyumnya.. “Iya nih.. pengen tau sejuknya suasana pagi..” jawabku asal.
Dia tertawa. Dan berikutnya kami pun terlibat dalam sedikit obrolan basa-basi yang sama sekali tidak menarik.
Awalnya aku hanya menanggapi dengan setengah hati.. sampai kemudian dia mengatakan sesuatu yang langsung membuatku tersenyum.

Pikiranku berpacu.. dan tak perlu waktu lama aku sudah menemukan cara bagaimana bisa meniduri Rissa sementara Pak Amin berada di rumah.
Dan rencana itu akan kujalankan besok.. kalau Fenti sudah berangkat kerja di pagi hari.

Yang tak kusangka.. sepulang kerja Fenti memberitauku sesuatu yang membuat seluruh rencanaku jadi berantakan.
Ternyata meetingnya sudah selesai dan besok dia akan berangkat kerja seperti biasanya.. jam tujuh lewat tigapuluh.

Aku jadi berpikir ulang.. akan sangat berbahaya menemui Rissa sementara istriku lagi berada di rumah.
Sementara di sisi lain aku juga sudah tak kuat menahan hasrat ke istri tetanggaku yang cantik itu. Jadi.. apa yang harus kulakukan..?

Malam itu kusetubuhi Fenti dengan gairah jauh menurun.. aku sudah terlanjur kecewa.
Untung istriku tidak mengetauinya dan tetap melayaniku dengan sepenuh hati.

Sebelum tidur ia sempat berkata.. “Sepertinya Pak Amin mau dimutasi ke kota ini.. karena itulah ia terus berada di rumah untuk mengurusi segala yang diperlukan..”

Hmm.. jadi begitu ya. Kata-kata itu langsung memberiku tekad.
Sepertinya aku harus menempuh sedikit risiko untuk merasakan kembali tubuh molek Rissa.. atau tidak akan pernah sama sekali kalau aku terus takut-takut seperti ini.

Sambil mendekap tubuh telanjang Fenti.. kususun kembali rencana-rencana ideal yang mungkin bisa kujalankan besok.
Dan sepertinya ada satu yang sangat bagus.

Esoknya.. setelah sholat shubuh aku tidak tidur lagi.
Dengan alasan ingin jalan-jalan menikmati sejuknya hawa dingin di pagi hari.. aku pamit kepada istriku yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan.
Tanpa curiga dia mengiyakannya.

Kususuri jalanan kompleks yang saat itu masih sepi.. tujuanku adalah ke sebuah bangunan besar yang terletak tepat di tengah-tengah perumahan.
Setelah kupastikan kalau orang yang kucari berada di sana.. aku pun bergegas memutar langkah.
Kali ini aku balik ke gang menuju rumahku. Atau lebih tepatnya ke rumah di sebelah rumahku.

Sambil celingak-celinguk untuk memastikan semuanya aman.. aku pun membuka pintu pagar rumah Rissa dan melangkah masuk.
Tepat seperti dugaanku.. pintu ruang tamunya tidak dikunci. Penisku langsung ngaceng begitu menyadari siapa yang akan kutemui sebentar lagi.

Melangkah berjingkat.. aku pun terus menyusup ke dalam. Pak Amin pasti tidak pernah menyangka.. sementara ia memberi ceramah di masjid.. istrinya yang cantik akan mengerang dan menggapai-gapai di dalam pelukan pria lain.. tetangganya sendiri..!

Seperti pencuri aku mengendap-endap melintasi ruang tengah.
Di kamar depan hanya kulihat Raka dan si bayi yang sedang tertidur pulas di sana.. jadi aku meneruskan langkah ke belakang.
Sekarang bisa kudengar bunyi gemericik dari arah kamar mandi.

Bayangan tubuh Rissa yang telanjang dan sedang mengguyur dirinya dengan air langsung membuatku tak tahan.
Apalagi aku juga belum pernah melihatnya telanjang meski sudah beberapakali menidurinya. Jadi memang inilah kesempatanku.

Pelan aku melepas semua bajuku dan menjatuhkannya di lantai. Lalu diam-diam aku mendorong pintu kamar mandi yang terbuka dan melangkah masuk.
Sementara itu.. Rissa yang tidak menyadari kedatanganku masih dengan tenang terus membilas sabun dari tubuhnya yang telanjang.

Kontras dengan kulitku yang kecoklatan.. tubuhnya masih tampak kencang dan putih mulus.
Bongkahan dada dan pantatnya terlihat begitu menggoda dengan kedua puting menegak kencang karena terkena air dingin.
Penisku jadi makin ngaceng saat melihatnya.

Tiba-tiba Rissa berbalik dan melihatku. Aku pun cepat bereaksi. Sebelum dia sempat berteriak.. lekas aku memeluk dan membungkam mulutnya.
“Sshh.. ini aku, mbak..” bisikku lirih.

Awalnya dia terkejut.. namun kemudian tersenyum dan berikutnya malah memasrahkan tubuh ke pelukanku.
“Ngapain Dek Han ke sini..? Dasar nekat..!” Ungkapnya sambil memeluk leherku dan berdiri di atas jari-jari kakinya.

Bibir kami dengan cepat saling menemukan dan saling melumat rakus satu sama lain.
Kunikmati gesekan tubuhnya yang hangat dengan meluncurkan tangan ke bawah.. kubelai belahan punggungnya yang terbuka.. juga kupegangi dan kuremas lembut pipi pantatnya sambil terus menciumi mulutnya berulang-ulang.

“Hhh.. hmm..” Rissa mengirimkan lidahnya dengan penuh semangat ke dalam mulutku.
Ia juga memelukku semakin erat.. terlihat jelas kalau juga merindukanku.

Sepertinya penis kecil Pak Amin tidak bisa memuaskannya tiga hari ini.. terbukti begitu merasakan batang kemaluanku yang setengah menggesek di kulit perutnya.. ia langsung mundur dan menurunkan tangan untuk menggenggamnya.

“Aku kangen sama mbak..” bisikku sambil terus menciuminya.. tanganku juga terus aktif membelai tubuh sintalnya.

Rissa mengerang dan tersenyum sambil terus membelai batang penisku.

“Kalau aku sih kangen yang ini..” bisiknya nakal sambil tiba-tiba saja berlutut.

Sebelum aku sempat menyuruh.. dia sudah membungkuk dengan lidah terjulur keluar dan mulai menjilati bagian bawah kantung telurku.

“Wow.. mbak..!” Seruku.. terkejut dengan keagresifannya.
Perempuan berjilbab yang sehari-hari santun dan kalem ini tiba-tiba saja berubah menjadi liar dan nakal. Rupanya deraan nafsu bisa mengubah sifat asli seseorang.

Rissa mulai menarik kedua telurku ke dalam mulutnya.. sementara tangannya yang kecil terus mengocok ringan.
Dia melepasnya.. dan kemudian mengisapnya lagi.

Terus seperti itu bergantian antara yang kiri dan yang kanan.. sebelum kemudian dia mulai menjilati dasar penisku dengan menggunakan lidah merah mudanya secara perlahan.

Jilatannya terus naik ke atas di sepanjang batangku hingga mencapai ujung kemaluanku yang berbentuk kepala jamur.
Lidahnya berputar di sekitar helm-ku sambil tangannya terus meremas-remas cepat. “Ahh.. mbak..!” Tak tahan.. aku pun merintih.

Dia mulai meluncurkan bibirnya perlahan ke atas dan ke bawah sambil tangannya terus membelai dengan ahli.
Bunyi shower yang masih mengucur tergantikan oleh kecipak isapannya yang cukup keras.
Slurp-slurp-slurp-slurp.. begitu saat mulutnya terus melahap. Sesekali tangannya juga membelai kedua telurku.

Air dari shower mengaliri punggung dan bahuku. Namun tidak kurasakan karena aku lebih sibuk memperhatikan bagaimana penisku hilang dan muncul kembali di wajah cantiknya secara berulang-ulang.

Lembut Rissa mengangkat dagu saat kemaluanku keluar dari mulutnya. Dia tersenyum dan bangkit berdiri.
Aku segera menciumnya, dan memaksanya menuju bagian belakang bak mandi. Kupeluk dan kutekan tubuhnya yang indah itu.

“Ahh..” Rissa mendesis saat merasakan penisku menekan perutnya.
Kubelai kedua gundukan payudaranya sambil kuciumi dagu dan lehernya. Kami sudah sama-sama terengah.

Ciumanku turun ke dadanya, dan kutelan putingnya sebagian sambil kujulurkan tanganku ke bawah; ke celah di antara kedua kakinya.
Kuusap lembut semak lebat yang ada di sana dan kurasakan celahnya sudah basah kuyup.

“Aughh..” Rissa kembali mendesah.. geli tampak menembaki tubuhnya saat jari-jariku menggesek di klitorisnya.

Perlahan-lahan aku berlutut dan menghujani bagian bawah perutnya dengan ciuman-ciuman ringan.
Rissa mengangkat kaki kirinya lalu menempatkannya di sisi bak mandi.. ia memberikan dirinya kepadaku sepenuhnya.

Sebentar aku menatap memeknya yang indah itu.
Bibirnya berwarna merah muda dan tampak bengkak serta bergetar mengundang, dikelilingi oleh rambut hitam lebat yang terawat rapi.

Pelan aku menempatkan mulut di atas vagina sempit itu dan menyelipkan lidahku di dalam belahannya.
Clupp..! “Ohh..” Rissa langsung mendesah. Dia meremas-remas rambut di belakang kepalaku.. seperti ingin membimbing.

Terus kuputar-putar lidahku di sekitar lubang kemaluannya.. mencicipi rasanya yang asam dan sedikit asin.
Sesekali juga kuisap dalam-dalam kalau aku sudah tak tahan.. atau kularikan lidahku ke atas dan ke bawah menyusuri biji klitorisnya sampai Rissa menggeliat dan merintih-rintih keenakan.

Tanganku mencengkeram pantatnya erat-erat.. memisahnya menjadi dua hingga bibir vaginanya jadi terbuka semakin lebar.
Kujilat lagi klitorisnya yang sensitif.. dan Rissa jadi tambah terengah-engah.
Tangannya mendorong kepalaku.. berharap aku dapat mengisap lebih keras karena di daerah itulah ia ingin terus disentuh.

Dadanya terlihat naik-turun saat ia berusaha bernapas dengan susah payah.
Sementara lidahku terus menggoda di atas klitorisnya.. membelainya naik dan turun dengan isapan ringan berkali-kali.

“Aghh..” Rissa menggeliat.. merasa orgasmenya mulai mendekat cepat.
Kuimbangi dengan terus mengisap biji mungilnya ke dalam mulutku.. memaksanya agar semakin tak berdaya di tepian.

“Ohhh.. Dek Han..” Rissa mengeluh.. dan mengusap vaginanya melawan arah jilatanku saat dia datang.
Jantungnya berdebar keras dan dia terengah-engah.. mencoba untuk pulih.
Namun perasaan itu begitu kuat.. hingga yang bisa ia lakukan hanya diam untuk sementara, menikmatinya.

Aku segera berhenti. Kutarik kepalaku ke belakang dan bangkit berdiri saat dia mengucurkan cairan klimaks ke lantai kamar mandi.
Rissa terengah-engah.. masih berusaha untuk memulihkan diri saat bibirnya kembali kupagut rakus.

Kulumat bibir yang masih terengah-engah itu dengan sembarangan. “Hmm..” Rissa membalas dengan tak kalah kasar.

Selanjutnya kuputar tubuhnya yang masih terkejang-kejang itu hingga dia membungkuk di depanku.
Tanpa berkata apa-apa.. kupandangi celah kemaluannya yang tampak bergerak-gerak indah.

“Cepat masukkan, Dek Han..!” Rissa menyentak, tampak tak sabar. Dia telah menunggu sepanjang minggu untuk ini..!

Slepp..! Kugesekkan penis tegang nan kerasku menyusuri celah pantatnya saat ia membungkuk lebih rendah.
Kusapukan ujungnya yang tumpul ke bawah celahnya.. sampai mencapai pintu masuk ke lorong harta yang paling nikmat.

Lalu kudorong pelan ke depan. Jlebbhh..!
“Ohhh..” Rissa mengerang begitu merasakan vaginanya yang panas dan ketat mulai kuterobos secara perlahan-lahan.
Bisa kulihat celahnya yang merah muda ikut terdorong ke dalam oleh penisku yang berlemak lembut.

Aku terus mendorong keras, sampai akhirnya terbenam mentok seluruhnya. “Ughhh..!!” Rissa kembali merintih.

Dengan air shower yang mengguyur di sekujur punggungnya.. aku pun mulai menggoyang.
Kusetubuhi istri Pak Amin itu sampai mendesis-desis keenakan.

“Ahh.. terus, Han..! Terus.. tusuk yang keras..! Ahh.. yah, begitu..!” Rintihnya penuh kenikmatan.
Liang vaginanya penuh oleh batang penisku.
Aku sendiri menikmati bagaimana vaginanya mencengkeram dengan begitu erat.. seperti milik perawan saja layaknya.

Benturan alat kelamin kami menimbulkan bunyi tamparan yang berulang-ulang.. menyebabkan pipi pantat Rissa jadi agak memerah terkena dampaknya.

“Ughh..!” Keluhnya.. mengisap penisku yang panjang ke dalam lorong vaginanya berkedut-kedut.
Lagi.. lagi.. dan lagi. Aku bisa merasakan orgasme lain mulai mendekat ke dalam dirinya.

Payudaranya yang berayun bolak-balik seirama dengan tusukan penisku segera kupegangi.
Dan Rissa mengeluarkan erangan panjang begitu aku menusuk lebih cepat dan lebih cepat.. membantunya meluncur ke tepian nikmatnya.

“Auwh..!!’ Dia tersentak.. suara dengusan keluar dari bibir tipisnya begitu orgasme menghinggapinya.
Rissa seperti hampir pingsan karena kenikmatan itu. Aku sendiri, merasa hampir meledak juga.

Setiap bagian tubuhku mulai kesemutan.. apalagi saat vagina Rissa berdenyut cepat di sekitar batangku sambil terus mengguyuri dengan cairannya yang panas dan lengket. Sungguh luar biasa..!

“Ohh..” Rissa mendesah.. mencoba untuk pulih. Sementara penis panjangku masih meluncur masuk dan keluar di dalam dirinya.
Memantul dari pangkal pahaku ke pantatnya yang bulat padat berdecak bunyinya.

Dia tersenyum.. tampak mencintai setiap detik yang berlalu bersamaku. Kutatap wajahnya yang cantik yang sehari-hari selalu tertutup jilbab lebar.
Seminggu tidak bertemu dengannya aku benar-benar merasa kehilangan. Perempuan ini terlalu panas.. sangat menggoda dan begitu menggairahkan.

Aku jadi punya pikiran licik. “Mbak..” aku menggumam.. “Boleh aku keluar di wajahmu..?” Tanyaku kasar. Aku sudah siap kalau seandainya ia menolak.

Namun nyatanya.. ”Terserah kamu, Dek Han..!” Dia tersenyum dan dengan napas masih terengah-engah segera menggeser tubuhnya.

Plopp..! Tautan alat kelamin kami pun terlepas. Batang panjangku keluar dari lorong vaginanya.. sedangkan Rissa bergegas berlutut di hadapanku.
Dia memegangi penisku, lalu mengocoknya sambil tersenyum ke arahku. Cantik sekali.

“Aughh.. Mbak..!!” Tak tahan.. aku pun mengerang.

Penisku menyentak di dalam genggaman tangannya dan arus tebal pejuh kental menyemprot keluar dari ujungnya yang tumpul.
Crutt.. crutt.. cratt.. cratt.. cratt..! Memercik dan membasahi wajah Rissa yang nampak telah siap.
Cairan putih lengket itu menempel di dahinya, di mata kanannya, juga di pipinya.

Rissa nyaris tak bisa berkedip. Hanya satu matanya yang terbuka. Kusingkirkan pejuhku yang menempel di hidungnya agar ia bisa bernapas.
Sementara yang menempel di mulutnya kubiarkan ia ludahkan.

Mesra.. Rissa terus membelai dan meremas penisku hingga tetesnya yang terakhir.
Sisanya-sisanya yang menempel di ujung kemaluan ia jilat kemudian ia ludahkan.
Dia masih jijik untuk menelannya. Aku tidak memaksa.. karena mau menjilat saja sudah lebih dari cukup menurutku.

“Enak, Dek Han..?” Rissa tersenyum kepadaku.. dengan pejuh masih mengotori seluruh wajahnya.
Aku mengangguk.. ”Nikmat banget, Mbak. Lain kali lagi ya..?” Dia tersenyum.

Saat itulah aku menyadari kalau hari sudah beranjak siang. Sebentar lagi Pak Amin pulang.
Aku harus bergegas pergi dari tempat ini. Lucu membayangkan ia lagi ceramah di masjid.. sementara istrinya yang cantik kupakai di rumah..!

Aku keluar dari kamar mandi dan bergegas mengenakan pakaian.. sedangkan Rissa menuju wastafel untuk mencuci air maniku yang menempel di wajah cantiknya.
Setelah menciumnya sejenak aku pun lekas balik ke rumah.

Baru membuka pintu pagar.. tau-tau aku diberi kabar gembira oleh Fenti.
“Berita gembira apa..?” Aku bertanya.
“Bunda positif, Yah..!” Teriaknya girang.

“Hah.. prestasi kerja Bunda di kantor memangnya selama ini negatif apa..?” Tanyaku ling-lung.
“Positif hamil, Yah..!” Jawabnya antusias.

“Ooh.. positif hamil. Syukurlah, bukan positif gila. Hehehe..” aku tersenyum dan memeluknya.
“Positif hamil, Ayah..! Becanda mulu ihh..”

“Astagfirullah..! Beneran Bunda positif hamil..!? Ooh.. alhamdulillah. Ini buat kebahagiaan kita..!” Kataku mendadak ikut jingkrak-jingkrak.
Ya.. ya. Bukankah selama ini kami memang menantikan datangnya seorang anak..?

Dan berita baik itu disusul oleh berita baik berikutnya.. yang datang kira-kira dua hari kemudian.
Sore hari.. aku terbangun oleh kedatangan Rissa.. tetangga cantik yang disia-siakan suaminya.

“Dek, Dek Han.. tolongin aku. Huwek..! Huwek..!!” Dia mual muntah-muntah.
“A-ada apa, Mbak..?” Tanyaku ragu sambil beranjak bangun dari tempat tidur. Fenti belum pulang dari kantor.

“Nggak tau ini..” rengeknya.. “Tapi, sepertinya.. aku lagi hamil..”
“Hah..?”

Saat muntah-muntahnya mereda Rissa segera menceritakan kalau sudah dua minggu telat.
Kalau dihitung-hitung dari pertamakali selingkuh.. sepertinya ini adalah anakku.

“Aku yakin sekali Dek Han..” dia berkata.
“Trus, gimana..?” Aku menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal.. jelas bingung.

“Ya nggak apa-apa..” dia tersenyum.
“Saya ‘kan punya suami. Lagian.. meski sudah nggak mesra.. saya masih melayani suami seperti biasa.
Jadi suamiku nggak akan curiga. Saya cuma pengen ngasih tau aja..”

“Oh syukurlah..” aku mendesah lega.
Kupeluk dia dan melihat Rissa yang tergolek cantik di ruang tamu.. imajinasiku jadi ke mana-mana.

Maka tanpa perlu diminta.. segera kusirami lahan gemburnya yang kini telah berisi calon bayiku.
Duakali aku ngecrot di wajah cantiknya yang tertutup jilbab.. baru setelah itu kami berpisah.
***

Makin besar kandungan Fenti.. makin erat kemesraan antara kami berdua. Walau begitu.. untuk urusan ranjang istriku makin sering minta dimaklumi.
Yah bagaimanapun.. melihat perutnya seleraku pun tidak lagi semenggebu saat istriku masih ramping.

Tapi untung ada Rissa. Meski sama-sama hamil tapi masih bisa dipakai.
Mungkin karena ini kehamilannya yang ketiga.. beda dengan istriku yang masih pengalaman pertama.. jadi Rissa tampak sedikit lebih kuat.

Malam itu kembali kami bertemu. Fenti sudah tidur.. sementara Pak Amin sudah seminggu ini tidak pulang. Aku nyengir.

Kami duduk berdua di ruang tamu rumahnya. Mata bertemu mata.
Dari mata lentiknya.. Rissa seolah mempertegas posisinya lagi bahwa dia senang dengan kedatanganku.
Dari sekedar saling curhat dan bercanda.. lama-lama mengarah ke hal yang lebih intim.

Dan saat aku sudah tak tahan lagi.. Rissa ho-oh ho-oh saja saat kuarahkan untuk berhasta karya di atas penisku.
Dia memang tidak bisa dimasuki.. tapi kalau sekedar mengocok dan meremas-remas masih mau.

“Oh, yeah..!” Begitu aku membatin sambil merem melek keenakan.
Kupegangi payudara bulatnya yang kini nampak semakin besar.. sampai sejenak kemudian aku menggelinjang hebat seperti ikan mujair dikeluarkan dari air.

Pasalnya.. biar lembut mengurut.. sebelumnya rupanya tangan Rissa barusan mencocol-cocol bumbu rujak yang ekstra pedas.
WAAAA..!!! Ya sudah.. dalam sekejap aku pun ngibrit ke rumah dengan super heboh.

“Ayah, ada apa..!?” Fenti istriku sampai bingung.
“Ayah dientup tawon..! Pas di bawah puser..!”
Begitu aku berbohong sambil masuk kamar mandi dan mengompres segala sesuatunya dengan air dingin. Gara-gara itu esoknya aku kapok dikocokin.

Saat bertandang lagi ke rumah Rissa kuminta dia untuk bermain karaoke tanpa speaker guna meredam segala hasratku.
Setelah spermaku tumpah ruah di mulutnya barulah aku melenguh puas.

Rissa sebetulnya amat jijik dan ingin muntah saat melayaniku.. namun dengan segenap kelembutannya dia terus bekerja keras.
Dan hasilnya tidak sia-sia.. aku benar-benar menjadi jinak dalam pelukannya.

“Sudah enakan sekarang..?” Tanya Rissa yang bibir merahnya merekah.
“Saya suka dengan bibirmu, Mbak. Cantik..” kataku.. dan menciuminya sebelum akhirnya pergi dengan terburu-buru.

“Makasih ya, Mbak. Hari ini saya tuntas..!” Aku tersenyum penuh kemenangan.
“Eh, sudah..! Sono pulang, nanti istrimu curiga..!” Rissa mengangkat dagu lancipnya.
Tanpa banyak bicara aku pun hengkang.

Di rumah aku berpikir; rumput tetangga memang nampak lebih hijau. Tapi yang di rumah juga nggak kalah seru.

Kutatap tubuh istriku yang sedang tertidur pulas. Dia terlihat mungil.. putih.. dan lincah.. seperti rusa.
Sementara Rissa itu kokoh.. bongsor.. seperti kuda balap. Memacu keduanya benar-benar memberi rasa sensasional.
Ada kenikmatan dan gairah tersendiri yang membuatku tak sanggup untuk melepas keduanya. Entah sampai kapan.

Dan pengakuan Fenti malam itu adalah titik balik.. di mana kehidupanku menjadi lebih menarik.
Sehabis sholat Isya, kami berpandangan lama sekali.

Fenti mengusap sudut matanya, lalu berbisik ragu-ragu.. ”Yah, supaya nggak jadi ganjelan di hati saya. Ada satu hal yang ingin Bunda sampaikan sama Ayah. Tolong dengerin dulu. Setelah ini terserahlah nanti apa reaksi Ayah. Bunda pasrahkan semuanya pada Allah..”

Aku tersenyum enteng.. “Memang ada apa, Bun..?”

“Ayah, Bunda sayang sama Ayah..” katanya lirih.
“Oh, makasih. Ayah juga sayang sama Bunda..” Kukecup ubun-ubunnya.

"Tapi, Yah.. sebelum Bunda hamil.. Mmm.. Bunda.. mm.. itu.. anu..” dia tergagap.
“Apa..?”

“Sebenernya.. waktu itu Bunda sempat masih ada perasaan mendalam sama mantan, si Iyon dan si Jujun ..” Fenti tercekat.
“Hah..!?” Aku pun ikut tercekat.

“Waktu reuni itu.. Bunda sempat mojok dengan mantan itu. Terus, yah.. rada-rada kelewat batas gitu deh..”
Dia menunduk.. tidak berani memandang wajahku.

“Waduh..!? Kelewat batas gimana, sempat korslet..?” Aku terhenyak.
“Enggak sejauh itu deh..” Dia menggeleng.

“Oooh.. cuma ada hati aja..?” Kuembuskan napas lega.
“Enggak juga sih, sampai touching juga..” Dia kembali menunduk.

“Ck.. ck.. udahlah. Kalo cuma touching ringan nggak usah diomongin lagi. Yang penting ke depannya enggak..” aku menyudahi.. karena bersama Rissa aku telah melakukan yang lebih parah.

Fenti terdiam sejenak, lalu dia nyeletuk lagi. “Yang Bunda maksud itu, nggak cuma touching ringan. Tapi.. ya.. sampai mimik cucu gitu deh..”
“HAH..!?” Aku terperangah.

“Pelakunya Iyon atau Jujun..!?”
“Dua-duanya..”

“Hah..!?” Gubrak..!! Aku pun tak bisa berkata apa-apa lagi.

Dan setelah Fenti menyampaikan pengakuannya kami lebih banyak diam. Pengakuannya itu benar-benar terasa pahit dan menusuk sekali bagiku.
Meski tidak baik-baik amat.. tapi dikhianati istri di luaran ternyata bikin puyeng juga. Apalagi ini sama dua mantan sekaligus. Siapa yang nggak nyesek..?

Fenti yang menangkap perubahan nuansa wajahku.. segera berbisik.. “Yah.. Bunda beneran nyesel sempat mengkhianati Ayah..”

“Hehehe.. sudahlah.. Bun. Ayah mau kok menerima Bunda apa adanya.. karena ya.. Ayah ini juga ada jelek-jeleknya juga sepanjang hidup. Banyak. Contohnya ..”

“Ssst.. jangan diceritain, Yah..! Bunda udah tau kok. Sama mbak Rissa ‘kan..?” Kata istriku.

“Hah..!?” Kembali aku tak bisa bernapas.

“Sudahlah..” Fenti merangkulku mesra.
“Sejak pertama, Bunda sudah ikhlas kok. Yang penting Ayah hati-hati aja.. dan jangan lupakan Bunda..”

Aku yang terperangah.. perlahan ikut tersenyum saat kulihat dia tersenyum. Apakah ini benar-benar terjadi..?

Tapi sebelum aku sempat menjawab, Fenti berkata lagi. “Tapi.. Bunda nggak mau ah kalau diajak main bertiga. Bunda malu..!”
Dan dengan itu.. dia melepas bajunya. Selang sebentar dia sudah merintih-rintih sambil menyusuiku.

“Ayah mencintaimu, Bun. Bagiku Bunda tetap yang utama..” jawabku dengan mulut penuh oleh putingnya.

Tampaknya hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok bisa lebih baik dari hari ini.
Dan pada akhirnya nanti.. tercapai semua yang terbaik.

Setelah membubung ke langit ke tujuh yang penuh pelangi dan bintang-bintang.. kami pun pulas dengan sesekali terkekeh oleh mimpi indah yang entah apa isinya.

Batin kami tentram damai bersama.. meski tau kalau jalan masih sangat panjang.. END
-----------------------------------
Salah satu cerita terbaik yg pernah gw baca, juara gan 😊
 
--------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 163 – Karma..!? [Part 04]

Mereka menunggu
lampu hijau untuk melanjutkan perjalanan.
“Kita makan dulu yuk..?” Ajak Lusi.
“Oke. Ke mana..?”

“Hm, ada warung enak di depan sana.
Tapi, sebelum itu.. bagaimana kalau kita nyari hotel dulu..? Takut keburu gelap..”

“Oke, oke..!” kata Joki.
Lusi tertawa, renyah seperti kicau burung murai.

“Di dalam mobil, tangan jangan dikantong dong..”
Joki tersenyum. Lalu mencabut tangannya dari kantong celana.

“Aku tak terbiasa naik mobil, jadi bingung mau meletakkan di mana..”
“Hmm..” gumam Lusi, dan melirik Joki.

“Kalau berjalan dengan pacarmu, tanganmu kamu taruh mana..?”
“Ah..! Itu rahasia. Masa’ harus diceritakan..?” Joki tersipu.

“Tanganmu jenis yang nakal apa pendiam..?” Tanya Lusi, terus mengejar.
“Tergantung..”

“Kalau ceweknya kayak aku..?”
“Hmm.. bisa-bisa tanganku ngilu karena terus bergerak..”

“Wah.. repot dong. Bisa-bisa bajuku lecek semua..”
“Makanya dilepas, biar nggak lecek..”

Keduanya tertawa. Angin terasa lebih tajam menusuk kulit. Tetapi di sini tidak.
Mereka sudah menemukan hotel kecil untuk menginap. Udaranya teramat nyaman.
Masakannya juga enak. Restorannya ber-AC. Sejuk.

Lusi menghirup minuman. Sementara Joki mengaduk-aduk bakmi di mangkoknya.
Mereka tidak jadi makan di luar.

“Ayo, cepat habiskan, Jok..” kata gadis itu.
“Masih panas..” Joki menyahut. Ujung sendok bergeser-geser di bibirnya saat ia meniup.
Bibirnya terlipat.

“Buru-buru amat, udah nggak tahan ya..?” Goda Joki.
“Ah.. kamu itu..!” Lusi tersipu malu.

Beberapa saat mereka diam. Hanya decap-decap kunyahan Joki yang terdengar.
Sedangkan Lusi makan tanpa menimbulkan bunyi. Bibirnya mengerjap-ngerjap.
Sesekali lidahnya menjilat bibir, seksi sekali.

“Jadi, kau tak keberatan untuk menunda kepulangan demi diriku..?” Tanya Lusi tiba-tiba.
“Cuma semalam, tak akan ada bedanya. Memang kamu tak capek menyetir..?”

Lusi mengangguk, dan tersenyum gembira. Joki menyambutnya dengan senyuman juga.
Matahari telah menghilang sepenuhnya dari langit. Tak ada awan yang menghalangi.

Langit tampak bening malam ini.
Berjuta bintang bertebaran menghiasi permukaannya yang menghitam.
Deru lalu-lintas terdengar hingga tempat mereka duduk.

Joki dan Lusi saling menatap. Lusi merasakan gelombang panas merambat di dadanya.
Lalu gelombang itu mengalir ke selangkangan. Dia merasa liang kewanitaannya mulai memanas.

Hal yang sama ternyata juga menimpa Joki.
Tak terasa batang penisnya mulai terbangun dan menegang pelan.

Joki berdiri. “Baiklah..” katanya. “Bagaimana kalau kita balik ke kamar sekarang..?”
Lusi menatap lelaki itu. Bibirnya bergerak, tetapi ucapan yang akan keluar dia telan lagi.

Kemudian tanpa banyak bicara.. ia berbalik dan pergi mengikuti Joki.
Keduanya melangkah cepat menuju kamar yang sudah dipesan.. dan cepat-cepat pula mereka masuk.

Joki menatap gadis cantik yang kini berdiri di depannya. Dadanya bergemuruh.
Darahnya mengalir menyentak. Matanya panas.

“Huh..” Lusi mengembuskan napas keras-keras..
untuk mengurangi beban yang diakibatkan oleh gejolak di hatinya.
Tubuhnya yang sintal terasa gemetar, tergoda akan pesona dalam diri Joki.

“Lus..?” Joki menyekap keluhan dalam dada gadis itu dengan memeluknya perlahan.
Ini berbahaya! Lusi tau itu. Namun ia juga sama sekali tidak bisa menolaknya.

Akan halnya Joki..? Setelah sekian lama menunggu, dan tak pernah membayangkan..
akan berjumpa lagi dengan cinta semasa kecilnya.. – meski kini sudah jadi milik orang lain –
segera menyingkirkan rasa menempelak kecil di hatinya.

Persetan,,! Kalau memang harus menidurinya, kenapa harus ditolak..?
Mungkin ini sudah takdirnya.

Dan, Joki senang pada bayangan yang menyusup ke dalam benaknya.
Tiapkali teringat.. dadanya menyentak. Ulu hatinya terguncang-guncang.

Maka Joki cepat-cepat membimbing Lusi ke atas ranjang.
Sore telah digeser oleh malam. Langit semakin kelam.
Sisa cahaya merah telah kian mengabur pudar.

Joki berdiri di pinggiran tempat tidur. Di sampingnya, napas Lusi berpacu.
Mata mereka saling bertatapan mengikuti naluri hasrat masing-masing.

Perasaan Joki bergetar bagai lonceng yang berdentang..
kala membawa bibirnya menempel pada bibir Lusi yang mungil.

Tanpa aba-aba, ia melumatnya. Lembut.
“Ahh.. Jok..!” Lusi mengerang, namun segera membalas kecupan itu.

Kuluman demi kuluman datang silih berganti dari bibir mereka berdua.
Pertautan dua bibir menghasilkan pergumulan lidah, penuh nafsu dan asmara.

Tanpa sadar.. mereka mulai saling memeluk.
Gesekan dan helaan tubuh terasa nikmat bagai buaian mimpi walau masih terhalang oleh pakaian.

Irama yang awalnya halus.. perlahan berubah menjadi kasar..
seiring dengan tindihan yang saling mereka lakukan.
Perputaran tubuh keduanya, sambil terus berciuman, seperti tanpa ada habisnya.

Sesaat kemudian.. Joki menghentikan ciumannya. Mereka berpandangan mata penuh arti.
Perlahan Lusi mengulurkan tangan lentiknya untuk melepas kancing dan membuka ritsleting celana Joki.

“Kamu yakin, Lus..?” Joki bereaksi dengan ikut membuka kancing baju Lusi pelan-pelan.
Satu per satu pakaian mereka berjatuhan dari tempat tidur.

Duduk berhadap-hadapan, mereka kini bisa saling memandang tubuh bugil masing-masing.
Lekuk-lekuk tubuh Lusi yang begitu mempesona merasuki pikiran Joki dan mengundang seleranya.

Benaknya terisi oleh rasa bahagia akan kenikmatan yang akan segera ia rengkuh.
Waktu terasa berhenti bagi keduanya. Pelan tapi pasti, Joki merapatkan tubuhnya.

Sambil beradu pandang, ia mengusap lembut bagian tubuh Lusi yang begitu ia sukai.
Kedua tonjolan buah dadanya. Ke sanalah tangan Joki menuju..,

Dan bibir tipis Lusi langsung terbuka.. untuk mengeluarkan desahan-desahan pendek..
begitu Joki mengusap serta meremas-remasnya dengan penuh nafsu.

“Ehm.. geli, Jok..”
Lusi menggelinjang saat tangan Joki juga melewati daerah kemaluannya yang telah basah.

Ia balas membelai batang kemaluan laki-laki itu dengan penuh perasaan.
Merasakan betapa tebal dan kerasnya benda panjang itu.
Sangat berbeda sekali dengan milik Bram, suaminya.

“Lus..!” Merangkul ke dalam pelukan.. Joki menghantarkan rasa hangat tubuh Lusi ke dalam dirinya.
Kelembutan kulit gadis itu menyentuh kulit berbulu miliknya.

“Buruan, Jok. Aku sudah nggak tahan..” Pelan-pelan Lusi naik ke atas pangkuan Joki.
Tangannya merangkul bagian belakang leher laki-laki itu.

Joki memegang punggung Lusi yang terasa begitu mulus dan mengusapkan tangannya naik turun.
Keduanya beradu ciuman kembali dengan sangat-sangat mesra dan dekat.

Dan selanjutnya, “Ahh..!!” Tubuh Lusi berjengit sedikit dan ia melepaskan bibirnya dari kuluman Joki,,
sambil mendesah panjang..
begitu batang kemaluan Joki yang mendongak ke atas terselip masuk ke dalam liang kenikmatannya.

Joki ganti mendaratkan ciuman ke leher Lusi yang jenjang,..
membuat gadis itu tak kuasa untuk segera menurunkan tubuhnya.. Slebb..

Jlebb..!! Membenamkan seluruh batang kemaluan Joki ke dalam lorong kewanitaannya.
Lusi pun mendesah keras dan semakin panjang, “Aaahh..!!”

Lepas pulalah kecupan bibir Joki pada lehernya.. manakala ia sedikit demi sedikit..
mulai menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah di pangkuan teman masa kecilnya itu.

Tubuh mereka saling menempel dan bergesekan kuat.
Deru nafas keduanya saling bersambung dan bersahut-sahutan. Kulit bertemu kulit.

Dada Joki bagai dibelai oleh kekenyalan payudara Lusi yang menegang kencang.
Belaian putingnya yang mungil menggelitiknya.. terasa lain daripada yang lain..
seiring dengan irama gerakan naik-turun Lusi yang terus berlanjut walau masih pelan.

“Ohh.. Lus, ohh..” ucap Joki dalam kenikmatan dengan mata berkejap-kejap.
Lusi makin mempererat dekapannya dan berbisik.. “Jok, a-akkhhu mauu..hhhh..”

Tapi belum tuntas kalimatnya, dia sudah keburu mengejang hebat.
Tak kuasa menahan tumpahan kenikmatan dari perasaannya yang terdalam.

Seakan mengerti apa kelanjutan kalimat itu, Joki balas berbisik..
“Lepaskan, Lus.. ohh.. lepaskan semua..!!”
“Ahhhhh..!!” Desah Lusi tak bergerak lagi,,

Namun tubuhnya terus bergelinjang dalam kenikmatan.
Dinding-dinding liang senggamanya terasa berdenyut-denyut..

Mengantarkan tumpahnya cairan klimaks yang begitu membahagiakan.
Guyuran cairan itu membasahi batang kemaluan Joki yang masih menancap kaku.

Untuk sesaat.. keduanya tak bergerak maupun bersuara.
Lusi lemas di atas pangkuan Joki.. matanya terpejam.. Joki membelai rambut panjang gadis itu..
yang sehari-hari tertutup jilbab.. penuh rasa kasih sayang.

Lusi membalas dengan memberi kecupan-kecupan kecil di dada Joki yang bidang.
“Ehm.. nikmat sekali, Jok..” Lusi bergidik merasakan kejantanan Joki yang masih tegak berdiri..
bagai tentara siap berperang dalam kegelapan.

Dengan alat kelamin tetap bertaut erat,, Lusi hanya bisa pasrah..
ketika Joki mengangkat lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Pemuda itu lalu menindihnya.. menempatkan diri di atas tubuh montok Lusi..
yang cuma bisa memandangi dengan kecantikan wajahnya yang semakin mempesona.

Tak kuasa menahan gejolak.. Joki kembali melayangkan ciuman ke bibir tipis gadis itu.
Pertautan lidah kembali terjadi walau sesaat.

Bergerak pelan dan penuh perasaan.. Joki mulai menggerakkan pinggulnya naik-turun dan maju-mundur.
“Ehm.. Jok..! Terus..! Yang kuat..!” Lusi mengerang menyemangati..

Kaki-kaki Lusi yang semula terlempang lemas.. perlahan mengapit pinggang Joki yang berada di antaranya.
Joki sendiri terus menggerakkan pinggulnya, iramanya begitu menghanyutkan.

Sekuat tenaga ia berusaha membawa dirinya bersama Lusi meniti tangga gairah menuju puncak kenikmatan.
Tangan-tangan Lusi menggapai bantal dan seprei yang ada di sekelilingnya.

Dia menggenggamnya erat-erat.. seakan menahan sesuatu yang tak ingin ia lepaskan cepat-cepat.
Diiringi dengan desahan-desahan menggairahkan yang jujur nan polos tak dibuat-buat.

Pendakian bersama itu akhirnya mencapai tujuannya. Gerakan Joki terhenti tiba-tiba dengan tubuh menegang.
Di dalam liang kenikmatan Lusi yang paling dalam.. batangnya bergemuruh hebat, berdenyut tiada henti.

Yang disambut oleh Lusi dengan cengkeraman kuat pada dinding-dinding liangnnya.
Kehangatan melumuri permukaan licin itu, memicu sebuah gejolak yang telah Lusi tahan sejak tadi.

Gadis itu pun melenguh dalam kenikmatan.. “Ooaah...!!” Tubuhnya bergelinjang dalam dekapan Joki.
Waktu seakan berhenti ketika denyut dan aliran kenikmatan mereka bersatu padu.

Keduanya merasa lemas.. seakan tak ada lagi sisa tenaga yang mampu mereka keluarkan..
Kecuali mendekapkan diri satu sama lain. Dan tertidur pulas hingga pagi hari.
----oOo----

Tiba di kampung, ternyata keadaan ibunya tidak segawat yang ia kira.
Perempuan itu hanya kecapekan karena usia tua.
Pantas saja tidak mengabari Joki, karena keadaannya memang tidak parah.

Namun ia senang melihat kepulangan Joki..
meski agak kecewa juga karena ternyata Joki belum memiliki pasangan.

“Kapan kamu akan memberi ibu cucu, Jok..?” Tanya ibunya dengan raut muka pucat.
Joki hanya memberinya senyuman. Dia memandang ke luar lewat jendela.

Seorang gadis tersenyum kepadanya. Masih sangat muda. Wajahnya tirus seperti wortel.
Kulitnya putih bersih. Jilbab lebarnya tergerai hingga ke bahu.
Sejak kedatangan Joki.. gadis itu selalu memperhatikannya. Seperti penasaran. Tatapan matanya sendu.

“Siapa dia, Bu..?” Tanya Joki pada ibunya. Ibunya menoleh.. tapi gadis itu sudah menyingkir.
Ketika Joki menunjukkan ciri-cirinya, ibunya juga tetap tak bisa menebak.

“Kamu istirahatlah dulu, pasti capek kan..?” Kata perempuan itu pada akhirnya.
Joki mengangguk, dan segera meninggalkan kamar ibunya.

Sore hari.. ia mencoba untuk berjalan-jalan. Tetapi, semua teman yang ia datangi tidak ada.
Kalau bukan kerja di kota, pasti sudah ikut suami atau istri pindah ke kampung lain.

Joki benar-benar kesepian. Berhari-hari ia keluyuran tak tentu arah.
Sementara keadaan ibunya masih belum membaik juga.

Joki sebenarnya ingin kembali ke kota.. ia rindu dengan kesibukan bengkel.
Tapi hatinya juga tak tega meninggalkan perempuan yang sudah melahirkannya itu.

Yang membuat Joki kerasan hanya satu; kehadiran gadis bermata lebar dengan tatapan sendu..
yang selalu menghindar setiapkali coba ia dekati.

Dari Ambar, adiknya.. Joki bisa mengetahui kalau namanya adalah Widuri.
Nama yang cantik.. secantik orangnya. Dan Joki bertekad untuk bisa mengenalnya lebih dekat.

“Jika aku menanti di rumah, tentunya aku akan bertemu lagi dengan wajah yang teduh itu..”
kata Joki kepada dirinya sendiri.

Ya, apa salahnya..? Toh tidak ada yang harus dikerjakan pada sore hari begini.
Nyaman juga rasanya duduk melamun di dalam kamarnya. Matahari tak lagi panas.

Cahayanya hanya menyiratkan sinar kemerahan di langit barat.
Sebentar lagi lampu-lampu akan menyala. Lalu senja akan digeser oleh malam.
Tetapi, hendaknya sebelum kelam, wajah teduh itu muncul.

Dan apa yang ditunggu Joki akhirnya tiba.
Pemuda itu menajamkan pandangan begitu gadis berbaju biru muda itu melangkahkan kaki pelan ke dalam rumahnya.

Joki mengawasinya. Ayunan pinggul gadis itu, aduhai indahnya. Dia melintas di seberang ruangan.
Sekejap pandangan mereka beradu. Mata gadis itu seperti terkejut. Namun terus melangkah.

Akan halnya Joki.. hanya berdiri dan mengawasi hingga gadis berjilbab itu keluar lagi dari rumahnya..
setelah selesai memberi obat pada ibunya.
Gadis itu memang bidan kampung.. yang tiap hari datang ke rumah Joki untuk memantau kesehatan ibunya.

Joki termangu-mangu. Ah, heran. Kenapa dia yang biasanya pemberani, jadi penakut seperti ini..?
Alangkah konyolnya.. padahal sudah banyak perempuan yang ditaklukkan olehnya.
Namun menghadapi gadis desa, Joki malah tidak bisa ngomong apa-apa. Ada apa ini..?

Telah terlewat satu momen. Maka Joki kembali duduk. Dia menatap puntung kretek di dekat kakinya.
Ada enam atau tujuh puntung untuk menunggu Widuri. Apakah ini karena cinta..?

Joki sangat tertarik.. tapi tak berani bertindak. Ngomong pun tak berani. Benar-benar konyol..!
Tapi gadis itu memang tak sama dengan perempuan-perempuan lain dalam kehidupan Joki.

Dalam kesamaran senja.. wajahnya yang teduh bagaikan patung seorang dewi..
bagaikan bidadari yang sering dilukiskan oleh seniman-seniman ahli.

Wajahnya tidak bertipe erotis. Dia lebih mendekati Dewi Sri, yang menyimpan pesona dalam keheningan.
Gadis itu memang kampungan, tetapi indah di tengah-tengah kehidupan yang serba kekurangan.
Dia bagaikan bunga melati bersaput embun di tengah taman firdaus. Harum, tetapi diam.

Joki berkata pada dirinya sendiri, untuk menyemangati..
“Kalau memang ada niat, langsung saja serang. Pakai teknik Napoleon..”

Maka, keesokan harinya, di sore yang sama, kendati dengan jantung yang berdegupan, Joki mendekati gadis itu.
“Hai..!” Sapanya. Lho.. suaranya kok jadi lain..?

Dan.. jantungnya menggelepar.. sebab gadis itu mengangkat kepala dan menatapnya.
Sejuta pesona terhimpun dalam mata itu. Bagai telaga yang menyimpan sejuta misteri.

“Hmm..” Bibir gadis itu terkuak.
Kelopak bunga mawar itu terkuak pada senja yang disungkup keredupan sinar matahari.

Bibir itu nampak cemerlang. Matanya masih menatap. Menaksir-naksir.
Banyak percakapan permulaan yang sudah disiapkan oleh Joki.. tapi tak satu pun teringat olehnya.
Playboy ini bingung. Tidak biasanya memang.

Mereka masih berdiri berhadapan. Apalagi yang harus dikatakan..?
“Sudah mau pulang..?” Tanya Joki pada akhirnya.

Gadis itu mengangguk. Sedang Joki bingung lagi.
“A-aku.. ingin kenalan..” kata Joki kemudian.

Kelopak mata gadis itu terangkat. Dia pun bingung. Tetapi.. bibirnya menyimpan senyum samar.
Geli melihat kecanggungan lelaki di hadapannya.

“Boleh..?” Suara Joki tersendat.
Gadis itu masih terheran-heran. Dia mengawasi muka lelaki di depannya. Instingnya mencoba menilai.
Kelihatannya lelaki ini jujur, pikirnya.

Lalu dia mengangguk. Joki mengulurkan tangannya. Gadis itu nyaris tertawa.
Tetapi, disimpannya tawa itu sebab dia melihat kesungguhan di wajah Joki.

“J-Joki..” kata Joki sambil menjabat tangan gadis itu, terasa halus dan lembut.
“Widuri..” balas gadis itu.

“Rumahmu di mana..?” Tanya Joki.
Widuri menatap Joki, lalu tersenyum. Hanya itu.

“Boleh aku antar..?”
Widuri tetap tersenyum, tetapi tak memberikan jawaban.

“Boleh..?” Desak Joki.
Gadis itu menggeleng.

“Kenapa..?”
Jilbab gadis itu melambai. Sekali lagi dia menggeleng. Ah! Joki terdiam.

Mereka tiba di luar rumah. Mata gadis itu mencari-cari sesuatu, sendalnya.
Begitu sudah dipakai.. dia pun menyingkir pergi.

Namun sebelum jauh, sekejap Widuri sempat melintaskan pandangan ke arah Joki.
Dan.. lelaki itu terpana. Sesuatu terbawa oleh kepergian Widuri;
Sedikit kepingan di hati Joki yang perlahan mulai mengembang!
----oOo----

Manakala Widuri melintas di dekat jendela, dia melihat lelaki itu berdiri di bawah pohon di pinggir jalan.
Apa maunya sih..? Widuri berkemas-kemas merapikan mejanya. Sebentar lagi kantor desa tutup.

Apa maunya lelaki itu..?
Dan, hati gadis itu jadi rusuh.
Sejak semalam hatinya rusuh. Kemunculan Joki kemarin sore membuatnya bingung.

Ia tak ingin berdekatan dengan lelaki mana pun. Widuri tak mungkin menambah kisah hidupnya..
dengan pengalaman yang tak terduga. Yang tak terduga adalah mengerikan. Bisa pahit, bisa pula getir.

Ya, yang pahit.. yang getirlah yang mungkin singgah kepadanya.
Widuri tak ingin menumpuk kegetiran dalam hidupnya.

Berkeluh dalam hati, ia pun keluar dari kantor desa.
Joki melangkah mendekatinya. “Gimana kabarmu..?”

Widuri mengangkat kepala. Sekejap pandangannya bersamplokan dengan pandangan mata lelaki itu.
“Ada apa..?” Tanyanya datar.

Joki kebingungan. Matanya gelisah. Tak berani menatap balik.
“Ada apa..?” Ulang Widuri.

Joki gelagapan. “Emm.. eh, b-boleh kuantar pulang..?”
Widuri tak menjawab. Dia meneruskan langkah. Joki menjajarinya.

Mereka berjalan di jalanan desa yang tak beraspal. Tanpa bicara.
Hanya desar bunyi sendal keduanya yang terdengar berdetuk-detuk di jalan.

Joki kepingin bicara, tetapi dia bingung apa yang mau diomongkan.
Hmm, ternyata begini rasanya jatuh cinta..!?

Mereka berjalan berdampingan. Dan, gadis itu lebih bingung lagi dibanding Joki.
“Sudah lama kerja jadi bidan..?” Tanya Joki kemudian.
“Baru dua tahun..”

“Sebelum itu kerja di mana..?”
“Tidak kerja. Sekolah..”

“Sudah lama tinggal di sini..? Aku kok tidak pernah melihatmu..”
“Aku pindahan dari desa sebelah..”
“Oo.. pantas..” kata Joki.

“Senang kerja jadi bidan..?”
“Asal bisa mengamalkan ilmu, aku sudah senang..”
“Ya, memang..” kata Joki mendukung.

“Kalau kamu, kerja di mana..?” Tanya Widuri.
“Di bengkel, di ibukota propinsi..”
Widuri melirik lelaki itu. Seperti ingin bertanya, tapi kemudian urung.

“Tinggal dengan orangtua..?” Tanya Joki tanpa mengalihkan pandangan.
“Tidak. Sewa rumah kecil..”

“Sendiri..?”
“Tidak..” kata Widuri. Dia sangat sedikit bicara. Sementara Joki sendiri tak mampu bicara banyak.

“Sama suami..?” Tanya Joki.
Gadis itu tersentak. Dia menggerakkan kepala, menggeleng, lalu menunduk.

“B-bukan..” jawabnya dalam desah.
Joki mengalihkan pembicaraan, “Sudah melihat-lihat seluruh desa? Aku bisa mengantarmu..”

“Belum..”
Lantas diam lagi.

“Nanti malam, ada acara..?” Tanya Joki.
“Di rumah saja..” kata Widuri.

“Wah..!”
Widuri menoleh. Joki tersenyum. Hm.. senyumnya tidak sekeras matanya.. pikir gadis itu.

Mereka sudah tiba di persimpangan.
Rasa-rasanya, jalan dari balai desa ke sini lebih singkat dari biasanya.

“Bagaimana kalau kita makan dulu..?” Tanya Joki.
“Maaf, aku harus buru-buru..” Widuri berjalan ke arah tenggara.

“Boleh aku temani sampai rumah..?”
“Terimakasih. Tapi tak usah. Aku lebih senang sendiri..”

Joki berdiri mematung di pertigaan yang sepi. Baru kali ini ada cewek yang menolak tawarannya.
Widuri memang spesial, dia bukan gadis sembarangan. Alangkah sulitnya.. keluh Joki dalam hati.
Namun semakin sulit, ia pun semakin penasaran.

“Sampai ketemu lagi..!!” Teriak Joki.
“Iya..” kata Widuri hampir tak terdengar. Ditimpa matahari sore, ia terus melangkah pelan.
Joki tertegak bagai tugu batu. Sendiri dan sepi, di tengah-tengah lengangnya suasana kampung.

Akan halnya Widuri..? Dia mengembuskan napas keras-keras. Hatinya rusuh. Tak ingin. Tak ingin.
Tak ingin dia didekati. Tetapi, ah..! Mata lelaki itu. Mata yang gelisah. Mata yang tak berani bertatapan.
Mata yang menimbulkan iba. Mata yang memohon simpati.

Ah, gelisah apa gerangan yang tersimpan dalam hati lelaki jangkung itu..? Mata itu, mata itu, mata itu, ah..!
Mengingatkan Widuri pada mata seseorang yang masih singgah di hatinya.

Mata yang selalu mengkilik-kilik sanubarinya.
Mata yang menyimpan sejuta cinta, yang pemiliknya dicintai oleh Widuri.

Tetapi.. masing-masing kini telah berpisah.
Menempuh jalan masing-masing untuk menggapai hidup yang lebih baik.
Mampukah Widuri mengkhianatinya..? Ah, sepertinya tidak mungkin.

Tiba di rumah, Widuri lekas menyalakan lampu.
Rumahnya yang apik, meski berukuran kecil, menyungkupkan kesepian. Lalu dia masuk ke kamar.

Widuri berusaha melupakan sore yang barusan dilaluinya. Ia melengak.
Hati Joki pasti tersinggung lantaran tak dibolehkan datang ke rumahnya.

Ah.. apakah Widuri sudah menyakiti orang yang baik.
Tapi, apa mau dibilang..? Bukankah itu yang terbaik..?

Tapi, matanya itu! Ah.. matanya seperti mata kucing yang tak berdosa.
Dan, Widuri pun bimbang.
Dia tak tau kenapa sampai memikirkan lelaki yang tak begitu dikenalnya tersebut.

Padahal itu tidak boleh. Sangat-sangat tidak boleh.
Tetapi.. anehnya dia merasa sangat dekat dengan lelaki tersebut.
----oOo----

Joki tidak berniat untuk langsung pulang. Ia ingin bertemu dengan Tohir..
Teman yang kasar tetapi hatinya baik seperti malaikat.

Hanya si kurus satu itu yang masih tinggal di kampung..
Dan selalu siap menampung keluh kesah Joki saat tengah dihimpit kesepian seperti sekarang.

Namun sudah tigakali ia mengetuk.. pintu belum juga dibuka.
Besar sekali harapan Joki bisa melihat seringai Tohir yang lebar..
senyum yang menampilkan giginya yang putih berlatar kulit yang kehitaman.

Tetapi, laki-laki itu tidak muncul. Sial..! Kenapa dia tak ada.
Maka Joki duduk melengut seperti sapi kekenyangan di bangku panjang.

Kakinya terjulur, berharap sepatunya ditendang oleh Tohir seperti biasanya.
Tetapi, harapan itu tak terkabul.
Senja telah mulai turun. Bunga-bunga terlihat lebih indah.

Lama tak jatuh cinta, begitu merasakan malah membuat kepalanya jadi berat.
Atau barangkali cinta kali ini memang sangat keras..?
Tapi, pikir Joki.. dulu aku tak segampang ini jatuh cinta.

Apa ini adalah tanda dari Tuhan bahwa Widuri adalah jodohku..?
Ah, tiada yang tau. CONTIECROTT..!!

-----------------------------------------------oOo------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd