-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------
Cerita 116 – Ekspedisi Borneo
[Part 10]
Erick maju untuk menatap seluruh tubuh gadis pujaannya yang tampak kuning mengkilat, indah sekali.
Meski tau sekarang bukan waktu yang tepat, tak urung Erick tetap bergidik juga.
Dan ia langsung mundur, agar debaran jantungnya jadi kembali tenang.
Salahsatu orang Dayak berbisik pada mereka. “Ayo kita pergi..” ujar Erick pendek.
“Kau tidak cemburu..? Lihat gadismu..!” Bisik Sarah.
“Buat apa..? Itu semua demi kebaikan Clara..”
Salahsatu orang dayak lalu mengantar mereka melintasi jalan setapak di sebelah selatan desa..
menuju gubuk terpencil yang sudah menunggu.
Di sana mereka merebahkan diri dan beristirahat sampai sinar matahari berangsur-angsur condong ke barat.
----oOo----
Erick terbangun akibat dari suara-suara yang bergumam pelan.
Ia membuka mata dan melihat siluet merah tipis di luar melalui jendela gubuk.
Matahari telah condong ke barat.
Arlojinya menunjukkan pukul 17.11 - pukul lima sore, waktu Indonesia bagian barat. Ia hanya tidur sekitar dua jam.
Menguap, Erick lalu melirik ke arah Sophia yang masih tidur meringkuk dalam selimut di lantai.
Ranjang-ranjang yang lain kosong. Ia kembali mendengar suara bergumam, dan menoleh ke jendela.
Tampak Miranda berada di sana, sedang.. ah, penasaran sekaligus juga kaget..
Erick segera turun dari tempat tidur dan memperhatikan, dengan lebih teliti.
Ternyata memang benar, tapi.. ini tidak mungkin. Erick pun menyusul keluar, yang terlihat remang-remang.
Udara terasa dingin sekali, setiap embusan napasnya segera mengembun.
Tapi Miranda dengan cuek berdiri di sana, tubuhnya telanjang! Wanita itu sedang membelakanginya..
Tapi ketika Erick mendekat, ia langsung menghentikan ‘perbuatannya’ dan berbalik.
“Aku pikir kamu sedang tidur..” kata Miranda, tenang.
“Apa yang kau lakukan..?” Erick bertanya heran.
“Sedang bernegosiasi..” ia memberitahukan.
“Untuk apa..?” Erick terkesima.
Ia tercengang ketika melihat lengkungan-lengkungan di tubuh Miranda yang sungguh indah..
serta keringatnya yang berkilau-kilau dalam cahaya matahari sore.
Di sekeliling perempuan itu, Erick melihat orang-orang Dayak menatapnya tajam.
Sorot mata mereka berkesan sangat tidak bersahabat, karena takut kesenangannya diganggu.
Maka Erick langsung tersenyum ramah, seakan-akan menyetujui adegan aneh tersebut.
Seorang dayak bertubuh pendek dan berpenampilan keras..
dengan rambut tebal dan mata berwarna gelap yang awas..
Segera melanjutkan gerakannya kembali setelah tadi sempat berhenti.
Ia kembali menyetubuhi Miranda.. yang tampaknya senang dengan apa yang ia lakukan.
Wanita itu menoleh pada Erick sambil tersenyum lebar.
“Ahh.. m-mereka memiliki informasi soal.. s-sumber intan biru.
L-lebih banyak dari.. ahh.. y-yang kita t-temukan kemarin. J-jadi .. auwh..!”
Miranda tidak sanggup berkata-kata lagi..
karena salahsatu orang dayak sudah menusukkan penis ke dalam mulutnya, meminta untuk dukulum dan dilumat.
“Tapi, apa harus begini..?” Balas Erick.
Miranda tersenyum. “Imbalan seperti inilah.. ahh.. y-yang mereka inginkan. K-kalau kita menginginkan sesuatu.. ughh..
K-kita harus b-berani.. auhh, bertaruh. O-orang-orang ini.. bukan orang bodoh..”
Erick menggelengkan kepala. “Di mana Sarah..?”
“Ahh.. t-tadi dia.. p-pergi.. uhh.. ke s-sungai..” jawab Miranda dengan payudara terpantul-pantul..
akibat genjotan laki-laki di belakangnya.
“Hmm, begitu..?” Erick mengangguk dan kembali ke gubuk.
Sebelum masuk, dia berbalik sebentar dan cepat-cepat menambahkan..
“Nikmatilah, aku juga akan sedikit bersenang-senang dengan Sophia kalau begitu..”
Ujarnya dengan senyum lebar yang membuat jengkel Miranda.
“B-bajingan..!!” Wanita itu menggerutu.
Laki-laki dayak yang menyetubuhinya sudah ejakulasi, dan segera digantikan oleh lelaki lainnya.
Di belakang, masih banyak yang antre.
Ada sekitar sepuluh orang yang berkumpul di sana, semua dalam kondisi tubuh telanjang.
Miranda sungguh harus bekerja keras malam ini.
Seorang dayak yang telah memiliki ereksi sempurna, tanpa basa-basi mulai menyetubuhinya dari arah belakang.
Miranda pasti sangat basah, karena kemaluan yang begitu besar itu dengan mudah meluncur masuk.
Miranda sedikit terkesiap saat ia menerimanya, sambil sejenak memuntahkan penis besar keluar dari mulutnya..
“Ugh yah.. pelan-pelan..!" Namun dayak itu tidak peduli.
Merasa telah menguasai pinggul Miranda, ia pun mulai mempercepat laju sodokannya.
Dan ia menggeram begitu vagina hangat Miranda menyambutnya dengan senang hati.
Segera ia membanting kemaluannya dengan kekuatan penuh..
menyebabkan Miranda tersentak dan berteriak-teriak setiapkali dia menusuk.
“Auw! Ahh.. pelan-pel.. hmph..!!” Dan jeritan Miranda terbungkam saat seorang dayak lain..
memasukkan batang penis ke dalam mulutnya.. sehingga kini ia tertusuk dari kedua lubang.
Sementara dayak yang ketiga mengambil tangannya..
kemudian membungkuskan jari-jari lentik Miranda di sekitar batang penisnya.
Setelah tersedak sejenak.. Miranda tampak mulai menemukan ritme untuk mengakomodasi mereka semua.
Dia terlihat liar oleh nafsu, rindu akan belaian penis panjang dan tebal.
Membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi kian ganas dan brutal.
Dengan berbagai cara mereka menggunakan vagina, mulut serta tangan Miranda untuk bersenang-senang.
Tidak butuh waktu lama bagi Miranda untuk mulai kejang-kejang saat nikmat orgasme menggiringnya ke tepian.
Tubuh langsingnya tampak berombak, melemparkan rambut hitam panjangnya ke depan.
Mata Miranda terpejam, sementara tangannya menarik-narik putingnya sendiri saat ia gemetar oleh klimaks.
Di saat yang sama, penis panjang yang tengah dikulumnya meledak; mengirim tetesan sperma kental ke mulut..
Dagu, gigi, lidah, serta hidungnya. Beberapa bahkan ada yang menempel di mata.
“Hhh.. hh.. s-sudah.. b-berhenti sebentar..” desah Miranda terengah.
Namun seorang pria dayak yang berada di sisinya, sama sekali tidak memberi kesempatan itu.
Rakus ia menjilati puting susu Miranda. Lalu merangkak naik ke leher, dan akhirnya berhenti di sekitar mulut.
Miranda tak lagi dapat memprotes saat ujung lidah basah mulai menyeruak masuk ke celah bibirnya.
Ia membuka mulut, membiarkan lidah penyusup itu bergumul dan bermain dengan miliknya.
Mereka berbagi keinginan yang sama, serta tetesan air liur juga.
“Ahh..!!” Melirik ke bawah.. Miranda melihat orang kedua yang menyetubuhinya sudah menggeram lemas.
Pejuhnya berceceran di bokong dan perut Miranda.
Namun dengan cepat celah mungilnya yang memang begitu menggoda, diisi kembali.
Oleh orang yang lain lagi.. dengan kemaluan terasa sedikit lebih kecil.
Di saat Miranda masih melayang..
tiba-tiba seorang pria dayak muncul di depan mulutnya, dengan penis sudah mengacung tegak.
Masih ada berapa lagi sih..? Batin Miranda dalam hati. Mereka seperti tiada habis-habisnya.
Namun tanpa memprotes.. Miranda segera membuka mulut dan menjulurkan lidahnya.
Ia sentuh batang panjang itu di sana-sini, beberapakali juga mengisapnya..
atau memainkannya dengan ujung lidah.. sebelum kemudian melanjutkan lagi dengan mengulumnya kuat-kuat.
Miranda harus tetap melakukannya, seberapa pun capek yang ia rasakan.
Dia rela mengorbankan tubuh.. karena ini semua demi intan biru.
Benda langka yang sanggup mengubah masa depan negara Indonesia.
----oOo----
Keesokan paginya.. seluruh lembah tertutup lapisan abu hitam tipis.
Ketika terbangun.. Miranda langsung teringat pada rencananya kemarin, tampaknya misi kali ini tidaklah terlalu gagal.
Tekadnya untuk menemukan intan semakin menggebu, meski tubuhnya terasa amat lelah.
Bayangkan.. melayani hampir sepuluh orang dalam semalam.
Namun setidaknya pengorbanan itu akan terbayar dengan ditemukannya sumber-sumber intan biru.
“Ayo sarapan. Mukamu pucat sekali..” kata Sarah yang sudah bangun lebih dulu.
“Di mana yang lain..?” Miranda meregangkan tubuhnya yang terasa begitu kaku.
“Erick sedang pergi ke tempat sang dukun untuk menengok keadaan Clara.
Sedang Sophia berkeliling merekam dengan kameranya..”
Miranda menggerakkan bahu. “Kita harus segera berangkat..”
“O ya..?” Sarah bertanya dengan sabar. “Sebaiknya kita makan dulu..”
Tidak membantah.. Miranda segera mencuci muka..
kemudian menyantap daging bakar yang disiapkan oleh perempuan suku dayak.
Sepuluh laki-laki yang tadi malam menyetubuhinya, sama sekali tidak kelihatan.
Mungkin mereka sudah pergi ke hutan untuk berburu dan memasang jerat.
“Bagaimana keadaan Clara..?” Tanya Miranda saat melihat Erick kembali.
“Lumayan. Sudah mulai siuman, tapi badannya masih lemas..”
“Jadi, dia tidak ikut..?”
“Malah akan merepotkan..” Erick mengepaki peralatannya dan memasukkannya ke dalam tas ransel.
“Mereka bilang tanah pegunungan di sebelah utara mengandung banyak batu biru yang bercahaya..”
Miranda memberitau.
“Hmm, sangat menarik..” Erick bergumam.
“Bagaimana dengan Orangutan, apakah nanti kita tidak akan diserang..?”
“Di sana tidak ada Orangutan..
Dan akan ada dua orang suku dayak yang akan mendampingi kita. Jadi sepertinya akan aman..”
“Baiklah, ayo berangkat..”
Tempat yang mereka tuju ternyata berbentuk sekumpulan reruntuhan batu tua di tengah hutan panas dan lembap.
Mereka mencari sisa-sisa letusan gunung berapi yang kini sudah tak aktif lagi.
Hubungan antara intan dan gunung berapi telah diketahui sejak lebih dari satu abad..
Namun tetap belum dipahami sepenuhnya.
Sebagian besar teori menyatakan bahwa intan.. yaitu kristal-kristal karbon murni..
Terbentuk di selubung atas kerak bumi yang bertekanan dan bersuhu luar biasa..
Kira-kira 1.600 kilometer di bawah permukaan.
Intan-intan tersebut tetap berada di dalam perut bumi, kecuali di daerah-daerah gunung berapi..
Tempat aliran magma cair membawa batu-batu itu ke permukaan.
Tapi ini tidak berarti orang harus mendatangi gunung berapi yang sedang meletus..
untuk menangkap intan-intan yang disemburkan.
Tambang intan pada umumnya terdapat di gunung berapi yang sudah mati..
dalam kerucut-kerucut yang telah membatu.
Berdasarkan informasi geologis dari Miranda.. mereka kini mencari sisa-sisa gunung berapi..
yang dulu pernah ditemukan oleh para penduduk suku dayak pedalaman.
Beberapa saat sebelum tengah hari, upaya mereka akhirnya membuahkan hasil.
Pada bukit-bukit di sebelah utara..
Miranda menemukan sejumlah terowongan yang menembus ke dalam lereng gunung.
Perempuan itu tampak begitu gembira. Erick berkata..
“Ini hanya terowongan-terowongan biasa, dengan tonjolan-tonjolan batu berwarna cokelat buram di sana-sini..”
Miranda segera memotong.. “Tonjolan-tonjolan batu buram tersebut sesungguhnya adalah intan;
Setelah dibersihkan, batu-batu itu menyerupai kaca kotor..” katanya sambil melompat-lompat senang tak terkendali.
“Hei, jangan jadi gila..” ujar Sarah, sama sekali tidak sadar apa yang ada di depan matanya.
Jika seseorang memandang ke dalam terowongan tambang intan, tak satu pun intan akan terlihat.
Yang ada hanya batu-batu menonjol.
Dengan menggunakan parangnya.. Miranda berhasil mematahkan salahsatunya..
Kemudian memperlihatkan kilau kebiruan yang langsung tampak. “Ini yang kita cari..!” Kata wanita itu, bangga.
Sarah melihat enam atau tujuh batu berukuran sama dengan batu yang baru saja dicungkil oleh Miranda.
Dan masih ada lebih banyak lagi di dalam gua. Ratusan, bahkan ribuan.
“Sepertinya, kita berhasil..” ia berkata, hampir menangis.
“Ya, ada sekitar empat ribu sampai limaribu tonjolan di sini. Tinggal kita patahkan, tanpa perlu menggali..
tanpa perlu mengayak, tanpa perlu berbuat apa-apa. Tambang ini sangat kaya. Betul-betul sukar untuk dipercaya..”
Sophia mengajukan pertanyaan yang sudah sedari tadi terbentuk dalam benaknya.
“Kalau tambang ini begitu produktif..” ia berkata.. “Kenapa para penduduk tidak memanfaatkannya..”
Erick segera mengalihkan pertanyaan itu pada para pengawal dan mendapat jawaban.
”Mereka hanya menggunakan sedikit sebagai bahan penyulut api.
Selebihnya tetap dibiarkan karena mereka tidak mengetahui kegunaannya..”
Sebagai batu perhiasan.. kristal-kristal tersebut memang tidak berharga..
– semuanya berwarna biru karena terkontaminasi zat lain.
Takkan terbayang oleh para penduduk bahwa batu-batu tersebut ternyata lebih langka..
dan lebih bernilai dibandingkan sumber daya mineral mana pun di dunia.
“Dan itu adalah keuntungan buat kita..” Miranda tertawa dan memetik intan lain dari dinding batu.
“Kenapa intan-intan biru ini begitu dicari..?” Tanya Sophia.
“Karena akan mengubah dunia..” jawab Miranda dengan nada lembut.
“Intan-intan ini akan mengakhiri zaman nuklir. Selain senjata.. kita juga dapat menggunakan intan-intan ini..
sebagai bahan bakar yang sangat hemat. Sebagai perbandingan.. satu tanker minyak..
setara hanya dengan satu sendok intan. Malah bisa lebih sedikit lagi kalau riset kita sudah lebih sempurna..”
Sophia mengangguk mengerti.. dan bersama Erick serta Sarah..
mereka segera membantu Miranda untuk mulai meneliti intan-intan itu.
----oOo----
Sudah lewat tengah hari ketika Clara terbangun.
Menyipitkan mata, ia melihat sekelilingnya dengan bingung.
Udara terasa lembab.. membuat bajunya basah dan menempel ketat di tubuh;
Menekan setiap lekuk di bongkahan payudara serta pinggangnya dengan begitu indah.
Kulitnya berkilau oranye pucat oleh sisa-sisa minyak penyembuh.
Clara menoleh ketika merasa kedua lengannya tertarik ke sudut dan diikat erat di pergelangan..
– Sangat tidak nyaman. Kaget dan sedikit gugup, ia langsung membuka matanya.
"A-apa yang terjadi..?” Tanyanya terkejut.
“Sshh..” terdengar sebuah suara tanpa emosi.
Clara merasa pergelangan kakinya juga diikat ke samping..
Membuatnya jadi benar-benar tak berdaya dan sangat rentan.
“Oh kumohon, lepaskan aku..!” Dia mengerang dan menarik-narik tali..
Berusaha untuk membebaskan diri dengan sedikit panik. Dia berjuang sia-sia selama beberapa menit.
“Kumohon..!”
Teriaknya sekali lagi.. berharap ini semua hanyalah salahsatu tahap dari metode penyembuhan sang Dukun.
Namun suara gumaman berkarat dengan aksen Dayak kental membuatnya langsung terdiam.
Clara berbalik ke arah itu untuk melihat sang Dukun yang berdiri di dalam lingkaran obor.
Pria berkulit hitam itu menyeringai pada dirinya.
“Apa yang akan kau lakukan..?” Clara bertanya dan kembali menarik-narik tali.
Tidak menjawab.. Dukun itu beringsut lebih dekat. Gigi hitamnya berdecit ketika ia tertawa.
“Lepaskan aku..! Kumohon..!” Teriak Clara ketakutan.. namun terdengar sangat lemah untuk ditanggapi.
Air mata mulai berkilauan di matanya.. meski dirinya menolak keras untuk menangis.
“Tidak, tolong.. biarkan aku pergi..” sekali lagi Clara memohon.
Sebuah tawa mengental membelah udara.
Tangan gelap sang Dukun meluncur turun menyentuh tubuh indah Clara.
Jari-jarinya perlahan-lahan membuka kancing, satu per satu.. hingga pakaian Clara jadi benar-benar terbuka.
Mengungkapkan tubuh telanjangnya yang begitu mulus menggoda.
“Tidak.. ampuni aku!” Gadis itu menutup mata karena malu, berusaha menahan air matanya.
Sang Dukun mendengus mencemooh.. dan tangan hitamnya dengan cepat menangkup..
serta meremas-remas payudara Clara yang terasa begitu lembut.
Juga sangat kenyal dan padat. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan..
Perlahan-lahan dipilin-pilinnya agar menjadi tegak.
Clara menangis diam-diam, tetapi menolak untuk membiarkan air matanya jatuh.
Dia tidak akan mengakui kekalahannya, bahkan jika tubuhnya menolak untuk bekerjasama.
Karena untuk alasan yang tidak ia mengerti.. Clara tiba-tiba saja melirik selangkangan penyiksanya.
Di sana.. ia melihat penis terbesar dia pernah ia temui. Bahkan milik Erick pun tidak ada apa-apanya.
Benda itu begitu panjang.. tebal.. dan mengarah lurus ke atas. Juga tampak sangat kaku dan keras.
Tanpa sadar, tubuh Clara bereaksi secara naluri.
Saat sang Dukun membungkuk untuk mencucup salahsatu putingnya.
Ia pun mengerang perlahan.. “Auw.. ahh.. tidak..!”
Dengan lidah terus menjilat..
serta satu tangan sang Dukun perlahan menelusur ke perut.. dan lebih ke bawah lagi;
Melewati semak hitam yang tercukur rapi.. sebelum akhirnya berhenti tepat di selangkangan Clara.
Lelaki itu memijat-mijatnya lembut.. sampai vagina sang gadis mulai mengeluarkan cairan pelumasnya..
Dan erangan tenang lolos dari bibir tipis Clara.
“Ahh.. hh.. hhm..” Clara merasa tubuhnya sudah bukan miliknya lagi.
Seolah membaca situasi tersebut.. sang Dukun segera menghentikan cumbuannya dan terduduk tegak.
Perlahan dia mulai naik ke atas tubuh sintal Clara dan berbaring menindihnya.
Kulit hitam gelap milik sang Dukun dan daging pucat gadis kota milik Clara terlihat begitu kontras.
Bagai batu pualam yang menempel pada arang.
Plepp..!! “Auwww..!!” Clara memekik ketika sang Dukun memposisikan penisnya yang mengerikan..
Tepat di antara kedua kakinya.. pas di celah merah muda mungil yang berada di sana.
“Tidak, tolong.. aku mohon padamu..!!”
Clara menjerit.. mencoba untuk mencegah hal yang tak dapat dia hindari.
Dengan senyum jahat dan mendengus.. Slebbb.. clebb.. blessekkk.!!
Sang Dukun menusukkan daging gelapnya yang teramat panjang ke vagina gadis cantik itu.
Dalam-dalam dan sangat kuat.. hingga membuat Clara menjerit kesakitan.
Dan tanpa bisa ditahan lagi.. ia mulai menangis pelan.
Sang Dukun menikmati lubang ketat dan hangat itu dengan mulai memompa.
Mendorong alat kelaminnya keluar-masuk.. menggesek dinding-dinding vagina Clara..
Yang perlahan-lahan mulai basah oleh cairan pelumas.. hingga mudah baginya untuk meningkatkan langkah.
Clara yang mendapatkan tusukan yang begitu ia sukai.. perlahan mulai lupa..
Bahwa dia adalah boneka yang dipaksa untuk melayani kehendak sang Dukun.
Tanpa sadar ia mulai melawan pinggul laki-laki itu.. membalas setiap genjotannya yang 'mengerikan'..
Dengan himpitan dinding-dinding liang vagina yang tak kalah mantab.
“Hmm.. ahh.. hhh..” Clara mulai mengerang.. - lembut pada awalnya, kemudian lebih keras dan lebih keras lagi.
Seolah-olah awan gelap telah menutupi pikirannya.. dia berteriak kencang.
Bahkan sampai jerit kenikmatannya bergema di gubuk kosong itu.
Erick yang baru balik dari gunung, segera berlari begitu mendengar jeritan itu.
Namun langkahnya tertahan saat dua orang Dayak menghadangnya di pintu masuk gubuk.
“Ada apa ini..? Biarkan aku masuk..!” Katanya dengan menggunakan bahasa setempat.
Tapi dua penjaga itu menggeleng dan menyuruh Erick agar menyingkir.
“Tidak..!” Erick mencoba untuk merangsek..
Namun todongan panah beracun segera menghentikan langkahnya.
“Sst.. lebih baik kita pergi..” Miranda merangkul dan menariknya mundur.
“Tapi, Clara..”
Namun Sarah dan Miranda segera memeluk tubuh pemuda itu dan membawanya menjauh.
“Kita bisa menyelamatkannya nanti..” bisik Miranda.
“Tidak, aku harus pergi ke sana sekarang. Tidak boleh ada yang menyentuh tubuh Clara..!”
Erick meronta.. dan terlepas. Dia segera memburu ke pintu gubuk, tapi dua langkah sebelum tiba..
Ketika para prajurit sudah mengarahkan panahnya..
Sarah berhasil menjegal langkah pemuda itu dan menjatuhkannya ke tanah.
Lalu memukul pelipis Erick dengan batu hingga membuatnya pingsan.
“Setidaknya dia aman, daripada ditembak dengan panah beracun..”
Sarah memandang dua prajurit yang mengangguk puas.
Bersama Miranda.. dia segera membopong tubuh Erick menjauh dari gema rintihan Clara yang masih terus terdengar.
Setelah sang Dukun mengosongkan isi penisnya..
Barulah rintihan itu mereda dan desa di tengah hutan itu pun kembali tenang.
----oOo----
“Dia hilang..!!” Teriak Sophia sambil berlari.
Dia tadi ditugaskan untuk mengantarkan makanan kepada Erick, pemuda itu masih pingsan.
Namun ketika sampai di kamar, Erick ternyata tidak ada.
“Ke mana dia..?” Gumam Sarah, bingung sekaligus juga takut.
“Aku tak tau..” balas Sophia. “Tapi kutemukan ini di pintu masuk gubuk, sepertinya milik dr. Miranda..”
Sophia menyerahkan tas ransel yang sudah kosong pada Miranda.
“Ya, ini memang milikku..” ujar Miranda.
“Apa isinya..?” Tanya Sarah.
Miranda sudah akan menjawab..
saat melihat seberkas sinar senter muncul di bagian utara pegunungan, kemudian menghilang dari pandangan.
“Gawat, Erick pergi ke pertambangan intan..” bisiknya pasti.
“Untuk apa dia ke sana..?” Tanya Sophia.
“Tebakan terbaikku, kelihatannya dia ingin meledakkan tempat ini..”
Miranda menceritakan soal tiga kerucut keramik yang tadi tersimpan di ransel, namun kini sudah tidak ada.
“Apa itu..?” Sophia bertanya bingung.
Miranda menggelengkan kepala.. “Itu bahan peledak elektronik..” ujarnya.
“Rencananya kugunakan untuk meledakkan halangan-halangan kecil yang mungkin kita jumpai.
Kekuatannya memang tidak seberapa besar, tapi dengan adanya intan-intan biru yang begitu eksplosif..
Erick bisa menghancurkan seluruh tempat ini kalau sampai dia benar-benar memasangnya di gua..”
“Erick tampaknya jadi gila setelah melihat Clara diperkosa tadi sore..” kata Sophia.
“Kalau begitu, harus cepat kita hentikan..”
Sarah memutuskan.. dan dengan itu ketiganya segera berlari menuju areal pegunungan.
----oOo----
Erick menerobos semak belukar setinggi pinggang..
sampai mencapai punggung sebuah bukit kecil yang curam.
Serta-merta ia berguling menuruni lereng..
membuat dadanya bergerak naik-turun dan lengannya berkedut-kedut sakit.
Tapi dia terus bergerak, karena yakin ia tidak mengalami cedera serius.
Perhatian Erick sepenuhnya tertuju pada gua yang letaknya sudah tak jauh lagi.
Kerucut keramik yang ia ambil dari ransel Miranda..
terasa menusuk-nusuk saat ia mulai memasuki pintu terowongan.
Erick memutuskan ia tidak perlu jauh masuk ke dalam, dari sini nampaknya sudah cukup.
Dengan tangan gemetar ia mengeluarkan tiga kerucut keramik berwarna putih..
serta beberapa kotak kecil yang dilengkapi antena.
Sesuai petunjuk dari Miranda yang pernah diingatnya..
Erick memasang sebuah kotak pada masing-masing kerucut..
kemudian menempelkan kerucut-kerucut pada dinding batu, dan melangkah menjauh ke kegelapan.
“Erick, di mana kau..!?” Terdengar sebuah teriakan.
“Sebaiknya jangan cari masalah..” kata Miranda.
Erick mendengar panggilan itu dengan perasaan was-was. Kenapa mereka menyusul kemari..?
Apakah waktunya cukup..? Apa dia sudah benar memasang bom itu..?
Diam-diam ia menyingkir dan memungut alat pemicu.
Pada alat mungil tersebut ada tiga LED yang menyala.. lebih dari cukup untuk menguatkan hati Erick.
Ia langsung mengangkat jari untuk menekan tombol-tombol itu.
“Ya Tuhan..!!” Jerit Sophia ketika serangkaian ledakan bergumuruh..
menyemburkan debu intan berkilau-kilau dari terowongan tambang.
Semuanya bergetar.. tempat mereka berdiri terguncang, begitu keras..
Hingga mereka semua terempas ke tanah.
Kawasan sebelah utara Kalimantan dilanda gempa berkekuatan 8 skala Richter.
Pada gempa sehebat itu, bumi terguncang begitu keras, hingga berdiri pun terasa sulit.
Tanah beringsut ke samping dan membelah pohon-pohon, bahkan bukit-bukit kecil ikut bermekaran.
Bagi Sarah, Miranda, Sophia..
waktu lima detik yang menyusul awal letusan merupakan mimpi buruk mengerikan.
Semuanya bergerak. Mereka terus terempas ke tanah dan terpaksa merangkak seperti bayi.
Bahkan setelah menjauhi terowongan, tanah tetap terayun-ayun bagaikan mainan oleng.
Disusul oleh pohon-pohon yang mulai ambruk..
juga bongkahan-bongkahan batu besar yang runtuh secara bersamaan.
Kebisingan memekakkan telinga, bunyi ledakan intan yang terdengar tanpa henti dari lembah.
Ledakan-ledakan itu menimbulkan serangkaian gelombang kejut.
Bahkan saat tanah tempat mereka berpijak tidak bergerak pun..
Mereka tetap diempaskan gelombang udara panas, tanpa peringatan lebih dulu.
Ketiga perempuan itu seakan-akan terperangkap di tengah perang.
Sebuah getaran hebat mengempaskan Miranda ke tanah.
Ia bangkit lagi dan kembali berjalan sambil terhuyung-huyung.
Ia sepenuhnya sadar akan kelembapan dan abu pekat yang menyelubungi mereka.
Dalam beberapa menit saja langit di atas mereka gelap gulita.
“Lari..!” Teriaknya. “Lari..!” Sementara Sophia terus maju..
Sarah keluar dari awan abu sambil terbatuk-batuk dan membungkuk.
Sisi kiri tubuhnya tampak gosong dan hitam, kulit tangan kirinya terbakar.
Ia menunjuk hidung dan tenggorokannya.. “Perih.. sakit..”
“Karena gas..!!” Seru Miranda. Ia merangkul pundak wanita itu, lalu mengangkat dan membopongnya.
“Kita harus naik ke bukit..!”
Desa dayak di bawah mereka terselubung asap dan abu, yang pasti sudah menewaskan semua penghuninya.
Termasuk juga Clara.
Di bagian atas lereng gunung..
mereka menyaksikan sederetan pohon mendadak menyala akibat aliran panas yang tidak kelihatan.
Mereka mendengar raungan kesakitan Orangutan-Orangutan di sebelah bawah..
ketika binatang-binatang itu dihujani angin panas yang membakar kulit.
Dan saat awan panas itu mengalir juga mendekati bagian atas pegunungan..
Baru Miranda menyadari bahwa intan-intan yang diincarnya pun telah lenyap.. ketika mereka ditelan oleh awan gelap.
Terkubur untuk selama-lamanya.
END
-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------
End of Cerita 116..
Sampai Jumpa di Lain Cerita .. Adios..