Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kau jual, Aku beli. TAMAT [No Quote]

Status
Please reply by conversation.

anak gawang

Semprot Holic
Daftar
3 Nov 2011
Post
366
Like diterima
3.148
Bimabet


Dimalam yang sepi,
Ku duduk seorang diri,
Teringat paras wajahmu,
Bergetar rasanya hatiku.

Lagu yang pernah jadi hits di eranya, namun kesepian itu tak menggambarkan sepinya malam ini. Malam ini adalah malam pergantian tahun, dari tahun 01 ke 02.
Suara petasan dan kembang api seakan tak mau putus mengitari telingaku.

Walau begitu, kesepian ini tak dapat aku pungkiri, ku duduk seorang diri, ditemani sebuah teko pemanas berisi kopi hitam manis, sebuah meja didepaku, dan dua kursi di kanan dan kiriku. Malam ini aku duduk di balkon rumah di lantai dua, tak banyak rumah di komplek ini yang berlantai dua atau lebih, sehingga duduk disini sangat terjaga privasinya.

Namaku Anton, orang memanggilku anto, tahun lalu aku duduk disini, di kursi ini, dengan posisi yang sama dan suasana yang sama beserta istri dan anak gadisku yang baru tk. Istri dan anakku memang menyukai kembang api, namun tak pernah membelinya, itu memang doktrin yg aku beri ke mereka.

Malam yang bahagia, penuh senda gurau dan cinta, namun berakhir petaka. Setelah tahun berganti, kamipun tidur di kamar masing-masing, ngantuk membuat aku mengurungkanku meminta jatah malam ke istriku, dan ternyata itu adalah pertemuaan terakhirku dengannya. Subuh datang, namun dia pergi. Tak ada angin, tak ada hujan, tak ada kalimat apapun, seakan dia masih tertidur disana dengan nyenyaknya.

Aku sempat tak percaya, hingga istriku ditamam bersebelahan dengan ayah dan ibunya yang telah mendahuluinya. Sempat aku pengutuk Tuhanku sendiri, sempat aku meninggalkan semua perintahnya hingga berbulan-bulan, aku hanya mengurung diri, pekerjaan aku tinggalkan, aku meminta ke atasanku untuk men-nonjobkan aku agar aku bisa sendiri tanpa beban. Namun itu tak dikabulkan, aku hanya dipindah ke bagian lain yang sepi pekerjaan, namun masih dalam tingkatan jabatan yang sama.

Ya, aku seorang pegawai pengabdi masyarakat, sudah tujuh tahun aku melaluinya, karirku tergolong cepat, banyak rumor aku dekat dengan penguasa, namun itu dapat aku tepis, aku naik jabatan karena kemampuan, aku memiliki skil langka yang memuat orang lain tidak bisa menggantikan aku. Soal ilmu aku ajarkan semuanya ke anak buah maupun orang lain yang memintanya, namun, kunci pengaitnya selalu aku pegang, kalo mau kuncinya pecahkanlah dengan kemampuanmu, dan itu akan menjadi kunci milikmu. Itu prinsip yg menjadikan aku menjadi pajabat eselon 3 dalam usia yang masih muda, bahkan usiaku masih bisa dipake untuk mendaftar di sscn lagi.

Kesedihan dimalam ini tak dapat kusembunyikan, suara kembang api kesukaan istriku membuat air mata semakin deras mengalir. Sengaja aku ungsikan anakku kerumah budenya, kakak ipar yang sudah seperti ibu kedua anakku. Anakku bernama suci, di memang sering tinggal dirumah budenya, budenya tidak punya anak dan menganggap suci eperti anaknya sendiri, akupun senang akan hal itu, karena itu dapat sedikit mengobati kesendirian suci. Tapi tidak dengan aku.

Malam dingin ini pecah dengan suara motor tetanggaku, iwan namanya, tetangga berdempetan rumah sebelah kiri rumahku, dari balkon aku bisa melihat dia turun dari motornya, sedikit terhuyun-huyun, sepertinya mabuk, mencoba masuk rumah dengan menggedor pintu rumah dengan kerasnya.

Aku sedikit iba dengan keluarga muda iwan. Mereka menikah tanpa restu, keluarga iwan tak ada satupun yg menyetujui pernikahan itu, bahkan dihari H nya, tak ada satupun yang datang. Istri iwan bernama nur, putih, cantik, kecil, mungil, dengan segala perabot yang mungil, hanya saja kurang terawat dan kurang gizi, sehingga terlihat dekil, kumuh dan tidak menarik. Namun bagi yang tau nur ketika belum meikah pasti setuju kalo nur dibilang kembang desa. Keluarga nur juga menentang pernikahan mereka, hanya ayah nur yang mau mengerti dan menjadi wali nikah. Namun keluarga yang lain acuh, terutama kakak perempuan nur, saudara satu-satunya nur.

Mereka menikah setelah usia keduanya memasuki usia boleh menikah di KUA, entah karena MBA atau tidak, aku juga tidak peduli. Keduanya lantas bekerja sebagai pegawai honorer di pemda. Iwan sekantor dengan aku, namun beda bagian, kami sering ketemu dan dekat baik itu dirumah maupun dikantor.

Awalnya mereka sangat harmonis, apalagi setelah dikaruniai seorang anak cowok, cucu pertam dari pihak ayah iwan, dan cucu cowok pertama dari pihak nur. Anak yang sedikit demi sedikit mencairkan keteganagan antara iwan nur dan kedua keluarga besarnya.

Hari berganti, hingga suatu saat iwan dan anak cowoknya kecelakaan motor, kesenggol motor dari arah samping dan ditumbur mobil dari belakang. Sang anak meninggal ditempat, dan iwan cacat, matakaki kanannya remuk, sehingga kalopun sembuh jalannya pincang. Itulah awal tragedi hancurnya keluarga muda itu. Keluarga iwan makin menyalahkan nur atas hilangnya cucu cowok pertamanya dan cacatnya anak cowoknya karena nur yg menyuruh iwan pergi mencarikan buah untuk memuaskan nur yg sedang nyidam anak kedua sembari mengajak anaknya jalan-jalan.

Dan keluarga nur pun menyalahkan iwan yang tak pecus menjga cucu cowok pertamanya. Ditambah lagi setelah bapak nur meninggal, tak adalagi yang peduli dengan keduanya. Semanjak itu mereka sering cek-cok, ribut, iwan mulai mabuk-mabukan. Bahkan kehadiran anak keduanya, seorang cewek, tak dapat menyejukkan prahara ini.

Tak lama berselang, suara gaduh terdengar, piring pecah, pintu didobrak, caci maki terdengar, suara iwan yang lantang dan keras sangat dominan, sedang suara nur hampir tak terdengar kecuali tangisnya.
Tak lama berselang, iwan keluar membawa nur dan anaknya, caca, yang baru umur setahun lebih, diseretnya nur yang sedang menggendong anaknya agar tidak terluka terkena lantai dan tanah. Sampai dijalan aspal, keduanya dihempaskan oleh iwan. Aku yang melihat semua itu jadi kehilangan selera sedihku, aku naik darah, sebagai seorang laki-laki melihat wanita dibegitukan. Tapi aku sadar, aku tidak tahu apa sebabnya. Akupun turun dari balkon, keluar lewat pintu samping.

“Ada apa wan” sahutku,
“Ha kebetulan, karena kau selalu baik sama aku, aku kasih kesempatan pertama pada kau” terak iwan. Akupun semakin bingung.

Aroma mabuk sangat kental, biasanya iwan tak pernah memanggil aku “kau” dia selalu memangil aku abang. Tapi aku yakin iwan masih sadar dengan apa yang dia lakukan, hanya emosinya terbakar oleh mabuknya.


“aku muak sama lonte satu ni, aku mau jual, rumah, lonte ni, anak haram ni, ke Aceng, kalo kau mau, belilah dulu, ini karna aku pandang kau selalu baik sama aku, kalo tak, tak akan kukasih.” Kata iwan
Aceng adalah juragan terkenal di kota kami, dia terkenal akan bisnisnya yang menggurita dimana-mana, tapi sedikit yang tau akan hobinya, dia seorang mucikari. Yakin kalo nur ditangannya akan diadikan PSK.

“gila kau wan, itu istri anakmu”
“ini memang istriku, tapi ini bukan anakku” sergak iwan
Pikiranku saat ini hanya bagaimana menyelamatkan nur dan anaknya, apalagi aku sangat suka sama caca, dia lucu dan akrap dengan anakku.

“berapa kau jual? “ tanyaku, kalo aku taksir tanah dan rumah mungkin seharga 20jt sampai 25jt, rumah masih kredit, reot dan berlubang, sedikit miring dan lapuk, karena rumahnya terbuat dari kayu yang kualitasnya rendah. Sedang nur kalo dibeli Aceng bisa dapat 30 sampai 50juta. Caca kalo diadopsi orang bisa dapat 10jutaan. Total paling murah 60juta, paling tinggi 85juta.

“50 juta saja, tapi harus ada duitnya malam ini” tawar iwan.
Kok murah, batinku, kalo cuma segitu ada di brangkas rumah, karena aku memang selalu menyediakan uang taktis kalo teradi hal yang mendesak.
“oke, tapi aku mau hitam diatas putih, dan saksi” kataku
“tak masalah, kau yg atur semua, yang penting malam ini aku bawa 50juta”
“kalo gitu ayo masuk dulu” ajakku kerumahku, dan mereka bertiga mengikutiku.

Didalam rumah aku telpon pak RT, pak rt di sini dekat dengan aku, kami sering menghabiskan waktu brsama di pos ronda seberang jalan depan dumah dia. Sembari menunggu pak rt datang, aku menulis dua surat perjanjian jual beli, dan sebuah surat peralihan hak suhan anak.

“aku beli rumahmu 20juta, dan istrimu 30juta, anak pake peralihan hak asuh, bisa? “ tanyaku
“tak masalah, tapi rumah yang tandatangan perek ini, karena rumah atas nama dia” jawab iwan.

Pantes saja dia jual murah, kataku. Sambil menempel materai 6.000 dua buah, disetiap kolom tanda-tangan, biar nilainya 10.000.

Setelah pak rt datang, aku jelaskan kondisinya sedikit, dia hanya geleng-geleng kepala, tapi tidak protes. Surat ditandatangi, pak rt sebagai saksi, uang aku serahkan ke iwan, dia hanya menghitung jumlah bundalan berjumlah lima yang masih rapi pertuliskan 10juta dan logo bank berwarna biru disetiap bundelnya, kemudian memasukkannya kedalam tas selempang.

“setifikat rumah minta saja sama lonte ni, sekarang perek sama anak haram ni punya mu, terserah mau kau apakan” celoteh iwan sambil berdiri dan mau pergi.
“tunggu dulu” cegah ku
“apalagi” bentaknya
“katamu sekarang nur milikku, tapi belum kau lepas statusnya” timpalku
“ Sinta Nur Anggraini, aku t***k kau sekarang” teriaknya sambil mengacungkan jarinya ke arah nur
“aku pergi” kata iwan memandangku, diapun keluar rumah dan pergi dengan motor matic warna putih bertuliskan tiga huruf kapital dibelakangnya.

Suasanya yang hening, pecah dengan tangisan nur yang tak tertahankan. Caca yang tak tau apa-apa ikut menangis melihat ibunya beruraian air mata.

Sepuluh menit kemudian suasana hening kembali, jam dinding dirumahku menunjukkan pukul 11:45 malam, ya, tahun belum berganti, tapi status nur telah berganti dengan derastis.

“Maaf nur kalo aku lancang membeli rumah, anak dan membelimu, tapi ini menurut aku lebih baik, daripada kamu beneran dibawa iwan ke aceng” rayuku
“Aceng?” tanya pak rt kaget, karena memang belum semua aku ceritakan
“Iya” jawabku
“kalo memang begitu benar tindakanmu, aku setuju. Kamu tau siapa aceng nur?” kata pak rt.
Nur yang masih sembab terlihat bingung dan menggelengkan kepala.
“Dia itu mucikari di ibu kota, kalo kamu dibeli aceng, sudah pasti bakalan jadi psk, tak taulah kalo anakmu” tegas pak rt

Nur terlihat makin sedih, terbayang dia menjadi pelacur, dijual suaminya sendiri, setiap saat harus melayani orang yang tak tau siapa dia. Kemudian nur menatapku dan berterima kasih, aku hanya tersenyam.
Lalu aku mengambil beberapa kaleng minuman segar bergambar badak beserta gelas kosong, aku suguhkan ke pak rt, juga nur. Caca aku ambil dari pangkuan nur tanpa perlawanan, aku beri caca beberapa piskuit coklat kesukaan nya, aku rabok bungkusny, dan dimakannya dengan lahap, lapar mungkin.

Petasan dan kembang api besar meledak, tahun berganti dan cerita tetap berlanjut.

“Nur, rumah itu sekarang milikku, besok aku akan bawa ke bank untuk aku lunasi, kemudian aku balik nama, kamu keberatan ? “ tanyaku, dan nur hanya menggeleng, mungkin dipikirnya, gaji menjadi karyaman kontrak di pemda yang hanya cukup untuk makan tak akan sanggup menebusnya.

“Kemudian caca, aku suka anak ini, aku tak peduli dia anak iwan atau bukan seperti tuduh iwan, tapi aku suka anak ini, dia juga akrab sama anakku. Aku akan merawat dia, seperti anak kandungku, aku menjamin caca seperti aku menjamin anak kandungku. Kamu atau siapaapun tidak akan aku kasih kesempatan mengambilnya lagi. Tapi kamu tetap ibunya aku tidak akan memisahkan caca sama kamu, hak kamu masih ada. Aku akan mendaftarkan caca kepengadilan untuk bisa jadi anak angkatku. Apa kamu keberatan? “ dan sambil menahan tangis, nur kembali meggeleng, “mungkin ini yg terbaik bagi caca” bisiknya.

“Sekarang kamu, aku membelimu dari suamimu saat itu, itu artinya hak dan kewajiban suamimu ada padaku, kewajiban pada suamimu ada padaku,” lanjutku, terlihat nur kaget, dia memandangku dengan penuh ketakutan.
“kalo kamu atau keluargamu ada yang ingin menebusmu aku kan berikan. Bila tidak, atau kamu lebih memilih jadi belianku, kamu bisa bekerja sebagai pembantu disini, aku kan membayarmu sesuai upah pembantu.” Lanjutku
Raut muka nur mulai nampak membaik, mungkin pikirannya dia harus melayaniku deperti melayani suaminya, padahal itu yang aku inginkan.
“Iya” kata nur lirih.

“Rumah itu bisa kamu tempati seperti rumahmu sendiri, aku tidak memakainya ataupun membongkarnya, pakailah”
“sekarang kamu ajak caca pulang, kasihan dia sudah ngantuk, tidurlah, dan pikirkan semua besok pagi” lanjutku.

Kemudian nur dan caca pulang dengan hampa, janda dan belian orang melekat padanya. Berat sekali beban hidupmu nur, padahal masih muda.
Akupun lanjut bercerit dengan pak rt, dia menggodaku untuk menikahi nur saja, atau minimal memakainya, kan sudah lama tak terpakai, nanti berkarat, candanya. Pak rt tidak tahu, kalo bawakanku dikantor ada yang cantik muda dan bersedia ngangkang kapanpun aku mau. Apalagi kalo sampai dibawa dinas ke jakarta, atau tempat yang memiliki destinasi wisata bagus, bisa dapat servis mantap sayanya.

Semua yang aku tahu tantang nur dan iwan aku certakan ke pak rt, dari dia pindah kesebelahku, hingga sering ribut dan terjadnya keadian malam tadi. Akupun tak lupa selipkan sebuah amplop berisi uang sejuta, beserta pesan merahasiakan semuanya, kecuali nur bekerja dirumahku sebagai pembantu. Pak rt pun menerima dengan senangnya, “siap” katanya.

Rencana mengenang mendiang istriku pun gagal, dengan gagalnya aku melihat kembang api malam ini.

===

Paginya, jam sembilan aku ketuk pintu pintu belakang rumah nur, aku segan dilihat tetangga kalo lewat pindu depan. Nur membuka pintu sambil terkaget, dia masih sembab, nampaknya tidak tidur, caca terlihat masih tidur di lantai beralaskan kasur lipat. Nur hanya memakai bau tidur, kancing depannya tidak terkancing semua, mungkin habis mengASIhi anaknya, pinggiran payudara nur terlihat, bulatan kecil, lebih kecil dari nasi padang dihidang ditempat, mungkin hanya sebesar bola tenis dibagi dua tebak ku.

“Duduk mas” nur membuka pembicaraan, lalu dia dudu disamping caca.
“iya” jawabku, namun fokusku ke bola kasti terbelah dua di balik bajunya,
“gimana nur, sudah enakan?” tanyaku langsung
“Iya mas, agak enakan, cuma pusing sama lemas“
“caca gimana”
“dia langsung tidur semalam, bangun subuh seperti biasa, ini baru saja tidur lagi.” Pandangannya tak lepas dari anaknya yang terlelap seperti tanpa beban.

“mas…” panggilnya
“iya nur”
“caca ini, anak iwan, aku berani bersumpah” katanya lirih
“aku tak peduli nur” jawabku

“aku pernah dekat dengan kawan dikantor, kami sama-sama honorer, dia baik, perhatian, tapi aku tidak sampai zina sama dia. Dia memang baik, aku tertarik, dia mampu menyembuhkanku dari luka mas iwan dan keluarga kami, aku suka dia, aku tak bisa tolak keinginannya, akupun nyaman sama dia membuat aku rela dipegangnya, dicumbunya, tapi aku tau aku istri orang, jadi aku hanya izinkan dia menikmatiku dari luar, dan dia pun tak minta lebih, cukup menikmatiku tanpa membuka baju sambil aku kocok saja, tak lebih. Hingga mas iwan mergoki aku lagi dipangku orang itu sambil ciuman dan diremas susuku, orang itu habis dihajar mas iwan, terus pergi entah kemana, tak pernah masuk kantor lagi. Makanya mas iwan anggap caca bukan anaknya.

“itu masalalumu nur” jawabku

“sekarang kamu gimana, mau ngapain kedepannya” tanyaku
“aku tadi pagi telpon ibu dan kakakku, aku bercerita, malah aku di ketawain, dicaci maki, disalah-salahkan. Aku hancur mas. Sekarang aku milikmu mas, terserah mau diapain, aku pasrah, aku sudah tak peduli lagi.” Jawab nur sambil merunduk dan menciumi caca.
Jawaban yang menyentuh namun menyenangkan. Juniorku jadi bangun membayangan kalimat terserah mau diapain.

“kalo begitu, kerja saja dirumahku”
“iya mas, kalo boleh, aku jadi bisa sama caca kalo begitu. Cuma dia pelipur hatiku mas.”
“tapi kamu harus ingat, caca anakmu tapi milikku, dan kamu tidak boleh dulukan caca dari anakku.
“iya mas, aku akan selalu ingat”

Suasanya kembali hening, aku masih menikmati bola kasti yang pernah diremas selingkuhannya itu. Lambat laun nur menyadari pandanganku, dia menoleh kebawah, menyadari susunya nampak separo, dengan cepat dia menutupnya dan mulai mengancingnya.

“jangan” perintahku,
Nur pun terdiam, matanya terpejam.

“buka saja, aku suka, aku mau lihat” ucapku lirih
Nur terlihat malu, dan kaku, dia sadar tubuhnya milikku, tapi dia tak berani memberikannya, dengan pelan dia melepas ujung kancing yang hampir dimasukkan, matanya terpejam, mukanya terlihat sangat sedih. Tapi aku tak peduli. Aku mau, aku ingin.

“tunjukkan padaku nur” pintaku, membuat nur terdiam mematung. Pikirannya berkecamuk.
Dua menit kemudian dengan pelan nur membuka kancing yang hampir masuk tadi, dibukanya, tangannya turun lagi, dibukanya kancing dibawahnya, hingga kancing diatas pusarnya. Disibakkannya baju itu, terpampanglah sepasang payudara yang aku inginkan, putih, halus, terlihat kencang dengan urat biru menhiasinya. Nur memang pada dasarnya putih, hanya karena terkena matahari jdi menghitam, tapi tidak dengan bagian tersembunyinya. Nur setiap keluar rumah selalu berilbab walau itu hanya jilbab keci.

Keindahan susu nur termampang, putih, halus, lebih besar dari yang aku duga, sebesar kepalan tanganku, namun tak sebesar susu nisa milik suhu kakashi.
Susu yang sedikit kendor namun terlihat penuh dan keras, dihiasi putting sebesar ujung jari kelingking berwarna coklat kehitaman, mungin karena dia sudah beranak dua. Disamping putting terlihat lingkaran coklat tua yang kecil, lebarnya tak sampai setengah senti dari pinggiran puting.

Aku sangat ingin meremasnya, menghisapnya, dan bermain dengan susu menggemskan itu, tapi aku tahan, aku hanya memandangginya sambil menelan ludah.

“aku malu mas, kamu orang kedua yang melihatnya” gumamnya

“selingkuhanmu?”
“tak pernah, dia cuma aku bolehkan megang dari luar.”
“boleh aku pegang?”
“terserah kamu mas” jawab nur dengan masih memejamkan matanya.

Aku bergeser maju, kini nur tepat didepanku, aku mulai meraih susu nur dengan pelan, aku pegang susu kirinya dengan tangan kanan, tak ada penolakan, hanya dia memalingkan wajahnya kekanan, menghindariku.
Tak ada remasan, hanya aku pegang dengan sedikit tekanan, terasa halus, untung aku membelimu, kataku dalam hati.

Aku lanjutkan memegang susu kanannya dengan tangan kiri, aku lakukan hal yang sama, aku nikmati tigkat kekenyalannya. Nur masih terpejam dengan kepala kearah kanan dia. Aku lihat ada bekas merah panjang di bawah pundak belakang. Aku penasaran, tapi lebih penasaran dengan putingnya.

Aku usap kedua puting itu dengan jempol, keduanya bersamaan, nur meringis, menahan harga dirinya agar tidak menamparku. remasan aku mulai kekedua susu mungil ditanganku, terlihat airmata diujung mata nur, aku tidak peduli. nikmat sekali susu ini. lebih nikmat daripada susu cewek dikantorku yg siap ngangkang kapanpun, yang menyodorkan susunya sebelum aku meminta.

Akupun menyudahi permainanku di susunya, aku duduk didepan nur, membiarkan susu itu terpampang kembali, nur kamudian menatapku sayu. Rasa kotor akan dirinya tersirat dari matanya.

“punggungmu kenapa nur?” tanyaku
“tak apa-apa”
“kenapa?, kamu tak boleh bohong sama aku”
“dari tadi tidak ada yang aku bohongkan mas.”
“punggungmu kenapa?” tanyaku lagi.
“tadi malam dipukul mas iwan pake kayu.” Jawab nur sambil menutupi susunya dengan kedua telapak tangannya bersilangan. Niatnya menutup, tapi malah membuatku makin bernafsu.

Akupun berjalan kebelakangnya, aku turunkan bajunya, dia kaget, dan menahan dengan menghimpit lengannya, walau begitu, aku berhasil menurunkan bajunya sampai ke belakang perut, garis memar merah biru melukai punggung putih mulus nur, aku usap punggung nur yang tidak terluka, mulus sekali, bodoh sekali iwan, gumanku. Nur yg mendengarnya mulai menangis kecuil, sesenggukan.

“nur...”
“iya mas”
“datanglah kerumahku, ada sayur juga daging, masakkanlah untuk berempat, aku mau jemput anakku sambil belikan kamu obat untuk luka ini.” Perintahku

“iya mas, tak perlu repot, nanti juga sembuh sendiri”
“jangan, pungung ini milikku”
Nur makin menangis mendengarnya, dan aku menikmatinya.

“aku pulang dulu, pintu belakang rumahku tidak dikunci, langsung masuk dan masak, bawa caca ke kamar disamping dapur, itu kamar caca, bisa kamu pake juga.”
“iya mas”

Akupun pulang dan pergi membeli obat lalu manjemput anakku. Sesampai dirumah anakku bingung.

“ayah, kok tante masak disini?” tanya anakku.

Anakku bernama Suci Nuralita, dipanggil suci, kadang cici, dan sekarang punya adek namanya caca.

“mulai sekarang tante nur kerja disini, kerjanya ngurus rumah” jawabku
“seperti bunda dulu ya?”
“iya”
“tapi tidak jadi bunda kakak kan?, kakak tak mau bunda selain bunda”
“tidak sayang, adek caca sekarang bobok dikamar itu, boleh kan?”
“boleh ayah, kakak suka kok”
“sekarang caca jadi adeknya kakak, dijaga yang baik ya”
“siap ayah, kakak suka” jawab suci sambil berlari kekamar caca, lama dia disana.

Dan seperti itulah kehidupanku setelahnya. Aku hanya menjahili nur sebatas dada dan punggungnya, apalagi sewaktu mengoleskan obat, aku suruh dia telanjang dada. Hanya memakai celana saja. Lambat laun nur terbiasa dengan tingkahku ke susunya.

===

Seminggu kemudian, aku pulang cepat dari kantor, pusing. Cewek kantor lagi M, kerjaan banyak, jadi gak sempat minta dia BJ. Kebutuhanku memuncak, rencana mu pulang, nonton bokep, ngocok.

Tapi semua sirna, aku melihat pintu belakang kamar caca terbuka sedikit, aku mengintipnya, rupanya dia lagi mengASIhi caca. Kalo ada tangan cewek kenapa ngocok sendiri, gumam jahat ku.

Dengan pelan aku masuk kamar caca, nur melihatku seperti tak senang, ditutupinya mulut caca yang sedang mengenyot susu kananya, sembari menutup susu yang nampak dari perutnya. Nur menaikkan bajunya dari perut hingga susunya keluar, dan diberikannya ke caca. Mukanya mengkerut melihatku berjalan pelan kebelakang tubuhnya.

Aku baringkan tubuhku dibalakang nur yang berbaring miring. Aku sibak baju yang nemutup caca. Seminggu aku mainkan susu nur, baru ini aku lihatnya dikenyot. Aku naikkan baju nur, hingga bajunya mendarat di leher, aku tidak bisa mencopotnya, karena tanggan kanan nur dijadikan bantal caca.

Tepampaglah dua gungukan nur, satu sedang disedot caca, satu bebas tergantung diatas. Aku usap susu yang bebas itu, nur terasa sudah biasa dilecehkan susunya olehku. Aku remas kecil, plintir putingnya, sedikit ditarik-tarik.

“ah.... jangan mas, aku lagi nyusui” cegah nur pelan lewat kata-kata, tapi aku tak peduli.
Terlihat ujung pentil nur yang aku mainkan basah, aku yakin itu ASI. Aku lirik caca yan sedang nyusu, tak ada pergeakan di mulitnya, dia tertidur, namun belum melepaskan empengannya.

Kuturunkan kepalaku, tanpa bertanya, langsung untuk pertama kalinya aku sedot susu nur yang diatas.

“jangan... mas” pekik nur palen. Aku tetap menyedotnya, terasa mengalir ASI nur dimulutku, ini pengalaman pertamaku dengan ASI semenjak disapih ibuku. ASI istriku pun tak pernah aku icip.

“mas..jangan mas..sudah...angan disedot mas...ah..” larangan bercampur desahan.

Air susu nur rasanya lumayan hambar, sedikit ada manis-masisnya, seperti tajin murni dicampur santan murni, kalo itu bukan berasal dari payudara, mungkin aku akan memuntahkannya, tapi ini lain, aku menelannya. Aku sedat terus, nur makin merayau. Lama ku sedot hingga tak ada lagi yang keluar.
Aku sudahi sedotanku, puting nur jadi lebih besar dari pada hasil kerja caca. Susunya pun lebih turun dari sebelum aku sedot.

“kok diminum mas” tanya nur seperti tidak rela aku habiskan jatah anaknya.

Aku diam saja, aku ambil tangan nur, aku tuntun ke penisku. Dia sepertinya tau maksudnya, dikeraskannya tanangnya menolak tuntunanku, tapi aku lebih keras lagi menyeretnya. Tangan kiriku menyerat tangan kiri nur, dan tangan kananku menurunkan calanaku, hingga keluarlah penis tegang itu.

Nur makin takut, matanya terpejam ketika nur tak sengaja melihat penisku, tangannya menyentuh penisku, aku genggamkan tangannya menyelimuti penisku, nur menyembunyikan mukanya di bantal yang sedari tadi dibawah kepalanya. Kuat sekali nur memenag penisku, rasa takut, malu dan harga diri seorang wanita berkecamuk.

“ini yang keberapa yang kamu pegang nur?” tanyaku bernafsu
“empat” jawabnya
“siapa saja?”
“pacarku sewaktu sma, mas iwan, yg dekat dikantor, sama punya mas”

“di kocok nur” perintah ku.

Nur maasih terdiam dan sembunyi di bantal, namun genggamannya mulai melunak, mulai digerakknnya tangannya, naik turun mengocok penisku. Pengalaman nur cukup tinggi dengan pekerjaan ini, sungguh nikmat, lebih nikmat dari kocokan siapapun yg pernah ngocokin aku.

Aku kembali menurunkan kepaalaku, aku sedot lagi susu kosongnya, aku mainin, aku jilatin semuanya, tak lupa aku cupang diatas pentil nur.

Kocokan nur semakin enak, tanda tangan nya mulai terbiasa menempel di penisku.

“punyaku sama punya iwan gimana nur?” tanyaku mmecah kesunyian
“punya mas lebih besar, tapi punya mas iwan labih panjang” jawabnya

Aku lanjutkan permainanku, aku jilatin leher nur, kemudian turun ke dada lagi, kemudian turun keperut sampai batas celana. Jelatanku naik kembali menuju dada. Tepat diputing, nur mulai mendesah kecil. Ini kesempatanku.

Tangan kiriku mulai menjelajah, sambil nyusu, aku elas perut nur, halus hangat. Aku putar-putar di pinggiran pusar. Dan turun menyusup pelan dicelana.

“jangan mas” pinta nur ketika ujung jariku menyentuh rambut kemaluannya.
Aku putar-putar jariku di sebidang kulit yang ditumbuhi rambut itu, tak terlalu lebat, dan tak terlalu lebar.

“mas, sudah, aku kocok aja, jangan masuk kesitu tangannya” pinta nur memelas. Aku tak peduli, nafsu sudah diubun.
Selesai mendengar permintaan nur, aku turunkan jariku makin memasuki cd nur, satu jari tangah menusuri kulit halus berbulu, empaat jari menahan cd nur. Dengan cepat kuturukan, membuat nur tak sempat menahannya, jari tengah langsung masuk menyusuli liang senggama nur, bertemu klitoris yang keras dan cukup besar. Nur pun tersentak.

Tangan nur yang tadi ngocok penisku langsung berpindah memegang tanganku yang divaginanya, ditahannya agar tidak bergerak lebih jauh.

“ahhh....mas..jangan disitu”
“aku mau kamu nur”
“jangan mas, aku tidak mau”
“aku mau nur”

Nur masih memang tanganku namun mulai melemah, aku gerakkan jariku, vagina nur sudah basah kuyup sebelum didatangi jari. Mudah sekali menemukan kacang sebesar itu di vagina mungilnya, aku mainkan, aku gosok-gosok, gesek-gesek, tekan, putar-putar, semua yang bisa jariku lakukan aku luakukan.

Nur mulai kehilangan kesadaran, tubuhnya menegang, tangan yang tadi menahan tanganku digunakan untuk mengeluarkan putingnya dari mulut caca.
Nur terlentang sambil menghela napas panjang.

“massss....sudah...mas....”

“enak nur”
“enak”

Nur makin menegang, kakinya seperti orang ayan, kepalanya menengadah, tangannya meremas kasur. Aku tak tinggal diam, kususu kembali dadanya, kini aku bisa menikmati keduanya, bekas caca masih ada isinya, aku habiskan sekalian.
Sepuluh menit kemudian nur menegang hebat, dijambaknya rambutku dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya yang masih menjadi bantal caca meremas kasur. Nur mengerang keras,
“aaaaahhhhh........maassssss, sudaaaaaah” nur orgasme ditanganku.

Nafas nur tersengal, terlentang dengan pasrahnya, matanya terpejam. tangan yang tadi meremas kembali lunglai.

Aku senyum penuh kemenangan.

Nur sudah tak peduli lagi dadanya aku elus-elus. Aku keluarkan tanganku dari celananya, segera aku buka celana tidurnya, juga cd nya bersamaan. Nur kaget, dibukanya matanya, digapainya celana itu, namun tidak sampai, keburu sampai ujung kaki. Sontak nur menutup vaginanya dengan tangan yang gagal tadi.

Kini nur terlantang telanjang, hanya baju yang menutup lehernya, susunya kembang kempis, bekas cupangku pun menghiasinya. Perut ratanya, dengan bekas hamil melingkar di pinggang. Pinggang yang tidak kerlalu berbentuk, dengan vagina yang tertutup tangan, jembut halus, sedikit mengintip dari sela-sela pergelangan tangan nur.

Paha yang kecil, tak terbayang beban yang diampunya. betis yang tak kalah kecil, membuat kakinya nampak seperti jenjang, padahal nur tidaklah tinggi, cenderung pendek dengan segala perabot tubuh yang kecil.

akupun turun kebawah, mengintai vaginanya. Nur hanya bisa memandangku dengan takut. Aku ambil sebuah bantal kecil milik caca, aku bantalkan ke kepala caca agar tangan kanan nur dapat terbebas. Begitu terbebas, nur langsung menutup susuya dengan tangan kanan.

Sungguh tangan yang mengganggu.

"mas, jangan, sudah, aku belum pernah sampai begini seian sama mas iwan." tegur nur
"aku mau nur" pintaku

Aku lalu jauhkan tangan kiri nur dari vaginanya, perlawanan yang tak seberapa, dan kini aku bisa melihat barang kewanitaan milik nur, lubang keinginan setiap laki-laki. Nur kembali menutup matanya, dipalingkan mukanya kekanan, diarah dimana caca tidur.

Tak butuh lama, instingku membari perintah. Aku langsung turunkan kepalaku, aku kecup pahanya yang halus dan mulus serta putih bersih itu. Walau terasa kurus, tapi sangat menggoda.

"ahhhh.... mas...." Lengkuh nur ketika kecupanku diatas kacang kedelainya.

Aku buka kedua pahanya, nur menolak, tapi sia-sia, tak butuh banyak tenaga, kini nur telah mengangkang, menampakkan vagina mekarnya. Aku ingin mengoralnya, tapi aku tidak mau sebelum dia mengoralku. Nafsu dan harga diri berontak. Kini, aku mengelus belahan vagina nur dengan jari telunjukku, naik, turun, setiap melewati klitoris nur melengkuh, semakin lama semakin keras.

"masss...ahhh...sudah...ahhhh...jangan...ahhh..." hanya itu kata yang keluar sedari tadi

jari telunjuk yang mondar mandirpun menemukan penemuan baru, lubang senggama nur, lubang yang cukup kecil. Aku masukkan jariiku, nur tesentak
"ahhhhh....massss....sakitt.....jangan....."
aku tak peduli, aku masukkan sampai habis jariku, aku keluarkan setengah, masukkan lagi, dan lagi,
"ahhhhh....massss....sakitt.....jangan.....ahhhhh....enak...." kode diterima.

Aku baringkan tubuhku diatas tubuhnya, aku cupang lehernya, kecup kupingnya, nur makin kepanasan, makin belingsatan, hingga aku turunkan kecupanku, kedadanya, ya dada mungil yang aku suka. Aku susu keduanya, kanan dan kiri bergantian, aku sedot, gigit kecil, seirama dengan permainan jariku di vagina sana.

"maaasss.....ampun.....sudah.....aaaaaahhhhh"
Nur menegang, orgasme keduanya.

Aku bangun, jongkok diantara pahanya, nur masih memejamkan mata sambil mangatur nafas, makin lamas tubuhnya setelah mendapat yang kedua.

Tak mau menunggu lama, aku renggangkan pahanya sampai mentok, aku taruh diatas pahaku. Akupun melepas baju nur yang nyangkut di leher. Nur cuma pasrah, tak ada yang keluar dari mulutnya. Akupun melepas bajuku. Kini kami berdua telanjang bulat, tak ada apapun yg menutupi kami.

Pandanganku naik turun kesetiap sudut kulit Nur, Cantik memang, Bodoh si Iwan tu.
Kulit mulus, putih, hanya saja yang tidak biasa tertutup baju memang menghitam, mukanya kusam, kumal kurang terurus, badannya kecil cenderung kurus. Dengan sedikit pembenahan gizi dan skin care pasti jadi cantik seperti perawannya dulu.

Penisku sudah tak mau menahan lama lagi, aku lebarkan bibir vagina nur dengan tangan kiriku, dan aku arahkan penisku ke lubang senggama nur dengan tangan kanan. Begitu kepala penis menyentuh mulut lubang, nur tersadar, pahanya yang tadi lemas pasrah, kini menekan kuat agar vaginanya tertutup, tapi itu sia-sia, karena ada badanku yang menghalangi.

Tangan nur yang tadi tergolek juga menghalangi pantatku untuk diturunkan, tapi tenaganya telah habis, aku dengan mudah menurunkan badan dan paha, sedikit demi sedikit penisku menghujam lubang senggama nur.

"ahhhh...mas....sakit....jangan mas..." teriak nur
Dan aku tak peduli, kepala penisku telah masuk seutuhnya, memang susah memajukan lagi, begitu sempit, seperti perawan saja. Akhirnya aku cabut penisku sedikit, masukkan lagi, teriak nur nemjadi.

"sakit...jangan mas...."
Tapi aku tak menghiraukan, aku tetap keluar masukkan, hingga semakin lama semakin masuk.
Ketika setengah batang penisku telah lancar keluar masuk, aku paksa dorong semuanya.

"ahhhhhhhhh......sakit" teriak nur ketika sekali hentak, penis ku masuk semua, pangkal paha kamipun bertemu. Kami resmi bersatu.

Aku menghentikan gerakan penisku, nur mulai terisak, menangis, air matanya beruraian.

"mas jahat, aku ternoda" aku diam saja cukup lama.

"Kapan terakhir kali kamu ML nur?" tanyaku
"Setelah aku ketahuan selingkuh sama yang dikantor, aku tak pernah lagi disentuh" jawab nur sambil menangis
"Kapan?"
"hampir dua tahun" jawabnya

Dua menit kemudian, kurasakan vagina nur berkedut kecil, akupun mulai mengayunkan penisku

"ahhhhhhhhh......sakit...sudah mas" racau nya ketika penis mulai keluar masuk pelan, sangat pelan.
setalah dirasa cukup, aku mulai percepat penisku, dan rasa enak mulai menjalar sekujur tubuh.

Vagina yang masih sempit, ditemani tangisan nur yang beruraian, menambah kenikmatan perkimpoan siang ini.

Sembari memompa vagina nur, aku sedot lagi susu nur, aku remas juga yang satunya. Sungguh nikmat,

"ahhh...nur....enak banget tubuhmu"
"sudah mas...sakit..." tangis nur
tak lama kemudian nur memelukku, dirangkulnya leherku ketika aku menjilati kupingnya.
Kaki nur pun mulai mendekap pantatku, sangat kencang.

"mass........jahat.........ahhhhhhh" orgasme ketiga nur.

Aku rasakan semuran cairan nur, vaginanya seakan menelah penisku, dan mengajakkan makin kedalam, kedutan-demi kedutan menambah nikmat di ubun-ubun. Akupun tak tahan ingin menyiram peju yang sudah diujung tanduk.

"kamu KB nur?"
"tidak"

Fuck. Mati aku. mosok perkimpoan pertama keluar diluar. gak asik.
tapi kalo nur hamil, bisa runyam.

sesaat sebelum keluanya mani, aku cabut penisku, aku naik keatas, jongkok diatas mukanya,kusodorkan penis basahku ke mulut nur.

"Sepong kontolku, atau aku keluarin di dalam, kamu hamil." gertakku

Nur kaget, takut hamil, dibukanya mulutnya, dengan muka penuh ke jijik an, dan tangis yang belum reda, dia emut penisku. Aku maju mundurkan pelan supaya tidak terkena gigi.

"Sedot nur" Nur pun mengikuti perintahku.

"ahhh...enak nur....memekmu, mulutmu, enak semua"
"terus nur..aku mau keluar...mau didalam mulutmu"
"kamu harus telan semua nanti"
wajah nur mengkerut,

"siap nur.....ahhhhhh..." crot-crot-crot pejuhku tumpah semua dimulut nur, meluber dipinggirnya.
"telan nur" nur pun mencoba menelan tanpa mengeluarkan penis dari mulutnya.

setelah dirasa habis, aku menyuruh nur menjilati penisku sampai bersih. nur pun melakukannya sambil menangis yang makin menjadi.

Setelah selesai, nur berbaring kembali, diambilnya baju yang terlepas tadi, diusapkaannya ke mulutnya, membersihkan sisa-sisa peju yang berceceran. Ditutupnya dada dan vaginanya tanpa dipakainya, hanya dijadikan seperti selimut. Nur memiringkan badannya ke kanan, dimana anaknya tertidur.

Tangis nur tak kunjung reda.

"Kamu jahat mas" ucap nur sambil menatap caca yang masih tertidur.
"Aku memang jahat, tapi kamu orgasme tiga kali. Setidaknya aku masih berfikir untuk tidak meghamilimu" belaku, tak ada balasan dari nur.

Akupun duduk bersandar di dinding kamar, masih telanjang, penis masih tegak, mata masih memperlihatkan pantat nur yang tidak tertutup, putih bersih, mengkilap karena keringat.

Tangis nur belum juga reda.

Cukup lama kami terdiam. Lima belas menit kemudian, aku berdiri, kelaur kamar lalu menutupnya dan tangis nur pun tak terdengar lagi.



=========




=========
 
Terakhir diubah:
Dimalam yang sepi,
Ku duduk seorang diri,
Teringat paras wajahmu,
Bergetar rasanya hatiku.

Lagu yang pernah jadai hits di eranya, namun kesepian itu tak menggambarkan sepinya malam ini. Malam ini adalah malam pergantian tahun, dari tahun 01 ke 02.
Suara petasan dan kembang api seakan tak mau putus mengitari telingaku.

Walau begitu, kesepian ini tak dapat aku pungkiri, ku duduk seorang diri, ditemani sebuah teko pemanas berisi kopi hitam manis, sebuah meja didepaku, dan dua kursi di kanan dan kiriku. Malam ini aku duduk di balkon rumah di lantai dua, tak banyak rumah di komplek ini yang berlantai dua atau lebih, sehingga duduk disini sangat terjaga privasinya.

Namaku Anton, orang memanggilku anto, tahun lalu aku duduk disini, di kursi ini, dengan posisi yang sama dan suasana yang sama beserta istri dan anak gadisku yang baru tk. Istri dan anakku memang menyukai kembang api, namun tak pernah membelinya, itu memang doktrin yg aku beri ke mereka.

Malam yang bahagia, penuh senda gurau dan cinta, namun berakhir petaka. Setelah tahun berganti, kamipun tidur di kamar masing-masing, ngantuk membuat aku mengurungkanku meminta jatah malam ke istriku, dan ternyata itu adalah pertemuaan terakhirku dengannya. Subuh datang, namun dia pergi. Tak ada angin, tak ada hujan, tak ada kalimat apapun, seakan dia masih tertidur disana dengan nyenyaknya.

Aku sempat tak percaya, hingga istriku ditamam bersebelahan dengan ayah dan ibunya yang telah mendahuluinya. Sempat aku pengutuk Tuhanku sendiri, sempat aku meninggalkan semua perintahnya hingga berbulan-bulan, aku hanya mengurung diri, pekerjaan aku tinggalkan, aku meminta ke atasanku untuk men-nonjobkan aku agar aku bisa sendiri tanpa beban. Namun itu tak dikabulkan, aku hanya dipindah ke bagian lain yang sepi pekerjaan, namun masih dalam tingkatan jabatan yang sama.

Ya, aku seorang pegawai pengabdi masyarakat, sudah tujuh tahun aku melaluinya, karirku tergolong cepat, banyak rumor aku dekat dengan penguasa, namun itu dapat aku tepis, aku naik jabatan karena kemampuan, aku memiliki skil langka yang memuat orang lain tidak bisa menggantikan aku. Soal ilmu aku ajarkan semuanya ke anak buah maupun orang lain yang memintanya, namun, kunci pengaitnya selalu aku pegang, kalo mau kuncinya pecahkanlah dengan kemampuanmu, dan itu akan menjadi kunci milikmu. Itu prinsip yg menjadikan aku menjadi pajabat eselon 3 dalam usia yang masih muda, bahkan usiaku masih bisa dipake untuk mendaftar di sscn lagi.

Kesedihan dimalam ini tak dapat kusembunyikan, suara kembang api kesukaan istriku membuat air mata semakin deras mengalir. Sengaja aku ungsikan anakku kerumah budenya, kakak ipar yang sudah seperti ibu kedua anakku. Anakku bernama suci, di memang sering tinggal dirumah budenya, budenya tidak punya anak dan menganggap suci eperti anaknya sendiri, akupun senang akan hal itu, karena itu dapat sedikit mengobati kesendirian suci. Tapi tidak dengan aku.

Malam dingin ini pecah dengan suara motor tetanggaku, iwan namanya, tetangga berdempetan rumah sebelah kiri rumahku, dari balkon aku bisa melihat dia turun dari motornya, sedikit terhuyun-huyun, sepertinya mabuk, mencoba masuk rumah dengan menggedor pintu rumah dengan kerasnya.

Aku sedikit iba dengan keluarga muda iwan. Mereka menikah tanpa restu, keluarga iwan tak ada satupun yg menyetujui pernikahan itu, bahkan dihari H nya, tak ada satupun yang datang. Istri iwan bernama nur, putih, cantik, kecil, mungil, dengan segala perabot yang mungil, hanya saja kurang terawat dan kurang gizi, sehingga terlihat dekil, kumuh dan tidak menarik. Namun bagi yang tau nur ketika belum meikah pasti setuju kalo nur dibilang kembang desa. Keluarga nur juga menentang pernikahan mereka, hanya ayah nur yang mau mengerti dan menjadi wali nikah. Namun keluarga yang lain acuh, terutama kakak perempuan nur, saudara satu-satunya nur.

Mereka menikah setelah usia keduanya memasuki usia boleh menikah di KUA, entah karena MBA atau tidak, aku juga tidak peduli. Keduanya lantas bekerja sebagai pegawai honorer di pemda. Iwan sekantor dengan aku, namun beda bagian, kami sering ketemu dan dekat baik itu dirumah maupun dikantor.

Awalnya mereka sangat harmonis, apalagi setelah dikaruniai seorang anak cowok, cucu pertam dari pihak ayah iwan, dan cucu cowok pertama dari pihak nur. Anak yang sedikit demi sedikit mencairkan keteganagan antara iwan nur dan kedua keluarga besarnya.

Hari berganti, hingga suatu saat iwan dan anak cowoknya kecelakaan motor, kesenggol motor dari arah samping dan ditumbur mobil dari belakang. Sang anak meninggal ditempat, dan iwan cacat, matakaki kanannya remuk, sehingga kalopun sembuh jalannya pincang. Itulah awal tragedi hancurnya keluarga muda itu. Keluarga iwan makin menyalahkan nur atas hilangnya cucu cowok pertamanya dan cacatnya anak cowoknya karena nur yg menyuruh iwan pergi mencarikan buah untuk memuaskan nur yg sedang nyidam anak kedua sembari mengajak anaknya jalan-jalan.

Dan keluarga nur pun menyalahkan iwan yang tak pecus menjga cucu cowok pertamanya. Ditambah lagi setelah bapak nur meninggal, tak adalagi yang peduli dengan keduanya. Semanjak itu mereka sering cek-cok, ribut, iwan mulai mabuk-mabukan. Bahkan kehadiran anak keduanya, seorang cewek, tak dapat menyejukkan prahara ini.

Tak lama berselang, suara gaduh terdengar, piring pecah, pintu didobrak, caci maki terdengar, suara iwan yang lantang dan keras sangat dominan, sedang suara nur hampir tak terdengar kecuali tangisnya.
Tak lama berselang, iwan keluar membawa nur dan anaknya, caca, yang baru umur setahun lebih, diseretnya nur yang sedang menggendong anaknya agar tidak terluka terkena lantai dan tanah. Sampai dijalan aspal, keduanya dihempaskan oleh iwan. Aku yang melihat semua itu jadi kehilangan selera sedihku, aku naik darah, sebagai seorang laki-laki melihat wanita dibegitukan. Tapi aku sadar, aku tidak tahu apa sebabnya. Akupun turun dari balkon, keluar lewat pintu samping.

“Ada apa wan” sahutku,
“Ha kebetulan, karena kau selalu baik sama aku, aku kasih kesempatan pertama pada kau” terak iwan. Akupun semakin bingung.

Aroma mabuk sangat kental, biasanya iwan tak pernah memanggil aku “kau” dia selalu memangil aku abang. Tapi aku yakin iwan masih sadar dengan apa yang dia lakukan, hanya emosinya terbakar oleh mabuknya.


“aku muak sama lonte satu ni, aku mau jual, rumah, lonte ni, anak haram ni, ke Aceng, kalo kau mau, belilah dulu, ini karna aku pandang kau selalu baik sama aku, kalo tak, tak akan kukasih.” Kata iwan
Aceng adalah juragan terkenal di kota kami, dia terkenal akan bisnisnya yang menggurita dimana-mana, tapi sedikit yang tau akan hobinya, dia seorang mucikari. Yakin kalo nur ditangannya akan diadikan PSK.

“gila kau wan, itu istri anakmu”
“ini memang istriku, tapi ini bukan anakku” sergak iwan
Pikiranku saat ini hanya bagaimana menyelamatkan nur dan anaknya, apalagi aku sangat suka sama caca, dia lucu dan akrap dengan anakku.

“berapa kau jual? “ tanyaku, kalo aku taksir tanah dan rumah mungkin seharga 20jt sampai 25jt, rumah masih kredit, reot dan berlubang, sedikit miring dan lapuk, karena rumahnya terbuat dari kayu yang kualitasnya rendah. Sedang nur kalo dibeli Aceng bisa dapat 30 sampai 50juta. Caca kalo diadopsi orang bisa dapat 10jutaan. Total paling murah 60juta, paling tinggi 85juta.

“50 juta saja, tapi harus ada duitnya malam ini” tawar iwan.
Kok murah, batinku, kalo cuma segitu ada di brangkas rumah, karena aku memang selalu menyediakan uang taktis kalo teradi hal yang mendesak.
“oke, tapi aku mau hitam diatas putih, dan saksi” kataku
“tak masalah, kau yg atur semua, yang penting malam ini aku bawa 50juta”
“kalo gitu ayo masuk dulu” ajakku kerumahku, dan mereka bertiga mengikutiku.

Didalam rumah aku telpon pak RT, pak rt di sini dekat dengan aku, kami sering menghabiskan waktu brsama di pos ronda seberang jalan depan dumah dia. Sembari menunggu pak rt datang, aku menulis dua surat perjanjian jual beli, dan sebuah surat peralihan hak suhan anak.

“aku beli rumahmu 20juta, dan istrimu 30juta, anak pake peralihan hak asuh, bisa? “ tanyaku
“tak masalah, tapi rumah yang tandatangan perek ini, karena rumah atas nama dia” jawab iwan.

Pantes saja dia jual murah, kataku. Sambil menempel materai 6.000 dua buah, disetiap kolom tanda-tangan, biar nilainya 10.000.

Setelah pak rt datang, aku jelaskan kondisinya sedikit, dia hanya geleng-geleng kepala, tapi tidak protes. Surat ditandatangi, pak rt sebagai saksi, uang aku serahkan ke iwan, dia hanya menghitung jumlah bundalan berjumlah lima yang masih rapi pertuliskan 10juta dan logo bank berwarna biru disetiap bundelnya, kemudian memasukkannya kedalam tas selempang.

“setifikat rumah minta saja sama lonte ni, sekarang perek sama anak haram ni punya mu, terserah mau kau apakan” celoteh iwan sambil berdiri dan mau pergi.
“tunggu dulu” cegah ku
“apalagi” bentaknya
“katamu sekarang nur milikku, tapi belum kau lepas statusnya” timpalku
“ Sinta Nur Anggraini, aku t***k kau sekarang” teriaknya sambil mengacungkan jarinya ke arah nur
“aku pergi” kata iwan memandangku, diapun keluar rumah dan pergi dengan motor matic warna putih bertuliskan tiga huruf kapital dibelakangnya.

Suasanya yang hening, pecah dengan tangisan nur yang tak tertahankan. Caca yang tak tau apa-apa ikut menangis melihat ibunya beruraian air mata.

Sepuluh menit kemudian suasana hening kembali, jam dinding dirumahku menunjukkan pukul 11:45 malam, ya, tahun belum berganti, tapi status nur telah berganti dengan derastis.

“Maaf nur kalo aku lancang membeli rumah, anak dan membelimu, tapi ini menurut aku lebih baik, daripada kamu beneran dibawa iwan ke aceng” rayuku
“Aceng?” tanya pak rt kaget, karena memang belum semua aku ceritakan
“Iya” jawabku
“kalo memang begitu benar tindakanmu, aku setuju. Kamu tau siapa aceng nur?” kata pak rt.
Nur yang masih sembab terlihat bingung dan menggelengkan kepala.
“Dia itu mucikari di ibu kota, kalo kamu dibeli aceng, sudah pasti bakalan jadi psk, tak taulah kalo anakmu” tegas pak rt

Nur terlihat makin sedih, terbayang dia menjadi pelacur, dijual suaminya sendiri, setiap saat harus melayani orang yang tak tau siapa dia. Kemudian nur menatapku dan berterima kasih, aku hanya tersenyam.
Lalu aku mengambil beberapa kaleng minuman segar bergambar badak beserta gelas kosong, aku suguhkan ke pak rt, juga nur. Caca aku ambil dari pangkuan nur tanpa perlawanan, aku beri caca beberapa piskuit coklat kesukaan nya, aku rabok bungkusny, dan dimakannya dengan lahap, lapar mungkin.

Petasan dan kembang api besar meledak, tahun berganti dan cerita tetap berlanjut.

“Nur, rumah itu sekarang milikku, besok aku akan bawa ke bank untuk aku lunasi, kemudian aku balik nama, kamu keberatan ? “ tanyaku, dan nur hanya menggeleng, mungkin dipikirnya, gaji menjadi karyaman kontrak di pemda yang hanya cukup untuk makan tak akan sanggup menebusnya.

“Kemudian caca, aku suka anak ini, aku tak peduli dia anak iwan atau bukan seperti tuduh iwan, tapi aku suka anak ini, dia juga akrab sama anakku. Aku akan merawat dia, seperti anak kandungku, aku menjamin caca seperti aku menjamin anak kandungku. Kamu atau siapaapun tidak akan aku kasih kesempatan mengambilnya lagi. Tapi kamu tetap ibunya aku tidak akan memisahkan caca sama kamu, hak kamu masih ada. Aku akan mendaftarkan caca kepengadilan untuk bisa jadi anak angkatku. Apa kamu keberatan? “ dan sambil menahan tangis, nur kembali meggeleng, “mungkin ini yg terbaik bagi caca” bisiknya.

“Sekarang kamu, aku membelimu dari suamimu saat itu, itu artinya hak dan kewajiban suamimu ada padaku, kewajiban pada suamimu ada padaku,” lanjutku, terlihat nur kaget, dia memandangku dengan penuh ketakutan.
“kalo kamu atau keluargamu ada yang ingin menebusmu aku kan berikan. Bila tidak, atau kamu lebih memilih jadi belianku, kamu bisa bekerja sebagai pembantu disini, aku kan membayarmu sesuai upah pembantu.” Lanjutku
Raut muka nur mulai nampak membaik, mungkin pikirannya dia harus melayaniku deperti melayani suaminya, padahal itu yang aku inginkan.
“Iya” kata nur lirih.

“Rumah itu bisa kamu tempati seperti rumahmu sendiri, aku tidak memakainya ataupun membongkarnya, pakailah”
“sekarang kamu ajak caca pulang, kasihan dia sudah ngantuk, tidurlah, dan pikirkan semua besok pagi” lanjutku.

Kemudian nur dan caca pulang dengan hampa, janda dan belian orang melekat padanya. Berat sekali beban hidupmu nur, padahal masih muda.
Akupun lanjut bercerit dengan pak rt, dia menggodaku untuk menikahi nur saja, atau minimal memakainya, kan sudah lama tak terpakai, nanti berkarat, candanya. Pak rt tidak tahu, kalo bawakanku dikantor ada yang cantik muda dan bersedia ngangkang kapanpun aku mau. Apalagi kalo sampai dibawa dinas ke jakarta, atau tempat yang memiliki destinasi wisata bagus, bisa dapat servis mantap sayanya.

Semua yang aku tahu tantang nur dan iwan aku certakan ke pak rt, dari dia pindah kesebelahku, hingga sering ribut dan terjadnya keadian malam tadi. Akupun tak lupa selipkan sebuah amplop berisi uang sejuta, beserta pesan merahasiakan semuanya, kecuali nur bekerja dirumahku sebagai pembantu. Pak rt pun menerima dengan senangnya, “siap” katanya.

Rencana mengenang mendiang istriku pun gagal, dengan gagalnya aku melihat kembang api malam ini.

===

Paginya, jam sembilan aku ketuk pintu pintu belakang rumah nur, aku segan dilihat tetangga kalo lewat pindu depan. Nur membuka pintu sambil terkaget, dia masih sembab, nampaknya tidak tidur, caca terlihat masih tidur di lantai beralaskan kasur lipat. Nur hanya memakai bau tidur, kancing depannya tidak terkancing semua, mungkin habis mengASIhi anaknya, pinggiran payudara nur terlihat, bulatan kecil, lebih kecil dari nasi padang dihidang ditempat, mungkin hanya sebesar bola tenis dibagi dua tebak ku.

“Duduk mas” nur membuka pembicaraan, lalu dia dudu disamping caca.
“iya” jawabku, namun fokusku ke bola kasti terbelah dua di balik bajunya,
“gimana nur, sudah enakan?” tanyaku langsung
“Iya mas, agak enakan, cuma pusing sama lemas“
“caca gimana”
“dia langsung tidur semalam, bangun subuh seperti biasa, ini baru saja tidur lagi.” Pandangannya tak lepas dari anaknya yang terlelap seperti tanpa beban.

“mas…” panggilnya
“iya nur”
“caca ini, anak iwan, aku berani bersumpah” katanya lirih
“aku tak peduli nur” jawabku

“aku pernah dekat dengan kawan dikantor, kami sama-sama honorer, dia baik, perhatian, tapi aku tidak sampai zina sama dia. Dia memang baik, aku tertarik, dia mampu menyembuhkanku dari luka mas iwan dan keluarga kami, aku suka dia, aku tak bisa tolak keinginannya, akupun nyaman sama dia membuat aku rela dipegangnya, dicumbunya, tapi aku tau aku istri orang, jadi aku hanya izinkan dia menikmatiku dari luar, dan dia pun tak minta lebih, cukup menikmatiku tanpa membuka baju sambil aku kocok saja, tak lebih. Hingga mas iwan mergoki aku lagi dipangku orang itu sambil ciuman dan diremas susuku, orang itu habis dihajar mas iwan, terus pergi entah kemana, tak pernah masuk kantor lagi. Makanya mas iwan anggap caca bukan anaknya.

“itu masalalumu nur” jawabku

“sekarang kamu gimana, mau ngapain kedepannya” tanyaku
“aku tadi pagi telpon ibu dan kakakku, aku bercerita, malah aku di ketawain, dicaci maki, disalah-salahkan. Aku hancur mas. Sekarang aku milikmu mas, terserah mau diapain, aku pasrah, aku sudah tak peduli lagi.” Jawab nur sambil merunduk dan menciumi caca.
Jawaban yang menyentuh namun menyenangkan. Juniorku jadi bangun membayangan kalimat terserah mau diapain.

“kalo begitu, kerja saja dirumahku”
“iya mas, kalo boleh, aku jadi bisa sama caca kalo begitu. Cuma dia pelipur hatiku mas.”
“tapi kamu harus ingat, caca anakmu tapi milikku, dan kamu tidak boleh dulukan caca dari anakku.
“iya mas, aku akan selalu ingat”

Suasanya kembali hening, aku masih menikmati bola kasti yang pernah diremas selingkuhannya itu. Lambat laun nur menyadari pandanganku, dia menoleh kebawah, menyadari susunya nampak separo, dengan cepat dia menutupnya dan mulai mengancingnya.

“jangan” perintahku,
Nur pun terdiam, matanya terpejam.

“buka saja, aku suka, aku mau lihat” ucapku lirih
Nur terlihat malu, dan kaku, dia sadar tubuhnya milikku, tapi dia tak berani memberikannya, dengan pelan dia melepas ujung kancing yang hampir dimasukkan, matanya terpejam, mukanya terlihat sangat sedih. Tapi aku tak peduli. Aku mau, aku ingin.

“tunjukkan padaku nur” pintaku, membuat nur terdiam mematung. Pikirannya berkecamuk.
Dua menit kemudian dengan pelan nur membuka kancing yang hampir masuk tadi, dibukanya, tangannya turun lagi, dibukanya kancing dibawahnya, hingga kancing diatas pusarnya. Disibakkannya baju itu, terpampanglah sepasang payudara yang aku inginkan, putih, halus, terlihat kencang dengan urat biru menhiasinya. Nur memang pada dasarnya putih, hanya karena terkena matahari jdi menghitam, tapi tidak dengan bagian tersembunyinya. Nur setiap keluar rumah selalu berilbab walau itu hanya jilbab keci.

Keindahan susu nur termampang, putih, halus, lebih besar dari yang aku duga, sebesar kepalan tanganku, namun tak sebesar susu nisa milik suhu kakashi.
Susu yang sedikit kendor namun terlihat penuh dan keras, dihiasi putting sebesar ujung jari kelingking berwarna coklat kehitaman, mungin karena dia sudah beranak dua. Disamping putting terlihat lingkaran coklat tua yang kecil, lebarnya tak sampai setengah senti dari pinggiran puting.

Aku sangat ingin meremasnya, menghisapnya, dan bermain dengan susu menggemskan itu, tapi aku tahan, aku hanya memandangginya sambil menelan ludah.

“aku malu mas, kamu orang kedua yang melihatnya” gumamnya

“selingkuhanmu?”
“tak pernah, dia cuma aku bolehkan megang dari luar.”
“boleh aku pegang?”
“terserah kamu mas” jawab nur dengan masih memejamkan matanya.

Aku bergeser maju, kini nur tepat didepanku, aku mulai meraih susu nur dengan pelan, aku pegang susu kirinya dengan tangan kanan, tak ada penolakan, hanya dia memalingkan wajahnya kekanan, menghindariku.
Tak ada remasan, hanya aku pegang dengan sedikit tekanan, terasa halus, untung aku membelimu, kataku dalam hati.

Aku lanjutkan memegang susu kanannya dengan tangan kiri, aku lakukan hal yang sama, aku nikmati tigkat kekenyalannya. Nur masih terpejam dengan kepala kearah kanan dia. Aku lihat ada bekas merah panjang di bawah pundak belakang. Aku penasaran, tapi lebih penasaran dengan putingnya.

Aku usap kedua puting itu dengan jempol, keduanya bersamaan, nur meringis, menahan harga dirinya agar tidak menamparku. remasan aku mulai kekedua susu mungil ditanganku, terlihat airmata diujung mata nur, aku tidak peduli. nikmat sekali susu ini. lebih nikmat daripada susu cewek dikantorku yg siap ngangkang kapanpun, yang menyodorkan susunya sebelum aku meminta.

Akupun menyudahi permainanku di susunya, aku duduk didepan nur, membiarkan susu itu terpampang kembali, nur kamudian menatapku sayu. Rasa kotor akan dirinya tersirat dari matanya.

“punggungmu kenapa nur?” tanyaku
“tak apa-apa”
“kenapa?, kamu tak boleh bohong sama aku”
“dari tadi tidak ada yang aku bohongkan mas.”
“punggungmu kenapa?” tanyaku lagi.
“tadi malam dipukul mas iwan pake kayu.” Jawab nur sambil menutupi susunya dengan kedua telapak tangannya bersilangan. Niatnya menutup, tapi malah membuatku makin bernafsu.

Akupun berjalan kebelakangnya, aku turunkan bajunya, dia kaget, dan menahan dengan menghimpit lengannya, walau begitu, aku berhasil menurunkan bajunya sampai ke belakang perut, garis memar merah biru melukai punggung putih mulus nur, aku usap punggung nur yang tidak terluka, mulus sekali, bodoh sekali iwan, gumanku. Nur yg mendengarnya mulai menangis kecuil, sesenggukan.

“nur...”
“iya mas”
“datanglah kerumahku, ada sayur juga daging, masakkanlah untuk berempat, aku mau jemput anakku sambil belikan kamu obat untuk luka ini.” Perintahku

“iya mas, tak perlu repot, nanti juga sembuh sendiri”
“jangan, pungung ini milikku”
Nur makin menangis mendengarnya, dan aku menikmatinya.

“aku pulang dulu, pintu belakang rumahku tidak dikunci, langsung masuk dan masak, bawa caca ke kamar disamping dapur, itu kamar caca, bisa kamu pake juga.”
“iya mas”

Akupun pulang dan pergi membeli obat lalu manjemput anakku. Sesampai dirumah anakku bingung.

“ayah, kok tante masak disini?” tanya anakku.

Anakku bernama Suci Nuralita, dipanggil suci, kadang cici, dan sekarang punya adek namanya caca.

“mulai sekarang tante nur kerja disini, kerjanya ngurus rumah” jawabku
“seperti bunda dulu ya?”
“iya”
“tapi tidak jadi bunda kakak kan?, kakak tak mau bunda selain bunda”
“tidak sayang, adek caca sekarang bobok dikamar itu, boleh kan?”
“boleh ayah, kakak suka kok”
“sekarang caca jadi adeknya kakak, dijaga yang baik ya”
“siap ayah, kakak suka” jawab suci sambil berlari kekamar caca, lama dia disana.

Dan seperti itulah kehidupanku setelahnya. Aku hanya menjahili nur sebatas dada dan punggungnya, apalagi sewaktu mengoleskan obat, aku suruh dia telanjang dada. Hanya memakai celana saja. Lambat laun nur terbiasa dengan tingkahku ke susunya.

===

Seminggu kemudian, aku pulang cepat dari kantor, pusing. Cewek kantor lagi M, kerjaan banyak, jadi gak sempat minta dia BJ. Kebutuhanku memuncak, rencana mu pulang, nonton bokep, ngocok.

Tapi semua sirna, aku melihat pintu belakang kamar caca terbuka sedikit, aku mengintipnya, rupanya dia lagi mengASIhi caca. Kalo ada tangan cewek kenapa ngocok sendiri, gumam jahat ku.

Dengan pelan aku masuk kamar caca, nur melihatku seperti tak senang, ditutupinya mulut caca yang sedang mengenyot susu kananya, sembari menutup susu yang nampak dari perutnya. Nur menaikkan bajunya dari perut hingga susunya keluar, dan diberikannya ke caca. Mukanya mengkerut melihatku berjalan pelan kebelakang tubuhnya.

Aku baringkan tubuhku dibalakang nur yang berbaring miring. Aku sibak baju yang nemutup caca. Seminggu aku mainkan susu nur, baru ini aku lihatnya dikenyot. Aku naikkan baju nur, hingga bajunya mendarat di leher, aku tidak bisa mencopotnya, karena tanggan kanan nur dijadikan bantal caca.

Tepampaglah dua gungukan nur, satu sedang disedot caca, satu bebas tergantung diatas. Aku usap susu yang bebas itu, nur terasa sudah biasa dilecehkan susunya olehku. Aku remas kecil, plintir putingnya, sedikit ditarik-tarik.

“ah.... jangan mas, aku lagi nyusui” cegah nur pelan lewat kata-kata, tapi aku tak peduli.
Terlihat ujung pentil nur yang aku mainkan basah, aku yakin itu ASI. Aku lirik caca yan sedang nyusu, tak ada pergeakan di mulitnya, dia tertidur, namun belum melepaskan empengannya.

Kuturunkan kepalaku, tanpa bertanya, langsung untuk pertama kalinya aku sedot susu nur yang diatas.

“jangan... mas” pekik nur palen. Aku tetap menyedotnya, terasa mengalir ASI nur dimulutku, ini pengalaman pertamaku dengan ASI semenjak disapih ibuku. ASI istriku pun tak pernah aku icip.

“mas..jangan mas..sudah...angan disedot mas...ah..” larangan bercampur desahan.

Air susu nur rasanya lumayan hambar, sedikit ada manis-masisnya, seperti tajin murni dicampur santan murni, kalo itu bukan berasal dari payudara, mungkin aku akan memuntahkannya, tapi ini lain, aku menelannya. Aku sedat terus, nur makin merayau. Lama ku sedot hingga tak ada lagi yang keluar.
Aku sudahi sedotanku, puting nur jadi lebih besar dari pada hasil kerja caca. Susunya pun lebih turun dari sebelum aku sedot.

“kok diminum mas” tanya nur seperti tidak rela aku habiskan jatah anaknya.

Aku diam saja, aku ambil tangan nur, aku tuntun ke penisku. Dia sepertinya tau maksudnya, dikeraskannya tanangnya menolak tuntunanku, tapi aku lebih keras lagi menyeretnya. Tangan kiriku menyerat tangan kiri nur, dan tangan kananku menurunkan calanaku, hingga keluarlah penis tegang itu.

Nur makin takut, matanya terpejam ketika nur tak sengaja melihat penisku, tangannya menyentuh penisku, aku genggamkan tangannya menyelimuti penisku, nur menyembunyikan mukanya di bantal yang sedari tadi dibawah kepalanya. Kuat sekali nur memenag penisku, rasa takut, malu dan harga diri seorang wanita berkecamuk.

“ini yang keberapa yang kamu pegang nur?” tanyaku bernafsu
“empat” jawabnya
“siapa saja?”
“pacarku sewaktu sma, mas iwan, yg dekat dikantor, sama punya mas”

“di kocok nur” perintah ku.

Nur maasih terdiam dan sembunyi di bantal, namun genggamannya mulai melunak, mulai digerakknnya tangannya, naik turun mengocok penisku. Pengalaman nur cukup tinggi dengan pekerjaan ini, sungguh nikmat, lebih nikmat dari kocokan siapapun yg pernah ngocokin aku.

Aku kembali menurunkan kepaalaku, aku sedot lagi susu kosongnya, aku mainin, aku jilatin semuanya, tak lupa aku cupang diatas pentil nur.

Kocokan nur semakin enak, tanda tangan nya mulai terbiasa menempel di penisku.

“punyaku sama punya iwan gimana nur?” tanyaku mmecah kesunyian
“punya mas lebih besar, tapi punya mas iwan labih panjang” jawabnya

Aku lanjutkan permainanku, aku jilatin leher nur, kemudian turun ke dada lagi, kemudian turun keperut sampai batas celana. Jelatanku naik kembali menuju dada. Tepat diputing, nur mulai mendesah kecil. Ini kesempatanku.

Tangan kiriku mulai menjelajah, sambil nyusu, aku elas perut nur, halus hangat. Aku putar-putar di pinggiran pusar. Dan turun menyusup pelan dicelana.

“jangan mas” pinta nur ketika ujung jariku menyentuh rambut kemaluannya.
Aku putar-putar jariku di sebidang kulit yang ditumbuhi rambut itu, tak terlalu lebat, dan tak terlalu lebar.

“mas, sudah, aku kocok aja, jangan masuk kesitu tangannya” pinta nur memelas. Aku tak peduli, nafsu sudah diubun.
Selesai mendengar permintaan nur, aku turunkan jariku makin memasuki cd nur, satu jari tangah menusuri kulit halus berbulu, empaat jari menahan cd nur. Dengan cepat kuturukan, membuat nur tak sempat menahannya, jari tengah langsung masuk menyusuli liang senggama nur, bertemu klitoris yang keras dan cukup besar. Nur pun tersentak.

Tangan nur yang tadi ngocok penisku langsung berpindah memegang tanganku yang divaginanya, ditahannya agar tidak bergerak lebih jauh.

“ahhh....mas..jangan disitu”
“aku mau kamu nur”
“jangan mas, aku tidak mau”
“aku mau nur”

Nur masih memang tanganku namun mulai melemah, aku gerakkan jariku, vagina nur sudah basah kuyup sebelum didatangi jari. Mudah sekali menemukan kacang sebesar itu di vagina mungilnya, aku mainkan, aku gosok-gosok, gesek-gesek, tekan, putar-putar, semua yang bisa jariku lakukan aku luakukan.

Nur mulai kehilangan kesadaran, tubuhnya menegang, tangan yang tadi menahan tanganku digunakan untuk mengeluarkan putingnya dari mulut caca.
Nur terlentang sambil menghela napas panjang.

“massss....sudah...mas....”

“enak nur”
“enak”

Nur makin menegang, kakinya seperti orang ayan, kepalanya menengadah, tangannya meremas kasur. Aku tak tinggal diam, kususu kembali dadanya, kini aku bisa menikmati keduanya, bekas caca masih ada isinya, aku habiskan sekalian.
Sepuluh menit kemudian nur menegang hebat, dijambaknya rambutku dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya yang masih menjadi bantal caca meremas kasur. Nur mengerang keras,
“aaaaahhhhh........maassssss, sudaaaaaah” nur orgasme ditanganku.

Nafas nur tersengal, terlentang dengan pasrahnya, matanya terpejam. tangan yang tadi meremas kembali lunglai.

Aku senyum penuh kemenangan.

Nur sudah tak peduli lagi dadanya aku elus-elus. Aku keluarkan tanganku dari celananya, segera aku buka celana tidurnya, juga cd nya bersamaan. Nur kaget, dibukanya matanya, digapainya celana itu, namun tidak sampai, keburu sampai ujung kaki. Sontak nur menutup vaginanya dengan tangan yang gagal tadi.

Kini nur terlantang telanjang, hanya baju yang menutup lehernya, susunya kembang kempis, bekas cupangku pun menghiasinya. Perut ratanya, dengan bekas hamil melingkar di pinggang. Pinggang yang tidak kerlalu berbentuk, dengan vagina yang tertutup tangan, jembut halus, sedikit mengintip dari sela-sela pergelangan tangan nur.

Paha yang kecil, tak terbayang beban yang diampunya. betis yang tak kalah kecil, membuat kakinya nampak seperti jenjang, padahal nur tidaklah tinggi, cenderung pendek dengan segala perabot tubuh yang kecil.

akupun turun kebawah, mengintai vaginanya. Nur hanya bisa memandangku dengan takut. Aku ambil sebuah bantal kecil milik caca, aku bantalkan ke kepala caca agar tangan kanan nur dapat terbebas. Begitu terbebas, nur langsung menutup susuya dengan tangan kanan.

Sungguh tangan yang mengganggu.

"mas, jangan, sudah, aku belum pernah sampai begini seian sama mas iwan." tegur nur
"aku mau nur" pintaku

Aku lalu jauhkan tangan kiri nur dari vaginanya, perlawanan yang tak seberapa, dan kini aku bisa melihat barang kewanitaan milik nur, lubang keinginan setiap laki-laki. Nur kembali menutup matanya, dipalingkan mukanya kekanan, diarah dimana caca tidur.

Tak butuh lama, instingku membari perintah. Aku langsung turunkan kepalaku, aku kecup pahanya yang halus dan mulus serta putih bersih itu. Walau terasa kurus, tapi sangat menggoda.

"ahhhh.... mas...." Lengkuh nur ketika kecupanku diatas kacang kedelainya.

Aku buka kedua pahanya, nur menolak, tapi sia-sia, tak butuh banyak tenaga, kini nur telah mengangkang, menampakkan vagina mekarnya. Aku ingin mengoralnya, tapi aku tidak mau sebelum dia mengoralku. Nafsu dan harga diri berontak. Kini, aku mengelus belahan vagina nur dengan jari telunjukku, naik, turun, setiap melewati klitoris nur melengkuh, semakin lama semakin keras.

"masss...ahhh...sudah...ahhhh...jangan...ahhh..." hanya itu kata yang keluar sedari tadi

jari telunjuk yang mondar mandirpun menemukan penemuan baru, lubang senggama nur, lubang yang cukup kecil. Aku masukkan jariiku, nur tesentak
"ahhhhh....massss....sakitt.....jangan....."
aku tak peduli, aku masukkan sampai habis jariku, aku keluarkan setengah, masukkan lagi, dan lagi,
"ahhhhh....massss....sakitt.....jangan.....ahhhhh....enak...." kode diterima.

Aku baringkan tubuhku diatas tubuhnya, aku cupang lehernya, kecup kupingnya, nur makin kepanasan, makin belingsatan, hingga aku turunkan kecupanku, kedadanya, ya dada mungil yang aku suka. Aku susu keduanya, kanan dan kiri bergantian, aku sedot, gigit kecil, seirama dengan permainan jariku di vagina sana.

"maaasss.....ampun.....sudah.....aaaaaahhhhh"
Nur menegang, orgasme keduanya.

Aku bangun, jongkok diantara pahanya, nur masih memejamkan mata sambil mangatur nafas, makin lamas tubuhnya setelah mendapat yang kedua.

Tak mau menunggu lama, aku renggangkan pahanya sampai mentok, aku taruh diatas pahaku. Akupun melepas baju nur yang nyangkut di leher. Nur cuma pasrah, tak ada yang keluar dari mulutnya. Akupun melepas bajuku. Kini kami berdua telanjang bulat, tak ada apapun yg menutupi kami.

Pandanganku naik turun kesetiap sudut kulit Nur, Cantik memang, Bodoh si Iwan tu.
Kulit mulus, putih, hanya saja yang tidak biasa tertutup baju memang menghitam, mukanya kusam, kumal kurang terurus, badannya kecil cenderung kurus. Dengan sedikit pembenahan gizi dan skin care pasti jadi cantik seperti perawannya dulu.

Penisku sudah tak mau menahan lama lagi, aku lebarkan bibir vagina nur dengan tangan kiriku, dan aku arahkan penisku ke lubang senggama nur dengan tangan kanan. Begitu kepala penis menyentuh mulut lubang, nur tersadar, pahanya yang tadi lemas pasrah, kini menekan kuat agar vaginanya tertutup, tapi itu sia-sia, karena ada badanku yang menghalangi.

Tangan nur yang tadi tergolek juga menghalangi pantatku untuk diturunkan, tapi tenaganya telah habis, aku dengan mudah menurunkan badan dan paha, sedikit demi sedikit penisku menghujam lubang senggama nur.

"ahhhh...mas....sakit....jangan mas..." teriak nur
Dan aku tak peduli, kepala penisku telah masuk seutuhnya, memang susah memajukan lagi, begitu sempit, seperti perawan saja. Akhirnya aku cabut penisku sedikit, masukkan lagi, teriak nur nemjadi.

"sakit...jangan mas...."
Tapi aku tak menghiraukan, aku tetap keluar masukkan, hingga semakin lama semakin masuk.
Ketika setengah batang penisku telah lancar keluar masuk, aku paksa dorong semuanya.

"ahhhhhhhhh......sakit" teriak nur ketika sekali hentak, penis ku masuk semua, pangkal paha kamipun bertemu. Kami resmi bersatu.

Aku menghentikan gerakan penisku, nur mulai terisak, menangis, air matanya beruraian.

"mas jahat, aku ternoda" aku diam saja cukup lama.

"Kapan terakhir kali kamu ML nur?" tanyaku
"Setelah aku ketahuan selingkuh sama yang dikantor, aku tak pernah lagi disentuh" jawab nur sambil menangis
"Kapan?"
"hampir dua tahun" jawabnya

Dua menit kemudian, kurasakan vagina nur berkedut kecil, akupun mulai mengayunkan penisku

"ahhhhhhhhh......sakit...sudah mas" racau nya ketika penis mulai keluar masuk pelan, sangat pelan.
setalah dirasa cukup, aku mulai percepat penisku, dan rasa enak mulai menjalar sekujur tubuh.

Vagina yang masih sempit, ditemani tangisan nur yang beruraian, menambah kenikmatan perkimpoan siang ini.

Sembari memompa vagina nur, aku sedot lagi susu nur, aku remas juga yang satunya. Sungguh nikmat,

"ahhh...nur....enak banget tubuhmu"
"sudah mas...sakit..." tangis nur
tak lama kemudian nur memelukku, dirangkulnya leherku ketika aku menjilati kupingnya.
Kaki nur pun mulai mendekap pantatku, sangat kencang.

"mass........jahat.........ahhhhhhh" orgasme ketiga nur.

Aku rasakan semuran cairan nur, vaginanya seakan menelah penisku, dan mengajakkan makin kedalam, kedutan-demi kedutan menambah nikmat di ubun-ubun. Akupun tak tahan ingin menyiram peju yang sudah diujung tanduk.

"kamu KB nur?"
"tidak"

Fuck. Mati aku. mosok perkimpoan pertama keluar diluar. gak asik.
tapi kalo nur hamil, bisa runyam.

sesaat sebelum keluanya mani, aku cabut penisku, aku naik keatas, jongkok diatas mukanya,kusodorkan penis basahku ke mulut nur.

"Sepong kontolku, atau aku keluarin di dalam, kamu hamil." gertakku

Nur kaget, takut hamil, dibukanya mulutnya, dengan muka penuh ke jijik an, dan tangis yang belum reda, dia emut penisku. Aku maju mundurkan pelan supaya tidak terkena gigi.

"Sedot nur" Nur pun mengikuti perintahku.

"ahhh...enak nur....memekmu, mulutmu, enak semua"
"terus nur..aku mau keluar...mau didalam mulutmu"
"kamu harus telan semua nanti"
wajah nur mengkerut,

"siap nur.....ahhhhhh..." crot-crot-crot pejuhku tumpah semua dimulut nur, meluber dipinggirnya.
"telan nur" nur pun mencoba menelan tanpa mengeluarkan penis dari mulutnya.

setelah dirasa habis, aku menyuruh nur menjilati penisku sampai bersih. nur pun melakukannya sambil menangis yang makin menjadi.

Setelah selesai, nur berbaring kembali, diambilnya baju yang terlepas tadi, diusapkaannya ke mulutnya, membersihkan sisa-sisa peju yang berceceran. Ditutupnya dada dan vaginanya tanpa dipakainya, hanya dijadikan seperti selimut. Nur memiringkan badannya ke kanan, dimana anaknya tertidur.

Tangis nur tak kunjung reda.

"Kamu jahat mas" ucap nur sambil menatap caca yang masih tertidur.
"Aku memang jahat, tapi kamu orgasme tiga kali. Setidaknya aku masih berfikir untuk tidak meghamilimu" belaku, tak ada balasan dari nur.

Akupun duduk bersandar di dinding kamar, masih telanjang, penis masih tegak, mata masih memperlihatkan pantat nur yang tidak tertutup, putih bersih, mengkilap karena keringat.

Tangis nur belum juga reda.

Cukup lama kami terdiam. Lima belas menit kemudian, aku berdiri, kelaur kamar lalu menutupnya dan tangis nur pun tak terdengar lagi.
Josss.....epik pembukaan hu...lanjutkan hu...drama nya..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd