Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG I'm not a Loser

BAB III


Ruangan CEO lt 20

Mata Katsia menyapu sosok Ronald. Ketika Katsia melihat memar yang ada, dia berkata, "Pak Ronald, silahkan bapak obati dulu luka yang ada"

Ketika Ronald mendengar ini, senyuman tersungging di bibirnya. Dia baru mau pergi keluar ruangan, tetapi dia berpikir bahwa bahaya jika Karna ditinggal berdua dengan Katsia. Dia takut Karna akan memberi tahu Katsia situasi yang sebenarnya. Memikirkan hal itu, Ronald memutuskan untuk tidak pergi. Sebaliknya, dengan tatapan lurus, dia berkata, "Ibu Katsia, masalah perusahaan lebih penting. Mari kita selesaikan masalah saat ini lebih dulu."

Mendengar ini, Katsia menatap Ronald sambil tersenyum. Lalu dia menangguk ke arah Ronald dan berkata,"Kalau begitu, silahkan duduk Pak Ronald"

"Terima kasih bu", Ronald pun duduk dan menatap Karna dengan bangga.

Katsia kemudian memalingkan muka dari Ronald dan mengunci pandangannya kepada Karna. "Sekarang, silahkan ceritakan apa yang terjadi". Nada suaranya berubah. Karna melihat perbedaan sikap Katsia terhadap mereka berdua. Dia merasa kecewa.

Namun sebelum Karna dapat mengatakan apapun, Ronald tiba-tiba berbicara,"Ibu Katsia, sebenarnya kejadian tadi adalah kesalahan saya. Saya tidak tidak dapat menyelesaikan masalah pencurian ini dengan lebih bijak"

Pernyataan ini mengejutkan Karna dan Katsia. Karna segera mengerti apa yang terjadi, ketika dia melihat ekspresi Katsia berubah. Ronald tahu bahwa masalah ini kemungkinan besar akan menjadi perdebatan antara kedua belah pihak, dan Katsia paling membenci mereka yang menghindari tanggung jawab. Oleh karena itu, Ronald berinisiatif untuk mengakui kesalahannya, menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Di saat yang sama, Ronald juga berhasil menyematkan sebutan "pencuri" pada Karna. Jelas, trik Ronald ini berhasil dengan sangat baik kepada Katsia.

Pernyataan tadi membuat Katsia santai, dan memandang dengan lembut kepada Ronald. "Pak Ronald, apa yang sebenarnya terjadi?"

Ronald mengerutkan kening dan menghela nafas. Menggelengkan kepalanya dengan lembut dan berkata,

"Bu, ini sebenarnya bukan masalah besar."

"Tadi siang, saya mendapatkan informasi bahwa ada penyusup di perusahaan kita. Seseorang dari kantor kompetitor. Ketika saya konfirmasi, terjadi kesalahpahaman antara saya dan Pak Karna. Bahkan beliau menjadi agresif dan mencoba melawan saya."

“Tentu saja, saya tidak akan melawannya, jadi saya memanggil satpam untuk menghentikannya. Ketika satpam mulai mengambil tindakan, salah satu dari mereka secara tidak sengaja menemukan beberapa pil di seragam Pak Karna. Saya dengar dari Clara yang bekerja di bagian R&D bahwa itu adalah pil impor, yang bernilai lebih dari 50juta rupiah."

"Bullshit!", Karna sangat marah ketika mendengar pernyataan Ronald.

"Stop, Karna!" Katsia mengerutkan kening dan berteriak. Pada saat ini, Katsia sedikit menyesali keputusannya yang tanpa berpikir panjang menjadikan pria ini sebagai suaminya untuk perkawinan kontrak mereka.

Pada saat yang sama, Karna memandang Katsia dan memikirkan hubungan mereka. Karna kemudian menarik napas dalam-dalam dan berusaha keras menekan keinginannya untuk memukuli seseorang.

Karna kemudian mencoba menjelaskan, "Ibu Katsia, situasinya jelas bukan seperti yang dikatakan Pak Ronald. Saat itu, saya-"

Namun, begitu dia berbicara, Katsia memotongnya dengan dingin. "Saya tidak meminta Anda untuk berbicara. Saya hanya ingin mengajukan pertanyaan. Apakah yang dikatakan Pak Ronald benar?"

"Tentu saja tidak."

Ronald mengangkat alisnya dan menyela, "Beraninya anda mengatakan itu tidak benar? Izinkan saya bertanya, skenario mana yang tidak benar? Selain itu, pil impor yang sekarang telah disita dari Anda adalah bukti kuat. Apakah Anda ingin menyangkalnya? Pada akhirnya, benar juga bahwa Anda telah memukuli saya, bukan?

Katsia pun tidak memberinya kesempatan karena dia sudah terlihat sedikit tidak sabar. Dia kemudian melambaikan tangannya dan berkata dengan dingin, "Jangan membuat alasan. Anda hanya perlu menjawab pertanyaan saya. Apakah yang dikatakan Pak Ronald benar-benar terjadi?"

Melihat mata dingin Katsia, Karna merasakan sakit hati, dan kemudian perasaan tidak berdaya dan sedih muncul juga di hatinya. Kemarahan dan keinginan untuk berkelahi dalam dirinya menghilang dalam sekejap. Bibirnya membentuk senyuman pahit, dan kemudian berkata "Karena Ibu Katsia sudah memiliki jawabannya sendiri, maka, Ya, itu kejadian yang terjadi"

Mendengar ini, kekecewaan melintas di mata Katsia. Dengan suara yang dingin, Katsia berkata, "Karena anda telah mengaku, maka tidak ada lagi yang perlu dikatakan. Atas masalah ini, Anda akan mendapat SP3, dan gaji Anda akan saya potong. Dan untuk kali ini, saya tidak akan melaporkan Anda ke Polisi. Tapi kalau Pak Ronald tidak puas dan ingin melaporkan polisi atas penganiayaan yang Anda lakukan, perusahaan tidak ikut campur."

"Tidak masalah, terserah anda." Tanpa melihat Katsia, Karna berbalik dan berjalan menuju keluar ruangan.

Pada saat ini, Karna memutuskan untuk pergi. Meskipun mereka bersama karena insiden pada malam itu, mereka bukan berasal dari dunia yang sama. Jika hubungan ini berlanjut, hanya akan ada lebih banyak konflik. Jika ini masalahnya, lebih baik dirinya pergi.

Katsia melihat sikap Karna dan dia langsung mengerutkan kening karena ketidakpuasan. Dia merasa hukumannya sebenarnya ringan untuk Karna. Jika bukan karena hubungan khusus dan kepentingan yang ada di antara mereka, Katsia tentu akan memecatnya. Sekarang, Karna tampaknya tidak bersyukur dengan hukuman tersebut. "Orang ini---". Rasa kecewa melonjak di hati Katsia. Melambaikan tangannya, Katsia berkata, "Anda boleh pergi sekarang!"

Karna tidak mengatakan apa-apa dan berbalik untuk keluar dari kantor. Ronald, pada saat ini, penuh dengan kesombongan, seolah-olah dia telah memenangkan pertempuran.

----

Malam hari itu, Katsia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan kantor. Dia masih merasa kecewa dengan Karna, dan gak habis pikir kenapa Karna melakukan hal itu. Karna sudah diberikan pekerjaan, tempat tinggal, namun tetap berbuat ulah di kantor. Dia sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan Karna, jika mereka bertemu di rumah.

Sejak pernikahan mereka, Karna memang diminta untuk tinggal di rumah Katsia, bertiga hanya dengan pembantunya. Namun, Karna tidur di kamar yang terpisah. Dia tidur di kamar tamu. Pembantunya sempat kaget, karena baru kali itu majikannya membawa pria kerumah. Bingung, kenapa mereka tidur terpisah, tapi dia tidak ingin mencampuri urusan pribadi majikannya. Kejadian tadi tentu akan membuat suasana di rumah menjadi semakin tidak enak.

Saat sedang tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. Tidak lama, pintu tersebut terbuka, "Cia, loe belom balik?", Devina menyapanya. Cia adalah panggilan sayang dari Devina ke Katsia. Mereka sudah berteman sejak SMA.

"Oit Dev, belum nih. Stress gw."

"Eh, stress kenapa loe? Kerjaan?"

"Yah gitu deh, ada aja kejadian di kantor ini ya"

"Eh, kebetulan. Kayaknya gw harus bahas sama loe soal kejadian tadi siang deh."

Katsia terkejut. Kenapa Devina seolah bisa membaca pikirannya? Namun, Katsia baru ingat bahwa Devina adalah direktur Human Capital. Tentu, masalah terkait ketenagakerjaan adalah bagian dari pekerjaannya.

"Gini, tadi sore, Clara dari R&D nyamperin gw di kantor. Dia cerita soal kejadian yang terjadi. Dan dia bingung, kenapa setelah loe panggil ke ruangan loe, Karna gak balik lagi ke ruangan R&D."

"Ooh itu. Dia gw kasih SP3, tapi gak gw laporin ke polisi. Udah kelar lah seharusnya masalah itu"

"Eh, kayaknya loe salah ambil keputusan deh. Gw agak kaget sih, karyawan baru berani-beraninya mukul Pak Ronald. Jadi gw coba cari tahu kejadian yang terjadi, sambil kumpulin bukti-buktinya. Kayaknya loe harus liat ini deh", kata Devina sambil memberikan HPnya ke Katsia.

Isi video yang ditunjukkan oleh Devina sangat sederhana. Video itu menunjukan seorang satpam yang menyelinap ke gudang, dan mencuri sekantong pil dari sana. Kaget dengan video itu, Katsia berkata "Eh, ini?

"Tunggu, belum selesai", kata Devina, mengambil HPnya dan membuka sebuah video yang lain. Video itu adalah CCTV ruangan R&D, yang menggambarkan Karna dikepung oleh satpam, dan kemudian, satpam yang sama dengan yang ada di video sebelumnya, menemukan sekantong pil yang konon dicuri oleh Karna.

"Astaga!"

"Nah, gw juga kaget sih. Kok bisa kebetulan kayak gini, dan tumben-tumbenan loe mengambil keputusan spontan tanpa discuss sama gw"

"Aduh, gw merasa bersalah banget nih. Damn.. Makin ga enak gw mo pulang kerumah", kata Katsia. "Kayaknya gw perlu cerita sama loe deh Dev. Loe abis ini kemana? Cabut yuk, cari tempat yang enak untuk ngewine, tapi agak private, jadi kita bisa ngobrol"

"Oh, boleh2. Loe mau ngewine di apartemen gw aja? Mobil loe tinggal di kantor aja, pake mobil gw. Besok loe pake baju gw aja"

Tidak berpikir panjang, Katsia mengiyakan ajakan tersebut. Setelah membereskan laptopnya, dia kemudian mengambil tasnya dan mengikuti Devina ke mobil. Keduanya pun berangkat menuju apartemen Devina.

---

POV Devina

Kejadian hari ini lumayan bikin aku syok. Baru kali ini ada perkelahian antar karyawan dikantor. Apalagi, pelaku nya adalah Karna, cowok culun yang aku godain di lift tadi siang. Yang dilawanpun gak main-main, Direktur Keuangan di perusahaan ini. Culun-culun gitu, nyalinya besar juga ya. Apalagi, udah dikepung 5 orang satpam pun dia masih menang. Duh, aku jadi makin penasaran sama dia.

Gerak gerik Katsia hari ini juga membingungkan. Iya sih, dia salah ambil keputusan SP3 buat Karna, tapi kan Karna cuma anak baru. Gak seharusnya lah CEO kyk dia merasa ga enak sama Karna. Hmm.. Ada apa ya dengan Katsia? Tumben-tumbenan juga hari kerja gini dia ngajak ngewine. Dia kan si paling workaholic dari dulu. Ga pernah mau aku ajak party klo weekdays.

"Eh, Cia, gw boleh mandi dlu gak? Badan gw lengket nih"

"Boleh2, gw sambil ambil baju buat bobok ya. Nanti gantian, gw jg mo mandi"

Setelah aku beres mandi, sambil menunggu Katsia mandi, aku mengambil sebotol Pinot Noir favoritku. Red wine yang biasanya ditanam di Prancis ini memeliki light body, dengan tingkat keasaman yang tinggi dan beraroma sangat lembut seperti cocok untuk malam ini.

Sambil menunggu, aku pun memakai body lotion, supaya kulitku tetap cetar membahana. Gak lama, Cia pun selesai mandi.

"Eh sorry ya gw mulai minum dulan"

"Gpp santai lah, mana sini gelas gw"

Sambil mengobrol ringan, kami meminum beberapa gelas wine. Aku masih belum mengerti, ada apa dengan Cia? Kayaknya ada yg dia tutup2in deh.

"Jadi bu, ada apa nih, yang mau diceritain"

"Eh, Dev, itu body lotion loe baru ya? Kok gak pake punya perusahaan kita?", kata Cia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Iya nih, kemarin pas ke US gw beli, penasaran, sekalian mo coba. Lumayan mahal loh"

"Oh, bagus gak?"

"Yaah, so so lah. Menurut gw sih ga beda jauh ma produk kita. Nih, mau cobain?"

"Eh boleh2, bisa tolong digosokin ke bahu sama punggung gw sekalian gak?


Cia merebahkan tubuhnya tengkurap, dan menaruh kepalanya di lengannya. Mulailah aku menggosok bahunya, perlahan sambil memijat. Dia senyum-senyum kecil sambil memuji pijatanku yang katanya enak.

"Ehmmmmh.. Enak Dev, kayaknya di salon aja. Loe emang bakat mijat deh!"

"Sembarangan aja, masa gw disamain sama tukang pijat ihhhh!", kataku sambil menepuk pelan pantat montoknya.

"Aw genit ah loe, tepuk-tepuk pantat segala", katanya sambil tertawa cekikikan.

Aku pun mulai menyibakkan lingeri hitamnya ke atas, wow, mulus juga pantat dan punggung temanku ini.

"Cia.. Cia.. Ini badan loe bagus bener. Kapan loe mau cari cowok? Inget ya, lebih baik aus terpakai daripada rusak terbengkalai." godaku. Tak disangka, Cia jadi salting.

"Eh wait. Loe masih perawan kan?" Cecarku ke Cia.

"Errr.... Anuuu... Justru itu yg mau gw ceritain", Cia pun menceritakan kejadian yg dialaminya minggu lalu. Dengan Karna, cowok culun itu. Aku mendengarkan dengan seksama, sambil terus mengolesi body lotion di punggungnya.

Ketika mengurut bongkahan pantatnya, terdengar olehku dia mendesah pelan, dan tubuhnya sedikit bergetar. Melihat reaksinya, ditambah efek rilex dari wine, dan cerita sensual yang dialami Cia, kok aku mulai agak terangsang ya.

"Oohh.. Dev", desisnya makin jelas, begitu jemariku mulai sedikit nakal menyentuh area sensitifnya.

Entah secara disadari atau tidak, dia merenggangkan kedua pahanya seolah minta lebih. Karena dia menikmati yang kulakukan, akupun mulai horny dan terdorong meneruskan lebih jauh lagi.

Pinggiran vaginanya kuusapi dan sedikit demi sedikit jari tengah dan telunjukku mulai masuk ke lubang kemaluannya. Jempolku kususupi ke anusnya diiringi desahannya, oohh..! Sepertinya kami berdua makin terangsang dengan suasana seperti ini. Tanganku yang sudah basah oleh body lotion jadi tambah basah bercampur dengan cairan kewanitaan Cia. Sekitar sepuluh menit jari-jariku bermain pada anus dan vaginanya. Tidak lama, aku merasakan vaginanya berkedut dijemariku. Cia mencapai orgasmenya!

Tiba-tiba Cia mendorong tubuhku dan berguling ke samping, kini posisi kami bertukar menjadi dia yang menindihku. Tangannya dengan sigap memerosotkan celana dalamku. Aku turut menggerakkan kakiku membantu celana itu lepas dari tubuhku. Cia melemparkan celana dan celana dalamku ke kursi rias yang tak jauh dari sini. Kembali dia menindihku hingga payudara kami saling menghimpit. Setengah menit kami berpelukan erat dengan mata saling tatap, kemudian kurasakan suatu gesekan pada bibir vaginaku yang membuatku mendesah secara refleks.

Ternyata Cia mengelus vaginaku dengan pahanya. Aku membuka pahaku lebih lebar agar klitorisku juga merasakan belaian lembut itu. Gesekan itu membuatku menggelinjang, belum lagi sekarang Cia sudah mulai menciumi telingaku. Hembusan nafas ditambah permainan lidahnya pada lubang dan daun telingaku menghanyutkanku lebih dalam.

“Eemmhh.. Ciaa...Mm!” desahku dengan mata terpejam.

Ciumannya merambat turun ke leherku, ssrr.. Lidahnya menyapu telak leher jenjangku disusul gigitan pelan dan cupangan yang dilakukannya dengan lembut dan mesra. Tangan kirinya menangkap payudaraku dan meremasnya lembut, jari-jarinya yang lentik menyentil-nyentil putingku hingga membuatnya makin tegang.

Dari leher mulutnya turun lagi ke dadaku, lidahnya menjilati putingku yang kanan sementara tangan kirinya tetap memijat payudara kiriku. Tubuhku bergetar hebat merasakan payudaraku dikenyot dan diremas olehnya.

"Terus Ciaa.. Give me more!” kataku sambil menekan kepalanya karena tidak puas hanya dengan dijilati saja.

Seolah mengerti rasa hausku, tangan kanannya kini bercokol di kemaluanku menggantikan pahanya, jarinya membelai lembut diantara bulu-bulu kemaluanku. Dua jari lainnya masuk ke dalam dan mengelus-elus dinding vaginaku sekaligus mencari klitorisku. Ketika menemukan titik rangsangan itu, semakin gencarlah dia memainkan benda itu sehingga tubuhku makin tak terkendali dengan mendesah dan menggeliat-geliat.

Butir-butir keringat seperti embun sudah membasahi dahiku dan wajahku makin merah menandakan betapa terangsangnya aku. Kugerakkan tanganku ke bawah meraih payudaranya dan meremasinya sebagai respon perbuatannya.

"Ciaa...Eenngghh.. Di situ.. Terus!” aku menggeliat merasakan jemari Cia bergerak liar seperti ular merangsang setiap titik peka pada vaginaku. Sebagai seorang wanita, dia tahu betul bagaimana memanjakan tubuh wanita secara seksual.

Birahiku pun makin memuncak yang berakibat tubuhku menggelinjang hebat. Akhirnya sebuah erangan panjang menandai orgasmeku, tubuhku mengejang dengan tangan kiri meremas payudaraku sendiri dan tangan kananku menekan kepalanya lebih terbenam lagi di payudaraku. Aku merasakan setiap tetes cairan yang terus mengalir dari vaginaku.

Diciumnya bibirku dan kubalas dengan tak kalah bernafsu. Kami ber-French kiss sambil menikmati sisa-sisa orgasmeku. Setelah tenagaku terkumpul aku mencoba membalikkan tubuhnya hingga dia telentang di sebelahku. Kubelai rambut dan wajahnya sambil mendekatkan wajahku padanya. Putingnya yang terjepit diantara jariku kupencet dan kuplintir menyebabkan dia mendesah, saat itulah aku mencium bibirnya yang terbuka. Lidahnya kukulum dalam mulutku sambil menggerayangi payudaranya. Cia menggeliat-geliat saat lehernya merasakan jilatan dan cupanganku, di saat yang sama tanganku sibuk memilin-milin kedua putingnya yang sudah keras.

“Oohh.. Ampun Dev...Geli..!” desahnya bercampur tawa kegelian, tubuhnya pun terhentak-hentak.

Erangannya justru membuatku makin bergairah mengenyot kedua payudaranya secara bergantian. Selanjutnya aku mulai melakukan mandi kucing terhadapnya. Leher dan pundaknya kusapu dengan lidah, kedua tangannya kurentangkan ke atas sehingga aku bisa menjilati ketiaknya yang bebas bulu.

Aku terus menjilati ke bagian dada, perut, hingga sampai pada kemaluannya. Tanpa buang waktu lagi aku langsung menjilati belahannya dan menggesek-gesek klitorisnya dengan jariku, perbuatanku ini spontan membuatnya menggelinjang hebat.

“Aahh.. Gila.. Uuhh.. Uhh.. Disitu enak Dev!!", demikian desah Cia.

Lidahku menyusup lebih dalam menjilati dinding kemaluan dan klitorisnya, semakin kujilat semakin basah daerah itu. Klitorisnya kutangkap dengan mulut dan kuhisap sehingga pemiliknya makin berkelejotan tak karuan.

“Dev.. udah.. Gue keluar!” erangnya lebih panjang seiring dengan mengejangnya tubuhnya.

Cairan yang keluar dari kemaluannya semakin banyak serta merta kujilati dengan nikmat.

Cia kembali melemas sementara aku masih saja menjilati tubuhnya sampai 2-3 menit ke depan. Akhirnya kamipun tergolek bersebelahan, beristirahat sejenak dengan obrolan dan canda ringan.

"Gila, ternyata gini ya rasanya dibuat orgasme", kata Cia. Aku tau kalau Cia sepolos itu. Dia gak pernah punya pacar. Tapi aku agak kaget klo selama ini dia belum pernah meraskan orgasme.

"Loh, loe ga pernah masturbasi? Lagian, emangnya malem itu loe ga orgasme?"

"Yee, nikmatnya beda lah masturbasi sama barusan. Aduh, klo soal malem itu, gw bener2 ga inget rasanya Dev. Bangun-bangun, vagina gw sakit banget. Gw cuma inget klo malem itu gw nafsu banget, Karna jadi bulan-bulanan gw. Tapi gw ga inget rasanya. Samar. Blur gitu ingatan gw"

"Cia. Cia. Gw gak kebayang sih, loe kehilangan keperawanan sama orang stranger."

"Jangan kan loe, gw sendiri gak ngebayangin gw begituan sama orang asing. Apalagi malam ini, orgasme pertama gw malah dijari jemari loe. Dasar bitch loe! Ga cowok ga cewek disikat. Temen baek loe sendiri lagi"

"Hahahaha.. Sorry-sorry, horny gw denger cerita loe. Temen gw yg polos diperawanin. Sama cowok yang abis gw godain lagi.. Hahahaha"

"Hah, loe godain Karna? Kapan?"

Aku pun menceritakan kejadian tadi siang ke Cia. Ada sedikit perubahan ekspresi di wajahnya.

"Eh Cia, loe gak jealous kan?"

"Jealous? Kagak lah. Gw ga ada perasaan apa-apa sama dia. Eh, aduh gw jadi kepikiran lagi deh. Gw gaenak rasanya. Loh, wait...", Cia terdiam, seolah teringat sesuatu.

"Kenapa Cia?"

"Gw baru inget. Tadi siang, Karna memperingatkan gw soal Pak Ronald. Dia bilang, kayaknya Pak Ronald yg naroh obat bius di minuman gw. Tapi kan waktu nongkrong itu ga ada Pak Ronald?"

"Hmm.. Bukan ga mungkin sih. Udah rahasia umum kan kalau dia naksir berat sama loe? Apalagi, kok bisa kebetulan dia berantem sama Karna?"

"Aduh gila gila, gw makin ga enak nih ma Karna. Gw harus apa dong?"

"Udah, sekarang loe pulang. Minta maaf sama dia. Bilang aja kalau gw udah jelasin ke loe bahwa maling yang sebenarnya udah ketangkep."

"Hmm iya sih. Yaudah deh, gw balik dlu ya Dev. Eh, soal hubungan gw ma Karna jangan ada yang tau ya, cukup loe aja"

"Siap tuan putri, gausah khawatir"

-----
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd